• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KRISTAL FILAMEN SERTA PEMBENTUKAN MIKROPROPAGULE RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii MELALUI INDUKSI KALUS PADA MEDIA PES 1/20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN KRISTAL FILAMEN SERTA PEMBENTUKAN MIKROPROPAGULE RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii MELALUI INDUKSI KALUS PADA MEDIA PES 1/20"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN KRISTAL FILAMEN SERTA PEMBENTUKAN MIKROPROPAGULE

RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii MELALUI INDUKSI KALUS PADA MEDIA PES 1/20

Emma Suryati, Siti Fadilah, dan A. Tenriulo Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: litkanta@indosat.net. id

ABSTRAK

Perbanyakan embrio rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilakukan melalui induksi kalus mengggunakan media semi solid PES 1/20 yang diperkaya dengan zat perangsang tumbuh (ZPT) untuk mempercepat proses induksi, kristal filamen serta penebalan dinding epidermis sebagai embrio akan berkembang menjadi mikro propagule dan anakan rumput laut. ZPT yang digunakan adalah kombinasi Indol Acetic Acid (IAA) dan Benzil Amino Purin (BAP) dengan konsentrasi IAA ; 0. 0,05 dan 0,1 mg/L, sedangkan BAP : 0, 0,5, dan 1 mg/L. Hasil yang diperoleh antara lain pertumbuhan kristal filamen yang paling baik adalah pada perlakuan dengan penambahan ZPT IAA dan BAP dengan perbandingan 0,05 : 0 mg/L. Sedangkan pembentukan mikropropagule yang paling baik adalah pada media yang diperkaya denagn IAA:BAP 0,05 : 1 mg/L KATA KUNCI: kristal filamen, mikropropagule, rumput laut K. alvarezii

PENDAHULUAN

Pada regenerasi rumput laut Kappaphycus alvarezii melalui induksi kalus dan embrio somatik memperlihatkan pertumbuhan kristal filamen yang terinduksi akan menghasilkan organ embrio karena berasal dari satu sel pada jaringan somatik yang perkembangannya serupa dengan embrio normal. Pada tanaman tingkat tinggi regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik lebih mudah menjadi embrio bipolar, yaitu mempunyai dua kutub yang langsung sebagai bakal tunas dan akar pada tanaman tingkat tinggi (Damayanti et al., 2007). Sedangkan pada rumput laut K. alvarezii regenerasi dan perbanyakan individu adalah melalui induksi kalus dan embrio pada media yang diperkaya dengan nutrien dan hormon perangsang tumbuh baik golongan auxin maupun sitokinin (Suryati et al., 2009).

Media kultur yang digunakan pada induksi kalus antara lain media Conwy yang diperkaya dengan IAA dan kinetin mengahasilkan embrio berupa filamen yang berwarna coklat, namun filamen tersebut sulit berkembang menjadi mikropropagule dan anakan rumput laut. Reddy et al. (2003) menggunakan NAA (Naphtalen acetic acid) dan BAP (Benzil amino purin) untuk memacu pembentukan embrio pada talus rumput laut dapat berhasil dengan baik, beberapa hormon perangsang tumbuh sejenis yang memiliki sifat yang hampir sama dieksplor pemanfaatannya pada induksi embrio rumput laut K.

alvarezii antara lain IAA (Indol Acetic Acid), IBA (Indol Butiric Acid), auxilin dan kinetin yang sering

digunakan pada induksi kalus dan pertumbuhan embrio pada tanaman tingkat tinggi secara in vitro (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Komposisi dan perbandingan zat perangsang tumbuh (ZPT) sangat berpengaruh terhadap Induksi kristal filamen dan embrio pada rumput laut terutama pada penebalan dinding dan lapisan epidermis sebagai kandidat pembentukan mikropropagul pada tahap berikutnya. Sehingga untuk memacu dan optimasi ZPT yang paling tepat pada induksi kalus rumput laut K.alvarezii dibuat beberapa perbandingan ZPT dari golongan auxin dan sitokinin yaitu NAA dan BAP, serta penggunaan media PES 1/20 sebagai pupuk pada pemelihraan eksplan hingga menghasilkan kristal filamen dan embrio sebagai anakan rumput laut.

Hormon tumbuhan pada umumnya dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu golongan auksin, giberelin, sitokinin dan asam absisat yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda pada tanaman tingkat tinggi, sedangkan pada induksi kalus dan embrio rumput laut K.

(2)

umumnya. Golongan auksin dan giberelin (auksilin) memperlihatkan efek terhadap pertumbuhan panjang, sedangkan golongan sitokinin atau kinetin memperlihatkan pengaruh terhadap perbanyakan sel baik tunggal maupun maupun kelompok, kombinasi dari kedua golongan tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan secara keseluruhan (Campbell et al., 2000).

Embriogenesis somatik merupakan suatu proses di mana sel-sel somatik (baik haploid maupun diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahapan perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet (Williams & Maheswara, 1986). Regenerasi melalui embriogenesis somatik memberi banyak keuntungan, antara lain: (1) waktu perbanyakan lebih cepat; (2) pencapaian hasil dalam mendukung program perbaikan tanaman lebih cepat; dan (3) jumlah bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya (Mariska & Husni 2006). Di samping itu, dengan strukturnya yang bipolar dan kondisi fisiologis yang menyerupai embrio zigotik maka perbanyakan melalui pembentukan embrio somatik lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar.

Pembentukan mikropropagule sebagai kandidat anakan rumput laut berkembang melalui beberapa tahapan pemeliharaan pada media semi solid dan media cair yang diperkaya dengan nutrien dan ZPT yang sesuai, hingga tumbuh talus dan anakan rumput laut (Suryati et al., 2008).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tahapan perkembangan kristal filamen menjadi anakan rumput laut menggunakan media yang diperkaya dengan variasi zat perangsang tumbuh yang sesuai .

BAHAN DAN METODE Persiapan Eksplan

Rumput laut K. alvarezii dikumpulkan dari hasil budidaya dan seleksi di Kabupaten Takalar dan dibawa ke laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) dalam wadah yang ditutup dengan kain yang dibasahi dengan air laut. Talus rumput laut yang sehat dari penyakit dan bersih dari lumut dipotong sekitar 5 cm dan dibersihkan dengan air laut yang disaring dengan membran filter. Untuk inisiasi dan penyesuaian pada kondisi laboratorium, eksplan yang telah dipotong dikultur pada air laut steril yang diperkaya dengan pupuk Conwy. Untuk menghilangkan diatom digunakan GeO2 (10 mg/L) ditambahkan untuk semua media kultur selama 2 minggu pertama kultur. Fluktuasi cahaya yang digunakan yaitu gelap:terang = 12:12 jam.

Fragmen yang dipilih untuk kultur jaringan, disterilkan dengan metoda sterilisasi permukaan (Polne-Fuller & Gibor, 1984, Huang & Fujita, 1997). Eksplan dibersihkan dengan sikat di bawah mikroskop, kemudian dimasukkan ke dalam 0,5% deterjen cair dalam air laut steril selama 10 menit, kemudian dengan betadin 2% di dalam air laut steril selama 3 menit untuk menghilangkan mikroba permukaan, kemudian disterilisasi menggunakan campuran antibiotik 3% di dalam media kultur PES 1/20 selama 2 hari. Untuk menguji sterilisasi dikonfirmasi dengan menumbuhkan pada media agar dan disimpan pada inkubator.

Induksi Kalus dan Embrio

Embrio rumput K. alvarezii diperoleh melalui fragmen yang telah disterilkan selama 24 jam, dicuci dengan air laut steril lalu diiris kurang lebih 0,5 cm. selanjutnya dikeringkan dengan kertas saring steril untuk menghilangkan cairan dan lendir pada saat memotong. Kemudian diletakkan di atas media kultur bacto-agar-solidified PES 1/20 medium dengan volume 10 mL dan kepadatan agar 0,8% (w/v) sebanyak 10 eksplan pada setiap cawan. Setelah 2 minggu, filamen terbentuk pada bagian epidermis, diawali dengan terbentuknya kristal filamen, kemudian embrio somatik pada lapisan epidermis yang berwarna lebih gelap, lalu dihitung sintasan eksplan yang terinduksi. Setelah 30 hari kemudian dipindahkan ke dalam media kultur yang baru. Setelah 2 bulan filamen dan embrio dipindahkan ke dalam media kultur yang baru dengan kondisi yang sama.

Media Kultur, Kepadatan Agar, Cahaya dan Hormon Perangsang Tumbuh

Untuk induksi filamen dan embrio pada permukaan eksplan diperlukan standarisasi media kultur dengan komposisinya seperti pupuk yang digunakan, kepadatan agar, pengatur pertumbuhan, dan

(3)

intensitas cahaya. Media kultur yang digunakan adalah media kultur yang diperkaya dengan pupuk PES 1/20, dengan intensitas cahaya 1500 lux, serta kepadatan agar 0,8%, hormon pengatur tumbuh yang digunakan adalah NAA dengan variasi konsentrasi 0, 0,05, dan 0,1 mg/L dan BAP dengan variasi konsentrasi 0, 0,5, dan 1 mg/L sebagai perlakuan dilakukan kombinasi antara NAA dan BAP dengan perbandingan pada perlakuan 1.1 (0:1), 1.2 (0:0,5), 1.3 (0:0) sebagai kontrol tdk menggunakan ZPT. Kemudian perlakuan 2.1 (0,05:1), 2.2 (0,05:0,5), 2.3 (0,05:0). Selanjutnya perlakuan 3.1 (0,1:1), 3.2 (0,1:0,5) dan 3.3 (0,1:0). Terjadinya induksi kalus biasanya terjadi setelah 2 minggu pemeliharaan dan akan terbentuk embryogenik dan somatik embriogenesis pada bagian epidermis kulit bagian luar. Setelah 60 hari pemeliharaan, embrio yang berupa embriogenik pada lapisan epidermis dipindahkan dengan mengiris dengan hati-hati dan memindahkan pada media kultur yang baru dengan kepadatan 0,5% bacto-agar. Embrio yang diiris dipindahkan kedalam cawan petri yang berisi 20 mL medium kultur dengan gelling agar rendah, dengan kondisi pemeliharaan yang sama seperti diatas. Pada pemeliharaan perlu diperhatikan untuk menghindari pergatian suhu yang terlalu drastis. Pergatian media kultur dilakukan dengan interval 40-45 hari.

Pemeliharaan Anakan Rumput Laut pada Media Cair

Embrio somatik kecil yang dihasilkan dari kalus yang berkembang menjadi anakan pada media semi solid, dibilas dengan air laut steril kemudian dimasukkan ke dalam botol kultur yang berisi 30 mL media kultur yang diperkaya dengan PES 1/20 dan konsentrasi hormon perangsang tumbuh dengan konsentrasi yang sama dengan media padat. Botol kultur ditempatkan pada shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 1 bulan, kemudian dipindahkan ke dalam botol nonaxenic, kepadatan mikropropagule dalam wadah terdiri atas lima perlakuan 5, 10, 15, 20, dan 25 buah eksplan dalam setiap wadah dengan volume 30 mL, dilakukan 3 kali ulangan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Dipelihara hingga tumbuh menjadi anakan mencapai 3-5 cm. Selama kultur micropropagule, media diganti dengan interval mingguan.

HASIL DAN BAHASAN Induksi Kalus

Pertumbuhan filamen dan embrio somatik pada rumput laut K,alvarezii mengalami beberapa fase pertumbuhan, pada induksi awal terbentuk kristal filamen berwarna putih dan transparan umumnya terinduksi pada bagian ujung eksplan yang segar. Selanjutnya akan terjadi penebalan pada lapisan epidermis yang berwarna gelap dan membentuk benjolan yang tidak beraturan, kadang-kadang juga terbentuk filamen yang berwarna merah kecoklatan biasanya terinduksi pada eksplan yang mengalami degradasi, filamen bertumbuh pada permukaan eksplan hingga menutupi bagian epidermis, pada rumput laut kadang-kadang induksi dapat menghasilkan organ dan anakan yang belum sempurna (Gambar 1).

Gambar 1. Kristal filamen (tanda panah) yang terinduksi pada eksplan rumput laut K.alvarezii

(4)

Sintasan eksplan pada media PES 1/20 yang diperkaya dengan kombinasi ZPT NAA dan BAP dengan beberapa variasi memperlihatkan sintasan yang agak berbeda. Pada perlakuan 1.1 (0:1), 1.2 (0:0,5), dan 1.3 (0:0) sebagai kontrol tidak menggunakan ZPT, memperlihatkan sintasan eksplan rumput laut pada kontrol (perlakuan 1.3) lebih baik dari perlakuan 1.1 dan 1.2 yaitu penggunaan BAP pada konsentrasi 1 dan 0,5 mg/L dan semakin rendah BAP semakin meningkat sintasannya. Kemudian pada perlakuan dengan kombinasi 2.1 (0,05:1), 2.2 (0,05:0,5), 2.3 (0,05:0) juga memperlihatkan sedikit peningkatan sintasan pada kombinasi NAA 0,05 mg/L tanpa penambahan BAP (perlakuan 2.3). Sedangkan pada perlakuan dengan kombinasi 3.1 (0,1:1), 3.2 (0,1:0,5) dan 3.3 (0,1:0) memperlihatkan sintasan yang paling tinggi pada perlakuan 3.2 yaitu kombinasi NAA : BAP = 0,1:0,5. sedangkan pada perlakuan 3.1 dan 3.3 memperlihatkan sintasan yang lebih rendah dari perlakuan 3.2.(Gambar 2).

Kombinasi antara NAA yang merupakan ZPT dari golongan auxin dengan konsentrasi 0,1 mg/L dan BAP dari golongan sitokinin 0,5 mg/L dapat memacu terjadinya induksi pada eksplan berupa kristal filamen yang natinya akan menebal dan membentuk tunas dan embrio baru, disamping mempertahankan sintasan eksplan yang dipelihara. Menurut (Yokoya, 2010), kandungan auxin dan sitokinin sudah ada didalam rumput lautnya sendiri secara endogen yang dapat mengatur pertumbuhan dan metabolisme di dalam rumput lautnya sendiri, sehingga penambahan BAP yang termasuk ke dalam golongan sitokinin hampir tidak diperlukan dalam induksi rumput laut, kecuali sebagai penyeimbang. Pada pemeliharaan kultur jaringan rumput laut menggunakan bioreaktor digunakan kombinasi NAA dan BAP dengan konsentrasi masing-masing 0,1 mg/L (Mu’noz et al., 2006).

Pada tahapan pendewasaan konsentrasi sitokinin diturunkan, hal ini terlihat pada perlakuan dengan penambahan BAP semakin rendah konsentrasinya akan menghasilkan embrio lebih baik dari konsentrasi yang lebih tinggi, pada pemeliharaan mikropropagule menjadi anakan dilakukan pada media semi solid dengan porositas gel yang diperkaya dengan nutrien dan ZPT dengan komposisi yang sama dengan porositas agar lebh rendah yaitu 0,5% agar untuk memudahkan pertumbuhan anakan membentuk tunas baru, dilanjutkan pada media cair dengan komposisi media yang sama.

Pada pemeliharaan mikropropagule pada media cair PES 1/20 yang diperkaya dengan kombinasi NAA dan BAP yang sama dengan media semi solid memperlihatkan pertumbuhan yang hampir sama pada media semi solid, hingga minggu ke 3 memperlihatkan perlakuan 3.2 yang paling tingggi hingga minggu ke 3 (Gambar 3)

Gambar 2. Sintasan eksplan pada media PES 1/20 yang diperkaya dengan beberapa kombinasi ZPT

(5)

Pendewasaan mikroprpagule menjadi anakan rumput laut, dipelihara di dalam media cair menggunakan pupuk PES 1/20 tanpa penambahan ZPT, namun pemeliharaan dilakukan dalam wadah dengan kepadatan yang berbeda, hasil pengamatan memperlihatkan pertumbuhan mikropropagule tidak berbeda nyata antara kepadatan 5, 10, 15 dan 20 buah per wadah, namun kepadatan 15 berbeda dengan kepadatan 25 ( Gambar 4).

Pemeliharaan mikropropagule dalam botol axenic dilakukan selama enam hingga 8 minggu hingga diperoleh anakan yang berukuran kurang lebih 3-5 cm selanjutnya pemeliharaan dilanjutkan pada botol kultur dengan bantuan aerasi, dan terakhir diaklimatisasi pada bakresirkulasi dan Keramba Jaring Apung (KJA) hingga menjadi bibit unggul yang dapat diperbanyak pada lokasi budidaya. Gambar 5. Anakan rumput laut K.alvarezii

KESIMPULAN

1. Induksi kalus pada rumput laut K.alvarezii dapat dilakukan pada media PES 1/20 yang diperkaya dengan NAA dan BAP menghasilkan kristal filamen.

2. Sintasan dan pertumbuhan mikropropagule yang paling baik yaitu pada perlakuan 3.2 yaitu kombinasi NAA :BAP=0,1:0,5 mg/L.

Gambar 3. Pertumbuhan mikropropagule pada media cair yang diperkaya kombinasi NAA dan BAP dengan beberapa kombinasi

Gambar 4. Pertumbuhan mikropropagule pada media PES 1/20 dengan kepadatan berbeda

(6)

3. Pertumbuhan mikropropagule yang paling baik yaitu pada kepadatan 15 buah dalam 30 mL me-dia

4. Anakan rumput laut diperoleh setelah 6-8 minggu pemeliharaan

DAF TAR ACUAN

Campbell, Neil A,. Reece,J.B and Lawrence. Mitchell.G. 2000. Biology. Fifth ed Addison Wisly Longman. Inc. 404 hal

Damayanti, D., Sudarsono, I. Mariska, dan M. Herman. 2007. Regenerasi pepaya melalui kultur in vitro. Jurnal Agro Biogen . Volum 3 No 2 hal 49-54

Hendaryono, D.P.S dan Wijayani.A.,1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern. Kanisius. Jakarta138 hal.

Huang, W. & Fujita, Y. 1997. Callus induction and thallus regeneration of the red alga Meristotheca

papulosa (Rhodophyta, Gigartinales).Bot. Mar. 40:55–61.

Yokoya .N.S. 2010. Endogenous sitokinins, Auxin, and Abscisic acid in red algae from Barzil. J. Phycol. 46, p 8

Mariska , I dan Husni, A. 2006. Perbaikan Sifat Genotif melalui Fusi Protoplas pada Tanaman lada, nilam, dan terung. Jurnal Litbang Pertanian 25(2). 2006. p 56-59

Mu˜noz, J., A. C. Cahue-L´opez · R. Pati˜and D. Robledo. 2006. Use of plant growth regulators in micropropagation of Kappaphycus alvarezii (Doty) in airlift bioreactors. J Appl Phycol 18:209–218 .

Polne-Fuller, M. & Gibor, A. 1984. Developmental studies in Porphyra.I. Blade differentiation in Porphyra

perforata as expressed by morphology, enzymatic digestion and protoplast regeneration. J. Phycol.

20:609–16.

Reddy, C. R. K, G. Raja Krishna Kumar, A. K. Siddhanta, and A. Tewari, 2003. In Vitro Somatic Embriogenesis and Regeneration of Somatic Embryos from Pigmented Callus of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (Rhodophyta, Gigartinales). J. Phycol. 39, 610–616

Williams, E.G. and Maheswara. 1986. Somatic embryogenesis factors influencing coordinated behaviour of cells as on embryogenic group. Ann. Bot. 57: 443-462

Suryati, E, dan Sri Rejeki. H.M. 2008. Regenerasi rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Melalui induksi kalus dan embrio dengan penambahan hormon perangsang tumbuh secara in vitro. Jurnal Akuakultur Vol No 3.

Gambar

Gambar  1. Kristal  filamen  (tanda  panah)  yang  terinduksi pada  eksplan  rumput  laut  K.alvarezii
Gambar  2. Sintasan  eksplan  pada  media  PES  1/20    yang diperkaya  dengan  beberapa  kombinasi  ZPT
Gambar  3. Pertumbuhan mikropropagule pada media cair yang diperkaya kombinasi NAA  dan BAP dengan  beberapa kombinasi

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya empati ( empathy ) Bank Syariah Mandiri cabang Palembang mengenai pengetahuan Bank akan minat dan kemauan nasabah, kesabaran dan kerendahan hati

Berdasarkan hasil kajian, dapat diketahui bahwa masyarakat Dayak Benuaq sebagai penutur peribahasa tersebut tidak hanya sekadar mengungkapkan tuturan kosong, tetapi tuturan

Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung

Indonesia yang dikenal sebagai mayoritas muslim terbesarpun tidak menutup kemungkinan adanya ketakutan dan kebencian pada sebagian atau seluruh umat muslim sebagai

Kemahiran proses sains (KPS) merupakan nadi bagi pembelajaran sains. Maka, penuntut- penuntut ilmu sains mestilah menguasai kemahiran ini. Kemahiran ini bermula daripada kemahiran

Metode dalam pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini meliputi (1) observasi awal daerah kegiatan, (2) pemetaan masalah, (3) sosialiasi kegiatan, (4) penyelenggaraan FGD

sementara itu pembahasan mengenai hukum tidak mungkin dapat dilepaskan dari hukum utama yang pernah disampaikan kembali oleh Yesus, yakni hukum cinta kasih

Dalam situasi konflik atau potensi konflik horisontal di antara kelompok- kelompok masyarakat, para pemimpin ormas keagamaan tidak boleh ikut terkooptasi dan menjadi