• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi sekarang ini menyebabkan persaingan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi yang terjadi sekarang ini menyebabkan persaingan yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Globalisasi yang terjadi sekarang ini menyebabkan persaingan yang semakin ketat antara institusi penyedia produk. Persaingan yang ketat ini juga disebabkan karena pelanggan pada saat ini cenderung bersikap lebih kritis dan dihadapi pada banyak pilihan, oleh karena itu tuntutannya lebih banyak terhadap kondisi kualitas produk, harga, dan pelayanan (Weinstein, 1998).

Situasi persaingan yang semakin ketat antara perusahaan atau institusi penyedia produk ini juga menyebabkan perusahaan sulit untuk meningkatkan jumlah pelanggannya. Terdapat banyak produk di berbagai pasar dengan bermacam keunggulan serta nilai lebih yang ditawarkan oleh para pesaing, sehingga sulit bagi perusahaan untuk merebut pangsa pasar pesaing. Selain itu, untuk memasuki pasar baru memerlukan biaya cukup besar. Penelitian menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelanggan baru enam kali lebih besar dari biaya untuk mempertahankan pelanggan oleh karena itu alternatif yang lebih baik adalah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan pasar yang sudah ada, salah satunya adalah melalui usaha untuk meningkatkan kesetiaan atau loyalitas pelanggan (Suryani, 2008).

Dick dan Basu (1994) menyatakan bahwa kunci keunggulan bersaing dalam situasi yang penuh persaingan adalah kemampuan perusahaan dalam meningkatkan loyalitas pelanggan. Kesetiaan pelanggan akan menjadi kunci

(2)

sukses, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan (dalam Hurriyati, 2005).

Menurut Raharso (2005) bahwa pesatnya perkembangan teknologi dan faktor-faktor lainnya menyebabkan konsumen harus didorong ke zona delight, yaitu suatu wilayah di mana pelanggan merasa bahagia atau gembira yang akan mengarahkan kepada komitmen dan loyalitas, karena hanya pelanggan yang benar-benar puas atau delight yang akan loyal kepada perusahaan.

Loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan, mempertahankan mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan mempertahankan mereka (Hurriyati, 2005).

Menurut Griffin (2002) bahwa tingginya kesetiaan pelanggan sesuai dengan perilaku pembelian yang biasa diperlihatkan oleh pelanggan yang loyal. Griffin menyimpulkan bahwa perilaku pembelian dalam diri seorang pelanggan yang loyal menunjukkan kesamaan pada empat sifat, yaitu pembelian secara berulang, pembelian produk dari perusahaan yang sama, anjuran kepada orang lain untuk menggunakan produk yang sama, serta kecendrungan mengabaikan produk kompetitor.

Dougall (2002) mengatakan bahwa kesetiaan pelanggan merupakan determinan yang paling utama dalam kinerja keuangan jangka panjang, di mana secara signifikan terlihat bahwa tingginya kesetiaan pelanggan ternyata mampu menaikkan laba perusahaan. Kondisi ini menyatakan pemeliharaan kesetiaan pada

(3)

pelanggan merupakan faktor terpenting untuk meningkatkan kinerja laba dari suatu perusahaan, sehinggan perolehan pelanggan yang loyal merupakan tujuan akhir dari perusahaan (dalam Hurriyati, 2005).

Kotler (2000) berpendapat bahwa upaya pencapaian kesetiaan pelanggan merupakan tujuan pemasaran pada milenium mendatang. Untuk itulah perusahaan dituntut untuk mampu memupuk keunggulan bersaingnya, masing-masing melalui upaya yang kreatif, inovatif serta efisien, sehingga menjadi pilihan dari banyak pelanggan yang pada gilirannya nanti diharapkan loyal (dalam hurriyati, 2005)

Hallowell (1996) mengungkapkan bahwa pelanggan loyal mampu meningkatkan laba melalui peningkatan pendapatan, penurunan biaya untuk memperoleh pelanggan dan semakin rendahnya sensitivitas mereka terhadap harga yang ditawarkan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Drake (1998) yang mengatakan bahwa pelanggan yang loyal selalu melakukan pembelian ulang, yang pada gilirannya menjamin aliran pendapatan bagi perusahaan, memiliki kecendrungan membeli lebih banyak, mau membayar dengan harga yang lebih mahal, yang akan berdampak secara langsung kepada keuntungan yang diperoleh perusahaan. Selanjutnya Reichheld (1996) mengatakan bahwa kesetiaan pelanggan merupakan determinan yang paling utama dalam kinerja keuangan jangka panjang, di mana secara signifikan terlihat bahwa tingginya kesetiaan pelanggan secara nyata mampu menaikkan laba perusahaan (dalam Hurriyati, 2005).

(4)

Griffin (2002) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal, antara lain : mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal), mengurangi biaya transaksi (seperti biaya neosiasi kontrak, pemprosesan pesanan), mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen yang lebih sedikit), meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan, word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian).

Kotler (2005) menyebutkan ada tiga alasan mengapa suatu perusahaan perlu mendapatkan loyalitas pelanggan, antara lain: pelanggan yang ada lebih prospektif yang artinya pelanggan yang loyal akan memberi keuntungan besar bagi perusahaan, biaya mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar dibanding mencari dan mempertahankan pelanggan yang ada, dan pelanggan yang sudah percaya pada perusahaan dalam suatu urusan maka akan percaya juga untuk urusan lain.

Loyalitas secara harfiah menurut Poerwaaminta diartikan sebagai kesetiaan, yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Loyal adalah ”patuh” yang berarti menurut, atau ”setia” yang berarti tetap dan teguh hati. Hal ini menunjukkan bahwa loyalitas pelanggan adalah seseorang yang telah terbiasa untuk membeli produk yang ditawarkan dan melakukan pembelian selama periode waktu tertentu dengan tetap setia mengikuti penawaran perusahaan (dalam Agung, 2006).

(5)

Loyalitas pelanggan merupakan istilah kuno yang secara tradisional telah digunakan untuk melukiskan kesetiaan dan pengabdian antusias kepada Negara, cita-cita, atau individu. Belakangan ini, dalam konteks bisnis istilah ini telah digunakan untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada sebuah perusahaan dalam jangka panjang dengan membeli dan menggunakan barang dan jasanya secara berulang-ulang dan lebih baik lagi secara eksklusif dan dengan sukarela merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman-teman dan rekannya ( Lovelock dan Wright, 2005)

Mowen dan Minor (1998) mendefinisikan loyalitas sebagai kondisi di mana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu objek, mempunyai komitmen pada objek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Mardalis (2005) menyatakan bahwa loyalitas berkembang mengikuti tiga tahap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Biasanya pelanggan menjadi setia terlebih dahulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif. Ketiga aspek tersebut biasanya sejalan, meskipun tidak semua kasus mengalami hal yang sama. Loyalitas pelanggan yang berada pada tahap kognitif dapat dipertahankan dengan meningkatkan nilai produk terutama penurunan harga serta peningkatan manfaat dan kualitas produk. Loyalitas pelanggan yang berada pada tahap afektif dapat dipertahankan dengan memberikan kepuasan, memberi nilai tambahan serta menciptakan rintangan berpindah, seperti diskon bagi pelanggan yang loyal. Sedangkan pelanggan yang loyalitasnya berada pada tahap konatif dan tindakan, selain memberikan kepuasan, kesetiaannya dapat diraih dengan adanya relationship berkelanjutan sehingga

(6)

pada akhirnya muncul emotional cost bila mereka ingin berpindah ke produk pesaing.

Loyalitas memiliki hubungan dengan dua kondisi penting, yaitu retensi pelanggan (customer retention) dan total pangsa pasar (total share of customer). Retensi pelanggan menjelaskan lamanya hubungan dengan pelanggan. Tingkat retensi pelanggan adalah presentase pelanggan yang telah memenuhi sejumlah pembelian ulang selama periode waktu yang terbatas. Pangsa pelanggan suatu perusahaan menunjukkan presentase dari anggaran pelanggan yang dibelanjakan ke perusahaan tersebut (Griffin, 2003).

Aaker (1996) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan perusahaan dapat melakukan tiga tindakan. Pertama, melalui frequent buyer program. Program yang diilhami usaha untuk memberikan penghargaan dan memperkuat perilaku pembelian ulang ini dianggap efektif untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan. Kedua, pembentukan customer club. Melalui customer club perusahaan dapat berkomunikasi secara langsung dengan pelanggan sehinggan akan mengenal dekat siapa pelanggannya, latar belakang, kebutuhan serta keinginan-keinginanya. Dari hal ini perusahaan akan banyak mendapatkan informasi yang nantinya amat bermanfaat untuk penyusunan data base pelanggan. Ketiga, data base marketing. Adanya data base yang baik mengenai pelanggan akan sangat memudahkan untuk berkomunikasi dengan perusahaan.

Konsep loyalitas pelanggan dalam kehidupan sehari-hari lebih banyak dihubungkan dengan perilaku (behaviour) daripada sikap. Bila seseorang merupakan pelanggan yang loyal maka pelanggan akan menunjukkan perilaku

(7)

pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian non random (tidak acak) yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambilan keputusan. Selain itu, loyalitas menunjukkan kondisi dan durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian oleh konsumen tidak kurang dari dua kali (Griffin, 2003).

Tempat yang dituju konsumen untuk memperoleh suatu produk adalah toko (store). Adapun bentuk toko sangat beraneka macam, dari yang menjual khusus produk dengan merek pribadi toko sampai toko yang menjual berbagai macam produk dalam suatu tempat (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001). Peranan toko sangat penting dalam proses memenuhi kebutuhan konsumen.

Tingginya tingkat persaingan yang terjadi menuntut sebuah toko untuk mempunyai strategi yang tepat dalam mencapai tujuannya. Mengingat keberadaan pelanggan merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan, sehingga mempertahankan pelanggan menjadi hal yang sangat penting bagi sebuah perusahaan. Upaya yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan pelanggannya dimaksudkan agar pelanggan mau kembali dan membeli lagi produk yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan Reichheld (1990) menunjukkan bahwa suatu perusahaan dapat mencapai kenaikan laba hampir 25-85% hanya dengan mencapai mempertahankan pencapaian tambahan 5% pelanggannya. Hal senada dikemukakan oleh Lorber (1998) yang menunjukkan bahwa dibandingkan upaya merekrut pelanggan baru, upaya mempertahankan pelanggan lama mampu menghemat biaya hingga lima kali lebih kecil. Penelitian yang dilakukan Terry Varr (1992) menunjukkan bahwa

(8)

keberhasilan suatu perusahaan untuk menekan hilangnya konsumen menjadi 50% pertahunnya akan mampu menaikkan laba sebesar 75%(Kedrick, 1998).

Sebuah toko harus mengerti keinginan dan kebutuhan konsumen dalam usahanya agar konsumen mendapat kepuasan yang optimal serta menyadari bahwa pelanggan yang loyal bisa menghasilkan pendapatan yang besar selama bertahun-tahun. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghadapi resiko kehilangan pelanggan dengan mengabaikan keluhan dan bertengkar mengenai masalah-masalah kecil tidak dapat dianggap remeh. Apabila pelanggan merasa tidak puas pada toko maka ia akan menceritakannya pada setiap orang, misalnya orang yang mendengar cerita sedih tadi menceritakannya kepada sebelas orang yang menceritakannya kepada sebelas orang yang lain dan seterusnya. Jelas kata-kata yang buruk dari mulut ke mulut lebih cepat daripada kata-kata yang baik dan dengan mudah bisa meracuni sikap publik mengenai produk (Kotler, 2002).

Kotler, Hayes dan Bloom (2002) menyebutkan ada enam alasan mengapa sebuah toko perlu mendapatkan loyalitas pelanggannya, antara lain : Pertama, pelanggan yang ada lebih prospektif, artinya pelanggan loyal akan memberi keuntungan besar kepada toko. Kedua, biaya mendapatkan pelanggan baru jauh lebih besar dibandingkan menjaga dan mempertahankan pelanggan yang ada. Ketiga, pelanggan yang sudah percaya pada sebuah toko dalam suatu urusan akan percaya juga dalam urusan lainnya. Keempat, biaya operasi toko akan menjadi efisien jika memiliki banyak pelanggan loyal. Kelima, sebuah toko dapat mengurangkan biaya psikologis dan sosial dikarenakan pelanggan lama telah mempunyai banyak pengalaman positif dengan toko. Keenam, pelanggan loyal

(9)

akan selalu membela toko bahkan berusaha pula untuk menarik dan memberi saran kepada orang lain untuk menjadi pelanggan(dalam Mardalis, 2005).

Bagi toko yang berorientasi pada pelanggan, kepuasaan pelanggan menjadi sasaran dan kiat suatu toko untuk menciptakan loyalitas pelanggan. Mengamati harapan pelanggan dan memberikan kepuasan pada pelanggan merupakan tantangan bagi suatu toko yang ingin memenangkan persaingan saat ini. Tidak dapat dihindari lagi bahwa sebuah toko dibangun berdasarkan pada orientasi pada pelanggan (Ellitan, 1999).

Konsumen yang memasuki toko memiliki kesan tersendiri terhadap toko tersebut, seperti kesan terhadap harga produk, pelayanan yang diberikan oleh karyawan atau kesan terhadap barang yang ada. Setiap toko berusaha untuk menciptakan citra yang baik di mata konsumen, karena citra yang dimiliki konsumen terhadap toko pada akhirnya akan menimbulkan penilaian konsumen akan keberadaan toko tersebut. Konsumen mempunyai kriteria evaluasi toko tertentu dalam pikiran konsumen dan membandingkan persepsi mereka pada karakteristik toko dan sebagai hasil dari proses ini, toko dikategorikan dengan dapat diterima (cocok) dan tidak dapat diterima (tidak cocok) (Loudon dan Bitta, 1993).

Suatu toko akan dilihat melalui citranya baik citra itu negatif atau positif. Citra yang positif akan memberikan arti yang baik terhadap toko tersebut dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan produk suatu toko akan jatuh atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat (Yusoff, 1995). Sunter (1993) berkeyakinan bahwa pada masa

(10)

akan datang hanya dengan citra, maka pelanggan akan dapat membedakan sebuah produk dengan produk lainnya. Oleh karena itu suatu toko memiliki citra yang baik adalah sangat penting. Dengan konsep citra produk yang baik ia dapat melengkapkan identitas yang baik pula dan pada akhirnya dapat mengarahkan kepada kesadaran yang tinggi, loyalitas, dan reputasi yang baik (dalam Mardalis, 2005).

Kotler dan Fox (dalam Setiadi, 2003) mendefinisikan citra sebagai jumlah gambaran-gambaran, kesan-kesan dan keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Citra suatu toko merupakan faktor fungsional dan faktor psikologis yang dirasakan oleh konsumen ketika berada di dalam toko (Loudon dan Bitta, 1993). Defenisi tentang citra toko yang lebih luas dikemukakan oleh Martineu (dalam Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) yaitu cara dimana sebuah toko didefenisikan di dalam benak konsumen, sebagian oleh kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh pancaran cahaya atribut psikologis.

Citra toko diukur melintasi beberapa dimensi yang mencerminkan atribut yang mencolok. Menurut Bellenger dan Goldstrucker (I983), dimensi citra toko (store image) yang perlu diterapkan oleh toko, antara lain: fasilitas fisik, barang dagangan, harga, Promosi, dan pelayanan. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa citra pengecer mempunyai enam dimensi, yaitu : lokasi, keragaman, harga, iklan dan promosi penjualan, personil toko serta pelayanan. Sedangkan pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Hildebrand (dalam Suhartanto dan Nuralia, 1999) yang menyatakan bahwa citra Department Store dibangun oleh tiga dimensi utama, yaitu dimensi kualitas produk, dimensi harga

(11)

dan dimensi suasana. Menurut Hansen dan Deutscher (dalam Hawkins, 1986) terdapat sembilan dimensi dari citra toko (store image), yaitu dimensi barang dagangan, dimensi pelayanan, dimensi para langganan, dimensi fasilitas fisik, convenience, promosi, atmosfir toko, institusional, dan posttransaksi.

Store image dianggap sebagai salah satu aset yang berharga bagi sebuah usaha. Menurut Simamora (2003) menyatakan bahwa seperti produk, sebuah toko juga mempunyai kepribadian. Bahkan beberapa toko mempunyai citra yang sangat jelas dalam benak konsumen. Dengan kata lain store image adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau store image menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu. Store image dengan sendirinya akan mampu mendiferensiasikan sebuah toko sehingga positioning toko bersangkutan menjadi jelas, Positioning ini merupakan sebuah daya tarik kepada konsumen sehingga mau berkunjung ke toko bersangkutan.

Penciptaan store image ini menjadi penting karena berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Simamora (2003) bahwa bagi konsumen, kepribadian ini juga mewakili suatu gambaran yang utuh atas toko. Sebuah toko harus mampu mengetahui dan merancang apa yang mereka ingin konsumen lihat dan rasakan. Store image merupakan salah satu alat yang terpenting bagi sebuah toko untuk menarik dan memenuhi kepuasan konsumen. Hal ini mengingat konsumen menilai sebuah toko berdasarkan pengalaman mereka atas produk yang dijajakan oleh toko tersebut. Melalui store image yang jelas ini memungkinkan beberapa toko akan membekas dalam ingatan konsumen. Kesan ini bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu kesan positif dan kesan negatif.

(12)

Untuk mendukung minat berkunjung konsumen, maka kesan positif harus dioptimalkan karena kesan negatif disebabkan oleh kekecewaan konsumen.

Citra toko yang baik di mata konsumen menciptakan nama toko yang baik pula. Citra toko merupakan persepsi terhadap toko. Jika persepsi konsumen positif terhadap toko maka akan menciptakan penerimaan kualitas yang berlanjut kepada penerimaan nilai dan produk akhirnya adalah keinginan untuk membeli yang kemudian terjadinya pembelian ulang (Dodds, Monroe dan Grewal, 1991).

Supermarket atau pasar swalayan adalah sebuah toko yang menjual segala kebutuhan sehari-hari. Kata yang secara harfiah diambil dari bahasa Inggris ini artinya adalah pasar yang besar. Barang-barang yang dijual di supermarket biasanya adalah barang-barang kebutuhan sehari-hari. Seperti bahan makanan, minuman, dan barang kebutuhan seperti tisu, sepeda, TV dan camera, furnitur, baju, ikan dan daging, buah-buahan, minuman, pokoknya serba ada kebutuhan sehari-hari. Contohnya Giant Supermarket, Carrefour Express, Sinar Supermarket(Jawa Tengah), Macan Yaohan(Sumatera Utara), Metro pasar Swalayan atau Metro Supermarket (Sumatera Utara dan Aceh), Foodmart, Foodmart Gourmet, Super Indo, dan lain-lain.

Salah satu supermarket yang berdiri di Medan adalah Metro Pasar Swalayan atau lebih dikenal dengan Metro Supermarket. PT. Metro Nusantara yang bertempat kedudukan di Medan, Jl. Iskandandar Muda No. 321 Lantai III Medan Plaza didirikan untuk jangka waktu 75 tahun lamanya berdasarkan akte No. 14 tertanggal 9 September 1982 yang dibuat dihadapan Lina Herawati, SH, Notaris di Medan. Perusahaan ini bergerak di bidang Supermarket. Sejak

(13)

berdirinya sampai sekarang PT. Metro Makmur Nusantara atau sekarang disebut Metro Supermarket telah berkembang dengan membuka cabang-cabang di daerah lain di Sumatera, antara lain di Medan, Lhokseumawe (Aceh) dan di Siantar.

Setiap cabang dipimpin seorang manager yang membawahi Kabag. Pemasaran, Kabag. Gudang, Kabag. Personalia, Kabag Security dan Kasir, khusus pemasaran barang dan pembukuan dilaksanakna di Medan. Untuk kegiatan pembelian di Medan, persediaan yang dibeli ada yang langsung dijual dan ada yang menunggu untuk dijual dan disimpan digudang. Hingga kini Metro Supermarket mempekerjakan karyawan sebanyak 160 orang. Untuk penjualan dilakukan dengan tunai. Pada bulan-bulan tertentu misalnya menyambut lebaran, natal, maupun imlek, Metro Supermarket menyediakan parcel yang dikelola dalam paket-paket yang dijual kepada masyarakat.

Pengaruh citra toko terhadap loyalitas ditemukan dalam hasil penelitian. Anddreassen dan Lindestand (1998) dalanm Mardalis yang menekankan bahwa citra sebuah toko berpengaruh kepada kinerja persepsi kualitas, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan.

B. RUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh citra supermarket terhadap loyalitas pelanggan pada supermarket X?”

(14)

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh citra supermarket terhadap loyalitas pelanggan pada supermarket.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi terutama dalam bidang perilaku konsumen (consumer behavior) mengenai Pengaruh Citra Supermarket terhadap Loyalitas Pelanggan pada supermarket dengan memberikan bukti empiris mengenai hubungan tersebut.

b. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti mengenai perilaku konsumen sebagai referensi teoritis dan empiris.

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh citra supermarket terhadap loyalitas konsumen sehingga dapat menjadi masukan yang berguna bagi para pelaku pasar khususnya pengelola supermarket.

(15)

b. Dengan adanya penelitian ini maka dapat membantu para pengelola supermarket dalam bidang strategi pemasaran dengan mengetahui dimensi dari citra supermarket yang memiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada supermarket.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Di sini digambarkan mengenai berbagai tinjauan literatur dan hasil penelitian sebelumnya mengenai citra toko dan loyalitas pelanggan.

Bab II Landasan teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang citra toko dan loyalitas pelanggan. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan pengaruh citra supermarket terhadap loyalitas pelanggan pada supermarket.

Bab III Metodologi penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, defenisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penel

Referensi

Dokumen terkait

kesejahteraan rakyat yang diantaranya meliputi aspek ekonomi dan Pendidikan oleh pemerintah dewasa ini belum menunjukan hasil sesuai yang diharapkan rakyat Indonesia

Guru pamong Teknik Elektronika, Dra. Mardiyah mempunyai kemampuan yang baik dalam melakukan pembelajaran di kelas. Karena pengalaman dalam mengajar yang cukup lama

Sistem pakar berbasis Android ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pengguna sepeda motor Yamaha R25 maupun pihak bengkel sebagai pendukung keputusan sehingga waktu

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not

Beberapa saran yang dapat diajukan peneliti untuk mengoptimalkan pemanfaatan model project based learning berbantuan media virtual yaitu: (1) kemampuan awal hendaknya

Tanggung jawab sosial dalam perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap

penggunaan perangkat kamera video berkecepatan tinggi untuk menggambarkan pola renang dan aspek-aspek kecepatan renang ikan. Pengujian terhadap aspek-aspek kecepatan renang ikan

“ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar PKn ”.. Universitas Pendidikan