• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 KERANGKA PEMIKIRAN. Konsep Efisiensi Produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 KERANGKA PEMIKIRAN. Konsep Efisiensi Produksi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

produsen. Kelemahan model tersebut menurut Coelli et al. (1998) dan Adiyoga (1999) yaitu: (1) Model tersebut sulit digunakan pada produsen yang menghasilkan dua output; (2) distribusi dari inefisiensi harus dispesifikasi sebelum mengestimasi model; (3) teknologi yang di analisis harus digambarkan oleh struktur yang cukup rumit; (4) Input yang digunakan harus sesuai dengan estimasi yang dibutuhkan pada properti statistik.

Metode non-parametrik terdapat pada model DEA (data envelopment

analysis). Model DEA menggunakan program matematika pada fungsi linear programming (LP). Model DEA pertama kali dibuat oleh Charnes et al. (1978)

dengan asumsi kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale) untuk mengukur efisiensi teknis tergantung pada orientasi penelitian. Efisiensi teknis berorientasi input digunakan untuk meminimumkan proporsi penggunaan input pada keadaan ouput yang konstan sedangkan efisiensi teknis berorientasi output digunakan untuk memaksimumkan proporsi penggunaan output pada keadaan input yang konstan. Model DEA kemudian dikembangkan oleh Banker et al. (1984) untuk mengakomodasikan kondisi produksi yang berada pada kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale) dan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale) yang dikenal dengan nama DEA VRS (variable return to scale).

Banyak peneliti menggunakan model SF dan DEA sehingga dapat diketahui kelemahan dan keunggulan dari masing-masing model tersebut. Kelebihan model DEA daripada SF, yaitu: (1) Model DEA dapat menggunakan lebih dari satu output; (2) Jumlah input yang digunakan pada model DEA dapat lebih kecil daripada model SF karena tidak menggunakan properti statistik; (3) Model DEA tidak membutuhkan parametrik statistik untuk menghubungkan input dan output karena model DEA merupakan persamaan matematika; (4) nilai efisiensi pada model DEA mencapai satu sehingga dapat menjadi rujukan penggunaan input pada produsen lainnya yang tidak efisien. Kelemahan model DEA daripada SF, yaitu: (1) model DEA tidak menggunakan error term sehingga sulit diketahui penyebab inefisiensi; (2) Uji statistik tidak dapat dilakukan karena output yang digunakan lebih dari satu; (3) Model DEA merupakan model pengukuran titik ekstrim point (extreme point technique), jadi kesalahan pengukuran dapat menjadi masalah dalam penelitian (Coelli et al. 1998; Singh 2007; Padilla-Fenandez et al. 2009; Kumar et al. 2012).

Model yang sesuai untuk mengukur efisiensi pabrik gula nasional adalah model DEA. Hal tersebut didasarkan atas model DEA dapat menggunakan dua output yang sesuai dengan output yang dihasilkan oleh pabrik gula ada dua, yaitu: gula dan gula tetes.

3 KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Efisiensi Produksi

Produsen dalam menjalankan usahanya bertujuan untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki untuk menghasilkan suatu produk yang dapat dijual kepada konsumen. Tujuan tersebut merupakan hubungan teknis antara input yang digunakan dengan output yang dihasilkan (Doll et al. 1984). Beberapa asumsi

(2)

yang terdapat pada fungsi produksi menurut Doll et al. (1984), yaitu: (1) Proses produksi merupakan proses monoperiodik yang berarti aktivitas produksi dalam suatu produksi waktu tertentu atau tidak digabungkan dengan periode waktu berikutnya; (2) Seluruh input dan output dalam proses produksi adalah homogen yang berarti tidak ada perbedaan kualitas input maupun output; (3) Akses dan ketersediaan input tidak terbatas; (4) Tujuan produksi adalah memaksimalkan keuntungan.

Farrell (1957) memperkenalkan efisiensi dari fungsi produksi. Efisiensi menurut Farrell (1957) yang diacu dalam Coelli et al. (1998) ada tiga, yaitu: efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis. Efisiensi teknis (technical efficiency) adalah kemampuan produsen dalam menggunakan input yang minimum untuk menghasilkan output yang maksimum. Definisi lain menunjukkan bahwa TE adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan input minimum pada tingkat teknologi tertentu. Efisiensi alokatif (Allocative Efficiency-AE) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga dan teknologi produksi yang tetap (given). Gabungan kedua efisiensi ini disebut efisiensi ekonomi (Economic Efficiency-EE) atau disebut juga efisiensi total. Hal ini berarti bahwa produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan baik secara teknis maupun alokatif adalah efisien.

Gambar 1 menjelaskan ilustrasi efisiensi menurut Farrell (1957). Garis SS‟ adalah isoquant (kombinasi input yang minimum untuk menghasilkan output satu unit yang efisien secara teknis) dan garis MM‟ adalah garis isocost (kombinasi input yang sama untuk menghasilkan output satu unit). Efisiensi teknis terjadi jika produsen dapat menurunkan input dari titik A ke titik C. Oleh karena itu, efisiensi teknis adalah OC/OA. Efisiensi alokatif terjadi jika kedua biaya input menyentuh titik B. Oleh karena itu, efisiensi alokatif adalah OB/OC. Efisiensi ekonomis terjadi pada titik D. Oleh karena itu, efisiensi ekonomis adalah OB/OA.

Pengukuran tingkat efisiensi jika dihubungkan dengan fungsi produksi maka garis isocost melambangkan marginal factor cost (biaya input marjinal) sedangkan garis isoquant melambangkan value marginal product (nilai produk marjinal). Produksi akan efisien jika nilai produk marjinal sama dengan biaya input marjinal sedangkan nilai produk marjinal tidak sama dengan biaya input marjinal menunjukkan produksi tidak efisien.

Sumber: Coelli et.al. (1998) Gambar 1 Konsep efisiensi

A B C S S‟ D M‟ M 0 X1/y X2/y

(3)

Hubungan input dan output dapat dilihat dari fungsi produksi. King (1980) dalam Harianto (1989) menyatakan fungsi produksi ada dua, yaitu: fungsi produksi rata-rata (average production function) dan fungsi produksi batas (frontier production function). Definisi fungsi produksi batas dan fungsi produksi rata-rata adalah kondisi produsen yang menggunakan input untuk menghasilkan output. Perbedaan pada kedua fungsi tersebut terletak pada batas input yang digunakan untuk menghasilkan output.

Gambar 2 terlihat bahwa fungsi produksi batas ada batasan input yang digunakan sedangkan fungsi produksi rata-rata tidak ada batasan inputnya. Jika dilihat dari definisi efisiensi yang merupakan penggunaan input minimum dan menghasilkan output maksimum maka fungsi produksi rata-rata tidak layak digunakan karena tidak ada batasan penggunaan input. Produsen belum tentu efisien jika sudah mencapai frontier (batas) yang terdapat fungsi produksi rata. Selain itu, Yau et al. (1971) menyatakan pendekatan fungsi produksi rata-rata mempunyai masalah pada persamaan simultan yang cenderung hasilnya bias dan mudah terjadi multikolinearitas.

Berdasarkan kelemahan yang terdapat fungsi produksi rata-rata maka fungsi produksi batas (frontier) yang digunakan untuk mengukur efisiensi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penentuan batas perusahaan yang efisien dan tidak efisien. Perusahaan yang tidak efisien dapat dianjurkan untuk mengurangi input supaya perusahaan efisien. Pendekatan yang sesuai untuk mengukur efisiensi pada fungsi produksi batas ada dua, yaitu: stochastic frontier dan DEA. Penelitian ini menggunakan pendekatan DEA untuk mengukur efisiensi karena output yang digunakan ada dua, yaitu: gula dan gula tetes.

Model DEA

DEA merupakan metode pendekatan berorientasi data (data oriented) yang berfungsi untuk mengevaluasi kinerja melalui tingkat efisiensi dari sekumpulan entitas (unit produksi, perusahaan/organisasi, industri, dan negara) yang dinamai sebagai DMU (decision making unit) dengan melakukan perbandingan sejumlah input terhadap sejumlah output (Coelli et al. 1998). DEA CRS pertama kali

X

Y Y

X (a) Fungsi produksi batas (b) Fungsi produksi rata-rata

Sumber: King (1980) dalam Harianto (1989)

(4)

diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes yang inti kerjanya terletak pada penilaian suatu kegiatan dikatakan efisiensi berdasarkan asumsi CRS (constant

return to scale) (Charnes et al. 1978). Maksud dari CRS bahwa penambahan n

input harus sesuai dengan penambahan n output. Pengembangan metode DEA dilakukan oleh Banker, Cooper, dan Charnes dikenal dengan nama DEA VRS (Banker et al. 1984) . Inti kerjanya terletak pada asumsi VRS (variable return to

scale) yang maksudnya adalah penambahan n input belum tentu menghasilkan n

output.

Pengembangan DEA diilhami dari makalah Farrell (1957) dengan judul “The Measurement of Productivity Efficiency” dalam “Journal of The Royal Statistical Society” yang memerlukan metode untuk mengevaluasi produktivitas (Cooper et al. 2003). Farrel (1957) menggunakan istilah ukuran efisiensi untuk menggambarkan bagaimana pemanfaatan input dengan asumsi semua akses yang sama oleh setiap DMU dalam menghasilkan output.

Pada dasarnya efisiensi adalah perbandingan antara satu input dengan satu output. Apabila jumlah input dan output lebih dari satu, maka perhitungan lebih kompleks. Selain itu, jumlah input dan output yang banyak maka peran setiap input atau output terhadap efisiensi juga berbeda. Oleh karena itu, Farrel dan Fieldhouse mengembangkan efisiensi hipotesis entitas (unit) dengan memberikan pembobotan terhadap input dan output sebagai pernyataan unit dari efisiensi. Ukuran efisiensi relatif DMU dinyatakan sebagai berikut:

Apabila sejumlah K buah DMU (k = 1,2,….,K) yang dianalisa efisiensinya menggunakan sejumlah I buah input (i = 1,2,…..,I) untuk menghasilkan sejumlah output (j = 1,2,….,J), maka efisiensi DMU ke-k pada persamaan (3.1) dengan menggunakan notasi dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dimana: : pembobot output j; : nilai output j untuk unit k; :pembobot input i; : nilai input i untuk unit k.

Nilai efisiensi berkisar antara 0 sampai 1 DEA Asumsi CRS

DEA asumsi CRS diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978 yang prinsip kerjanya berada pada kondisi skala optimal (persaingan sempurna, tidak ada kendala pada keuangan, dll). Maksud dari pernyataan di atas adalah faktor produksi yang dimiliki antara suatu pabrik gula akan dibandingkan dengan faktor produksi pabrik gula lainnya tanpa mempertimbangkan kendala penyebab inefisiensi teknis, seperti kapasitas giling tebu yang kecil atau penggunaan tenaga kerja yang terlalu banyak. Oleh karena itu, efisiensi yang dihasilkan oleh asumsi DEA CRS sering disebut efisiensi teknis keseluruhan (overall technical efficiency).

Orientasi DEA CRS (constant return to scale) ada dua, yaitu: DEA CRS orientasi input dan DEA CRS orientasi output. DEA CRS orientasi input adalah metode untuk mengurangi penggunaan input terhadap output yang konstan.

(5)

Asumsi dasar dari persamaan (3.2) diatas bahwa bobot yang diberikan berlaku untuk semua unit. Oleh karena itu, pembobotan input dan output dianggap memiliki satuan yang setara padahal mungkin saja dan sering terjadi masing-masing input atau ouput memiliki satuan yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, Charnes et al. (1978) mengakomodasi perbedaan satuan input dan ouput tersebut yang menggunakan pembobotan berbeda sehingga memungkinkan setiap unit dinyatakan sebagai DMU untuk menggunakan sekumpulan set pembobotan sebagai pembanding terhadap unit atau DMU lainnya. Persamaan matematika untuk efisiensi DMU ke-k dinyatakan sebagai berikut:

Fungsi tujuan:

Dengan kendala:

untuk setiap DMU-k

adalah efisiensi dari unit ke-k0. Efisiensi maksimum yang dapat dicapai oleh setiap unit/entitas adalah 100 persen. Nilai , menunjukkan entitas (unit atau DMU) ke-k0 relatif lebih efisien dbandingkan dengan DMU lainnya sedangkan nilai , menunjukkan entitas tidak efisien bila dibandingkan dengan DMU lainnya. DMU dengan nilai sama dengan satu disebut best practice frontier.

Fungsi kendala dinyatakan dalam bentuk persamaan yang memiliki nilai sama dengan atau kurang dari satu. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbandingan antara output terbobot terhadap semua input terbobot untuk setiap DMU ke-k, memiliki nilai sama dengan atau kurang dari efisiensi maksimum. Nilai pembobot ( ) tidak ditentukan oleh besarnya nilai input atau nilai ouput tetapi tergantung pada hasil perhitungan optimal linear programming (LP) dari setiap DMU. Nilai pembobot untuk masing-masing DMU memiliki angka yang berbeda. Persamaan (3.3) merupakan program linear pecahan sehingga persamaan tersebut harus dikonversi terlebih dahulu supaya metode LP dapat digunakan. Proses linearisasi dilakukan melalui transformasi.

Fungsi Tujuan

Memaksimumkan fungsi tujuan yang berupa pecahan sama dengan memaksimumkan kombinasi dari pembilang dan penyebut secara bersama-sama. Memaksimumkan fungsi tujuan dengan hanya memaksimumkan fungsi pembilang dapat dilakukan apabila fungsi penyebut dikondisikan konstan (Dyson

et al. 1990). Meskipun demikian, proses transformasi dari fungsi linear pecahan

menjadi bentuk program linear tidak dapat dilakukan secara langsung. Transformasi dilakukan selain dengan mengkondisikan fungsi penyebut menjadi konstan, tetapi juga dengan mengubah variabel bobot input atau output yang dikenal sebagai transformasi Charnes-Cooper (Cooper et al. 2003).

Proses transformasi dilakukan dengan mengasumsikan sama dengan satu atau seluruh biaya input yang dikeluarkan oleh DMU ke-k0 dikondisikan sama dengan satu. Persamaan matematika dinyatakan sebagai berikut:

(6)

Linearisasi fungsi kendala dilakukan dengan operasionalisasi aljabar, yaitu: dengan mengalikan bagian kiri dan kanan persamaan dengan fungsi penyebut kemudian bagian kiri dan kanan persamaan dikurangkan dengan fungsi penyebut.

Fungsi kendala:

Masing-masing sisi (persamaan kiri dan kanan) dikalikan dengan fungsi penyebut

,

Sehingga diperoleh:

Setelah melakukan linearisasi terhadap fungsi tujuan dan kendala, linear programming menjadi:

Dengan kendala:

Persamaan (3.4) merupakan penyesuaian terhadap fungsi input (fungsi penyebut) secara konstan sehingga sering disebut model yang berorientasi pada input (input oriented). Persamaan diatas dikenal dengan nama DEA CCR primal (Charnes et al., 1978). Model tersebut mempunyai fungsi kendala yang cukup banyak, yaitu satu kendala untuk satu DMU, satu input, dan satu ouput sehingga total kendala dalam persamaan mecapai 1+K+I+J buah. Misalanya apabila jumlah DMU-nya ada 30 buah (K = 30), variabel input sebanyak 5 buah (I = 6), dan variabel output sebanyak 3 buah (J = 3) maka jumlah kendala mencapai 1 + 30 + 6 + 3 = 40 buah. Suatu kendala yang begitu banyak dalam persamaan. Langkah menyederhanakan dari fungsi kendala yang begitu banyak adalah dengan cara mengubah model primal menjadi dual. Perubahan dari primal menjadi dual dilakukan dalam linear programming melalui proses transformasi.

Proses transformasi dari primal menjadi dual dilakukan dengan menulis fungsi kendala model primal dalam bentuk canonical (untuk fungsi tujuan memaksimumkan, maka fungsi kendala diformat dalam bentuk pertidaksamaan lebih kecil atau sama dengan). Setelah fungsi kendala primal diubah, kemudian persamaan bagian kanan fungsi kendala primal dinyatakan menjadi fungsi tujuan dual dengan fungsi meminimumkan (kebalikan fungsi primal), sementara bagian

(7)

kiri pertidaksamaan fungsi kendala primal menjadi fungsi kendala dual dengan fungsi memaksimumkan (Hadley 1980).

Model DEA dual hasil proses transformasi sebagai berikut: Fungsi tujuan:

Dengan kendala:

Model DEA (3.5) diatas hanya memiliki fungsi kendala sebanyak jumlah variabel input ditambah variabel output, yaitu I+J (6 + 3 = 9 buah) kendala. Persamaan LP (linear programming) model dual lebih mudah dipecahkan daripada model primal karena fungsi kendala lebih sedikit. Model LP dual terdapat variabel perantara yaitu yang merupakan harga bayangan (shadow

price) atau pengganti variabel pengganda input atau output (multiplier) yang

terdapat pada fungsi kendala sebelumnya yang nilai efisiensi setiap DMU tidak lebih dari satu.

Model DEA diatas disebut “Farrel Model” karena digunakan oleh Farrel (1957). Dalam porsi ekonomi dari literatur DEA, model DEA di atas disebut sebagai penyesuaian terhadap asumsi “penghapusan yang kuat” karena menghilangkan kehadiran pengurangan input atau output yang tidak nol (non-zero

slacks). Oleh karena itu, penelitian dengan metode DEA tersebut disarankan

menghadirkan pengurangan input atau output yang tidak nol (non-zero slacks). Ilustrasi pengurangan input dalam model DEA asumsi CRS ada dua, yaitu:

slacks movement dan radial movement. Gambar 2 menjelaskan bahwa pabrik gula

akan efisien bila DMU (unit pembuat keputusan) berada pada titik C dan D sedangkan titik A dan B tidak efisien. Efisiensi Farrel (1957) menjelaskan pabrik A dan B harus menurunkan masing-masing input (X2/Y dan X1/Y) ke titik A‟ dan B‟ sehingga kedua pabrik tersebut akan efisien yang dilihat dari rasio OA‟/OA dan OB‟/OB sama dengan satu. Proses penurunan input tersebut dalam model DEA disebut radial movement. Model DEA yang dikembangkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes (1978) mengatakan bahwa pabrik gula yang berada di titik A‟ masih dapat menurunkan input ke titik C. Proses pengurangan input tersebut disebut

slack movement.

Slack bermanfaat untuk menurunkan input dan meningkatkan output. Oleh

Efisiensi yang terdapat pada CRS sering disebut overall technical efficiency (OTE). Persamaan DEA orientasi input sebagai berikut:

(8)

Dimana: : efisiensi teknis input pabrik gulak; : pengurangan (slack) input dari pabrik gulak; : penambahan (slack) output dari pabrik gula; : input yang digunakan pada DMUk; : output yang diproduksi pabrik gulak; :angka non-Archimedean; : vektor konstanta untuk pabrik gulak; : input pada model DEA; : output pada model DEA.

Target pengurangan input dan penambahan output pada orientasi input dapat diketahu melalui rumus sebagai berikut:

;

Dimana: : target penggunaan input pabrik gulak; : efisiensi teknis input; : input aktual pabrik gulak; : pengurangan input; : target output pabrik gulak;

: output pabrik gulak; : pengurangan output.

Y1 Y2 P‟ P R Radial Movement Slack Movement Q Q‟

Sumber: Coelli et al. (1998)

Gambar 4 Konsep slack dan radial orientasi output 0 S S A A’ Slack Movement Radial Movement B B‟ X2/Y X1/Y C D S‟

Sumber: Coelli et al. (1998)

Gambar 3 Konsep slack dan radial movement orientasi input 0

(9)

Uraian di atas mengenai efisiensi input sudah sesuai dengan gambar 3. Efisiensi teknis input dikali dengan input aktual bermanfaaat untuk target penggunaan input radial dan kehadiran slack akan membuat target penggunaan input lebih rendah lagi jika input yang digunakan tidak efisien.

Produksi potensial yang digunakan dari penjelasan di atas belum diketahui karena hanya fokus untuk penggunaan input. Penelitian Chetchosak et al. (2012) menggunakan efisiensi orientasi output supaya produksi potensial dapat diketahui. Efisiensi Farrel (1957) jika pabrik gula meningkatkan output dari titik P ke P‟ atau dari titik Q ke Q‟. Rasio efisiensinya 0P/0P‟ atau 0Q/0Q‟. Proses peningkatan output dalam DEA disebut radial movement. Model DEA yang dikembangkan Charnes, Cooper, dan Rhodes (1978) mengatakan bahwa pabrik gula yang berada di titik P‟ atau Q‟ masih dapat meningkatkan output ke titik R atau S. Proses peningkatan output tersebut disebut slack movement.

DEA CRS orientasi ouput adalah metode untuk meningkatkan produksi output dengan penggunaan input yang tetap. Persamaan DEA dinyatakan sebagai berikut:

Dengan kendala:

Dimana: : efisiensi teknis output pabrik gulak; : pengurangan (slack) input dari pabrik gulak; : penambahan (slack) output dari pabrik gula; : input yang digunakan pada DMUk; : output yang diproduksi pabrik gulak; :angka non-Archimedean; : vektor konstanta untuk pabrik gulak; : input pada model DEA; : output pada model DEA.

Target pengurangan input dan penambahan output pada orientasi output dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut:

;

Dimana: : target input; : efisiensi teknis output; : input aktual pabrik gulak; : pengurangan input; : target output; : output pabrik gulak; : pengurangan output.

DEA Asumsi VRS

DEA asumsi VRS diperkenalkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (1984) untuk melengkapi DEA asumsi CRS yang hanya bekerja pada skala optimum sehingga sumber inefisiensi tidak diketahui. Prinsip kerja DEA VRS adalah mengakomodir kendala yang dimiliki oleh DEA CRS dengan menghadirkan keterbatasan teknologi yang disebut efisiensi teknologi murni (pure

technical efficiency). Manfaatnya untuk melihat sumber inefisiensi dari pabrik

(10)

Penambahan kendala pada persamaan (3.8) dan (3.9) akan mengubah batasan CRS dan amplop (envelope) data semakin tertutup daripada efisiensi teknis CRS yang dikenal dengan nama efisiensi teknologi murni (pure

technology efficiency). Efisiensi teknologi murni diberi lambang θl yang menjelaskan penurunan input disebabkan penggunaan teknologi yang terbaik untuk menghasilkan output dibawah asumsi constant return to scale (CRS) atau variabel return to scale (VRS). Persamaan DEA VRS orientasi input dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dengan kendala:

Dimana: : efisiensi teknis input pabrik gulak; : pengurangan (slack) input dari pabrik gulak; : penambahan (slack) output dari pabrik gula; : input yang digunakan pada DMUk; : output yang diproduksi pabrik gulak; :angka non-Archimedean; : vektor konstanta untuk pabrik gulak; : input pada model DEA; : output pada model DEA.

Gambar 5 menjelaskan efisiensi teknis versi OTE (asumsi CRS) dan efisiensi teknis versi PTE (asumsi VRS) orientasi input. Inefisiensi teknis versi OTE dan PTE terjadi di titik P. Efisiensi teknis versi OTE terjadi jika penggunaan input di titik P mampu diturunkan ke titik Pc sedangkan efisiensi teknis versi PTE

CRS VRS NIRS Y 0 A PV PC P

Sumber:Coelli et al. (1998) dalam Nababan (2013)

Gambar 5 Konsep efisiensi OTE, PTE, SE, dan skala produksi orientasi input X

QC

Increasing return to scale

QV

Q

Decreasing return to scale

R

(11)

terjadi jika penggunaan input di titik P mampu diturunkan ke titik Pv. Efisiensi teknis versi PTE yang hanya di titik Pv menandakan produktivitas input terhadap output lebih rendah daripada efisiensi teknis versi OTE karena kehadiran keterbatasan teknologi . Skala efisiensi akan diperoleh dari rasio nilai OTE dan PTE yaitu di titik PcPv. Kumar et al. (2012) menjelaskan kehadiran garis cembung VRS untuk mengakomodir sumber inefisiensi pada pabrik gula dengan penambahan keterbatasan teknologi tersebut. Rasio pengukuran efisiensi sebagai berikut:

Skala produksi dapat juga dijelaskan dari gambar 5. Pabrik gula yang efisien akan berada pada garis CRS (constant return to scale) di titik R karena pertemuan antara OTE dan PTE sedangkan titik PC dan QC tidak disebut kondisi pabrik gula yang efisien karena tidak terjadi pertemuan antara OTE dan PTE.Oleh karena itu, pabrik gula akan efisien jika vektor pabrik gula CRS sama dengan

vektor pabrik gula VRS . Kondisi tersebut

menggambarkan input yang digunakan sama dengan output yang dihasilkan sehingga tidak dianjurkan pengurangan input. Pabrik gula yang berada pada skala produksi increasing return to scale (IRS) jika pengurangan input versi OTE lebih

rendah dari pengurangan input versi PTE .

Pengurangan input versi OTE dilihat dari jarak PV ke PC dan pengurangan input versi PTE dilihat dari jarak P ke PV. Pabrik gula yang berada pada skala produksi

decreasing return to scale (DRS) jika pengurangan input versi OTE lebih tinggi

dari pengurangan input versi PTE . Pengurangan

input versi OTE dilihat dari jarak QV ke QC dan pengurangan input versi PTE dilihat dari Q ke QV. Penambahan NIRS (non-increasing return to scale) supaya memudahkan penentuan skala produksi pabrik gula yang berada pada DRS. Tabel 4 Aturan skala produksi

OTE PTE RTS Model CRS

Kasus 1 Jika Constant

Kasus 2 Jika Kasus 2a Jika

untuk kedua orientasi

Increasing

Kasus 2b Jika

untuk kedua orientasi

Decreasing

Sumber: Banker et al. (2004)

Banker et al. (2004) membuat solusi untuk membaca daerah produksi lebih mudah dimengerti pada tabel 4 untuk orientasi input dan output. Pabrik gula yang efisien jika nilai OTE dan PTE sama dengan satu dan vektor pabrik gula sama dengan satu . Pabrik gula yang berada pada IRS jika vektor pengurangan input atau penambahan output kurang dari satu . Pabrik gula yang berada pada DRS jika vektor

(12)

pengurangan input atau penambahan output lebih dari satu .

Pabrik gula yang berada pada CRS menunjukkan tambahan produk (marginal product) sama dengan rata-rata produk (average product). Tambahan produk adalah rasio dari tambahan output yang dihasilkan dengan tambahan input yang digunakan sedangkan rata-rata produk adalah rasio output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Pabrik gula yang berada pada IRS menunjukkan tambahan produk di atas rata-rata produk. Pabrik gula yang berada pada DRS menunjukkan tambahan produk dibawah rata-rata produk (Coelli et al. 1998).

Skala efisiensi juga bermanfaat untuk menentukan setiap DMU (unit pembuat keputusan pabrik gula) berada pada skala ukuran produktivitas yang terbaik (most productive scale size) atau tidak (Charnes et al. 1998). Produktivitas yang dimaksud merupakan rasio antara input aktual terhadap standar input yang ditetapkan oleh model DEA (sesuai dengan definisi efisiensi orietasi input). Tabel menunjukkan aturan untuk penilaian MPSS. Nilai yang diperoleh dari nilai dan menunjukkan pabrik gula tidak berada pada skala produktivitas yang terbaik (MPSS). Nilai yang diperoleh dari nilai dan menunjukkan pabrik gula berada pada skala produktivitas yang terbaik (MPSS). Nilai tidak selamanya menunjukkan pabrik gula berada pada skala produktivitas yang terbaik karena dapat saja terjadi nilai dan nilai . Hal tersebut terjadi pada penelitian pengukuran efisiensi universitas di Amerika-Serikat yang menemukan kejadian yang nilai SE sama dengan satu akan tetapi universitas tersebut tidak dinyatakan universitas yang mempunyai skala ukuran produktivitas yang terbaik (MPSS) (Johnes 2006).

Tabel 5 Aturan penilaian efisiensi dan MPSS

OTE PTE SE Efisiensi teknis keseluruhan Efisiensi teknis murni MPSS

= 1 = 1 = 1 Ya Ya Ya

< 1 = 1 < 1 Tidak Ya Tidak

< 1 < 1 < 1 Tidak Tidak Tidak

< 1 < 1 = 1 Tidak Tidak TIdak

Sumber: Coelli et al. (1998)

Model Faktor Penentu Efisiensi

Model DEA di atas untuk mengukur efisiensi teknis berdasarkan hubungan input dan output tetapi belum diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan regresi

pooled OLS (ordinary least square) yang berbentuk panel data untuk mengukur

pengaruh efisiensi berdasarkan pabrik dan waktu. Model regresi pooled OLS ada dua, yaitu: model fixed effects dan random effects. Model ini berdasarkan rekomendasi peneliti, antara lain: Kumar et al. (2012) dan Torres-Reyna (2012)

Model pooled OLS merupakan model yang menghubungkan nilai efisiensi yang disebut variabel dependen dan faktor yang mempengaruhi efisiensi pabrik gula yang disebut variabel independen. Nilai efisiensi yang diperoleh dari DEA berbentuk dimana TE merupakan efisiensi teknis pabrik gula dan TE*

(13)

merupakan efisiensi teknis pada model DEA. Rasio tersebut akan diubah menjadi Y* yang menandakan efisiensi pabrik gula nasional. Adapun bentuk model tersebut sebagai berikut:

Dimana: : nilai efisiensi teknis pabrik gula; : intersep pabrik gula; X: faktor yang mempengaruhi efisiensi; : koefisien untuk faktor yang mempengaruhi efisiensi; : komponen galat (error term); i: pabrik gula nasional (i=1,….,m); t: tahun (t=1,…,n)

Model dari persamaan (3.13) merupakan model untuk melihat faktor penentu efisiensi terhadap efisiensi antara (between) pabrik gula dan dalam (within) tahun. Model yang relevan dari pooled OLS ada dua, yaitu: random dan

fixed effects. Torres-Reyna (2012) menyatakan prinsip kerja model fixed effects

menambahkan variabel dummy pada setiap tahun dan pabrik gula akan mengubah intesep. Daryanto (2000) menyatakan menggunakan metode corrected ordinary

least square (COLS) yang mudah di aplikasikan karena tidak ada asumsi spesial

pada error term ( ). Model tersebut dikritik karena ada beberapa kelemahan, yaitu: penggunaan variabel dummy tidak dapat mengidentifikasikan secara langsung penyebab perubahan regresi pada pabrik gula dan tahun tertentu, variabel dummy akan mengurangi jumlah derajat bebas, dan model tersebut akan menghilangkan suatu variabel jika variabel tersebut tidak bervariasi antar waktu, antara lain: status pabrik gula (negara atau swasta) dan jenis kelamin (Pyndick et

al. 1998).

Model kedua dari pooled OLS adalah model random effects. Model ini untuk mengatasi kelemahan model fixed effects dalam hal variasi antar pabrik gula dan tahun tertentu yang tidak diketahui. Model random effects akan ditambahkan komponen galat (error term) untuk menjelaskan variabel independen yang tidak dimasukkan ke dalam model, komponen non-linearitas antara variabel dependen dan independen, kesalahan pengukuran pada saat observasi, dan kejadian yang sifatnya acak. Bentuk model tersebut, sebagai berikut:

Dimana: : error term cross section; : error term time series

Error term cross section menunjukkan error term pada pabrik gula dan error term time series menunjukkan error term pada tahun. Model random effects

diperoleh dari model fixed effects dengan mengasumsikan bahwa efek rata-rata dari variabel time series dan cross section yang acak termasuk dalam intersep dan deviasi acak dari rata-rata tersebut sama dengan error term ( ). Model

random effects diasumsikan bahwa error term tidak berkorelasi satu sama lain dan

tidak ada auto korelasi antara setiap unit cross section dan time series (Pyndick et

al. 1998). Model yang akan dipilih dari kedua model tersebut adalah model random effects karena model tersebut tidak ada kelemahan seperti yang dialami

oleh model fixed effects.

Model random effects di estimasi dengan maximum likelihood estimator (MLE). MLE bermanfaat untuk mengestimasi pendugaan seluruh koefisien atau parameter ( ) kecuali , komponen galat ( ), varians dan . Estimasi

(14)

tersebut ada dua uji, yaitu: uji z statistik dan likelihood ratio (LR). Uji z statistik bermanfaat untuk melihat pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Uji LR bermanfaat untuk melihat semua variabel independen secara serentak berpengaruh atau tidak pada variabel dependen.

Kerangka Pemikiran Operasional

Model DEA yang digunakan untuk mengukur efisiensi pabrik gula adalah DEA orientasi input. Hal tersebut didasarkan tujuan model DEA orientas input untuk meminimumkan penggunaan input seperti yang terlihat pada penelitian, antara lain: Siagian (2003) dan Singh (2007). Jika dibandingkan dengan model DEA orientasi output yang digunakan pada penelitian Chetchosak et al. (2012), model DEA orientasi output sesuai untuk melihat seberapa besar output yang dapat ditingkatkan dengan input yang ada. Hal tersebut berbeda dengan tujuan penelitian ini yang bermanfaat untuk melihat penggunaan input pabrik gula nasional.

Fungsi produksi yang terdapat pada model DEA orientasi input merupakan faktor struktural yang menandakan input yang mempengaruhi output secara langsung. Output yang digunakan adalah gula dan gula tetes. Alasannya karena pabrik gula menghasilkan kedua produk tersebut dalam proses produksi. Input yang mempengaruhi produksi gula dan gula tetes, yaitu: tebu, tenaga kerja, produksi, dan bahan bakar. Tebu digunakan sebagai variabel produksi karena bahan baku langsung pembuatan gula. Tenaga kerja digunakan sebagai variabel produksi karena variabel tersebut yang turut serta mengolah tebu menjadi gula. Bahan bakar digunakan sebagai variabel produksi karena bahan bakar digunakan sebagai pelumas dalam menggerakkan mesin sehingga proses produksi dapat berlangsung di pabrik gula.

Kapasitas produksi menandakan kemampuan mesin dalam menggiling tebu. Permasalahan yang sering terjadi mengenai penempatan dan satuan yang sesuai untuk mewakili kapasitas produksi tersebut. Penelitian Wongkeawchan et

al. (2002) menyatakan kapasitas produksi digunakan sebagai variabel yang

mempengaruhi efisiensi teknis pabrik. Peneliti tersebut berpendapat kapasitas produksi yang sesuai untuk mempengaruhi produksi dinilai dengan biaya yang dikeluarkan untuk mesin tersebut. Hal tersebut didasarkan karena model DEA tidak ada masalah pada perbedaan kuantitas produksi (input dan output). Singh (2007) berpendapat bahwa kapasitas produksi harus dinilai pada ton tebu per hari (ton cane day) supaya sesuai dengan satuan yang terdapat pada output yang digunakan yaitu ton. Pendapat Singh (2007) tersebut dapat diterima karena Doll et

al. (1984) menyatakan penelitian pengukuran efisiensi teknis disarakan

menggunakan satuan teknis dan jika mengukur efisiensi biaya disarankan menggunakan satuan biaya. Oleh karena itu, kapasitas produksi pada penelitian ini ditempatkan pada input dan faktor yang mempengaruhi produksi gula dan satuan yang tepat untuk kapasitas produksi adalah ton tebu per hari.

Berdasarkan uraian di atas maka variabel yang relevan untuk faktor yang mempengaruhi produksi gula, yaitu: tebu, tenaga kerja, bahan bakar, dan kapasitas produksi.

Variabel yang relevan untuk faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis adalah usia mesin, rendemen tebu rakyat/tebu sendiri, lokasi pabrik gula, dan

Gambar

Gambar  2  terlihat  bahwa  fungsi  produksi  batas  ada  batasan  input  yang  digunakan  sedangkan  fungsi  produksi  rata-rata  tidak  ada  batasan  inputnya
Gambar 4 Konsep slack dan radial orientasi output 0 SS A A’ Slack Movement  Radial Movement B B‟ X2/Y  X 1 /Y C D S‟
Gambar  5  menjelaskan  efisiensi  teknis  versi  OTE  (asumsi  CRS)  dan  efisiensi  teknis  versi  PTE  (asumsi  VRS)  orientasi  input
Tabel 4  Aturan skala produksi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Strategi ini diusulkan dengan tujuan untuk memperluas usahatani lada putih di Kabupaten Bangka Selatan. Strategi ini dibuat yang didukung oleh ketersediaan lahan

Artinya konsumen yang loyal terhadap suatu produk, mereka akan selalu setia membeli produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut selama produk yang mereka beli

Ada sejumlah alasan mengapa metafora sulit diartikan dan tidak dapat diterjemahkan secara harfiah: (1) citra yang digunakan dalam metafora mungkin tidak dikenal dalam bahasa

Dampak yang ditimbulkan dengan terjadinya pelanggaran maksim kualitas pada data 7 di atas mengakibatkan guru marah dan kesal terhadap sikap dan

Berdasarkan analisis terhadap kajian mengenai novel Totto Chan: The Litle Girl At The Window karya Tetsuko Kuroyanagi, maka dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan

Aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia masih rendah sehingga hasil belajar tidak memenuhi KKM yang telah ditetapkan sekolah yaitu 70,

Larangan tentang sistem piramida yang ditetapkan oleh APLI menurut Penulis sudah tepat karena banyak perusahaan MLM yang cara kerjanya melalui sistem piramida, dan lebih

Many teams keep their innovation debt manageable and may be able to train up a few of their current members to help bring the team back on track.. However, some teams have accrued