• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. (QS. 42:50)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki. (QS. 42:50)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

A. SURROGATE MOTHER

Memiliki anak adalah dambaan bagi setiap pasangan suami isteri, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa ada keadaan dimana seorang isteri tidak dapat mengandung karena adanya kelainan pada rahim sang isteri. Teknologi kedokteran telah menemukan program bayi tabung yang dalam perkembangannya dapat dilakukan dengan menggunakan surrogate mother.Surrogate mother adalah seorang wanita yang mengadakan perjanjian (gestational agreement) dengan pasangan suami isteri yang mana dalam perjanjian tersebut si wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami isteri infertil tersebut dengan suatu imbalan tertentu.

Di Indonesia, peraturan mengenai bayi tabung diatur secara umum dalam pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 72 / Menkes / Per / II / 1999 tentang Penyelenggaraan teknologi Reproduksi Buatan. Dari kedua peraturan tersebut dengan jelas dikatakan bahwa praktek surrogacy dilarang pelaksanaannya di Indonesia, hal ini dipertegas dengan adanya sangsi pidana yang dapat dikenakan bagi yang melakukan (pasal 82 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Akan tetapi jika si pasangan suami isteri melakukan praktek surrogacy di luar negeri yang mengizinkan praktek tersebut dan kemudian anak yang lahir dari praktek surrogacy itu dibawa ke Indonesia maka akan menimbulkan permasalahan hokum mengenai status anak tersebut. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai status anak yang lahir dari praktek surrogacy, dan tidak ada peraturan yang dapat mengakomodasi apabila terjadi konflik, hal ini memang belum terjadi di Indonesia tetapi bukan berarti Indonesia dapat menutup mata atas permasalahan ini, karena permasalahan praktek surrogacy dilarang di Indonesia.

Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.

Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan yang mana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkin untuk memperoleh keturunan.

Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :

a. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru

(2)

dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.

b. Pematangan sel-sel telur dipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.

c. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.

d. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.

e. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel.

f. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.

g. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.

Perkembangan ilmu dan teknologi merupakan proses yang seakan-akan berlangsung secara otomatis, tak tergantung dari kemauan manusia. Fungsinya pada dasarnya bersifat instrumental, artinya menyediakan alat-alat bagi manusia. Teknik mula-mula dianggap memperpanjang fungsi-fungsi tubuh manusia, dari kaki sampai otak.Tapi apa yang dirancang sebagai sarana yang memungkinkan manusia untuk memperluas penguasaannya terhadap dunia ternyata menjadi sukar untuk dikuasai sendiri, malah kadang-kadang tidak bisa dikuasai.

Gambaran tentang situasi ilmu dan teknologi ini bagi banyak orang barangkali terlalu pesimistis.Tapi bagi orang lain setidak-tidaknya ada inti kebenaran didalamnya. Kesulitan yang dialami etika untuk memasuki kawasan ilmiah dan teknologis bisa memperkuat lagi kesan itu. Peneliti Amerika, Thomas Grissom pada awal abad 20, hati nuraninya mendesak untuk berhenti bekerja pada proyek pengembangan senjata nuklir, tapi insaf juga bahwa tempatnya akan diisi oleh orang lain karena bagaimanapun juga proyek itu berjalan terus. Banyak orang mendapat kesan bahwa proses perkembangan ilmu dan teknologi seolah-olah kebal terhadap tuntutan etis. Dan memang benar, memperhatikan segi-segi etis tidak menjadi tugas ilmu pengetahuan sendiri, melainkan tugas manusia dibalik ilmu dan teknologi. Jika kemampuan manusia bertambah besar berkat kemajuan ilmiah dan teknologis, maka kebijaksanaanya dalam menjalankan kemampuan itu harus bertambah pula.

(3)

Dalam praktek kita lihat bahwa masalah-masalah etik yang ditimbulkan oleh ilmu dan teknologi ditangani dengan cara yang berbeda-beda. Masalah-masalah dibidang ilmu-ilmu biomedis biasanya ditangani oleh setiap negara, setelah diminta advis dari suatu komisi ahli (fertilisasi in vitro dan reproduksi artifisial pada umumnya, transplantasi organ tubuh, eksperimen dengan manusia dan lain-lain). Biarpun perhatian untuk segi etis perkembangan ilmu dan teknologi memang ada, namun usaha pemikiran etis jauh dari usaha untuk memacu dan teknologi. Jika kita lihat betapa banyak dana, tenaga dan perhatian dikerahkan untuk menguasai daya-daya alam melalui ilmu dan teknologi, perlu kita akui bahwa hanya sedikit sekali dilakukan untuk merefleksikan serta mengembangkan kualitas etis dari usaha-usaha raksasa itu. Situasi di universitas-universitas dan institut-institut penelitian lainnya mencerminkan keadaan ini : ilmu dan teknologi digalakkan dengan cara mengagumkan, tapi sedikit sekali perhatian diberikan kepada studi mengenai masalah-masalah etisnya.

Bukan saja sedikit sekali perhatian untuk etika dalam masyarakat, melainkan juga perhatian itu hampir selalu terlambat datang. Pemikiran etis hanya menyusul perkembangan ilmiah-teknologis. Baru setelah problem-problem etis timbul, etika sebagai ilmu mulai diikutsertakan. Refleksi etis tentang persenjataan nuklir baru dimulai, setelah bom atom pertama diledakkan. Refleksi etis tentang reproduksi artifisial baru dikembangkan, sesudah bayi tabung pertama telah lahir dan eksperimen-eksperimen sudah lama diadakan. Perkembangan ilmiah teknologis selalu mendahului pemikiran etis. Yang ideal adalah bahwa pemikiran etis mendahului dan mengarahkan perkembangan ilmiah teknologis, tapi cita-cita itu rasanya masih mustahil untuk diwujudkan. Namun demikian, perlu dicatat bahwa disini ada beberapa perkembangan yang menggembirakan dan membesarkan hati. Salah satu diantaranya adalah munculnya komisi-komisi etika. Banyak negara modern sudah menjadi kebiasaan luas bahwa rumah sakit-rumah sakit dan proyek-proyek penelitian biomedis mempunyai komisi etika yang mendampingi dan mengawasi rumah sakit atau proyek penelitian itu dari sudut etis. Komisi etika seperti itu bisa menjadi semacam “hati nurani”, agar rumah sakit memberi pelayanan yang sungguh-sungguh manusiawi. Komisi dapat dikonsultasi jika direksi dan staf etis mengalami keraguan etis dalam menjalankan tugasnya, dan komisi sendiri dapat mengambil inisiatif juga, jika menurut pendapatnya telah terjadi pristiwa yang dari segi moral menimbulkan tanda tanya. Komisi etika untuk setiap penelitian ilmiah yang melibatkan manusia sudah menjadi rutin di banyak negara.

Komisi itu harus menyetujui rancangan penelitian dan akan mendampingi seluruh penelitian selama proyek berlangsung. Perhatian untuk segi etis penelitian menjadi suatu sektor penting diantara masalah-masalah etis yang disebabkan ilmu dan teknologi.

(4)

Setelah lebih dulu dibuat eksperimen dengan binatang percobaan atau ditempuh cara eksperimentasi lain lagi, mau tidak mau timbul saatnya bahwa tidak bisa dihindari lagi mengadakan percobaan langsung kepada manusia untuk mencobai obat, prosedur medis baru, atau sebagainya.

B. SURROGATE MOTHER DITINJAU DARI SEGI AGAMA 1. Islam

Ada Qadha, ada Qodar, diantaranya ada ihktiar. Qodha adalah ketetapan Allah yang masih menjadi rahasiaNya, sementara Qodar adalah ketetapan Allah yang telah menjadi fakta kejadian. Ini bagian dari rukun iman.

Salah satu yang sering menjadi kegundahan manusia terkait dengan qodha dan qodar adalah seputar jodoh, anak dan rejeki. Khususnya seputar anak. Siapa yang tidak berkehendak dirinya diberi keturunan anak-anak yang insya allah akan menjadi penerus generasinya.Namun apa daya ada qadha dan qodar yang harus diterimanya dengan keihklasan, yaitu tidak dikaruniai keturunan. Adakah sebuah ikhtiar untuk itu, maka sebagaimana nasehat seorang ulama kepada diri saya terkait dengan masalah keyakinan, beliau berkata: ‘ kalau kita sakit, yakin kepada obat adalah syirik, meninggalkan obat adalah haram, maka wajib kita berobat namun harus dilakukan dengan cara sunnah.

Maka bagi yang belum dikarunai keturunan, ikhtiar perlu juga dilakukan, namun bila berhasil janganlah yakin kepada hasil ikhtiar, ini bisa berakibat syirik, jangan pula sampai tidak berikhtiar karena selama masih ada usaha terletak harapan, dan seandainyapun melakukan berbagai macam ikhtiar, maka tetap gunakan prinsip-prinsip syariat dan sunnah agar kita tetap dalam jalan yang diridhoiNya.

Salah satu bentuk ikhtiar adalah upaya lewat bantuan teknologi yang kemudian dikenal dengan bayi tabung. Masalah ini termasuk ke dalam bab fiqih kontemporer, sebuah kajian fiqih yang sedikit rumit, lantaran belum pernah terjadi di masa lampau. Sehingga para ulama di masa lalu tidak pernah menulisannya. Untuk itu diperlukan ijtihad yang bersifat komprehensif, aktual serta tingkat kefaqihan yang mumpuni untuk menjawabnya.Berikut ini adalah petikan sejumlah pendapat seputar bayi tabung.

Menurut Fatwa MUI (hasil komisi fatwa tanggal 13 Juni 1979), Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia memfatwakan sebagai berikut :

a. Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.

(5)

dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya). c. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masala~ yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.

d. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Menurut salah satu putusan Fatwa Ulama Saudi Arabia, disebutkan bahwa Alim ulama di lembaga riset pembahasan ilmiyah, fatwa, dakwah dan bimbingan Islam di Kerajaan Saudi Arabia telah mengeluarkan fatwa pelarangan praktek bayi tabung. Karena praktek tersebut akan menyebabkan terbukanya aurat, tersentuhnya kemaluan dan terjamahnya rahim. Kendatipun mani yang disuntikkan ke rahim wanita tersebut adalah mani suaminya.

“Dia menjadikan mandul siapa yang Dia dikehendaki.” (QS. 42:50)

Namun demikian ada fatwa lain yang dikeluarkan oleh Majelis Mujamma’ Fiqih Islami. Majelis ini menetapkan sebagai berikut:

Pertama: Lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali, karena dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat.

a. Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.

b. Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si wanita.

c. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia mengandung persemaian benih mereka tersebut.

d. Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.

(6)

e. Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya yang lain.

Kedua: Dua perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat dibutuhkan dan setelah memastikan keamanan dan keselamatan yang harus dilakukan, sebagai berikut: a. Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.

b. Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan.

Secara umum beberapa perkara yang sangat perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat vital si wanita harus tetap terjaga (tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses operasi persemaian sperma dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan. Demikian pula perlu diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah dari orang-orang yang lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia. Oleh sebab itu dalam melakukannya perlu kewaspadaan yang ekstra ketat.

Sementara itu Syaikh Nashiruddin Al-Albani sebagai tokoh ahli sunnah wal jamaah berpendapat lain, beliau berpendapat sebagai berikut : “Tidak boleh, karena proses pengambilan mani (sel telur wanita) tersebut berkonsekuensi minimalnya sang dokter (laki-laki) akan melihat aurat wanita lain. Dan melihat aurat wanita lain (bukan istri sendiri) hukumnya adalah haram menurut pandangan syariat, sehingga tidak boleh dilakukan kecuali dalam keadaan darurat.

Sementara tidak terbayangkan sama sekali keadaan darurat yang mengharuskan seorang lelaki memindahkan maninya ke istrinya dengan cara yang haram ini. Bahkan terkadang berkonsekuensi sang dokter melihat aurat suami wanita tersebut, dan ini pun tidak boleh.

Lebih dari itu, menempuh cara ini merupakan sikap taklid terhadap peradaban orang-orang Barat (kaum kuffar) dalam perkara yang mereka minati atau (sebaliknya) mereka hindari. Seseorang yang menempuh cara ini untuk mendapatkan keturunan dikarenakan tidak diberi rizki oleh Allah berupa anak dengan cara alami (yang dianjurkan syariat), berarti dia tidak ridha dengan takdir dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Jikalau saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing kaum muslimin untuk mencari rizki berupa usaha dan harta dengan cara yang halal, maka

(7)

lebih-lebih lagi tentunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai dengan syariat (halal) dalam mendapatkan anak.” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah hal. 288).

Ulama di Malaysia pun yang tergabung dalam Jabatan Kemajuan Islam Malaysia memberi fatwa tentang bayi tabung yang menghasilkan keputusan sebagai berikut:

Keputusan 1

a) Bayi Tabung Uji dari benih suami isteri yang dicantumkan secara “terhormat” adalah sah di sisi Islam. Sebaliknya benih yang diambil dari bukan suami isteri yang sah bayi tabung itu adalah tidak sah.

b) Bayi yang dilahirkan melalui tabung uji itu boleh menjadi wali dan berhak menerima harta pesaka dari keluarga yang berhak.

c) Sekiranya benih dari suami atau isteri yang dikeluarkan dengan cara yang tidak bertentangan dengan Islam, maka ianya dikira sebagai cara terhormat.

Keputusan 2

a) Bayi Tabung Uji dari benih suami isteri yang dicantumkan secara “terhormat” adalah sah di sisi Islam. Sebaliknya benih yang diambil dari bukan suami isteri yang sah bayi tabung itu adalah tidak sah.

b) Bayi yang dilahirkan melalui tabung uji itu boleh menjadi wali dan berhak menerima harta pesaka dari keluarga yang berhak.

c) Sekiranya benih dari suami atau isteri yang dikeluarkan dengan cara yang tidak bertentangan dengan Islam, maka ianya dikira sebagai cara terhormat.

Pendapat lain pertama mengatakan hukumnya boleh (ja’iz) menurut syara’. Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu kelahiran dan berba¬nyak anak, yang merupakan salah satu tujuan dasar dari suatu pernikahan. Diriwayatkan dari Anas RA bahwa Nabi SAW telah bersabda:

“Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA bahwa Rasulullah saw telah bersabda :

“Menikahlah kalian dengan wanita-wanita yang subur (peranak) karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya) kalian pada Hari Kiamat nanti.”(HR. Ahmad)

Dengan demikian jika upaya pengobatan untuk mengusaha¬kan pembuahan dan kelahiran alami telah dilakukan dan ternyata tidak berhasil, maka dimungkinkan untuk mengusahakan terjadinya pembuahan di luar tenpatnya yang alami. Kemudian sel telur

(8)

yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dikem¬balikan ke tempatnya yang alami di dalam rahim isteri agar terjadi kehamilan alami. Proses ini dibolehkan oleh Islam, sebab berobat hukumnya sunnah (mandub) dan di samping itu proses tersebut akan dapat mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam, yaitu terjadinya kelahiran dan berbanyak anak.

Pada dasarnya, upaya untuk mengusahakan terjadinya pembuahan yang tidak alami tersebut hendaknya tidak ditem¬puh, kecuali setelah tidak mungkin lagi mengusahakan terja¬dinya pembuahan alami dalam rahim isteri, antara sel sperma suami dengan sel telur isterinya.

Dalam proses pembuahan buatan dalam cawan untuk menghasilkan kelahiran tersebut, disyaratkan sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik isteri. Dan sel telur isteri yang telah terbuahi oleh sel sperma suami dalam cawan, harus diletakkan pada rahim isteri.

Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti” (surrogate mother). Begitu pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri. Demi¬kian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri.

Ketiga bentuk proses di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an :

“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian (pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad Darimi)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

(9)

“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)

Ketiga bentuk proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir*, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli).

2. Nasrani

Agama Kristen juga menganggap embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang harus dihargai dan dihormati.Pada dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna, sehingga pasti ekses yang mesti diperhitungkan, tapi pihaknya masih mentoleransi penggunaan sel embrio sisa hasil proses bayi tabung.

Gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun, yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati. Gereja, juga tidak mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi tabung karena apa pun bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunyai hak untuk hidup.

3. Hindu

Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI), menyatakan: "Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, menggunakan sel punca dari embrio sama dengan aborsi, pembunuhan.

4. Budha

Secara umum, definisi cloning adalah proses memperbanyak materi biologi yang dapat mencakup DNA, sel, tissue, organ, maupun organisme, dimana materi yang diperbanyak tersebut (clone) memiliki DNA yang sama dengan induknya. Karena DNA (deoxyribonucleic acid) menyimpan informasi genetik, maka clone memiliki informasi genetik yang sama dengan induknya.

3. SURROGATE MOTHER DITINJAU DARI SEGI HUKUM

(10)

Tabung)

Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia. Permasalahan yang timbul antara lain adalah :

a. Bagaimanakah status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan?

b. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah ia mempunyai hak mewaris?

c. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Darimanakah ia memiliki hak mewaris?

2. Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung) a. Jika benihnya berasal dari Suami Istri• Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.

b. Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.

c. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer).

1) Jika salah satu benihnya berasal dari donor

a. Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.

(11)

b. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

2) Jika semua benihnya dari donor

a. Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.

b. Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.

Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat mengcover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.

3. Kasus Inseminasi Buatan di Amerika Serikat

Mary Beth Whitehead sebagai ibu pengganti (surrogate mother) yang berprofesi sebagai pekerja kehamilan dari pasangan William dan Elizabeth Stern pada akhir tugasnya memutuskan untuk mempertahankan anak yang dilahirkannya itu. Timbul sengketa diantara mereka yang kemudian oleh Pengadilan New Jersey, ditetapkan bahwa anak itu diserahkan dalam perlindungan ayah biologisnya, sementara Mrs. Mary Beth Whitehead (ibu pengganti) diberi hak untuk mengunjungi anak tersebut.

4. Negara Lain

Negara yang memberlakukan hukum Islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan

(12)

Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7 Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah rancangan ciptaan Tuhan.

Daftar Pustaka

1. Barnett J. US Italian Experts Plan to Clone Humans”.E-mail: http://daily news. yahoo.com/h/nm/20010309/ts/italy-kloning-dc-2.html.

2. Wilmut I, Schnieke,AE.McWhirJ, Kind AJ,Campbell KHS.Viable offspring derived from fetal and adult mammalian cells,Nature,1999;385:810-3.

3. Stillman RJ. Human Kloning techniques.http://cac.psu.edu/~gsg 109/qs / em 01002.html.

4. Eibert, D.M. Human kloning, Myths. Medical Benefits and Constitutional Rights.U & I Magazine, Winter 1999 Edition.

5. Human Kloning Foundation. The benefits of human kloning. Internet: http: // www. humancloning.org/benefits.htm,1998.

6. Wertz DC.Proposed canadian “Human reproductive and genetic technologies act”.Internet://www.geneletter.org/0197/canadian.ht,1997.

7. Beardsley, T., March, 3 1997, A Clone in Sheep's Clothing, http://www.sciam.com /article. cfm?article ID=0009B07D-BD40-1C59- B882809EC588ED9F & page Number=1&catID=4.

8. Roslin Cloning Techniques, http://home.hawaii.rr.com/johns/art.htm 9. Honolulu Cloning Techniques, http://home.hawaii.rr.com/johns/aht.htm

10. Robinson BA. Ethical aspects of human cloning. http: //www. religioustolerance. org/kloning.htm.Last updated 1999,Feb-24.

(13)

Purnabakti Sebagai Guru Besar Tetap FK-USU,2003:3-7.

12. Shannon TA. An Introduction to Bioethics (Pengantar Bioetika), diterjemahkan oleh Bertens K. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:1-6, 131-43.

13. Casartelli P Poll:Most Americans Say Kloningis Wrong.Internet: http: //princeton.edu/Poll.html,1997.

14. Samil RS. Masalah Bioetik dalam rekayasa Genetika Kedokteran, Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora. Bandung 31 Oktober – 2 Nopember 2002.

15. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Ethics in Obstetrics and Gynecology, Washington DC, 2002.

16. Dixon, Patrick. Available from: http://www.human cloning latest news. htm.2003. 17. Subiyanto, Etika dalam Teknologi Reproduksi Buatan. Pertemuan Nasional II Bioetika dan Humaniora, Bandung, 31 Okt.-2 Nov.2002.

18. Bertens, K., Etika : Seri Filsafat Seri : 15. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993 19. Sofyan Mustika., et all (ed), Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI, Jakarta, 2003

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ana- lisis statistik anova, bahwa faktor blan- ching dan metode pengeringan berpenga- ruh nyata terhadap Indeks Penyerapan Air (IPA) tepung ubi jalar

Untuk memberikan tinjauan yang lebih riil dan lebih fokus dalam pembahasannya maka penulis memberikan gambaran penerapan ESOP di salah satu perusahaan BUMN di Indonesia pada

Penelitian berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Purbadi (2013) menyatakan bahwa permasalahan dalam penelitian ini adalah pelayanan pembuatan Surat Izin Mengemudi

Perkembangan penyakit gugur daun Collectotrichum sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan yang tinggi pada saat pembentukan daun baru setelah gugur alami.. Suhu udara

Hasanuddin (2002:117) memaparkan jenis-jenis citraan antara lain, citraan penglihatan adalah citraan yang timbul karena daya saran penglihatan, (2) citraan

Pada percobaan variasi jumlah unit hidden layer, diperoleh jumlah hidden layer 2 sebagai jumlah hidden layer yang memiliki Recognition Rate yang terbaik, yaitu

Berdirinya Unit Rehabilitasi Sosial “Pucang Gading” Semarang ini adalah prakarsa Gubernur Propinsi Jawa Tengah Bapak Suwardi untuk membangun panti lanjut usia

Pembuatan sudetan dari saluran drainase yang bermasalah menuju ke drainase yang lebih besar atau saluran drainase primer (sungai) terdekat yaitu Jalan DI.