• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMROGRAMAN NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA FORTRAN. Oleh: Ahmad Zakaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMROGRAMAN NUMERIK MENGGUNAKAN BAHASA FORTRAN. Oleh: Ahmad Zakaria"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PEMROGRAMAN NUMERIK

MENGGUNAKAN BAHASA FORTRAN

Oleh: Ahmad Zakaria

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung 2005

(2)

1.

Pendahuluan

Fortran merupakan bahasa pemrograman tingkat tinggi yang paling banyak dipergunakan orang untuk pemrograman, terutama untuk pemrograman yang membutuhkan perhitungan numerik yang rumit. Selain Fortran, banyak juga bahasa pemrograman lain yang dikembangkan orang seperti Basic, Pascal, C, Cobol, ada, dan masih banyak lagi. Bahasa-bahasa pemrograman seperti yang disebutkan ini merupakan bahasa pemrograman yang sering disebut sebagai bahasa pemrograman under DOS, ini dikarenakan bahasa pemrograman ini dijalankan lewat DOS. Setelah itu berkembang bahasa pemrograman yang sering disebut sebagai bahasa pemrograman berorientasi objek atau Object Oriented Programming. Bahasa-bahasa pemrograman itu antara lain Visual Compaq Fortran, Visual Basic, Borland Delphi, Visual C++ dan lain-lain. Disamping itu juga berkembang bahasa pemrograman yang berjenis Script seperti java, matlab, dan beberapa bahasa pemrograman WEB seperti, bahasa php dan Java Script.

Banyak sekali materi bahasa pemrograman yang menarik untuk dipelajari dan dikembangkan untuk kepentingan didalam bidang Teknik, akan tetapi sepanjang pengetahuan penulis, Fortran merupakan bahasa yang paling banyak dipergunakan oleh para Scientist dan Engineer untuk aplikasi-aplikasi praktis dalam rangka penyelesaikan permasalahan-permasalahan di dalam bidang teknik.

Sehubungan dengan makin banyaknya penggunaan Fortran oleh Scientist dan Engineer, Program Fortran juga mengalami perkembangan dari Fortran 77, Fortran 90 dan Fortran 95. Program Fortran ini juga bisa didapat baik untuk yang menggunakan Operating Sistem Win32 (Windows 31, Windows 98, Windows 2000, Win NT dan Windows Xp) maupun yang menggunakan operating sistem lain seperti LINUX ( Mandrake, RedHat, Slackwere, SuSe dll), UNIX, OS2, BeOs yang mana Fortran 77 dikenal sebagai g77 (ji_seventiseven) atau

(3)

perkembangan dalam hal tampilan program, yang biasanya disebut dengan Front End yang sebenarnya hanya tampilan muka program, akan tetapi program ini tetap menggunakan Fortran 77 dan Fortran 90 sebagai Compilernya seperti Lahey Fortran, NF Fortran, F Fortran, FTN77, FORT99, Salford Fortran, BC Fortran, PyFort, RATFOR, VFORT, WATCOM, Fortran FORCE dan masih banyak lagi. Ini merupakan salah satu bukti bahwa Compiler Fortran tetap eksis didalam perkembangan ilmu pengetahuan, dalam hal perkembangan berbagai macam bahasa pemrograman. Salah satu program Fortran 77 yang akan dipergunakan pada pelatihan ini adalah Fortran FORCE yang juga menggunakan Fortran 77 sebagai Compilernya.

Bila seseorang ingin menggunakan komputer, orang tersebut tidak harus bisa dan mengetahui benar seluk beluk mengenai komputer. Hal ini dapat dimisalkan sebagaimana halnya bila seseorang ingin menggunakan atau mengendarai sebuah mobil, apa seseorang harus mempunyai pengetahuan yang lengkap mengenai mobil, jika hanya untuk bisa menjalankan atau mengendarainya?

Kita sebagai pemakai, untuk dapat menjalankan sebuah program, kita tidak harus mengetahui benar seluk beluk mengenai komputer, walaupun lebih banyak pengetahuan dan, berpengalaman dan lebih mengenal seluk beluk komputer adalah lebih baik.

Sebagai pengguna yang ingin membuat program komputer hanya perlu mengenal pengetahuan pemrograman yang diminatinya dalam hal ini kita akan belajar bahasa pemrograman Fortran. Jadi untuk dapat membuat dan bisa menjalankan program Fortran tentu kita perlu mengetahui bahasa (Sintax) sebagai intruksi yang dimengerti oleh bahasa pemrograman Fortran. Biasanya untuk dapat membuat sebuah program yang baik, kita perlu membuat atau

(4)

melengkapinya dengan sebuah Flow Chart, yang menggambarkan jalan fikiran algoritma program.

Untuk dapat mempelajari bahasa pemrograman Fortran kita perlu mengetahui aturan-aturan penting dan Sintax-Sintax dasar yang selalu dipergunakan didalam pembuatan sebuah program Fortran. Dengan berbekal mengetahui Sintax-Sintax Dasar tersebut kita sudah dapat membuat sebuah program yang besar.

Program Fortran ditulis dalam suatu file dengan ekstensi *.f ,

*.ftn, atau *.for. Dalam menulis program Fortran pada suatu file

dengan berekstensi seperti tersebut di atas ( Fortran 77) harus mengikuti aturan-aturan penulisan sebagai berikut,

1. Pernyataan untuk program Fortran yang bisa dimengerti oleh program apabila ditulis dalam selang kolom 7 sampai dengan kolom 72.

2. Kolom ke 6 disebut sebagai kolom sambungan dan dipersiapkan hanya untuk keperluan tersebut. Apabila pernyataan Fortran terlalu panjang dan akan melebihi kolom 72 maka pernyataannya dapat dilanjutkan di bawahnya dengan menambahkan satu karakter pada kolom ke 6.

3. Kolom 1 s/d kolom 5 dapat dipergunakan untuk untuk pengenal atau acuan.

4. Isi kolom 73 s/d 80 diabaikan komputer, dan kolom ini dapat dipergunakan sebagai identifikasi atau untuk keperluan lain.

(5)

Untuk aturan penulisan Fortran tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut, 1 5 6 7 72 80 Kode sambungan Pernyataan fortran Label pernyataan identitas

(6)

2.

Sintax Dasar Program Fortran

2.1. Perhitungan Aritmatik

Operasi perhitungan yang dilakukan oleh komputer sebenarnya hanya berupa operasi aritmatik seperti penjumlahan (+), pengurangan (-), perkalian (*), dan pembagian(/). Selain itu juga dapat dilakukan operasi perpangkatan (**), logaritma, perhitungan sudut, sinus dan kosinus, serta perhitungan bilangan imaginer yang dilambangkan dengan IMAG. Untuk perhitungan aritmatik biasa, semua bahasa pemrograman tingkat tinggi lain juga memiliki sintax yang hampir sama jumlahnya, akan tetapi untuk perhitungan bilangan imaginer sepanjang pengetahuan penulis hanya bahasa pemrogram fortran yang bisa melakukannya. Operasi Aritmatik dalam bentuk aljabar dan Fortran dapat dilihat pada Tabel berikut,

Operasi Bentuk Aljabar FORTRAN

Penjumlahan A + B A + B Pengurangan A – B A - B Perkalian A × B A * B Pembagian A A/B Perpangkatan 2 A A**2

Nama konstanta dan variabel yang dimulai huruf I, J, K, L, M, N menyimpan nilai dalam bentuk Integer, dan yang dimulai dengan huruf selain yang disebutkan, menyimpan nilai dalam bentuk Real.

2.2. Masukkan dan Keluaran(Input/Output)

Biasanya suatu program untuk melakukan perhitungan-perhitungan membutuhkan data masukan atau data input yang berasal dari layar monitor atau file input, dan mengeluarkan hasil perhitungannya berupa data keluaran atau data Output

(7)

didalam file Output atau pada layar monitor. Ini untuk membaca data dari suatu file atau mengeluarkan data ke dalam suatu file. Pernyataan Fortran untuk membuka file dapat dilakukan dengan sintax sebagai berikut,

Untuk literal dapat dipergunakan ‘OLD’ ( file lama dan sudah ada) , ‘NEW’ (membuat file baru dan tidak dapat di update) dan

‘UNKNOWN’ (membuat file baru dan dapat di update).

Untuk membaca data dari suatu file dapat dipergunakan perintah READ. Akan tetapi bila data yang dibaca pada posisi kolom tertentu maka dapat dipergunakan perintah atau sintax berformat. Aturan penggunaan perintah READ adalah sebagai berikut,

Untuk menulis data ke dalam suatu berkas file dapat dilakukan dengan melakukan perintah sbb,

Bentuk umum penggunaan pernyataan berformat adalah sebagai berikut,

OPEN(unit = ekspresi integer, FILE = nama file, STATUS = literal)

READ (nomor unit,nomor acuan berformat)daftar variabel

WRITE(nomor unit,nomor acuan berformat)daftar variabel

(8)

Secara keseluruhan penggunaan sintax OPEN, READ, WRITE dan FORMAT dapat dilihat pada contoh program berikut,

Contoh Pernyataan FORTRAN

Contoh untuk Open file Input dan File Output adalah sebagai berikut,

Contoh File input.inp

Contoh File output.out

Dari Contoh program sederhana di atas dapat dilihat bagaimana penggunaan sintax READ, WRITE, FORMAT dan penggunaan OPEN file Input dan OPEN file Output. Dari contoh di atas juga dapat dipelajari pencirian X, I, dan F yang

OPEN(UNIT=1,FILE=’input.inp’,STATUS=’OLD’) OPEN(UNIT=2,FILE=’output.out’,STATUS=’UNKNOWN’) READ(1,*)A,B C = A + B D = A*B WRITE(2,*)’hasilnya =’ WRITE(2,10)A,B,C,D 10 FORMAT(F4.2,2X,F4.1,2X,F6.2,2X,F6.4) stop end 2 3 hasilnya = 2.00 3.0 5.00 6.0000

(9)

banyak dipergunakan untuk pernyataan berformat. Pencirian X dipergunakan apabila dalam pembacaan atau penulisan data akan melompati beberapa posisi pada baris data bentuk umumnya adalah nX. Pencirian I dipergunakan apabila kita ingin membaca suatu nilai ke dalam suatu bilangan integer. Bentuk umum dari pencirian I adalah Iw. Pencirian F dapat dipergunakan untuk membaca atau menuliskan nilai suatu variabel real ke dalam atau dari suatu berkas. Bentuk umum dari pencirian F adalah Fw.d. Dimana w menunjukkan jumlah posisi total, dan d menandakan jumlah desimal.

2.3. Struktur Kontrol

Struktur kontrol yang paling banyak dipakai dalam pembuatan sebuah program Fortran adalah IF Logika. Ekspresi logika menyatakan suatu kondisi itu benar atau salah, diterima atau tidak. Ekspresi logika dibentuk dengan menggunakan salah satu dari operator relasional berikut,

Operasi relasional Tafsiran Aljabar

.EQ. Sama dengan

.NE. Tidak sama dengan

.LT. Lebih kecil daripada

.LE. Lebih kecil daripada atau sama dengan

.GT. Lebih besar dari pada

.GE. Lebih besar dari pada atau sama dengan

Untuk melengkapi struktur logika, bentuk pernyataan untuk penggunaan operator Relasional dapat dilihat pada bentuk berikut,

(10)

Contoh penggunaan struktur kontrol IF dapat dilihat pada contoh program berikut,

Contoh penggunaan IF

IF (ekspresi logika) pernyataan terlaksana

IF (ekspresi logika) THEN …….

Pernyataan ……..

ENDIF

IF (ekspresi logika) THEN Pernyataan

IF (ekspresi logika) THEN ……. Pernyataan …….. ENDIF Pernyataan ENDIF OPEN(UNIT=2,FILE=’output1.out’,STATUS=’unknown’) A = 2 B = 3 IF(A.GE.B)THEN C = A + B ENDIF IF(A.LT.B)THEN C = A * B ENDIF WRITE(2,*)’hasilnya =’ WRITE(2,10)A,B,C 10 FORMAT(F4.2,2X,F4.1,2X,F6.2) stop end

(11)

Contoh File output1.out untuk penggunaan IF

2.4. Looping Berlapis

Lop DO dapat dilakukan berlapis, lop yang satu dapat diletakkan di dalam lop yang lainnya, akan tetapi antara satu lop dengan yang lain tidak boleh tumpang tindih. Penggunaan lop secara umum dapat ditulis sbb,

Didalam penggunaan looping DO, m, mm, n, nn merupakan

ekspresi integer. m dan mm merupakan variabel lop awal, n dan

nn merupakan variabel lop akhir.

Penggunaan looping DO dapat dilihat pada contoh program berikut, hasilnya = 2.00 3.0 6.00 DO I=m,n DO J = mm,nn ... pernyataan ... END DO END DO

(12)

Contoh penggunaan Looping DO

Contoh File output2.out keluaran Looping DO

Dengan menggunakan looping DO, kita dapat melakukan perhitungan secara berlapis. Perhitungan berlapis diperlukan antara lain untuk pemodelan numerik, misalnya pemodelan numerik 1 dimensi (1-D), 2 dimensi (2-D) dan 3 dimensi (3-D).

2.5. Jajaran (array)

Untuk melakukan perhitungan perhitungan yang besar, biasanya selama melakukan perhitungan membutuhkan tempat penyimpanan hasil perhitungan kedalam suatu variabel. Pernyataan yang dipergunakan untuk melakukan penyimpanan tersebut adalah dengan menggunakan perintah sebagai berikut,

OPEN(UNIT=2,FILE=’output2.out’,STATUS=’unknown’) DO I=1,2 DO J=1,3 WRITE(2,10)I,J 10 FORMAT(2X,I4,2X,I6) END DO END DO stop end 00---100---1 00---100---2 00---100---3 00---200---1 00---200---2 00---200---3

(13)

Contoh penggunaan DIMENSION dapat dilihat pada program berikut,

Contoh program untuk penggunaan DIMENSION

Contoh File output3.out keluaran penggunaan DIMENSION

Dengan menggunakan pernyataan DIMENSION, perhitungan yang dilakukan dengan looping DO dapat disimpan ke dalam suatu variabel, sehingga dalam melakukan perhitungan aritmatik menjadi lebih cepat.

DIMENSION IA(2,3),JA(2,3) OPEN(UNIT=2,FILE=’output3.out’,STATUS=’unknown’) DO I=1,2 DO J=1,3 IA(I,J) = I+J JA(I,J) = I*J END DO END DO DO I=1,2 DO J=1,3 WRITE(2,10)IA(I,J),JA(I,J) 10 FORMAT(2X,I4,2X,I6) END DO END DO stop end 00---200---1 00---300---2 00---400---3 00---300---2 00---400---4 00---500---6

(14)

2.6. Pernyataan GOTO

Pernyataan GOTO termasuk struktur looping. Dengan menggunakan struktur GOTO looping dapat dilakukan dengan bebas dibandingkan dengan looping dengan menggunakan struktur DO…END DO. Bentuk umum dari penggunaan pernyataan GOTO adalah sebagai berikut,

Contoh penggunaan struktur GOTO dapat dilihat dari program berikut,

Contoh program untuk penggunaan GOTO

Contoh hasil keluaran program di layar monitor untuk penggunaan GOTO n pernyataan ……… GOTO n A = 0 10 A = A + 1 write(*,*)A IF(A.LE.5)GOTO 10 stop end 1. 2. 3. 4. 5. 6.

(15)

Program di atas dimaksudkan untuk melakukan perhitungan dari 1 sampai dengan 6 dengan menggunakan pernyataan

GOTO.

2.7. Sub Program

Subprogram yang sering dipergunakan didalam perhitungan aritmatik dalam suatu program besar adalah

SUBROUTINE. Penggunaan SUBROUTINE secara umum

adalah sbb,

Contoh penggunaan subprogram SUBROUTINE dapat dilihat pada contoh program berikut,

Contoh program untuk penggunaan SUBROUTINE ………

CALL Nama(argumen)

………

STOP END

SUBROUTINE Nama(argumen)

……….. RETURN END MAIN PROGRAM SUBPROGRAM A=2 CALL Func(A,F) write(*,*)A,F stop end SUBROUTINE Func(X,F) F = X*X return end

(16)

Dari contoh di atas terlihat bahwa untuk memanggil subroutine Func(A,F) yang melakukan perintah F = X × X dilakukan dengan perintah CALL. Nilai A=2 yang dimasukkan ke dalam Func merupakan variabel X. Selanjutnya hasil yang didapat berupa nilai variabel F.

2.8. Pernyataan Double Precision

Pernyataan Double Precision dipergunakan bila didalam perhitungan aritmatik dari suatu program kita ingin mendapatkan hasil dengan ketelitian yang lebih baik. Dengan mendeklarasikan variabel sebagai variabel double precision atau presisi ganda maka variabel tersebut mempunyai akurasi perhitungan yang lebih baik. Bentuk umum dari penggunaan

DOUBLE PRECISION adalah sebagai berikut,

Penggunaan pernyataan DOUBLE PRECISION dapat dilihat pada contoh program berikut ini.

Contoh program yang menggunakan DOUBLE PRESISSION

DOUBLE PRECISION nama nama variabel

DOUBLE PRECISION A,C A =1.D+00/3.D+00 B = 1./3. C = A - B write(*,20)A,B,C 20 FORMAT(2X,F25.20,2X,F25.20) stop end

(17)

Hasil keluaran dari program ini adalah,

Dari hasil keluaran ini terlihat bahwa perhitungan aritmatik yang menggunakan double precision dan yang tidak menggunakan double precision mempunyai selisih yang cukup besar yaitu lebih kurang 10-9.

Untuk program yang melakukan perhitungan numerik, selisih ini sangat berarti untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

0.33333333333333331000 0.33333334326744080000 -0.00000000993410748107

(18)

2.9. Fungsi Intrinsik

Beberapa Fungsi Intrinsik yang sering dipergunakan didalam penulisan program Fortran adalah sebagai berikut,

Nama Fungsi Jenis Fungsi Definisi

SQRT(X) Real X

DSQRT(X) Double Precision DX

ABS(X) Real X

DABS(X) Double Precision DX

EXP(X) Real X

e

DEXP(X) Double Precision DX

e

LOG(X) Real ln X

LOG10(X) Real Log10X

REAL(GX) Real Ubah GX ke nilai real FLOAT(IX) Real Ubah IX ke nilai real

SIN(X) Real Sudut dalam radian

COS(X) Real Sudut dalam radian

TAN(X) Real Sudut dalam radian

ASIN(X) Real Arc. Sin

ACOS(X) Real Arc. Cos

ATAN(X) Real Arc. Tan

Selain dari fungsi-fungsi di atas masih banyak lagi fungsi-fungsi intrinsik yang tidak dipresentasikan di tutorial ini dapt didapatkan dari buku pedoman pemrograman fortran.

Dengan mempelajari dan menguasai sintax dasar pemrograman Fortran di atas, dan dapat menggunakan pendekatan-pendekatan untuk pemrograman numerik dengan baik, kita dapat membuat program numerik.

(19)

3.

Kesalahan dan Pendekatan Numerik

Metode numerik merupakan suatu teknik atau cara untuk menganalisa dan menyelesaikan masalah – masalah di dalam bidang rekayasa teknik dan sain dengan menggunakan operasi perhitungan matematik. Masalah-masalah tersebut biasanya diidealkan dan diformulasikan secara matematis. Operasi perhitungan matematik di dalam metode matrik ini biasanya dilakukan secara berulang ulang. Bila dilakukan secara manual operasi perhitungan ini akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, untuk operasi perhitungan metode numerik diperlukan bantuan komputer. Dengan bantuan komputer operasi perhitungan yang dilakukan berulang-ulang dapat diselesaikan dengan sangat cepat.

Metode numerik sudah lama sejak lama dikembangkan orang. Akan tetapi pada awal perkembangannya aplikasi metode tersebut dalam menyelesaikan permasalahan masih sangatlah jarang. Hal ini disebabkan karena alat bantu operasi perhitungan matematik, yaitu komputer masih sangatlah kurang. Setelah perkembangan teknologi komputer semakin pesat dan pemakaian komputer sudah semakin meluas, metode numerik ini menjadi metode yang handal untuk menganalisa dan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam segala bidang ilmu pengetahuan. Masalah-masalah yang dapat diselesaikan dengan metode numerik tersebut tidak hanya masalah sederhana yang masih dapat diselesaikan secara analitis, akan tetapi juga masalah-masalah kompleks yang tidak dapat lagi diselesaikan secara analitis.

Pada awalnya metode numerik banyak diperkenalkan oleh para ahli matematik. Akan tetapi selanjutnya dalam perkembangan metode numerik juga banyak konstribusi dari

(20)

ahli rekayasa sipil, mesin, elektro, ekonomi, sosial dan bidang ilmu lainnya.

Didalam metode numerik, permasalahan-permasalahan yang diformulasikan secara matematis merupakan suatu pendekatan. Akurasi perhitungan dari permasalahan yang didekati secara matematis sangat tergantung pada asumsi-asumsi yang diberikan. Misalnya, untuk aliran air sungai satu dimensi, profil kecepatan setiap titik hitung diasumsikan sama. Semakin akurat data yang dipergunakan untuk perhitungan operasi matematik dan semakin sedikit asumsi yang diberikan maka pendekatan akan memberikan hasil yang lebih baik. Ukuran akurasi dari pendekatan ini lebih dikenal dengan nama

error atau kesalahan.

3.1

Kesalahan (error)

Hasil operasi perhitungan matematik dari persamaan matematik (yang merupakan pemodelan dari permasalahan) merupakan suatu perkiraan yang mendekati nilai eksak, apabila persamaan tersebut dapat diselesaikan secara analitis.

Tiga macam kesalahan dalam operasi perhitungan matematik adalah sebagai berikut,

1. kesalahan bawaan 2. kesalahan pembulatan 3. kesalahan pemotongan

Kesalahan bawaan adalah suatu kesalahan yang terjadi karena kesalahan input data yang dipergunakan untuk perhitungan. Kesalahan ini terjadi karena kurang telitinya pencatatan data

(21)

dari lapangan maupun pencatatan dari data primer dan sekunder.

Kesalahan pembulatan terjadi karena pemotongan desimal dari bilangan yang diperhitungkan, baik untuk input data maupun pada waktu operasi perhitungan matematik. Contoh dari kesalahan pembulatan ini adalah sebagai berikut:

2,71828183 dibulatkan menjadi 2,71 3,14159265 dibulatkan menjadi 3,14

Kesalahan pemotongan terjadi karena didalam operasi matematik tidak dilakukan prosedur perhitungan matematik yang sesuai dengan pemodelannya. Misalnya suatu persamaan tak hingga dimodelkan menjadi persamaan berhingga seperti pendekatan untuk metode beda hingga yang diturunkan dari deret Taylor.

3.2

Kesalahan Absolut dan kesalahan Relatif

Kesalahan Absolut dapat dipresentasikan sebagai berikut,

* p p Ee = − dimana: e E = kesalahan absolut p = nilai eksak *

p = pendekatan nilai eksak

(22)

% 100 . p Ee e = ε

Jika nilai eksak tidak diketahui, perhitungan kesalahan relatif (εapproximate) juga dapat ditulis sebagai berikut,

% 100 . * p Ea a = ε

perhitungan kesalahan relatif juga dapat dipresentasikan,

% 100 . * * 1 * n n n a p p p − = + ε

3.3

Deret Taylor

Pendekatan fungsi f

(

x+∆x

)

dan fungsi f

(

x−∆x

)

dengan

menggunakan deret Taylor dapat dipresentasikan sebagai berikut, Pendekatan untuk f

(

x+∆x

)

,

(

)

( )

( )

( )

( )

! . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + = ∆ + K Pendekatan untuk f

(

x−∆x

)

,

(

)

( )

( )

( )

( )

! . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ − ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − = ∆ − K

(23)

1. Pendekatan untuk satu suku pertama (orde nol) dapat ditulis sebagai,

(

x x

)

f

( ) ( )

x x

f +∆ ≈ +Ο

2. Pendekatan untuk dua suku pertama (orde satu) dapat ditulis sebagai,

(

)

( )

( )

2 ! 1 . x x x f x f x x f ∆ +Ο ∂ ∂ + ≈ ∆ +

dari pendekatan ini dapat diturunkan,

(

) ( )

( )

2 x x x f x x f x f Ο + ∆ − ∆ + ≈ ∂ ∂

3. Pendekatan untuk tiga suku pertama (orde dua) dapat ditulis sebagai,

(

)

( )

( )

( )

3 2 2 2 ! 2 . ! 1 . x x x f x x f x f x x f ∆ +Ο ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ≈ ∆ +

dari pendekatan di atas dapat diturunkan,

(

) ( )

( )

2

( )

3 2 2 1 . . 2 x x x f x x f x x f x f +Ο ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∆ ∂ ∂ − ∆ − ∆ + ≈ ∂ ∂

Berdasarkan fungsi f

(

x+∆x

)

dan fungsi f

(

x−∆x

)

, turunan

kedua ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ 2 2 x f

dari fungsi f

( )

x dapat dapat disusun sebagai

(24)

Kesalahan pendekatan dari persamaan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut,

Dari persamaan di atas dapat dibuat sebagai berikut,

(

)

( )

(

)

( )

2 2 2 . 1 . 2 . 1 x x x f x f x x f x f ∆ ∆ − + − ∆ + ≈ ∂ ∂

lebih sederhana persamaan ini dapat disusun sebagai berikut,

( )

2 1 1 2 2 . 1 . 2 . 1 x f f f x f i i i ∆ + − ≈ ∂ ∂ + −

dimana: 1, 2, dan 1 merupakan koefisien pemberat beda hingga Persamaan ini merupakan persamaan pendekatan turunan kedua fungsi f

( )

x dengan derajad kesalahan atau akurasi orde

dua. Persamaan di atas dikenal sebagai persamaan pendekatan

(

)

( )

( )

( )

( )

! . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ≈ ∆ + K

(

)

( )

( )

( )

( )

! . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ − ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − ≈ ∆ − K +

(

) (

)

( )

( )

2

( )

3 2 2 . . 2 x x x f x f x x f x x f ∆ +Ο ∂ ∂ + ≈ ∆ − + ∆ +

(

)

( ) (

)

( )

2

( )

3 2 2 . 2 x x x x f x f x x f x f +Ο ∆ ∆ − + − ∆ + ≈ ∂ ∂

(25)

metode beda hingga (finite-difference) yang merupakan pendekatan beda hingga terpusat (central differences).

Dengan cara yang sama dapat dibuat tabel pendekatan metode beda hingga untuk berbagai turunan dan akurasi sebagai berikut:

Tabel 1. koefisien pemberat pendekatan beda hingga untuk akurasi orde 2

2 − i f fi1 fi fi+1 fi+2 x f x ∂ ∂ ∆ . . 2 -1 0 1

( )

22 2 x f x ∂ ∂ ∆ 1 -2 1

( )

33 3 . 2 x f x ∂ ∂ ∆ -1 2 0 -2 1

( )

4 44 x f x ∂ ∂ ∆ 1 -4 6 -4 1 central differences

( )

2 x ∆ Ο

Tabel 2. koefisien pemberat pendekatan beda hingga untuk akurasi orde 4

3 − i f fi2 fi1 fi fi+1 fi+2 fi+3 x f x ∂ ∂ ∆ . . 12 1 -8 0 -8 1

( )

22 2 . 12 x f x ∂ ∂ ∆ -1 16 -30 16 -1

( )

33 3 . 8 x f x ∂ ∂ ∆ 1 -8 13 0 -13 8 -1

( )

44 4 . 6 x f x ∂ ∂ ∆ -1 12 -39 56 -39 12 -1 central differences

( )

4 x ∆ Ο

(26)

Problem Set:

1. Dari Tabel 1 diketahui bahwa pendekatan beda hingga untuk turunan orde tiga adalah sebagai berikut,

( )

3 2 1 1 2 3 3 . 1 . 2 . 0 . 2 . 1 . . 2 =− + + − + + + ∂ ∂ ∆ fi fi f fi fi x f x

( )

3 2 1 1 2 3 3

.

2

.

1

.

2

.

0

.

2

.

1

x

f

f

f

f

f

x

f

i i i i

+

+

+

=

− − + +

( )

3 2 2 1 1 1 2 2 1 3 3

.

.

1

.

1

.

x

f

f

f

f

x

f

i i i i

+

+

=

− − + +

Diminta: Buktikan persamaan tersebut di atas!

Jawab:

Dari deret Taylor dapat disusun persamaan sebagai berikut,

(

) ( )

( )

( )

( )

! 2 . ! 3 2 . ! 2 2 . ! 1 2 . 2 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + = ∆ + K (1)

(

) ( )

( )

( )

( )

! . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + = ∆ + K (2)

(

) ( )

( )

( )

( )

! . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ − ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − = ∆ − K (3)

(

) ( )

( )

( )

( )

! 2 . ! 3 2 . ! 2 2 . ! 1 2 . 2 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ − ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − = ∆ − K (4)

(27)

Substitusi persamaan (2) dan (3) didapat persamaan (A) berikut, (2) – (3)

(

) (

)

( )

! 3 . 2 . 2 3 3 3 x x f x f x x x f x x f ∆ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∆ ≈ ∆ − − ∆ + (A)

Substitusi persamaan (1) dan persamaan (4) didapat persamaan (B), (1) – (4)

(

) (

)

( )

! 3 2 . 2 . 4 2 2 3 3 3 x x f x f x x x f x x f ∆ ∂ ∂ + ∂ ∂ ∆ ≈ ∆ − − ∆ + (B)

Substitusi persamaan (A) dan (B) didapat persamaan berikut,

( ) ( )

A B 2 −

(

)

(

) (

) (

) (

)

( )

! 3 . 16 4 2 2 2 2 3 3 3 x x f x x f x x f x x f x x f ∆ ∂ ∂ − ≈ ∆ − + ∆ + − ∆ − − ∆ +

(

)

2

(

) (

2

) (

2

)

2

( )

. 2 3 3 3 x f x x x f x x f x x f x x f ∂ ∂ ∆ − ≈ ∆ − + ∆ + − ∆ − − ∆ +

( )

f

(

x x

)

f

(

x x

)

f

(

x x

) (

f x x

)

x f x ≈− − ∆ + −∆ − +∆ + + ∆ ∂ ∂ ∆ 2 . 2 2 2 2 3 3 3

( )

3 2 1 1 2 3 3 2 2 2 ≈− + + + + ∂ ∂ ∆ fi fi fi fi x f x

(28)

( )

3 2 1 1 2 3 3 2 2 2 x f f f f x f i i i i ∆ + − + − ≈ ∂ ∂ − − + +

( )

3 2 2 1 1 1 2 2 1 3 3 . 1. 1. . x f f f f x f i i i i ∆ + − + − ≈ ∂ ∂ − − + +

∴Terbukti bahwa pendekatan beda hingga untuk turunan ketiga ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ 3 3 x f

adalah sebagai berikut,

( )

3 2 2 1 1 1 2 2 1 3 3 . 1. 1. . x f f f f x f i i i i ∆ + − + − ≈ ∂ ∂ − − + +

2. Dari Tabel 2 diketahui bahwa pendekatan beda hingga untuk turunan orde dua dengan akurasi orde empat adalah sebagai berikut,

( )

2 2 1 1 2 2 2 1 16 30 16 1 . 12 ≈− + − + ++ ∂ ∂ ∆ fi fi fi fi fi x f x

( )

2 2 1 1 2 2 2 . 12 1 16 30 16 1 x f f f f f x f i i i i i ∆ − + − + − ≈ ∂ ∂ − − + +

Diminta: Buktikan persamaan tersebut di atas! Jawab:

Dari deret Taylor dapat disusun persamaan sebagai berikut,

(

) ( )

( )

( )

( )

( )

! 2 . ! 4 2 . ! 3 2 . ! 2 2 . ! 1 2 . 2 4 4 4 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + = ∆ + K (1)

(29)

(

) ( )

( )

( )

( )

( )

! . ! 4 . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 4 4 4 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + = ∆ + K (2)

(

) ( )

( )

( )

( )

( )

! . ! 4 . ! 3 . ! 2 . ! 1 . 4 4 4 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − = ∆ − K (3)

(

) ( )

( )

( )

( )

( )

! 2 . ! 4 2 . ! 3 2 . ! 2 2 . ! 1 2 . 2 4 4 4 3 3 3 2 2 2 n x x f x x f x x f x x f x x f x f x x f n n n ∆ ∂ ∂ + + ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ − = ∆ − K (4)

Substitusikan persamaan (2) dan (3),

(2) + (3)

(

) (

)

( )

( )

( )

! 4 . 2 ! 2 . . 2 . 2 4 4 4 2 2 2 x x f x x f x f x x f x x f ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ≈ ∆ − + ∆ + (A)

Substitusikan persamaan (1) dan (4),

(1) + (4)

(

) (

)

( )

( )

( )

! 4 2 . 2 ! 2 2 . . 2 . 2 2 2 4 4 4 2 2 2 x x f x x f x f x x f x x f ∆ ∂ ∂ + ∆ ∂ ∂ + ≈ ∆ − + ∆ + (B)

Substitusi persamaan (A) dan (B),

( ) ( )

A B . 16 −

(

)

(

) (

) (

)

(

) ( ) (

)

( ) (

)

( )

! 4 . 2 . 16 16 . . 4 16 2 2 . 16 2 2 16 16 4 4 4 2 2 2 x x f x x f x f x x f x x f x x f x x f ∆ ∂ ∂ − + ∆ ∂ ∂ − + − ≈ ∆ − − ∆ + − ∆ − + ∆ +

(

)

(

) (

) (

)

( )

( )

2 2 2 . 12 30 2 2 16 16 x x f x f x x f x x f x x f x x f ∆ ∂ ∂ + ≈ ∆ − − ∆ + − ∆ − + ∆ +

(30)

( )

x f

(

x x

)

f

(

x x

)

f

( )

x f

(

x x

) (

f x x

)

x f + + + + ∂ ∂ 2 16 30 16 2 . 12 2 2 2

(

)

(

)

( )

(

) (

)

( )

2 2 2 . 12 2 16 30 16 2 x x x f x x f x f x x f x x f x f ∆ ∆ + − ∆ + + − ∆ − + ∆ − − ≈ ∂ ∂

∴Terbukti bahwa pendekatan beda hingga untuk turunan kedua ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ∂ ∂ 2 2 x f

untuk akurasi orde empat adalah sebagai berikut,

( )

2 2 1 1 2 2 2 . 12 16 30 16 x f f f f f x f i i i i i ∆ − + − + − ≈ ∂ ∂ − − + +

(31)

4.

Pemodelan Numerik

Pemodelan Numerik dalam bidang Teknik biasanya merupakan pemodelan dari fenomena alam atau kejadian alam yang diformulasikan ke dalam bentuk persamaan Differensial. Sehingga pendekatan yang dilakukan merupakan pendekatan persamaan differensial, yang dasumsikan sebagai persamaan yang menggambarkan kejadian atau fenomena yang mau disimulasikan. Bentuk persamaan diferensial yang didekati biasanya merupakan persamaan diferensial parsial.

Secara umum bentuk persamaan difernsial parsial orde 2 dan 2 dimensi dapat digambarkan sebagai berikut,

0 . . . . . . 2 2 2 2 2 = + + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ ∂ + ∂ ∂ g f y e x d y c y x b x a η η η η η η

Dimana: a, b, c, d, e, f, dan g merupakan fungsi dari variabel x, y dan variabel η.

Secara umum persamaan diferensial parsial dapat dibedakan dalam 3 tipe persamaan sbb,

1. Persamaan Ellips, apabila b2 – 4ac < 0 2. Persamaan Parabola, apabila b2

– 4ac = 0 3. Persamaan Hiperbola, apabila b2 – 4ac > 0

4.1. Persamaan Ellips

Persamaan Poisson dan persamaan Laplace merupakan persmaaan Ellips. Untuk persamaan 2 dimensinya dapat digambarkan sebagai berikut,

Persamaan Poisson: 0 2 2 2 2 = + ∂ ∂ + ∂ ∂ g y x η η

(32)

Persamaan Laplace: 0 2 2 2 2 = ∂ ∂ + ∂ ∂ y x η η

Persamaan Ellips biasanya dipergunakan untuk mensimulasi-kan masalah-masalah yang berhubungan dengan keseimbangan yang bersifat steady karena di dalam persamaan ini tidak ada variabel waktunya, seperti aliran air tanah, defleksi plat karena adanya pembebanan.

4.2. Persamaan Parabola

Persamaan parabola biasanya dipergunakan untuk mensimulasikan perambatan panas dan difusi polutan. Persamaan Parabola 2 dimensi (2-D) ini dapat ditulis sebagai berikut, ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ 2 2 2 2 . y T x T K t T

Dimana: T adalah temperatur atau konsentrasi polutan, K adalah koefisien konduktivitas atau koefisien difusi turbulen, t merupakan variabel waktu, x dan y merupakan variabel jarak. Tujuan dari penyelesaian persamaan parabola di atas adalah untuk mencari perubahan temperatur atau konsentrasi polutan pada waktu dan lokasi yang berbeda.

4.3. Persamaan Hiperbola

Persamaan Hiperbola biasanya dipergunakan untuk mensimulaskan pergerakan gelombang. Persamaan gelombang 2 dimensi (2-D) dapat dipresentasikan sebagai berikut,

(33)

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2 2 . y P x P C t P

Dimana: P merupakan variabel tekanan atau displacement pada lokasi x, y dan waktu t. C merupakan cepat rambat gelombang.

4.4. Skema Penyelesaian Persamaan

Penyelesaian persamaan diferensial sudah dibahas terdahulu, yaitu merupakan penyelesaian dengan cara pendekatan yang menggunakan metode beda hingga atau yang sering disebut Metode Finite-Differences. Dalam menyelesaikan pendekatan persamaan differensial parsial sebenarnya ada tiga metode dasar yang dapat dipergunakan yaitu,

1. Skema Eksplisit 2. Skema Implisit

3. Skema Crank-Nicolson

Dari ketiga skema di atas, dapat dibuat skema umumnya. Misalkan suatu persamaan differensial 22

x T K t T ∂ ∂ = ∂ ∂ . Persamaan ini dapat diselesaikan sebagai berikut,

(

)

⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∆ + − − + ∆ + − = ∆ − −+ + ++ − + + 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 . 1 2 . x T T T x T T T K t T Tin in in in in in in in ϕ ϕ

Dimana: ϕ adalah koefisien tipe dari skema. Harga dari koefisienϕ adalah sebagai berikut,

Skema adalah Explicit apabila ϕ = 1 Skema adalah Implicit apabila ϕ = 0 Skema Crank-Nicolson apabila ϕ = 0.5

(34)

4.5. Penyelesaian Persamaan Differensial

Dari ketiga tipe persamaan differensial, persamaan Ellips, persamaan Parabola dan persamaan Hiperbola, dan dengan menggunakan pendekatan beda hingga seperti yang sudah dibahas terdahulu, dapat dibuat pendekatan beda hingga metode Explicit sebagai berikut.

Persamaan Ellips, 0 2 2 2 2 = ∂ ∂ + ∂ ∂ y x η η 0 2 2 2 1 1 2 1 1 = ∆ + − + ∆ + − + − + − y x j j j i i i η η η η η η

Dimana: i dan j menunjukkan nomor grid ke arah sumbu x dan y. ∆x dan ∆y merupakan lebar grid arah sumbu x dan y. η dapat dimisalkan sebagai tinggi muka air tanah pada suatu aliran air tanah 2 dimensi (2-D) dan akurasi dimensi ruang orde 2.

Persamaan Parabola, ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ 2 2 2 2 . y T x T K t T ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ∆ + − + ∆ + − = ∆ − − + − + + 2 1 , , 1 , 2 , 1 , , 1 , 1 , 2 2 . y T T T x T T T K t T Tinj inj in j inj in j inj inj inj

Dimana: i dan j menunjukkan nomor grid ke arah sumbu x dan y. ∆x dan ∆y merupakan lebar grid arah sumbu x dan y. n menunjukkan nomor grid waktu dan ∆t merupakan lebar grid

(35)

waktu. K menunjukkan koefisien perambatan panas atau koefisien difusi turbulen. T menunjukkan variabel perubahan panas pada lokasi (x, y) dan waktu (t) tertentu dari persamaan parabola 2 dimensi (2-D) dan akurasi dimensi ruang orde 2.

Persamaan Hiperbola, ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ∂ ∂ + ∂ ∂ = ∂ ∂ 2 2 2 2 2 2 2 . y P x P C t P ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ∆ + − + ∆ + − = ∆ + − − − + − + + 2 1 , , 1 , 2 , 1 , , 1 2 2 1 , , 1 , 2 2 . 2 y P P P x P P P C t P P Pinj inj inj in j inj in j inj inj inj

Dimana: i dan j menunjukkan nomor grid ke arah sumbu x dan y. ∆x dan ∆y merupakan lebar grid arah sumbu x dan y. n menunjukkan nomor grid waktu dan ∆t merupakan lebar grid

waktu. C merupakan koefisien cepat rambat gelombang. P menunjukkan perubahan tekanan gelombang pada lokasi (x, y) dan waktu tertentu. Persamaan ini merupakan persamaan Hiperbola 2 dimensi (2-D) dengan akurasi orde 2.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Triatmodjo, Bambang, 1992, Metode Numerik, Beta Offset, Yokyakarta.

Etter, D.M., 1986, Fortran 77 Terstruktur, Bina Aksara, Jakarta.

Djojodihardjo, H., Sudarmo, M.S., 1985, Pengantar Pemrograman

Gambar

Tabel 1. koefisien pemberat pendekatan beda hingga untuk akurasi orde 2

Referensi

Dokumen terkait