• Tidak ada hasil yang ditemukan

LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LUPSI PERUBAHAN ANTAR WAKTU, BEDAH BUKU DR. BASUKI HADIMULJONO 90"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

 

(2)

BAGIAN 6 

Manajemen Lumpur di Permukaan 

Umum 

Gambar 47. Diagram memperlihatkan dinamika Pengaliran Lupsi di permukaan.

• Misi utama dari penanganan luapan lumpur yang telah disemburkan dari bawah permukaan (subsurface) ke permukaan (surface) di pusat semburan adalah dengan mengendalikan Lupsi agar tidak meluas ke luar Peta Area Terdampak yang ditetapkan tanggal 22 Maret 2007 (selanjutnya disingkat dengan PAT).

• Upaya dan langkah yang dilakukan adalah dengan mengalirkan Lusi dari pusat semburan di utara Pond utama, melalui sistem Kanal menuju Intake-37 (barat daya) atau Basin-41 (tenggara) dimana sebelum

(3)

mengalami fase pembentukan kaldera tanggal 2 Juni 2008 pengaliran melalui Kanal Barat.

• Mengangkut Lusi dari Intake dan Basin-41 ke Kali Porong dan selanjutnya diangkut secara proses alami ke laut atau tepatnya di Selat Madura (Madura Strait).

Alur Pikir dan Kata Kunci 

Gambar 48. Gambar Alur Pikir Bab 4 Manajemen Lumpur di Permukaan

• Manajemen lumpur di permukaan pada hakekatnya adalah menangani genangan luapan lumpur di permukaan, sebagai hasil dari semburan Lupsi yang berasal dari dalam perut bumi (interior of the Earth).

• Kondisi umum bahwa debit atau intensitas luapan lumpur dari hari ke hari terus bertambah.

(4)

Saat awal semburan dilaporkan sebesar 5000 m3/hari, pada bulan Desember 2006 dilaporkan Mazzini dkk., (2007) semburan Lupsi mencatat rekor sebesar 180.000 m3/hari.

Selanjutnya pada masa BPLS flow rate rata-rata telah mengalami penurunan, diperkirakan sekitar 100.000 m3/hari.

• Terkait dengan pengaliran Lupsi ke Kali Porong, sejak masa Timnas sampai Sekarang (BPLS) telah menjadikan kontroversi. Pada awalnya lumpur tak boleh di buang ke Kali Porong.

Namun akhirnya dengan payung Keppres 13/2006 dan dilanjutkan dengan Perpres 14/2007 dan 48/2008 menjadi kebijakan umum bahwa Lupsi dialirkan ke Kali Porong.

Dengan penekanan sebagai suatu sarana transit dan bukan sebagai tujuan akhir (final target). Untuk selanjutnya dialirkan ke Selat Madura. • Penulis buku menegaskan bahwa upaya manajemen lumpur di

permukaan secara menyeluruh mencakup menjaga tanggul dan mengalirkannya ke laut.

• Untuk menggambarkan bagaimana sulitnya penanganan lumpur di permukaan ini, penulis buku mengilustrasikan bahwa baru 1 (satu) bulan Timnas bertugas sudah 2 (dua) tanggul yang jebol.

Sebagai rasionalisasi penyebab jebolnya tanggul tersebut antara lain adalah aspek non-teknis (nontechnical aspect), yaitu karena masyarakat menolak untuk membangun tanggul.

Hal ini juga terus dialami BPLS saat ini, namun sebagai pemicu adalah karena pembayaran uang muka 20% dan 80% ‘cash and carry’ oleh Lapindo kepada warga terdampak sebagaimana diarahkan oleh Perpres 14/2007 yang belum tuntas, bahkan mengalami banyak kendala dan hambatan.

Bahkan pengalaman faktual telah terjadi pada 27 Agustus 2008, karena adanya blokade total kegiatan penanggulangan Lupsi oleh warga, Tanggul 44.1 telah jebol, sehingga memerlukan waktu beberapa hari untuk menormalisasikannya.

(5)

• Digambarkan secara faktual bahwa pada tanggal 18 November 2006 Tanggul Cincin telah jebol. Sebagai implikasi Luapan lumpur telah menggenangi jalan tol yang saat itu masih eksis di sebelah timur pusat semburan. Sehingga jalan tol terpaksa harus kembali ditutup. Sebagai implikasi telah menimbulkan kemacetan yang kronis di jalan arteri, sebelah barat Pusat Semburan.

Penulis buku menggambarkan bagaimana ‘ganasnya semburan’ secara kuantitatif bahwa tendangan (kick) semburan lumpur mencapai tinggi sekitar 5 m, dengan debit sebesar 150.000 m3/h. Sebagai catatan penulis membandingkan bahwa secara umum saat ini semburan telah mencerminkan pola ‘geyser’ dengan fase tenang semburan yang panjang

(long phase of calm eruption).

• Sebagai situasi yang dramatis pada tanggal 18 November 2006, Jam 20.00 WIB pipa gas milik Pertamina, telah meledak, dipicu oleh deformasi penurunan (subsidence deformation). Jebolnya tanggul cincin,

meledaknya pipa gas, telah menyebabkan Peta Area Terdampak meluas ke utara (Daerah PerumTAS).

• Payung hukum Keppres 13/2006 memberikan arah kebijakan pembuangan lumpur ke Kali Porong, yang terus dipertahankan pada Perpres 14/2007.

Sehingga payung hukum ini untuk menghilangkan keragu-raguan bagi BPLS dan Lapindo, untuk melaksanakan kebijakan pengaliran Lupsi dari Pond Utama ke Kali Porong, selanjutnya dengan proses alami diangkut ke Selat Madura.

• Untuk implementasi pengaliran Lupsi ke Kali Porong semasa Timnas telah disiapkan 7 pompa, dengan mekanisme menggunakan spillway. Upaya membuang Lupsi ke Kali porong selanjutnya ke laut diakui oleh penulis buku tidak semudah yang dibayangkan semula.

• Kesulitan pengaliran Lupsi antara lain pompa-pompa sering mengalami kemacetan karena lumpur padat dan panas (dense and hot) dan banyaknya mengandung sampah. Kendala lainnya dalam penanganan

(6)

luapan Lupsi karena karakteristik lumpur cepat beku, ketika temperatur menurun, sehingga menyulitkan untuk dapat dialirkan.

Untuk menghadapi musim hujan telah dibangun spillway dengan harapan dapat meningkatkan pengaliran lupsi ke kali Porong. Dengan dibangunnya spillway diharapkan penanganan lumpur dapat diencerkan dahulu baru kemudian dipompa ke Kali Porong

• Disamping mengalirkan Lupsi ke Kali Porong, semasa Timnas juga telah dicoba untuk membuang lumpur padu (dense or compact mud) ke Desa Ngoro menggunakan media angkutan dump truck. Namun upaya ini terhambat oleh faktor keuangan.

• Pengaliran lupsi dari pusat semburan sampai ke tempat penampungan sementara di Pond Utama ditempuh dengan jalur melalui kanal barat

(West Canal), dengan dibantu oleh peralatan backhoe (excapontoon,

clamp cell, dll).

• Suatu fakta yang diungkapkan penulis buku terhadap sulitnya mengalirkan Lupsi, adalah kecenderungan bahwa sejak Timnas telah

dilakukan pengaliran lumpur ke utara.

• Sebagai catatan sampai saat ini pengaliran Lupsi terus dilakukan Lapindo ke utara atau Pond PerumTAS, karena dua penyebab.

Sistem pengaliran Lupsi dari pusat semburan mengalami kendala alami sehubungan telah terjadinya deformasi yang signifikan yaitu sudden

collapse.

Menyebabkan morfologi pusat semburan yang awalnya sebagai daerah tinggian (high), berubah menjadi daerah depresi yaitu kaldera yang luas. Sebagai akibat tidak terdapatnya gradien topografi yang signifikan.

Bahkan sistem Kanal Barat (west canal system) di Pond Utama yang telah dikembangkan sejak Timnas, telah lumpuh.

Sehingga diganti dengan menggunakan sistem Kanal Timur (east canal

system) dan akhir aliran Lupsi di dalam PAT di Basin 41.

• Dengan berbagai kesulitan yang dihadapi, disampaikan oleh penulis buku bahwa akhirnya di penghujung masa tugas Timnas Lupsi telah

(7)

dapat dialirkan ke Kali Porong, dan merupakan transisi dilanjutkan oleh Bapel BPLS.

Epilog:  

• Berbagai upaya yang dilakukan Timnas PSLS sebagaimana diuraikan di atas sudah maksimum. Namun suatu realitas yang diakui penulis buku

bahwa semburan Lupsi masih belum berhasil dihentikan?

Semburan lumpur dari ke hari masih terus menyembur dengan intensitas yang besar.

Kita tak akan dapatkan apa-apa jika hanya berpangku tangan (do

nothing) dalam menghadapi semburan Lusi. Sebaliknya bila kita telah berbuat sesuatu (do something), sehingga kita akan dapat pelajaran Luar Biasa.

(8)

Upaya penanggulangan Lupsi dari saat Timnas PSLS ke BPLS 

Perubahan Pengaliran Lupsi dengan sistem Kanal Timur 

Gambar 49. Pengaliran Lupsi dari pusat semburan ke Intake melalui jalur konvensional Kanal Barat yang telah diterapkan sejak Timnas sampai ke BPLS. Namun seiring dengan terjadinya sudden collapse 2 Juni 2008, yang penulis sebut sebagai paradigma baru sistem semburan dan luapan Lupsi, kanal barat telah tidak berfungsi (idle), dan dialihkan ke kanal timur.

• Pada masa Timnas pengaliran Lupsi dari pusat semburan terutama menggunakan sarana kanal barat, intake ke spillway mengalami pendinginan, pengenceran dan separasi antara fraksi halus dan kasar. Selanjutnya Lupsi dipompakan ke kali porong.

(9)

Gambar 50. Kegiatan agitasi menggunakan alat berat, agar bila saatnya aliran Kali Porong sudah cukup besar, sedimen Lupsi yang telah mengendap dapat dierosi (wash out) dan dihanyutkan ke hilir.

• Kondisi pengaliran Lupsi pada masa BPLS, status bulan Oktober 2008, situasi telah jauh berubah:

1) pusat semburan telah berubah dari sebelumnya sebuah kepundan

(crater) merupakan daerah positif menjadi suatu kaldera yang luas,

2) pengaliran melalui kanal timur (east canal),

3) penampungan Lupsi berada di tenggara Pond Utama yaitu di Basin 41, sebelumnya saat Timnas konsentrasi di Intake 37 (barat daya Pond Utama).

• Lupsi dari intake-37 dan atau Basin-41 dipompakan langsung ke Kali Porong, tanpa terlebih dahulu melalui proses pendinginan dan pemilahan, dan outlet saat ini terutama terkonsentrasi terutama ke sisi timur jembatan tol. Sedangkan semasa Timnas PSLS di selatan rumah pompa di spillway.

(10)

Gambar 51. Catatan sketsa di sekitar Kaldera dan Overflow 44 pasca runtuh kawah bersamaan dengan Jebol tanggul T-41, selanjutnya penulis mendeklarasikan sebagai interval ke 2 terjadinya runtuh seketika pusat semburan.

• Gambar 49 memperlihatkan kondisi kegiatan di sektor T. 47-25 (barat Tanggul Utama) sebelum Juni 2008, pengaliran Lupsi dari pusat semburan masih melalui kanal barat dengan dibantu oleh excavator long

arm dan excavator-pontoon. Foto diambil dari helikopter bersamaan

dengan ulang tahun Lupsi ke 2 tanggal 29 Mei 2008.

• Namun, pada tanggal 2 Juni 2008 telah terjadi interval perulangan ke 2 runtuh seketika pusat semburan (second recurrent interval sudden

collapse of eruption centre), dengan intensitas 4 m dalam satu malam

sebagai implikasi terjadi perubahan yang drastis (significant change) dalam sistem semburan dan luapan lupsi (eruption and flowing mudflow

(11)

Perbandingan Kondisi Kali porong

September 2007 dilakukan agitasi di selatan spillway menggunakan kapal keruk dan excavator ponton bersamaan pembuangan Lupsi langsung dari Intake di titik 37 (barat daya Pond Utama).

Pada Juli 2008 saat musim panas sedimentasi di selatan spillway telah signifikan sehingga aliran tersisa sekitar 20 m di bagian selatan.

• Lesson Learn dengan melakukan agitasi pada sedimen Lupsi di Kali Porong bersamaan dengan kekuatan aliran Kali Porong yang digelontorkan dari daerah hulu (upstream), maka pada November 2007, sedimentasi Lupsi tersebut sebagian besar telah dapat dihanyutkan ke arah muara (downstream).

Gambar 52. Citra satelit IKONOS-CRISP diambil 11 Oktober 2008, memperlihatkan tahap perkembangan Kaldera Lupsi, dimana pusat semburan atau ‘big hole’ bergeser mendekati Tanggul Cincin 44.1 (utara-timur, terjadi fenomena radial subsidence atau collapse di utara Tanggul Cincin.

Deformasi runtuh seketika di Pusat Semburan 

• Gambar 51 dan 52, Citra satelit Ikonos-CRISP memperlihatkan sketsa terjadinya sudden collapse dengan intensitas 4 m/malam pada 2 Juni 2008 yang secara drastis merubah skenario semburan dan luapan lupsi.

(12)

• Pusat semburan yang sebelumnya telah membentuk suatu kepundan dari gunung yang merupakan daerah topografi tinggian, telah berubah menjadi daerah depresi yang luas (kaldera).

• Pengaliran yang sebelumnya ke selatan melalui kanal barat, telah lumpuh, sehingga aliran lumpur ke Basin 41 dilakukan melalui kanal timur dengan mekanisme limpasan, sehingga kurang memberikan efek topografi gradien (gradient topographic) yang dapat menimbulkan pengaliran secara alami (natural flow).

Gambar 53. Foto-foto memperlihatkan bagaimana dahsyatnya akibat runtuhnya Tanggul Reno yang terjadi hanya dalam satu malam, sepanjang 250 meter dengan ketinggian runtuhan sekitar 2m, hal ini bisa dibandingkan dengan runtuh sekitar pusat semburan terjadi 2 Juni 2008.

Perkembangan Tanggul dan Basin Reno 

• Mengilustrasikan bahwa dalam penanggulangan Lupsi banyak hal-hal yang terjadi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya (unpredictable).

(13)

• Dalam hal ini citra satelit memperlihatkan lokasi Tanggul Reno yang mengalami deformasi runtuh seketika tipe terban (graben-like), sehingga pada tahap perkembangan berikutnya membentuk Celah Reno (Reno

Gap).

• Penulis menyebutkan sebagai Celah Reno untuk suatu jalur sempit yang terjadi akibat runtuhnya tanggul Renokenongo (T-6), sehingga pada perkembangan selanjutnya akan menjadi sarana untuk mengalirnya Lupsi atau air secara alami dari Pond PerumTas menuju Basin Reno yang ada di belakang (sebelah timur).

Perubahan Pengaliran Lupsi dari Kanal Barat ke Kanal Timur 

Gambar 54. Foto memperlihatkan sistem pengaliran dari Pusat Semburan melalui Kanal Timur menuju Basin 41. Sebagai implikasi runtuhnya Pusat Semburan dan berubah menjadi Kaldera (2 Juni 2008), mulai saat itulah pengaliran yang konvensional melalui jalur barat (Kanal Barat).

(14)

• Gambar 54 memperlihatkan bahwa pengaliran Lupsi dari Jalur Timur mulai dari pusat semburan yang berbatasan dengan Basin 44 di timurnya, terus ke arah timur ke Tanggul 43, selanjutnya aliran berubah jurusan menjadi ke selatan.

Penulis berdasarkan pengamatan di lapangan mengidentifikasikan mulai di Tanggul 42 yang berlokasi di utara Basin 41 mulai terdapat gradien topografi yang cukup signifikan.

• Hal menarik yang perlu mendapat perhatian bahwa dari daerah paling selatan (titik Basin 41 atau Titik 42) bila kita memandang ke utara, khususnya ke arah pusat semburan, maka yang tampak hanya asapnya saja.

Padahal sebelumnya (tahun 2007) saat BPLS mulai melaksanakan misi nasional Penanggulangan Lupsi, maka pusat semburan terlihat wujud tanggul cincin, karena saat itu merupakan suatu kepundan dari gunung lumpur.

(15)

Gambar 55. Pusat semburan dan sekitarnya diambil dari Helikopter, tanggal 29 Mei 2008, bersamaan dengan Hut ke 2 Lupsi.

• Gambar 40 Foto dari helikoper 29 Mei 2008, memperlihatkan Pusat semburan dan daerah sekitarnya sebelum mengalami runtuh seketika, masih membentuk daerah positif dibandingkan dengan daerah lainnya. • Saat itu pusat semburan masih merupakan daerah kepundan yang relatif

(16)

Gambar 56. Sedimen terdeformasi menyerupai prisma akrasi (accretion wedge), sebagai indikasi bahwa Pond Utama telah mengalami tekanan horizontal yang berlebih ke titik lemah di utaranya.

• Bahkan dari strategi Penanggulangan Semburan Lupsi yang disusun Lapindo disetujui BPLS telah direncanakan Tanggul Cincin akan terus ditinggikan, hingga impiannya bisa mencapai 21 meter.

Agar tercipta adanya topografi gradient antara pusat semburan dengan intake di selatan dengan ketinggian 14m. Apa daya impian tersebut tetap sebagai impian, hal tidak terduga pusat semburan telah berkembang menjadi suatu Kaldera, yang terus mengalami runtuh seketika.

• Dalam upaya untuk mengalirkan Lupsi terutama ke barat, atau alternatif ke utara-timur (jalur 44-41) maka pada bagian timur pusat semburan dibangun cofferdam yang menjorok cukup jauh ke selatan (Pond Utama), di dalam foto kenampakan seperti bentuk belalai.

(17)

Pasca keruntuhan seketika di pusat semburan 2 Juni 2008, cofferdam tersebut telah runtuh total, hal ini menyebabkan Pusat Semburan Lupsi telah mengalami penyatuan (amalgamation) dengan Basin 44 yang telah ada di sebelah timurnya. Dan selanjutnya membentuk Kaldera yang luas, seterusnya penulis menyebutnya sebagai Kaldera Lupsi.

Deformasi sebagai indikasi tekanan berlebih di utara Pond Utama

• Gambar 56 memperlihatkan sedimen di utara Tanggul 44-43 dengan karakteristik adanya tekanan pada tanggul, hal ini yang mengendalikan beberapa kali terjadinya tanggul jebol.

• Semburan dan luapan Lupsi terus berlangsung dengan intensitas mencapai 100.000 m3/hari, pengaliran ke selatan dan pembuangan ke laut melalui Kali Porong belum optimal, hal ini menyebabkan tempat penampungan Lupsi utama disebut Pond Utama telah semakin penuh. • Hal ini memberikan konsekuensi Tanggul Utama semakin tinggi, dan

tekanan horizontal ke arah luar Tanggul dan vertikal ke bawah permukaan semakin meningkat.

• Hal ini memberikan implikasi bahwa di luar dari Tanggul Utama terjadi deformasi menyerupai prisma akrasi (accretion wedge) sebagai ciri-ciri berlangsungnya suatu rezim tekanan kompresif (compressive pressure). Zona deformasi prisma akrasi juga dapat diamati dengan jelas di sisi luar dari Tanggul 25 di barat Pond Utama.

Gambar

Gambar 47. Diagram memperlihatkan dinamika Pengaliran Lupsi di permukaan.
Gambar 48.  Gambar Alur Pikir Bab 4 Manajemen Lumpur di Permukaan
Gambar 49. Pengaliran Lupsi dari pusat semburan ke Intake melalui jalur konvensional Kanal Barat  yang telah diterapkan sejak Timnas sampai ke BPLS
Gambar 50. Kegiatan agitasi menggunakan alat berat, agar bila saatnya aliran Kali Porong sudah  cukup besar, sedimen Lupsi yang telah mengendap dapat dierosi (wash out) dan dihanyutkan ke hilir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas berupa Current Ratio (CR), Return On Assets (ROA), dan

Suatu bilangan bulat positif p yang lebih besar dari satu disebut sebagai bilangan prima jika faktor positif dari p hanyalah 1 dan p.. Bilangan bulat positif lebih besar dari 1

Laporan ini dibuat bertujuan untuk mengevaluasi kandungan logam berat dalam biji padi dengan membandingkan antara dua lokasi Sayung Kabupaten Demak dan Meteseh, Tembalang

Setelah percobaan kudeta terhadap dirinya digagalkan rakyat, bersamaan dengan berdirinya organisasi lingkaran Bolivarian yang memiliki ideology “kiri’ yang melakukan

Pertambahan berat badan pedet sapi Bali lepas sapih masing-masing perlakuan Awal pengamatan (dua minggu pertama), tampak bahwa perlakuan C (rumput lapang) menunjukkan pertambahan

 Semua karya tulis untuk tujuan apa pun, baik berwujud skripsi, tesis, disertasi, maupun penelitian para dosen, atau juga jurnal/majalah ilmiah, mempunyai format dan ketentuan

Experiment Group 2 (Kelompok Eksperimen 2) mendapat penjelasan mengenai lambang unsur-unsur kimia yang tersusun dalam Tabel Periodik dengan metode mnemonics jenis metode loci.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tyas (2006), dengan judul “Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif Dengan Pertumbuhan Berat Badan Bayi