• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut

Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus, tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Secara taksonomi dikelompokkan ke dalam divisio

Thallophyta (Anggadiredja dkk, 2010). Rumput laut dikenal pertama kali oleh

bangsa Cina kira-kira tahun 2700 SM. Dimasa itu, rumput laut digunakan untuk sayuran dan obat-obatan (Aslan, 1999).

2.2 Kandungan Rumput Laut

Secara kimia rumput laut terdiri dari protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,6%) serat kasar (3%) dan abu (22,25%). Selain itu juga mengandung asam amino, vitamin, dan mineral seperti natrium, kalium, kalsium, iodium, zat besi dan magnesium. Kandungan asam amino, vitamin dan mineral mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Murti, 10-2011).

2.3 Pengelompokkan Rumput Laut

Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokan ke dalam empat kelas, yaitu:

1) Rhodophyceae (ganggang merah) 2) Phaeophyceae (ganggang coklat) 3) Chlorophyceae (ganggang hijau)

(2)

Jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah dari kelas Rhodophyceae yang mengandung agar-agar dan karaginan. Alga yang termasuk ke dalam kelas Rhodophyceae yang mengandung karaginan adalah

Eucheuma dengan nama lokal agar-agar. Sebagian besar rumput laut yang

diperjualbelikan yaitu jenis Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena spesies Eucheuma spinosum banyak terdapat di Indonesia dan dibutuhkan oleh banyak industri farmasi: kosmetik, makanan dan minuman seperti saus, keju, biskuit, es krim dan sirup (Winarno, 1990).

2.4 Rumput Laut Eucheuma spinosum Taksonomi Eucheuma spinosum:

Divisio : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Bangsa : Gigartinales Suku : Solieriaceae Marga : Eucheuma

Spesies : Eucheuma spinosum (Anggadiredja dkk, 2010).

Nama daerah rumput laut jenis ini yaitu agar-agar (Sulawesi Selatan). Ciri-ciri rumput laut ini yaitu thallus berbentuk silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak yang mengelilingi cabang. Habitat Eucheuma spinosum tubuh melekat pada rataan terumbu karang, batuan, benda keras dan cangkang kerang. Eucheuma spinosum memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik (Anggadiredja dkk, 2010).

(3)

2.4.1 Budidaya Rumput Laut

Penanaman rumput laut dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode rakit apung (floating rack method), lepas dasar (off bottom method) dan rawai (long line method) (Anggadiredja dkk, 2010).

1. Metode Rakit Apung (Floating Rack Method): Metode ini diterapkan pada perairan yang lebih dalam, caranya yaitu: rumput laut diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu dengan ukuran 2,5 x 5 m, rakit apung dibuat dalam satu rangkaian yang masing-masing rangkaian terdiri dari lima unit dengan jarak antar unit satu meter, kedua ujung rangkaian diikatkan dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut oleh arus atau gelombang. Jarak tanam antar rumput laut sekitar 25 x 25 cm dengan berat rumput laut 100 g untuk setiap ikatan. 2. Metode Lepas Dasar (Off Bottom Method): Penanaman rumput laut

dengan metode ini dilakukan pada dasar perairan, caranya yaitu: dua buah patok dipancangkan pada dasar perairan dengan jarak 2,5- 5 m, kedua patok dihubungkan dengan tali pancing atau tali yang kuat, tinggi kedudukan tali penghubung dari dasar antara 10-50 cm. Sebaiknya juga jarak disesuaikan dengan kedalaman pada air surut terendah. Ikatkan bibit masing-masing seberat 75-150 g, yang diikat dengan menggunakan tali rafia, tiap ikatan terdiri dari 2-3 thalus, kemudian diikatkan pada tali pancing dengan jarak 20-25 cm.

3. Metode Rawai (Long Line Method): merupakan metode yang paling banyak diminati karena disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi juga biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah. Caranya: ikat bibit rumput laut

(4)

pada tali utama yang panjangnya mencapai 50-75 m dengan jarak 25 cm ikatkan tali jangkar pada kedua ujung tali utama yang di bawahnya sudah diikatkan pada jangkar, batu karang atau batu pemberat, untuk pengapungan rumput laut ikatkan pelampung yang terbuat dari styrofoam, botol polietilen atau pelampung khusus pada tali, ikat pelampung-pelampung tersebut dengan tali penghubung ke tali utama sepanjang 10-15 cm, agar rumput laut tidak mengapung dipermukaan dan diupayakan tetap berada pada kedalaman 10-15 cm di bawah permukaan air laut, pada tali utama diberikan tambahan beban (Winarno, 1990).

Pemanenan dilakukan bila rumput laut telah mencapai berat tertentu, yakni sekitar empat kali berat awal (dalam waktu pemeliharaan 1,5 - 4 bulan). Untuk jenis Eucheuma dapat mencapai sekitar 400-600 gram, maka jenis ini biasanya sudah bisa dipanen (Aslan, 1999).

2.4.2 Penanganan Pascapanen Rumput Laut

Rumput laut (Eucheuma spinosum) dicuci dengan air laut sebelum diangkat ke darat, rumput laut yang telah bersih dikeringkan di atas para-para bambu atau di atas plastik atau terpal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanaman atau pasir. Pada kondisi panas matahari, rumput laut akan kering dalam waktu 2-3 hari. Kadar air rumput laut Eucheuma spinosum yang dicapai dalam pengeringan berkisar 31-35%. Pada saat pengeringan akan terjadi penguapan air laut dari rumput laut kemudian membentuk butiran garam yang melekat di permukaan thalusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak rumput laut kering sehingga butiran garam turun. Apabila masih banyak butiran garam

(5)

sehingga rumput laut menjadi lembab kembali, akibatnya dapat menurunkan kualitas rumput laut itu sendiri. Rumput laut dikatakan berkualitas baik apabila total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3-5% (Anggadiredja dkk, 2010). Rumput laut yang diperjualbelikan untuk tujuan sebagai bahan makanan, setelah proses pengeringan dilanjutkan dengan proses pemucatan caranya: rumput laut dicuci dengan air tawar sampai bersih, kemudian direndam dengan air sebanyak 20 kali berat rumput laut selama tiga hari. Pemucatan dilakukan dengan cara merendam rumput laut dengan larutan kapor tohor (CaO) 5% sambil diaduk selama 4-6 jam, setelah itu dicuci, kemudian dikeringkan selama dua hari. Setelah kering dikemas dan siap untuk dipasarkan (Indriani dan Sumiarsih, 1999).

2.5 Naget

Menurut SNI (2002) Naget ayam (Chicken nugget) adalah produk olahan ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam giling dengan atau tanpa penambah bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Naget sangat praktis dalam penyajiannya, karena setelah dibekukan bisa langsung digoreng dan hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk menjadikannya makanan yang siap dikonsumsi (Arianti, 2007).

2.6 Serat dan Manfaatnya

Serat makanan adalah bagian tanaman yang tidak dapat hancur oleh enzim-enzim pencernaan dalam tubuh. Serat makanan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut dan serat tidak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat tidak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas.

(6)

Pektin dan getah tanaman (gum) adalah zat-zat yang termasuk dalam serat makanan larut, sedangkan lignin selulosa dan hemiselulosa tergolong dalam kelompok serat tak larut. Sedangkan serat kasar adalah bagian tanaman yang tidak dapat dihancurkan oleh pelarut asam dan basa di laboratorium (Lubis, 2010).

Sifat tidak dapat dicerna yang dimiliki serat makanan merangsang lambung bekerja lebih lama untuk melakukan proses penghancuran terhadap serat, terkstur licin yang dimiliki serat juga semakin menyulitkan lambung untuk penghancuran serat dalam waktu singkat. Keadaan ini berdampak pada semakin lamanya keberadaan serat di dalam lambung, sehingga pengosongan lambung juga akan lebih lama. Kondisi ini diduga sebagai penyebab timbulnya perasaan kenyang yang terasa lebih lama (Lubis, 2010).

Serat makanan tak larut lebih banyak berguna ketika makanan ada dalam usus besar. Kemampuan luar biasa yang dimiliki dalam menyerap dan mengikat cairan mendominasi serat tak larut untuk membentuk gumpalan-gumpalan. Serat tak larut memaksa sisa-sisa makanan membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih besar dan lebih besar lagi (Lubis, 2010).

Komponen di dalam gumpalan-gumpalan itu sangat membantu usus dalam proses pembusukan. Volumenya yang besar dengan tekstur lunak, lembek dan licin akan mendorong dinding usus besar sedemikian rupa sehingga timbul rangsangan yang kuat untuk meningkatkan gerak peristaltik. Kerjasama dan kebersamaan yang baik antara faktor gerak peristaltik usus besar dengan sisa makanan yang memiliki volume besar dan tekstur lunak, lembek dan licin itu memudahkan usus besar mendorong sisa-sisa makanan untuk bergerak cepat maju

(7)

menuju anus. Salah satu keuntungan yang diperoleh dari gerak cepat sisa makanan keluar tubuh ini adalah diperkecilnya kesempatan jasad renik berbahaya yang berkembang biak dalam usus besar dan mempercepat terbuangnya zat-zat atau benda-benda beracun yang merugikan kesehatan tubuh (Lubis, 2010).

Kemudahan yang dilakukan usus besar dalam melakukan gerakan peristaltik menjadikan dinding usus besar tidak melakukan tekanan kuat secara berlebihan serta tidak memerlukan energi tambahan untuk melakukan gerakan itu. Keuntungan yang diperoleh dari kondisi kondusif itu adalah pada seluruh permukaan dinding usus mendapatkan tekanan yang sama dan tidak mendapat tekanan-tekanan ekstrim, sehingga didaerah titik lemah yang terdapat pada permukaan dinding usus besar tidak tertekan, tidak mencekung dan tidak membentuk bulatan-bulatan kecil difertikula. Ini berarti, resiko terjadi infeksi difertikula dapat dihindari (Lubis, 2010).

Asupan serat yang rendah menyebabkan feses menjadi keras sehingga diperlukan kontraksi otot rektum yang lebih besar untuk mengeluarkannya, hal ini menyebabkan konstipasi, atau lebih lanjut dapat menyebabkan wasir. Konstipasi kronis mempunyai peluang untuk berkembang menjadi kanker kolon, ini disebabkan oleh tertumpuknya karsinogen di permukaan kolon akibat tinja yang keras, kering dan lambatnya pembuangan. Konsumsi serat yang cukup akan mempercepat transit feses dalam saluran pencernaan sehingga kontak antara kolon dengan berbagai zat karsinogen yang terbawa dalam makanan lebih pendek, dengan demikian mengurangi peluang terjadinya kanker kolon. Transit makanan yang lebih cepat juga mengurangi kesempatan berbagai mikro-organisme dalam kolon untuk membentuk zat karsinogen (Nainggolan dan Adimunca, 2005).

(8)

Peranan serat makanan memang unik, keberadaannya dalam tubuh jarang disadari dan sedikit orang yang memperhitungkan manfaatnya, namanya pun tidak sepopuler zat gizi sebagaimana vitamin, mineral, protein, lemak atau karbohidrat. Mungkin saja hal ini dikarenakan serat makanan tidak ada hubungan langsung dengan proses tumbuh kembang tubuh atau tidak pernah menyuplai zat-zat gizi untuk kepentingan tumbuh kembang sel. Manfaat serat makanan memang tidak berkaitan langsung dengan proses tumbuh kembang tubuh atau organ-organ tubuh. Keberadaan serat makanan lebih berfungsi pada pemeliharaan kondisi sehat, terutama di sepanjang saluran pencernaan. Meski demikian, serat makanan secara tidak langsung dapat membantu organ-organ dalam tubuh untuk dapat terus berfungsi sebagaimana mestinya (Lubis, 2010).

2.7 Analisis Serat Kasar

Analisis serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kutiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses (Sudarmadji dkk, 1989). Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar (crude fiber), metode deterjen dan metode enzimatis (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).

2.7.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)

(9)

dengan asam dan basa kuat selama 30 menit berturut-turut dalam prosedur yang dilakukan di laboratorium (Piliang dan Djojosoebagio, 1996). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah:

I. Deffating, yaitu penghilangan lemak yang terkandung dalam sampel yang menggunakan pelarut lemak

II. Digestion, terdiri dari dua tahap yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan menggunakan basa. Kedua macam proses digestion ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihindarkan dari pengaruh-pengaruh luar (Sudarmadji dkk, 1989).

2.7.2 Metode Deterjen

Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan

Neutral Detergent Fiber (NDF) (Suparjo, 2010).

a. Acid Detergent Fiber (ADF)

ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin. Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist). Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB (Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M

b. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen lainnya selain selulosa, hemiselulosa dan lignin yaitu protein pada metode deterjen ini (Suparjo, 2010).

(10)

2.7.3 Metode Enzimatis

Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia. Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu menggunakan enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah. Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat dan kemungkinan protein yang tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Piliang dan Djojosoebagio, 1996).

2.8 Analisis Gravimetri

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Supaya analisis gravimetri berhasil, maka persyaratan berikut harus dipenuhi, yakni;

I. Proses pemisahan analit yang dituju harus berlangsung secara sempurna sehingga banyaknya analit yang tidak terendapkan secara analisis tidak terdeteksi.

II. Zat yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kesalahan yang besar (Gandjar dan Rohman, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan tanah dan air (soil and water management) merupakan kunci utama keberhasilan pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut. Pengelolaan tanah dan air ini

Glomeruonefritis pasca steptococcus umumnya ringan. 'enyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 53 anak dengan glomerulonefritis pasca steptococcus akut. =erbagai faktor

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Peningkatan

sebesar 0.007 karena lebih kecil dari tingkat signifikan 0.05 maka kesimpulan Ha2b diterima. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara bonding dengan

Bil. Nombor Kes Plaintif / Pemohon Defendan Kand Pendengaran Jenis Pendengaran Waktu Keputusan Giliran No. ) NORHAYATI BINTI BAKAR ( AZHARUDIN & ASSOC. ) SITI

Pengelola pasar tidak memperkirakan jika para pedagang kaki lima telah menempati kios, maka mereka akan masuk ke dalam sektor formal karena telah menjadi pedagang

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan skripsi dengan baik, yang berjudul:” Peningkatkan kemampuan dalam mengemukakan pendapat melalui metode pembelajaran Time Token

Hasil uji hipotesis pada analisis bivariat maupun multivariat diperoleh nilai p>0,05 sehingga hipotesis nol diterima, disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara