• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG BERMAKNA PADA ANAK USIA DINI. Akhmad Muzakki Mahasiswa IAIN Purwokerto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG BERMAKNA PADA ANAK USIA DINI. Akhmad Muzakki Mahasiswa IAIN Purwokerto"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM YANG BERMAKNA PADA ANAK USIA DINI

Akhmad Muzakki Mahasiswa IAIN Purwokerto email: akhmad.muzakki12@gmail.com

Abstract

Moral education is the soul of Islamic religious education. Achieving perfect morals is the true goal of education. The purpose of moral education is to form people who are virtuous, hard-willed, polite in speaking and acting, noble in behavior and mannerisms, wise, perfect, polite, and civilized, sincere, honest and holy.

Moral education is related to tarbiyah, because tarbiyah is instilling the main morals, noble character and noble education especially in the soul of a child, from childhood until he becomes until he becomes a person who has the power to live with his own business and energy abilities. While children are little people who have potential that still needs to be developed.

In the perspective of Islam, children have a strategic place on the continuity of human life in the world and continue to build civilization. Childhood is the most important period in education, because when children receive less attention at the beginning of their lives, most of it becomes large with corrupt, lying, jealous, thief, detractor, mocking, and interference in other people's business. Such children will tend to make conspiracies, tricks and plunge others

Keywords: Education, Islamic Religion, Early Childhood Abstrak

Pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama islam. Pencapaian akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan, dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.

Pendidikan akhlak itu menyangkut dengan tarbiyah, karena tarbiyah adalah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia terutama dalam jiwa anak, sejak kecil sampai ia menjadi sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri. Sedangkan anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan.

Dalam perspektif Islam, anak mendapat tempat yang strategis terhadap

keberlangsungan hidup manusia di dunia dan terus membangun peradaban. Masa anak

merupakan periode terpenting dalam pendidikan, karena apabila anak-anak kurang mendapat perhatian pada permulaan hidupnya, sebagian besarnya menjadi besar dengan akhlak yang rusak, suka pembohong, dengki, pencuri, pencela, mengejek dan suka campur tangan dalam urusan orang lain. Anak yang seperti itu akan cenderung kepada membuat konspirasi-konspirasi, tipu daya dan menjerumuskan orang lain.

(2)

A. Pendahuluan

Pendidikan memilki banyak cabang, salah satu diantaranya adalah pendidikan akhlak. Akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang tua atau orang-orang dilingkungannya. Namun sangat disayangkan orang tua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi anaknya lantaran kesibukan mereka atau ketidak mengertian mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah membahagiakan anak.

Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan setiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak lahir dari sepasang hamba Allah yang merupakan amanat yang wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orang tua. Karena setiap amanat pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Tatkala anak sudah dewasa maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka. Salah satu contoh dari pertanggungjawaban tersebut adalah dengan memelihara diri sendiri dan keluarga. Salah satu caranya yaitu dengan mendidik anak-anak agar kelak mereka bisa mempertanggung jawabkan diri mereka sendiri.

Mungkin saat ini si anak masih kecil, belum terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orang tua namun saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orang tua. Dan perlu ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harga yang lebih berharga dari sekedar harta yang kini para orang tua obsesikan. Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula yaitu generasi muda yang taat pada orang tua, agama dan negara.

B. Pembahasan

1. Pengertian Pendidikan Akhlak Anak

Pengertian pendidikan menurut al-Ghazali yaitu: “Proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggungjawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna. (Drs. Abidin Ibnu Rusn, 1998: 56), Yang dimaksud dengan

(3)

pendidikan disini ialah segala tuntunan dan pengajaran yang diterima seorang dalam membina kepribadian. (Hamzah ya’qub, 1982: 82)

Sedangkan kata akhlak, al-Ghazali mendefinisikan bahwa Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika dari sikap itu darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal maupun syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak buruk. (Hasan Asari, 1999: 86)

Pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama islam. Pencapaian akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan, dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. (M.Athiyah al-abrasyi, 1970: 104)

Pendidikan akhlak menghendaki agar pendidik mengikhtiarkan cara-cara bermanfaat untuk pembentukan adat istiadat, kebiasaan yang baik, yang ditanamkan di dalam hati nuraninya, menguatkan kemauan untuk berdisiplin, mendidik pancaindranya dan membiasakan berbuat baik, menghindari setiap kejahatan. Sebab menurut asas ilmu jiwa, dijelaskan bahwa kehidupan manusia banyak dipengaruhi unsur-unsur hewani. (Zuhairini,dkk, 1995: 52) Pendidikan akhlak itu menyangkut dengan tarbiyah, karena tarbiyah adalah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak, sejak kecil sampai ia menjadi sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri. Sedangkan anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 6)

Sedangkan dalam buku The Child dinyatakan bahwa “ As children grow older they become more skill in most cognitive tasks. One reason for this is their growing facility with language, words and symbols play in increasingly greater role in their mental processes”. (Judith Rich Harris dan Robert M. Liebert, 1984: 366)

(4)

Maksudnya adalah bahwa anak-anak tumbuh dewasa mereka menjadi lebih banyak keterampilan dalam tugas-tugas (aspek), kognitifnya satu alasan untuk hal ini adalah sarana pertumbuhan mereka dengan bahasa, kata-kata dan permainan simbol yang peranannya lebih besar dalam proses peningkatan mental mereka.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa pendidikan bagi anak merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri anak tersebut. pendidikan akhlak adalah usaha sadar, teratur, dan sistematis di dalam memberikan bimbingan atau pimpinan oleh pendidik kepada peserta didik menuju terbentuknya kebiasaan, kehendak (akhlak), dan terbentuknya kepribadian yang utama (budi pekerti). Pendidikan akhlak ini tidak hanya menghantarkan kebaikan sikap kepada sesama, melainkan juga kepada tuhan, lingkungan, dan diri sendiri.

Secara nyata, diakui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan baik dan juga ada yang sebalikya. Hal ini berarti bahwa manusia memiliki kedua potensi tersebut. Kedua potensi tersebut dapat menjadi bagian identitas seorang manusia. Bila potensi baik yang lebih subur, dia akan menjadi orang yang baik, sebaliknya bila potensi buruk yang subur, ia akan menjadi orang yang buruk.

Kecenderungan manusia dalam melakukan akhlak baik atau buruk, merupakan bentuk dari proses, dari baik ke buruk dan kembali lagi ke baik, atau tetap dalam keburukan dan dari baik tetap kepada yang baik. Proses inilah yang sebenarnya sangat berperan dalam membentuk terminal akhir dari kecenderungan manusia. Proses ini yang kemudian dijadikan oleh para ahli pendidikan untuk mengonsep agar manusia tetap bertahan dalam kebaikan, yaitu melalui pendidikan. Inilah letak urgensi pendidikan akhlak tersebut, terutama anak-anak, sebab untuk mewujudkan generasi yang berakhlak mulia, cara yang paling efektif adalah dengan pendidikan. Lebih daripada itu, jiwa dari pendidikan Islam ialah pendidikan moral dan akhlak.

Dalam perspektif Islam, anak mendapat tempat yang strategis terhadap keberlangsungan hidup manusia di dunia dan terus membangun peradaban. Dalam mewujudkannya, keberadaan anak dalam konteks pemeliharaan dan perlindungan menekankan pada pentingnya rasa cinta dan kasih sayang oleh

(5)

orang dewasa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara baik, termasuk mendapatkan pendidikan yang layak dan beradab.

Masa anak merupakan periode terpenting dalam pendidikan, karena apabila anak-anak kurang mendapat perhatian pada permulaan hidupnya, sebagian besarnya menjadi besar dengan akhlak yang rusak, suka pembohong, dengki, pencuri, pencela, mengejek dan suka campur tangan dalam urusan orang lain. Anak yang seperti itu akan cenderung kepada membuat konspirasi-konspirasi, tipu daya dan menjerumuskan orang lain. Untuk menghindarkan anak-anak dari sifat-sifat ini tidak sukar, yaitu dengan pendidikan dan pengajaran yang baik, dengan mengisi waktu kosongnya, menyuruh dia belajar Al-Qur’an, mempelajari riwayat hidup orang-orang besar, hikayat orang-orang saleh, orang-orang baik, serta perilaku mereka itu, agar menjadi pedoman anak-anak tadi rasa cinta pada orang-orang yang taqwa dan saleh. Di sekolah maupun dirumah-rumah, anak-anak harus djauhkan dari membaca sajak-sajak yang menyebut soal-soal cinta dan pelakon-pelakonnya supaya anak itu jangan terpengaruh dan membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang kosong dan percuma. Apabila anak-anak memperlihatkan akhlak yang baik, perbuatan yang terpuji, haruslah dihargai dengan jalan memberikan hadiah kepadanya, diberikan pujian-pujian dihadapan umum agar ia gembira dan rasa senang menyelundup kedalam jiwanya, bila ia satu kali tersalah, maka sebaliknya dilupakan saja, kita kesampingkan dan tak perlu membuka-bukanya apalagi menjadikan ia jadi malu, jangan pula kita jadikan buah pembicaraan,

khususnya bila sang anak itu sendiri menutupi dan berusaha

menyembunyikannya. (M.Athiyah al-abrasyi, 1970: 117-118)

Sebagai generasi penerus peradaban, anak memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh orang dewasa. Sangat ironis sekali, jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi sangat hampa atau kering dengan nuansa akhlak spiritual. Oleh sebab itu, penanaman akhlak menjadi kebutuhan pada anak, sebagai benteng pertahanan ketika menghadapi hidup dan kehidupan di masa mendatang yang semakin kompetitif.

(6)

2. Pendekatan Pendidikan Akhlak

Ketepatan dalam pemilihan pendekatan harus diperhatikan bagi orang dewasa dalam mendidik anak. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi efektivitas tujuan pendidikan bagi anak:

a. Seorang anak memiliki pembawaan dan watak yang berbeda dengan anak yang lain,

b. Kondisi, suasana, dan lingkungan yang mengitari dunia anak

c. Ketepatan sumber belajar yang dipergunakan dalam setiap pendekatan, baik dari kepiawaian pendidik dalam penyampaian maupun dari bahan yang ada. Tiga pendekatan yang akan diuraikan di bawah ini, mungkin dapat membantu dalam mendidik akhlak bagi anak. Setiap pendekatan memiliki metodenya masing-masing. Yang perlu diperhatikan adalah seorang anak tidak harus mempergunakan satu pendekatan, bisa dua atau ketiga-tiganya bergantung efektivitasnya.

a. Pendidikan langsung

Pendidikan langsung yaitu dengan cara mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasehat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya. Anak dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak, menuntut kepada amal-amal yang baik, mendorong mereka berbudi yang tinggi, dan menghindari hal-hal yang tercela. Untuk pendidikan cara ini, dapat digunakan sajak-sajak, syair-syair, motto, slogan, pepatah, dan lain sebagainya. Contohnya adalah “ Budi pekerti yang baik adalah teman yang sejati” atau “Tidak ada bencana yang lebih besar dari kejahilan”. Pendekatan ini dapat juga digunakan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits, yang disampaikan dalam ruangan kelas atau ketika kita melakukan sesuatu dengan menyampaikan unsur-unsur akhlaknya. Dapat dipahami bahwa pendekatan ini adalah kegiatan belajar berpusat pada guru.

Pada hakikatnya, pendekatan ini erat hubungannya dengan nasehat-nasehat yang ditujukan kepada anak. Nasehat menurut Rasyid Ridla, adalah peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkan untuk mengamalkannya.

(7)

In order to provide moral education, there is a need to examine the needs of the student and the elements of activities. The elements based on student need. Beck et.all (Wing Sze MAK, 2004 e-jurnal), suggested that children at different stages had different needs in moral education.

1. Personal and social values (5-9 years old) 2. Human relationships (10-11 years old) 3. Decision making (12-13 years old)

4. Human issues in the world today (14-16 years old) 5. The theory of value (16-18 years old)

Oleh karena itu anak memerlukan nasehat, nasehat yang lembut, halus, tetapi berbekas, yang bisa membuat anak kembali baik dan tetap berakhlak mulia. Al Qur’an penuh berisi nasehat-nasehat dan tuntunan tuntunan itu.

َّنِإ۞

ٱ

ه َّللّ

ْاوُّدهؤُت ن

ه

أ ۡمُكُرُم

ۡ

أهي

ٱ

ِتَٰ هنَٰ هم

ه ۡ

لۡ

ه ۡيۡهب مُتۡمهكهح اهذوَإِ اههِلۡه

ه

أ ٰٓ

لَِإ

ه

ٱ

َّل

ِسا

ن

ه

أ

ِب

ْاوُمُكۡ هتَ

ٱ

ِلۡدهع

ۡل

َّنِإ

ٱ

ه َّللّ

ِهِب مُك ُظِعهي اَّمِعِن

ۦ

َّنِإ

ٱ

ه َّللّ

اٗير ِصهب اَۢهعيِمهس هن هكَ

Artinya: “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu agar menunaikan

kewajibanmu terhadap yang berhak, dan bila kamu menetapkan hukuman maka tetapkanlah dengan adil: Allah memberi pelajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. (QS. An-nisa: 58) Metode nasehat ini harus mengandung tiga unsur, yaitu (1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan seseorang, misalnya tentang sopan santun, (2) motivasi melakukan kebaikan, dan (3) peringatan tentang dosa, bahaya, atau akibat yang akan muncul dari larangan bagi dirinya sendiri dan orang lain. (Tamyiz Burhanudin, 2001: 58)

Nasehat terbaik yang dipesankan oleh Al-Ghazali dalam pendidikan anak-anak ialah memperhatikan masalah pendidikannya itu dari permulaan umurnya, oleh karena bagaimana adanya seorang anak, begitulah besarnya nanti. Bila kita perhatikan pendidikannya di waktu ia masih kecil, maka ia pasti bersifat baik bila ia besar.

Pendekatan ini dapat disertai dengan pemberian hukuman( punishment) dan pujian (reward). Hukuman terhadap perbuatan anak yang kesalahan dan pujian terhadap anak yang melakukan perbuatan kebaikan.

(8)

Hukuman dan pujian dapat disandingkan dengan targhib dan tahdzib. Targhib adalah janji-janji yang disertai dengan rayuan agar anak senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan, sedangkan tahdzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan tahdzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa. Meskipun demikian, targhib dan tahdzib tidak sama dengan hukuman dan pujian. Perbedaannya terletak pada akar pengembalian materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahdzib berakar pada ajaran tuhan (ajaran agama Islam) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat ruang dan waktu, sedangkan hukuman dan pujian berpijak pada hukum rasio (hukum akal) yang bersifat duniawi yang tujuannya masih terikat ruang dan waktu. (Nahlawi, 1992: 412)

Targhib dan tahdzib memiliki keunggulan dan kelemahannya.

Keunggulannya adalah:

1. Dapat menumbuhkan sifat amanah terhadap agama dan segala perbuatan

akan dilakukan dengan hati-hati disesuaikan dengan aturan agama, karena anak merasa yakin akan janji dan ancaman tuhan.

2. Motivasi berbuat baik dan menghindari yang jahat akan selalu muncul dalam setiap waktu dan tempat, tanpa harus diawasi guru atau dibujuk dengan hadiah dan ancaman.

3. Membangkitkan dan mendidik perasaan rabbaniyah, yakni perasaan untuk selalu berharap pada Tuhan, perasaan untuk mendekat pada-Nya, dan perasaan takut melanggar aturan-Nya.

Kelemahannya adalah tidak mempunyai ikatan atau sanksi yang tegas, karena hanya bersifat bujukan dan ancamannya yang bersifat moral dan gaib, tidak konkrit yang bisa diberikan saat itu juga, seperti hadiah atau hukuman. Untuk itu, targhib dan tahdzib beserta pujian dan hukuman dapat dilakukan secara bersamaan. Anak diberi ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar sekaligus diberi hukuman jika melakukannya berupa hukuman anak diberikan janji-janji yang disertai

(9)

dengn rayuan agar anak senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan sekaligus diberi pujian jika melakukannya. Hukuman dapat dikira-kirakan sesuai kadar tingkat kesalahan anak, begitu juga dengan pujian disesuaikan dengan kadar kebaikan yang dilakukannya.

Dengan targhib dan tahdzib (pujian dan hukuman), anak sudah mulai

diajak untuk mengembangkan kemampuannya untuk memahami

konsekuensi, akibat perbuatan yang dilakukannya. Manusia berusaha untuk dapat membuat hubungan logis antara jika dan maka.

b. Pendidikan secara tidak langsung

Pendekatan secara tidak langung yaitu dengan jalan sugesti, mendiktekan sajak-sajak, kata-kata yang mengandung hikmah, wasiat budi pekerti, anekdot, atau cerita-cerita. Pendidik juga dapat menyugestikan kepada anak-anak beberapa contoh dari akhlak yang mulia, seperti berkata benar, jujur dalam pekerjaan, adil dalam menimbang, suka terus terang, berani dan ikhlas.

Pendekatan ini mengandung prinsip anak senang, anak aktif, dan kegiatan berpusat pada anak. Dalam konteks ini, anak lebih banyak mengambil manfaat dari sumber belajar dengan kemampuannya masing-masing. Pendidik memotivasi anak untuk menggali nilai atau pesan yang terkandung dalam setiap bahan yang ada.

Perilaku anak seringkali mencontoh apa yang dilihat dan didengarnya. Metode ini memperhatikan kecenderungan tersebut, seperti suka meniru ucapan, perbuatan dan tingkah laku atau gerak-gerik orang-orang ang berhubungan dengan mereka. Sudah menjadi sifat mereka untuk suka mencontoh dan meniru. Begitu pula, mereka memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap sesuatu yang menarik minatnya. Anak-anak menyimpan kesan dari semua orang-orang yang penting sebagai model perilaku yang layak untuk ditiru.

Pendekatan ini lebih erat pada lingkungan anak, karena akhlak yang baik dapat juga diperoleh dengan memperhatikan orang-orang yang baik dan bergaul dengan mereka. Secara alamiah, anak akan meniru tabiat seseorang tanpa disadarinya. Dalam konteks ini, kondisi lingkungan

(10)

mempunyai peran penting dalam pembentukan perilaku yang baik pada diri anak.

Bagaimana anak mengembangkan pikirannya dan pikiran siapa yang dikembangkannya? Hal ini terletak pada orang-orang yang berada di sekelilingnya dan melihat siapa yang disukainya. Melalui suatu identifikasi, anak-anak mengadopsi karakter, keyakinan, sikap, nilai, dan tingkah laku dari seseorang atau kelompok. Identifikasi ini merupkan pembentukan kepribadian yang penting pada masa awal perkembangan anak.

Teori pendidikan sosial melihat bahwa identifikasi sebagai hasil dari mengopi satu model, boleh jadi orang tua, tetapi bisa jadi yang lain, seperti saudaranya, tetangganya, guru, bintang film, dan lain sebagainya. Lebih jauh, anak membentuk model untuk dirinya setelah membuat

perbandingan-perbandingan dari orang-orang yang berbeda dan

menghasilkan sebuah karakter darinya. Terdapat empat proses yang saling berkaitan yang membangun suatu identifikasi, yaitu:

1. Anak ingin seperti model

2. Anak yakin mereka seperti model

3. Pengalaman-pengalaman emosi anak seperti apa yang dirasakan model

4. Anak berakting seperti model

Melalui identifikasi tersebut, apabila karakter yang mereka identifikasi berasal dari model yang baik, mereka akan selamat, tapi sebaliknya apabila yang diidentifikasi model yang buruk, mereka akan menderita. Usaha yang dapat ditempuh adalah dengan menciptakan model dan mengarahkannya untuk dapat ditiru oleh anak. Sebagai orang tua atau guru yang mempunyai tugas untuk mendidik mereka, diharuskan untuk mampu menjadi sumber informasi bagi mereka untuk dapat mengenal sosok dan jiwa model tersebut, dicarikan model yang paling dekat. Model yang paling dekat adalah orang tua dalam lingkup rumah tangga, tetapi model dapat saudaranya, tetangganya, atau orang lain yang itu dianggap pantas untuk dijadikan model. Dalam lingkup sekolah, guru adalah sumber model utama, disamping teman sejawatnya. Disini, orang tua atau guru dalam memilih, membimbing, dan menentukan model sangat berperan.

(11)

Pendekatan ini berhubungan erat dengan teladan yang diperhatikan kepada anak. Keteladanan dalam proses pendidikan merupakan metode yang sangat tepat untuk membina akhlak anak. Sebagaimana yang tersirat dalam kitab karya Abdullah Nashih Ulwan. (Abdullah Nasih Ulwan, 1978: 142), Tarbiyatul Aulad Fi Islam Juz 2 sebagai berikut:

هنيوكتو ،اَّيقلخ دلولا دادعإ في ةرثؤنلا لئاسولا عنجأ نم يه ةيبترلا في ةودقلا

ينع في ةلحاصلا ةوسلأاو ،لفطلا رظن في ىلع لأا لثلما وه بيرلما نلأ كلذ ..اَّيعامتجاواَّيسفن

ولا

ماَّيقلخ هيكايحو ،اَّيكولس هدلقي..دل

هسفن في عبطنت لب..رعشيلاوأ رعشي ثيح ن

Artinya: Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang

berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan, tindak tanduk dan sopan santunnya disadari atau tidak akan ditiru oleh mereka

Masalah yang paling utama dalam metode keteladanan ini adalah perlu adanya kesesuaian antara perilaku kita dengan apa yang kita tuntutkan kepada anak-anak kita. Terkadang, seorang pendidik menyuruh anak berakhlak baik, sedang dirinya tidak melakukannya. Bagaimana anak akan belajar kejujuran, kalau ia mengetahui orang tuanya berdusta? Bagaimana anak akan belajar sifat amanah, sementara ia melihat bapaknya menipu? Bagaimana anak akan belajar akhlak baik, bila orang sekitarnya suka mengejek, berkata jelek, dan berakhlak buruk?

ههُّي

أٰٓ هي

ه

اٱ

هنيِ

لَّ

َّ

هنوُلهعۡفهت

لَ اهم هنوُلوُقهت همِل ْاوُنهماهء

ه

.

هُبهك

هدنِع اًتۡقهم

ٱ

ِ َّللّ

ْاوُلوُقهت ن

ه

أ

هنوُلهعۡفهت

لَ اهم

ه

.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” ( QS. As Shaff: 2-3)

Di samping keteladanan, dapat juga berbentuk pembiasaan. Pembiasaan dengan akhlak yang baik merupakan bagian dari pembelajaran

(12)

akhlak yang paling efektif, karena pembiasaan akhlak yang baik pada anak akan membekas pada usia selanjutnya.

Pembiasaan tidak memerlukan keterangan atau argumen logis, karena pembiasaan yang baik yang ditanamkan kepada anak, lahir dari pembinaan yang dilakukan orang tua atau gurunya seperti membiasakan hidup bersih dan sehat, membiasakan tidak terlambat, membiasakan berdo’a sebelum mengerjakan sesuatu, membiasakan hidup teratur, berkata jujur, dan lain-lain. Pembasaan harus didukung oleh peneladanan, sebab mustahil pembinaan akan berhasil apabila pembiasaan hanya diperintahkan saja kepada anak-anak, sedangkan orang tua atau gurunya tidak memberikan peneladanan sesuai dengan apa yang disuruh kepada anak.

Dalam lingkup sekolah, seorang guru adalah sumber keteladanan. Ia adalah sebuah pribadi yang penuh dengan contoh dan teladan bagi murid-muridnya. Guru merupakan sumber kebenaran, ilmu, dan kebajikan. Akan tetapi, ia semestinya mengembangkan dirinya tidak sebatas itu, karena masyarakat luas juga membutuhkan. (Soejitno Irmim dan Abdul Rochim, 1970: 66)

c. Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan

Perilaku anak seringkali mencontoh dan melihat apa yang didengarnya. Sebagai contoh mereka memiliki kesenangan meniru ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan gerak-gerik orang-orang yang berhubungan erat dengan mereka. Oleh karena itu maka filosof-filosof Islam mengharapkan dari setiap guru supaya mereka itu berhias dengan akhlak yang baik, mulia dan menghindari setiap yang tercela.

Sifat meniru ini mempunyai pengaruh yang besar bukan saja dalam pengajaran tetapi juga dalam pendidikan budi pekerti dan akal. Meniru adalah suatu faktor penting dalam periode pertama dalam pembentukan kebiasaan, seorang anak umpamanya melihat sesuatu terjadi dihadapan matanya, maka ia akan meniru dan kemudian mengulang-ulangi perbuatan tersebut hingga menjadi kebiasaan pula baginya. Suatu fakta bahwa anak-anak itu suka meniru ibu-bapaknya, saudara-saudaranya yang kecil maupun yang besar, akan tetapi ia mencontoh dari perbuatan-perbuatan anak kecil

(13)

lebih banyak dari mencontoh perbuatan orang-orang besar. (M.Athiyah al-abrasyi, 1970: 109)

d. Menggunakan Waktu Sebaik Mungkin

Waktu dalam mencari Ilmu merupakan hal yang sangat vital. Setiap anak yang berniat mencari Ilmu hendaknya berusaha sepenuhnya untuk memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Seperti yang disampaikan oleh Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji. (Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji, 2002: 103)

لضفلا هل لصيح تىح تقو لك في اديفتسم ملعلا بلاط نوكي نا يغبنيو

Artinya: Hendaknya bagi peserta didik, untuk memanfaatkan dalam setiap waktu sehingga bisa mendapatkan keutamaan mencari Ilmu. C. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai pendidikan akhlak bagi anak dan pendekatannya dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan agama Islam. Pencapaian akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tujuan dari pendidikan akhlak ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersikap bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.

Ketiga metode yang diuraikan diatas dapat diterapkan dalam lingkup rumah tangga dan sekolah. Hanya saja, agar penetrasi nilai-nilai akhlak meresap ke dalam jiwa anak, suatu keharusan bagi orang tua atau guru untuk menetapkan strategi metode apa yang pantas dalam penerapannya atau mungkin kombinasi dari ketiga-tiganya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama, pemenuhan kebutuhan kasih sayang kepada anak merupakan landasan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. Pembedaan-pembedaan dalam memberikan rasa kasih sayang, perhatian, atau lainnya perlu dihindari dan hubungan yang baik perlu dijaga. Kedua, penjagaan anak agar tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan, karena penyimpangan yang dilakukan anak lebih disebabkan oleh kekurangwaspadaan orang tua atau guru pada perkembangannya.

(14)

Daftar Pustaka

Al-Abrasyi, M. Athiyah.1970. Dasar – dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Asari, Hasan.1999. Nukilan Pemikiran Islam Klasik: Gagasan Pendidikan

Al-Ghazali.Yogyakarta:PT Tiara Wacana Yogya

Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji, Ta’lim Almuta’allim, 2002 beirut, dar-el Ilmi

Burhanudin,Tamyiz.2001. Akhlak Pesantren: Solusi Bagi Kerusakan Akhlak.

Yogyakarta: ITTAQA

Harris, Judith Rich dan M. Libert, Robert. The Child. New Jersey: USA Printed. 1984 Irmim, Soejitno dan Rochim, Abdul.1970. Menjadi Guru yang bisa digugu dan ditiru.

Yogyakarta: Seyma Media

Nahlawi.1992. Prinsip-prinsip dan Metode Penelitian Pendidikan Islam. Bandung:CV Diponegoro

Rusn, Abidin Ibnu.1998. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sujiono,Yuliani Nurani.2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks

Ulwan, Abdullah Nasih.1978. Tarbiyatul Aulad Fil Islam 2. Beirut Libanon: Dar Al fikri

Wing Sze MAK, Evaluation of a Moral and Character Education Group for

Primary School Students, 2004, e-jurnal

Ya’qub, Hamzah.1982. Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah (suatu pengantar). Bandung: CV Diponegoro

Yusuf, Syamsu.2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.

Referensi

Dokumen terkait

(diwakili oleh tim teknis) dan pengembang sistem, sehingga diharapkan dapat diketahui kebutuhan data dan informasi sesuai dengan sistem informasi yang akan dikembangkan.

Maka tujuan penelitian ini pun tidak berbeda dengan Yusriati yaitu untuk mengetahui apakah penerapan Anggaran Berbasis Kinerja tersebut berpengaruh terhadap kinerja Satuan

Apabila suatu keinginan kelompok yang kohesif untuk mencapai kesepakatan berbenturan dengan pertimbangan untuk mencapai pemecahan-pemecahan alternative “pemikiran

Menggunakan aturan yang berkaitan dengan fungsi eksponen dan logaritma dalam pemecahan masalah. Menggunakan sifat-sifat fungsi eksponen dan logaritma dalam

Upaya pengembangan senyawa obat bahan alam dari minyak atsiri jahe dilakukan dengan menganalisis kandungan kimia yang terdapat dalam minyak atsiri jahe dengan metode

Memberikan rancangan regulasi atau konsep penerapan teknologi blockchain dalam pengamanan data dan informasi digital PT serta memberikan desain proses bisnis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) gambaran tingkat penyesuaian diri siswa sebelum diberi pendekatan perilaku kognitif berada pada kategori “rendah dan sedang” setelah

Gapura Angkasa dalam melakukan pengukuran kinerja menggunakan sistem balance score card.Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen (dan bukan sekedar sistem