• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apa yang dijadikan kajian, dan bagaiamana hasil-hasilnya, kesimpulan, dan saran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apa yang dijadikan kajian, dan bagaiamana hasil-hasilnya, kesimpulan, dan saran"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Kajian ini akan meninjau beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevansi dengan rencana penelitian. Fokus kajian ini akan melihat konsep-konsep atau teori apa saja yang dijadikan landasan pemikiran dan masalah apa yang dijadikan kajian, dan bagaiamana hasil-hasilnya, kesimpulan, dan saran dapat mendukung rencana penelitian yang akan dilaksanakan.

Penelitian Budi Setiadi (2011) Disertasi dengan Judul:” Perilaku Pejabat Politik Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Di Kabupaten Subang”.

Penelitian yang berjudul perilaku pejabat politik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di Kabupaten subang, dilakukan guna mengetahui bagaimana perilaku pejabat politik dalam penyusunan APBD di Kabupaten Subang. Latar belakang dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, telah diketahui bahwa, terdapat beberapa penempatan kepentingan individu dan kelompok dari para pejabat politik dalam penyusunan APBD di Kabupaten Subang.

Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menjadikan Bupati dan Pimpinan DPRD sebagai informan pangkal dan kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan keduanya informan yang diwawancarai berkembang kepada

(2)

para pimpinan fraksi, pimpinan komisi, dan pimpinan alat kelengkapan DPRD lainnya serta Ketua dan beberapa anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Selain dari itu, bahwa untuk mendapatkan data yang diperlukan dilakukan pula pengamatan atas latar penelitian seperti berbagai kegiatan dalam kaitannya dengan proses penyusunan APBD dan penelitian atas berbagai dokumen dan data sekunder tentang keberadaan para pejabat politik dan proses penyusunan APBD.

Kesimpulan atas penelitian ini adalah bahwa perilaku pejabat politik dalam penyusunan APBD dibentuk oleh empat unsur, yakni pertama kemampuan pejabat politik yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan aktualisasi dari kemampuan tersebut dipengaruhi oleh kesempatan dan usaha yang menjadi fungsi dan kebutuhan, sasaran, harapan dan imbalan, kedua karakteristik biografis yang meliputi usia, pengalaman atau senioritas dan gender, ketiga pembelajaran yang meliputi pengondisian operant dan pembelajaran sosial. sedangkan konsep baru yang menjadi temuan penulis adalah perilaku koruptif dalam perumusan kebijakan untuk kepentingan elit pemerintahan daerah.

Dari penelitian terdahulu di atas terdapat persamaan dan perbedaan dengan rencana penelitian ini, yakni; penelitian terdahulu membahas konsep anggaran, walaupun teori utama untuk melihat anggaran berbeda karena penelitian terdahulu mengkaji dari sudut Perilaku pejabat politik dalam penyusunan APBD, dan metode yang digunakan sama dengan rencana penelitian ini yakni pendekatan kualitatif deskriptif.

(3)

Sedangkan perbedaannya bahwa rencana penelitian ini lebih berfokus pada perencana anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar, serta lokus dari penelitian terdahulu di atas adalah wilaya indonesia, sementara rencana penelitian ini akan dilaksanakan pada wilayah RDTL, khususnya Distrito Dili, Timor-Leste.

2.2. Definisi Anggaran

Anggaran dapat didefinisikan dengan cara yang berbeda-beda. Munandar (1986 : 1) anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu. Menurut Supriyono, anggaran adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dinyatakan dalam satuan uang, untuk perolehan dan pengeluaran sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun (Haruman dan Rahayu, 2007 : 3). Sedangkan Adisaputro mengatakan bahwa anggaran adalah suatu pendekatan formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan (dalam Haruman dan Rahayu, 2007: 3). Dari ketiga definisi ini dapat diambil beberapa kata kunci, yaitu anggaran merupakan suatu rencana yang sistematis, anggaran dinyatakan dalam unit moneter tertentu, anggaran bersifat formal, dan anggaran memiliki dimensi waktu, biasanya 1 tahun.

Sedangkan dalam konteks anggaran negara, John F Due yang dikutip oleh Rinusu dan Mastuti (2003 : 1) juga mengatakan bahwa anggaran merupakan suatu

(4)

pernyataan tentang pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam satu periode di masa depan, serta data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa lalu. Sementara itu Suparmoko (2000: 47) mendefinisikan anggaran sebagai suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang pendapatan dan belanja Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu (biasanya dalam satu tahun anggaran). Dalam hal ini, Suparmoko melihat anggaran dalam lingkup Negara atau yang dikenal sebagai Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Wildavsky, (Prawoto, 2010 :116) mengatakan bahwa anggaran adalah:

“(i) catatan masa lalu; (ii) rencana masa depan; (iii) mekanisme pengalokasian sumber daya; (iv) metode untuk pertumbuhan; (v) alat penyaluran pendapatan; (vi) mekanisme untuk negosiasi; (vii) harapan – aspirasi-strategi-organisasi; (viii) satu bentuk kekuatan kontrol; (ix) alat atau jaringan komunikasi”.

Berdasarkan konsep anggaran di atas, anggaran negara/daerah meliputi: - Rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja;

- Gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan;

- Alat pengendalian; - Instrumen politik; dan

- Disusun dalam periode tertentu

Suhandak, (2007 : 6) mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu rencana tahunan sebagai aktualisasi pelaksanaan rencana jangka panjang dan menegah, dan dalam penganggaran, rencana jangka panjang

(5)

dan jangka menengah perlu diperhatikan. Dengan demikian, anggaran memiliki hubungan yang kuat dengan perencanaan. Disatu pihak, pencerminan dalam anggaran belanja negara menjamin kepastian pembiayaan, sedangkan dilain pihak perencanaan akan memberikan perhatian keterbatasan pembiayaan (Tjokroamidjojo, 1994 : 166). Dan sebagai sebuah kebijakan publik, perencanaan pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk anggaran merupakan suatu proses politik, yang melibatkan banyak pihak dengan banyak kepentingan. Anggaran yang disusun pemerintah akan mencerminkan apakah pemerintah memperhatikan kepentingan, kebutuhan, melindungi, serta menghargai hak-hak rakyat atau hanya akan menguntungkan pihak elit saja (Puspitosari, dkk, 2006 : 67). Selanjutnya oleh Puspitosari, dkk dikatakan bahwa anggaran harus dapat memenuhi kebutuhan rakyat, antara lain kesejahteraan, pendidikan, perlindungan ekonomi, lapangan kerja, adanya jaminan social, serta standar hidup yang layak, program dan kegiatan yang disusun harus bisa mengatasi segala macam persoalan yang dihadapi oleh rakyat.

Anggaran pemerintah adalah rencana keuangan yang meliputi penerimaan dan pengeluaran, yang biasanya berupa sebuah dokumen yang disebut dengan anggaran. Tetapi anggaran bukan hanya itu, ia merupakan outcome dari proses yang meliputi persiapan rencana keuangan, review rencana oleh legislatif dan menetapkannya, dan idealnya, mengevaluasi dan melaporkan hasil kepada publik (Goode, 1984 : 9).

(6)

2.2.1. Tujuan dan Fungsi Anggaran

Nordiawan (2006 :48-49) menjelaskan beberapa fungsi anggaran dalam manajemen sektor publik, antara lain:

1. Anggaran sebagai alat perencanaan. Dengan adanya anggaran, organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan kearah mana kebijakan yang dibuat. 2. Anggaran sebagai alat pengendalian. Dengan adanya anggaran, organisasi

sektor publik dapat menghindari adanya pengeluaran yang terlalu besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending).

3. Anggaran sebagai alat kebijakan. Melalui anggaran organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas kebijakan tertentu.

4. Anggaran sebagai alat politik. Dalam organisasi sektor publik, melalui angaran dapat dilihat sebagai komitmen pengelolaan dalam melaksanakan program-program yang telah dijanjikan.

5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi. Melalui dokumen anggaran yang komprehensif sebuah bagian atau unit kerja atau departemen yang merupakan suborganisasi dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan juga apa yang tidak dilakukan oleh bagian/unit kerja lain.

6. Anggaran sebagai alat penilaian kerja. Anggaran adalah suatu ukuran yang bisa dijadikan patokan apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target baik berupa pelaksanaan aktivitasnya maupun terpenuhinya efisiensi biaya.

(7)

7. Anggaran sebagai alat motivasi. Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian. Dengan catatan anggaran akan menjadi alat motivasi yang baik jika memenuhi sifat “menantang tetapi masih mungkin untuk dicapai” (challenging but attainable atau demanding but achiveable). Maksudnya adalah suatu anggaran itu hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah dicapai.

Richard Musgrave yang dikutip oleh Eko (2008: 9) membedakan tiga fungsi anggaran, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilitasi. Dikatakan oleh Eko, dalam fungsi alokasi, anggaran merupakan sebuah instrument pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa publik guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam fungsi distribusi, anggaran merupakan sebuah instrument untuk membagi sumberdaya dan pemanfaatannya kepada publik secara adil dan merata. Dalam fungsi stabilisasi, anggaran menjadi sebuah instrument untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi, yakni terkait dengan penciptaan lapangan kerja dan stabilitas ekonomi makro (laju inflasi, nilai tukar, harga barang-barang, dan lain-lain).

2.2.2. Karakteristik Anggaran

Menurut Rubin (1997: 1) karakteristik anggaran publik meliputi :

1. Anggaran mencerminkan pilihan tentang apa yang akan dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah.

(8)

2. Anggaran mencerminkan prioritas.

3. Anggaran mencerminkan proporsi relatif dari keputusan-keputusan yang dibuat untuk tujuan lokal dan konstituen, dan untuk efisiensi, efektivitas dan pembatasan barang publik.

4. Anggaran menyediakan alat akuntabilitas yang ampuh kepada warga yang ingin tahu bagaimana pemerintah membelanjakan uang mereka dan jika pemerintah telah mengikuti preferensi mereka.

5. Anggaran mencerminkan preferensi warga untuk membayar tingkat pajak yang berbeda, serta kemampuan kelompok wajib pajak tertentu untuk menggeser beban pajak kepada orang lain.

6. Pada tingkat nasional anggaran mempengaruhi perekonomian.

7. Anggaran mencerminkan perbedaan kekuatan secara relatif dari individu dan organisasi untuk mempengaruhi anggaran.

Menurut Prawoto (2010 : 123) menyatakan bahwa karakteristik anggaran: 1. Dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan; 2. Umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun;

3. Berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan;

4. Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusunan anggaran; dan

5. Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.

(9)

Dilihat dari proses pembuatannya, menurut Rubin (1997: 6) anggaran publik bersifat terbuka, melibatkan berbagai aktor yang memiliki tujuan yang berbeda-beda, menggunakan dokumen anggaran sebagai bentuk akuntabilitas publik, dan harus memperhatikan keterbatasan anggaran.

2.3. Siklus Anggaran

Ditegaskan oleh Bastian (2009:100) bahwa prinsip-prinsip pokok siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh penyelenggara pemerintahan. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran relatif tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik. Henley et al, 1990 (Bastian, 2009:100) memberikan siklus anggaran meliputi empat tahapan yang terdiri dari:

1. Tahap persiapan anggaran, 2. Tahap ratifikasi,

3. Tahap implementasi, dan 4. Tahap pelaporan dan evaluasi.

Sedangkan Nordiawan (2009:52-53) mengatakan bahwa pada organisasi sektor publik, pembuatan anggaran umumnya melewati lima tahapan, yaitu:

1. Tahap persiapan (preparation)

2. Tahap persetujuan lembaga legislatif (Legislative Enactment) 3. Tahap Administrasi (Administration)

4. Tahap pelaporan (Reporting) 5. Pemeriksaan (Post-audit)

(10)

Prawoto, (2010: 119) dengan jelas mengatakan bahwa fase-fase budget process/cycle terdiri dari:

1. Budget preparation: persiapan anggaran oleh eksekutif (pemerintah) dan perangkat-perangkatnya. Tahap ini meliputi dua kegiatan, yaitu perencanaan dan penganggaran.

2. Legislative Enactment: persetujuan legislatif. 3. Budget Excecution: pelaksanaan APBN.

4. Financial Reporting: laporan akhir tahun oleh eksekutif (pemerintah kepada legislatif.

5. Auditing: merupakan tahap akhir dari siklus APBN, di mana realisasi APBN diaudit oleh badan pemeriksa keuangan

2.4. Perencanaan Anggaran

Jones (1998) yang dikutip oleh Ahmad dan Salleh (2009 : 86) menyatakan bahwa ada dua kunci unsur dalam anggaran yaitu perencanaan anggaran dan kontrol. Selanjutnya Ahmad dan Salleh (2009: 86) menjelaskan bahwa perencanaan anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan, sedangkan kontrol anggaran adalah penggunaan anggaran yang telah ditetapkan untuk memantau dan mengontrol kinerja aktual. Perencanaan anggaran yang efektif dan pengendalian proses dapat membantu manajer dalam mencapai tujuan operasional jangka panjang, jangka pendek, dan tujuan-tujuan strategis.

Menurut Bastian (2009: 100) dengan jelas menyatakan bahwa:

“Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan memengaruhi tingkat efisiensi

(11)

dan efektivitas anggaran. Dalam situasi seperti itu, banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Sementara, dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana publik habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang kondisi seperti ini memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan pengusaha dalam proses pembangunan”.

Rencana pembangunan baik dalam bentuk program, kebijakan, maupun kegiatan hanya akan tinggal sebagai dokumen sia-sia dan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dianggarkan. Disisi lain, keterbatasan anggaran semakin menuntut adanya perencanaan yang matang agar pemanfaatan sumber daya yang tersedia benar-benar dilakukan secara efisien dan efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Sri Mulyani Indrawati (2004) bahwa tugas pemerintah melalui perencanaan adalah :

“Mengarahkan penggunaan sumber daya tersebut melalui suatu mekanisme pengaturan, proses pengelolaan, alokasi sumber daya masyarakat, dan anggaran pemerintah. Untuk itu keterkaitan dan keserasian antara perencanaan dan penganggaran merupakan syarat yang mutlak. Apabila penganggaran terlepas dengan perencanaan juga sebaliknya, maka dipastikan tujuan pembangunan akan sulit untuk diwujudkan karena terjadi alokasi anggaran yang memungkinkan terjadinya pemborosan dan inefisiensi, bahkan salah arah dan sia-sia”.

Menurut Bastian (2009: 3) mengatakan bahwa “perencanaan dan penganggaran merupakan rangkaian kegiatan dalam satu kesatuan atau kontinum”. Penganggaran perlu memperhatikan kapasitas fiskal yang tersedia. Sehingga, dalam penerapannya konsekuensi atas integrasi kegiatan perencanaan dan penganggaran perlu diperhatikan.

Sejalan dengan itu, menurut Kwik Kian Gie (2004) dikatakan bahwa perencanaan dan penganggaran adalah dua hal yang sulit dipisahkan karena bertautan sangat erat. Perencanaan dan penganggaran baik tingkat pusat maupun

(12)

daerah dapat berkoordinasi dengan baik dan efektif serta dapat menjadi lembaga yang handal dalam menyiapkan rencana kerja sehingga dapat menghasilkan suatu rencana yang berkualitas dengan dukungan dana yang memadai.

Perencanaan anggaran setidaknya berarti memilih tingkat sasaran pelayanan tertentu melalui aktivitas yang dilakukan dan selanjutnya mencari tahu biaya personil dan perlengkapan untuk mencapai tujuan tertentu (Rubin, 1990: 180). Selanjutnya, Rubin (1990: 180) mengatakan bahwa para reformis anggaran pada pergantian abad ini juga menekankan peran perencanaan dalam anggaran. Mereka berargumen bahwa anggaran harus berisi rencana kerja dan memberikan dana untuk masa depan serta kebutuhan saat ini. Beberapa reformis melangkah lebih jauh dan menyatakan bahwa perencanaan anggaran adalah cara untuk menemukan dan menanggapi kebutuhan yang belum terpenuhi dalam masyarakat.

2.5. Definisi Penganggaran

Penganggaran dilakukan oleh semua organisasi baik organisasi publik maupun privat. Menurut Mardiasmo, (2002 :181) mengatakan bahwa “penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran yang berisi pernyataan dalam bentuk satuan uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu”. Penganggaran pada dasarnya merupakan proses penentuan jumlah alokasi sumber-sumber ekonomi untuk setiap program dan aktivitas dalam bentuk satuan uang. Dengan demikian tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan

(13)

yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.

Jika anggaran merupakan sebuah rencana yang sistematis dan bersifat formal karena disahkan oleh lembaga publik, maka penganggaran merupakan aktivitas pemerintah untuk membiayai kegiatan-kegiatan di sektor publik. Cope (1996 : 309) mengatakan bahwa budgetting is a universal political and technical government activity, budget expresses a government’s priorities in the use of public funds : thus, the prove the old maxim that money talks. Artinya bahwa penganggaran merupakan kegiatan pemerintah yang universal secara politik dan teknis, anggaran mengungkapkan prioritas pemerintah dalam penggunaan dana publik. Dengan demikian, proses penganggaran atau budgeting memiliki beberapa tujuan. Dalam hal ini Goode (1984 : 9-10) mengemukakan bahwa:

“Budgeting serves several purpose, First, it set a framework for policy formulation. Second, butgeting is a means of policy implementation. Third, the budget is a means of legal control. Fourth, the budget documen may be a source of public information on past activities, current decision, and future prospects.

Pendapat tersebut di atas dapat diartikan bahwa tujuan penganggaran adalah :

1. Sebagai kerangka kerja untuk perumusan kebijakan. 2. Penganggaran berarti juga implementasi kebijakan. 3. Anggaran sebagai legal control.

4. Anggaran sebagai sebuah dokumen yang bisa dijadikan sebagai sumber informasi publik tentang aktivitas yang telah dilakukan, yang sedang diputuskan, dan prospek di masa yang akan datang.

(14)

Proses penganggaran adalah rutinitas pemerintah yang paling mendasar dan melibatkan kekuatan para pemain dan kepentingan politik yang cukup besar, setidaknya tidak atas isu-isu distribusi yang krusial (Pollit, 2001 : 13).

Dengan demikian dikatakan oleh Mardiasmo, (2002 :61) bahwa dalam organisasi sektor publik penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal ini berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politiknya. Karena pada sektor swasta anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberimasukan. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.

2.4. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Salah satu aspek yang mendapat perhatian utama dari setiap administrador pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan. Sarana dan prasarana merupakan dua kata yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya bila hal itu menyangkut pembangunan fisik. Sarana merupakan sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan, dan prasarana adalah sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya sesuatu proses. Dalam kesempatan ini peneliti mengkaji sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pendidikan.

(15)

Menurut Soetopo, 1998 (Hidayat dan Machali, 2012 : 204) mengatakan bahwa:

“Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang meliputi peralatan dan perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah seperti gedung, ruangan, meja, kursi, alat peraga, buku pelajaran dan lain-lain. sedangkan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses belajar mengajar di sebuah lembaga pendidikan seperti, jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan lain-lain”.

Senada dengan Sobri at al, (2009 : 60) mengatakan bahwa:

“Sarana pendidikan yaitu mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan, seperti: gedung, ruang kelas, meja, kursi, media pendidikan dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti: halaman sekolah, kebun atau taman sekolah, jalan menuju sekolah, tata tertip sekolah dan sebagainya”.

Untuk mendorong terciptanya proses pendidikan secara efektif dan efisien maka setiap satuan pendidikan harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Dalam konteks Timor-Leste umumnya, dan Distrito Dili khususnya hal ini merupakan suatu keharusan yang segera dipenuhi oleh pemerintah daerah setempat untuk merencanakan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar yang cukup demi tercapainya standar pendidikan di Timor-Leste.

Menurut Hidayat dan Machali (2012: 205-208), bahwa Standar sarana dan prasarana pendidikan meliputi; Lahan, Bangunan dan Ruang kelas. Yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

(16)

Lahan

a. Lahan yang dimaksud adalah lahan dengan ukuran tertentu yang digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan dan tempat bermain/berolahraga.

b. Lahan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah Setempat.

c. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dan pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimal 20 tahun.

Bagunan

Salah satu standar minimal bangunan untuk gedung sekolah sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat kesehatan sebagai berikut:

a. Mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan pencahayaan yang memadai.

b. Memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan meliputi saluran air bersih, pembuangan air kotor, tempat sampah, dan saluran air hujan.

c. Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna yang meliputi bangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

(17)

Ruang kelas

a. Fungsi ruang kelas adalah sebagai tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang mudah dihadirkan.

b. Jumlah minimun ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar.

c. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 28 peserta didik.

d. Rasio minimum luas ruang kelas adalah 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang. Luas minimun ruang kelas adalah 30 m2. Lebar minimum ruang kelas adalah 5 m.

e. Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan.

f. Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.

Ruang kelas harus dilengkapi dengan sarana berupa, perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, serta perlengkapan lain.

Agar semua fasilitas tersebut memberikan kontribusi yang berarti pada jalannya proses pendidikan, hendaknya dikelola dengan baik. Pengelolaan yang dimaksudkan meliputi: Perencanaan, Pengadaan, Inventarisasi, Penyimpanan, Penataan Penggunaan, Pemeliharaan, dan Penghapusan.

(18)

Menurut Tim Pakar Manajemen Pendidikan (2003:86) bahwa”Pengelolaan sarana dan prasaran pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien”. Secara umum pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan adalah memberikan pelayanan secara profesional di bidang sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Secara rinci, tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengupayakan sarana dan prasarana pendidikan melalui sistem perencanaan dan pengadaan yang hati-hati dan seksama. Dengan perkataan ini, melalui manajemen sarana dan prasarana pendidikan diharapkan semua perlengkapan yang didapatkan oleh sekolah adalah sarana dan prasarana yang berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan sekolah dan dengan dana yang efisien.

2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana secara tepat dan efisien.

3. Untuk mengupayakan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, sehingga keberadaannya selalu dalam kondisi siap pakai dalam setiap diperlukan oleh personel sekolah.

Sarana dan prasarana pendidikan khususnya lahan, bangunan dan perlengkapan sekolah seyogyanya menggambarkan program pendidikan atau kurikulum sekolah itu. Karena bangunan dan perlengkapan sekolah itu diadakan dengan berlandaskan pada kurikulum atau program pendidikan yang berlaku,

(19)

sehingga dengan adanya kesesuaian itu memungkinkan fasilitas yang ada benar-benar menunjang jalannya proses pendidikan.

Agar program pendidikan bisa tercapai dengan baik ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

1. Prinsip pencapaian tujuan, yaitu bahwa sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dalam kondisi siap pakai bilamana akan didayagunakan oleh personel sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses belajar mengajar.

2. Prinsip efisiensi, yaitu pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang murah. Dan pemakaiannyapun harus hati-hati sehingga mengurangi pemborosan.

3. Prinsip administratif, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus memperhatikan undang-undang, peraturan, instruksi dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh yang berwenang.

4. Prinsip kejelasan tanggunjawab, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan harus di delegasikan kepada personel sekolah yang mampu bertanggungjawab. Apabila melibatkan banyak personel

(20)

sekolah dalam manajemennya maka perlu adanya deskripsi tugas dan tanggungjawab untuk setiap personel sekolah.

5. Prinsip kekohesifan, yaitu bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam bentuk proses kerja yang sangat kompak.

Andrew F. Siula, (Sobri at al, 2009 : 1-2) mengatakan bahwa:

“Pengelolaan pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengoordinasikan berbagai bentuk sumber daya yang dimiliki oleh organisasi sehingga akan menghasilkan suatu produk atau jasa secara efisien”.

Sedangkan, Hidayat dan Machali, (2012:155) secara jelas mengatakan bahwa:

“Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan adalah Kegiatan menata, mulai dari merencanakan kebutuhan, pengadaan, inventarisasi, penyimpanan, pemeliharaan, penggunaan dan penghapusan serta penataan lahan, bangunan, perlengkapan, dan perabot sekolah secara tepat guna dan tepat sasaran”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sarana dan prasarana merupakan sumber utama yang memerlukan penataan sehingga fungsional, aman dan atraktif untuk keperluan proses belajar disekolah. Secara fisik sarana dan prasarana harus menjamin adanya kondisi yang higienik dan secara psikologis dapat menimbulkan minat belajar, hampir dari separuh waktunya siswa-siswa bekerja, belajar dan bermain di sekolah, karena itu lingkungan sekolah (sarana dan prasarana) harus aman, sehat, dan menimbulkan kondisi positif bagi siswa-siswanya. Lingkungan yang demikian dapat menimbulkan rasa bangga dan rasa memiliki siswa terhadap

(21)

sekolahnya. Hal ini memungkinkan apabila sarana dan prasarana itu fungsional bagi kepentingan pendidikan. Dalam hal ini berarti guru sangat berperan untuk memperlihatkan unjuk kerjanya dan menjadikan lingkungan sekolah sebagai asset dalam proses belajar mengajar.

2.5. Kerangka Pikir

Sebagai sebuah negara yang baru merdeka, Timor-Leste menghadapi banyak masalah terkait dengan isu-isu pembangunan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Salah satu permasalahan tersebut adalah dibidang pendidikan, khususnya pendidikan tingkat dasar. Setelah lebih dari 10 tahun menyatakan diri sebagai Negara baru, kondisi sarana dan prasarana pendidikan dasar di Timor-Leste masih memprihatinkan. Keprihatinan ini bukan hanya karena masih banyaknya penduduk yang buta aksara tetapi juga karena alokasi anggaran pendidikan yang tidak memadai untuk dilakukannya upaya percepatan peningkatan kualitas pendidikan ditingkat dasar. Salah satu Distrito yang juga mengalami permasalahan terkait dengan kondisi sarana dan prasarana pendidikan dasar adalah Distrito Dili. Buruknya kondisi sarana dan prasarana pendidikan dasar, serta alokasi anggaran yang tidak mencerminkan prioritas memunculkan pertanyaan tentang perencanaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah Distrito Dili yang menjadi lokus penelitian ini.

Perencanaan anggaran daerah di Timor-Leste telah diatur dengan dikeluarkannya Decreto-Lei No.4/2012, tertanggal 15 Pebruari Tentang Planeamento de Desemvolvimento Integrado Distrital atau Perencanaan

(22)

Pembangunan Daerah Terpadu. Berdasarkan dokumen publik ini maka perencanaan anggaran di setiap Distrito di Timor-Leste dilakukan oleh Komisi Pembangunan Daerah (KDD). Dengan demikian, perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili dilakukan oleh KDD Distrito Dili.

Perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Suco sampai pada disetujuinya usulan prioritas kegiatan oleh komisi pembangunan daerah Sub-Distrito. Sehingga proses perencanaan dilaksanakan melalui aktivitas-aktivitas berikut: Identifikasi kebutuhan di tingkat Sekolah; Prioritas kebutuhan di tingkat sekolah dan Suco; Usulan prioritas sekolah disampaikan kepada komisi pembangunan sub-distrito melalui koordinator sekolah sentral dan Delegasi Territorial; Pembahasan dan penentuan usulan prioritas kegiatan di Komisi Pembangunan Daerah Sub-Distrito (KDSD). Sedangkan proses penganggaran usulan prioritas kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar dilakukan mulai dari tingkat Komisi Pembangunan Sub-Distrito dan berakhir di tingkat rapat koordinasi pembangunan nasional, melalui aktivitas-aktivitas berikut: Verifikasi lapangan oleh Tim Teknik dan estimasi biaya oleh komisi pembangunan Sub-Distrito; Mengusulkan rencana prioritas kegiatan ke tingkat Komisi Pembangunan Daerah; Seleksi dan prioritas usulan kegiatan di tingkat Komisi Pembangunan Daerah; Verifikasi lapangan oleh Tim Teknik tingkat Komisi Pembangunan Daerah; Menetapkan estimasi biaya prioritas kegiatan pada rapat koordinasi pembangunan daerah; Sinkronisasi prioritas kegiatan dan

(23)

estimasi biaya pada rapat koordinasi pembangunan nasional; dan mengusulkan rancangan rencana pembangunan investasi daerah melalui kementerian pertanggunjawaban administrasi lokal.

Anggaran menurut Supriyono adalah suatu rencana terinci yang dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dinyatakan dalam satuan uang, untuk perolehan dan pengeluaran sumber-sumber suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Meskipun aktivitas penganggaran juga dilakukan oleh organisasi di sektor privat, aktivitas penganggaran yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan publik yang dinyatakan dalam bentuk sebuah kebijakan publik (Cope, 1996 : 310). Dan sebagai sebuah kebijakan publik, perencanaan pembangunan yang diwujudkan dalam bentuk anggaran merupakan suatu proses politik, yang melibatkan banyak pihak dengan banyak kepentingan (Puspitosari, dkk, 2006 : 67). Oleh sebab itu, proses perencanaan anggaran pemerintah sarat dengan berbagai kepentingan dan sangat berpotensi untuk terjadinya konflik.

Menurut Ahmad dan Salleh (2009 : 86) penganggaran melibatkan penetapan tujuan yang spesifik di mana ini adalah bagian dari fungsi perencanaan, melaksanakan rencana untuk mencapai tujuan dengan mengarahkan fungsi manajemen dan secara berkala membandingkan hasil aktual dengan tujuan organisasi yang merupakan fungsi pengendalian manajemen. Sehubungan dengan hal ini, Jones (1998) yang dikutip oleh Ahmad dan Salleh (2009 : 86) menyatakan bahwa ada dua kunci unsur dalam anggaran yaitu perencanaan anggaran dan kontrol.

(24)

Ahmad dan Salleh (2009: 86) menjelaskan bahwa perencanaan anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan sedangkan kontrol anggaran adalah penggunaan anggaran yang telah ditetapkan untuk memantau dan mengontrol kinerja aktual. Perencanaan anggaran yang efektif dan pengendalian proses dapat membantu manajer dalam mencapai tujuan operasional jangka panjang, jangka pendek, dan tujuan-tujuan strategis.

Menurut Bastian (2009: 100) dengan jelas menyatakan bahwa: “Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau overfinancing yang akan memengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran. Dalam situasi seperti itu, banyak layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik. Sementara, dana pada anggaran yang pada dasarnya merupakan dana publik habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang kondisi seperti ini memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan pengusaha dalam proses pembangunan”.

Untuk menghasilkan anggaran pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat maka proses penganggaran tersebut haruslah melalui mekanisme perencanaan anggaran. Perencanaan anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan (Ahmad dan Salleh, 2009 : 86), dan dalam konteks anggaran publik, maka perencanaan anggaran adalah rencana keuangan yang disusun oleh sebuah lembaga publik untuk jangka waktu tertentu. Dikatakan oleh (Rubin, 1990 : 180). Perencanaan anggaran setidaknya berarti memilih tingkat sasaran pelayanan tertentu melalui aktivitas yang dilakukan dan selanjutnya mencari tahu biaya

(25)

personil dan perlengkapan untuk mencapai tujuan tertentu. Rubin (1990 : 180) juga mengatakan bahwa anggaran harus berisi rencana kerja dan memberikan dana untuk masa depan serta kebutuhan saat ini.

Berdasarkan uraian ini dapat dibuat sebuah definisi bahwa perencanaan anggaran adalah proses penyusunan rencana keuangan oleh suatu organisasi yang juga merupakan rencana kerja yang akan dilakukan untuk satu periode tertentu. Dalam rencana keuangan ini sudah dialokasikan besarnya dana untuk setiap pekerjaan yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Dengan memahami proses perencanaan anggaran pembangunan daerah di Timor-Leste, maka perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili, mengadopsi budget preparation / persiapan anggaran dari (Prawoto, 2010 : 119) tentang Fase-fase budget process/cycle yaitu:

1. Budget Preparation: persiapan anggaran oleh eksekutif (pemerintah) dan perangkat-perangkatnya. Tahap ini meliputi dua kegiatan yaitu Perencanaan dan Penganggaran.

2. Legislatif Enactment: persetujuan legislatif. 3. Budget Execution: pelaksanaan APBN

4. Financial Reporting: laporan akhir tahun oleh eksekutif (pemerintah) kepada legislatif.

5. Auditing: merupakan tahap akhir dari siklus APBN, dimana realisasi APBN diaudit oleh badan pemeriksa keuangan.

Rencana pembangunan baik dalam bentuk program, kebijakan, maupun kegiatan hanya akan tinggal sebagai dokumen sia-sia dan tidak akan berarti

(26)

apa-apa jika tidak dianggarkan. Disisi lain, keterbatasan anggaran semakin menuntut adanya perencanaan yang matang agar pemanfaatan sumber daya yang tersedia benar-benar dilakukan secara efisien dan efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Sri Mulyani Indrawati (2004) bahwa tugas pemerintah melalui perencanaan adalah :“Mengarahkan penggunaan sumber daya tersebut melalui suatu mekanisme pengaturan dan proses pengelolaan dan alokasi sumber daya masyarakat dan anggaran pemerintah. Untuk itu keterkaitan dan keserasian antara perencanaan dan penganggaran merupakan syarat yang mutlak. Apabila penganggaran terlepas dengan perencanaan juga sebaliknya, maka dipastikan tujuan pembangunan akan sulit untuk diwujudkan karena terjadi alokasi anggaran yang memungkinkan terjadinya pemborosan dan inefisiensi, bahkan salah arah dan sia-sia”.

Sedangkan menurut Mardiasmo, (2002 :181) mengatakan bahwa “penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran yang berisi pernyataan dalam bentuk satuan uang yang merupakan refleksi dari aktivitas dan target kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu”. Penganggaran pada dasarnya merupakan proses penentuan jumlah alokasi sumber-sumber ekonomi untuk setiap program dan aktivitas dalam bentuk satuan uang. Dengan demikian tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.

(27)

Soetopo, 1998 (Hidayat dan Machali, 2012 : 204) mengatakan bahwa: “Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang meliputi peralatan dan perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah seperti gedung, ruangan, meja, kursi, alat peraga, buku pelajaran dan lain-lain. sedangkan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang secara tidak langsung menunjang jalanya proses belajar mengajar di sebuah lembaga pendidikan seperti, jalan menuju sekolah, halaman sekolah, tata tertib sekolah dan lain-lain”. Untuk mendorong terciptanya proses pendidikan secara efektif dan efisien maka setiap satuan pendidikan harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai.

Sehubungan dengan masih minimnya sarana dan prasarana pendidikan dasar di beberapa Sekolah Dasar dan kurangnya alokasi anggaran untuk percepatan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili, peneliti menduga bahwa hal ini terkait dengan belum efektifnya tahapan persiapan anggaran yang dilakukan oleh Komisi Pembangunan Daerah (KDD). Dengan demikian untuk memahami proses perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar di Distrito Dili, peneliti menggunakan pendapat dari (Prawoto, 2010: 119) tentang Budget Preparation, yang terdiri dari dua tahapan kegiatan yaitu:

1. Perencanaan dan 2. Penganggaran

(28)

Gambar 2.1. Alur Pemikiran Penelitian 1. 2. 3. 4. Fenomena

1. Banyaknya kondisi sarana dan prasaran pedidikan dasar yang rusak dan harus direnovasi.

2. Anggaran pendidikan yang tidak memadai.

Masalah

Belum efektifnya perencanaan anggaran pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dasar yang dilakukan oleh KDD Distrito Dili. (Prawoto, 2010: 119): Budget Preparation, 1. Perencanaan dan 2. Penganggaran Harapan

Menghasilkan suatu dokumen rencana anggaran pembangunan yang berkualitas sehingga sesuai dengan kebutuhan yang diajukan.

(29)

2.6. Hipotesis Kerja

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya maka, hipotesis kerja yang penulis susun sebagai berikut: Perencanaan Anggaran Pembangunan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar di Distrito Dili, disiapkan melalui 2 kegiatan, yaitu: Perencanaan dan Penganggaran.

Referensi

Dokumen terkait

Inilah titik sentral uraian ini, yakni ingin melihat berbagai tantangan yang muncul dan akan dihadapi oleh dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi dan lebih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan kerja, daya tanggap dan motivasi kerja secara signifikan mempengaruhi kinerja pelayanan aparat di Kantor Distrik Piyaiye

Di antara kunci utama untuk memperbaiki kesenjangan pada kapasitas cold chain dan kinerja peralatan, tidak dapat mengandalkan sistem pemantauan suhu terus menerus,

Cara menggunakan alat ini yaitu: ketika kita memberikan tegangan positif pada pin Trigger selama 10 uS, maka sensor akan mengirimkan 8 step sinyal ultrasonik dengan

(1) Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas mengumpulkan dan mengkoordinasikan bahan penyusunan program kerja, evaluasi dan pelaporan

Untuk menunjukkan proses penyimpanan dan pengaksesan data gambar dengan database, akan dibuat sebuah database dalam Interbase versi 6 sebagai DBMS penyimpan data dan 2 buah

Evaluasi adalah suatu proses penilaian hasil dari kegiatan atau program atau kebijakan yang telah direncanakan sehingga dapat diketahui hambatan-hambatan atau kendala

 Pengertian latihan yang berasal dari kata training adalah penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek,