• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simbolisme dalam Arsitektur Vernakular Karampuang-Sinjai Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Simbolisme dalam Arsitektur Vernakular Karampuang-Sinjai Sulawesi Selatan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Simbolisme dalam Arsitektur Vernakular Karampuang-Sinjai

Sulawesi Selatan

Abdul Mufti Radja, Ria Wikantari

Laboratorium Teori, Sejarah dan Lingkungan Perilaku, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

Abstrak

Tujuan penelitian adalah menemukan simbolisme yang terdapat di dua rumah adat Karampuang dan faktor yang membentuknya. Rumah adat Karampuang terletak di Komunitas adat Karampuang di Dusun Karampuang Desa Tompobulu Kecamatan Bulupoddo Kabupaten Sinjai, kurang lebih 223 km dari Kota Makassar. Secara Geografis, dusun Karampuang terletak di wilayah -5° 6’ 9.26” LS, +120° 6’ 2.75”BT. Kondisi geografis kampung Karampuang terletak di atas pegunungan dengan ketinggian sekitar 618 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif desktriptif meng-gunakan paradigma naturalistik. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan lapangan dan wawancara terhadap pemuka adat seperti pemimpin adat, perdana menteri dan tokoh masyarakat yang memahami sejarah kedua rumah adat Karampuang. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa simbolisme pada kedua rumah adat terdapat pada orientasi rumah, bentuk rumah dan sistem kos-mologis, proses pembangunan, tata ruang dalam, ornamen, dan sistem struktur. Simbolisme ini dipengaruhi oleh sistem kepercayaan, kehidupan sosial budaya dalam komunitas adat Karampuang dan pengaruh agama Islam.

Kata-kunci : simbolisme, arsitektur vernakular, komunitas adat karampuang, sinjai Pendahuluan

Rumah adat Karampuang merupakan salah satu arsitektur vernakuler Indonesia yang terletak di kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Komunitas adat ini terletak di Dusun Karampuang Desa Tompobulu Kecamatan Bulupoddo Kabupaten Sinjai, kurang lebih 223 km dari Kota Makassar (gambar 1). Secara Geografis, dusun Karam-puang terletak di wilayah -5° 6’ 9.26” LS, +120° 6’ 2.75”BT. Kondisi geografis kampung Karam-puang terletak di atas pegunungan dengan ketinggian sekitar 618 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 75 mm dan suhu udara rata-rata 23°C. Metode

Rumah adat Karampuang terletak dalam kawa-san adat dengan berbagai peraturan-peraturan adat yang berlaku serta berbagai acara-acara adat yang masih sering berlangsung di kawasan ini yang diikuti oleh penduduk kawasan adat dan masarakat sekitar kawasan adat tersebut. Ru-mah adat ini berdiri dengan

Peta Sulawesi Selatan Peta Kabupaten Sinjai

Desa Bulupoddo, Sinjai

Gambar 1. Lokasi Rumah Adat

(2)

Segala cerita dan keyakinan yang mendasarinya, yang belum banyak orang ketahui.

Bangunan utama pada kawasan adat Karam-puang ini tediri atas dua rumah adat, yaitu rumah Puang To Matoa (rumah raja) dan rumah Puang Gella (rumah perdana menteri) (gambar 2). Kedua rumah inilah yang selalu dijadikan pusat kegiatan adat dan ditinggali oleh 2 pemu-ka adat, Puang To Matoa, dan Puang Gella. Kedua rumah adat ini terletak tidak berjauhan, jaraknya ± 50 meter, dan memiliki batasan yang jelas berupa batu yang disusun.

Kedua bangunan ini memiliki orientasi yang ber-beda, dimana rumah Puang Matoa kearah barat dan rumah Puang Gella ke arah timur. Kedua bangunan ini memiliki orientasi berbeda berda-sarkan filosofi dari fungsi jabatan masing-masing penghuninya. Dimana barat berarti tem-pat berpulang kita kepada sang pencipta, dan Puang To Matoa bertugas mengajarkan tentang kebajikan dan pesan-pesan moral sebagai bekal menghadap sang pencipta. Juga sebagai hakim untuk berbagai persoalan dalam masyarakat. Sedangkan timur berarti kehidupan, dan Puang Gella mengajarkan dan menangani perihal kehi-dupan, seperti pertanian/bercocok tanam, masa-lah rumah tangga, pertikaian, dan memimpin berburu babi hutan.

Kedua rumah tersebut memiliki bentuk yang berbeda dan ornamen yang bermacam macam yang tentunya dibuat berdasarkan pengalaman, budaya dan kehidupan sosial mereka. Untuk itu-lah permasaitu-lahan dalam penelitian ini adaitu-lah bagaimanakah simbolisme kedua rumah adat tersebut dan faktor faktor apakah yang mem-bentuknya.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah bersifat kualitatif natura-listik dengan metode observasi secara langsung serta wawancara untuk mengumpulkan infor-masi (data primer), namun didukung oleh refe-rensi lain (data sekunder) untuk melengkapi data yang tidak sempat diperoleh oleh tim pene-liti saat di lokasi penepene-litian .

Metode pengambilan data dalam penelitian ku-alitatif sangat beragam, hal ini disebabkan ka-rena sifat dari penelitian kualitatif terbuka dan luwes, tipe dan metode pengumpulan data da-lam penelitian kualitatif sangat beragam, dise-suaikan dengan masalah, tujuan penelitian, ser-ta sifat objek yang diteliti. Jika diperhatikan, metode yang paling banyak digunakan dalam penelitian kualitatif adalah metode wawancara dan observasi.

Hasil Dan Pembahasan

Arsitektur tradisional berkembang mencapai bentuknya yang sekarang melalui proses dalam kurun waktu lama dan sukar diketahui secara pasti sejarah dan konsep-konsep bentuk bangu-nannya karena diturunkan dari generasi ke generasi tanpa peninggalan baik berupa gambar maupun tulisan.

Indonesia yang terdiri dari berbagai suku ma-sing-masing mempunyai budaya adat kebiasaan bahkan bahasa, kepercayaan, terungkap secara fisik antara lain dalam bentuk seni, artefak dan arsitektur yang khas. Di banyak tempat, arsi-tektur tradisional di Indonesia menarik perhatian, selain karena keunikan juga karena keindahan-nya. Kemajuan teknologi, komunikasi, perhubu-ngan, berbagai arsitektur tradisional mengalami perubahan-perubahan yang cenderung mening-galkan keasliannya. Perubahan-perubahan ter-sebut akan mengurangi bahkan dapat menghi-langkan keaslian, keunikan dan keindahan yang sebetulnya justru menjadi daya tariknya (Sumal-yo). Proses atau kecendrungan semacam ini berlangsung di banyak tempat termasuk di Karampuang, Kabupaten Sinjai.

Gambar 2. Lokasi Rumah Adat Sumber: Koleksi Tim Peneliti, 2015 Rumah Puang Matoa Rumah Puang Gella

(3)

Rumah Puang Gella 1. Sistem Kosmologi

Bentuk rumah adat berbentuk rumah panggung tidak lepas dari pandangan kosmologis bahwa dunia ini menjadi tiga bagian atau tiga tingkat, yakni botting langi untuk dunia atas tempat bersemayamnya Dewata Seuae atau PatotoE, ale kawa untuk dunia tengah yang dihuni oleh manusia, serta paratiwi yang terdiri dari tujuh susun pula sebagai tingkatan terbawah yakni tempat bersemayamnya orang-orang telah tiada, sehingga rumah adatnya tidak beralas dan ti-angnya ditanam ke dalam tanah (Muhanis, 2009:124) (gambar 4).

2. Filosofi Bentuk Bangunan

Bentuk penampilan rumah adat Karangpuang di Kab. Sinjai secara garis besarnya kedua-duanya mempunyai filosofi bentuk yang melambangkan tubuh seorang perempuan yang disebut Nene’ Makkunrai Indo ri Karangpuang (seorang nenek yang dijadikan Ibu di Karangpuang). Ibu dari Karangpuang ini dimaksudkan sebagai seorang dewi yang pertama ada di Karangpuang sebagai To Manurung (orang suci yang tidak diketahui asalnya dari mana). (menurut Keterangan Pu-ang MattPu-ang, Sanro bola masyarakat biasa Di Karangpuang)

Rumah yang ada sekarang sudah mengalami perubahan bentuk beberapa kali. Bentuk awal rumah adatnya disebut dengan langkeang, yakni rumah adat yang bertiang satu bentuknya seperti payung, kemudian rumah bertiang tiga di Toanja, dan selanjutnya karena Agama Islam telah memasuki wilayah Karampuang dengan membawa ajaran yang baru, maka rumah adat-nya juga disesuaikan dengan ajaran yang baru

itu. Untuk itu maka rumah Adat itu dipindahkan lagi ke lokasi baru dan rumah adat yang dahulunya jumlahnya hanya satu unit ditambah menjadi dua unit dengan ukuran yang lebih besar dan bentuk yang lebih baik, sampai bentuk seperti yang sekarang dan telah diper-kaya dengan simbol-simbol Islam.

3. Proses Pembangunan

Pembangunan rumah adat Karampuang tidak diketahui secara pasti tahunnya kapan rumah itu mulai ada. Berdasarkan keterangan Puang Gella, rumah yang sekarang ini mulai dibangun kem-bali oleh Puang Gella pada tahun 1967 karena rumah sebelumnya habis terbakar pada zaman pemberontakan DI/TII. Akan tetapi bentuk, ser-ta simbol-simbol yang ada tidak ada yang diubah.

4. Orientasi bangunan

Rumah adat yang ditempati oleh Arung (Raja) mempunyai orientasi kearah Barat (Akhirat). Filosofi orientasi ini dikarenakan Arung sebagai pemimpin tertinggi dalam adat dan sekaligus se-bagai orang tua akan selalu berorientasi kearah kehidupan selanjutnya (akhirat). Arung yang akan memberikan pesan-pesan moral, weja-ngan-wejangan untuk selalu berbuat baik, seba-gai bekal kita menghadap sang pencipta, serta memberikan pesan kepada masyarakat untuk tetap selalu melestarikan adat. Dengan kata lain bahwa pada rumah adat To Matoa-lah tempat membicarakan hal-hal yang ritual. Rumah adat Puang Gella (Perdana Menteri) mempunyai orientasi ke arah Timur (Duniawi). Ini melam-bangkan bahwa matahari terbit dari timur, tanda dimulainya kehidupan. Tempat untuk membi-carakan hal-hal yang besifat dunia. (gambar 4) Botting

Langi

Ale Kawa Paratiwi Gambar 3: Sistem Kosmologi Pada

Rumah Adat Karampuang Sumber: Hasil Wawancara, 2013

Rumah Puang Matoa

Gambar 4: Orientasi Rumah Adat Karampuang

(4)

5. Material

Material yang digunakan kedua rumah adat, baik rumah To Matoa maupun rumah Gella se-muanya bersumber dari dalam hutan adat. Mulai dari tiang, lantai, dinding, sampai atap. Jenis-jenis material bangunan rumah adat antara lain: untuk tiang rumah (Alliri) menggunakan kayu Bitti, lantai rumah memakai bambu, atap rumah memakai daun Enau, dan ada dari rumpu ilalang, dinding memakai kayu Bitti dan dari bambu, dan pengikat memakai rotan dan tali dari rakitan ijuk pohon enau.

Saat ini, telah terjadi perubahan dalam penggu-naan bahan, khususnya pada penggupenggu-naan pe-ngikat. Dulu semuanya diikat dengan rotan ataupun tali dari ijuk, namun karena material semakin langka utamanya rotan yang sudah hampir tidak ada lagi di hutan adat, makanya sudah menggunakan material yang modern. Berupa tali dari bahan plastik. Keadaan ini juga diperparah dengan peraturan pemerintah, dima-na masyarakat tidak boleh lagi menebang pohon termasuk mengambil rotan dari dalam hutan, sekalipun dalam hutan adat.

6. Tata ruang (fungsi ruang, tata letak, makna ruang, )

Rumah adat Karampuang, secara umum mem-punyai tata ruang yang hampir sama, perbe-daannya terletak pada perbedaan tata ruang pada jumlah kamarnya.

a. Tata Ruang Rumah Adat Puang Matoa Pembagian ruang-ruang pada rumah adat To-matoa terdiri dari paruhung, Sonrong ri olo, Elle’/Lontang riolo, Elle’ ri tengnga, Elle ri monri, dan Sonrong Ri monri. Pada bagian Sonrong ri monri mempunyai 4 unit kamar tidur (bili’) masing-masing untuk ana’ malolo arung, guru, puang tomatoa, dan puang sanro (gambar 5). b. Tata Ruang Rumah Adat Puang Gella Seperti halnya rumah Puang Tomatoa, secara vertikal rumah puang Gella terbagi atas 3 bagian, yaitu rakkeang, ale bola, dan paratiwi. Pemba-gian ruang-ruang pada rumah adat Gella pada

prinsipnya sama dengan pembagian ruang pada rumah adat Puang Matoa. Yang membedakan adalah jumlah kamar atau bili’ pada bagian Son-rong ri monri yang hanya terdiri dari dua unit kamar (bili’) saja yang masing-masing untuk ana’ malolo gella dan Puang Gella sendiri (gambar 6).

Pembagian ruang-ruang pada rumah adat Puang Gella pada prinsipnya sama dengan pembagian ruang pada rumah adat Puang Matoa. Yang membedakan adalah jumlah kamar atau bili’ pada bagian Sonrong ri monri yang hanya terdiri dari dua unit kamar (bili’) saja yang masing-masing untuk ana’ malolo gella dan Puang Gella sendiri.

Gambar 5: Tata ruang rumah Puang Matoa

Sumber: Laporan Eskursi Mahasiswa S2 , 2013

Gambar 6: Tata ruang rumah Puang Gella Sumber: Laporan Eskursi Mahasiswa S2 , 2013

(5)

Secara vertikal, pembagian ruang pada rumah puang Gella terdiri atas:

• Rakkeang sebagai tempat menyimpan padi (ase), alat-alat dari logam/besi (bessi) • Ale Bola sebagai tempat tinggal

• Paratiwi sebagai kolong, tempat memelihara ternak

(lihat gambar 7)

Ukuran untuk rumah adat ataupun rumah tra-disional vernacular tidak ada yang menggu-nakan alat ukur modern (meteran), tetapi menggunakan organ tubuh manusia dan biasa-nya yang digunakan adalah organ tubuh peng-huninya. Untuk rumah adat Karampuang juga menggunakan system pengukuran seperti itu. Ukurukuran yang dipakai di Karampuang an-tara lain: depa (reppa), siku (sikku), jengkal (jakka), dan kepal (kekkeng tuo). Semua jumlah ukurannya ganjil. Ukuran panjang Rumah Puang Tomatoa adalah 17 depa, sedangkan rumah Puang Gella 13 depa.

Jumlah tiang rumah sebanyak 30 tiang, yang melambangkan jumlah juz dalam al-quran. Jum-lah tiang yang membujur dari utara ke selatan sebanyak 5 tiang melambangkan jumlah rukun Islam. Jumlah tiang yang melintang dari barat ke timur sebanyak 6 tiang melambangkan rukun iman. Ini merupakan pengaruh agama Islam se-bagai agama yang dianut oleh masyarakat adat Karampuang.

Perlu diketahui bahwa selain melakukan peneli-tian tim peneliti dilarang mengukur objek

pene-litian (rumah adat dan kawasannya) menggu-nakan alat ukur modern dengan menggumenggu-nakan meteran. Jadi yang dipakai mengukur adalah tinggi badan atau ukuran tubuh manusia. Proses konversi ukuran dari antropometri ke dalam satuan centimeter (cm), menggunakan format foto (JPEG) yang kemudian dikonversikan de-ngan software AutoCAD untuk mengetahui ukuran-ukuran yang ada dalam denah yang di rekonstruksi oleh tim. Sehingga didapatkan uku-ran-ukuran yang tidak sama setiap jarak antar tiang.

Kesimpulan

Simbolisme kedua rumah adat dapat dilihat pa-da panpa-dangan kosmologi bahwa dunia ini men-jadi tiga bagian yaitu: dunia atas, dunia tengah dan paratiwi. Bentuk rumah disimbolkan sebagai bentuk tubuh seorang perempuang, hal ini terlihat pada simbol simbol pada rjumah ter-sebut. Orientasi rumah puang Matoa ke arah Barat, sebagai simbol akan hari akhirat, se-dangkan orientasi rumah Puang Gella ke arah Timur sebagai tempat matahari terbit sebagai simbol kehidupan. Jumlah tiang sebanyak 30 tiang yang melambangkan jumlah juz dalm Al quran, dimana jumlah tiang menyamping seba-nyak 5 tiaang yang melambangkan rukun Islam dan 6 tiang kebelakang yang melambangkan rukun Iman.

Kawasan adat Karampuang di Kabupaten Sinjai mempunyai struktur dan lembaga adat yang ter-diri dari Tomatoa, Gella, Sanro, dan Guru. Ma-sing-masing pemangku adat mempunyai tugas dan tanggung jawa yang berbeda. Ada bebe-rapa ritual yang dipimpin oleh para pemangku adat. Acara Adat yang paling besar yaitu Mappo-gau Sihanua yang merupakan pesta rasa syukur yang biasa dilaksanakan pada saat setelah panen.

Simbolisme ini pada kedua ruamh adat di ka-rampuang Sinjai masih dipengaruhi oleh keper-cayaan dan kehidupan sosial budaya yang sam-pai saat ini masih dipegang teguh oleh masya-rakatnya, tersimpan baik di dalam kehidupan mereka. Selain itu pengaruh agama Islam masih keliatan dalam perwujudan kedua rumah adat tersebut.

Gambar 7: Tata ruang rumah Puang Gella (secara

Vertikal)

Sumber: Laporan Eskursi Mahasiswa S2 , 2013 Rakkeang

Ale bola Paratiwi

(6)

Ucapan Terima kasih

Ucapan terima kasih kepada pemerintah daerah kabupaten Sinjai dan masyarakat kawasan adat Karampuang. Serta terima kasih kepada maha-siswa angakatan tahun 2012 progarm S2 Arsi-tektiur Universitas Hasanuddin.

Daftar Pustaka

Dewi, Gemala . (2010). Arsitektur Vernakular Minangkabau: Kajian Arsitektur dan Eksistensi Rumah Gadang Dilihat dari Pengaruh serta Perubahan Nilai Budaya (Skripsi). Depok: Universitas Indonesia.

Ira Mentayani, Ika Putra. (2012). MENGGALI MAKNA ARSITEKTUR VERNAKULAR: Ranah, Unsur, dan Aspek-Aspek Vernakularitas, LANTING Journal of Architecture, Volume 1, Nomor 2, Agustus 2012, (Halaman 68-82 ISSN 2089-8916)

Muhannis. (2009). Karampuang dan Bunga Rampai Sinjai, Ombak:Yogyakarta

Oliver, Paul. (2006). Built to Meet Needs. Cultural Issues in Vernacular Architecture. Oxford & Burlington, MA: Architectural Press.

Rudofsky, Bernard (1964), Architecture without Architect. New York: The Museum of Modern Art. Rapoport, Amos (1969), House Form and Culture.

Prentice Hal, Inc.

Suharjanto, Gatot (2011). Membandingkan Istilah Arsitektur Tradisional Versus Arsitektur Vernakular: Studi Kasus Bangunan Minangkabau dan Bangunan Bali. Jurnal ComTech Vol.2 No. 2 Desember 2011: 592-602.

Sumalyo, Yulianto. Bahan Ajar Perkembangan Arsitektur 1. Arsitektur : Universitas Hasanuddin, Makassar

Tim Eksekursi Arsitektur FT-UI (2008), Laporan Eksekursi Arsitektur Kampung Bali Aga, Tenganan, Bali. Depok: Universitas Indonesia.

Tuan, Yi-Fu (1974), Man and Nature. London: University of Minnesota Press.

Wibowo, Arif Sarwo (2012), Arsitektur Vernakular dalam Perubahan: Kajian terhadap Arsitektur Kampung Naga, Jawa Barat. Temu Ilmiah IPLBI 2012.

Gambar

Gambar 2. Lokasi Rumah Adat  Sumber: Koleksi Tim Peneliti, 2015 Rumah Puang Matoa Rumah Puang Gella
Gambar 3: Sistem Kosmologi Pada  Rumah Adat Karampuang  Sumber: Hasil Wawancara, 2013
Gambar 6: Tata ruang rumah Puang Gella  Sumber: Laporan Eskursi Mahasiswa S2 , 2013
Gambar 7: Tata ruang rumah Puang Gella (secara  Vertikal)

Referensi

Dokumen terkait