• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003). Kontribusi subsektor hortikultura pada Produk

Domestik Bruto (berdasarkan harga berlaku) pada tahun 2005 mencapai Rp 61.792,44 trilyun dan pada tahun 2006 menjadi Rp 68.640,39 trilyun. Tahun

2007 (prognosa) menjadi Rp 74.768 trilyun dan pada tahun 2008 direncanakan menjadi Rp 78.292 trilyun (Ditjen Hortikultura, 2007). Hal ini menunjukkan peran penting subsektor hortikultura dalam mendukung perekonomian nasional, khususnya dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Hortikultura merupakan komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan memiliki prospek yang cerah di masa mendatang sekaligus sebagai sumber perolehan devisa bagi Indonesia.Pada tahun 2006, nilai ekspor hortikultura Indonesia sebesar 518.463 ton dengan nilai sebesar US$ 291.937.451. Ekspor buah-buahan menyumbang sekitar 50%, dengan nilai total sebesar US $ 144.492.469 (Ditjen Hortikultura, 2007). Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Konsumsi per kapita komoditas hortikultura khususnya buah-buahan meningkat setiap tahunnya1. Hal ini didukung oleh pendapat Rachman, Supriyati, dan Saptana (2001) bahwa permintaan pasar domestik maupun pasar internasional terhadap komoditas hortikultura di masa mendatang diperkirakan akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jambu getas merah.

Red guava atau jambu getas merah (Psidium guajava L.) merupakan tanaman hortikultura yang mengandung berbagai zat gizi yang digunakan sebagai obat berkhasiat. Bentuknya yang bulat dengan aneka varietas membuat jambu getas merah dapat diolah menjadi aneka makanan bergizi tinggi. Teknik

(2)

2 pembudidayaannya pun relatif mudah karena jambu getas merah dapat tumbuh pada kondisi tanah dan cuaca yang berubah-ubah (Parimin, 2006).

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil jambu getas merah terbesar di Indonesia. Produksi jambu getas merah Provinsi Jawa Berat dari tahun 2003 hingga 2007 memberikan kontribusi yang paling besar terhadap produksi jambu getas merah nasional (Departemen Pertanian, 2008). Produksinya memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat dan luar Jawa Barat, terutama DKI Jakarta (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Provinsi Jawa Barat, 2006). Tabel 1 memperlihatkan produksi jambu getas merah berdasarkan provinsi.

Tabel 1. Produksi Jambu Getas Merah Nasional Berdasarkan Provinsi (Ton).

Lokasi 2003 2004 2005 2006 2007 NAD 1,523.00 4,652.00 1,733.00 4,146.00 1,512.00 Sumatera Utara 6,731.00 16,451.00 14,788.00 13,782.00 15,660.00 Sumatera Barat 656.00 1,914.00 529.00 572.00 1,017.00 Riau 2,231.00 3,617.00 2,948.00 3,755.00 1,839.00 Jambi 2,174.00 4,023.00 1,428.00 3,356.00 1,681.00 Sumatera Selatan 2,901.00 14,257.00 3,748.00 5,757.00 4,198.00 Bengkulu 865.00 2,466.00 646.00 696.00 422.00 Lampung 4,006.00 7,671.00 4,069.00 4,097.00 3,241.00 Bangka Belitung 251.00 893.00 242.00 436.00 358.00 Kepulauan Riau 0.00 0.00 0.00 0.00 29.00 DKI Jakarta 1,630.00 2,700.00 1,155.00 1,661.00 836.00 Jawa Barat 61,796.00 74,725.00 48,408.00 47,736.00 65,131.00 Jawa Tengah 58,752.00 50,853.00 16,716.00 19,697.00 16,549.00 DIY 2,363.00 10,591.00 7,438.00 5,035.00 3,983.00 Jawa Timur 27,741.00 39,801.00 20,669.00 22,224.00 14,309.00 Banten 23,228.00 31,779.00 10,872.00 7,443.00 3,946.00 Bali 1,532.00 4,859.00 1,368.00 2,642.00 1,678.00 NTB 12,393.00 14,801.00 17,169.00 27,859.00 19,075.00 NTT 4,043.00 6,770.00 3,273.00 5,062.00 4,549.00 Kalimantan Barat 1,398.00 5,270.00 2,018.00 1,967.00 847.00 Kalimantan Tengah 1,578.00 3,219.00 951.00 1,906.00 2,278.00 Kalimantan Selatan 3,175.00 3,952.00 2,331.00 1,406.00 2,263.00 Kalimantan Timur 3,283.00 5,530.00 3,420.00 2,918.00 1,568.00 Sulawesi Utara 900.00 1,135.00 753.00 900.00 1,144.00 Sulawesi Tengah 882.00 1,984.00 2,043.00 1,071.00 877.00 Sulawesi Selatan 7,094.00 8,918.00 5,878.00 7,944.00 8,813.00 Sulawesi Tenggara 1,406.00 7,777.00 288.00 471.00 451.00 Gorontalo 599.00 275.00 288.00 223.00 137.00 Sulawesi Barat 0.00 0.00 0.00 200.00 122.00 Maluku 432.00 958.00 392.00 467.00 275.00 Papua 3,000.00 2,106.00 293.00 98.00 218.00 Maluku Utara 545.00 944.00 261.00 480.00 276.00 Papua Barat 0.00 0.00 2,393.00 173.00 192.00

(3)

3 Komoditas jambu getas merah saat ini merupakan salah satu komoditas andalan petani hortikultura di Indonesia karena dapat ditanam pada berbagai lahan, tidak mengenal musim tanam, dapat dijual dalam bentuk segar maupun olahan, serta mempunyai nilai sosial ekonomi yang tinggi. Sebagian besar hasil produksi yang ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar merupakan salah satu indikator bahwa jambu getas merah dapat dikategorikan sebagai komoditas komersial. Jambu getas merah merupakan buah yang dapat dikonsumsi setiap saat dan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan (Wirakusumah, 1996). Maka jambu getas merah akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin sadar akan kesehatan dan perekonomian nasional. Ditinjau dari segi pengembangan produk, jambu getas merah dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan seperti jus jambu, selai jambu, dan manisan jambu. Dengan demikian, pengusahaan komoditas jambu getas merah ini memiliki peluang pasar yang cukup luas yaitu untuk memenuhi permintaan konsumen rumah tangga dan industri pengolahan jambu getas merah (Ditjen Hortikultra, 2008).

Kota Bogor merupakan salah satu wilayah andalan pertanian hortikultura di Jawa Barat, terutama untuk komoditas jambu getas merah dengan produksi pada tahun 2007 mencapai 5.075 ton (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2008). Disamping itu, berdasarkan kebijakan Pemerintah Kota Bogor yang ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pertanian Kota Bogor tahun 2005 terdapat dua program yang harus dilaksanakan yaitu program peningkatan ketahananan pangan dan program pengembangan agribisnis. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan terletak pada peningkatan produksi dan produktivitas, diversifikasi sumberdaya dan bahan pangan, serta revitalisasi kelembagaan. Sedangkan kebijakan pengembangan agribisnis yaitu mengembangkan agribisnis yang berorientasi global dengan membangun keunggulan komparatif sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang telah tersedia di Kota Bogor. Salah satu komoditas yang menjadi fokus pengembangan agribisnis Kota Bogor adalah jambu getas merah (Dinas Pertanian Kota Bogor, 2005). Tabel 2 memperlihatkan data statistik luas lahan dan produksi jambu getas merah menurut kabupaten / kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007.

(4)

4 Tabel 2.Luas Panen dan Produksi Jambu Getas Merah Menurut Kabupaten / Kota

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007

No Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produksi (ton)

1 Bogor 231.402 6.124 2 Sukabumi 77.670 1.569 3 Cianjur 228.013 7.697 4 Bandung 231.582 10.575 5 Garut 131.861 6.468 6 Tasikmalaya 123.018 2.779 7 Ciamis 77.122 1.806 8 Kuningan 185.908 3.905 9 Cirebon 147.706 4.548 10 Majalengka 62.975 1.317 11 Sumedang 130.573 2.133 12 Indramayu 116.461 2.570 13 Subang 29.031 1.373 14 Purwakarta 40.419 689 15 Karawang 75.277 2.654 16 Bekasi 110.681 3.929 17 Kota Bogor 117.600 5.075 18 Kota Sukabumi 4.298 105 19 Kota Bandung 5.542 51 20 Kota Cirebon 6.365 261 21 Kota Bekasi 13.435 1.457 22 Kota Depok 25.880 950 23 Kota Cimahi 6.012 29 24 Kota Tasikmalaya 3.075 121 25 Kota Banjar 7.138 375 Jumlah Total 2.189.044 68.560

Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat, 2008

Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor merupakan salah satu kelurahan di Jawa Barat yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar terutama pada komoditas jambu getas merah. Luas areal budidaya jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi mencapai 27 hektar (27,53 % dari luas Kelurahan Sukaresmi sebesar 98,08 hektar) yang tersebar di enam RW dimana hampir di setiap pekarangan sekitar rumah dan kebun warga ditanami oleh jambu getas merah (Monografi Kelurahan Sukaresmi, 2008). Diketahui pula bahwa Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal dijadikan sebagai sentra penghasil jambu getas merah di Kota Bogor.

Semakin besar produksi jambu getas merah yang dihasilkan dari Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor maka semakin besar pula tantangan yang dihadapi. Tantangan tersebut berupa bagaimana mengoptimalkan kegiatan usahatani jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi,

(5)

5 Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dimana diketahui bahwa berdasarkan status penguasaan lahan, petani – petani di Kelurahan Sukaresmi dibedakan menjadi petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan. Perbedaan status penguasaan lahan tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani terutama kepada petani penyewa lahan yang harus membayar sewa secara tunai kepada pemilik lahan pada periode-periode tertentu. Disamping itu, para petani penyewa lahan memiliki posisi tawar yang lemah dibandingkan pemilik lahan dimana petani peyewa lahan hanya dapat menyewa lahan berdasarkan sistem kontrak dengan jangka waktu maksimal selama dua tahun kepada pemilik lahan. Hal ini mengakibatkan kondisi petani penyewa lahan memiliki risiko penghentian kegiatan usahatani akibat kontrak sewa lahan yang tidak dapat diperpanjang lagi oleh pemilik lahan. Kondisi ini mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan usahatani oleh petani penyewa lahan dimana para petani penyewa lahan berusaha untuk mengintensifkan kegiatan usahatani jambu getas merah yang dilakukan. Di sisi pemasaran, tantangan yang dihadapi yaitu mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar dengan lebih meningkatkan kinerja petani dalam melakukan usahatani jambu getas merah, peranan organisasi tataniaga, dan meningkatkan kualitas jambu getas merah sehingga dapat berkontribusi secara lebih signifikan bagi peningkatan pendapatan petani dari kegiatan usahatani jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Tabel 3 memperlihatkan harga rata-rata mingguan jambu getas merah di pasar lokal (di tingkat petani) dan di Pasar Anyar Bogor (di tingkat pedagang grosir) pada bulan Juli 2009.

Tabel 3. Harga Rata-Rata Mingguan Jambu Getas Merah di Pasar Lokal (di Tingkat Petani) dan Pasar Anyar Bogor (di Tingkat Grosir)

Bulan Minggu Harga di Tingkat Petani (Rp/Kg)

Harga di Pasar Anyar Bogor (Rp/Kg) Juli 2009 I 2500 6000 II 2500 6000 III 2500 6000 IV 2500 6500

Sumber : Wawancara Petani, 2009

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa ada perbedaan harga yang cukup besar di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang grosir yang berhubungan

(6)

6 langsung dengan pedagang kecil dan konsumen akhir. Perbedaan harga yang cukup signifikan ini mengindikasikan bahwa petani memiliki bargaining position yang cukup lemah dibandingkan dengan lembaga tataniaga lainnya karena petani tidak dapat menentukan harga jual jambu getas merah dimana posisi tawar dalam tataniaga jambu getas merah menjadi sangat penting karena akan menentukan harga penjualan hasil panen jambu getas merah di tingkat petani. Hal ini dapat menyebabkan kinerja para petani jambu getas merah mrnjadi rendah karena insentif yang diterima sedikit. Adapun cara untuk meningkatkan kinerja para petani jambu getas merah yaitu dengan pemberian insentif dan penghargaan kepada para petani jambu getas merah dengan cara meningkatkan bagian yang diperoleh petani (farmer’s share), menurunkan margin tataniaga, dan memperoleh keuntungan yang lebih besar.

1.2.Perumusan Masalah

Adanya perbedaan status penguasaan lahan diantara petani jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor antara petani pemilik lahan sendiri dan petani penyewa lahan dapat menyebabkan adanya perbedaan tingkat pendapatan usahatani jambu getas merah karena petani penyewa lahan memiliki risiko penghentian kegiatan usahatani akibat kontrak sewa yang tidak dapat diperpanjang dengan pemilik lahan. Hal ini mengakibatkan petani penyewa lahan berusaha untuk mengintensifkan kegiatan usahatani jambu getas merah yang dilakukan. Di sisi pemasaran, perbedaan harga yang cukup besar di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang grosir yang berhubungan langsung dengan konsumen mengindikasikan bahwa sistem tataniaga yang ada di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor memiliki kesenjangan harga dan margin tataniaga yang cukup besar. Selain itu, posisi tawar petani yang lemah menyebabkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) sedikit. Hal ini menunjukkan belum tercapainya efisiensi dalam tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Oleh karena itu, diperlukan analisis saluran tataniaga jambu getas merah untuk memberikan pilihan yang lebih baik kepada petani dalam menyalurkan hasil produksinya sehingga bagian yang diterima petani (farmer’s share) lebih besar

(7)

7 dan margin tataniaga menjadi lebih kecil. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana perbandingan tingkat pendapatan usahatani jambu getas merah antara petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor ?

2) Bagaimana saluran, lembaga, fungsi, struktur dan perilaku pasar tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor ?

3) Bagaimana efisiensi tataniaga jambu getas merah pada setiap saluran tataniaga di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1) Membandingkan tingkat pendapatan usahatani jambu getas merah antara petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

2) Mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

3) Menganalisis efisiensi tataniaga jambu getas merah pada setiap saluran tataniaga di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan kebijakan tataniaga jambu getas merah sehingga tidak merugikan petani karena harganya yang rendah. Selain itu, diharapkan dapat memotivasi petani untuk terus menanam

(8)

8 dan meningkatkan produktivitas jambu getas merah. Penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.5.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan lingkup regional yaitu Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dengan jambu getas merah sebagai komoditi yang diteliti. Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani yang tergabung didalam Kelompok Tani “Maju Jaya” yaitu kelompok tani yang berada di Kelurahan Sukaresmi khusus untuk petani yang melakukan usahatani jambu getas merah. Sedangkan pedagang yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah pedagang yang melakukan kegiatan pembelian dan penjualan jambu getas merah. Umur pohon jambu getas merah yang diteliti adalah umur produktif pohon jambu getas merah yaitu pada pohon yang berumur lima sampai delapan tahun. Hal ini dilakukan karena pada umur produktif tersebut, pohon jambu getas merah memiliki tingkat produktivitas tertinggi dan jumlah produksi jambu getas merah yang dihasilkan setiap tahunnya relatif sama sehingga tingkat penerimaan usahatani dari kegiatan penjualan jambu getas merah tidak jauh berbeda.

Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan usahatani jambu getas merah antara petani pemilik lahan dengan petani penyewa lahan dan mengkaji saluran tataniaga jambu getas merah di daerah penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis keragaan usahatani, analisis pendapatan usahatani berdasarkan pendekatan penerimaaan dan biaya usahatani, dan analisis R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani jambu getas merah. Sedangkan analisis tataniaga menggunakan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio biaya dan keuntungan untuk melihat tingkat efisiensi operasional tataniaga jambu getas merah.

Gambar

Tabel 1 memperlihatkan produksi jambu getas merah berdasarkan provinsi.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji hipotesis pada kemampuan berpikir kritis menggunakan uji gain-t, diperoleh t hitung lebih besar dari pada t tabel (3,5> 1,67) pada taraf signifikan 5%,yang artinya

Rumusan Masalah dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu “ Apakah dengan Penerapan Model

Untuk mengetahui berapa harga Salvinia molesta yang mampu ditolerir sehingga layak dijadikan salah satu bahan pakan dapat dilihat hasil analisis sensitifitas yang disajikan

Namun beberapa kalangan mengatakan bahwa partai politik belum siap untuk mengelola dana sebesar itu, parpol tidak saja belum memiliki sumber daya manusia yang mampu

Sebagai upaya membantu pemerintah daerah dalam rangka pembinaan industri kecil dan menengah untuk lebih mengenal HKI dan mengenalkan pentingnya HKI kepada

Pembuatan elektroda pembanding Ag/AgCl dengan variasi jenis membran yaitu membran poliisoprena, LDPE, kaolin, selulosa dan grafit telah dilakukan dengan ukuran yang

Hvis det er slik at partisjon og vekt- konfigurasjonen fra et søk i en deterministisk produksjonsimulering presterer opp i mot eller bedre enn det en konfigurasjon fra et søk i

Memperhatikan gambaran-gambaran atau penjelasan yang telah dijelaskan sebelumnya baik dari hasil survei awal maupun observasi mengenai bengkel AHASS 00129 SS Tongan yang dilakukan