• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan pada media sosial lembaga komisi pemberantasan korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan pada media sosial lembaga komisi pemberantasan korupsi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MENCERITAKAN TENTANG

Penerapan pada media sosial lembaga

komisi pemberantasan korupsi

Dari buku information governance for business

document and record

Robert f. smallwood

(2)

TATA KELOLA INFORMASI BERBASIS MEDIA SOSIAL PADA LEMBAGA

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

M. Ryaas Fatria Rajasa dan Clara Novita Ayu Maharani

Mata Kuliah Tata Kelola Informasi Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya Malang

Abstrak

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan media sosial di dalam organisasi pemerintahan. Dalam hal ini, kami memilih Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjadi lembaga pemerintahan yang akan dikaji tata kelola informasinya. Latar belakang kami memilih Komisi Pemberantasan Korupsi adalah karena kami merasa KPK memiliki peran kuat dalam pemerintahan sehingga tata kelola informasi dalam mengelola media sosial haruslah jelas. Dalam makalah ini, kami membahas tipe dan kategori media sosial, media sosial dalam perusahaan, dan risiko penggunaan media sosial. Risiko media sosial terbagi atas beberapa bagian. Salah satu risiko yang utama adalah risiko privasi dan keamanan. Dalam menanggulangi risiko tersebut, diperlukan adanya evaluasi dan monitoring guna mengontrol kebijakan penggunaan media sosial.

Kata Kunci : Media sosial, tata kelola, informasi, risiko.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Dahulu, kebutuhan manusia hanyalah sebatas sandang, pangan, dan papan. Namun seiring berjalannya waktu, kebutuhan dasar yang semula hanya makanan, pakaian, dan tempat tinggal itu bertambah informasi. Pada era sekarang, informasi adalah suatu hal yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan di sekitar kita. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mengubah cara manusia belajar, berinteraksi, berkomunikasi, bersaing, dan menyusun strategi untuk mencapai tujuan. Karena manusia tidak lepas dari informasi dan komunikasi pada zaman sekarang itulah, maka penyebaran akses informasi haruslah tepat, cepat, dan akurat. Information Technology and Communication (ICT) memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sebagai contohnya, memudahkan pekerjaan manusia dan organisasi, serta memudahkan kecepatan dalam pertukaran informasi.

Suatu informasi merupakan hasil olah dari suatu pengetahuan. Informasi adalah isi dari pengetahuan tersebut. Informasi dapat dikatakan sebagai informasi apabila dapat digunakan sebagai pemecahan masalah dan

sebagai bahan pedoman. Sejak awal 1990-an dan dengan difusi Internet, jutaan orang di seluruh dunia mulai mengandalkannya untuk pertukaran informasi setiap hari (Hashem, 1999). Agar masyarakat dapat menumbuhkan dan mengambil manfaat dari adanya TIK, maka diperlukan adanya pengenalan, adopsi, dan adaptasi teknologi nasional, terutama di ibukota dan kota-kota besar.

Pemikiran strategis dalam rangka manajemen strategis, menuntut suatu visi yang memberikan arahan tujuan dari organisasi serta pembentukan budaya organisasi dalam menghadapi tantangan dari lingkungan. Konsep manajemen strategis tidak hanya menjadi pendekatan dalam organisasi bisnis, namun juga menjadi pendekatan manjemen organisasi non-profit. Pendekatan manajemen strategis tidak hanya berfokus kepada masalah internal, melainkan juga memperhatikan apa yang terjadi pada eksternal organisasi.

B. TUJUAN

1. Mengetahui pengaruh positif media sosial terhadap penyebaran dan tata kelola informasi.

2. Mengetahui manajemen strategis KPK dalam bidang teknologi informasi.

C. RUANG LINGKUP MATERI

1. Pengaruh media Sosial Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap penyebaran dan tata kelola informasi.

(3)

2. Manajemen stategis terhadap teknologi informasi yang mempengaruhi tata kelola informasi.

3. Resiko dalam keterbukaan informasi pada media sosial.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tipe dan Kategori Media Sosial

Sebagaimana yang kita tahu, media sosial digunakan untuk mengekspresikan pendapat dan sesuatu dari diri kita untuk dibagikan kepada orang lain melalui jejaring internet. Media sosial dapat dikategorikan sebagai berikut.

(1) Alat bantu publikasi menggunakan blog (Typepad, Blogger), wiki (Wikipedia, Wikia, Wetpaint) dan portal citizen journalism (Digg, Newsvine);

(2) Alat bantu berbagi untuk video (YouTube), gambar (Flickr), link (del.icio.us, Ma.gnolia), musik (Last.fm, iLike), slide presentasi (Slideshare), review produk (Crowdstorm, Stylehive) atau umpan balik produk (Feedback 2.0, GetSatisfaction);

(3) Alat bantu diskusi seperti forum (PHPbb, vBulletin, Phorum), forum video (Seesmic), instant messaging (Yahoo! Messenger, Windows Live Messenger, Meebo) dan VoIP (Skype, Google Talk);

(4) Jaringan sosial (Facebook, MySpace, Twitter, Instagram), jaringan sosial spesifik (LinkedIn, Boompa);

(5) Alat bantu mikroblogging (Twitter, Pownce, Jaiku, Plurk, Adocu);

(6) Alat bantu agregasi sosial seperti lifestream (Instagram, Socializr, Socialthing!, lifestrea.ms, Profilactic);

(7) Platform untuk hosting (BlogTV, Yahoo! Live, UStream) dan ada layanan serupa untuk mobile (Qik, Flixwagon, Kyte, LiveCastr);

(8) Dunia virtual (Second Life, Entropia Universe, There), 3D chats (Habbo, IMVU) dan dunia virtual khusus remaja (Stardoll, Club Penguin);

(9) Platform game sosial (ImInLikeWithYou, Doof), portal game casual (Pogo, Cafe, Kongregate).

(10) MMO, massively multiplayer online (Neopets, Gaia Online, Kart Rider, Drift City, Maple Story) dan MMORPG, Massively multiplayer online role-playing game (World of Warcraft, Age of Conan).

Menurut Dr. Patricia dan Robert Smallwood (2014:254), tipe media sosial terbagi atas 3, yaitu:

1. Web Publishing, media sosial tipe ini sebagai platform atau wadah yang membuat, membagikan, dan menggunakan ulang suatu konten. Contoh dari platform ini adalah microblogging (Twitter, Plurk), blog (Wordpress, blogger), Wikis (Wikipedia, PBWiki), Mashups (Google Maps, popurls).

2. Social networking, platform ini berguna

untuk menyediakan interaksi dan kolaborasi dari sesame penggunanya. Contoh dari media sosial ini adalah social

networking tools (Facebook, LinkedIn), Social bookmarks (Delicious, Digg), Virtual worlds (Second Life, OpenSim), Crowdsourcing/Social voting (IdeaScale,

Chaordix).

3. File sharing/storage, digunakan untuk

membagikan suatu file atau untuk menyimpan dalam skala besar. Contohnya adalah perpustakaan foto (Flikr, Picasa),

Video sharing (Youtube), Storage (Google

Drive, iCloud), dan Content management (SharePoint).

Sementara itu,menurut Robert Smallwood juga (2014:255) kategori media sosial terbagi atas 13 kategori , antara lain

1. Kurasi konten, contohnya adalah Buzzfeed, Flipboard, Skygrid, Storify, Summify. 2. Content sharing, contohnya Yelp, Scribd,

Slideshare, Digg, Topix.

3. Photo sharing, contohnya adalah Flickr, Picasa, SmugMug, Photobucket.

4. Social ad network, contohnya adalah Lifestreet, Adknowledge, Media6degress, BurstMedia.

5. Social analytics, contohnya adalah Awe.sm, Bluefin Labs, Mixpanel, Webtrends.

6. Social bookmarking, contohnya BibSonomy, Delicious, Diigo, Folkd.

7. Social business software, contohnya adalah

(4)

Software, Huddle, Cubetree, Yammer, Socialcast, Igloo, Socialtext, Wachtoo.

8. Social brand engagement, contohnya

Socialvibe, Mylikes, Adly, Sharethough.

9. Social commerce platforms, contohnya

adalah Ecwid, Moontoast, Shop Tab, Dotbox, Storenvy, VendorShop.

10. Social community platforms, contohnya

Ning, Mixxt, Grou.ps, Groupsite.

11. Social data, contohnya GNIP, DataSift,

Rapleaf, RavenPack.

12. Social intelligence software, contohnya

SDL, Netbase, Postrank, Google Analytics, Trendrr, Trackur, Visible.

13. Social marketing management, contohnya

Shoutlet, Syncapse, Objective Marketer, Immobi, MediaFunnel.

14. Social promotion platforms, contohnya

Offerpop, Seesmic, Strutta, Votigo, Fanzila, Zuberance, Extole, Social AppsHQ, Social Amp.

15. Social publishing platforms, contohnya

Hootsuite, Spreadfast, Hearsaysocial, MutualMind, SproutSocial, Flowtown, Socialware.

16. Social referral, contohnya 500Friends,

Currebit, Tip or Skip, dan Turnto.

17. Social search and browsing, contohnya

StumbleUpon, Topsy, Wink, Kurrently, dan SocialMention.

18. Social scoring, contohnya Klout, EmpireAvenue, dan PeerIndex.

Pendapat lain dikemukakan oleh Kaplan dan Haenlein (2010) yang membagi media sosial dalam 6 jenis, yaitu :

1. Collaborative Projects, yaitu suatu media

sosial yang dapat membuat konten dan dalam pembuatannya dapat diakses khalayak secara global. Kategori yang termasuk dalam Collaborative Projects dalam media sosial, yaitu WIKI atau Wikipedia yang sekarang sangat populer di berbagai negara. Collaborative Projects ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung citra perusahaan.

2. Blogs and Microblogs, yaitu aplikasi yang

dapat membantu penggunanya untuk menulis secara runut dan rinci mengenai berita, opini, pengalaman, ataupun kegiatan sehari-hari, baik dalam bentuk teks, gambar, video, ataupun gabungan dari ketiganya. Kedua aplikasi ini memungkinka pengguna dapat menggiring

opini masyarakat untuk mencapai tujuan si penulis.

3. Content Communities, yaitu sebuah aplikasi yang bertujuan untuk saling berbagi dengan seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana dalam aplikasi tersebut penggunanya dapat berbagi video, ataupun foto. Sosial media ini dapat dimanfaatkan untuk mempublikasikan suatu bentuk kegiatan positif yang dilakukan oleh satu perusahaan, sehingga kegiatan tersebut akan mendapatkan perhatian khalayak dan pada akhirnya akan membangun citra positif bagi perusahaan.

4. Social Networking Sites atau Situs Jejaring

Sosial, yaitu merupakan situs yang dapat membantu seseorang atau pengguna internet membuat sebuah profil dan menghubungkannya dengan pengguna lain.

5. Virtual Game Worlds, yaitu permainan multiplayer di mana ratusan pemain secara

simultan dapat di dukung.

6. Virtual Social Worlds, yaitu aplikasi yang

memungkinkan pengguna berinteraksi dalam platform tiga dimensi menggunakan avatar yang mirip dengan kehidupan nyata.

B. Media Sosial dalam Perusahaan

Dalam suatu perusahaan, media sosial memiliki peranan tersendiri. Dibandingkan

website, media sosial lebih berguna dikarenakan

media sosial dapat dilihat lebih banyak orang dan dapat lebih mudah disebarluaskan. Perbedaan yang signifikan adalah website seringkali hanya dapat dibuka dan dilihat oleh stake holder yang bersangkutan, sedangkan media sosial dapat dilihat oleh khalayak umum. Di samping kemudahan dan efisien yang dirasakan oleh perusahaan akan media sosial dalam Web 2.0, terdapat juga ancaman dan tantangan di dalamnya. Salah satu ancamannya adalah bagaimana suatu perusahaan itu bisa melindungi dan memiliki sistem keamanan yang ketat agar informasi perusahsaan tersebut yang sangat penting tidak mudah diketahui oleh banyak orang. Setidaknya ada beberapa alasan suatu perusahaan menggunakan sosial media, salah satunya sebagai branding, meningkatkan

engagement karyawan, memperluas networking

karyawan, dan mempererat hubungan dengan konsumen. Lebih spesifik, isu yang berkaitan dengan keamanan data antara lain: 1) mencegah adanya ancaman di luar organisasi, 2) mencegah tersebarnya informasi rahasia ke luar perusahaan,

(5)

termasuk di dalamnya adalah netiquette yang harus diperhatikan oleh internal employee, dan 3) model sosial media yang lebih kasual, juga menimbulkan isu yang berkaitan dengan sikap dan perilaku

employee suatu perusahaan.

C. Risiko Penggunaan Media Sosial

Menurut Dr. Patricia dan Robert Smallwood (2014 : 257-258), ada 2 risiko penggunaan media sosial dalam perusahaan, yaitu penyalahgunaan informasi dan penggunaan media sosial di luar kendali organsiasi itu sendiri. Maksudnya adalah Dalam memilih media sosial sebagai partner, penyalahgunaan informasi yang disebarkan bisa saja terjadi sewaktu-waktu apabila tidak adanya kebijakan yang jelas dalam penyebaran informasi dari organisasi itu sendiri. Lalu apabila perusahaan atau organisasi tidak menggunakan media sosial karena mereka berpikir menghindari risiko yang akan terjadi, mereka salah. Karena sesungguhnya, apabila tidak ada media sosial yang resmi dari suatu organisasi, maka ada kemungkinan pihak lain akan memanfaatkan peluang tersebut atas nama organisasi tersebut. Hal yang perlu dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan identifikasi potensial risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan yang mungkin muncul dengan digunakannya media sosial tersebut.

Kemudahan akses informasi di internet menimbulkan potensi risiko keamanan yang perlu diperhatikan bagi pengguna media sosial. Alasan menggunakan media sosial masih difokuskan pada kemudahan penggunaan dan belum menyangkut masalah kesadaran user yang berpotensi menimbulkan privacy violation. Selain itu belum ada sebuah guideline atau panduan bagi perusahaan dalam menangani risiko yang muncul apabila menggunakan media sosial ini sebagai enterprise’s

official presence. Isu potensi adanya risiko ini

dapat muncul karena ketidaktahuan atau kurang sadarnya karyawan dari perusahaan ini sendiri ketika mereka berbagi informasi melalui media sosial, dan ancaman ini dianggap lebih berbahaya daripada ancaman dari pihak luar perusahaan.

Sedangkan menurut Chris Nerney, risiko penggunaan media sosial pada perusahaan juga terbagi atas dua hal, aitu kebijakan media sosial dalam organisasi dan ancaman terhadap orang-orang dalam organisasi dengan disengaja ataupun tidak. Serupa seperti hal sebelumnya, kebijakan penyebaran informasi dari suatu organisasi haruslah jelas agar karyawan dan orang-orang yang

menjadi bagian dari organisasi tersebut memiliki batas kewenangan dan hak yang jelas dalam menyebarkan informasi yang dimiliki organisasi. Jika adanya penyalahgunaan informasi, seluruh orang yang menjadi bagian dari organisasi dapat menjadi korban baik disengaja maupun tidak.

Secara spesifik di mana dan bagaimana seorang karyawan mengirim atau mentweet pesan dapat berarti apakah gugatan terhadap perusahaan Anda berhasil atau tidak. Jika akun LinkedIn atau Twitter pribadi digunakan, dan itu diposkan setelah berjam-jam menggunakan PC dari rumah, perusahaan itu mungkin lolos. Tetapi jika itu dilakukan dengan menggunakan komputer atau jaringan perusahaan, atau dari akun resmi perusahaan, pembelaan akan sulit. Jadi, kewajiban dan potensi kebocoran atau erosi aset informasi tidak secara teoretis; ini nyata. Untuk melindungi perusahaan yang memberi sanksi dan mendukung penggunaan blog, kebijakan IG harus jelas, dan penangkapan serta pengelolaan posting blog secara real-time harus dilaksanakan. Ingat, ini bisa menjadi catatan bisnis yang tunduk pada legal holding, dan keaslian dan akurasi sangat penting dalam mendukung kasus hukum. Jadi salinan asli dan asli harus disimpan. Ini mungkin, pada kenyataannya, persyaratan hukum atau peraturan, tergantung pada industri. Jika pedoman posting konten tidak jelas, maka sifat informal posting media sosial berpotensi dapat merusak organisasi. Pemeriksaan dan pemeriksaan fakta yang biasa dilakukan untuk siaran pers tradisional dan iklan mungkin tidak dilakukan, sehingga posting media sosial dapat tidak disaring dan tidak disaring, yang menimbulkan masalah ketika kebijakan Itjen tidak jelas dan ditegakkan sepenuhnya. Di luar itu, konsekuensi dari pelanggaran kebijakan harus parah dan dinyatakan dengan jelas dalam kebijakan, sebagaimana hukuman yang dijatuhkan, pesan yang harus diperkuat secara konsisten dari waktu ke waktu.

Menurut Mardiana Purwaningsih (2016), risiko menggunakan media sosial ada beragam. Namun yang paling utama biasanya tentang privacy. Beberapa risiko penggunaan media sosial antara lain:

1. Risiko Reputasi

Reputasi sebuah perusahaan bukan hal yang main-main. Reputasi sebuah perusahaan merupakan hal yang sangat penting dan memiliki peranan besar dikarenakan jika reputasi sebuah perusahaan rusak atau bahkan

(6)

hancur, maka berdampak terhadap kualitas perusahaan. Reputasi sebuah perusahaan bisa rusak dikarenakan beberapa hal, antara lain: a. Pencemaran nama baik oleh perseorangan

atau kelompok terhadap perusahaan atas suatu hal tertentu.

b. Kesalahan memberi informasi kepada khalayak umum.

c. Pembajakan akun media sosial.

d. Feedback yang kurang puas dari pelanggan atau konsumen.

2. Risiko privasi

Risiko privasi biasanya menjadi risiko yang paling utama. Risiko privasi dapat muncul apabila terjadi hal-hal sebagai berikut.

a. Informasi yang disebar luaskan melalui media sosial, belum disaring terlebih dahulu, sehingga informasi yang sensitif atau rahasia yang memberikan dampak negatif kepada perusahaan dapat tersebar luas.

b. Melanggar hak cipta, paten, merek dagang, rahasia dagang, atau Hak Kekayaan Intelektual lainnya (IPR) dari orang lain, atau publikasi hak atau privasi pihak lain. 3. Risiko Keamanan

Risiko keamanan juga menjadi hal yang urgent dikarenakan keamanan data dari stake holder harus dijaga dan dijamin keberadaannya. Perusahaan biasanya melakukan berbagai cara agar data dapat tersimpan dengan baik. Hal yang harus dijaga dalam keamanan antara lain: a. Menghindari adanya kebocoran informasi baik milik pribadi stake holder atau milik bersama kepada public.

b. Menghindari adanya penyebaran virus atau

malware ke dalam suatu perusahaan.

c. Menghindari adanya hacker yang berpotensi meretas informasi perusahaan. d. Menghindari perusahaan menjadi target

dari cybercriminal. 4. Risiko Hukum

Risiko hukum bisa terjadi apabila suatu perusahaan dituntut dan digugat atas suatu perbuatan yang melanggar hukum, misalnya melakukan penipuan, pelanggaran kontrak,

memberikan informasi palsu, menyebar hoax, dan melakukan kelalaian.

5. Risiko Waktu

Media sosial yang tidak digunakan dengan baik dan menajemen untuk mengelolanya tidak berjalan dengan baik juga berisiko membuang-buang waktu karena tujuan suatu perusahaan tidak akan tercapai apabila pengelolaan media sosialnya tidak terkontrol. Carr dan Hayes (2015) menyebutkan bahwasannya dimana media sosial adalah media berbasis internet yang memungkinkan pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan mempresentasikan diri, baik secara seketika ataupun tertunda, dengan khalayak luas maupun tidak yang mendorong nilai dari user-generated content dan persepsi interaksi dengan orang lain. Melalui pendapat ini, dapat kita katakan bahwa apapun yang kita bagikan di media sosial harus siap untuk menerima feedback dari publik. Entah itu baik, atau buruk merupakan konsekuensi. Biasanya, risiko yang dapat dihadapi apabila kita membagikan sesuatu pada media sosial adalah adanya cyberbullying, atau penyebaran hoax.

Hoax, atau lebih dikenal dengan berita bohong,

adalah suatu usaha untuk menipu dan memanipulasi suatu informasi untuk disebarluaskan yang bertujuan untuk mencapai kepentingan sesuatu dari individu atau kelompok tertentu. Tujuan penyebaran hoax beragam tapi pada umumnya hoax disebarkan sebagai bahan lelucon atau sekedar iseng, menjatuhkan pesaing (black campaign), promosi dengan penipuan, ataupun ajakan untuk berbuat amalan – amalan baik yang sebenarnya belum ada dalil yang jelas di dalamnya. Banyak orang yang lebih percaya dengan hoax dikarenakan informasinya sesuai dengan sikap yang dimiliki (Respati, 2017).

D. Risiko Hukum Posting Media Sosial

Lebih dari 554 juta pengguna terdaftar aktif dan rata-rata perkiraan 58 juta tweets per hari pada tahun 2013 ke situs microblogging Twitter, 13 angka yang terus meningkat, dan tentu saja beberapa karyawan di organisasi Anda juga berkicau di Twitter. Pada kuartal pertama 2013, lebih dari 225 juta profesional di lebih dari 200 negara dan teritori adalah anggota jaringan LinkedIn yang terus berkembang, dengan mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi baru-baru

(7)

ini menjadi segmen dengan pertumbuhan tercepat. Sekitar 33 persen anggota berada di Amerika Serikat. Penggunaan komentar publik dengan mudah dapat dengan mudah membuat pertanggungjawaban bagi perusahaan. Tanpa kebijakan IG, pedoman, pemantauan, atau tata kelola, risiko hukum menggunakan media sosial meningkat secara signifikan.

E. Cara yang Dapat Dilakukan untuk Penyimpanan Catatan Dasar

1. Membuat catatan penentuan ambang batas. Periksa konten untuk melihat apakah itu sebenarnya merupakan catatan oleh definisi organisasi Anda sendiri tentang suatu catatan, yang harus terkandung dalam kebijakan IG Anda. Proses penentuan catatan ini kemungkinan juga akan memerlukan konsultasi dengan penasihat hukum Anda. Jika situs media sosial belum tetap beroperasi, atau digunakan untuk proyek tertentu yang telah selesai (dan semua catatan terkait untuk proyek itu telah disimpan), maka kontennya mungkin tidak memerlukan penyimpanan catatan.

2. Gunakan jadwal retensi yang ada jika berlaku. Jika organisasi Anda sudah memiliki kebijakan penyimpanan untuk, katakanlah, email, maka setiap email yang dikirim oleh media sosial harus mematuhi pedoman penjadwalan yang sama, kecuali ada alasan hukum untuk mengubahnya. 3. Menerapkan prinsip-prinsip manajemen

konten dasar. Fokus pada menangkap semua konten terkait untuk posting media sosial, termasuk utas percakapan, dan metadata terkait yang mungkin diperlukan dalam penemuan hukum untuk memberikan konteks dan menjaga kelengkapan, keaslian, dan integritas catatan.

4. Penghindaran risiko dalam pembuatan konten. Instruksikan dan perkuat pesan tersebut kepada karyawan yang berpartisipasi dalam media sosial perusahaan bahwa konten di Web tetap ada di sana tanpa batas waktu dan bahwa pesan itu mengandung potensi risiko hukum. Selain itu, sekali ada sesuatu yang diposting di Web, sepenuhnya menghapus dan menghancurkan konten pada akhir periode penyimpanannya hampir tidak mungkin Ada beberapa cara dasar untuk mengelola konten media sosial, mulai dari mengendalikannya dengan ketat melalui satu orang yang bertanggung jawab,

hingga mendelegasikan kontrol ke tingkat unit bisnis, semua cara untuk membiarkan peserta media sosial memposting pemikiran mereka, tidak dimoderasi dan terkekang, hingga mendorong spontanitas dan antusiasme penggunaan alat. Pendekatan yang diambil organisasi Anda akan bergantung pada sasaran bisnis spesifik yang Anda miliki untuk memanfaatkan media sosial dan selera organisasi Anda akan risiko.

F. Pedoman Kebijakan Media Sosial

Menurut Mardiana Purwaningsih (2016) Pedoman diperlukan suatu perusahaan sebagai bahan pengambil keputusan sekaligus menjadi solusi saat terjadi masalah. Seperti yang telah disebutkan, kebijakan untuk mengelola media sosial perlu mencakup beberapa hal penting, di antaranya :

a. Keamanan bertransaksi

Suatu perusahaan memerlukan kontrol atas setiap tindakan yang diambil. . Media sosial hanya digunakan untuk branding dan promosi produk atau jasa. Sedangkan semua kegiatan transaksi secara online akan diarahkan ke situs resmi yang dimiliki oleh perusahaan. Pelanggan disarankan untuk tidak menulis indentitas atau nomor-nomor pribadi dalam kolom komentar di media sosial. Setiap transaksi yang terjadi dilindungi agar transaksi lebih aman. b. Aturan informasi perusahaan

1) Media sosial tidak diizinkan untuk menggantikan sarana komunikasi resmi dalam memberikan respon terhadap pertanyaan atau layanan perusahaan. 2) Informasi yang diteruskan oleh pengguna ke dalam akun media sosialnya secara pribadi, wajib menyertakan tautan resmi dari media sosial perusahaan, sehingga dapat diketahui validitasnya. 3) Pembaca dihimbau untuk menanyakan terlebih dahulu ke kontak resmi perusahaan apabila ada informasi yang meragukan

c. Aturan citra perusahaan

Segala komentar negatif atau berita yang berpotensi memprovokasi tentang perusahaan berhak diblokir dan dihapus. d. Pembatasan penggunaan pribadi dari media

sosial

e. Interaksi karyawan di luar pekerjaan Karyawan harus diberitahu bahwa kebijakan media sosial perusahan juga berlaku untuk penggunaan media sosial jika sedang tidak di tempat kerja.

(8)

Hal-hal lain yang berkenaan dengan teknis mengikuti sesuai prosedur dengan fleksibel agar penggunaan media sosial menjadi lebih bijak.

G. Pertimbangan Tata Kelola Informasi untuk Media Sosial

Susunan tata kelola informasi harusnya bisa menggabungkan kebijakan, kontrol, dan pedoman operasional media sosial serta menjabarkan konsekuensi atas pelanggaran. Praktik terbaik untuk media sosial adalah dapat bertahan dan berkembang. Seluruh unit bisnis harus dapat terwakili. Peran dan tanggung jawab yang jelas harus dijabarkan dengan jelas, apa yag diizinkan dan tidak diizinkan. Hal yang terpenting dari segalanya adalah pertimbangan regulasi yang harus berubah menjadi kebijakan tata kelola informasi baru yang mengatur bagaimana seharusnya penggunaan media sosial itu.

H. Pedoman Kebijakan Media Sosial

Menurut Dr. Patricia dan Robert Smallwood (2014 : 265), pedoman kebijakan media sosial antara lain :

1. Menentukan informasi yang dapat diakses dan yang tidak dapat diakses oleh publik.

2. Penggunaan tata bahasa yang baik dalam menggunakan media sosial. 3. Menentukan orang yang tepat dan

berwenang dalam membuat media sosial organisasi.

4. Menentukan orang yang tepat dan berwenang dalam mengelola dan mendapat akses media sosial organisasi.

5. Mengetahui dampak buruk dari kegiatan yang merusak citra perusahaan atau organisasi.

6. Pemisahan kepentingan pribadi atau kelompok terhadap pengembangan media sosial organisasi.

7. Pemisahan kepentingan pribadi atau golongan terhadap pengembangan media sosial organisasi.

Sedangkan menurut Mardiana Purwaningsih (2016), pedoman kebijakan dalam bermedia sosial terbagi atas :

1. Keamanan bertransaksi, yaitu perusahaan atau organisasi perlu

adanya kontrol atas tindakan yang diambil. Hal ini bertujuan agar perusahaan atau organisasi terlindungi saat melakukan transaksi sehingga aman.

2. Aturan informasi perusahaan, bukan untuk menggantikan sarana komunikasi resmi dalam memberikan respon layanan perusahaan. Informasi wajib menyertakan tautan resmi. Kontak resmi perusahaan untuk informasi yang meragukan.

3. Aturan citra perusahaan, maksudnya komentar negatif tentang perusahaan atau organisasi dihapus demi menjaga nama baik perusahaan.

4. Pembatasan, adanya pembatasan dalam urusan pribadi dalam menggunakan media sosial.

5. Interaksi karyawan, diberikan pemahaman yentang kebijakan media sosial untuk karyawan sedang tidak di tempat kerja.

6. Aturan lain yang tidak tertulis bersifat fleksibel dan menyesuaikan.

I. Mitigasi Risiko Keterbukaan Media Sosial

Menurut Mardiana Purwaningsih (2016), mitigasi risiko atas media sosial terdiri atas :

1. Mencari potensi risiko dan menyusun kebijakan guna mengetahui batasan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam penyebaran informasi oleh perusahaan atau organisasi sehingga kebijakan yang dimiliki jelas.

2. Mengadakan pelatihan, perlu adanya pelatihan untuk memberi tahu bagaimana seharusnya menggunakan media sosial dengan baik.

3. Monitoring dan evaluasi, dilakukan agar adanya kontrol terhadap tindakan yang dilakukan orang-orang di dalam organisasi atau perusahaan.

4. Menciptakan tim khusus, perlu adanya pembentukan tim yang berwenang untuk mengelola media sosial sehingga lebih memudahkan perusahaan atau organisasi.

(9)

J. Pertimbangan Litigasi dan Manajemen Rekod untuk Media Sosial

Suatu perusahaan harus mengarsipkan segala dokumen yang dimilikinya, jika tidak maka berarti ia mengambil risiko. menurut Peraturan 34 Peraturan Federal Prosedur Sipil (FRCP), yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang berlawanan dalam litigasi dapat meminta ‘dokumen yang ditunjuk’. Sementara Peraturan 26 dari FRCP mensyaratkan bahwa setiap dan semua informasi yang mungkin dapat ditemukan atau "berpotensi responsif" harus dipertahankan dan diproduksi jika diminta oleh pihak lawan. Jadi jelas bahwa ada kewajiban hukum untuk melestarikan catatan media sosial.

K. Pedoman Penyimpanan Catatan Dasar

Menurut Dr. Patricia and Robert Smallwood (2014) pedoman penimpanan catatan dasar antara lain adalah sebagai berikut :

1. Membuat Catatan Penentuan Ambang Batas

Periksa konten untuk melihat apakah itu sebenarnya merupakan catatan oleh definisi organisasi tentang suatu catatan yang harus ada apa tata kelola informasi organisasi. Dalam penentuan catatan ini juga diperlukan konsultasi hukum kepada penasihat hukum organisasi.

2. Gunakan jadwal retensi yang ada jika berlaku

Jika organisasi telah memiliki kebijakan penyimpanan maka setiap informasi atau data yang masuk pada media sosial harus diikuti dan dipatuhi pedoman penjadwalan yang sama kecuali alasan hukum.

3. Menerapkan prinsip-prinsip manajemen konten dasar

Fokus pada menangkap semua konten terkait untuk posting media sosial, termasuk utas percakapan, dan metadata terkait yang mungkin diperlukan dalam penemuan hukum untuk memberikan konteks dan menjaga kelengkapan.

4. Penghidaran risiko dalam pembuatan konten

Intruksikan dan perkuat pesan tersebut kepada karyawan yang berpartisipasi dalam media sosial perusahaan bahwa

konten tidak akan pernah hilang dan mengandung potensi hukum.

L. Mengelola Konten Media Sosial

Menurut Dr. Patricia and Robert Smallwood (2014) pengendalianya dilakukan dengan ketat melalui satu orang yang bertanggung jawab, hingga mendelegasikan control ke tingkat unit organisasi, semua cara untuk membiarkan peserta media sosial memposting pikiran mereka, tidak termoderasi dan terkekang, hingga mendorong spontanitas dan antusiasme penggunaan alat.

M. Praktik Terbaik Yang Muncul

Menurut Dr. Patricia and Robert Smallwood (2014) praktik terbaik yang pernah muncul antara lain:

1. Mengidentifikasi catatan selama tahap perencanaan media sosial mulai dari kebijakan media sosial dan kebijakan catatan media sosial

2. Mempromosikan komunikasi lintas fungsional, dimana terdapat tim media sosial yang terdiri dari perwakilan berbagai departemen atau bagian atau unit dan mereka mengkomunikasikan serta berkolaborasi dalam pengelolaan catatan media sosial.

3. Memerlukan konsultasi dalam komunikasi kebijakan

menghimpun saran dari berbagai kelompok pemangku kepentingan yang mencakup manajemen catatan media sosial.

4. Menetapkan peran dan tanggung jawab yang jelas

5. Menggunakan prinsip-prinsip manajemen konten dan mengelola konten media 6. Memperbaiki fungsi recod manajemen 7. Memberikan kontrol atas konten yang

dipublish dan membuat pedoman dan mekanisme mengelola konten sebelum dipublikasikan

8. Mengambil konten secara real time 9. Kemampuan pencarian

10. Terus melatih, melatih, dan melatih dimana pengguna harus diberikan pelatihan yang terus menerus diperbarui dan diperkuat secara berkala sehingga pengguna/karyawan memiliki pedoman yang jelas, memahami teknologi, dan memahami tujuan bisnis untuk penggunaanya.

(10)

BAB III

PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI

A. Tata Kelola Informasi pada Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi

Tata kelola informasi pada lembaga KPK dapat dilihat melalui website yang ada. Dituliskan bahwa kegiatan tata kelola informasi terdapat bidang Deputi Informasi dan Data dimana deputi tersebut memiliki tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan pada bidang informasi dan data. Deputi Bidang Informasi dan Data menyelenggarakan fungsi :

1. Perumusan kebijakan pada bidang pengolahan informasi dan data, pembinaan jaringan kerja antar komisi dan instansi di lingkungan KPK ;

2. Perumusan kebijakan pada sub bidang

Pengolahan Informasi dan Data,

Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi dan Monitor;

3. Pemberian dukungan sistem, teknologi

informasi dan komunikasi di

lingkungan KPK;

4. Pelaksanaan pembinaan jaringan kerja antar komisi dan instansi dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK;

5. Pengumpulan dan analisis informasi

untuk kepentingan pemberantasan

tindak pidana korupsi, kepentingan manajerial maupun dalam rangka deteksi kemungkinan adanya indikasi tindak pidana korupsi dan kerawanan korupsi serta potensi masalah penyebab korupsi;

6. Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan

dan pembinaan sumberdaya di

lingkungan Deputi Bidang Informasi dan Data;

7. Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan hubungan

kerja pada bidang Pengolahan

Informasi dan Data, Pembinaan

Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi dan Monitor; dan

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan

oleh Pimpinan sesuai dengan

bidangnya.

Deputi Bidang Informasi dan Data dipimpin oleh Deputi Informasi dan Data serta bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan KPK;

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Informasi dan Data dapat

membentuk Kelompok Kerja yang

keanggotaannya berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Informasi dan Data yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi Bidang Informasi dan Data;

Deputi Bidang Informasi dan Data membawahkan: 1. Direktorat Pengolahan Informasi dan

Data;

2. Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi;

3. Direktorat Monitor; dan

4. Sekretariat Deputi Bidang Informasi dan Data;

B. Pengelola Media Sosial pada Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam keterbukaan informasi KPK, pada UU No. 30 Tahun 2002 pasal 20 ayat 1 dikatakan bahwa KPK bertanggung jawab terhadap publik atas pelaksanaanya dan menyampaikan laporan secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. Lanjut pada pasal-pasalberikutnya menjelaskan KPK harus membuat laporan tahunan dan disampaikan kepada Presiden, DPR, dan BPK dan bertanggung jawab atas publik dengan menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi kepada publik yang membutuhkan informasi terkait KPK.

Jika sebelumnya dibahas siapa yang mengelola data dalam organisasi KPK, sekarang dijelaskan bahwa siapa yang menjadi pengelola media sosial KPK. Menurut Peraturan Komisi No. 03 tahun 2019 tentang Organisasi Tata Laksana disebutkan bahwa Biro Humas memiliki tugas untuk mengelola pelayanan informasi public, pemberitaan, dan dokumentasi kegiatan KPK dan pengelolaan data dan informasi merupakan kewenangan dan tanggung jawab tiap unit atau direktorat. Menurut Surat Keptutusan Sekjen KPK No. 1049.1 Tahun 2018 penunjukan perwakilan untuk menyediakan informasi memiliki tugas

sebagai penyedia informasi, mengkoordinir

informasi untuk disampaikan kepada internal KPK untuk mendapatkan persetujuan. Lanjut pada Surat Keputusan Pimpinan KPK No. 742/01/2017 mengatakan bahwa Kepala Biro Humas sebagai pejabat pengelola informasi dan dokumentasi yang disebut PPID. Sekjen sebagai atasan PPID dan Deputi Informasi dan Data sebagai wakil atasan

(11)

direktorat/unit/biro untuk memberikan informasi kepada PPID. Sehingga dalam pengelolaannya, setiap unit akan mengirimkan informasi yang akan diolah pada PPID dan akan diinformasikan kepada publik melalui konten-konten yang ada di media sosial KPK dan ini dilakukan Biro Humas sebagai tugas untuk mengelola media sosial tersebut.

Dalam kegiatannya, KPK juga memiliki klasifikasi informasi dan uji konsekuensi dimana untuk mendukung pelayanan infotmasi publik, yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan setiap informasinya maka setiap tahunnya Biro Humas merangkap PPID menyelenggarakan konsinyering dan workshop terhadap ketebukaan informasi pada lingkungan KPK. Salah satu kegiatan yaitu pembaharuan daftar informasi di

masing-masing unit/direktorat/biro yang

digunakan sebagai bahan bagi PPID untuk

melakukan klasifikasi informasi dan uji

konsekuensi. Klasifikasi tersebut ditentukan berdasarkan :

1. Jenis informasi 2. Bentuk informasi

3. Waktu produksi informasi

Setelah melakukan klasifikasi tersebut maka dapat ditentukan daftar informasi publik dan informasi yang dikecualikan.

C. Sosial Media Komisi

Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi pada

kegiatannya sebagai pelayanan publik memiliki keharusan untuk melayai kegiatan publik. Pada kegitannya, KPK memiliki media sosial yang digunakan sebagai pelayanan informasi kepada masyarakat yang membutuhkan informasi terkait kpk. Media sosial tersebut adalah :

1. Email Informasi@kpk.go.id 2. Website www.kpk.go.id Gambar 1 3. Twitter @KPK_RI Gambar 2 4. Facebook KomisiPemberantasanKorupsi Gambar 3 5. Instagram @official.kpk Gambar 4 6. Youtube KPK RI Gambar 4 7. Kanal KPK (TV dan Radio)

(12)

Pada grafik permintaan informasi kepada KPK terlihat

Gambar 5

Pada grafik tersebut penggunaan teknologi

informasi pada perkembangan kebutuhan

informasi ternyata sangat dibutuhkan, karena dalam grafik tersebut dapat terlihat jumlah permintaan informasi terbanyak terdapat dalam Email. Walaupun Email tidak dapat dikatakan sebagai media sosial karena hanya orang yang

bersangkutan yang mengetahui informasi

didalamnya tetapi, informasi yang akan diberikan oleh KPK atas balasan Email berarti dapat dikatan bahwa informasi tersebut dapat dibuka oleh publik dan sebagian informasi tersebut mungkin sudah di unggah melalui media sosial KPK karena dalam setatistik selanjutnya jumlah konten yang telah diunggah pada masing-masing akun media sosial yaitu

Gambar 6

Penggunaan media sosial tersebut dilakukan oleh KPK untuk mengikuti dinamika perkembangan teknologi informasi, KPK menggunakan media sosial tersebut untuk dimanfaatkan sebagai media penyebaran informasi yang sangat efektif karena pada media sosial para

pengguna informasi akan lebih mudah mengakses informasi tersebut karena berifat umum. Dan keberadaan media sosial ini juga digunakan KPK untuk membantu menjalankan tugasnya sebagai penyedia informasi kepada publik dan bisa menjadikan tata kela informasi pada lembaga ini.

Selain itu, media sosial menurut teori yang ada mengatakan bahwa sebagai branding, meningkatkan layanan pengguna, mendekatkan kepada pengguna adalah suatu teori yang benar, karena dengan adanya media sosial akan terbuka setiap pengguna untuk berkomentar pada kolom komentar pada setiap konten yang diunggah oleh KPK. Dengan adanya komentar seperti itu akan meningkatkan branding dari lembaga itu sendiri. Lalu tak jarang KPK juga aktif untuk membalas komentar-komentar pengguna dengan sangat dekat dan mengakibtkan adanya pandangan baik bahwa KPK sangat merakyat dan mampu untuk mendengar keluhan dari penggunanya. Dengan adanya balasan atas komentar-komentar pengguna akan meningkatkan hubungan kedekatan antara pengguna dan KPK.

D. Manajemen Strategis Tata Kelola Informasi pada Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam kegiatannya, KPK memiliki rencana Manajemen Strategis yang berguna untuk panduan untuk kegiatan dan targer-target yang harus dicapai dalam suatu cita-cita organisasi. Dari banyaknya rencana strategis atau manajemen strategis KPK, terdapat manajemen strategis yang mengarah pada tata kelola informasi dan teknologi informasi.

Pada bagian arah kebijakan dan strategi KPK pada poin nomor 4 yang disebutkan bahwa dipelukan pembenahan pada aspek kelembagaan baik dalam SDM, IT, organisasi, dll. Pada bagian teknologi informasi dan komunikasi disebutkan bahwa teknologi informasi yang tepat guna akan mendukung implementasi strategi organisasi dalam teknologi informasi tersebut KPK harus mengembangkan media sosial, aplikasi, website, dll. guna meningkatnya penyebaran informasi yang ada pada KPK dan sehingga KPK dapat mengelola data lebih baik karena menggunakan sistem teknologi yang memang diperuntukkan untuk mempermudah tata kelola informasi yang ada.

E. Risiko Keterbukaan Informasi pada Media Sosial

Dalam tata kelola informasi pada media sosial melalui pengkajian data yang menentukan bahwa

(13)

informasi tersebut dapat disebarkan kepada publik atau menjadi data yang hanya diketahui oleh KPK sendiri. Tata kelola informasi tersebut akan mempengaruhi resiko-resiko yang akan terjadi pada nilai yang didapatkan oleh masyarakat.

Pada data yang ada dapat diperkirakan sebuah resiko menurut teori Mardiana Purwaningsih yang ada ketika organisasi memiliki keterbukaan informasi yaitu :

1. Resiko Reputasi

KPK dengan reputasi yang sangat tinggi bisa saja terpengaruhi oleh isu-isu yang sedang beredar. Isu-isu tersebut bisa berupa isu yang merugikan KPK seperti contohnya kasus yang menimpa beberapa atasan KPK yang tertuduh terlibat korupsi. Hal tersebut menimbulkan dan menjadikan penurunan reputasi dalam diri KPK.

Dalam segi tata kelola informasi, keadaan reputasi menjadi resiko yang sangat sensitif karena kebenaran informasi merupakan hal yang utama ketika informasi tersebut telah sampai kepada masyarakat.

2. Resiko Privasi

Setelah adanya penilaian data maka bisa saja terjadi informasi yang bisa disampaikan kepada publik da nada yang tidak bisa disampaikan kepada publik. Resiko privasi tersebut terjadi karena beban moral terhadap peran KPK untuk terbuka tetapi harus ditutup karena informasi yang membahayakan.

3. Resiko Keamanan

Keamanan yang harus dijaga ketika informasi belum bisa disampaikan kepada publik. Penggunaan sosial media dalam penyebaran informasi dan tata kelola informasi juga menuntut keamanan yang ekstra karena jika terjadi hacker maka akan menjadi berbahaya bagi organisasi yang menyebarkan informasi.

Dan menurut Patricia and Robert Smallwood pada teori, KPK harus siaga dan waspada terhadap penyalah gunaan informasi karena ini akan merugikan dan menjadikan kepercayaan publik akan menghilang, lalu penggunaan media sosial yang diluar kendali organisasi karena itu dibutuhkan oeraturan-peraturan khusus yang mengautur media sosial KPK. Dan menurut Chris Nerney juga KPK harus menyediakan kebijakan media sosial tersendiri dalam organisasi untuk menghindari ancaman terhadap internal atau orang

dalam KPK untuk pemakaian media sosial untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam perkembangan teknologi informasi akan terjadi tata kelola informasi yang sangat dibutuhkan oleh sebuah organisasi. Pada lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disumpulkan bahwa KPK merupakan lembaga yang memiliki tingkat kepercayaan publik yang tinggi karena bekerja secara terbuka. Hal tersebut bisa menjadi keuntungan ataupun menjadi boomerang bagi KPK, karena dalam keadaan keterbukaan informasi tersebut akan terjadi resiko-resiko yang akan terjadi dalam kemungkinan terburuk dari sebuah kegiatan.

Manajemen strategis tentunya merupakan landasan organisasi yang sangat mempengaruhi sudut pandang organisasi terhadap suatu hal. Manajemen strategis tersebut akan mempengaruhi banyak hal termasuk teknologi informasi dan tata kelola informasi, karena pada manajemen strategis akan dituliskan strategi-strategi apa yang akan digunakan suatu organisasi agar bisa mencapai suatu tujuan.

Sosial media KPK juga dapat kita lihat sebagai bentuk keterbukaan KPK terhadap informasi-informasi yang didapatkan oleh KPK. Dan ternyata dari hasil observasi tersebut dikatakan bahwa media sosial KPK juga dalam tanggung jawab bagian dari lembaga tersebut. Sehingga dalam suatu organisasi harus dijelaskan dengan jelas bagaimana tupoksi suatu bagian atupun divisi.

B. Saran

Informasi yang tersebar merupakan hasil dari tata kelola informasi yang adapada organisasi tersebut. Yang menjadi harapan bagi pembaca agar dapat mencari informasi-informasi yang benar melalui sumber-sumber yang benar dan memiliki pertanggung jawaban atas informasi tersebut.

Sosial media yang dimiliki KPK sebaiknya digunakan sebaik mungkin sebagai tempat penarian informasi. Dengan data yang benar maka Negara akan dibentuk oleh orang-orang yang menyukai kebenaran.

(14)

Kegiatan yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah memperkuat KPK dengan kebijakan-kebijakan yang memberikan KPK keleluasaan lebih untuk menghapuskan korupsi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, Kaplan M., Haenlein Michael 2010. Users of the World,Unite! The Challenges and Opportunities of

Social Media. Business Horizons.

Kurniali. (2011). Peran Media Sosial di Internet pada Penerapan Proses Knowledge Management. ComTech. 2(I), 167-174.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2018. Laporan Pelayanan Informasi Publik. https://www.kpk.go.id/images/Integrito/LaporanTahunanKPK/2019-Laporan-PIP.pdf (29 September 2019) Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. Renstra KPK. https://www.kpk.go.id/images/Renstra%20KPK%202015-2019.pdf (29 September 2019).

Kurniasih, (2016). Optimalisasi Penggunaan Media Sosial untuk Perpustakaan. Prosiding Makalah Seminar Nasional Fikom Unpad Jatinangor.

Purwaningsih. (2016). Standar Etika bagi Perusahaan yang Menggunakan Media Sosial sebagai Enterprise’s Official Presence. Jurnal Sistem dan Informatika, 11(I), 95-101.

Rahadi, (2017). Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di Media Sosial. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 5(I), 59-61.

Smallwood, Robert. 2014. Information Governance. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Watie, (2011). Komunikasi dan Media Sosial. The Messenger. 3(I), 69-75.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Meskipun demikian Tujuan bangsa Indonesia yang terkandung dalam sila pancasila tersebut memang memerlukan proses yang tidak mudah untuk mewujudkannya,

Bahan yang digunakan adalah 65 ekor ikan Guppy (Poecilia reticulata), yang merupakan sebagai objek yang akan diamati, berukuran kecil dengan panjang ± 5 cm; air

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang, penulis ingin mengetahui seberapa besar Korelasi antara kesejahteraan ini terhadap tanggung jawab guru PAI di Madrasah Aliyah Negeri

Syarat pijat keseleo tidak jauh beda dengan pasien patah tulang karena pasien keseleo yang baru saja dialami akan lebih mudah untuk diobati itu disebabkan karena belum terjadi

Tugas wartawan kontributor MNC TV selain menyampaikan informasi juga dapat membantu masyarakat dengan memberitakan keluhan-keluhan mereka. Karena tujuannya adalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Book-Tax Differences, Arus Kas Operasi dan Arus Kas Akrual dan

Perancangan rumah susun di kawasan wisata pantai Kota Padang, Kelurahan Purus RW 03 dan RW 04 merupakan sebuah jawaban dari permasalahan terhadap kawasan permukiman yang tidak