PRAKTIKUM LABORATORIUM METALURGI PRAKTIKUM LABORATORIUM METALURGI
UJI IMPAK UJI IMPAK Oleh: Oleh: Chris Cornelius Chris Cornelius 24416077 24416077 Hari
Hari praktikum praktikum : : SelasaSelasa
Tanggal praktikum : 20 Maret 2018 Tanggal praktikum : 20 Maret 2018 Jam
Jam praktikum praktikum : : 14.00-17.0014.00-17.00
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KRISTEN PETRA UNIVERSITAS KRISTEN PETRA
SURABAYA SURABAYA
2018 2018
UJI IMPAK BAB I
TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami ketangguhan material dan prinsip pengukurannya 2. Mengenal peralatan dan dapat menggunakan alat uji impak
3. Mengetahui pengaruh temperature dan takikan terhadap ketangguhan material
4. Mengetahui fenomena perpatahan
BAB II TEORI DASAR
Uji impak merupakan pengujian untuk mengetahui ketangguhan material. Pengujian dilakukan dengan cara memberi beban kejut (pukulan) pada material uji. Hasil uji impak juga digunakan untuk mengetahui keuletan suatu material. Secara umum, material logam menunjukkan perpatahan ulet pada temperature tinggi dan berubah menjadi getas pada temperatir rendah. Perpatahan dari material juga bergantung pada kondisi permukaannya. Perpatahan lebih sulit terjadi pada permukaannya yang halus dan rata. Sebaliknya, adanya goresan atau perubahan permukaan secara mendadak akan mempermudah terjadinya patahan.
METODE PENGUJIAN
Metode pengujian yang paling umum digunakan adalah metode Charpy. Bagian utama peralatan yang dibutuhkan adalah sebuah pendulum dan dudukan material uji. Material uji (Spesimen) yang sudah disiapkan dipasang pada dudukan, kemudian dengan gaya gravitasi pendulum diayunkan dari ketinggian tertentu sehingga menumbuk material uji hingga patah. Besarnya energy yang diperlukan untuk mematahkan dapat diukur dari selisih ketinggian pendulum sebelum dan sesudah tumbukan. Alat ini bekerja dengan prinsip kekekalan energy mekanik. Energi yang dimiliki oleh alat uji Charpy yang digunakan adalah 295 J. Pengukuran impak energy dipermudah dengan memberikan skala penunjuk pada
mesin, dimana jarum penunjuk digerakkan oleh pendulum. Pada kebanyakan mesin, skala yang ditunjukan pada umumnya sudah dalam besaran energy (Joule atau ft-lb), sehingga tidak memerlukan lagi perhitungan.
Agar pengujian seragam, maka posisi awal dari pendulum diseragamkan dengan menggunakan pengait. Hal ini juga meningkatkan keamanan mesin karena pendulum tidak bisa jatuh kecuali keadaan sudah aman. Gambar 3.1 a) berikut
menunjukan mesin uji impak Charpy, dengan pendulum berada pada posisi awal.
Gambar 3.1 Alat uji impak a) Pendulum dalam ketinggian nol b) Pendulum dalam ketinggian maksimum
Selain energi impak, alat juga menunjukkan impak strength, yang merupakan energy yang diperlukan untuk mematahkan specimen per satuan luas penampang specimen. Satuan impak strength adalah J/m2 atau ft-lb/in2
Spesimen impak memiliki ukuran yang standar, yaitu panjang 55 mm dengan penampang berupa bujur sangkar berukuran 10x10 mm. Dudukan untuk specimen berjarak 40 mm. Takikan dibuat pada tengah-tengah specimen, pada salah satu sisi memanjangnya. Takikan bisa berupa V, U, atau keyhole. Takikan V adalah yang paling umu digunakan untuk pengujian baja. Pembuatan takikan V dilakukan dengan menggunakan milling atau broaching. Takikan keyhole dibuat dengan melakukan drilling dengan melakukan drilling yang dilanjutkan dengan
pemotongan dengan gergaji atau cara lainnya. Takikan U serupa dengan takikan keyhole, hanya lebar pemotongan sama dengan diameter lubang hasil drilling. Bentuk dan ukuran takikan dapat dilihat pada ASTM e23-12c.
Gambar 3.2 memperlihatkan jeni-jenis takikan yang umum digunakan dalam pengujian impak.
Untuk mempermudah pembuatan specimen, takikan dibuat dengan melakukan pemotongan dengan gergaji segalam 2 mm. Takikan ini menyerupai takikan U, namun tidak memiliki radius akhir, melainkan penampang berupa persegi panjang.
Gambar 3.3 menunjukan bentuk specimen yang digunakan
Besarnya energy dan kekuatan impak selain dapat dibaca dari skala yang terdapat pada mesin atau dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus.
Dari keterangan mesin, diketahui W = 193.39 N dengan energy awal (A0) sebesar 295 J. Kekuatan impak (Ap) dirumuskan sebagai berikut :
Ap = M (cos B
–
cos A)Dimana M adlaah momen pendulum (Nm), A sudut awal pendulum, dan B sudut akhir ayunan pendulum setelah mematahkan specimen. Karena
M = W x l
Maka untuk memperoleh nilai M, perlu diketahui besarnya l (lengan ayun pendulum, m), yang bisa dihitung dengan rumus periode untuk pendulum, yaitu :
T = 2 π √ l/g
Dimana T adalah periode satu ayunan dari pendulum (detik) dan g adalah percepatan gravitasi. Untuk mengetahui besarnya sudut awal (a), diperoleh
melalui persamaan berikut :
Dengan A0 sebesar 295 J. Setelah diperoleh besarnya Ap, maka kekuatan impak (Is) dapat dihitung, dengan rumus :
Is = Ap/A
Dimana A adalah luas penampang specimen yang menahan gaya impak. TEMPERATUR TRANSISI
Karena kekuatan impak bergantung pada temperatur material, maka pengujian impak umumnya dilakukan pada tempertaur yang bervariasi. Secara umum, transisi dari ulet ke getas biasanya terjadi antara suhu kamar sampai -46 C, namun pengujian dapat dilakukan pada temperature yang dibutuhkan. Pendinginan dilakukan dengan merendam specimen dalam campuran alcohol dan CO2 padat. Penginginan cara ini bisa menjangkau sampai dengan -59 C. Untukpengujian pada temperature tinggi, dilakukan pemanasan dalam dapur atau dengan menggunakan media pemanas, misalnya oli. Perlu diperhatikan bahwa pada saat melakukan pengujian, diusahakan temperature specimen tidak
mengalami perubahan yang terlalu besar, yang bisa diminimalkan dengan pemindahan dan pengujian yang cepat, yang ditetapkan harus diuji dalam 5 detik
setelah specimen dikeluarkan dari media pendingin/pemanas.
Grafik kekuatan impak terhadap temperature bisa dibuat setelah dilakukan pengujian pada berbagai temperatur. Dari grafik ini, bisa ditetapkan temperature
kerja material yang diuji. POLA PATAHAN
Bidang perpatahan specimen yang telah diuji dapat digunakan untuk mengetahui apakah material tersebut getas atau ulet. Pola patahan getas ditandai dengan permukaannya yang mengkilat, berbutir, dan memiliki sedikit deformasi. Pola patahan ulet memiliki permukaan yang berserat, buram, dan menunjukkan deformasi yang cukup besar (Lihat Gambar 3.4). Pada patahan yang bersifat campuran, maka polsa patahan ulet akan tampak pada bagia luar yang mengelilini bagian dalam yang bersifat getas. Dapat pulda dilakukan pengukuran luasan
daerah ulet dan getas untuk memperoleh perbaningan polsa patahan yang bisa dibandingkan dengan pola patahan standar, yang terdapat dalam ASTM E-23.
Gambar 3.4 Pola patahan a) ulet dan b) getas
Deformasi yang terjadi pada patahan dapat dilihat pada sisi dari patahan, dimana material yang ulet akan menunjukkan pengecilan penampang yang lebih besar daripada material yang getas. Selain pengecilan penampang, tingkat
keuletan dapat dianalisa berdasarkan besarnya tonjolan patahan yang terdapat pada kedua belah potongan specimen pada sisi yang berlawanan dengan sisi takikan. Material yang sangat getas tidak akan menunjukkan adanya pengecilan diameter dan tidak memiliki tonjolan patahan. Untuk menganalisa pola patahan secara lebih mendalam, dapat dilakukan dengan menggunakan sebuah mikroskop. FAKTOR-FAKTOR KEKUATAN IMPAK
Kekuatan impak dipengaruhi oleh geometrid an kondisi permukaan serta temperature material. Selain itu, sifat metalurgi dari material juga memiliki
pengaruh yang besar, diantaranya adalah komposisi, pengerjaan, perlakuan panas, dan pengelasan. Kadar karbon juga menunjukan pengaruh yang besar, yaitu :
1. Menentukan besarnya temperatur transisi. 2. Mempengaruhi besarnya kekuatan impak.
3. Menentukan gradiasi perbuahan kekuatan impak pada temperature transisi.
Selain karbon, unsur paduan lainnya juga memiliki pengaruhnya masing-masing; ada yang memperbaiki (seperti mangan dan nikel) dan ada yang memiliki pengaruh yang negative (seperti fosfor dan silicon dalam jumlah).
Pengerjaan dingin, seperti telah diketahui, menyebabkan logam emiliki kekuatan yang tidak homogen. Hal ini terutama pada proses rolling dingin, dimana kekuatan pada arah pengerolan lebih besar daripada pada arah melintang.
Hal yang sama berlaku untuk kekuatan impak, dimana orientasi specimen dan penempatan takikan memiliki pengaruh yang besar. Kekuatan tertinggi diperoleh dengan specimen mengikuti arah pengerjaan dan takikan dibuat pada permukaan material. Pengujian material yang telah mengalami rolling harus
disertai dengan keterangan mengenai proses tersebut, atau hasil yang diperoleh bisa menunjukkan variasi yang tinggi dan sulit dianalisa.
Perlakukan panas menentukan besar kekuatan impak karena mempengaruhi fase logam dan bentuk serta ukuran butir. Secara umum, logam dengan butir kecil emiliki kekuatan imak yang lebih besar. Untuk baja, martensite yang telah distemper memiliki kekuatan terbesar dengan temperatur transisi yang terendah.
METODE PENGUJIAN LAINNYA
Selain dengan metode Charpy, pengujian terhadap kekuatan impak dapat dilakukan dengan menggunakan metode Izod, metode Drop Weight Testing (DWT), dan metode Drop Weight Tear Testing (DWTT). Metode Izod serupa dengan metode Charpy, yaitu menggunakan pendulum untuk mematahkan specimen berbentuk batangan. Perbedaan terletak pada pemegangan specimen. Pada Charpy, spesimen diletakkan antara dua dudukan dan dipukul pada
tengah-tengahnya, sedangkan untuk metode Izod, spesimen dipegang salah satu ujungnya dan ujung yang menggantunglah yang dipukul oleh pendulum (lihat Gambar 3.5)
Gambar 3.5 Pengujian impak metode Izod dan Charpy
Keunggulan metode ini adalah pada satu spesimen bisa dibuat beberapa takikan, dan pengujian dilakukan secara beruntun. Kelemahannya adalah waktu yang diperlukan untuk menjepit spesimen terlalu lama, sehingga tidak bisa untuk menguji spesimen pada temperature rendah. Metode DWT dan DWTT menggunakan beban tertentu yang dijatuhkan pada spesimen dari ketinggian tertentu sehingga spesimen retak atau patah. Pada DWT, spesimen hanya dibutuhkan sampai retak, dimana yang dicari adalah besarnya temperature nil-ductility transition (NDT), yang adalah temperature tertinggi dimana spesimen dikatakan retak. Spesimen untuk pengujian DWT memiliki ukuran yang relative besar, dimana yang terkecil berukuran 16x51x127 mm. Persiapan spesimen berupa pengelasan pada salah satu sisinya.
Beban kemudian dijatuhkan pada sisi yang berlawanan dengan pengelasan. Hal ini akan menyebabkan muncul retakan pada permukaan pengelasa yang akan menjalar ke material uji. Spesimen dikatakn retak apabila retakan menyebar sampai ke salah satu atau kedua tepi permukaan spesimen yang telah dilas. Metode DWTT serupa dengan DWT, hanya memerlukan spesimen dengan ukuran yang lebih besar (3x12 inci), menggunakan takikan yang dibentuk dengan press, dan spesimen diperlukan sampai patah. Takikan yang digunakan berupa V dengan sudut 45, dengan kedalamanan 0,02 inch. Hasil pengujian diperoleh dengan melakukan analisa patahan untuk menentukan besarnya perbandingan daerah patah getas dan patah ulet.
Metode DWT dan DWTT merupakan penyempurnaan dari pengujian Charpy karena pengujian Charpy tidak bisa menunjukkan temperature transisi yang seragam antara spesimen dengan benda yang berukuran sebenarnya. Meskipun DWT dan DWTT tidak sepenuhnya sempurna namun menunjukkan hasil yang lebih seragam.
BAB III
ALAT DAN BAHAN
1. Mesin uji impak Cesare Galbadini-Galarante tipe OH-30 2. Stopwatch 3. Gergaji tangan 4. Kikir 5. Dapur Listrik 6. Jangka sorong 7. Ragum 8. Penjepit 9. Alkohol (70%) 10. Es batu 11. Termometer 12. Wadah Plastik (300ml)
BAB IV
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Membuat 3 spesimen dari bahan yang telah disediakan. Melakukan dengan menggunakan gergaji tangan, ragum dan jangka sorong. Membentuk spesimen sehingga sesuai dengan gambar 2.3
2. Meratakan hasil pemotongan dengan menggunakan kikir.
3. Memasukkan spesimen yang pertama ke dalam dapur listrik dan panaskan hingga 200 C.
4. Memasukkan es batu ke dalam wadah lalu tuangkan alcohol secukupnya sampai es batu terendam seluruhnya.
5. Memasukkan spesimen kedua dalam wadah berisi es dan alcohol. Memasukkan pula thermometer, dengan memastikan ujung thermometer menyentuh spesimen.
6. Menghitung periode pendulum untuk melakukan 50 ayunan. Untuk melakukan hal ini, naikkan pendulum ± 3. Catat hasilnya.
7. Bila thermometer telah menunjukkan bahwa temperature spesimen kedua adalah 0 C, kami mengeluarkan spesimen dari wadah dan tempatkan pada dudukan di mesin impak. Memosisikan sehingga takikan menghadap berlawanan dari jatuhnya pendulum dan takikan segaris dengan bagian pendulum yang memukul spesimen.
8. Menaikkan pendulum sehingga terpasang pada pengait 9. Memosisikan jarum penunjuk skala pada 295 J
10. Memosisikan lengan pengereman sehingga mendekati mesin (posisi rem tidak aktif). Memastikan tidak ada orang atau benda yang mungkin terpukul oleh pendulum.
11. Melepaskan pengait dengan mendorong lengan pengait sehingga pendulum jatuh dan mematahkan spesimen
12. Setelah pendulum berayun satu ayunan, mendorong lengan pengereman menjauh dari mesin (posisi rem aktif) dan meneruskan hingga pendulum berhenti.
13. Mencatat angka yang ditunjukkan oleh jarum (impak energy dan impak strength). Mengambil spesimen, mematahkan bila masih utuh, dan memberi tanda.
14. Melakukan hal yang sama untuk spesimen yang dipanaskan dan yang suhu kamar. Untuk spesimen yang dipanaskan, memegang dengan menggunakan penjepit dan dinginkan segera setelah diuji (gunakan air).
15. Melakukan analisa terhadap pola patahan tiap spesimen.
16. Mengembalikan alat-alat yang digunakan ke tempatnya semula.
BAB V
HASIL PERCOBAAN
Gambar 5.1 Hasil percobaan impak suhu panas
BAB VI PENGOLAHAN DATA
T = 2 π √ l/g
90
50
= 2π√
9,81
1.8
π
9,81 = l
= 0,805 m
=
M = 193,39 . 0,805
M = 155,7 N/m
A0 = M (1–
cos A) = , ( − )
295
155,7
− 1 = − cos
= 154,16ᵒ
Kondisi 200oc Kondisi 0oc Kondisi 27oc Ap = M (cos B
–
cos A)76
= 155,7(cos
− cos 154,16)
76
155,7
+ cos154,16
= cos
= −0,402
Ap = M (cos B–
cos A)90
= 155,7(cos
− cos 154,16)
90
155,7
+ cos 154,16
= cos
= −0,392
Ap = M (cos B–
cos A)98
= 155,7(cos
− cos 154,16)
98
155,7
+ cos 154,16
= cos
= −0,2705
= 114,32
ᵒ∆ = ( − )
∆
= 0,805(cos 114,32
− cos154,16)
∆ = 0,805(0,488)
∆ = 0,39284
m = .∆
= 193,39 . 0,39284
= 75,97J
=
Is =
75,97
0,8
Is = 94,96 J/cm
= 108,78ᵒ
∆ = ( − )
∆
= 0,805(cos108,78
− cos 154,16)
∆ = 0,805(0,578)
∆ = 0,465
m = . ∆
= 193,39 . 0,465
= 89,98J
=
Is =
89,98
0,8
Is = 112,5 J/cm
= 105,7ᵒ
∆ = ( − )
∆
= 0,805(cos105,7
− cos 154,16)
∆ = 0,805(0,629)
∆ = 0,507 m
= .∆
= 193,39 . 0,507
= 97,98J
=
Is =
97,98
0,8
Is = 122,5 J/cm
BAB VII ANALISA DATADari hasil percobaan dan hasil perhitungan di dapati nilai yang hampir sama. Tetapi dari perhitungan ini belum cukup membuktikan teori dalam percobaan impak ini sudah berjalan dengan benar karena adanya waktu yang lama saat melakukan persiapan sebelum uji impak tersebut, karena hal ini spesimen sudah mendingin dan membuatnya tidak ulet lagi.perbedaan suhu antara benda dengan alat (pisau) pemotongnya.
Dari hasil yang didapatkan spesimen pada suhu normal memiliki ketahanan impak yang terbesar, tetapi dalam teorinya seharusnya semakin tinggi
suhu dari spesimen itu semakin ulet spesimen itu yang artinya lebih tahan terhadap impak. Sedangkan untuk suhu rendah belum membuktikan bahwa spesimen itu menjadi semakin tidak ulet atau menjadi lebih getas karena perbedaan impak energi tidak berbeda jauh.
BAB VIII KESIMPULAN
Dalam melakukan pratikum uji impak ini kita dapat mengetahui bahwa sebuah material pasti memiliki karakteristik yang berbeda terhadap uji impak , hal ini dikarenakan kondisi benda tersebut. Ketika kondisi dingin suhu ruangan, maupun dipanaskan pasti akn menghasilkan ketahan impak yang berbeda. Berdasarkan teori dengan benda yang sama , kondisi dingin mimiliki beban impak yang lebih rendah daripada suhu ruangan, kondisi panas memiliki beban impak yang lebih tinggi daripada suhu ruangan.
Pada gambar terlihat pada dengan benda yang sama kondisi dingin memiliki patahan yang lebih tidak teratur daripada benda di suhu ruangan ,sedangkan benda dengan kondisi panas memiliki bentuk patahan yang lebih halus dibandingkan benda di suhu ruangan.pada benda yang panas patahan terlihat sedikit lebih gelap daripada suhu ruangan karena efek oksidasi dari pemanasan benda tersebut
BAB IX
PERTANYAAN DAN JAWABAN Soal:
1. Sebutkan sifat mekanik yang di inginkan pada kondisi dingin dan panas! 2. Apa pengaruh temperature terhadap kekuatan impak?
3. Carilah contoh lain dari aplikasi pengujian impak dan jelaskan di mana penerapan ilmunya!
4. Mengapa pada spesimen uji impak diberikan takikan? Jawaban:
1. Untuk spesimen pada kondisi dingin di harapkan sebuah sifat yang getas dan tidak tahan terhadap impak (mudah patah bila di beri beban impak) sedangkan untuk kondisi panas diharapkan agar sifatnya ulet dan tidak mudah patah (tahan terhadap impak)
2. Semakin panas benda semakin ulet benda tersebut, semakin dingin semakin getas benda
3. Uji tabrak mobil,mengetahui kondisi hancurnya mobil apakah masih aman atau tidak untuk pengendara di dalam mobil. Uji impak pada pedang,agar saat penggunaannya pedang masih dalam kondisi prima. Uji impak pada paku bumi,untuk mengetahui batas kemampuan paku agar tidak rusak
dalam proses pemasangan.