PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG PEMBAHARUAN DALAM ISLAM PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG PEMBAHARUAN DALAM ISLAM Disusun Oleh Disusun Oleh Elvarina (08 29 004) Elvarina (08 29 004) Acep Gunawan (08 29 015) Acep Gunawan (08 29 015) Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing Muhtarom, S.Pd.i Muhtarom, S.Pd.i FAKULTAS TARBIYAH FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN FATAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG PALEMBANG 2009 2009 Pendahuluan Pendahuluan
Modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah Modernisasi mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat disesuaikan dengan paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang
pendapat-pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologiditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Namun bukan berarti pembaharuan mengubah
modern. Namun bukan berarti pembaharuan mengubah isi Al-Quran dan Hadits.isi Al-Quran dan Hadits.
Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India.
meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India. Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang
Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudianpada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Dabad ini lahir para pemikir dan ulama besar se
di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Dabad ini lahir para pemikir dan ulama besar se perti ;Maliki,perti ;Maliki, Syafi’I,
Syafi’I, Hanafi, dan Hambali.Hanafi, dan Hambali.
Untuk lebih jelasnya pemakalah akan membahas mengenai apa pemgertian pembaharuan dan apa saja Untuk lebih jelasnya pemakalah akan membahas mengenai apa pemgertian pembaharuan dan apa saja yang melatarbelakangi lahirnya pembaharuan pemikiran dalam Islam.
yang melatarbelakangi lahirnya pembaharuan pemikiran dalam Islam.
Pembahasan Pembahasan
A. Pengertian Pembaharuan dalam Islam A. Pengertian Pembaharuan dalam Islam Kata yang lebih
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata modi kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata mo dernisasi lahir dari duniadernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah ag
barat, adanya sejak terkait dengan masalah ag ama. Dalam masyarakat barat kata modernisasiama. Dalam masyarakat barat kata modernisasi
mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat mengandung pengertian pemikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua
istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya. Agar emua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Pembaharuan Islam adalah upaya untuk me
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk me nyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangannyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi odern. Dengan demikian
pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecendrunagan, pengetahuan, situasional, dan sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan madih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid” (baru), jika bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan
kemurnian Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn ‘Asyur mengatakan,
Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama
sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan ag amisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama.
Pengertian ini menunjukkan bahwa sesuatu yang akan mengalami proses tajdid adalah sesuatu yang memang telah memiliki wujud dan dasar yang riil dan jelas. Sebab jika tidak, ke arah mana tajdid itu akan dilakukan? Sesuatu yang pada dasarnya memang adalah ajaran yang batil –dan semakin lama semakin batil-, akan ditajdid menjadi apa? Itulah sebabnya, hanya Syariat Islam satu-satunya syariat samawiyah yang mungkin mengalami tajdid. Sebabnya dasar pijakannya masih terjaga dengan sangat jelas hingga saat ini, dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun Syariat agama Yahudi atau Kristen –
misalnya-, keduanya tidak mungkin mengalami tajdid, sebab pijakan yang sesungguhnya sudah tidak ada. Yang ada hanyalah “apa yang disangka” sebagai pijakan, padahal bukan. Tidak mengherankan jika kemudian aliran Prostestan menerima “kemenangan” akal dan sains atas agama, sebab gere ja pada mulanya tidak menerimanya, sebab teks-teks Injil tidak memungkinkan untuk itu. Dan yang seperti sama sekali tidak dapat disebut sebagai tajdid.
Dalam Islam sendiri, seputar ide tajdid ini, Rasulullah saw. sendiri telah menegaskan dalam haditsnya tentang kemungkinan itu. Beliau mengatakan, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk ummat ini pada setiap pengujung seratus tahun orang yang akan melakukan tajdid (pembaharuan) terhadap agamanya.” (HR. Abu Dawud , no. 3740).
Tajdid yang dimaksud oleh Rasulullah saw di sini tentu bukanlah mengganti atau mengubah agama, akan tetapi –seperti dijelaskan oleh Abbas Husni Muhammad maksudnya adalah mengembalikannya seperti sediakala dan memurnikannya dari berbagai ke batilan yang menempel padanya disebabkan hawa nafsu manusia sepanjang zaman. Terma “mengembalikan agama seperti sediakala” tidaklah berarti bahwa seorang pelaku tajdid (mujaddid) hidup menjauh dari zamannya sendiri, tetapi maknanya adalah
memberikan jawaban kepada era kontemporer sesuai dengan Syariat Allah Ta’ala setelah ia dimurnikan dari kebatilan yang ditambahkan oleh tangan jahat manusia ke dalamnya. Itulah sebabnya, di saat yang sama, upaya tajdid secara otomatis digencarkan untuk menjawab hal-hal yang mustahdatsat (persoalan-persoalan baru) yang kontemporer. Dan untuk itu, upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-nash syar’i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar’i dengan metode yang menyelisihi ijma’ ulama Islam. Sama sekali bukan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tajdid dalam Islam mempunyai 2 bentuk:
menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Konsekuensinya tentu saja adalah kembali ke pada
bagaimana Rasulullah saw dan para sahabatnya mengejawantahkan Islam dalam keseharian mereka. Kedua, memberikan jawaban terhadap setiap persoalan baru yang muncul dan berbeda dari satu zaman dengan zaman yang lain. Meski harus diingat, bahwa “memberikan jawaban” sama sekali tidak identik dengan membolehkan atau menghalalkannya. Intinya adalah bahwa Islam mempunyai jawaban
terhadap hal itu. Berdasarkan ini pula, maka kita dapat memahami bahwa bidang-bidang tajdid itu mencakup seluruh bagian ajaran Islam. Tidak hanya fikih, namun juga aqidah, akhlaq dan yang lainnya. Tajdid dapat saja dilakukan terhadap aqidah, jika aqidah ummat telah mengalami pergeseran dari yang seharusnya.
Banyak sekali peristilahan yang digunakan para pe-nulis yang dalam bahasa Indonesia ber konotasi pemba-haruan, umpamanya tajdid, ishlah, reformasi, ‘ashriyah, modernisasi, revivalisasi, resurgensi (resurgence), reassersi (reassertion), renaisans, dan fundamentalis. Peristilahan se-perti ini timbul, bukan sekedar perbedaan semantik bela-ka, akan tetapi dilihat dari isi pembaharuan itu sendiri. 1. Tajdid, Ishlah, dan Reformasi
Tajdid sering diartikan sebagai ishlah dan reformasi; karena itu, gerakannya disebut gerakan tajdid, gerakan ishlah, dan gerakan reformasi. Tajdid menurut bahasa al-i’adah wa al-ihya’ , mengembalikan dan menghidupkan. Tajdid al-din, berarti mengembalikannya kepada apa yang pernah ada pada masa salaf, generasi muslim awal. Tajdid al-Din menurut istilah ialah menghidupkan dan membangkitkan ilmu dan amal yang telah diterangkan oleh al-Quran dan al-Sunnah . Ulama salaf memberikan ta’rif tajdid sebagai berikut : Menerangkan/membersih-kan Sunnah dari bid’ah memperbanyak ilmu dan memu-liakannya, membenci bid’ah dan menghilangkannya” . Selanjutnya tajdid dikatakan sebagai penyebaran ilmu, meletakkan pemecahan secara Islami terhadap setiap pr oblem yang muncul dalam kehidupan manusia, dan menentang segala yang bid’ah. Tajdid tersebut di atas dapat pula diartikan sebagaimana dikatakan oleh ulama salaf menghidupkan kembali ajaran salaf al-shaleh, meme-lihara nash-nash, dan meletakkan kaidah-kaidah yang disusun untuknya serta meletakkan metode yang benar untuk
memahami nash tersebut dalam mengambil mak-na yang benar yang sudah diberikan oleh ulama. Dari definisi di atas nampak, bahwa tajdid tersebut mendorong umat Islam agar kembali kepada al-Quran dan sunnah serta mengembangkan ijtihad. Inilah makna tajdid yang dianut oleh kaum puritan yang selama ini suaranya masih bergema. Tajdid seperti ini pula yang di-katakan sebagai ishlah atau reformasi dalam Islam. Refor-masi itu sendiri, berdasarkan sejarahnya, muncul akibat modernisasi muncul sebagai reaksi atas reformasi. Reformasi adalah vis a vis modernisasi. Reformasi sebagai akibat adanya penyimpangan agama dan teologi yang disebabkan oleh adanya sekularisme modern
(reformation as a religious and theological and the cauce of modern secularism). 2. ‘Ashriyah dan Modernisasi
Istilah modernisasi atau ashriyah (Arab) diberikan oleh kaum Orientalis terhadap gerakan Islam tersebut di atas tanpa membedakan isi gerakan itu sendiri. Modernisasi, dalam masyarakat Barat, mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha-usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagai-nya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditim-bulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Tatkala umat Islam kontak dengan Barat, m aka modernisasi dari Barat membawa kepada ide-ide baru ke dunia Islam, seperti rasionalisme,
Penyesuaian ajaran seperti di atas disebut modern karena dalam se jarahnya agama Katholik dan
Protestan dahulu diajak menyesuaikan diri dengan ilmu pengeta-huan dan falsafat modern. Sayangnya, modernisaai di Barat ini akhirnya membawa kepada sekularisasi. Jika seandainya demikian ternyata perkataan modern tidak sedikit dampaknya dan bahayanya dalam pemahaman agama, seandainya tidak ada filter-filter tertentu untuk menyaringnya sebagaimana terjadi di dunia Barat tadi. Itulah sebabnya barangkali Harun Nasution tidak begitu sreg menggunakan kata modern sebagai gantinya dipilih kata pembaharuan.
3. Revivalisasi, Resurgensi, Renaisans, Reasersi
Kesemua peristilahan di atas mengandung arti te-gak kembali atau bangkit kembali. Peristilahan revivali-sasi, pada dasarnya, banyak sekali digunakan oleh para penulis. Fazlurrahman, misalnya, menggunakan istilah ini, bahkan ia membaginya kepada dua bagian yaitu revivalis pra-modernis dan revivalis neo modernis.
Penulis lain mengungkapkan kebangkitan kembali dengan kata resurgence. Chandra Muzaffar yang menge-mukakan istilah ini dalam tulisannya Resurgence A. Global Vew menyatakan bahwa adanya perbedaan antara istilah revivalis dengan resurgence. Resurgence, adalah tindakan bangkit kembali yang di dalamnya mengandung unsur :
1. kebangkitan yang datang dari dalam Islam sendiri dan Islam dianggap penting karena dianggap mendapatkan kembali prestisenya;
2. ia kembali kepada masa jayanya yang lalu yang pernah terj adi sebelumnya;
3. bangkit kem¬bali untuk menghadapi tantangan, bahkan ancaman dari mereka yang berpengalam-an lain.
Revivalisme juga berati bangkit kembali, tetapi kem-bali ke masa lampau, bahkan berkeinginan untuk meng-hidupkan kembali yang sudah usang. Renaisans, jika ha-nya diartikan secara umum nampaknya membangkitkan kembali ke masa-masa yang sudah ketinggalan zaman, bahkan ada konotasi
menghidupkan kembali masa jahi-liyah, sebagaimana renaisans di Eropa yang berarti meng-hidupkan kembali peradaban Yunani. Jika istilah ini ter-paksa digunakan, maka Renaisans Islam harus berarti tajdid .
Karena itu, barangkali mengapa banyak para penu-lis menggunakan Renaisans dalam menerangkan tajdid atau Pembaharuan dalam Islam. Fazlurrahman, misalnya dalam bukunya Islam : Challenges and Opportunities, me-nulis tentang Renaisans Islam : Neo Modernis. Istilah ini-pun digunakan pula oleh editor buku A History of Islamic Phllisophy, M.M. Sharif, tatkala rnenerang¬kan tokoh-to-koh
pembaharuan dunia Islam, seperti Muhammad ibn Abd al-Wahab, Muhammad Abduh dan lainnya di ba-wah judul Modern Renaissans. Sementara itu reassertion berarti te gak kembali tetapi tidak mengandung tan-tangan terhadap masalah sosial yang ada.
Demikianlah istilah tajdid, pembaharuan, yaitu dike-mukakan oleh para ahli, mereka bukan hanya sekedar berbeda pendapat dalam hal istilah yang digunakan, akan tetapi dalam makna dan isi
pembaharuan itu sen-diri. Itulah sebabnya orang sering mengatakan bahwa istilah Pembahruan dalam Islam masih merupakan kon-troversi yang mengandung kebenaran. Dan itu pula sebabnya mengapa Harun Nasution tidak banyak meng-gunakan peristilahan yang banyak itu, kecuali menggu-nakan istilah pembaharuan, modern dan tajdid sewaktu-waktu. Karena, yang penting adalah isi dan tujuan dari pembaharuan itu sendiri kembali kepada ajaran-ajaran dasar dan memelihara ijtihad.
Pengertian Istilah
1. Harun Nasution cendrung menganalogikan istilah “pembaharuan” dengan “modernisme”, karena istilah terakhir ini dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha mengubah paham-paham, adt-istiadat, institusi lama, dan sebagainya unutk disesuaikan dengan
suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pe ngetahuan dan teknologi modern. Gagasan ini m uncul di Barat dengan tujuan menyesuaikan ajaran-ajaran yang ter dapat dalam agama Katolik dan Protestan dengan ilmu pengetahuna modern. Karena konotasi dan perkembangan yang seperti itu, harun Nasution keberatan menggunakan istilah modernisasi Islam dalam pengertian di atas.
2. Revivalisasi. Menurut paham ini, “pembaharuan adalah “membangkitkan” kembali I slam yang “murni” sebagaimana pernah dipraktekkan Nabi Muhammad S halallahu ‘Alaihi Wassalam dan kaum Salaf.
3. Kebangkitan Kembali ( Resugence ) Dalam kamus Oxfor d, resurgence didefinisikan sebagai “kegiatan yang muncul kembali” (the act of rising again ). Pengertian ini mengandung 3 hal :
a. Suatu pandangan dari dalam, suatu cara dalam mana kaum muslimim melihat bertambahnya dampak agama diantara para penganutnya. Islam menjadi penting kembali. Dalam artian, memperoleh kembali prestise dankehormatan dirinya.
b. “Kebangkitan kembali” menunjukkan bahwa keadaaan tersebut telah terjadi sebelumnya. Jejak hidup nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam dan para pengikutnya mem berikan pengaruh besar
terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada jalan hidup Islam saat ini.
c. Kebangkitan kembali sebagai suatu konsep, mengandung paham tentang suatu tantangan, bahkan suatu ancaman terhadap pengikut pandangan-pandangan lain.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam terutama sesudah
pembukaan abad ke-19 M, yang dalam sejarah Islam di pandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti Rasionalisme, Nasionalisme, Demokrasi, dan sebagainya. Semua ini me nimbulkan persoalan-persoalan baru dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan-persoalan itu.
Sebagaimana halnya di barat, di dunia Islam juga timbul pikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern itu. Dengan jalan demikian itu pemimpin-pemimpin Islam modern berharap akan dapat melepaskan umat Islam nilai suasana kemunduran untuk selanjutnya dibawa pada kemajuan.
Akan tetapi di sebagian umat Islam tradisional hingga sat ini tampak ada per asaan masih belum mau menerima apa yang di maksud dengan pembaharuan Islam. Hal ini, antara lain disebabkan karena salah persepsi dalam memahami arti pembaharuan dalam Islam.mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang ajaran Islam yang sama diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan hasil Ijtihad ulama besar yang dalam ilmunya taat beribadah dan unggul kepribadiannya. Sedangkan ulama yang sekarang di pandang kurang mendalami ilmu agamanya, kurang taat, dalam beribadahnya, dan kurang baik budi pekertinya. Oleh Karena itu merek a masih beranggapan bahwa pemikiran ulama di abad yang lampau sudah cukup baik dan tidak perlu diganti dengan
pemikiran ulama sekarang.
memahami Al-Quran dan Hadits menurut selera orang yang memahaminya atau mencocokan-mencocokan makna Al-Quran dan Hadits dengan makna yang dimaui oleh orang-orang yang
menafsirkannya, sehingga Al-Quran dan Hadits semacam setempel yang melegitimasi segala perbuatan yang dilakukan manusia. Dengan kata lain, pembahasan Islam mereka persepsikan dengan upaya
mencocokkan kehendak Al-Quran dan Hadits dengan kehendak orang yang menafsirkannya, bukan mengajak orang untuk hidup sesuai dengan Al-Quran dan Hadits. Persepsi demikian hingga kini tampak di pegang terus oleh sebagian umat Islam Tradisional tanpa mau melakukan dialog atau dikusi dengan para tokoh Pembaharu Islam, sehingga munculah istilah kaum modernis dan kaum tradisional.
Modern berarti terbaru, mutakhir atau sikap dan c ara berpikir serta bertindak dengan tuntutan zaman. Sedangkan modernisasi adalah pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
Selain itu pembaharuan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar me ngikuti ajaran yang terdapat di dalam Al-Quran dan Sunnah. Hal ini perlu dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Quran dengan kenyataan yamg terjadi di masyarakat. Al-Quran misalnya
mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern serta teknologi secra seimbang; hidup bersatu, rukun, dan damai sebagai suatu keluarga besar; bersikap dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, menyukai kebersihan, dan lain sebagainya. Namun ke nyatan umatnya menunjukan keadan yang berbeda. Sebagaian besar umat Islam hanya mengetahui pengetahuan agama sedangkan ilmu
pengetahuan modern tidak dikuasai bahkan dimusuhi; hidup dalam keadan penuh pertentangan dan peperangan, satu dan lainnya saling bermusuhan, statis, memandang cukup apa yang ada, tidak ada kehandak untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, bersikap diktator, kurang menghargai waktu, kurang terbuka, dan lain sebagainya. Sikap dan pandangan hidup umat demikian jelas tidak sejalan dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah, dan hal demikian harus diperbarui dengan jalan kembali kepada dua sumber ajaran Islam yang utama itu. Dengan dem ikian, maka pembaruan Islam
mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat agar sejalan dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah.
Untuk mendukung pernyataan tersebut, Harun Nasution dalam bukunya berjudul Pembaharuan dalam Islam telah banyak mengemukakan ide-ide pembaharuan Islam dengan maksud seperti diungkapkan diatas.
B. Latar Belakang Pembaharuan dalam Islam
Mulai abad pertengahan merupakan abad gemilang bagi umat Islam. Abad inilah daerah-daerah Islam meluas di barat melalui Afrika Utara sampai Spanyol, di Timur Melalui Pesia sampai India.
Daerah-daerah ini kepada kekuasaan kholifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damaskus, dan terakhir di Bagdad. Dabad ini lahir para pemikir dan ulama besar se perti ;Maliki, Syafi’I, Hanafi, dan Hambali.
Dengan lahirnya pemikiran para ulama besar itu, maka ilmu pengetahuan lahir dan berkembang dengan pesat sampai ke puncaknya, baik dalam bidang agama, nono agama maupun dalam bidang kebudayaan lainnya.
Memasuki benua Eropa melalui Spanyol dan Sisilia, dan inilah yang menjadi dasar dari ilmu pengetahuan yang menguasai alam pikiran orang barat (Eropa) pada abad selanjutnya.
Di pandang dari segi sejarah kebudayaan, maka maka tugas meme lihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan itu tidaklah kecil nilainya dibanding dengan mencipta ilmu pengetahuan.
Di antara yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan Islam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan berusaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu selama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, maka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Umat Islam maju karena adanya persatuan dan kesatuan, karena adanya persaudaran yang diikat oleh tali ajaran Islam. Maka untuk mempersatukan kembali umat Islam bangkitlah suatu gerakan
pembaharuan.
Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat. Dengan adanya kontak ini umat Islam sadar bahwa mereka mengalami kemunduran dibandingkan dengan Barat, terutama sekali ketika terjadinya peperangan antara kerajaan Usmani dengan negara-negara Eropa, yang biasanya tentara kerajaan Usmani selalu memperoleh kemenangan dalam peperangan, akhirnya mengalami kekalahan-kekalahan di tangan Barat, hal ini membuat pembesar-pembesar Usmani untuk menyelidiki rahasia kekuatan militer Eropa yang aru muncul. Menurut mereka rahasianya terletak pada kekuatan militer modern yang dimiliki Eropa, sehingga pembaharuan dipusatkan di dalam lapangan militer, namun pembaharuan di bidang lain disertakan pula.
Pembaharuan dalam Islam berbeda dengan renaisans Barat. Kalau renaisans Barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka pembaharuan dalam Islam adalah sebaliknya, yaitu untuk memperkuat prinsip dan ajaran-ajaran Islam kepada pemeluknya. Memperbaharui dan menghidupkan kembali prinsip-prinsip Islam yang dilalaikan umatnya. Oleh karena itu pembaharuan dalam Islam bukan hanya mengajak maju kedepan untuk melawan segala kebodohan dan kemelaratan tetapi juga untuk
kemajuan ajaran-ajaran agama Islam itu.
Adapun yang melatarbelakangi pemikiran politik Islam adalah:
Pertama, kemunduran dan kerapuhan dunia Islam yang disebabkan oleh faktor internal dan yang berakibat munculnya gerakan-gerakan pembaharuan dan pemurnian.
Kedua, rongrongan Barat terhadap keutuhan kekuasaan politik dan wilayah dunia Islam yang berakhir dengan dominasi atau penjajahan oleh negara-negara Barat ter sebut.
Ketiga, keunggulan Barat dalam bidang ilmu, teknologi, dan organisasi.
Ketiga hal tersebut ini juga memberi pengaruh pada pemikiran politik Islam yakni banyak di antara para pemikir politik Islam tidak mengetengahkan konsepsi tentang system politik Islam, tetapi lebih kepada konsepsi perjuangan politik umat Islam terhadap kezaliman penguasa, lebih-lebih terhadap imperialis dan kolonialis Barat. Perhatian mereka lebih banyak dipusatkan pada perjuangan pembebasan dunia Islam dari cengkraman atau dominasi Barat. Kalau gerakan pembaharuan umat Islam di Turki pada akhirnya menimbulkan Negara Turki yang bersifat sekuler, gerakan pembaharuan umat Islam di India
melahirkan Negara Pakistan yang mempunyai agama sebagai dasar.
Gerakan yang diusung oleh tiga tokoh pembaharu, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha, dikenal dengan gerakan Salafiyah yaitu suatu aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam.
Pemerintahan yang ideal menurut Muhammad Abduh kurang lebih seperti yang diangankan oleh ahli-ahli hukum pada abad pertengahan, penguasa yang adil, yang memerintah sesuai dengan hukum dan bermusyawarah dengan para pemimpin rakyat.
Kemunculan ide pembaruan dilatarbelakangi oleh suatu proses yang panjang. Sejak awal abad ke-2 H (8M). Islam dalam perkembangan dakwahnya yang makin meluas mengharuskan Islam berinteraksi dengan peradaban dan agama lain. Sehingga timbul pergolakan pemikiran antara Islam dengan
pemikiran asing. Hal ini mendorong para pemikir Islam untuk membahas aqidah Islam dari berbagai segi. Termasuk mengemukakan argumentasi untuk mempertahankan aqidah I slam ketika menghadapi aqidah lain (terutama Nashrani dengan menggunakan c ara berfikir filsafat Yunani). Akhirnya untuk me nghadapi orang-orang Nashrani, umat Islam pun mempelajari filsafat untuk membantah tuduhan-tuduhan
terhadap aqidah Islam, yang pada perkembangannya disebut dengan ilmu kalam.
Ilmu kalam ini dikembangkan oleh generasi setelah shahabat (khalaf) yang berbeda dengan generasi shahabat (salaf). Kalangan khalaf telah membahas lebih jauh tentang dzat Allah dengan menggunakan metode pembahasan filosof Yunani. Metode ini menjadikan akal sebagai dasar pemikiran untuk
membahas segala hal tentang iman.
Para pemikir Islam berusaha mempertemukan Islam dengan pemikiran filsafat ini. Cara berfikir ini memunculkan interpretasi dan penafsiran yang menjauhkan sebagian arti dan hakekat Islam yang sebenarnya. Hal ini ditambahkan dengan masuknya orang-orang munafik ke tubuh umat Islam. Mereka merekayasa pemikiran dan pemahaman yang bukan berasal dari Islam dan justru menimbulkan saling pertentangan. Terlebih lagi kelalaian kaum muslimin terhadap penguasaan bahasa Arab dan
pengembangan Islam yang terjadi sejak abad ke-7 H, mengakibatkan Islam semakin mengalami kemerosotan.
Terkikisnya pemahaman Islam yang hakiki terus berlanjut sampai awal abad ke-13 H. Saat itu umat Islam mulai mengupayakan pembaruan untuk memahami syariat Islam yang akan diterapkan dalam
masyarakat. Islam ditafsirkan tidak semata-mata selaras dengan isi kandungan nash-nash.
Disaat kaum muslimin mengalami kemerosotan berfikir, cara pandang mereka mulai ter acuni oleh cara pandang asing. Tsaqofah Islam kian melemah. Upaya-upaya pembaruan semakin merebak. Para
pembaru memandang perlunya mengatasi masalah dengan melakukan interpretasi hukum-hukum Islam agar sesuai dengan kondisi yang ada. Mereka mengeluarkan kaidah-kaidah umum dan hukum-hukum terperinci sesuai dengan pandangan tersebut. Bahkan mereka membuat kaedah umum yang t idak berdasarkan perspektif wahyu (Al-Quran dan Hadits).
Sampai dengan perempat ketiga abad ini, ge rakan Islam lebih merupakan pembaharuan dalam
pengertian revitalitas atau semacam romantisme. Hampir seluruh gerakan Islam dimotori oleh semangat menghidupkan kembali tradisi Islam Klasik sebagai reaksi atas kebangkrutan kekuasaan politik Islam di
satu sisi sementara didomonasi politik dan intelektual Barat modern merupakan fenomena mondial. Gerakan Islam baik di Timur Tengah maupun beberapa kawasan Asia seperti I ndia bertumpu pada emansipasi politik dan intelektual dalam romantisme dan revitalisasi di atas
Walaupun kecendrungan di atas telah berhasil membebaskan beberapa kawasan Islam dari kolonialisme dan membangkitkan kembali kepercayaan diri dunia Islam, namun pembaharuan Islam bersifat
eksternal. Di sisi lain, Negara-negara baru Islam pun berhadapan dengan realitas baru tumbuhnya Negara bangsa yang merupakan wacana baru pemikiran Islam.
Tanpa suatu tradisi intelektual yang mampu berdialog dengan peradaban modern, Negara-negara baru Islam mulai berhadapan dengan bagaimana membangun tata kehidupan sebagai realisasi semangat dan pesan universal Islam. Pengembangan kehidupan sosial muslimpun berhadapan dengan realitas obyektif yang kurang lebih serupa. Bagaimana membangun peradaban Islam dalam masyarakat modern,
sesungguhnya merupakan agenda gerakan Islam masa depan. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa:
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk me nyesuiakan paham keagamaan Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan terknologi odern. Dengan demikian
pembaharuan dalam Islam ukan berarti mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan hanya menyesuaikan paham atas keduanya.
Adapun yang mendorong timbulnya pembaharuan dan kebangkitan I slam adalah:
Pertama, paham tauhid yang dianut kaum muslimin telah bercampur dengan kebiasaan-kebiasaan yang dipengaruhi oleh tarekat-tarekat, pemujaan terhadap orang-orang yang suci dan hal lain yang membawa kepada kekufuran.
Kedua, sifat jumud membuat umat Islam berhenti berfikir dan ber usaha, umat Islam maju di zaman klasik karena mereka mementingkan ilmu pengetahuan, oleh karena itu se lama umat Islam masih bersifat jumud dan tidak mau berfikir untuk berijtihad, tidak mungkin mengalami kemajuan, untuk itu perlu adanya pembaharuan yang berusaha memberantas kejumudan.
Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, m aka umat Islam tidaklah akan mengalami kemajuan. Keempat, hasil dari kontak yang terjadi antara dunia Islam dengan Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, Yusran. 1998. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mulkhan, Abdul Munir. 1995. Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Bintang.
Nata, Abuddin. 2008. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. http///www.google.com Afifi Fauzi Abbas
http///www.google.com. Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya Pemurnian dan Usaha Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)
http///ww.google.com. Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan Islam http///www.google.com
---Harun Nasution dalam Yusran Asmuni, Pengantar Studi dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) Hlm. 1.
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) Hlm. 378-379.
http///www.google.com. Muhammad Ikhsan, Tajdid dalam Syariat Islam Antara Upaya Pemurnian dan Usaha Menjawab Tantangan Zaman. (Ditulis oleh Administrator, 2006)
http///www.google.com Afifi Fauzi Abbas
http///ww.google.com. Gunawan’s Site, Gerakan Pembaharuan Islam.
Harun Nasution, Pembaharuna dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) Cet. 11 Hlm. 3-4
Harun Nasution, Pembaharuna dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) Cet 13 Hlm. 3
Abuddin Nata, Loc.Cit.
Yusran Asmuni, Op.Cit. Hlm 2 Ibid
Abuddin Nata, Loc.Cit.
Yusran Asmuni, Op.Cit. Hlm. 4 Ibid, Hlm. 5
http///www.google.com http///www.google.com
Abdul Munir Mulkhan, Teologi dan Demokrasi Modernitas Kebudayaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) Hlm. 116
TUGAS MAHASISWA (KELOMPOK) Setiap Kelompok Harus:
1. BERIKAN KOMENTAR SEPUTAR MAKALAH DIATAS ( ISI, CARA PENULISAN DAN ketepatan analisis yang dibuat pemakalah)
2. BERIKAN 2 PERTANYAAN untuk PEMAKALAH / setiap kelompok harus berbeda pertanyaan TULIS DI KERTAS FOLIO (1LEMBAR)
MASING-MASING KELOMPOK MENGIRIMKANYA MELALUI EMAIL KE : muhtarom84@yahoo.com atau di posting langsung di bawah tulisan ini (kolom komentar)
... tugas ini sudah dikirim ke email/posting komentar di blog ini mulai hari ini sampai besok pukul 14.00
Awal masuknya gerakan pembaharuan islam di indonesia
Titik tolak pembaharuan pemikiran Islam masa Orde Baru, bermula dari pidato menyimpang
Nurcholish Madjid (Cak Nur) di awal tahun 1970 yang kemudian menimbulkan kehebohan di kalangan umat Islam.Dawam Rahardjo memberikan keterangan,tak sedikitpun Cak Nur – berniat membuat heboh. Bahkan ceramahnya itu hanya “kebetulan” saja: ia menggantikan Dr. Alfian. Dan Cak Nur tidak menyangka, bahwa pemikirannya akan sejauh itu dampaknya. Pemikirannya yang terkenal dengan slogan “Islam Yes. Partai Islam No”. sebuah seruan deislamisasi partai politik, melalui program yang disebut “sekulerisasi”.
Apakah karena kebetulan seaspirasi dengan Cak Nur tentang : “ Islam Yes, Partai Islam No”. ataukah pengaruh pemikiran Cak Nur dan kawan-kawan yang jelas pemerintah Orde Bar u melakukan
“deideologi” partai Islam, dan kemudian diganti dengan Pancasila sebagai satu-satunya asas seluruh orsospol .
Budhi Munawar-Rachman menjelaskan bahwa ada tiga kelompok besar pemikir neo-modernis Islam di Indonesia yaitu (1). Islam Rasional dengan tokohnya Harun Nasution dan Djohan Effendi dengan
membawa pandangan-pandangan Mu’tazilah (2) Islam Peradaban yang diantara tokohnya Cak Nur dan Kuntowijoyo dan (3) Islam Transformatif dengan tokohnya Adi Sasono, M. Dawam Rahadjo.
Gerak pembaharuan pemikiran Islam pada tahun 1970-an dilaksanakan oleh pemikir-pemikir individual yaitu pemikir yang tidak terlalu terikat oleh organisasi seperti NU, Muhammadiyah, SI dan lainnya. Dahulu ketika melempar isu pembaharuan islam pada tahun 1970-an, Cak Nur relatif single fighter, tetapi sepuluh atau duapuluh tahun kemudian- pada decade 1980-an apalagi 1990-an- Cak Nur sudah tidak lagi sendirian.
Gagasan-gagasan Cak Nur dan kawan-kawan di rentang akhir tahun 1980-an dan sepanjang t ahun 1990-an b1990-anyak dipublikasik1990-an dalam buku-buku y1990-ang diterbitk1990-an secara luas di1990-antar1990-anya oleh Miz1990-an, Jurnal Ulumul Qur’an dan Islamika juga Paramadina sendiri.
Buah Pemikiran Cak Nur dan sahabat-sahabatnya banyak menimbulkan kontroversi di kalangan umat Islam, diantara yang menghangat adalah perseteruan konsep-konsep pemikiran Islam melalui tulisan antara Ulumul Qur’an dengan Media Dakwah yang diterbitkan oleh Dewan Dakwah Islamiyah. Turut andil pula lembaga-lembaga kajian yang menghasilkan kader-kader muda lewat Paramadina
Di tahun 2000-an pemikiran Islam diramaikan oleh kader muda Islam diantaranya Ulil Absar ‘Abdala sebagai “Cak Nur Muda” yang menggagas Islam Liberal. Model pemikiran Islam Liberal-nya Ulil tidak jauh berbeda dengan pembinanya Nurcholis Madjid.
Gagasan-gagasan yang ditawarkan oleh kalangan liberal ini berupaya mendekontruksi teks-teks syariat dan warisan-warisan budaya Islam berdasarkan standar-standar modernitas. Metode yang ditempuh adalah dengan merombak dan membongkar seluruh bangunan pemikiran klasik (turats), setelah sebelumnya diadakan kajian dan analisis terhadapnya. Tujuannya, agar selalu yang dianggap absolute berubah menjadi relative dan ahistoris menjadi historis.
Menurut Adian Husaini ada beberapa tantangan pemikiran Islam kontemporer yang memerlukan penanganan sangat serius dari umat Islam yang datang langsung dari para pemikir Barat maupun para pemikir muslim secular-liberal yang terpengaruh pola pikir barat, di antaranya:
1. Tantangan Peradaban Barat. 2. Masalah Kristenisasi
3. Masalah Kolonilaisme/ imperialism modern 4. Masalah Orientalisme
5. Kajian Al-Qur’an dan Tafsir Al-Qur’an 6. Studi agama-agama
7. Pluralisme Agama
Kelompok harakah
Kata harakah menurut etimologi bahasa Arab, diambil dari akar kata at taharruk yang artinya bergerak. Istilah tersebut kemudian menjadi populer dengan arti "Sekelompok orang atau suatu gerakan yang mempunyai suatu target tertentu, dan merek...a berusaha bergerak serta berupaya untuk mencapainya". Makna istilah ini masih termasuk dalam kategori makna lughawi untuk kata tersebut.
Aktifitas suatu gerakan dapat dilakukan oleh satu individu walaupun belum mempunyai suatu kelompok dakwah yang berjuang bersamanya. Jamaluddin Al Afghani misalnya, walaupun yang bergerak hanyalah seorang individu saja --bukan orang banyak, namun gerakannya dapat dianggap sebagai salah satu macam harakah yang pernah ada di dunia Islam.
Aktifitas gerakan dapat juga dilakukan oleh suatu jama'ah, yaitu sekumpulan orang yang mempunyai pemimpin dan memiliki metode/ strategi dakwah tertentu. Misalnya Jama'ah Tabligh di India dan Pakistan, Ikhwanul Muslimin dan Tanzhimul Jihad di Mesir, serta yang sejenisnya.
Gerakan dakwah dapat pula dilakukan oleh suatu organisasi, seperti Muhammadiyah, NU, Persis, dan yang sejenisnya. Aktifitas gerakan dapat pula dilakukan suatu partai politik, baik partai tersebut memiliki
ideologi tertentu sehingga dapat dikategorikan sebagai partai politik yang sebenarnya, misalnya Hizbut Tahrir di Yordania, Front Penyelamat Islam (FIS) di Al Jazair; atau partai yang hanya sekedar nama tanpa memiliki ideologi tertentu, seperti yang ada pada puluhan bahkan ratusan jumlahnya yang tersebar di seluruh dunia Islam. Seluruh perkumpulan semacam ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu harakah,
asalkan mereka bergerak untuk mencapai tujuan tertentu.
Di antara harakah-harakah tersebut ada yang bersifat islami dan menjadikan Islam sebagai asas, seperti yang disebutkan di atas. Namun ada juga yang tidak islami, bahkan memusuhi Islam, seperti partai
Komunis, partai Wafd di Mesir, partai Ba'ath di Syiria dan Irak, gerakan Ahmadiyah di India dan Pakistan, dan sebagainya.
Melihat keadaan berbagai gerakan yang ada, dapatlah ditentukan tiga aspek yang menunjukkan identitas sebuah gerakan, yaitu:
(1) Mempunyai target tujuan yang diusahakan dan hendak dicapai oleh sebuah harakah,
(2) Mempunyai bentuk pemikiran yang telah ditentukan oleh harakah dalam aktifitas perjuangannya, dan (3) Mempunyai arah dan kecenderungan tertentu pada orang-orang yang tergabung di dalam harakah tersebut.
Untuk menentukan identitas suatu harakah agar dapat dikategorikan sebagai Harakah Islam, maka ketiga aspek dia atas harus terpenuhi. Dengan kata lain, tidak cukup hanya mempunyai target tujuan yang
disahkan dan diakui oleh Islam, tetapi juga harus ditujukan untuk melayani dan mengembangkan Islam. Sebagai contoh, Islam mengakui keberadaan suatu harakah yang bergerak dalam bidang olahraga. Sebab, target semacam ini hukumnya mubah. Tetapi harakah yang bergerak di bidang olahraga seperti ini tidak dapat disebut sebagai harakah Islamiyah, karena keberadaannya tidak sampai melayani dan
mengembangkan Islam.
Begitu pula halnya dengan aneka ragam harakah Islam yang aktifitasnya menitikberatkan pada usaha pemeliharaan/penerbitan Al Qurâan dan terjemahannya atau penerbitan buku-buku Islam; pembangunan proyek dan perusahaan Islam, seperti Bank Islam, Koperasi Islam, masjid-masjid dan sekolah Islam, serta lembaga pendidikan yang sejenisnya; menyalurkan dana kepada fakir-miskin, anak-anak yatim, orang-orang cacat; melakukan amar ma'ruf nahi munkar, menyampaikan nasehat kepada penguasa; dan sebagainya. Satu atau lebih dari berbagai macam aktifitas yang telah disebutkan di atas dapat dijadikan target tujuan untuk sebuah harakah Islam. Namun demikian, perlu diingat bahwa target-target tersebut belum cukup mampu melayani dan mengembangkan Islam hingga seluruh aktivitas harakah terkait erat dengan hukum-hukum Islam. Dengan kata lain, metode yang digunakan harus sesuai dan terikat dengan ide maupun hukum Islam.
Selain ketiga persyaratan di atas, agar suatu gerakan dakwah dapat disebut sebagai harakah Islamiyah, maka keanggotaannya harus pula dari kalangan kaum Muslimin saja. Jika suatu harakah terbentuk dari kalangan non muslim, seperti para orientalis yang mengkaji dan mempelajari khazanah Islam lalu
mengeluarkan dan menyebarkan hasil kajiannnya setelah terlebih dahulu meneliti dan menganalisisnya, maka harakah semacam itu tidak dapat dinamakan harakah Islam.
Akan halnya mengapa kita boleh menamakan harakah Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh sebagai harakah Islam, walaupun keduanya merupakan tokoh Free Masonry di negeri-negeri Islam, ini disebabkan karena label Free Masonry bukanlah bagian dari gerakan keIslaman mereka. Oleh karena itu, gerakannya masih dapat dikategorikan sebagai harakah Islamiyah.
Kita juga dapat mengkategorikan Jama'ah Tabligh, Jama'ah Salafiyah, Islam Jama'ah, Jama'atul Muslimin Hizbullah sebagai harakah Islamiyah, sekalipun pada gerakan-gerakan tersebut terdapat kekurangan, atau bahkan kadang-kadang terdapat langkah atau pemikiran yang tidak islami.
Jama'ah Tabligh misalnya, mereka mengambil Islam secara parsial dengan menolak membicarakan masalah politik atau menempuh jalan politik dalam berdakwah. Sedangkan Jama'ah Salafiyah lebih banyak
memfokuskan masalah aqidah, ibadah dan akhlaq. Islam Jama'ah suka mengkafir-kafirkan sesama kaum Muslimin yang tidak berbai'at kepada imam mereka, menolak shalat di masjid yang imamnya bukan dari golongan mereka. Sementara Jama'atul Muslimin Hizbullah menolak mengakui Rasulullah saw sebagai figur politik, bahkan menurut mereka, di dalam Islam tidak dikenal adanya aktifitas politik.
Diantara berbagai harakah Islam yang bersifat politik dan bergerak di kawasan Timur Tengah serta dunia Islam lainnya, tercatat nama-nama antara lain Jama'ah Ikhwanul Muslimin (di Mesir), Hizbullah (di
Libanon), Hizbut Tahrir (di Yordania), Gerakan Jihad Islam (di Mesir), Jabhatul Ingadz Al Islami FIS (di Aljazair), Partai Islam PAS (di Malaysia), dan masih banyak lagi harakah Islam yang tersebar di Pakistan, India, Afghanistan, Turki dan tempat-tempat lain di negeri-negeri Islam.
Adapun kelompok Al Liqaâ Al Islamiy (di Beirut) yang merupakan perkumpulan sekuler, tidak bisa dikelompokkan ke dalam harakah Islamiyah. Begitu pula Majlis Syi'i Tertinggi (di Beirut) yang juga merupakan perkumpulan sekuler, bukanlah merupakan harakah Islam. Contoh lain yang sama adalah harakah Al Ittijahul Islamiy di Tunisia (Harakah Nahdlah sekarang). Sebab, kelompok-kelompok seperti Al Liqaâ Al Islamiy, Majlis Syi'i Tertinggi, dan harakah Al Ittijahul Islamiy, semuanya menyerukan dan menyebarluaskan sekulerisme secara terang-terangan dan tujuannya bukan untuk melayani Islam. Tambahan lagi, metodanya tidak terikat dengan hukum-hukum Islam.Lihat Selengkapnya