• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian pendahuluan dilakuakan analisis proksimat (kadar air,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian pendahuluan dilakuakan analisis proksimat (kadar air,"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

39 A. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakuakan analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat by difference) surimi itoyori dengan tujuan untuk mengetahui kandungan kimia bahan baku surimi itoyori yang digunakan untuk pembuatan kamaboko. Dimana surimi yang semula dalam keadaan beku dilakukan proses thawing menggunakaan suhu ruang sampai suhu maksimal 4oC. Setelah proses thawing, surimi dianalisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan karbohidrat by difference. Hasil analisis proksimat terhadap surimi itoyori dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Komposisi Proksimat Surimi Itoyori

Komponen kimia Nilai (% bb)

Air 77,78

Abu 2,45

Lemak 1,20

Protein 16,03

Karbohidrat by difference 2,53

Sumber : Data Primer (2018)

Pada Tabel diatas terlihat bahwa kandungan protein surimi itoyori yaitu 16,03%, dan kandungan lemaknya 1,20%. Berdasarkan kandungan protein dan lemak dari surimi itoyori, maka surimi itoyori digolongkan sebagai produk setengah jadi (intermediate product) berprotein tinggi dan berlemak rendah. Selain itu, kadar air dan kadar protein surimi itoyori ini sudah memenuhi kriteria syarat mutu surimi menurut SNI 2694:2013 yang

(2)

dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (2013) yaitu kadar air maksimal 80% dan kadar protein minimal 12%.

Berdasarkan komposisi protein dan lemak tersebut, surimi itoyori sangat sesuai untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kamaboko. Pembuatan kamaboko dilakuakan dengan penambahan berbagai jenis tepung. Adapun komposisi kimia dari berbagai jenis tepung dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Komposisi Kimia dari Beberapa Jenis Tepung

Komposisi Kimia Jenis Tepung

Tapioka Sagu Maizena Terigu Mocaf

Kalori (kkal) 146 209 343 365 358 Protein (g) 1,2 0,3 0,3 8,9 0,2 Lemak (g) 0,3 0,2 0,02 1,3 0,02 Karbohidrat (g) 34,7 51,6 85,0 77,3 88,6 Amilosa (%) 27 17 24 25 35 Amilopektin (%) 73 83 76 75 65 B. Penelitian Utama

Pada penelitian utama ini dilakukan pembuatan kamaboko menggunakan surimi itoyori yang telah dianalisis proksimat pada penelitian pendahulun, dimana hasil analisis menunjukkan komposisi proksimat surimi itoyori sudah memenuhi kriteria syarat mutu surimi menurut SNI 2694:2013. Dalam pembuatan kamaboko diberikan perlakuan penambahan berbagai jenis tepung dengan konsentrasi yang sama, kemudian dilihat sifat fisikokimia dan organoleptiknya.

1. Sifat Kimia Kamaboko

Analisis kimia yang dilakukan terhadap produk kamaboko pada penelitian ini terdiri dari analisis kadar air dan kadar protein.

(3)

a. Kadar Air

Kadar air merupakan parameter penting dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi tekstur, penampakan dan cita rasa makanan. Kadar air mempunyai peranan penting dalam menentukan daya awet bahan pangan karena dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan fisik, perubahan mikrobiologi dan perubahan enzimatis (Nafiah, 2012) .

Pengukuran kadar air pada kamaboko surimi itoyori dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis tepung yang berbeda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, analisis ragam menyatakan dengan penggunaan berbagai jenis tepung berpengaruh (F hit>F tabel) terhadap kadar air pada kamaboko surimi. Setelah diuji lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 15. dan hasil perhitungan statistika dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 15. Rerata Kadar Air Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata hasil (%)

T1 67,70ab

T2 68,61a

T3 67,77ab

T4 67,20ab

T5 65,66b

Keterangan : Angka yang ditandai notasi huruf superscript berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

Tingginya kadar air dapat mempengaruhi mutu dari bahan pangan, karena dapat memicu pertumbuhan bakteri, kenampakan, kesegaran, serta tekstur produk. Hasil analisa pada Tabel 14. tersebut

(4)

menunjukkan bahwa rerata kadar air kamaboko surimi itoyori berkisar antara 65,66-68,61%. Hal ini belum memenuhi kriteria syarat mutu kamaboko menurut SNI 7757:2013 yang menyatakan bahwa kadar air kamaboko maksimal 60%. Hasil analisa kadar air kamaboko surimi itoyori hasil penelitian paling tinggi adalah 68,61% diperoleh dari perlakuan T2, sedangkan yang paling rendah adalah 65,66% yang diperoleh dari perlakuan T5, sehingga urutan presentase kadar air dari terendah hingga tertinggi yaitu perlakuan T5, T4, T1, T3, T2.

Adapun grafik rerata kadar air kamaboko surimi itoyori dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Rerata Kadar Air pada Kamaboko Surimi Itoyori

Berdasarkan hasil analisis ragam perbedaan jenis tepung terhadap kadar air kamaboko berpengaruh (F hit>F tabel) terhadap kadar air kamaboko surimi yang dihasilkan. Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan T2 dan T5,

64,00 64,50 65,00 65,50 66,00 66,50 67,00 67,50 68,00 68,50 69,00 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) ab a ab ab b K a da r Air (%) Jenis Tepung

(5)

sedangkan pada perlakuan T1,T3 dan T4 tidak berbeda nyata. Dari grafik tersebut terlihat bahwa dengan penggunaan berbagai jenis tepung memiliki nilai rata-rata kadar air yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh peran amilosa pada proses gelatinisasi dalam mengikat air masing-masing jenis tepung berbeda-beda.

Kadar air yang cenderung berbeda pada setiap jenis tepung yang ditambahkan disebabkan karena kemampuan tepung atau pati dalam mengikat air. Karena tepung merupakan polimer linier dengan berat molekul yang tinggi, maka mudah sekali menyerap air sehingga tepung baik sekali fungsinya sebagai bahan pengisi dan pengikat serta sebagai stabilisator (Winarno 1996).

Pada perlakuan T5 yaitu dengan penambahan jenis tepung mocaf menunjukkan kadar air paling rendah dibandingkan jenis tepung lainnya. Hal ini disebabkan karena tepung mocaf memiliki kemampuan mengemulsi dan mengikat air lebih kuat dibandingkan jenis tepung lainnya karena kandungan amilosanya lebih tinggi (35%) dibandingkan jenis lainnya.

Tepung sagu dan maizena adalah pati yang mengandung amilopektin tinggi sehingga bersifat mengikat air, menyebabkan kadar air kamaboko tinggi (Winarno, 2002). Dengan tingginya kadar air produk daya serap air kecil. Selain hal tersebut juga disebabkan protein sagu dan jagung bersifat hidrofilik (suka air) dan mempunyai celah-celah pola seperti gugus karboksil dan amino yang dapat meng-ion.

(6)

Rerata kadar air kamaboko surimi itoyori ini belum memenuhi kriteria syarat mutu kamaboko menurut SNI 7757:2013 yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional (2013) yaitu minimal 60%. Ini bararti pemakaian tepung tapioka, sagu, maizena, terigu dan mocaf 10% dalam adonan masih menghasilkan produk dengan kualitas yang belum memenuhi standart mutu SNI.

b. Kadar Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2004).

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, analisis ragam menyatakan adanya pengaruh (F hit>F tabel) jenis tepung terhadap kadar protein kamaboko surimi itoyori, dan setelah dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 16. dan perhitungan statistika dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 16. Rerata Kadar Protein Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata hasil (%)

T1 15,15bc

T2 14,05a

T3 14,26ac

T4 15,31b

T5 14,62ab

Keterangan : Angka yang ditandai notasi huruf superscript berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

(7)

Hasil analisa pada tabel 16 tersebut menunjukkan bahwa rerata kadar protein kamaboko surimi itoyori berkisar antara 14,05-15,31%. Hal ini menunjukkan rerata bahwa kadar protein kamaboko surimi itoyori sudah memenuhi kriteria syarat mutu kamaboko menurut SNI 7757:2013 yang menyatakan bahwa kadar protein kamaboko minimal 5%. Hasil analisis kadar protein kamaboko surimi itoyori hasil penelitian paling tinggi adalah 15,31% diperoleh dari perlakuan T4, sedangkan yang paling rendah adalah 14,05% yang diperoleh dari perlakuan T2, sehingga urutan presentase kadar protein dari terendah hingga tertinggi yaitu perlakuan T2, T3, T5, T1, T4.

Adapun grafik rerata kadar protein kamaboko surimi itoyori dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Rerata Kadar Protein Kamaboko Surimi Itoyori Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap kadar protein kamaboko surimi itoyori dengan berbagai jenis tepung menunjukkan

13,40 13,60 13,80 14,00 14,20 14,40 14,60 14,80 15,00 15,20 15,40 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) bc a ac b ab K a da r P ro tein ( %) Jenis Tepung

(8)

adanya pengaruh nyata (F hit > F tabel). Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan T2 dan T4, dimana T2 berbeda dengan perlakuan T1, T4 dan sama dengan perlakuan T3, T5 sedangkan T4 berbeda dengan perlakuan T2,T3 dan sama dengan perlakuan T1,T5. Gambar 2. menunjukkan perbedaan kadar protein pada masing-masing perlakuan (jenis tepung). Hal ini karena berbagai jenis tepung memiliki kandungan protein yang berbeda- beda.

Sedangkan pada perlakuan T4 yaitu penambahan tepung terigu menunjukkan kadar protein yang paling tinggi dibandingakan jenis tepung lainnya. Hal ini disebabkan karena tepung terigu memiliki kandungan protein (gluten) yang lebih tinggi dari pada tepung tapioka, sagu, maizena, dan mocaf. Sedangkan pada perlakuan T2,T3, dan T5 tidak memperlihatkan kandungan yang tidak terlampau tinggi, yang disebabkan karena tepung sagu, tepung maizena dan tepung mocaf mengandung kandungan protein yang rendah yaitu 0,3% untuk tepung sagu, 0,3% untuk tepung maizena dan 0.2% untuk tepung mocaf.

2. Sifat Fisik Kamaboko

Analisis fisik yang dilakukan terhadap produk kamaboko terdiri dari analisis Water Holding Capacity (WHC) dan tingkat kekenyalan.

(9)

a. Water Holding Capacity (WHC)

Water Holding Capacity (WHC) atau daya ikat air merupakan suatu indikator untuk mengukur kemampuan daging mengikat air maupun air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, analisis ragam menyatakan adanya pengaruh (F hit>F tabel) jenis tepung terhadap daya ikat air/ WHC kamaboko surimi itoyori, dan setelah dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 17. dan perhitungan statistika dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 17. Rerata WHC Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata hasil (gf)

T1 38,46bc

T2 35,32a

T3 35,60ac

T4 38,52bc

T5 40,75b

Keterangan : Angka yang ditandai notasi huruf superscript berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

Menurut Koapaha (2009) bahan pengisi yang ditambahkan adalah bertujuan untuk memperbaiki daya mengikat air dan membentuk tekstur yang padat. Hasil analisa pada Tabel 16 tersebut menunjukkan bahwa rerata WHC kamaboko surimi itoyori berkisar antara 35,32-40,75%. Hasil analisa WHC kamaboko surimi itoyori hasil penelitian paling tinggi adalah 40,75% diperoleh dari perlakuan T5, sedangkan yang paling rendah adalah 35,32% yang diperoleh dari perlakuan T2,

(10)

sehingga urutan presentase WHC dari terendah hingga tertinggi yaitu perlakuan T2, T3, T1, T4, T5.

Adapun grafik rerata WHC kamaboko surimi itoyori dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Rerata WHC Kamaboko Surimi Itoyori

Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap WHC kamaboko surimi itoyori dengan berbagai jenis tepung menunjukkan adanya pengaruh nyata (F hit > F tabel). Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan T2 dan T5, dimana T2 berbeda dengan perlakuan T1, T4, T5 dan sama dengan perlakuan T3 sedangkan T5 berbeda dengan perlakuan T2,T3 dan sama dengan perlakuan T1,T4. Gambar 2. menunjukkan perbedaan WHC pada masing-masing perlakuan (jenis tepung). Hal ini disebabkan kandungan amilosa masing-masing tepung yang berbeda. Karena semakin besar kandungan amilosa dan granula pada pati maka akan semakin besar pula daya

32,00 33,00 34,00 35,00 36,00 37,00 38,00 39,00 40,00 41,00 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) bc a ac bc b WH C (%) Jenis Tepung

(11)

menyerap air (higroskopis) (Baharudin, 2008). Amilosa merupakan molekul pati yang berperan dalam proses menentukan gel. Semakin tinggi amilosa maka semakin tinggi juga kemampuan mengemulsi dan mengikat air (Kramlich, 1973). Menurut Winarno (2002), bahwa daya ikat air produk dipengaruhi oleh kadar protein bahan baku yang digunakan. Daya ikat air semakin kuat apabila jumlah protein miofibril (aktin dan myosin) semakin besar. Hal ini disebabkan protein miofibril yang terkandung dalam surimi mampu mengikat air dan berbagai jenis tepung memiliki kandungan protein yang berbeda-beda, sehingga apabila jenis tepung yang ditambahkan berbeda, maka daya ikat air pada kamaboko juga berbeda.

Kemampuan daya ikat air pati sagu lebih rendah dari tepung mocaf ini dikarenakan oleh kandungan amilosa pati sagu lebih rendah dari tepung mocaf. Menurut Baharudin (2008) menyatakan bahwa amilosa pati sagu sebesar 17% dan amilosa mocaf sebesar 35%, sedangkan ukuran granula pati sagu berkisar antara 16-25 μm dan mocaf berkisar antara 20-60 μm. Semakin besar kandungan amilosa dan granula pada pati maka akan semakin besar pula daya menyerap air (higroskopis) (Baharudin, 2008). Tepung mocaf mengandung amilosa sebesar 35% yang mana lebih besar dari pati sagu sebesar 17% maka tepung mocaf memiliki kemampuan daya menyerap air lebih tinggi dari tepung sagu sebagaimana terlihat WHC pada perlakuan T2 terendah.

(12)

Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk pecah akibat gaya tekan (Soekarto, 1990 dalam Haris, 2011). Kekenyalan terbentuk sewaktu pemasakan, dimana protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno, 1988 dalam Haris, 2011). Kekenyalan kamaboko diukur secara instrumental menggunakan alat Texture Analyzer CT-3 Brookfield. Satuan yang digunakan untuk menyatakan kekenyalan adalah gram force. Kekenyalan didefinisikan sebagai luas area positif yang mengambarkan besarnya usaha probe untuk menekan kamaboko surimi. Semakin tinggi nilai yang ditunjukan oleh kurva maka nilai kekenyalan akan semakin tinggi pula.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, analisis ragam menyatakan adanya pengaruh jenis tepung terhadap tingkat kekenyalan kamaboko surimi itoyori (F hit>F tabel), dan setelah dilakukan uji lanjut dengan BNJ pada taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 18 dan perhitungan statistik dapat lihat pada Lampiran 4. Tabel 18. Rerata Tingkat Kekenyalan Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata hasil (gf)

T1 215,52ab

T2 190,05ab

T3 192,75a

T4 242,91ab

T5 277,06b

Keterangan: Angka yang ditandai notasi huruf superscript berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

(13)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis tepung berpengaruh terhadap kekenyalan kamaboko surimi. Berdasarkan Tabel 18 tersebut menunjukkan nilai rerata tingkat kekenyalan kamaboko surimi itoyori berkisar antara 190,05-277,06 gf. Hasil analisa tingkat kekenyalan kamaboko surimi itoyori hasil penelitian paling tinggi adalah 277,05 gf diperoleh dari perlakuan T5, sedangkan yang paling rendah adalah 190,05 gf yang diperoleh dari perlakuan T2, sehingga urutan presentase tingkat kekenyalan dari terendah hingga tertinggi yaitu perlakuan T2, T3, T1, T4, T5. Grafik rerata tingkat kekenyalan kamaboko surimi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Rerata Tingkat Kekenyalan Kamaboko Surimi Itoyori Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap tingkat kekenyalan kamaboko surimi itoyori dengan berbagai jenis tepung menunjukkan adanya pengaruh nyata (F hit > F tabel). Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan T3 dan T5,

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) ab ab a ab b K ek eny a la n (g f) Jenis Tepung

(14)

sedangkan pada perlakuan T1, T2, dan T4 tidak berbeda nyata. Dari grafik tersebut terlihat nilai rerata tingkat kekenyalan kamaboko surimi itoyori cenderung bervariasi antar jenis tepung. Tingkat kekenyalan dipengaruhi oleh jenis tepung yang digunakan, setiap tepung mempunyai karakteristik yang berbeda seperti pada bentuk granula, kadar amilosa dan amilopektin serta suhu gelasi yang membedakan kemampuan gelasi satu tepung dengan tepung yang lain (Risti, 2013).

Jumlah pati yang besar pada jenis tepung menyebabkan tekstur menjadi lebih padat dan cenderung keras. Menurut Potter (1973 dalam Rospiati, 2007) tekstur akan berubah dengan berubahnya kandungan air. Hal ini dapat dilihat pada hasil rerata kekenyalan yang berbanding terbalik dengan kadar air. Seperti pada tepung mocaf yang memiliki kadar air paling rendah justru memiliki kekenyalan yang tinggi, sedangkan tepung sagu yang memiliki kadar air paling tinggi justru memiliki tingkat kekenyalan yang rendah. Hal tersebut karena tepung mocaf mengandung amilosa lebih tinggi (35%) dibandingkan tepung sagu (17%). Amilosa merupakan molekul pati yang berperan dalam proses menentukan gel. Semakin tinggi amilosa maka semakin tinggi juga kemampuan mengemulsi dan mengikat air (Kramlich, 1973). Selain hal tersebut tepung mocaf memiliki viskositas (daya rekat), kemampuan gelatinasi, daya rehidrasi dan solubility (kemampuan melarut) yang tinggi sehingga memiliki tekstur yang lebih baik

(15)

dibandingkan tepung tapioka atau tepung singkong lainnya (Salim, 2011).

Tepung terigu memiliki granula berbentuk oval yang berukuran 2-35 m, kadar amilosa 25%, amilopektin 75% dan suhu gelasi 52-64oC. Tepung mocaf memiliki granula berbentuk oval berukuran 5-35 m, kadar amilosa 35%, kadar amilopektin 65% dan suhu gelasi 52-64oC. Tepung tapioka memiliki granula berbentuk oval, berukuran 5-35 m, kadar amilosa 27%, kadar amilopektin 73% dan suhu gelasi 52-64oC. Tepung maizena memiliki bentuk granula oval yang berukuran 6-30 m, kadar amilosa 24%, kadar amilopektin 76% dan suhu gelasi 52-65oC. Tepung sagu memiliki granula berbentuk oval yang berukuran 20-60 m, kadar amilosa 17%, amilopektin 83% dan suhu gelasi 52-64oC.

Jenis tepung yang digunakan memiliki kadar amilosa, amilopektin dan suhu gelasi yang menyerupai tepung terigu, tetapi tepung bebas gluten (tepung tapioka, maizena, sagu dan mocaf) tidak memiliki protein gluten yang memberi sifat kenyal sehingga kamaboko dengan penambahan tepung bebas gluten tidak dapat menyamai kekenyalan kamaboko berbahan tepung terigu. Gluten merupakan protein yang terdapat pada beberapa bahan makanan golongan serealia. Bahan makanan golongan serealia yang paling banyak mengandung gluten adalah gandum / tepung terigu. Tepung terigu mengandung gluten sebanyak 80% dari total protein yang terkandung dalam terigu.

(16)

Gluten membentuk tekstur kamaboko menjadi kenyal dan mengembang. Semakin tinggi kadar gluten maka semakin baik tekstur kamaboko yang dihasilkan. Namun tepung mocaf memiliki karakteristik derajat viskositas (daya rekat), kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut yang lebih baik dibandingkan tepung terigu (Yustisia, 2013). Sehingga pada perlakuan tepung mocaf memiliki tingkat kekenyalan lebih tinggi dibandingkan tepung terigu.

Data pada perlakuan T2 dengan rerata tekstur yang rendah sebesar 190,05 gf, ini kemungkinan disebabkan oleh fraksi amilopektin pati sagu sebesar 83% tergolong tinggi akan membentuk tekstur yang lebih lunak dan elastis. Pati yang memiliki kandungan amilopektin yang tinggi seperti sagu yaitu sebesar 83% akan menghasilkan gel yang adhesive dan cohesive (Park, 2005). Ibrahim (2002) menjelaskan bahwa fraksi amilopektin yang terkandung dalam pati bertanggungjawab atas elastisitas. Umumnya kemampuan penguatan tekstur gel ini berhubungan erat dengan kemampuan daya ikat air oleh pati, semakin besar daya ikat air, semakin besar pula kemampuan penguatan struktur gel.

Gel merupakan suatu system koloid antara fase cair yang terdispersi dalam medium padat sebagai fungsi kontinyu. Gel ikan merupakan air yang terdispersi dalam fungsi kontinyu protein aktomiosin. Sifat kenyal pada produk gel disebabkan oleh pembentukan struktur 3 dimensi molekul aktomiosin saat didalamnya terdapat air

(17)

yang terjerat (Muchtadi, 1988). Pati berperan sebagai bahan pengisi gel protein miofibril yang sederhana, tidak berinteraksi langsung dengan matriks protein surimi maupun mempengaruhu formasi protein tersebut karena pada proses pemasakan yang terjadi lebih dulu adalah gelasi protein diikuti dengan mengembangnya pati (Wu, et al., 1985)

Kekenyalan komaboko lebih dipengaruhi oleh perlakuan seperti bahan dari protein ikan, garam, air dan pemanasan. Park (2005) menyatakan bahwa selama pemanasan daging ikan lumatan yang telah digarami, lipatan protein akan terbuka dan permukaan reaktif molekul protein yang berdekatan akan bereaksi membentuk ikatan intermolekul. Pada saat ikatan intermolekul mencukupi, maka akan terbentuk struktur matrik tiga dimensi dan menghasilkan gel yang kenyal dan elastik. Nurkhoeriyati et al. (2010) menyatakan bahwa air yang terikat oleh protein melalui interaksi antara molekul air dan gugus hidrofilik dari gugus samping protein terjadi melalui ikatan hidrogen sehingga menghasilkan gel yang kenyal dan elastik. Koapaha (2009) menyatakan bahwa gel kamaboko terbentuk pada saat pasta daging ikan dipanaskan melalui daerah suhu gelasi protein yaitu diatas suhu 60 oC.

Menurut Wibowo (2006), tekstur produk bakso dipengaruhi oleh kandungan airnya. Dibuktikan dengan kadar air yang paling tinggi maka kamaboko surimi menghasilkan tingkat kekenyalan yang rendah dan sebaliknya pada kamaboko surimi dengan kadar air yang paling rendah menghasilkan tingkat kekenyalaan kamaboko surimi yang

(18)

paling tinggi. Selain itu, tekstur pada bakso juga dipengaruhi oleh ukuran granula pati. Pati memperkuat gel protein dengan lebih baik pada kondisi air yang lebih rendah.

3. Uji Organoleptik (Karakteristik Sensori) Kamaboko

Analisis sensori merupakan analisis yang dilakukan menggunakan kepekaan indera manusia (panelis). Analisis sensori yang dilakukan adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap kamaboko surimi. Uji kesukaan (hedonik) merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan (Rahayu 1998).

Untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen maka dilakukan penilaian organoleptik seperti penilaian warna, aroma, rasa dan tekstur dengan jumlah 25 orang panelis agak terlatih (semi trained panel) yang diambil dari kalangan mahasiswa.

a. Warna

Warna merupakan parameter organoleptik yang penting karena sifat sensori yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan atau warna menarik. Winarno (1997) menyatakan bahwa rupa lebih banyak melibatkan indera penglihatan dan merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah bahan pangan diterima atau tidak oleh konsumen, karena makanan yang berkualitas (rasanya enak, bergizi dan

(19)

teksturnya baik) belum disukai konsumen bila rupa bahan pangan tersebut memiliki rupa yang kurang menarik dilihat oleh konsumen untuk menilai.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (F hit>F tabel) antara jenis tepung terhadap uji organoleptik kesukaan warna kamaboko surimi itoyori. Setelah dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% diperoleh hasil bahwa organoleptik warna memiliki perbedaan yang nyata. Hasil analisis data kesukaan panelis terhadap warna kamaboko surimi itoyori oleh panelis dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Rerata Skor Kesukaan Warna Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata Hasil Kriteria

T1 5,36ac Agak suka

T2 4,52bc Agak Suka

T3 5,24ac Agak suka

T4 5,76a Suka

T5 3,92b Netral

Keterangan : Angka yang ditandai notasi huruf superscript berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

Berdasarkan hasil pengujian kesukaan warna kamaboko surimi itoyori dengan perbedaan jenis tepung menunjukkan nilai rerata berkisar antara 3,92-5,76. Artinya penilaian panelis terhadap kamaboko surimi itoyori tersebut berada pada kriteria netral hingga suka. Skor kesukaan warna kamaboko tertinggi yaitu pada perlakuan T4 yaitu perlakuan penambahan tepung terigu dengan kriteria suka, dan skor terendah pada perlakuan T5 yaitu perlakuan penambahan tepung mocaf dengan kriteria netral (biasa). Hasil analisa uji kesukaan warna

(20)

kamaboko surimi itoyori berturut-turut dari yang terendah hingga tertinggi yaitu T5, T2, T3, T1, T4.

Adapun grafik rerata skor kesukaan warna pada berbagai jenis tepung dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Rerata Skor Kesukaan Warna Kamaboko Surimi Itoyori

Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap kesukaan warna kamaboko surimi itoyori dengan berbagai jenis tepung menunjukkan adanya pengaruh nyata (F hit>F tabel). Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan T4 dan T5, sedangkan pada perlakuan T1, T2, dan T3 tidak berbeda nyata.

Data ini menunjukkan bahwa perlakuan T4 yaitu penambahan tepung terigu lebih disukai dibandingkan perlakuan penambahan tepung tapioka, sagu, maizena, dan mocaf. Hal ini disebabkan karena kombinasi pengaruh kadar protein dari tepung terigu. Koapaha (2009) menyatakan bahwa protein yang mengandung residu non polar rendah

0 1 2 3 4 5 6 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) ac bc ac a b War n a ( sk o r) Jenis Tepung

(21)

akan membentuk jaringan gel yang transparan. Tepung terigu yang digunakan sebagai bahan adonan ini memiliki konsentrasi amilopektin 75%. Tepung terigu dengan kandungan amilopektin yang tinggi sebesar 75% hal ini akan mengasilkan gel yang transparan (Park, 2005). Gel transparan ini akan memiliki efek terang terhadap tingkat kecerahan kamaboko.

Pada perlakuan penambahan tepung sagu, maizena, mocaf dan tepung tapioka kurang disukai panelis. Hal ini disebabkan karena pati akan berubah warna menjadi agak kegelapan dari warna aslinya akibat proses gelatinisasi, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maryati, (2015) yang menyatakan bahwa kadar pati mempengaruhi warna produk akhir yang menggunakan pati sebagai bahan baku maupun bahan tambahan. Namun warna keempatnya hampir sama. Warna terjadi karena reaksi browning antara asam amino dengan gula reduksi yang terdapat pada karbohidrat (Astawan dan Astawan, 1991).

Tepung sagu memiliki kandungan fraksi amilosa yang tinggi sebesar 17% akan menghasilkan gel yang agak buram (Park, 2005). Tepung mocaf pada proses fermentasi belum dapat menghasilkan warna putih secara keseluruhan sehingga masih berwarna cokelat (Wiraswasti, 2013). Sedangkan pada tepung maizena memiliki karakteristik memberi warna putih pucat terhadap produk.

Warna kamaboko lebih dipengaruhi bahan dari protein ikan dan perlakuan pencucian dalam proses pembuatan adonan kamaboko.

(22)

Agustin (2010) menyatakan bahwa Kamaboko yang mengandung residu non polar rendah akan membentuk jaringan gel yang warna transparan, elastis dan kemampuan mengikat air yang tinggi. Tujuan pencucian dalam pembuatan surimi adalah untuk menghasilkan kamaboko yang berwarna putih dan bersih serta untuk melarutkan protein sarkoplasma (Park, 2005). Pencucian daging ikan dapat dilakukan beberapa kali untuk meningkatkan sifat hidrofilik daging ikan (Agustin, 2010).

b. Aroma

Aroma makanan dapat menentukan kelezatan dari makanan tersebut. Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh panca indera penciuman. Pada umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno 2004).

Menurut Kartika dkk. (1988), pengujian terhadap aroma di industri pangan merupakan hal yang dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut oleh konsumen. Selain itu juga aroma dipakai sebagai indikator terjadinya kerusakan produk. Dilakukan uji aroma dengan cara pengumpulan data hasil pengujian sensoris, yaitu melalui pengamatan visual langsung metode hedonik.

Soekarto (1990), menyatakan bahwa aroma/bau merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak suatu makanan. Dalam

(23)

banyak hal, aroma/bau memiliki daya tarik tersendiri untuk menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri. Dalam industri pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil produksinya, apakah produksinya disukai atau tidak disukai oleh konsumen.

Hasil pengukuran organoleptik aroma kamaboko surimi itoyori dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai jenis tepung dengan berdasarkan penilaian panelis. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, analisis ragam menyatakan adanya pengaruh (F hit>F tabel) jenis tepung terhadap uji organoleptik kesukaan (hedonik) aroma kamaboko surimi itoyori, dan setelah dilakukan uji lanjut dengan BNJ pada taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 20. dan perhitungan statistika dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 20. Rerata Skor Kesukaan Aroma Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata hasil Kriteria

T1 5,04ab Agak suka

T2 4,56a Agak suka

T3 4,44a Netral

T4 5,80b Suka

T5 3,32c Kurang suka

Keterangan : Angka yang ditandai notasi huruf superscript menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

Berdasarkan hasil pengujian hedonik aroma kamaboko surimi dengan perbedaan jenis tepung yang dihasilkan berkisar antara 3,32-5,80. Artinya penilaian panelis terhadap aroma kamaboko yang dihasilkan berada pada kriteria kurang suka hingga suka. bahwa skor tertinggi yaitu pada perlakuan T4 (Tepung Terigu) yaitu 5,80 dengan

(24)

kriteria suka, dan skor terendah pada perlakuan T5 (Tepung Mocaf) yaitu 3,32 dengan kriteria kurang suka. Hasil analisa uji kesukaan aroma kamaboko dari yang terendah hingga tertinggi yaitu T5, T3, T2, T1, T4. Adapun grafik rerata uji kesukaan (hedonik) aroma pada berbagai jenis tepung dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Grafik Rerata Skor Kesukaan Aroma Kamaboko Surimi Itoyori

Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap kesukaan aroma kamaboko surimi itoyori dengan berbagai jenis tepung menunjukkan adanya pengaruh nyata (F hit > F tabel). Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan T4 dan T5, sedangkan pada perlakuan T1, T2, dan T3 tidak berbeda nyata.

Data ini menunjukkan bahwa perlakuan T4 yaitu penambahan tepung terigu lebih disukai dibandingkan perlakuan penambahan tepung tapioka, sagu, maizena, dan mocaf. Hal ini disebabkan karena tepung terigu kaya akan protein (gluten) yang memiliki aroma yang spesifik

0 1 2 3 4 5 6 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) ab a a b c Aro m a ( sk o r) Jenis Tepung

(25)

khas. Sedangkan pada tepung tapioka, maizena dan mocaf yang hampir tidak beraroma (netral) sehingga tidak mempengaruhi terhadap aroma kamaboko. Kandungan gluten merupakan sifat spesifik yang tidak terdapat pada serealia lainnya (Kent, 1982).

Nilai aroma terendah ditunjukkan pada tepung mocaf karena karakteristik tepung mocaf yang memiliki aroma langu. Hal ini disebabkan karena granula pati tepung mocaf akan mengalami hidrolis yang menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam organik. Senyawa asam ini akan menghasilkan aroma dan cita rasa khas pada tepung mocaf yang cenderung langu (Anonymous, 2012).

Aroma akan timbul dan terasa lebih kuat sewaktu dilakukannya proses pemasakan seperti dipanggang, direbus ataupun digoreng. Pendapat ini didukung oleh Winarno (2004) menyataan bahwa komponen yang memberikan aroma adalah asam-asam organik berupa ester dan volatil. Secara kimiawi sulit dijelaskan mengapa senyawa senyawa menyebabkan aroma yang berbeda, karena senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kimia dan gugus fungsional yang hampir sama (stereoisomer) kadang-kadang mempunyai aroma yang sangat berbeda, misalnya methanol, isometanol, dan neometanol. Sebaliknya senyawa yang sangat berbeda struktur kimianya, mungkin menimbulkan aroma yang sama.

(26)

Perbedaan jenis tepung menyebabkan perbedaan aroma, karena aroma disebabkan oleh adanya komponen volatil yang terbentuk pada proses pemanasan (pemanggangan) dari bahan utama dan bumbu-bumbu. Dalam hal ini karena untuk kelima perlakuan menggunakan bahan utama, bumbu, dan proses pemasakan yang sama.

c. Tekstur

Tekstur adalah penginderaan yang dihubungkan dengan rabaan atau sentuhan. Tekstur merupakan karakteristik yang sangat penting bagi produk gel ikan karena sifat elastisitas dan kekenyalannya. Tekstur meliputi keras, halus, kasar, berminyak dan lembab (Soekarto 1985).

Hasil pengukuran organoleptik tekstur kamaboko surimi itoyori dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai jenis tepung dengan berdasarkan penilaian panelis. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, analisis ragam menyatakan adanya pengaruh (F hit>F tabel) jenis tepung terhadap uji organoleptik kesukaan (hedonik) tekstur kamaboko surimi itoyori, dan setelah dilakukan uji lanjut dengan BNJ pada taraf 5% diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 21 dan perhitungan statistika dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 21. Rerata Skor Kesukaan Tekstur Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata hasil Kriteria

T1 5,00ab Agak suka

T2 3,96a Netral

T3 4,32a Netral

T4 5,96b Suka

T5 5,52b Suka

Keterangan : Angka yang ditandai notasi huruf superscript berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

(27)

Berdasarkan hasil pengujian hedonik tekstur kamaboko surimi dengan perbedaan jenis tepung yang dihasilkan berkisar antara 3,96-5,96. Artinya penilaian panelis terhadap tekstur kamaboko yang dihasilkan berada pada kriteria netral (biasa) hingga suka. Dimana skor kesukaan tekstur tertinggi yaitu pada perlakuan T4 (Tepung terigu) yaitu 5,96 dengan kriteria suka, dan skor terendah pada perlakuan T2 (Tepung Sagu) yaitu 3,96 dengan kriteria biasa (netral). Hasil analisa uji kesukaan tekstur kamaboko dari yang terendah hingga tertinggi yaitu T2, T3, T1, T4, T5.

Adapun grafik rerata skor kesukaan tekstur kamaboko surimi itoyori terhadap berbagai jenis tepung dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Rerata Skor Kesukaan Tekstur Kamaboko Surimi Itoyori

Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap kesukaan tekstur kamaboko surimi itoyori dengan berbagai jenis tepung menunjukkan

0 1 2 3 4 5 6 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) ab a a b b T ek st ur (s k o r) Jenis Tepung

(28)

adanya pengaruh nyata (F hit > F tabel). Hasil analisis lanjut menunjukkan bahwa perlakuan T2 dan T3 berbeda nyata dengan perlakuan T4 an T5, sedangkan pada perlakuan T1 tidak berbeda nyata.

Nilai rerata tekstur tertinggi ditunjukan oleh perlakuan penggunaan jenis tepung mocaf dan tepung terigu paling disukai panelis. Hal ini disebabkan karena teksturnya yang kenyal akibat dari terbentuknya ikatan yang cukup kuat antara granula pati dengan protein (gluten) dari tepung terigu. Sunaryo (1985) menyatakan bahwa kadar protein tepung terigu berkorelasi dengan jumlah gluten yang terbentuk. Gluten merupakan komponen penting pembentuk adonan. Sifat elastis dari gluten pada adonan menyebabkan kamaboko tidak mudah retak. Sedangkan penggunaan tepung mocaf dapat menghasilkan gel yang lembut sehingga tekstur kamaboko yang dihasilkan lebih baik. Yustisia (2013) Mocaf memiliki karakteristik derajat viskositas (daya rekat), kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan larut yang lebih baik dibandingkan tepung terigu. Sehingga menghasilkan tekstur kamaboko yang cenderung keras.

Sedangkan penggunaan tepung sagu dan maizena merupakan perlakuan yang paling tidak disukai (netral) panelis. Hal ini disebabkan karena tekstur yang berbentuk kurang kenyal. Karena komposisi dari berbagai pati-patian dalam pembentukan kekenyalan sangat ditentukan oleh proporsi amilosa dan amilopektin. Sebagaimana diketahui terigu mengandung amilosa 25 % dan amilopektin 75 % (Wilson, 1960),

(29)

maizena mengandung amilosa 24 % dan amilopektin 76 % (Inglet, 1974), sedangkan tapioka mengandung amilosa 27 % dan amilopektin 73 %. tidak mudah menggumpal dan kembali memjadi keras, memiliki daya perekat yang tinggi (Tjokroadikoesoemo dan Subiyanto, 1986). Demikian juga dengan proses gelatinisasi yang dijelaskan oleh Harper (1981), bahwa naiknya kekentalan dihubungkan dengan amilosa yang keluar dari granula yang juga merupakan fungsi dari suhu.

Tekstur kamaboko dipengaruhi oleh bahan-bahan seperti bahan dari protein ikan, garam, gula (sorbitol dan sukrosa) dan STPP. Penggunaan garam 2.5% merupakan konsentrasi maksimum untuk memberikan tingkat kekentalan dan elastisitas pasta ikan. yang maksimum (Agustin, 2010). Daging ikan yang baik untuk kamaboko adalah daging ikan yang masih segar karena mutu protein khususnya protein miofibril sebagai pembentuk tekstur pada ikan segar masih tinggi (Suzuki, 1981 dan Park, 2005). Garam dalam pembuatan sosis salah satunya berfungsi membentuk tekstur (Nakai dan Modler, 2000). Sukrosa ditambahkan dalam pembuatan kamaboko berfungsi sebagai krioprotektif, yaitu menjaga kestabilan tekstur kamaboko (Agustin, 2010). Konsentrasi STPP sebesar 0.2-0.5% dari berat daging ikan cukup efektif dalam memberi efek terhadap tekstur pasta ikan (Erdiansyah, 2006).

Banyak hal yang mempengaruhi tekstur pada bahan pangan antara lain: rasio kandungan protein, lemak, jenis protein, suhu

(30)

pengolahan, kadar air dan aktivitas air. Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan. Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasakan (Purnomo, 1995).

d. Rasa

Rasa merupakan faktor yang penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Meskipun parameter lain nilainya baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai, maka produk akan ditolak. Ada 4 jenis rasa dasar yang dikenali yaitu: manis, asin, asam, dan pahit. Sedangkan rasa lainnya merupakan perpaduan dari rasa dasar (Soekarto, 1985). Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno 2004).

Hasil pengujian kesukaan rasa kamaboko surimi itoyori dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan rasa pada masing-masing perlakuan penggunaan berbagai jenis tepung berdasarkan penilaian panelis. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, analisis ragam menyatakan adanya pengaruh (F hit>F tabel) jenis tepung terhadap uji kesukaan (hedonik) rasa kamaboko surimi itoyori, dan setelah dilakukan uji lanjut dengan BNJ pada taraf 5% diperoleh

(31)

hasil yang dapat dilihat pada Tabel 22 dan perhitungan statistika dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 22. Rerata Skor Kesukaan Rasa Kamaboko Surimi Itoyori

Perlakuan Rerata hasil Kriteria

T1 5,16a Agak suka

T2 5,44a Agak suka

T3 4,80a Agak suka

T4 5,56a Suka

T5 3,44b Kurang suka

Keterangan : Angka yang ditandai notasi huruf superscript berbeda menunjukkan ada perbedaan nyata (p<0,05)

Berdasarkan hasil pengujian hedonik rasa kamaboko surimi dengan perbedaan jenis tepung yang dihasilkan berkisar antara 3,44-5,56. Artinya penilaian panelis terhadap rasa kamaboko yang dihasilkan berada pada kriteria kurang suka hingga suka. bahwa skor tertinggi yaitu pada perlakuan T4 (Tepung Terigu) yaitu 5,56 dengan kriteria suka, dan skor terendah pada perlakuan T5 (Tepung Mocaf) yaitu 3,44 dengan kriteria kurang suka. Hasil analisa uji kesukaan rasa kamaboko dari yang terendah hingga tertinggi yaitu T5, T3, T1, T2, T4. Grafik rerata skor kesukaan rasa kamaboko surimi itoyori dapat dilihat pada Gambar 11.

(32)

Gambar 11. Grafik Rerata Skor Kesukaan Rasa Kamaboko Surimi Itoyori

Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap kesukaan rasa kamaboko surimi itoyori dengan berbagai jenis tepung menunjukkan adanya pengaruh nyata (F hit > F tabel). Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan T5, sedangkan pada perlakuan T1, T2, T3 dan T4 tidak berbeda nyata. Hal ini karena tepung yang digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan kamaboko memiliki sifat yang berbeda yaitu tepung tapioka, maizena dan tepung sagu yang hampir tidak berasa (netral) sehingga tidak mempengaruhi terhadap rasa kamaboko, sedangkan tepung terigu yang memiliki kandungan gluten yang baik, sehingga menimbulkan rasa yang disukai konsumen. Kandungan gluten merupakan sifat spesifik yang tidak terdapat pada serealia lainnya (Kent, 1982). Rasa kamaboko lebih dipengaruhi oleh bumbu yang ditambahkan kedalam adonan. Namun karena penggunaan bumbu yang relatif sama untuk setiap

0 2 4 6 T1 (Tapioka) T2 (Sagu) T3 (Maizena) T4 (Terigu) T5 (Mocaf) a a a a b Ra sa ( sk o r) Jenis Tepung

(33)

perlakuan, maka panelis cenderung mampu membedakan sesuai jenis bahan tambahan yang digunakan.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan penambahan tepung terigu paling disukai daripada tepung lainnya, artinya kamaboko yang ditambahkan dengan tepung terigu banyak ditambahkan pada pengolahan makanan karena kandungan glutennya yang tinggi. Sifat pati yang mudah memuai dalam suhu panas mengakibatkan terjadi pembengkakan sekaligus membawa kelembutan pada material tersebut. Pengukusan kamaboko dilakukan pada suhu antara 55-65oC dengan pertimbangan suhu ini tidak akan mengakibatkan pecahnya molekul protein surimi (Soeparno,1994). Suhu ini merupakan suhu ideal bagi pemanasan pati karena akan terjadi peningkatan volume granula pati sehingga pembengkakan pati yang sesungguhnya. Keadaan yang membengkak ini mempengaruhi rasa, karena kamaboko menjadi lembut dimana pati berkembang dan masak sempurna.

Rasa merupakan respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan yang merupakan salah satu faktor penting yang dapat berpengaruh terhadap konsumen pada suatu produk makanan. Rasa merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Meskipun hasil penelitian terhadap parameter lain lebih baik, tetapi jika rasa produk memberikan penilaian

(34)

tidak enak maka produk tersebut akan ditolak oleh konsumen (Fellow, 2000).

Gambar

Gambar 4. Grafik Rerata Kadar Air pada Kamaboko Surimi Itoyori
Gambar 5. Grafik Rerata Kadar Protein Kamaboko Surimi Itoyori  Berdasarkan  hasil  analisis  ragam  terhadap  kadar  protein  kamaboko  surimi  itoyori  dengan  berbagai  jenis  tepung  menunjukkan
Gambar 6. Grafik Rerata WHC Kamaboko Surimi Itoyori
Gambar 7. Grafik Rerata Tingkat Kekenyalan Kamaboko Surimi Itoyori  Berdasarkan  hasil  analisis  ragam  terhadap  tingkat  kekenyalan  kamaboko  surimi  itoyori  dengan  berbagai  jenis  tepung  menunjukkan  adanya  pengaruh  nyata  (F  hit  &gt;  F  tabe
+5

Referensi

Dokumen terkait

Homestay Palembang Bari dalam menjalankan usaha penginapan adalah menciptakan jasa penginapan bertema rumah adat Kota Palembang, mendapatkan loyalitas pelanggan dengan

Seperti yang telah disimpulkan bahwa interval Sembilan tahun memiliki MAPE terkecil, maka dari itu interval ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan proyeksi

Berdasarkan data-data tersebut maka menunjukkan bahwa faktor politik bisa mempengaruhi isu dan sentimen terhadap kerukunan umat beragama. Atau dengan kata lain Pemilu

terpelihara dengan baik apabila hutan tetap terjaga kelestariannya, sehingga tanah menjadi subur dan mampu menyediakan kebutuhan hara dan mineral bagi organisme tanah maupun

c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai narkotika; dan d. identitas lengkap yang melakukan serah terima barang sitaan. 5) Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan

Dengan kumulatif beban lalu lintas yang sama yang melewati suatu struktur perkerasan, umur rencana memberi pengaruh pada awal terjadinya retak struktural dan

Bila pengaruh defisiensi kekuatan struktur tidak diketahui dengan baik atau bila dimensi struktur serta sifat bahan yang dibutuhkan untuk tujuan analisis tidak memungkinkan

Berdasarkan campur kode di atas termasuk campur kode keluar yaitu percampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, pada kata yang bercetak miring