• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VENTILASI TAMBANG UNTUK MENGETAHUI KEBUTUHAN OPERASIONAL PENAMBANGAN PADA LUBANG BUKAAN C1D TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS VENTILASI TAMBANG UNTUK MENGETAHUI KEBUTUHAN OPERASIONAL PENAMBANGAN PADA LUBANG BUKAAN C1D TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI PT"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VENTILASI TAMBANG UNTUK MENGETAHUI KEBUTUHAN OPERASIONAL PENAMBANGAN PADA LUBANG BUKAAN C1D

TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI PT. NUSA ALAM LESTARI, KECAMATAN TALAWI, KOTA SAWAHLUNTO,

PROVINSI SUMATERA BARAT

Oleh :

YULIANA AZRAH

TEKNIK PERTAMBANGAN

YAYASAN MUHAMMAD YAMIN PADANG

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI

(STTIND) PADANG

2017

(2)

ANALISIS VENTILASI TAMBANG UNTUK MENGETAHUI KEBUTUHAN OPERASIONAL PENAMBANGAN PADA LUBANG BUKAAN C1D

TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI PT. NUSA ALAM LESTARI, KECAMATAN TALAWI, KOTA SAWAHLUNTO,

PROVINSI SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertambangan

Oleh :

Yuliana Azrah 1310024427115

TEKNIK PERTAMBANGAN

YAYASAN MUHAMMAD YAMIN PADANG

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI

(STTIND) PADANG

2017

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : Analisis Ventilasi Tambang Untuk Mengetahui Kebutuhan Operasional Penambangan pada Lubang Bukaan C1D Tambang Batubara Bawah Tanah di PT. Nusa Alam Lestari, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.

Nama : YULIANA AZRAH

NPM : 1310024427115

Program Studi : Teknik Pertambangan

Padang, Desember 2017 Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Murad MS, M.T Rusnoviandi Lubis, S.T. M.M

NIDN.007116308 NIDK.8824210016

Ketua Program Studi Ketua STTIND Padang

Dr. Murad MS, M.T Riko Ervil, M.T

(4)

ANALISIS VENTILASI TAMBANG UNTUK MENGETAHUI KEBUTUHAN OPERASIONAL PENAMBANGAN PADA LUBANG BUKAAN C1D

TAMBANG BATUBARA BAWAH TANAH DI PT. NUSA ALAM LESTARI, KECAMATAN TALAWI, KOTA SAWAHLUNTO,

PROVINSI SUMATERA BARAT

Nama : Yulyana Azrah

NPM : 1310024427115

Pembimbing I : Dr. Murad MS, M.T

Pembimbing II : Rusnoviandi Lubis, S.T., M.M

ABSTRAK

PT. Nusa Alam Lestari, (PT. NAL) merupakan perusahaan pertambangan dengan melakukan sistem penambangan bawah tanah, menggunakan metode

room and pillar. Penambangan bawah tanah di PT. NAL dilakukan pada 8 lubang

bukaan utama, dengan kondisi dalam lubang yang berbeda-beda. Penelitian dilakukan pada lubang bukaan C1D, dengan tujuan penelitian menganalisis kebutuhan udara yang dialirkan untuk memenuhi kebutuhan udara para pekerja di lokasi C1D dan menganalisis bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas udara di lokasi C1D udara.

Berdasarkan perhitungan, kuantitas udara yang diperlukan pada tambang bawah tanah PT. NAL adalah untuk kebutuhan pernafasan, kebutuhan udara pada

front kerja dan kebutuhan udara untuk penetralan gas methan. Jadi jumlah

kebutuhan udara yang diperlukan di lokasi lubang bukaan C1D untuk 6 orang pekerja sebesar (0,18 m3/detik), udara yang dibutuhkan dalam front kerja sebesar (0.38 m3/detik) dan untuk menetralkan gas methan (0,198 m3/detik) dengan kuantitas udara keseluruhan (3,32 m3/detik). Untuk kualitas udara yang ada pada lubang bukaan C1D yaitu oksigen (O2) 20,7-20,9% dan untuk (CO, H2S, CH4 ) 0% untuk kondisi saat ini baik dan kadar gas-gas pengotor yang terkandung didalamnya masih dibawah NAB yang telah ditentukan perusahaan. Sedangkan untuk temperatur efektif sebesar 22-34oC dan untuk kelembaban relatif 60-99 % untuk kelembaban kurang efektif karena masih ada yang melewati NAB maksimum yang tertulis dalam Kepmen 555K-1995.

(5)

ANALYSIS OF MINE VENTILATION TO KNOW THE OPERATIONAL NEEDS OF MINING ON C1D OPEN HOLE COAL BATUBARA IN PT. NUSA ALAM

LESTARI TALAWI DISTRICT, CITYSAWAHLUNTO, PROVINCE OF WEST SUMATERA

Nama : Yulyana Azrah

Number Of Student : 1310024427115 Advisor I : Dr. Murad MS.MT

Advisor II : Rusnoviandi Lubis, ST.MM

ABSTRACT

PT. Nusa Alam Lestari, (PT NAL) is one of the mining companies that perform underground mining system using room and pillar method. Underground mining activities of PT. NAL was performed on 8 major opening holes, the study was conducted on the C1D opening hole, with the aim of the study analyzing the air requirement being channeled to meet the air requirements of workers at C1D locations and analyzing how the quality and quantity of air conditions at C1D locations.

Based on the calculation of the quantity of air required at underground mine PT. Nusa Alam Lestari is a respiratory requirement coupled with air requirements at the work front and coupled with air requirements for methan gas penetrations. So the amount of air needed in the underground mine PT. Nusa Alam Lestari at the C1D opening hole location for 6 workers (0.18 m3 / sec), the required air in the working front of (0.38 m3 / sec) and for methane gas (0.198 m3 / sec) with the total air quantity (3.32 m3 / sec). For air quality present in C1D openings of oxygen (O2) 20.7-20.9% and for (CO, H2S, CH4) 0% for the present good condition and the levels of impurity gases contained therein are still below NAB which has been determined by the company. As for the effective temperature of 22-34oC and for the relative humidity of 60-99% for less effective moisture because there are still passing through the maximum NAB written in Kepmen 555K-1995.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis telah dimotivasi dan di bantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis dengan tulus hati mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak H. Riko Ervil, M.T. selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

2. Bapak Dr. Murad, M.S.,M.T. selaku ketua Prodi Teknik Pertambangan dan selaku Dosen pembimbing 1.

3. Bapak Rusnoviandi Lubis, S.T.,M.M. selaku Dosen pembimbing 2.

4. Bapak Ir. H Muhammad Fauzi selaku Kepala Teknik Tambang PT. Nusa Alam Lestari.

5. Seluruh Dosen dan Karyawan/Karyawati Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

6. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan Do’a dan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman Mahasiswa/mahasiswi Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang, khususnya Mahasiswa/Mahasiswi dari jurusan Teknik Pertambangan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sebagai pedoman untuk melakukan penelitian.

Padang, Desember 2017

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Rumusan Masalah ... 4

1.5. Tujuan Penelitian ... 4

1.6. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1. Deskripsi Perusahaan ... 5

2.1.2. Sistem Penambangan ... 13

2.1.3. Kegiatan Penambangan ... 13

2.1.4. Ventilasi Tambang ... 14

2.1.5. Gas - Gas Pengotor ... 15

2.1.6. Sistem Ventilasi Tambang ... 19

(8)

2.1.8. Pengukuran Luas Penampang Jalur Udara ... 29

2.1.9. Debit ... 31

2.1.10. Pengukuran Kualitas & Kuantitas Udara ... 32

2.1.11. Penelitian Sebelumnya ... 34

2.2. Kerangka Konseptual... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1. Jenis Penelitian ... 41

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

3.3. Variabel Penelitian ... 42

3.4. Data dan Sumber Data ... 42

3.4.1. Data ... 42

3.4.2. Sumber Data ... 43

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 44

3.6.1. Memperoleh Data ... 44

3.6.2. Teknik Pengolahan Data ... 44

3.6.3. Analisis Data ... 46

3.7. Kerangka Metodologi ... 47

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 49

4.1. Pengumpulan Data ... 49

4.1.1 Data Primer ... 49

4.1.2 Data Sekunder ... 56

(9)

4.2.1. Metode Perhitungan Manual ... 59

4.2.1.1. Perhitungan Luas Penampang ... 59

4.2.1.2. Perhitungan Kebutuhan O2 dan CO2 . ... 61

4.2.1.3. Perhitungan Kuantitas Udara . ... 62

4.2.1.4. Perhitungan Kebutuhan Udara Pada Front Kerja . . 63

4.2.1.5. Kualitas Udara Tambang . ... 65

4.2.2 Persentase Angket Menggunakan Grafik ... 65

4.2.2.1. Persentase Tingkat Kelelahan Pekerja Berdasarkan Udara Untuk Pekerja Pada Front Kerja. ... 65

BAB V ANALISA DATA ... 67

5.1. Perhitungan Manual Analisis Ventilasi Tambang ... 67

5.1.1. Analisa Perhitungan Kuantitas Udara ... 68

5.1.2. Analisa Perhitungan Kebutuhan Udara pada Front Kerja ... 68

5.1.3. Analisa Kualitas Udara Tambang ... 69

5.2. Persentase Angket Menggunakan Grafik ... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

6.1. Kesimpulan ... 71

6.2. Saran ... 72 DAFTAR KEPUSTAKAAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Gas Dalam Udara... 26

Tabel 2.2 Kebutuhan Udara Pernafasan ... 26

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 42

Tabel 4.1 Pengukuran Geometri Lubang Bukaan Setengah Lingkaran ... 49

Tabel 4.2 Pengukuran Geometri Lubang Bukaan Three Piece Set ... 50

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Gas-Gas Tambang ... 50

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Temperatur & Kelembaban ... 51

Tabel 4.5 Kecepatan Udara Pada Lubang Bukaan C1D ... 52

Tabel 4.6 Persentase Jawaban Tingkat Kelelahan Pekerja ... 55

Tabel 4.7 Tenaga Kerja Kegiatan Penambangan ... 57

Tabel 4.8 Persentase Jawaban Tingkat Kelelahan Pekerja ... 66

Tabel 5.1 Kuantitas Udara Yang Ada Pada Lubang Bukaan C1D ... 68

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah ... 7

Gambar 2.2 Peta Geologi ... 8

Gambar 2.3 Statigrafi dan Litologi ... 12

Gambar 2.4 Metode Room And Pillar ... 13

Gambar 2.5 Batubara Yang Telah Ditambang ... 14

Gambar 2.6 Aliran Udara Pada Peranginan Alami ... 20

Gambar 2.7 Simple Forcing System ... 22

Gambar 2.8 Simple Exhaust System ... 23

Gambar 2.9 Temperatur Efektif ... 24

Gambar 2.10 Hubungan Antara Efisiensi Kerja dan Temperatur Efektif .. 25

Gambar 2.11 Penampang Lubang Bukaan Setengah Lingkaran ... 29

Gambar 2.12 Persegi Panjang ... 30

Gambar 2.13 Penampang Lubang Bukaan Trapesium ... 30

Gambar 2.14 Kerangka Konseptual ... 40

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 47

Gambar 4.1 Gas Detector & Digital Psycometer ... 51

Gambar 4.2 Diagram Persentase Berdasarkan Usia ... 53

Gambar 4.3 Diagram Persentase Berdasarkan Unit Kerja ... 53

Gambar 4.4 Diagram Persentase Berdasarkan Lama Bekerja di PT. NAL ... 54

Gambar 4.5 Diagram Persentase Berdasarkan Lama Bekerja di TBT ... 54

(12)

Gambar 4.7 Spesifikasi Fan/Blower ... 56 Gambar 4.8 Penampang Lubang Bukaan Arcis/ Setengah Lingkaran ... 59 Gambar 4.9 Penampang Persegi Panjang ... 60 Gambar 4.10 Penampang Lubang Bukaan Trapesium/Three Piece Set .... 60 Gambar 5.1 Persentase Jawaban Tingkat Kelelahan Pekerja ... 70

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Peta Izin Usaha Pertambangan PT. Nusa Alam Lestari Lampiran II Peta Topografi/Situasi Penambangan dan Kegunaan Lahan Lampiran III Peta Kemajuan Lubang PT. Nusa Alam Lestari

Lampiran IV Peta Sketsa Lubang C1D

Lampiran V Hasil Pengukuran Temperatur & Kelembaban

Lampiran VI Perhitungan Luas Penampang, Perhitungan Kuantitas Udara dan Perhitungan Kebutuhan Udara Untuk Pekerja pada Front Kerja Lampiran VII Spesifikasi Mesin Angin yang di Gunakan

Lampiran VIII Form Pengukuran Data Kualitas Udara

Lampiran IX Form Pengukuran Data Lapangan Temperatur & Kelembaban Lampiran X Data Lapangan Perhitungan Luas Penampang

Lampiran XI Angket Tingkat Kelelahan Pekerja Lampiran XII Jadwal Penelitian

Lampiran XIII Dokumentasi Lapangan

Lampiran XIV Curah Hujan PT. Nusa Alam Lestari

Lampiran XV Standard Operating Prosedure Gas & Temperatur Monitoring PT. Nusa Alam Lestari

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara umum pengertian tambang bawah tanah adalah suatu sistem penambangan untuk mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di bawah tanah. Pada tambang bawah tanah seluruh aktivitas penambangan tidak berhubungan langsung dengan udara terbuka karena masalah yang terkait dengan ledakan pada lubang tambang. PT. Nusa Alam Lestari, (PT. NAL) merupakan salah satu perusahaan pertambangan yang melakukan sistem penambangan bawah tanah dengan menggunakan metode room and pillar. PT. NAL melakukan penambangan batubara menggunakan alat semi mekanis yaitu jack hammer dengan alat angkut lori yang ditarik menggunakan sling dengan bantuan motor

hoist untuk meletakkan batubara pada lokasi stockpile sementara yang letaknya

tidak jauh dari lubang bukaan.

Kegiatan penambangan bawah tanah PT. NAL dilakukan pada 8 lubang bukaan utama yaitu lubang C1C, C1D, C1E, C1B, C1F, C1G, C1H, C1I dengan kondisi dalam lubang yang berbeda-beda. Kondisi udara pada lubang bukaan C1D yang menjadi lokasi penelitian, udara yang ada sangat terbatas serta tidak

didukung sirkulasi yang baik akibat aktivitas penambangan yang menyebabkan debu sehingga sangat penting adanya sistem ventilasi yang baik dalam tambang bawah tanah. Apabila tidak ada sistem ventilasi yang baik dalam tambang bawah tanah maka kemungkinan besar para pekerja akan susah bernafas dan yang

(15)

terburuk bisa menyebabkan kematian. Dengan adanya sistem ventilasi yang baik dalam tambang bawah tanah maka para pekerja akan nyaman serta menerima udara yang baik ketika bekerja.

Pada tambang batubara bawah tanah PT. NAL pada lubang bukaan C1D yang paling penting ditinjau dari segi keselamatan adalah jumlah pekerja, jumlah emisi gas methan yang harus diencerkan, temperatur, kelembaban, pemantauan kodisi kualitas udara dan pemantauan persediaan udara segar pada front kerja untuk kelangsungan kegiatan penambangan.

PT. NAL dari segi ventilasi pada lokasi lubang bukaan C1D menggunakan sistem ventilasi sistem hembus (forcing system) dengan rangkaian seri. Pada peninjauan awal di lapangan masih ditemui beberapa masalah seperti kurangnya jalur ventilasi alami (pintu angin), jalur evakuasi dikanan dan kiri karena disebelah kanan dan kiri ada bekas lubang bukaan yang ambruk sehingga mengurangi sirkulasi udara yang terdapat pada lubang bukaaan C1D, terjadi kebocoran disepanjang pipa/duck ventilasi mengurangi kuantitas udara dilokasi C1D yang disebabkan pipa duck/host yang robek dengan beberapa robekan yang berukuran ± 5 cm dan 10 cm.

Dengan kondisi kualitas dan kuantitas udara yang berubah-ubah dari normal sampai adanya udara yang bercampur gas-gas berbahaya. Serta adanya debu yang berterbangan, hal ini dapat membahayakan kesehatan para pekerja dan mengganggu aktivitas penambangan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian pada lubang bukaan C1D terhadap beberapa parameter yang meliputi kondisi kualitas dan kuantitas udara di lubang C1D, dan perhitungan kebutuhan udara

(16)

yang jelas pada front kerja untuk memenuhi kebutuhan udara para pekerja di lubang C1D. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik mengambil judul

“Analisis Ventilasi Tambang Untuk Mengetahui Kebutuhan Operasional

Penambangan pada Lubang Bukaan C1D Tambang Batubara Bawah Tanah di PT. Nusa Alam Lestari (NAL) Site Sapan Dalam, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat”.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah yaitu: 1. Berubah-ubahnya kondisi kualitas udara di lokasi C1D.

2. Terbatasnya persediaan udara pada front kerja di lokasi C1D.

3. Kurangnya pintu angin alami sehingga mengurangi sirkulasi udara di lokasi C1D.

4. Adanya kebocoran disepanjang pipa/duck ventilasi mengurangi kuantitas udara di lokasi C1D.

5. Adanya debu batubara yang beterbangan pada tambang bawah tanah dapat membahayakan kesehatan pekerja tambang di lokasi C1D.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan secara terstruktur, terorganisir dan mencapai sasarannya, maka dalam penelitian ini perlu adanya batasan masalah, yaitu:

1. Penelitian ini hanya dibatasi untuk menganalisis kebutuhan udara pekerja pada front kerja di lokasi C1D.

(17)

2. Pelaksanaan penelitian ini dibatasi untuk menganalisis kondisi kualitas dan kuantitas udara di lokasi C1D.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka rumusan masalah, yaitu: 1. Berapa kebutuhan udara yang dialirkan untuk memenuhi kebutuhan udara

para pekerja pada front kerja di lokasi C1D?

2. Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas udara di lokasi C1D ? 1.5 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kebutuhan udara yang dialirkan untuk memenuhi kebutuhan udara para pekerja pada front kerja di lokasi C1D.

2. Menganalisis bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas udara di lokasi C1D. 1.6 Manfaat Penelitian

1. Bagi Perusahaan

Diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi PT. NAL sebagai bahan masukan untuk perusahaan dalam penerapan Ventilasi tambang pada lubang bukaan tambang batubara bawah tanah.

2. Bagi Penulis

Penulis dapat menerapkan ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan sehingga dapat diaplikasikan dalam bentuk nyata.

3. Bagi STTIND

Dengan dilakukannya prapenelitian ini diharapkan apa yang penulis tulis dapat bermanfaat dan menjadi panduan bagi mahasiswa jurusan teknik pertambangan STTIND selanjutnya.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Landasan teori terdiri dari seluruh referensi-referensi, konsep-konsep dan kerangka penelitian yang didukung oleh teori-teori ilmiah, yang diperoleh dari kepustakaan maupun teori yang ada yang berhubungan dengan judul penelitian. 2.1.1. Deskripsi Perusahaan

2.1.1.1. Sejarah PT. Nusa Alam Lestari (NAL)

PT. Nusa Alam Lestari (NAL) adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan batubara. Pada tahun 2004 PT. Nusa Alam Lestari memulai kegiatan penambangan dengan eksplorasi lanjutan PT. Bukit Asam Persero Tbk. Pada tahun 2006 PT. Nusa Alam Lestari Mendapatkan perizinan untuk melakukan kegiatan penambangan dan bekerja sama dengan kontraktor PT. Arka Ananta untuk melakukan kegiatan penambangan menggunakan metode tambang terbuka (Open Pit).

PT. Arka Ananta melakukan kegiatan penambangan tanpa melakukan kegiatan peledakan sehingga menyebabkan produksi tidak maksimal, pada tahun 2008 PT. Nusa Alam Lestari mengambil alih langsung untuk melakukan kegiatan penambangan dengan menggunakan kegiatan peledakan dan berakhir pada tahun 2011 dikarenakan sudah tidak ekonomis lagi dilakukan tambang terbuka. Dari tahun 2011 PT. Nusa Alam Lestari melanjutkan kegiatan penambangan menggunakan metode tambang bawah tanah dikarenakan masih banyak cadangan

(19)

batubara. Cadangan batubara yang terdapat pada PT. Nusa Alam Lestari terdapat beberapa lapisan diantaranya lapisan batubara seam A1, akhir tahun 2013 seam A1 habis dan dilanjutkan dengan penambangan seam C1.

2.1.1.2. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Wilayah kerja PT. NAL terletak didaerah Sapan Dalam, Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Dengan luas wilayah 100 Ha, secara geografis daerah penambangan terletak pada koordinat antara 00o 36’ 45,85’’– 00o 37’ 12,10’’ LS dan 100o 45’ 48,19’’ BT–100o 46’ 48,20’’ BT, dengan batas lokasi kegiatan sebelah Utara berbatasan dengan PT. PSPN, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto.

Lokasi tambang dapat dicapai dengan menggunakan jalan darat dari Padang, Ibukota Provinsi Sumatera Barat, dengan jarak 118 km atau sekitar 3 jam perjalanan ke Kota Sawahlunto dan dilanjutkan ke lokasi penambangan dengan jarak 22 km. Lokasi tersebut bisa ditempuh dengan kendaraan roda 2 (dua) ataupun kendaraan roda 4 (empat), dapat dilihat pada gambar 2.1.

(20)

Sumber:PT. Nusa Alam Lestari

Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah 2.1.1.3. Iklim dan Curah Hujan

Daerah tambang PT. NAL beriklim tropis dengan suhu berkisar antara 22°C sampai 33°C dan terbagi dalam dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Data curah hujan ini penting dalam kegiatan penambangan terutama kegiatan pengangkutan dan ketersedian air tanah. Hal ini disebabkan tanah di daerah penelitian adalah tanah lempung pasiran yang akan dipengaruhi oleh hujan. Dapat dilihat pada (lampiran XIV).

2.1.1.4 . Kondisi Geologi dan Endapan 2.1.1.4.1. Kondisi Umum Geologi

Edapan batubara terjadi pada kala oligosen yang diendapkan dalam cekungan antara gunung (inter mountain basin) yang dikenal dengan cekungan ombilin dan mempunyai luas ± 800 Km² yang berkembang sejak zaman awal

(21)

tersier memanjang pada arah barat sampai tenggara, searah dengan struktur geologi yang banyak terdapat patahan (fault) dan lipatan (fold).

Batubara yang ditambang sekarang ini terletak pada bagian barat cekungan ombilin dan terdapat pada formasi batuan yang dikenal dengan nama formasi Silungkang, Formasi Silungkang termasuk batuan pra-tertier yang tersingkap. Secara umum lapisan tanah penutup batubara terdiri dari batulempung (clay

stone), batupasir (sand stone), batulanau (silt stone).

Formasi Silungkang secara petografi formasi ini masih dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu: satuan lava andesit, satuan lava basalt, satuan tufa andesit dan satuan tufa basalt. Umur dari formasi ini diperkirakan perm sampai trias. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.2.

Sumber:PT. Nusa Alam Lestari

(22)

2.1.1.4.2. Litologi

Daerah Sapan Dalam terdiri dari empat satuan batuan yaitu batupasir

(sandstone), batulempung (claystone), batulanau (siltstone), dan batubara (coal).

2.1.1.4.3 Morfologi

Secara umumnya morfologi daerah penyelidikan dapat digolongkan sebagai perbukitan yang rendah sampai terjal, dengan kemiringan lereng berkisar antara 50-300, yang dikontrol oleh litologi berupa rijang, metagamping, lava, breksi, batulanau, batulempung, batupasir, dan struktur sesar. Sedangkan pada kawasan yang berupa dataran mempunyai sudut kemiringan lereng berkisar antara 00-40, dengan litologi batupasir, batulempung, serta rombakan dari batuan yang lebih tua.

Ketinggian bukit berkisar antara 140 m-300 m dari permukaan laut. Lereng-lereng perbukitan umumnya cukup terjal dengan kemiringan lereng berkisar antara 300 hingga 500.

2.1.1.4.4. Stratigrafi

Secara Regional stratigrafi daerah Sawahlunto dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu komplek batuan Pra-Tertier dan komplek batuan tertier. 1) Komplek batuan Pra-Tertier terdiri dari:

a. Formasi Silungkang

Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh Klompe, Katili dan Sukender pada tahun 1958 dalam penelitian bambang. Secara petografi formasi ini masih dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu: satuan lava andesit,

(23)

satuan lava basalt, satuan tufa andesit dan satuan tufa basalt. Umur dari formasi ini diperkirakan perm sampai trias.

b. Formasi Tuhur

Formasi ini dicirikan oleh lempung abu-abu kehitaman, berlapis baik, dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu gamping. Diperkirakan formasi ini berumur trias.

2) Komplek batuan Tertier terdiri dari: a. Formasi Sangkarewang

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastoyo dan Silitonga pada 1975 dalam penelitian bambang. Formasi ini terutama terdiri dari serpih gampingan sampai napal berwarna coklat kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan. Formasi ini diperkirakan berumur eosen-oligosen.

b. Formasi Sawahlunto

Menurut R.P.Koesoemadinata dan Th. Matasak pada 1979 dalam penelitian bambang. Formasi ini merupakan formasi yang paling penting karena mengandung lapisan batubara. Formasi ini dicirikan oleh batulanau, batulempung dan batubara yang berselingan satu sama lain. Diperkirakan formasi ini berumur oligosen.

c. Formasi Sawah Tambang

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastoyo dan Silitonga pada tahun 1975 dalam penelitian bambang. Bagian bawah dari formasi ini dicirikan oleh beberapa siklus endapan yang terdri dari batupasir

(24)

konglomerat, batulanau dan batulempung. Bagian atas pada umumnya didominasi oleh batupasir konglomerat tanpa adanya sisipan lempung atau batulanau. Umur dari formasi ini diperkirakan lebih tua dari miosen bawah. d. Formasi Ombilin

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastoyo dan Silitonga pada tahun 1975 dalam penelitian bambang. Formasi ini terdiri dari lempung gampingan yang berwarna abu-abu kehitaman, berlapis tipis dan mengandung fosil. Umur dari formasi ini diperkirakan miosen bawah.

e. Formasi Ranau

Nama ini pertama kali diusulkan oleh Marks pada tahun 1961 dalam penelitian bambang.Satuan ini terdiri dari tufa batu apung berwarna abu-abu kehitaman. Umur dari formasi ini diperkirakan pleistosen.

(25)

AGE UNIT THIC KNEE S GRAPHI C LOG DESCRIPTION T E R T I A R Y OLI OCEN R ASAU MEMB ER S AW AH TAMBAN G F ORMATI ON Conglomeratic sandstone,

quartz, whithish grey, pebbles at the best grading to sandstone toward the top, interbedded

with gray shales, shows

erosional surfaces. S AW AH LUN T O FOR MATI ON 126 M

Shale, greyish brown,

concoidal, fractures, dense Coal, black, shaley, fractured, with sanstone at base siltstone, grey, dense.

Coaly shale

Coal, black, within terbedded gray siltstone and coaly clays shale, grey, dense, mudstone, siltstone, occasional sandstone. Coal, black, shaly, dense Silstone, brown, dense

Sandstone, quartz, brown,

carbonaceus, dense. Siltstone, brown, dense

Siltstone, gradingdownward

into brown shal.

P ALE OCE NE BR AN I F ORMATI ON Conglomeratic sandstone,

greenish red, contains quartz, feldspar, limestone fragments, well sorted, hard, dense.

P R A T E R T I A R Y Sumber: PT. Nusa Alam Lestari 2006

Gambar 2.3 Statigrafi dan Litologi 2.1.1.4.5. Batubara Sapan Dalam

Endapan batubara perambahan berada pada formasi Sawahlunto berumur tersier di dalam cekungan ombilin, yang terdiri dari tanah penutup, batulempung (claystone), batulanau (siltstone), batupasir (sandstone), dan batubara

(26)

(coalyclay). Endapan batubara tersebut memiliki lapisan utama yang mengandung batubara yaitu:

1. Seam A1 dengan ketebalan 2.2 m – 2.8 m 2. Seam C1 dengan ketebalan 2.1 m – 2.5 m 3. Seam C2 dengan ketebalan 4.0 m – 4.5 m 2.1.2. Sistem Penambangan

Sistem penambangan yang dilakukan di PT. NAL adalah tambang bawah tanah. Dengan menggunakan metode penambangan room and pillar, room and

pilar adalah sebuah metode open stoping dimana kemajuan penambangan pada

lapisan batubara yang datar atau dengan sudut kemiringan kecil menghasilkan ruangan-ruangan (rooms) dan tiang-tiang (pillars) dari batubara yang ditinggalkan yang berfungsi sebagai penyangga untuk menahan beban material diatasnya dapat dilihat pada gambar 2.4.

Sumber:Erlangga Endri O,2010:20

Gambar 2.4 Metode Room And Pillar 2.1.3. Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan pada PT. NAL dilakukan dengan penambangan bawah tanah menggunakan alat semi mekanis jack hammer untuk pengambilan batubara kemudian batubara diangkut menggunakan skop untuk memindahkan

(27)

batubara kedalam lori untuk meletakkan batubara ke stockpile sementara dengan menggerakkan sling yang ditarik meggunakan motor hoist, seperti gambar 2.5.

Sumber:Dokumentasi Penulis

Gambar 2.5 Batubara Telah di Tambang 2.1.4. Ventilasi Tambang

Ventilasi tambang adalah usaha pengendalian terhadap pergerakan udara atau aliran udara tambang, termasuk didalamnya adalah jumlah, mutu dan arah alirannya. Adapun tujuan utama dari ventilasi tambang adalah menyediakan udara segar dengan kuantitas dan kualitas yang cukup baik, kemudian mengalirkan serta membagi udara segar tersebut ke dalam tambang sehingga tercipta kondisi kerja yang aman dan nyaman baik pada para pekerja tambang maupun proses penambangan.

2.1.4.1. Fungsi Ventilasi Tambang Ventilasi tambang berfungsi untuk:

1. Menyediakan dan mengalirkan udara segar kedalam tambang untuk keperluan menyediakan udara segar (oksigen) bagi pernapasan para pekerja dalam

(28)

tambang dan juga bagi segala proses yang terjadi dalam tambang yang memerlukan oksigen.

2. Melarutkan dan membawa keluar dari tambang segala pengotor dari gas-gas yang ada didalam tambang hingga tercapai keadaan kandungan gas dalam udara tambang yang memenuhi syarat bagi pernapasan.

3. Menyingkirkan debu yang berada dalam aliran ventilasi tambang bawah tanah hingga ambang batas yang diperkenankan.

4. Mengatur panas dan kelembapan udara ventilasi tambang bawah tanah sehingga dapat diperoleh suasana/ lingkungan kerja yang aman.

2.1.4.2. Prinsip Ventilasi Tambang

Pada pengaturan aliran udara dalam ventilasi tambang bawah tanah, berlaku hukum alam bahwa:

1. Udara akan mengalir dari kondisi bertemperatur rendah ke temperatur panas. 2. Udara akan lebih banyak mengalir melalui jalur-jalur ventilasi yang

memberikan tahanan yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur bertahanan yang lebih besar.

3. Hukum-hukum mekanika fluida akan selalu diikuti dalam perhitungan dalam ventilasi tambang.

2.1.5. Gas-gas Pengotor

Macam gas-gas pengotor dalam tambang bawah tanah yaitu: 1. Karbondioksida (CO2)

Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau dan tidak mendukung nyala api dan bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya

(29)

selalu terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal kandungan CO2 adalah 0,03%. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bagian bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran ventilasi, juga pada dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 berasal dari hasil pembakaran, hasil peledakan atau dari lapisan batuan dan dari hasil pernafasan manusia. Kombinasi CO2 dan udara biasa disebut dengan ‘blacdamp’.

2. Methan (CH4)

Gas methan ini merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. Campuran gas methan dengan udara disebut ‘Firedamp’. Apabila kandungan methan dalam udara tambang bawah tanah mencapai 1% maka seluruh hubungan mesin listrik harus dimatikan. Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara dan karenanya selalu berada pada bagian atas dari jalan udara. Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Gas methan ini akan tetap berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya. Terhadap kandungan gas methan yang masih terperangkap dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan penyedotan dari gas methan tersebut dengan pompa untuk dimanfaatkan.

3. Karbon Monoksida (CO)

Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan

(30)

pada saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap haemoglobin darah, sehingga sedikit saja kandungan gas CO dalam udara akan segera bersenyawa dengan butir-butir haemoglobin (COHb) yang akan meracuni tubuh lewat darah. Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan karena sifatnya yang kumulatif.

4. Hidrogen Sulfida (H2S)

Gas ini sering juga disebut ‘stinkdamp’ (gas busuk) karena baunya seperti bau telur busuk. Gas ini tidak bewarna, merupakan gas racun dan dapat meledak, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang. Gas ini mempunyai berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang sangat beracun dengan ambang batas (TLV-TWA) sebesar 10 ppm pada waktu selama 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah 15 ppm. Walaupun gas H2S mempunyai bau yang sangat jelas, namun kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksi gas H2S terhadap syaraf penciuman. Pada kandungan H2S = 0,01 % untuk selama waktu 15 menit, maka kepekaan manusia akan bau ini sudah akan hilang. 5. Sulfur Dioksida (SO2)

Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa terbakar. Merupakan gas racun yang terjadi apabila ada senyawa belerang yang terbakar. Lebih berat dari pada udara dan akan sangat membantu pada mata, hidung dan tenggorokan. Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas =

(31)

2 ppm (TLV-TWA) atau pada waktu terendah yang singkat (TLV-STEL) = 5 ppm.

6. Nitrogen Oksida (NO)

Gas nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’, namun pada keadaan tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat beracun. Terbentuknya dalam tambang bawah tanah sebagai hasil peledakan dan gas buang dari motor bakar. NO merupakan gas yang lebih sering terdapat dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan 5 ppm, baik untuk waktu terendah singkat maupun untuk waktu 8 jam kerja. Oksida nitrogen yang merupakan gas racun ini akan bersenyawa dengan kandungan air dalam udara membentuk asam nitrat, yang dapat merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia.

7. Gas Pengotor Lain

Gas yang dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas hidrogen yang dapat berasal dari proses pengikisan aki (battery) dan gas-gas yang biasa terdapat pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.

2.1.5.1.Perilaku Dinamik Partikel Debu

Bebu yang dihasilkan dalam operasi tambang bawah tanah dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi para pekerjanya. Partikel debu yang sering dijumpai di alam biasanya terdiri dari partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari pada 40 μm. Sedangkan partikel terkecil yang dapat dilihat melalui mikroskop adalah 0,25 μm. Kurang lebih 80% debu hasil dari operasi tambang mempunyai ukuran partikel sekitar dibawah 1 μm.

(32)

Partikel debu, baik yang dapat menimbulkan efek patologis atau terbakar, umumnya berukuran lebih kecil dari 10 μm. Sedangkan partikel debu yang lebih kecil dari 5 μm diklasifikasikan sebagai sebagai debu yang terhisap. Partikel debu dengan ukuran lebih besar dari 10 μm sangat sulit untuk tersuspensi di udara dalam waktu yang lama, kecuali kecepatan aliran udara sangat tinggi. Sedangkan partikel debu yang sering dijumpai di tambang bawah tanah mempunyai ukuran rata-rata antara 0,5-3 μm. Partikel debu dengan ukuran dibawah 10 μm, yang berbahaya bagi kesehatan, tidak mempunyai inertia sehingga akan tersusun di aliran udara.

2.1.6. Sistem Ventilasi Tambang

Peranginan tambang dalam dapat dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem ventilasi alami (natural ventilation system) dan sistem ventilasi mekanis

(mechanical ventilation system).

1. Sistem Ventilasi Alami (Natural Ventilation System).

Peranginan alami adalah suatu peranginan yang mengalirkan udara kedalam tambang dengan memanfaatkan keadaan dan tenaga alam. Mengalirnya udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara jalan udara yang masuk dengan jalan udara yang keluar. Setiap kenaikan atau penurunan temperatur sebesar 1oC, semua jenis gas akan memuai atau menyusut sebesar 1/273 kali volumenya pada 0oC. Dengan kata lain, berat per satuan volume akan bertambah atau berkurang sebesar 1/273 kali. Temperatur di permukaan (di luar

pit) berubah secara drastis tergantung dari musim. Dalam satu hari, temperatur di

(33)

di dalam pit pada kedalaman tertentu hampir tidak ada perubahan yang besar sepanjang 4 musim atau malam dan siang. Temperatur di dalam pit yang panas buminya tidak tinggi, pada musim panas lebih rendah dari pada temperatur udara luar. Sehingga, apabila terdapat perbedaan temperatur intake airway dan return

airway yang ketinggian mulut pit intake dan out take nya berbeda, akan timbul

perbedaan kerapatan udara di dalam dan di luar pit atau udara di intake airway dan return airway akibat temperatur, sehingga membangkitkan daya ventilasi. Penyebab yang dapat membangkitkan daya ventilasi adalah sebagai berikut:

a. Perbedaan tinggi mulut pit intake dan outtake b. Perbedaan tempetarur intake dan return airway

c. Perbedaan temperatur di dalam dan luar pit d. Komposisi udara di dalam pit.

e. Tekanan atmosfir

Pada suatu pit yang mempunyai 2 buah mulut pit yang ketinggiannya berbeda seperti gambar di bawah, dimana pada musim panas temperatur di dalam pit lebih rendah dari pada temperatur luar, maka udara di dalam pit menjadi lebih berat dari pada udara di luar pit yang sama-sama mempunyai tinggi L, sehingga mulut pit bawah menjadi outtake/exhaust. Pada musim dingin terjadi, seperti gambar 2.6.

Sumber:Bambang Heriyadi Ventilasi Tambang (2002:38)

(34)

2. Sistem Ventilasi Mekanis (Mechanical Ventilation System).

Peranginan mekanis adalah suatu peranginan yang mengalirkan udara ke dalam tambang dengan menggunakan mesin angin sebagai alat untuk memberikan perbedaan tekanan. Ventilasi sistem mekanis berdasarkan tekanannya dibedakan menjadi dua, yaitu: sistem Forcing dan sistem Exhaust.

a. Sistem Hisap (Exhaust System)

Pada ventilasi sistem exhaust mesin angin induk diletakkan pada jalan udara keluar. Dengan adanya hisapan mesin angin ini maka tekanan udara di dalam tambang akan mengecil dan udara dari luar tambang yang bertekanan besar akan masuk kedalam tambang. Setelah melalui tempat kerja maka udara akan menjadi kotor dan dihisap oleh mesin angin untuk dialirkan keluar tambang. b. Sistem Hembus (Forcing System)

Pada sistem ini mesin angin induk diletakkan pada jalan udara masuk. Mesin angin ini akan menekan udara kedalam tambang sehingga udara mengalir melalui jalan-jalan udara didalam tambang.

3. Sistem Ventilasi Bantu (Auxilary Ventilation System)

Sistem ventilasi bantu sangat diperlukan pada tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh ventilasi induk. Sistem ventilasi bantu ini biasanya dipergunakan pada pekerjaan persiapan atau pembuatan lubang maju. adapun tujuan dari sistem ini adalah:

a. Mengalirkan udara kelubang-lubang buntu baik pada pekerjaan persiapan ataupun penambangan.

(35)

b. Mengencerkan gas-gas dan debu yang ada dilubang tersebut sampai ambang batas yang diizinkan.

Auxilary ventilation dapat dilakukan dengan cara hembus sederhana (simple forcing), isap sederhana (simple exhaust), dan gabungan dari keduanya (overlap).

1. Sistem Hembus /Tiup Sederhana (Simple Forcing).

Pada sistem ini udara bersih dihembuskan dengan mesin angin bantu melalui pipa ventilasi kepermuka kerja dengan kecepatan tertentu dan diletakkan searah operator dengan maksud agar operator selalu menghirup udara bersih. Sistem ini biasa digunakan pada pembuatan lubang secara manual yaitu dengan pemboran dan peledakan. Jarak maksimum antara ujung pipa ventilasi dengan permuka kerja 15 m.

Keuntungan dari sistem ini adalah efektif untuk mengencerkan gas-gas dan debu berbahaya di dalam tambang, serta semua pipa ventilasi dapat dipakai dan pengecekan kebocoran lebih mudah.

Kerugiannya yaitu udara yang sudah bercampur dengan debu dan gas akan berbalik arah mengalir melewati para pekerja dan menyebar di dalam tambang, dapat dilihat pada gambar 2.7.

Sumber:Bambang Heriyadi Ventilasi Tambang (2002:56)

(36)

2. Sistem Hisap/Sedot Sederhana (Simple Exhaust).

Pada sistem ini udara kotor pada permuka kerja (front) akan dihisap oleh pipa angin sehingga udara bersih akan mengalir melalui lubang persiapan ke permuka kerja. Sistem peranginan ini biasanya digunakan untuk pembuatan lubang persiapan secara mekanis, dimana kadar debu lebih dominan dari kadar gas tambang.

Keuntungan dari sistem ini antara lain udara kotor langsung diisap melalui pipa ventilasi sehingga tidak menganggu pekerja dan operator. Dan pada mesin angin bantu dapat dipasang dust colector sehingga kandungan debunya dapat diturunkan.

Kerugiannya sistem ini adalah kurang efektif untuk mengencerkan gas-gas berbahaya di dalam tambang dan membersihkan asap pada pembuatan lubang persiapan, dapat dilihat pada gambar 2.8.

Sumber:Bambang Heriyadi Ventilasi Tambang (2002:56)

Gambar 2.8 ( Simple Exhaust System) 3. Sistem Kombinasi Hembus dan Isap (Overlap System).

Sistem overlap merupakan kombinasi antara simple forcing dengan simple

exhaust, pada sistem ini udara bersih dihembuskan oleh mesin angin bantu

kepermuka kerja dan udara kotor diisap oleh mesin angin bantu yang lainnya. Pada mesin angin bantu isap biasanya dilengkapi dengan dust colectort.

(37)

2.1.6.1.Temperatur Efektif

Perbedaan antara temperatur cembung kering dan cembung basah meyatakan faktor kenyamanan di dalam udara lembab. Agar seseorang dapat bekerja dengan nyaman dilingkungan udara dengan kelembaban relatif 80% diperlukan perbedaan td-tw 50F (2,80C). Kecepatan aliran udara merupakan faktor utama dalam mengatur kenyamanan lingkungan kerja. Kecepatan aliran udara sebesar 150–500 fpm (0,8–2,5 m/detik) dapat memperbaiki tingkat kenyamanan ruang kerja yang panas dan lembab. Dalam menduga temperatur efektif dari suatu kondisi td-tw serta kecepatan aliran udara tertentu dapat menggunakan grafik yang ditunjukkan pada gambar 2.9.

Sumber:Bambang Heriyadi Ventilasi Tambang (2002:31)

Gambar 2.9 Temperatur Efektif

Efisiensi kerja seseorang bergantung langsung kepada temperatur ambient dan akan berkurang/menurun bila temperaturnya berada diluar rentang 68-720F

(38)

hubugan antara efisiensi kerja dengan temperatur efektif dapat dilihat pada gambar 2.10.

Sumber:Bambang Heriyadi Ventilasi Tambang (2002:29)

Gambar 2.10 Hubungan Antara Efisiensi Kerja dan Temperatur Efektif 2.1.7. Pengontrol Udara Penambangan Bawah Tanah

Untuk menciptakan udara tambang bawah tanah yang bersih maka, udara yang harus dialirkan kedalam tambang dengan kecepatan tertentu sesuai dengan luas bukaan tambang per satuan waktu supaya diperoleh lingkungan kerja yang aman dan nyaman dapat dilakukan dengan cara pengontrolan terhadap kuantitas dan kualitas dari udara tambang.

1. Pengendalian Kualitas Udara Tambang Dalam

Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang terdiri dari: nitrogen, oksigen, karbondioksida, argon dan kualitas udara meliputi: kandungan gas, kandungan debu, temperatur dan kelembaban udara. Standart udara yang diperkenakan adalah udara yang mempunyai komposisi sama atau mendekati komposisi atmosfer pada keadaan normal di atas permukaan laut yang mempunyai volume dan berat berbeda-beda. kandungan gas dalam udara dapat dilihat pada tabel dibawah.

(39)

Tabel 2.1

Kandungan Gas Dalam Udara

Kandungan Gas Komposisi

% Volume % Berat

Nitrogen (N2) 78,9 75,55

Oksigen (O2) 20,95 23,13

Karbonmonoksida (CO2) 0,03 0,05

Argon (Ar) 0,93 1,27

Sumber: Howard l. Hartman,(1997:12)

Dalam sistem pernafasan manusia, oksigen dihisap dan karbon dioksida dilepaskan sebagai hasil sisa dari pernafasan. Kebutuhan oksigen yang diperlukan manusia dalam bernafas berbeda-beda tergantung dari jenis aktifitas yang dilakukan.

Tabel 2.2

Kebutuhan Udara Pernafasan

No Kegiatan kerja Laju pernafa san per menit Udara pernapasan terhirup dalam in3/menit

Udara tertiup permenit dalam in3/menit (10 -4 m3/detik) Oksigen ter konsumsi cfm (10 -5 m3/detik Angka bagi pernaf asan 1 Istirahat 12-18 24-43 300-800 (0,82-2,18) 0,01 (0,47) 0,75 2 Kerja Moderat 30 90-120 2800-3600 (7,64-9,83) 0,07 (3,3) 0,9 3 Kerja keras 40 150 6000 0,10 (4,7) 1,0 Sumber:Howard l. Hartman,(1997:24)

(40)

Dari tabel di atas menurut Hartman (1997:24) dapat ditentukan perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang dibutuhkan seseorang untuk pernafasan yaitu:

Berdasarkan kebutuhan oksigen (O2) minimum, yaitu 19,5 % Maka jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm.

Pada saat bernafas oksigen akan berkurang sebanyak 0,1 cfm sehingga akan diperoleh persamaan, sebagai berikut:

Q2(intake) – O2 (consumed) = O2 (down stream) (2.1) Keterangan:

(O2in intake) = Konsentrasi oksigen diatmosfer

(O2 consumed ) = Kuantitas udara yang dikonsumsi oleh pekerja keras

(O2 down stream) = Nilai ambang batas oksigen

Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/detik)

Berdasarkan nilai ambang batas karbondioksida (CO2) yaitu 0,5%

Jika nilai angka untuk pernafasan = 1,0 maka jumlah CO2 pada pernafasan akan berbertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm. Dengan demikian akan diperoleh persamaan:

CO2 (in intake) + CO2 (produced) = CO2 (down stream) (2.2)

Keterangan :

(CO2 in intake) = Konsentrasi karbondioksida diatmosfer

(CO2 consumed) = Kuantitas udara yang dikonsumsi oleh pekerja keras (CO2 down stream) = Nilai ambang batas karbondioksida

(41)

2. Kualitas Udara Tambang Menurut Aturan Pemerintah

Berdasarkan Keputusan Mentri Pertambangan dan Energi No.555.K/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum, Bagian Kedelapan:

Ventilasi pasal 369 ayat 1

Kepala Teknik Tambang harus menjamin tersedianya aliran udara bersih yang cukup untuk semua tempat kerja dengan ketentuan volume oksigen tidak kurang dari 19,5% dan volume karbon dioksidanya tidak lebih dari 0,5%. Ventilasi pasal 369 ayat 3 yaitu Volume udara bersih yang dialirkan dalam sistem ventilasi harus

1. Diperhitungkan berdasarkan jumlah pekerja terbanyak pada suatu lokasi kerja dengan ketentuan untuk setiap orang tidak kurang dari 2 m3/menit (0,03 m3/detik) selama pekerjaan berlangsung.

2. Ditambah sebanyak 3 m3/menit untuk setiap tenaga kuda, apabila mesin diesel dioperasikan.

Ventilasi pasal 370 standar ventilasi, ayat 1 dan 2

Temperatur udara dalam tambang bawah tanah harus dipertahankan antara 180 C dengan kelembaban relatif maksimum 85%. Selain ketentuan yang dimaksud dalam ayat 10 huruf a kondisi ventilasi ditempat kerja untuk rata-rata 8 jam harus:

a. Karbon Monoksida (CO) volumenya tidak lebih dari 0,005%. b. Methan (CH4) volumenya tidak lebih dari 0,25%.

c. Hidrogen Sulfida (H2S) volumenya tidak lebih dari 0,001%. d. Nitrogen Oksida (NO) volumenya tidak lebih dari 0,0003%.

(42)

2.1.8. Pengukuran Luas Penampang Jalur Udara

Selain mengukur kecepatan udara untuk menentukan kuantitas aliran udara pengukuran juga dilakukan terhadap luas penampang jalur udara pada setiap titik dengan menggunakan meteran. Pengukuran luas penampanag jalur udara ini meliputi pengukuran terowongan untuk memperoleh hasil geometri terowongan dan pengukuran luas pipa, pengukuran yang dilakukan yaitu:

1. Pengukuran terowongan dengan bentuk arcis/setengah lingkaran

Untuk menemukan luas setengah lingkaran sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu luas lingkaran penuh, setelah itu luas lingkaran penuh tersebut dibagi dua dan diketahui hasilnya.

Luas setengah lingkaran = 12r2 (2.3)

Keterangan: 𝜋 = Bilangan konstan 3,14 𝑟 = Jari-jari

Gambar 2.11 Penampang Lubang Bukaan Setengah Lingkaran r

(43)

h a

b

Luas persegi panjang Apl (2.4)

Keterangan:  A Luas penampang  p Panjang penampang  l Lebar penampang

Gambar 2.12 Persegi Panjang 2. Pengukuran terowongan dengan bentuk trapesium

Luas Trapesium A= abh

2 (m

2) (2.5)

Keterangan: 

a Panjang sisi atas trapesium (m) 

b Panjang sisi bawah trapezium (m) 

h Tinggi (m)

Gambar 2.13 Penampang Lubang Bukaan Trapesium L

(44)

3. Pengukuran luas penampang pipa

Pengukuran luas penampang pipa angin yang mempunyai bentuk lingkaran dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut:

𝐴 = 4 1 𝜋D² (2.6) Keterangan: A = Luas Penampang (m2) D = Panjang Diameter (m) 𝜋 = Bilangan konstan 3,14 2.1.9. Debit

Fluida adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan ber-ubah secara kontinyu apabila mengalami geseran, atau mempunyai reaksi terhadap tegangan geser sekecil apapun dalam keadaan diam atau dalam keadaan keseimbangan, fluida tidak mampu menahan gaya geser yang bekerja padanya, dan oleh sebab itu fluida mudah berubah bentuk tanpa pemisahan masa.

Fluida mengalir dengan kecepatan tertentu, misalnya v m/det dan penampang tabung alir berpenampang A, maka yang dimaksud dengan debit fluida adalah volume fluida yang mengalir persatuan waktu melalui suatu pipa dengan luas penampang A dan dengan kecepatan v.

A v Q  (2.7) Karena Debit Q

(45)

Untuk mencari 𝐴 = Luas penampang udara r A 12 2 (2.8) Keterangan:  Q Debit (m³/s) 

v Kecepatan aliran udara (m s ) 

A Luas penampang (m2)

2.1.10. Pengukuran Kualitas Udara dan Kuantitas Udara 1. Pengukuran

Pengukuran dilakukan untuk menganalisis sistem ventilasi yang baik dalam tambang bawah tanah, pengukuran yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

a. Anemometer

Untuk mengukur kecepatan angin di dalam pit bawah tanah biasanya menggunakan anemometer. Ini adalah kincir angin yang sangat ringan dan gesekannya kecil, dimana baling-balingnya terbuat dari pelat aluminium dan membentuk sudut 42o-44o terhadap arah poros. Untuk mengukur kecepatan angin, alat ini diletakkan di dalam aliran udara untuk memutar baling-baling, dimana kecepatan angin atau jarak tempuh aliran udara per satuan waktu dapat diperoleh dari jumlah putaran dalam waktu tertentu. Daerah kemampuan ukurnya adalah 0,5 m/s -10 m/s.

b. Pengukuran kecepatan angin rendah

Kecepatan angin di bawah 1 m/s sulit diukur. Untuk itu ada anemometer kawat panas yang memanfaatkan pelepasan panas dari kawat halus dan

(46)

anemometer termistor yang memanfaatkan koefisien temperatur tahanan semi konduktor.

c. Jumlah angin

Jumlah angin adalah perkalian kecepatan angin rata-rata dan luas penampang. Pada umumnya, kecepatan angin terbesar terjadi disekitar pusat penampang terowongan. Oleh karena itu, apabila mengukur kecepatan angin dengan anemometer, maka anemometer digerakkan sepanjang penampang dengan kecepatan konstan untuk mengukur kecepatan angin rata-rata. Kemudian nilai tersebut dikalikan dengan luas penampang terowongan yang diukur untuk menghitung jumlah angin. d. Perhitungan kebutuhan udara pada front kerja

Perhitungan kebutuhan udara pada front kerja dapat dihitung dengan rumus: jurnal penelitian fedi (2015:4)

= Jumlah pekerja x kebutuhan udara perorang 2 m3/menit (0,03 m3/detik) e. Perhitungan kuantitas udara

Kuantitas udara adalah jumlah udara yang masuk ke dalam tambang dengan luas dan kecepatan tertentu yang diukur setiap satuan waktu. Perhitungan kuantitas udara tambang merupakan pengaturan terhadap jumlah alirannya agar cukup untuk pernafasan dan mengurangi konsentrasi gas serta debu yang terbawa dalam udara, termasuk didalamnya adalah pengaturan arah aliran udara agar memenuhi ketentuan-ketentuan kecepatan. Kuantitas aliran udara ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

(47)

A v Q  (2.9) Keterangan:  Q Kuantitas udara (m³/s) 

v Kecepatan aliran udara(m s ) 

A Luas penampang(m2)

f. Kebutuhan udara mengencerkan gas methan

untuk menghitung kuantitas udara yang dibutuhkan untuk mengencerkan gas methan dapat dihitung dengan rumus, Hartman (1997:60)

Qg B MAC Qg Q    (2.10)

x

y4,1 0,023

Produksi/gilir x emisi gas methan x 𝟏

𝑱𝒂𝒎 𝑲𝒆𝒓𝒋𝒂 𝒆𝒇𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇

Keterangan:

Qg = Masukan gas pengotor (m3 ) s

MAC = Nilai ambang batas tambang

B = Konsentrasi gas dalam udara bebas/normal 2.1.11. Penelitian Sebelumnya

1. Menurut Ari Febrianda prodi teknik Pertambangan Universitas Negeri Padang dalam jurnal yang berjudul Analisis Sistem Ventilasi Tambang Untuk Kebutuhan Operasional Penambangan Pada Tambang Bawah Tanah Ombilin 1 (sawah luwung) PT. Bukit Asam–Upo 2014. Bahwasanya dasar teori yang harus diperhatikan dalam tambang bawah tanah yaitu sistem ventilasi tambang dimulai dari menetralkan gas-gas beracun, kebocoran udara, mengurangi

(48)

konsentrasi debu yang berada di dalam udara tambang, untuk mengatur temperatur, dan kualitas udara tambang, guna mengetahui kebutuhan operasional dan udara yang dibutuhkan para pekerja.

2. Menurut Fedi prodi teknik pertambangan Universitas Negeri Padang dalam jurnal yang berjudul Analisis Penurunan Suhu Udara di Area Produksi Tambang Batubara Bawah Tanah PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit Penambangan Ombilin, Sawahlunto, Sumatera Barat 2015. Bahwasanya Jika temperatur udara di area produksi berada di atas ambang rata-rata yang diperbolehkan oleh KEPMEN-555K yaitu berkisar antara 18°C-24°C maka kondisi kerja para penambang akan mengalami penurunan efisiensi. Dapat diasumsikan terjadi berbagai jenis sumber panas yang dapat meningkatkan suhu udara di area tambang bawah tanah. Diantaranya panas dari batuan, panas dari peralatan yang kita gunakan, dan panas dari badan para pekerja yang bekerja itu sendiri.

3. Menurut Nurul Janah prodi tektik pertambangan dalam jurnal yang berjudul Kajian Sistem Ventilasi Tambang Emas Blok Cikoneng PT Cibaliung Sumberdaya, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Bahwasanya udara bersih sangat dibutuhkan dalam tambang bawah tanah untuk menunjang kegiatan penambngan salah satunya dengan memperhatikan pasokan aliran udara bersih yang masuk ke decline sangat kecil dibandingkan pasokan aliran udara bersih yang masuk ke x-cut.

4. Menurut Jinxue dalam jurnal yang berjudul Analisis Optimalisasi Ventilasi Tambang dan Kontrol Aliran Udara. bahwasanya desain ventilasi yang baik

(49)

dapat memberikan udara segar untuk membangun lingkungan kerja yang baik dan memberikan permintaan distribusi udara tambang, melakukan perhitungan optimalisasi terhadap sistem ventilasi tambang, meredakan secara dinamis dan kecepatan simulasi.

5. Menurut Darius Agung Prata dalam jurnal yang berjudul Aplikasi Pegukuran Ventilasi Alami. bahwasanya ventilasi tambang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu ventilasi alami dan ventilasi buatan, dalam pembahasan kali ini membahas tentang ventilasi alami dengan udara yang mengalir dalam terowongan dibawah tanah sangat penting untuk mengatur tingkat kenyamanan para pekerja yang ada dilokasi tersebut. Berdasarkan beberapa literatur, kenyamanan manusia saat berada pada lubang terowongan bawah tanah pada saat ventilasi berfungsi sesuai dengan yang diinginkan.

6. Menurut W. Marx and B.K. Belle CSIR-Miningtek dalam jurnal yang berjudul

Simulasi Kondisi Aliran Udara Di Tambang Batubara Afrika Selatan, Menggunakan Perangkat Lunak Simulasi VUMA-Network. Bahwasanya perancangan dan pengoperasian sistem ventilasi yang akurat merupakan bagian penting dari peran ventilasi untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat dan aman. Untuk membantu para pekerja, ventilasi sangat memenuhi dalam peran ini, alat komputer modern diharuskan untuk memungkinkan perancangan praktis dan ekonomis dari sistem ventilasi tambang yang efektif. VUMA-network merupakan program interaktif yang memungkinkan simultan pemodelan aliran udara serta kontaminan dan perilaku termodinamika pada jaringan ventilasi tambang. dimana tujuan dari simulasi ini adalah untuk

(50)

mengoptimalkan distribusi aliran udara dan untuk mengurangi kebutuhan daya kipas.

7. Menurut Malcolm J. Mc Pherson dalam jurnal yang berjudul Survei Kuantitas Udara. Bahwasanya volume udara, Q, melewati titik tetap di jalan napas atau saluran setiap detik biasanya ditentukan sebagai produk dari kecepatan rata-rata udara, V dan luas penampang melintang, saluran udara atau saluran A, Q = V x A dan 𝑚

𝑠 m 2 𝑚 3

𝑠 Sebagian besar teknik mengamati aliran udara, oleh karena itu, terdapat kombinasi metode yang tersedia Untuk mengukur kecepatan rata-rata dan luas penampang.

8. Menurut Jide Muili dalam jurnal yang berjudul Penentuan Distribusi aliran udara di Tambang Batubara Bawah Laut Okaba. Bahwasanya Asumsi pada desain untuk aliran udara tambang adalah bahwa faktor gesekan untuk masuk adalah 0,0028 Ns2/m (untuk pipa halus), bagian penampang entri adalah 0,899 m2, perimeter masuk adalah 3,36 m, tiang model dipelihara pada Panjang tetap dan diameter duktus 1,07 m sedangkan parameter lain seperti volume udara, panjang jalan dan lebar tiang bervariasi. Desain untuk sistem pra-ventilasi deposit Okaba Coal membutuhkan 145 m3/det udara dengan tekanan kipas utama 2,73 kPa dan empat kipas penguat volume udara; 110 m3/s, 125 m3/s, 95 m3/s, 105 m3/s yang tekanan kipasnya masing-masing adalah 0,63 kPa, 0,87 kPa, 0,47 kPa, 0,50 kPa, dengan kipas angin 70 m3/s pada tekanan kipas 0,38 kPa Yang dibutuhkan untuk ventilasi tambang.

9. Menurut Chen Chen dalam jurnal yang berjudul Gangguan Sistem Ventilasi Tambang disebabkan Oleh Ledakan Batubara dan Gas. Bahwasanya dengan

(51)

ledakan batubara dan gas berskala besar sebagai objeknya, pembahasan ini menetapkan model matematis migrasi gas tambang selama ledakan gas. Setelah ledakan, karena residu gas di saluran udara sistem ventilasi, tekanan udara gas alam dapat mempertahankan arus balik untuk jangka waktu tertentu. Di bawah aksi kipas utama, ventilasi tambang akan pulih secara bertahap, namun tekanan udara gas alam juga bisa membawa aliran udara ke udara terbalik. Aliran udara yang terbalik dapat membuat kisaran aliran gas terus berkembang dan keadaan aliran udara berubah dan rumit, yang dapat meningkatkan ledakan gas.

10.Menurut Shuai Zhu 1 dalam jurnal yang berjudul Model Prediksi Suhu Rute Udara Bawah Tanah. Bahwasanya Tambang Batubara Ultra-Deep Karena metode penambangan modern yang digunakan dalam beberapa tahun terakhir, produksi tambang batu bara telah berkembang secara signifikan dibandingkan dengan tiga puluh tahun yang lalu. Masalah umum di seluruh dunia yang saat ini dialami oleh tambang batu bara bawah tanah adalah bahaya yang disebabkan oleh lingkungan panas bawah tanah, yang juga mendorong kebutuhan akan langkah-langkah mitigasi yang dapat diandalkan untuk membantu operator tambang mengendalikan tekanan panas bagi para penambang sekaligus mempertahankan operasi normal dari tambang. Gagasan keseimbangan panas digunakan untuk menetapkan persamaan perhitungan temperatur. Berbagai sumber panas bawah tanah (kompres udara, oksidasi dinding, panas bawah tanah, mesin, dll).

(52)

2.2. Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini terdapat kerangka konseptual yang akan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, yang terdiri atas:

2.2.1. Input

Data yang dibutuhkan pada penelitian ini terdiri atas dua macam, yaitu: 1. Data primer:

Ukuran penampang/geometri terowongan, diameter pipa/ducting, jumlah pekerja yang berada di lokasi tambang bawah tanah, kadar gas methan dan gas gas lain, temperatur dan kelembaban udara, kecepatan angin, & angket tingkat kelelahan pekerja.

2. Data sekunder:

Spesifikasi fan/blower, jumlah tenaga kerja, peralatan penunjang, peta IUP PT. NAL, peta kesampaian daerah, peta kemajuan lubang.

2.2.2. Proses

Proses yaitu teknik pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menganalisis untuk mengetahui kondisi kualitas dan kuantitas udara, perhitungan kebutuhan udara pada front penambangan pada lubang C1D & mengetahui tingkat kelelahan pekerja.

2.2.3. Output

Output yaitu hasil yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis kebutuhan udara yang harus dialirkan untuk memenuhi kebutuhan udara para pekerja pada front kerja di lokasi C1D.

(53)

Gambar 2.14 Kerangka Konseptual a. Data primer

- Ukuran

penampang/geometri terowongan.

- Kadar gas methan dan gas gas lain.

- Temperatur dan kelembaban udara - Kecepatan angin. - Dimeter pipa ducting - Angket tingkat kelelahan pekerja. b. Data sekunder - Spesifikasi Fan/Blower - Jumlah pekerja - Peralatan penunjang - Peta IUP PT. NAL - Peta kesampaian daerah - Peta kemajuan lubang a. Perhitungan Kuantitas udara A v Q  b. kebutuhan udara mengencerkan gas methan

Qg B MAC QG Q    c. Pengukuran kualitas udara d. Perhitungan kebutuhan udara pada front kerja. = Jumlah pekerja x kebutuhan udara perorang 2 m3/menit (0,03 m3/detik) e. Persentase angket tingkat

kelelahan pekerja.

Menurut Howard I Hartman: - Dalam kondisi normal

kandungan oksigen adalah 21% dan oksigen untuk pernafasan dianggap layak untuk suatu pernafasan tidak boleh kurang dari (O2) 19,5%

- Dalam kondisi normal kandungan karbondioksida (CO2) 0,03% dan laju pernafasan manusia mulai meningkat (CO2) 0,5%. Menurut Kepmen 555 K/M.PE/1995.

- Volume oksigennya tidak kurang dari 19,5% dan

volume karbon

dioksidanya tidak lebih dari 0,5 %.

- Untuk setiap orang tidak kurang dari 2 m3/menit (0,03 m3/detik) selama pekerjaan berlangsung. 1. Kebutuhan udara yang dialirkan untuk memenuhi kebutuhan udara para pekerja pada front kerja di lokasi C1D. 2. kondisi kualitas dan kuantitas udara di lokasi C1D.

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian terapan (applied

research). Penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk menerapkan,

menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Menurut Sugiono (2009:9-11), penelitian terapan ini digolongkan dalam penggolongan menurut tujuan.

Penelitian yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan. Walaupun ada kalanya penelitian terapan juga untuk mengembangkan produk penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan memvalidasi suatu produk.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di wilayah kerja PT. NAL yang terletak di daerah Sapan Dalam, Desa Salak, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat dan dapat ditempuh melalui:

1. Dari Kota Padang-Solok-Sawahlunto dapat ditempuh dengan jarak 118 km dengan waktu tempuh 3 jam perjalanan.

2. Dari Kota Sawahlunto menuju lokasi kegiatan dapat ditempuh dengan jarak 22 km dengan waktu tempuh 45 menit menggunakan kendaraan roda 2 (dua) atau kendaraan roda 4 (empat).

(55)

Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksakan pada bulan Maret sampai dengan Oktober 2017 untuk jadwal penelitian dapat dilihat pada (lampiran XIV).

3.3. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Maka variabel dari penelitian ini adalah analisis sistem ventilasi untuk mengetahui kebutuhan udara pada front kerja, kualitas dan kuantitas udara pada lubang bukaan C1D PT. Nusa Alam Lestari (NAL).

3.4. Data dan Sumber Data 3.4.1. Data

3.4.1.1. Data Primer

Data primer yang dibutuhkan adalah: a. Ukuran penampang/geometri terowongan.

b. Kadar gas methan dan gas gas lain di permuka kerja dan jalur jalur udara. c. Temperatur dan kelembaban udara di lokasi tambang bawah tanah. d. Kecepatan angin.

e. Diameter pipa/ducting. f. Angket tingkat kelelahan pekerja 3.4.1.2. Data sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan adalah:

1. Spesifikasi fan/blower 2. Jumlah tenaga kerja 3. Peralatan penunjang

(56)

4. Peta IUP PT. NAL 5. Peta kesampaian daerah 6. Peta kemajuan lubang 3.4.2. Sumber Data

Sumber data yang didapatkan berasal dari pengamatan langsung dilapangan, buku-buku, literatur dan dokumentasi dari PT. NAL.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu: 3.5.1. Studi Lapangan

Yaitu cara mendapatkan data yang dibutuhkan dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan atau tempat penelitian.

1. Memperoleh Data Primer

a. Pengukuran kecepatan udara menggunakan alat anemometer.

Pengukuran kecepatan udara menggunakan metode fixed point traversing in

a circular opening, pengukuran ini dilakukan lubang maju, percabangan,

dan front kerja dengan melakukan 3x pengukuran untuk mendapatkan hasil lebih akurat, maka akan muncul angka pada layar alat dan diperoleh kecepatan aliran udara.

b. Pengukuran geometri terowongan menggunakan meteran.

Mengukuran panjang diameter terowongan, lebar terowongan dan tinggi terowongan.

c. Pengukuran gas-gas yang ada didalam terowongan dengan menggunakan alat gas detector, dibeberapa lokasi yaitu, lubang maju, percabangan, dan

Gambar

Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah  2.1.1.3.  Iklim dan Curah Hujan
Gambar 2.2 Peta Geologi
Gambar 2.3 Statigrafi dan Litologi  2.1.1.4.5.  Batubara Sapan Dalam
Gambar 2.4 Metode Room And Pillar  2.1.3.  Kegiatan Penambangan
+7

Referensi

Dokumen terkait