• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiaan serta perhatiannya terhadap dunia realitas yang berlangsung tiap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kemanusiaan serta perhatiannya terhadap dunia realitas yang berlangsung tiap"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Sastra lahir disebabkan oleh dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. Perhatian besar terhadap masalah manusia dan kemanusiaan serta perhatiannya terhadap dunia realitas yang berlangsung tiap hari dan sepanjang zaman. Oleh sebab itu, sastra yang telah dilahirkan oleh para pengarang diharapkan dapat memberikan kepuasan estetik dan intelektual bagi masyarakat pembaca. Karya sastra merupakan media yang digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Karya sastra menjadi media transformasi informasi dari pengarang kepada pembaca. Selain itu, karya sastra diciptakan pengarang untuk dimaknai oleh pembaca. Akan tetapi, sering terjadi bahwa karya sastra tidak dapat dipahami serta dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat pembaca. Penciptaan karya merupakan refleksi pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang terjadi di sekitar lingkungannya. Realitas sosial itu dituangkan oleh pengarang dalam sebuah teks sehingga teks-teks itu merupakan gambaran fenomena sosial yang akan dibaca dan dimaknai oleh pembaca. Pengertian karya sastra adalah untaian perasaan dan realitas sosial (semua aspek kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah (Quthb, 1980:19) dalam bentuk benda konkret seperti tulisan, dan dapat juga berbentuk tuturan atau yang dikenal sebagai karya sastra lisan.

(2)

Karya sastra dibedakan dalam tiga genre, yaitu puisi, prosa, dan drama (Panuti-Sudjiman, 1991:11). Karya sastra yang digunakan dan dibahas dalam penelitian ini adalah prosa. Prosa merupakan genre yang banyak diminati oleh masyarakat. Secara umum, prosa dibagi menjadi dua genre lagi, yaitu cerpen dan novel. Cerpen merupakan salah satu karya sastra yang berupa cerita pendek dan berbentuk padat. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit daripada dalam novel. Perbedaan paling jelas dari novel dan cerpen tampak dari panjang pendeknya tulisan, cerpen terdiri atas lima belas ribu kata atau sekitar puluhan halaman, sedangkan novel terdiri atas tiga puluh ribu kata atau ratusan halaman.

Dalam membaca cerpen, pembaca diharapkan mampu untuk mengolah emosi dan mengetahui pikiran pengarang. Karya sastra tidaklah identik dengan kehidupan, tetapi merupakan imitasi kehidupan yang telah diolah oleh pengarang dengan memasukkan unsur imajinasi ke dalam karya tersebut. Karya sastra tidaklah hanya kisah kehidupan sehari hari, tetapi merupakan gambaran imajinasi peristiwa nyata atau fiktif dalam kehidupan manusia sehari-hari, sedangkan dalam proses penciptaan, bergantung pada kepekaan pengarang dalam menangkap fenomena yang telah terjadi di sekelilingnya.

Karya sastra yang dibahas dalam penelitian ini bergenre cerita pendek. Karya sastra dalam bentuk cerpen menceritakan potret kehidupan masyarakat di sekitar pengarang biasanya merupakan kenyataan sosial, yang sedang dirasakan pengarang atau yang sudah terjadi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Cerita pendek sering kali mengambil tema-tema sederhana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Ada pengarang yang mengambil tema-tema sosial, mengenai

(3)

kehidupan perempuan serta menuliskanya dalam karya sastranya itu. Tema dan topik yang menarik untuk dibaca, adalah tema yang mengangkat kenyataan sosial yang timbul dan berkaitan dengan kehidupan serta kodrat manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan. Beragamnya tema yang mengangkat persoalan-persoalan kehidupan manusia banyak ditampilkan dalam karya sastra. Tema yang menarik adalah tema yang mengangkat persoalan kehidupan perempuan yang mengalami kekerasan dan ketidakadilan. Karya sastra yang mengangkat tema mengenai masalah kekerasan terhadap perempuan , kesetaraan gender yang sering dialami perempuan, juga ketidakadilan gender yang dialami perempuan merupakan tema-tema feminisme, karya sastra tersebut sangat menarik untuk dibaca dan dianalisis menggunakan teori kritik sastra feminis.

Feminisme berarti gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (KBBI, 2008: 390). Kehidupan perempuan dapat dilihat dari sisi positif serta negatif. Dari sisi positif perempuan memiliki keahlian dalam suatu bidang tertentu yang tidak dimiliki oleh laki-laki, yaitu mengatur rumah tangga, mengurus anak-anak dan melayani suami, sedangkan sisi negatifnya, perempuan berkonotasi sebagai alat pemuas laki-laki dan dapat disia-siakan, serta diperlakukan secara tidak adil oleh laki-laki. Berbagai ketidakadilan gender terhadap perempuan beserta kedudukannya muncul di dalam masyarakat. Adanya anggapan bahwa kedudukan atau posisi yang dianggap lemah dan tidak penting menyebabkan perempuan tidak memiliki kepercayaan diri serta kebebasan untuk menentukan pilihan dalam kehidupannya sendiri.

(4)

Menurut (Keraf, 1990: 55) kata perempuan berasal dari pu yang kemudian menjadi empu yang berarti tuan, orang yang dihormati, ahli dalam suatu bidang dan pemilik, sedangkan menurut Budiman (1993:93-94), kata wanita dapat dihipotesiskan dengan kosakata bersumber dari bahasa Sanskerta, yaitu vanita berarti yang diinginkan oleh laki-laki. Dalam bahasa Inggris, terdapat pula kata vanity yang berarti keangkuhan, dan dalam bahasa Latin vanitas yang artinya kesia-siaan. Dalam cerpen Memotret Perempuan pembaca diajak untuk ikut membaca sebagai perempuan atau Reading as a women.

Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia dipilih sebagai objek penelitian dan menarik untuk dianalisis karena kumpulan cerpen ini merupakan hasil karya pengarang perempuan yang diharapkan dapat menyuarakan hak-hak perempuan. Hapie Joseph Aloysia adalah seorang penulis novel muda berbakat yang mencoba mengembangkan hobinya menulis cerpen. Cerpen pertamanya diterbitkan setelah dia memproduksi beberapa novel yang cukup mendapatkan tempat di hati pembaca, khususnya kalangan remaja. Hapie Joseph Aloysia lahir di Semarang, 24 September 1987, Hapie bersekolah di Semarang. Hapie Joseph Aloysia terlahir dari tiga bersaudara, yaitu Andrie dan Ratu Selvi Agnesia, dan dia mulai menulis novel sejak remaja berusia 11 tahun.

Novel-novel karya Hapie Joseph Aloysia di antaranya adalah Genk Brodol, Chrysan, I Love You Bodoh, Don’t Trust Anyone, serta Memotret Perempuan, dan karya terbarunya Antologi Cermin Arti Sebuah Perpisahan.

Tokoh-tokoh dalam cerpen ini memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu mereka juga mengangkat tema tema yang erat kaitannya

(5)

dengan kehidupan perempuan sehingga mudah untuk dianalisis menggunakan teori kritik sastra feminis, yang membahas ketidakadilan gender, serta kekerasan terhadap perempuan, Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan di dalamnya juga terdapat ide-ide feminis. Dalam kumpulan cerpen ini, penulis ingin mengungkap nilai-nilai kehidupan perempuan yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Penulis ingin mengungkap kekerasan terhadap perempuan, sebagai tema yang menarik, dengan menampilkan tokoh-tokoh utama dan pendamping di dalam cerita. Pada kumpulan cerpen ini ditetapkan tokoh perempuan dan tokoh laki-laki. Tokoh utama dalam cerpen ini memberikan pengalaman-pengalamannya bagi tindak lanjut gerakan perempuan atau gerakan feminis di Indonesia dan manca negara.

Masalah yang dapat diambil dalam penelitian ini meliputi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, ketidakadilan gender dialami perempuan, aspek kebahasaan yang digunakan pengarang yang menunjukkan ketidakadilan gender, sobordinasi dan ide-ide feminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan. Relevansi antara penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya yaitu sama-sama menggunakan teori kritik sastra feminis sebagai alat penelitian.

Kekerasan terhadap perempuan semakin banyak, hampir selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat terutama kaum perempuan, yang sering kali menjadi sasaran dari tindakan kekerasan. Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan ancaman yang tidak akan pernah surut bagi perempuan baik di ranah keluarga, masyarakat, serta negara (Darmawan, 2007: 3). Menurut catatan Komisi Nasional (Kompas: 2006) lebih dari 80% korban kekerasan terhadap perempuan

(6)

terjadi di rumahnya sendiri atau yang biasa disebut dengan istilah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) adalah kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga biasanya yang berjenis kelamin laki-laki (suami) melakukanya berupa penganiayaan secara verbal maupun fisik pada jenis kelamin perempuan (istri). Menurut Gelles (1990) hampir semua kasus kekerasan domestik dialami perempuan, dibuktikan melalui luka-luka yang diderita kaum perempuan. Apabila ada kasus laki-laki yang teraniaya biasanya disebabkan oleh pembelaan diri dari pihak perempuan (Arivia: 1996). Tindak kekerasan terhadap perempuan tidak menunjukkan penurunan, melainkan justru bertambah setiap tahunnya. Isu kekerasan terhadap perempuan merupakan isu yang penting dan perlu menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Upaya untuk menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dapat ditekan dengan adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Menurut (Fakih, 2003: 17) kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap baik fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan yang dilakukan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, salah satunya disebabkan oleh gender yang direpresentasikan adanya tekanan atau kekerasan kepada salah satu jenis kelamin tertentu. Kasus kekerasan seperti pemerkosaan, penyiksaan genital yang mengarah kepada organ alat kelamin, pelacuran, pornografi, serta pelecehan seksual (Fakih, 2003: 18).

(7)

Menurut (KBBI, 2008: 677) kekerasan dapat diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Menurut (Yuarsi dkk, 2002: 8) Bentuk kekerasan terhadap perempuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kekerasan seksual dan kekerasan nonseksual. Kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi karena adanya unsur kehendak seksual yang dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya kekerasan oleh pelaku dan tidak diinginkan oleh korban. Kekerasan nonseksual meliputi segala tindakan yang bersifat eksploitatif/pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, diskriminatif/ bersifat membeda-bedakan, intimidatif/gertakan/ancaman/tindakan menakut-nakuti untuk memaksa orang atau pihak lain untuk bertindak sesuatu dan criminal/ berkaitan dengan kejahatan atau pelanggaran hukum, tetapi tidak disertai dengan adanya kehendak seksual yang merugikan perempuan, baik secara fisik maupun psikologis. Apabila kekerasan tersebut terdapat unsur kehendak seksual maka dikategorikan sebagai kekerasan seksual, tetapi kalau tidak mengandung unsur kehendak seksual, maka kekerasan tersebut dikategorikan kekerasan non seksual.

Menurut (Fakih, 1996 :21) kekerasan seksual dapat dikategorikan menjadi pelecehan seksual dan penyerangan seksual. Pelecehan seksual merupakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat, perkosaan seringkali merupakan kelanjutan dari pelecehan seksual.

Menurut (Yuarsi dkk, 2008: 9) pelecehan seksual diberi batasan mulai tingkat yang paling ringan sampai sedang yaitu siulan, kedipan mata, memandangi

(8)

tubuh mulai dari ujung rambut sampai mata kaki, mencolek, meraba, mencubit. Serangan seksual dikategorikan sebagai kekerasan seksual dengan intensitas yang berat. Pada kasus penyerangan seksual, korban mengalami kekerasan seksual yang berakhir pada hubungan seksual secara paksa, yang meliputi ancaman perkosaan, percobaan perkosaan, perkosaan, perkosaan disertai kekerasan dan perkosaan disertai pembunuhan.

Ada beberapa alasan memilih kumpulan cerpen Memotret Perempuan sebagai obyek penelitian dan dikaji dengan kritik sastra feminis. Pertama, dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan diasumsikan mengandung bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dapat dikaji menggunakan teori kritik sastra feminis sehingga diharapkan dapat menjadi sumber masukan baru bagi gerakan feminisme, melalui penelitian terhadap karya sastra bergenre prosa berbentuk cerpen pembaca menjadi mengerti bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan serta berbagai cara untuk menanggulanginya. Kedua, dari hasil identifikasi dan studi pustaka, belum terdapat penelitian mengenai kekerasan terhadap perempuan dan ide-ide feminis yang dilakukan pada kumpulan Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia dengan kajian Kritik Sastra Feminis. Hal itu disebabkan kumpulan cerpen ini baru diterbitkan pada tahun 2012, sehingga belum pernah diteliti. Ketiga, terdapat wacana bahwa dalam cerpen satu diantaranya berkisah tentang sosok perempuan lemah tidak berdaya disebabkan adanya budaya patriarki, tetapi juga terdapat tokoh perempuan yang kedudukan atau posisinya setara dengan laki-laki, dan berkarya mempertahankan tradisi tersebut tanpa melupakan kodratnya.

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, melalui penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana karakter tokoh profeminis dan kontrafeminis baik tokoh laki-laki maupun perempuan dalam kumpulan cerpen Memotret Perempuan?

1.2.2 Bagaimana bentuk-bentuk, kekerasan terhadap perempuan dan ide-ide feminis yang berkaitan dengan ketidakadilan gender yang dialami perempuan dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan?

1.2.3 Bagaimana aspek kebahasaan yang digunakan pengarang yang menunjukkan ketidakadilan gender, kekerasan dan ide-ide feminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan pokok, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakter tokoh tokoh profeminis dan kontrafeminis, baik tokoh laki-laki maupun tokoh perempuan dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan. Kedua untuk menganalisis ketidakadilan gender, kekerasan terhadap perempuan dan ide-ide feminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan tersebut. Ketiga, mendeskripsikan ide-ide feminis dan aspek kebahasaan yang menunjukkan

(10)

ketidakadadilan gender, kekerasan terhadap perempuan, pada kumpulan cerpen Memotret Perempuan.

Tujuan praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, memberikan sumbangan pemikiran studi mengenai perempuan, khususnya tentang ketidakadilan gender, kekerasan terhadap perempuan dan ide-ide feminis pada Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan. Kedua, penelitian ini bertujuan memasyarakatkan pemahaman dan membuka wacana konstruksi tentang feminisme dalam masyarakat luas.

1.4 Tinjauan Pustaka.

Penelitian terhadap kumpulan cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia dengan menggunakan teori feminisme. Perlu diketahui bahwa sampai penulisan skripsi ini belum pernah dilakukan penelitian oleh siapapun, baik dalam bentuk skripsi, tesis, maupun penelitian lainnya.

Teori feminisme terhadap penelitian karya sastra telah banyak digunakan dalam bentuk skipsi. Beberapa skripsi yang menggunakan teori tersebut adalah sebagai berikut.

Dalam skripsi Muhamad Yasir Al Haris (2012) yang berjudul “Ketidak adilan Gender dalam Dwilogi Novel Padang Bulan dan Cinta di dalam Gelas karya Andrea Hirata : Kajian Kritik Sastra Feminis“ menggunakan teori kritik sastra feminis perspektif feminis liberal untuk menganalisis permasalahan yang muncul berupa ketidakadilan gender dalam masyarakat yang bersistem patriarkat. Kritik sastra feminis perspektif feminis liberal menolak segala bentuk

(11)

diskriminasi terhadap perempuan. Dengan menggunakan kritik sastra feminis liberal sebagai landasan teori, tema feminis yang terdapat dalam dwilogi novel tersebut, yaitu berupa ketidakadilan gender dalam masyarakat bersistem patriarkat dapat terungkapkan secara keseluruhan, tokoh-tokoh dalam novel PB dan CDG memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Seluruh keterkaitan antar tokoh pembaca. Ide-ide feminis tersebut tergambarkan melalui peristiwa karakter tokoh-tokoh dan latar sosial budaya yang terbangun didalam dwilogi novel tersebut. Ide utama feminis yang ingin disampaikan kepada pembaca adalah pengutamaan kesetaraan gender, hak dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, menentang dominasi budaya patriarkat yang ada dan melawan segala bentuk ketidakadilan gender yang terjadi di Belitung.

Sementara dalam skripsi milik Swacahyani yang berjudul “Malam-malam Nina dan Pantat” karya Lan Fang yang membahas adanya subordinasi perempuan dalam kedua cerpen Lan Fang di atas dan adanya pandangan-pandangan tentang perempuan dalam sebuah lingkungan dan kedudukannya di dalam budaya Patriarkat. Dalam skripsi ini juga terdapat ide-ide feminis dalam cerpen Malam-malam Nina dan Pantat yang menjelaskan gerakan perempuan dalam kehidupan sosialnya. Teori kritik sastra feminis sosialis dianggap mampu memecahkan masalah penelitian pada skripsi milik Swacahyani tersebut. Cerpen “Malam-malam Nina dan Pantat” menunjukan bahwa pergerakan perempuan untuk menyamakan kedudukan dengan laki-laki, sudah tampak ketertindasan perempuan akibat budaya patriarkat dan sistem kapitalis yang dipermasalahkan oleh feminis sosialis berhasil dilewati oleh tokoh perempuan dalam kedua cerpen tersebut.

(12)

Ketiadaan seorang suami dalam hidup perempuan bukan suatu penghalang bagi perempuan untuk terus bergerak maju. Pembagian kerja perempuan dalam bidang yang sesuai pun dapat terlihat dari kedua cerpen ini. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa cerpen “Malam-malam Nina dan Pantat” adalah cerpen yang memiliki unsur feminis sosialis.

Skripsi yang ditulis oleh Dian Saraswati (2011) yang berjudul” Kekerasan Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Wajah Sebuah Vagina (WSV) karya Naning Pranoto. Analisis Kritik sastra Feminis. Dalam novel WSV merupakan sebuah novel yang menampilkan bagaimana perempuan mendapat tindak kekerasan yang dilakukan tidak hanya oleh laki-laki, tetapi juga dilakukan oleh perempuan. Dalam novel WSV pengarang ingin menyampaikan bahwa kekerasan yang terjadi diberbagai belahan dunia cenderung perempuanlah yang selalu menjadi korban. Untuk sastra feminis sosialis berupaya untuk membebaskan perempuan dari budaya patriarki yang selama ini menganggap perempuan hanya sebagai kelas kedua dan laki-laki berada pada kelas pertama.

Skripsi yang ditulis oleh Hendinar Naida M.S. pada tahun 2010 dengan judul Perahu Kertas karya Dewi Lestari : Analisis Kritik Sastra Feminis yang mengemukakan representasi perempuan melalui citra perempuan. Perempuan dicitrakan dalam ranah publik ataupun ranah domestik. Selanjutnya, dalam ide-ide feminis yang terdapat dalam cerpen ini sangat baik untuk dipelajari. Melalui ide-ide feminis yang terdapat dalam skripsi ini sesuai dengan cita-cita feminis liberal, yakni dengan bekerja dan berkarir perempuan dapat meningkatkan potensi yang dimilikinya sebagai manusia secara utuh dan pembebasan dari dominasi laki-laki.

(13)

Dari skripsi tersebut, dapat diketahui bahwa penulis menggunakan analisis kritik sastra feminis liberal yang hal itu sama halnya dengan yang digunakan dalam menganalisis kumpulan cerpen Memotret Perempuan.

Meskipun ada persamaan penggunaan teori analisis, tetapi ada juga perbedaan yang terdapat dalam analisis ini, yaitu jika dalam skripsi yang ditulis oleh Hendinar melalui ide-ide feminis dapat diketahui adanya cita-cita feminis liberal. Akan tetapi, melalui pembacaan novel dapat diketahui karakter tokoh serta upaya tokoh perempuan untuk mandiri dan menyetarakan dirinya dengan laki-laki, sehingga analisis kritik sastra feminis liberal dapat digunakan untuk analisis dalam cerpen ini.

Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Ludfi Krisnawati, 2006 dengan judul Presentasi Isu Perempuan dan Ide Feminisme Novel Dari Parangakik ke Kampuchea Karya N.H. Dini : Analisis Kritik Sastra Feminis. Yang mengemukakan diskripsi dan identifikasi tokoh membagi tokoh dalam dua golongan, yaitu tokoh profeminis dan kontrafeminis. Tokoh profeminis adalah tokoh baik laki-laki maupun perempuan yang mendukung atau memunculkan ide-ide feminisme. Adapun kontrafeminis adalah tokoh yang berusaha mempertahankan tradisi patriarki dalam masyarakat. Analisis isu perempuan dan tema feminisme menampilkan permasalahan-permasalahan perempuan yang diangkat pengarang dalam novel tersebut. Analisis isu perempuan tersebut akan membawa pada identifikasi perjuangan perempuan menghadapi permasalahannya tersebut. Analisis tersebut yang selanjutnya membawa pada tema feminisme. Tema feminisme yang diangkat adalah perempuan harus mampu menjadi

(14)

personhood. Manusia seutuhnya baik secara politis maupun ekonomis, tanpa bergantung ataupun berada dalam kekuasaan laki-laki. Dalam skripsi tersebut menampilkan adanya patriarkisme terhadap perempuan dan usaha perempuan memperjuangkan dirinya di tengah kuasa laki-laki. Permasalahan dan gerakan perempuan untuk mentransformasikan kondisi pemarginalisasi perempuan menuju pembebasan dan kesetaraan menunjukkan adanya tema feminis. Tema-tema feminis terimplementasikan dalam ide-ide feminis terhadap perempuan di tengah patriarkisme, juga melalui tindakan konkrit ( the factual act) atau gerakan personal perempuan melawan dominasi laki-laki.

Sementara dalam skripsi Christina Diah Kumalasari berjudul “Perjuangan Perempuan Melawan Ketidakadilan Gender dalam Novel Ronggeng karya Dewi Linggasari”, analisis menggunakan teori feminis sosialis. Skripsi ini mengkaji novel Ronggeng karya Dewi Linggasari, dan mengidentifikasi tokoh-tokoh profeminis dan kontra feminis yang terdapat dalam novel tersebut diatas. Perjuangan tokoh-tokoh tersebut terutama tokoh perempuan untuk melawan ketidakadilan gender termuat dalam ide-ide feminis dalam novel Ronggeng tersebut.

Selain itu, dalam skripsi milik Yoana Fransisca Desy Pratiwi Purnomowati yang meneliti novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini pada skripsinya yang berjudul “Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini : Analisis Kritik Sastra Feminis” berdasarkan kajian kritik sastra feminis secara umum. Pada skripsi ini dipaparkan relasi gender antara perempuan dan laki-laki, berdasarkan kesamaan objek kajian penelitian mengenai kumpulan cerpen Memotret Perempuan karya

(15)

Hapie Joseph Aloysia belum pernah ditemukan penggunaan objek material serta teori feminisme yang sama, walaupun terdapat satu skripsi milik Nesa Riska Pangesti yang membahas mengenai pelabelan negatif terhadap tokoh perempuan dalam Novel Chrysan karya Hapie Joseph Aloysia, tetapi berbeda obyek materialnya karena penulis disini menggunakan obyek Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan, yang baru diterbitkan bulan Februari 2012 tetapi diteliti menggunakan teori yang sama yaitu teori kritik sastra feminis, hanya pada penelitian ini menggunakan perspektif feminis, sementara dalam skripsi milik saudari Nesa Riska Pangesti menggunakan perspektif feminis liberal.

Teori kritik sastra feminis mampu memberikan pandangan-pandangan baru terutama yang berkaitan dengan bagaimana karakter-karakter perempuan dalam karya sastra, yang sepanjang sejarah, perempuan mengalami tindak kekerasan dan perlakuan sewenang-wenang dalam setiap segi kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya maupun politik. Penulis memilih Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan sebagai obyek penelitian karena merupakan obyek yang baru dan dapat dikaji dengan kritik sastra feminis karena didalamnya memuat kekerasan terhadap perempuan, ketidakadilan gender, kesetaraan gender, subordinasi, stereotipe, marginalisasi, ide-ide feminis, aspek kebahasaan dan diksi.

1.5 Landasan Teori

Feminisme merupakan gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki (KBBI, 2011 :390). Feminisme merupakan

(16)

gerakan perempuan dalam menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik dalam tarapan politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya. Gerakan feminisme memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak dimiliki kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan derajat mereka dengan laki-laki, dan otonomi untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya. Dalam banyak hal perempuan mengalami tindak kekerasan, sering diperlakukan kedudukannya di dalam masyarakat lebih rendah dari pada laki-laki. Mereka dianggap sebagai the second sex, warga kelas dua. Dalam pengambilan keputusan di banyak bidang yang mendapatkan kesempatan hanyalah masyarakat laki-laki. Perempuan dipaksa tunduk dan mengikuti mereka. Selama ini perempuan masih saja dianggap sebagai makhluk yang hanya mengurusi rumah tangga dan berada satu tingkat di bawah laki-laki , karena anggapan tersebut maka munculah gerakan feminisme yang mulai mengangkat harkat dan martabat perempuan agar sederajat dengan laki-laki.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, feminisme berarti gerakan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki, (KBBI, 2008: 390-395). Kehidupan perempuan dapat dilihat dari sisi positif serta negatifnya, dari sisi positifnya perempuan memiliki keahlian dalam suatu bidang tertentu yang tidak dimiliki oleh laki-laki, yaitu mengatur rumah tangga, mengurus anak anak dan melayani suami. Sedangkan sisi negatifnya, perempuan berkonotasi sebagai alat pemuas laki-laki dan dapat disia-siakan, serta diperlakukan secara tidak adil oleh laki-laki.

(17)

Feminisme merupakan kajian yang diperuntukkan untuk menyetarakan hak antara kaum perempuan dengan laki-laki, persamaan seperti ini lebih dikenal dengan persamaan gender. Dalam mengkaji feminisme perlu dibedakan antara feminisme dengan emansipasi, hal itu penting karena emansipasi dengan feminisme mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut (Ratna, 2007 : 219-220), emansipasi mempunyai persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi dalam kenyatannya selalu dikaitkan dengan kaum perempuan menuntut persamaan hak dengan laki-laki. Emansipasi cenderung lebih banyak berkaitan dengan masalah-masalah praktis yang terjadi dalam masyarakat, sedangkan feminisme lebih bersifat teoritis. Menurut (Ratna, 2007: 220-221 ) mendefinisikan feminisme berasal dari kata femme, berarti perempuan. Kemudian timbul gerakan feminis yang secara khusus menyediakan konsep dan teori dalam kaitannya dengan analisis dengan kaum perempuan. Menurut (Geofe, 1986: 837) mendefinisikan feminisme sebagai teori tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi dan sosial, suatu kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Sedangkan oleh (Fakih, 2012:106-107) gerakan feminisme lahir pada tahun 60 an dan muncul pertama kali diAmerika sebagai bagian dari kultur radikal termasuk gerakan hak-hak sipil dan kebebasan seksual. Gerakan feminisme ini berkembang di Eropa, Kanada dan Australia yang selanjutnya menjadi gerakan global yang menggoncang Dunia Ketiga. Dampak feminism dirasakan dalam kurun waktu 20 tahun dengan mulai adanya perubahan dan perkembangan yang menyangkut nasib kaum perempuan. Sebagai gerakan yang berangkat dari asumsi dan

(18)

kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut.

Gerakan feminisme berangkat dari apa yang disebut ketimpangan gender antar laki-laki dan perempuan. Gender dipahami berbeda dengan seks. Gender didefinisikan sebagai perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Menurut (Fakih, 2012:7-8). Pengertian seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.

Peterson dan Runyan (1993: 5) menyatakan bahwa tidak seperti biologis yang memisahkan laki-laki dan perempuan, gender mengacu pada pembelajaran tingkah laku secara sosial dan dugaan-dugaan yang membedakan perempuan serta laki-laki ke dalam ranah yang kemudian disebut dengan feminitas dan maskulinitas. Melalui sosialisasi, gender tumbuh dalam pembelajaran bagaimana menjadi feminine dan maskulin serta menganggapnya sebagai identitas seorang perempuan dan laki-laki. Peterson dan Runyan (1993:12) menyatakan bahwa selain gender dipahami sebagai hal yang dapat dipertukarkan, gender dimengerti sebagai sebuah kontruksi sosial, bukan kontruksi fisiologis. Feminitas dan maskulinitas adalah salah satu istilah yang menunjukkan adanya gender. Feminitas dan maskulinitas mengacu pada seperangkat karakteristik dan tingkah laku yang ditunjukkan kepada jenis kelamin tertentu oleh masyarakat dan dipelajari dari pengalaman sosialisasi.

(19)

Ide-ide Feminis.

Kritik sastra feminis adalah sebuah kritik yang memandang sastra dengan kesadaran khusus akan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia. ( Sugihastuti 2015 : 20). Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respon atas berkembang luasnya feminis di berbagai penjuru dunia. ( Sugihastuti 2015 : 61). Kritik sastra feminis dianggap sebagai kehidupan baru dalam kritik berdasarkan perasaan, pikiran dan tanggapan yang keluar dari pada “ pembacaan sebagai perempuan” berdasarkan penglihatannya terhadap peran dan kedudukan perempuan dalam dunia sastra ( Sugihastuti 2015: 68). Ide-ide feminis adalah hasil pikiran /gagasan dari seseorang yang berpandangan bahwa perempuan sepatutnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan laki-laki, atau pemikiran dari seseorang yang bercita-cita untuk mengubah posisi perempuan kedalam masyarakat yang menggolongkan laki-laki dan perempuan ke dalam perbedaan ruang-ruang sosial budaya agar tidak ada lagi ketimpangan diantara keduanya. ( Skripsi Edlina Adiaty ) Ide-ide feminis dalam cerpen “ Jangan Panggil Aku Peremuan Jalang “ pada Kumpula Cerpen” Memotret Perempuan” digambarkan melalui rangkaian peristiwa atau konflik yang melibatkan gagasan penulis yang direpresentasikan oleh pemikiran dan tindakan tokoh. Ide-ide feminis lebih tertuju pada potensi perempuan untuk melawan budaya patriarki. Keberadaan perempuan sebagai subyek yang berhubungan dengan bidang kehidupan demi mencapai pembebasan diri dari stereotipe yang dibentuk oleh budaya patriarki. Tokoh Aku adalah tokoh perempuan yang mengalami ketidakadilan gender yang

(20)

mengakibatkan perempuan berada dalam pihak lemah. Akan tetapi jika dilihat dari pendekatan feminis, terdapat usaha perempuan / tokoh Aku untuk melawan berbagai ketidakadilan gender yang menimpanya, dan menciptakan kesetaraannya antara posisi perempuan dengan laki-laki dengan menempuh pendidikan S2 di Kanada sampai selesai dengan predikat Culaude dan dapat bekerja sebagai advokad. Dalam usaha tersebut, mampu mempresentasikan bahwa perempuan juga memiliki keberanian dan kekuatan untuk melawan berbagai ketidakadilan gender yang terjadi padanya. Dari usaha dalam mencapai kesetaraan gender tersebut, dapat dilihat bahwa ternyata perempuan memiliki keberanian dan kekuatan untuk memperoleh hak dalam menenentukan nasibnya sendiri, memperbaiki kehidupannya.

Ide-ide feminis adalah hasil pemikiran atau gagasan dari seseorang yang berpandangan bahwa perempuan sepatutnya mendapatakan perlakuan yang sama dengan laki-laki atau pemikiran dari seseorang yang bercita-cita untuk mengubah posisi perempuan ke dalam masyarakat yang menggolongkan laki-laki dan perempuan ke dalam perbedaan ruang sosial budaya agar tidak ada lagi ketimpangan di antara keduanya.

Kontruksi sosial gender dipahami sebagai sebuah sistem kekuatan yang tidak hanya membagi laki-laki dan perempuan ke dalam ranah maskulin dan feminine. Akan tetapi secara tipikal, menurut (Peterson dan Runyan, 1993:18) menempatkan laki-laki dengan identitas kemaskulinannya di atas perempuan beserta atribut feminitasnya. Asumsi-asumsi yang menempatkan laki-laki dan perempuan secara dikotomis, laki-laki dengan privilese di atas perempuan

(21)

menimbulkan praktik-praktik pembedaan perlakuan terhadap keduanya. Jenis kelamin laki-laki mendapat perlakuan, hak, dan status istimewa, adapun perempuan dengan kondisi sebaliknya, sering menjadi korban dengan berbagai mutilasi hak dan perendahan status.

Praktik-praktik pembedaan perlakuan tersebut kemudian kita sebut dengan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender dipelihara dengan bermacam cara, menurut Peterson dan Runyan (1993:18) menyebutkan praktik-praktik ketidakadilan gender seperti kekerasan langsung (perkosaan, kekerasan domestik) dan diskriminasi structural (pemisahan atau pembagian kerja, serta tidak adanya jaminan kesejahteraan atau kesehatan). Ketidakadilan gender bekerja pula pada tindakan-tindakan seperti humor, seksis, korban timpaan segala kesalahan dan penginternalan stereotype menindas yang semuanya ditujukan pada perempuan. Menurut (Fakih, 2012:148-150) menyatakan bahwa subordinasi adalah gambaran bagaimana kaum perempuan selalu diletakkan pada kedudukan yang lebih rendah dari pada kaum laki-laki, posisi kaum perempuanditentukan dan dipimpin oleh kaum laki-laki. Subordinasi ini tidak hanya terdapat dalam birokrasi pemerintah, masyarakat, maupun rumah tangga tetapi juga secara global.

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk, yaitu marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype merupakan suatu bentuk penindasan ideologi dan kultural. yakni pemberian label yang memojokkan kaum perempuan, kekerasan dan penyiksaan kaum perempuan baik secara fisik/pemerkosaan maupun secara mental. Proses ketidakadilan gender

(22)

yang tumbuh secara mengglobal tesebut menjadi alasan utama munculnya gerakan feminis di dunia. Gerakan ini berusaha memosisikan perempuan dalam derajat yang sama dengan laki-laki. Gerakan ini selanjutnya berkembang ke dalam berbagai aliran pemikiran. Pertama adalah feminisme liberal yang merupakan akar dari perkembangan gerakan feminisme, lalu feminisme radikal, sosialis, marxis dan berbagai aliran feminis baru lainnya.

Feminisme liberal muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan (Fakih, 2012: 81). Adapun kerangka kerja feminis liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi setiap individu, termasuk di dalamnya kesempatan dan hak perempuan.

Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki dan hak perempuan ini penting bagi mereka dan karenanya tidak perlu pembedaan. Asumsinya karena perempuan adalah makluk rasional juga (Fakih, 2012: 82).

Feminisme radikal yang sejarahnya muncul sebagai reaksi atas kultur sexism atau diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat muncul pada tahun 1960, khususnya sangat penting melawan kekerasan seksual dan pornografi (Brownmiller via Fakih, 2012: 84-85). Para penganut feminisme radikal tidak melihat adanya perbedaan antara tujuan personil dan politik, unsur-unsur seksual atau biologis. Akibatnya, dalam melakukan analisis tentang penyebab penindasan

(23)

terhadap kaum perempuan oleh laki-laki, mereka menganggapnya berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Dengan demikian kaum laki-laki secara biologis maupun politis adalah bagian dari permasalahan.

Feminisme Marxis menganggap patriarki sebagai hal yang universal dan merupakan akar dari segala penindasan, yang bertentangan dengan feminis radikal yang menyatakan biologis sebagai dasar pembedaan gender. Bagi mereka, penindasan perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Persoalan perempuan selalu diletakkan dalam kerangka kritik atas kapitalisme (Fakih, 2012: 85-86). Fakih (2012: 89) mengatakan bahwa emansipasi perempuan terjadi jika perempuan terlibat dalam produksi dan berhenti mengurus rumah tangga. Dengan demikian, proses itu hanya terjadi melalui industrialisasi.

Feminisme sosialis, penindasan perempuan terjadi di kelas manapun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikkan posisi perempuan. Atas dasar itu mereka menolak visi Marxis klasik yang meletakkan eksploitasi ekonomi sebagai dasar penindasan gender. Sebaliknya,feminisme tanpa kesadaran kelas juga menimbulkan masalah. Oleh karena itu, analisis patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Dengan demikian, kritik terhadap eksploitasi kelas dari sitem kapitalisme harus dilakukan pada saat yang sama dengan disertai kritik ketidakadilan gender yang mengakibatkan dominasi, subordinasi, dan marginalisasi atas kaum perempuan (Fakih, 2012: 90).

Menurut (Wiyatmi, 2012: 112) di kalangan feminis, pada umumnya dibedakan antara istilah seks, gender dan seksualitas, walaupun pada dasarnya

(24)

pehaman seksualitas bisa mencakup keduanya: seks dan gender (Munti, 2002: 2). Seks atau seksual dapat berarti ganda. Disamping mengacu perbedaan jenis kelamin, juga mengacu hubungan intim atau erotis antara dua jenis kelamin yang berlainan. Seksualitas juga mencakup seluruh kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian dan sikap atau watak sosial, berkaitan dengan perilaku dan orientasi atau preferensi seksual. Sementara itu, gender lebih mengacu pada konsep maskulin, feminin atau androgini (ada unsur maskulin dan feminin), sebagai hasil dari suatu proses sosialisasi yang merumuskan peran-peran dan karakteristik-karakteristik yang beraneka ragam dan cara-cara yang dipertukarkan (Munti, 2000: 2)

Secara khusus seks dalam konteks ini mengacu kepada bagaimana hal-hal yang berhubungan dengan organ-organ (alat) kelamin dan aktivitas, serta pengalaman hubungan kelamin yang dideskripsikan dalam karya sastra.

Munculnya fenomena seks dalam karya sastra, khususnya karya sastra Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru. Hal ini karena fenomena seks merupakan hal yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia riil. Karena sastra senantiasa bersumber dari kehidupan manusia riil, maka seks pun juga mewarnai cerita dalam karya-karya sastra.

Fenomena seks dalam karya sastra, sejumlah kritikus sastra telah banyak dibicarakan. Berdasarkan pada karya-karya sastra pada masa 1960 an, ketika ulasan/kritik dibuat, Satyagraha Hoerip (1969: 249-271) mengemukakan adanya perbedaan antara karya (cerpen) sastra dan non sastra dalam menggambarkan seks

(25)

dalam karya sastranya. Pada cerita non sastra (karya sastra yang bernilai rendah) adegan seks sering kali dilukiskan dengan detail, sehingga bagi pecinta sastra sering terasa memuakkan. Dalam cerpen sastra akan dijumpai 3 ciri yang akan membuat pembaca berharap memperoleh sensasi seksual selagi membacanya akan kecewa.Ketiga ciri tersebut adalah : 1. Adegan seks pada cerpen sastra tidak dilukiskan urut sebagaimana dalam realitas, dari awal hingga berakhir.Pelukisan berhenti pada tahap pengantar, sedangkan proses berikutnya pembaca diminta mengerti sendiri. 2. Seks dilukiskan secara subtil, sugesti, terselubung atau simbolik. 3. Seks tak selalu dalam adegan terjadinya hanyalah suplementer belaka dari sekian faktor.yang ada, yang dalam totalitas cerpen itu justru faktor lain itulah yang terbukti akan lebih dominan.

Menurut (Wiyatmi 2012: 90) kontruksi gender yang bersifat patriarkat menempatkan perempuan sebagai kelas dua, inferior, dan harus selalu mengalah dalam hubungannya dengan laki-laki sangat jelas. Dalam masyarakat yang patriarkis relasi gender dilandasi hukum kebapakan.Walby (1989:213-220) bahwa patriarkat adalah sebuah system dari struktur sosial praktek yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan, menindas dan mengekploitasi perempuan. Isu gender menjadi salah satu hal yang mendapatkan perhatian cukup besar di masyarakat, munculnya sejumlah novel yang mengangkat isu tersebut merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Isu gender secara langsung maupun tidak langsung juga menunjukkan adanya kepedulian para pengarang Indonesia terhadap problem-problem yang berhubungan dengan isu gender. Dalam masyarakat karya sastra memiliki salah satu fungsi sebagai sarana menyuarakan hati nurani

(26)

masyarakat, disamping fungsi-fungsi lainnya. Karya sastra dipersepsi sebagai produk masyarakat yang mampu memberi makna bagi kehidupan, menyadarkan masyarakat akan arti hidup, meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan (Soeratno,1994b:14). Melalui konstruksi gender dapat membuat masyarakat pembaca menjadi lebih peka dan responsiv terhadap berbagai masalah relasi dan ketidakadilan gender yang ada disekitarnya.

Menurut ( Fakih 2013 : 17-20) Kekerasan ( volence) adalah serangan atau invasi (assault ) terhadap fisik maupun integritas seseorang. Kekerasan terhadap sesame manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh bias gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender-related violence. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.

Menurut Khairuddin dkk ( 2002: 11) beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan, diantaranya, adalah sebagai berikut:

a. Faktor Psikologi individual pelaku. Dalam hal ini sering terjadi kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk perkosaan secara sadis dan pelecehan seksual bersifat kriminal. Pelaku melakukan hal tersebut kemungkinan karena pelaku kondisi psikologisnya dengan sengaja atau tidak sengaja melakukan hal tersebut.

(27)

c. Faktor sosial budaya yang dianggap oleh budaya masyarakat yang bersuku dan setiap sukunya mempunyai cara pandang yang berbeda dalam menilai perempuan.

Bentuk –bentuk kekerasan terhadap perempuan: ( Riant Nugroho 2008 :13-15)

a. Bentuk pemerkosaan terjadi jika seseorang melakukan paksaan untuk mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. b. Tindakan pemukulan dan serangan fisik terhadap perempuan.

c. Pelacuran (prostitution) merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuanoleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.

d. Kekerasan dalam bentuk purnografi termasuk kekerasan non fisik yakni pelecehan terhadap perempuan di mana tubuh perempuan dijadikan obyek demi keuntungan seseorang.

e. Kekerasan terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.

f. Pelecehan seksual atau sexual and emotional harassment. Suatu tindakan yang tidak menyenangkan bagi perempuan.

Bentuk Ketidakadilan gender (Menurut Fakih 2013:12-!6) meliputi

1. Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik. Marginalisasi ekonomi kaum perempuan contoh sistem tebang menggunakan sabit tidak memungkinkan

(28)

lagi panen dengan ani-ani padahal alat tersebut melekat dan digunakan oleh kaum perempuan , sehingga kaum perempuan termarginalisasi semakin miskin dan tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan pada musim panen.

2. Subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat dan dari waktu ke waktu. Contoh: perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya akan ke dapur juga.

3. Stereotipe adalah pelabelan negative atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan contoh stereotipe : Perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenis.

4. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang berkaitan atau mungkin berakibat kesengsaraan atau mungkin , kekerasan perempuan secara fisik , seksual , psikologis , ancaman perbuatan tertentu , pemakasaan dan perampasan kebebasan baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun lingkungan rumah tangga.

Jenis-jenis kekerasan (yudhim.blogspot.co.id/2008/01/sekilas kekerasan thd perem.html) meliputi :

(29)

1. Kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai , menyiksa atau menganiaya orang lain dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan , kaki) atau dengan alat-alat lain. Bentuk-bentuk kekerasan fisik yang dialami perempuan meliputi tamparan , pemukulan , penjambakan , mendorong secara kasar , penginjakan , penendangan , pencekikan , pelemparan menggunkan benda keras , penyiksaan menggunakan benda tajam , seperti pisau , gunting, setrika, tindakan tersebut menyebabkan rasa sakit , jatuh sakit, dan luka berat bahkan sampai meninggal dunia.

2. Kekerasan psikologis : tindakan yang bertujuan merendahkan citra seorang perempuan baik melalui kata maupun perbuatan baik melalui kata-kata maupun perbuatan ucapan menyakitkan , kata-kata-kata-kata kotor , bentakan , penghinaan , ancaman yang menekan emosi perempuan. Tindakan tersebut menyebabkan ketakutan , hilangnya rasa percaya diri , hilangnya kemampuan untuk bertindak , rasa tidak berdaya dan akan penderitaan psikis berat pada seseorang.

3. Kekerasan seksual adalah kekerasan yang bernuansa seksual , termasuk berbagai perilaku yang tidak diinginkan dan mempunyai makna seksual yang disebut pelecehan seksual maupun berbagai bentuk pemaksaan hubungan seksual yang disebut sebagai perkosaan. Tindakan kekerasan ini bisa diklasifikasikan dalam bentuk kekerasan fisik maupun psikologis .

Contoh tindak kekerasan seksual meliputi :

a. Pemaksaan hubungan seksual ( perkosaan ) yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga

(30)

Perkosaan hubungan seksual yang terjadi tidak dikehendaki oleh korban.

b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang anggota dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersiil / tujuan tertentu.

c. Pelecehan seksual : segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dengan kemauaan oleh orang yang menjadi sasaran.

d. Kekerasan ekonomi : dalam bentuk penekanan ekonomi dimana tidak diberi nafkah secara rutin atau dalam jumlah yang cukup , membatasi dan melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah , sehingga korban di bawah kendali orang tersebut.

Penyebab terjadinya kekerasan bisa berbagai macam cara pertama karena kondisi dan situasi dalam kondisi kemiskinan perempuan mudah terjebak pada pelacuran . Sebagai implikasi maraknya teknologi informasi , perempuan terjebak pada kasus pelecehan seksual , pornografi , dan perdagangan.

1.6 Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik (hubungan timbal balik) yaitu hubungan antara faktor-faktor yang terkandung dalam teks sastra disini berupa cerpen dengan realita emperis disebut hubungan dialogis tak langsung dengan pengarang sebagai perantara.

(31)

Langkah-langkah penelitian dengan menggunakan metoda dan pendekatan tersebut adalah sebagai berikut.

1.6.1 Membaca Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan karya Hapie Joseph Aloysia.

1.6.2 Menentukan obyek formal sebagai alat untuk analisis. 1.6.3 Melakukan studi pustaka terkait dengan obyek formal.

1.6.4 Mengidentifikasi tokoh – tokoh pro feminis dan kontra feminis baik tokoh laki-laki dan perempuan dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan.

1.6.5 Menganalisis obyek penelitian ketidak adilan gender yang dialami perempuan, aspek kebahasaan yang digunakan pengarang yang menunjukkan ketidak adilan gender, subordinasi dan isu- isu feminis dalam kumpulan cerpen memotret perempuan berdasarkan teori, metode dan pendekatan yang telah ditentukan.

1.6.6 Menarik kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan.

1.7 Populasi, sampel dan data

Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah kumpulan cerpen feminis yang ditulis oleh cerpenis Hapie Joseph Aloysia diterbitkan oleh Lembayung Senja. Cerpen-cerpen itu, antara lain, Memotret Perempuan, Memar Hati Seorang Perempuan, Mata Tajam dan Senyum Mahalnya, Jangan Panggil Aku Perempuan Jalang, Binatang di Tubuh Perempuan, Panggilan Hidup Lain, Ada Senja Di Pelupukmu, Surtini, Bayang Yang Takkan Mampu Kau Buang,

(32)

Tuhan Tanpa Nama, Lelaki Akademisi dan Perempuan Seniwati, Apa Salahnya Mencintaimu, Aku Sayangimu Selamanya (amin). Berdasarkan populasi dan sampel di atas, dipilih cerpen yang dianggap cukup mewakili untuk diteliti aspek feminis, yakni 5 cerpen dari Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan, antara lain, yaitu 1. Cerpen Memar Hati Seorang Perempuan, 2. Cerpen Jangan Panggil Aku Perempuan Jalang. 3. Cerpen Binatang di Tubuh Perempuan. 4. Cerpen Surtini, 5. Cerpen Lelaki Akademisi dan Perempuan Seniwati. Kelima cerpen tersebut dianggap cukup mewakili dari aspek substansi feminis cerpen-cerpen yang terdapat pada populasi dan sampel

Di dalam Kumpulan Cerpen “Memotret Perempuan”ada 5 sampel yang mewakili seperti tersebut diatas, adapun cerita yang ada dapat dibaca pada sinopsis.

1.8 Sistematika Laporan Penelitian

Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Pembagian bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, populasi sampel dan data, serta sistematika laporan penelitian.

Bab II berisi identifikasi tokoh perempuan dan tokoh laki-laki yang memiliki potensi bersikap profeminis dan kontrafeminis dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan.

(33)

Bab III berisi bentuk bentuk kekerasan, ketidakadilan gender/subordinasi terhadap perempuan dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan.

Bab IV berisi ide-ide feminis dan analisis aspek kebahasaan yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Memotret Perempuan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian pada pembangkit listrik tenaga surya portable menghasilkan 2 output, meliputi tegangan dan arus solar sel dan hasil pemakain beban yang ditunjukan

Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui dan menelaah seberapa tinggi motivasi, bagaimana, dan motivasi apa yang mempengaruhi mahasiswa dalam memilih prodi

 Ekspansi ini diharapkan dapat mendukung target penjualan CSAP pada tahun 2018 yang diharapkan naik 14% menjadi Rp11 triliun dibandingkan dengan tahun lalu.. Penjualan dari

1) Pembelajaran berdasarkan kontruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa sisiwa sendiri, bebrbagi

Institut Diplomasi dan Hubungan Luar Negeri (IDFR), Jalan Wisma Putra, 50602 Kuala Lumpur. Junaidi) E-Mail: e.alamritz@gmail.com. Page 2 of 21 BERANEKA SUP Sup Tulang Tomyam Ayam

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disingkat RZWP-3-K adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap

1. Bahasa Leukon adalah salah satu bahasa dari 3 bahasa asli yang ada di pulau Simeulue,bahasa Sigulai atau Sibigo. Masyarakat tuturnya meliputi 2 desa yaitu

Hasil pemeriksaan sediaan darah metode tetes tebal dengan menggunakan pewarnaan giemsa pada penduduk yang bukan penderita Filariasis di Dusun Cijamban RT 01 RW