• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut dihuni oleh beragam suku dengan bahasa yang beragam pula, bahkan tidak sedikit satu pulau didiami oleh beragam suku. Salah satu pulau di Indonesia adalah pulau Jawa. Pulau Jawa tidak hanya didiami oleh penduduk suku bangsa Jawa saja, namun terdapat suku-suku lainnya misalnya suku Osing dan suku Madura.

Bahasa Madura sebagai bahasa daerah terpakai di wilayah kepulauan Madura dan sepanjang pantai utara Jawa Timur atau disebut juga dengan daerah tapal kuda, yaitu: Gresik, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi. Penutur bahasa Madura yang bertempat tinggal di kepulauan Madura hanya sekitar 35%, sedangkan 65% lainnya bertempat tinggal di luar kepulauan Madura (Sofyan dalam Marsono, 2011:16).

Jember yang masuk dalam kategori daerah tapal kuda merupakan kabupaten yang terletak di sebelah barat kabupaten Banyuwangi dan di sebelah timur kabupaten Lumajang serta di sebelah selatan kabupaten Bondowoso, sedangkan di sebelah selatan dibatasi oleh samudra Hindia. Mayoritas penduduknya adalah suku Jawa dan suku Madura. Penduduk suku Jawa mayoritas mendiami Jember bagian selatan, sedangkan suku Madura mayoritas mendiami Jember bagian utara, dan penduduk campuran Jawa-Madura mendiami Jember wilayah kota (Nurrochsyam, 2011:220; Sudarmaningtyas, 2008:1)

(2)

Adanya suku Madura dan Jawa di Kabupaten Jember menjadikan masyarakatnya menguasai dua bahasa, terutama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan. Penguasaan ini baik secara aktif, pasif, maupun aktif dan pasif. Kenyataan yang demikian melahirkan dwibahasawan atau seseorang yang mempunyai kemampuan menggunakan dua bahasa.

Kedwibahasaan berkaitan dengaan kontak bahasa karena kedwibahasaan merupakan pemakaian dua bahasa yang dilakukan oleh penutur secara bergantian dalam melakukan kontak sosial. Adanya dwibahasawan tersebut juga tidak akan terlepas dari faktor saling mempengaruhi. Banyak unsur bahasa Madura yang masuk dalam bahasa Jawa, demikian juga sebaliknya. Senada dengan pendapat Pranowo (1996:6) yang menyatakan bahwa akibat terjadinya kontak bahasa adalah timbulnya interferensi, yaitu dwibahasawan memasukkan unsur bahasa satu ke bahasa lain ketika berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Kontak bahasa yang menimbulkan interferensi sering dianggap sebagai peristiwa negatif, karena masuknya unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau sebaliknya menyimpang dari kaidah bahasa masing-masing.

Sinta (2013:2) menyatakan bahwa interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan adanya kecenderungan membiasakan pengucapan suatu bahasa terhadap bahasa lain, mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, kosa kata, dan makna bahkan budaya terutama dalam mempelajari bahasa kedua. Hal ini menggambarkan bahwa interferensi dapat terjadi pada semua tataran bahasa ketika seseorang melakukan komunikasi baik lisan maupun tulisan.

(3)

Peristiwa interferensi atau peristiwa digunakannya unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan yang sebenarnya sudah ada padanannya dalam bahasa pertama, sehingga menimbulkan gangguan. Sesuai dengan pendapat Tobing (2012: 20-21) yang menyatakan bahwa penutur bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih cenderung mencampur unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain. Jika tidak terjadi dislokasi struktur pada bahasa penerima, hal itu akan memperkaya bahasa penerima tanpa merugikan bahasa sumber. Namun, apabila terjadi dislokasi struktur pada bahasa sumber, akan terjadi perusakan bahasa pada saat penutur menggunakan bahasa tersebut. Perusakan bahasa melalui lisan maupun tulisan akibat dari penggunaan bahasa secara bergantian disebut interferensi.

Interferensi yang dikaji dalam penelitian ini adalah interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa ragam tulis oleh siswa-siswi Madrasah Tsanawiyah Darussalam Jember. Madrasah Tsanawiyah Darussalam Jember yang selanjutnya disingkat menjadi MTs. Darusalam Jember merupakan sekolah tingkat pertama atau setara dengan SMP yang terletak di wilayah Jember kota, tepatnya di Jl. Mawar no. 47 Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember. Berada tepat di belakang stasiun Jember dan di sebelah utara alun-alun kota Jember. Para siswa merupakan penduduk asal Jember kota dan sekitarnya. Komunikasi sehari-hari yang dilakukan adalah campuran bahasa Jawa dan Madura. Namun, pembelajaran bahasa daerah di sekolah ini adalah bahasa Jawa.

(4)

Kebiasaan siswa yang berkomunikasi dengan bahasa campuran tersebut, tidak hanya tampak pada saat siswa berbicara, tetapi saat menulis juga. Kebiasaan itu salah satunya muncul sebagai inteferensi pada tulisan siswa berbahasa Jawa. Contoh kalimat yang mengandung interferensi dari hasil tes tanggal 26 Februari 2015 adalah sebagai berikut. Bentuk interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa tampak pada kalimat berkategori Bahasa Jawa Madura (BJM), sedangkan realisasi bentuk bahasa Jawanya adalah kalimat berkategori Bahasa Jawa Standar (BJS) yang berada di bawahnya.

(1) Arek-arek iku puk-geppukan. (BJM)

[arɛɁ-arɛɁ iku pUɁ-ghǝppUɁan] „Anak-anak itu pukul-pukulan‟.

Bocah-bocah iku gepuk-gepukan. (BJS) [Bhocah-bhocah iku ghǝpUɁ-ghǝpUɁan]

Puk-geppukan pada contoh kalimat nomor (1) di atas merupakan bentuk

perulangan akhir. Bentuk semacam itu tidak lazim dalam bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa dinyatakan dengan perulangan penuh atau gepuk-gepukan. Munculnya perulangan akhir tersebut karena terpengaruh struktur reduplikasi bahasa Madura, contohnya kol-pokolan „pukul-pukulan‟.

Dilihat dari segi makna, kedua perulangan tersebut memiliki makna yang sama. Perulangan penuh bahasa Jawa pada kata ulang gepuk-gepukan memiliki persamaan makna dengan perulangan akhir bahasa Madura pada kata ulang

kol-pokolan, yaitu „menyatakan tindakan saling yang dilakukan berulang-ulang

sehubungan dengan bentuk dasar‟.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kesamaan makna kedua perulangan tersebut memungkinkan para siswa melakukan

(5)

penerapan sistem reduplikasi atau sistem perulangan bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa, sehingga melahirkan kesalahan berbahasa atau interferensi. Contoh yang lain adalah sebagai berikut;

(2) Digawa mlayu karo aku rek-arek iki. (BJM) [digɔwɔ mlayu karo aku rɛɁ-arɛɁ iki]

„Anak-anak itu saya bawa lari‟.

Takgawa mlayu bocah-bocah iki. (BJS) [taɁghɔwɔ mlayu bhocah-bhocah iki]

Kalimat digawa mlayu karo aku rek-arek iki tidak lazim dalam bahasa Jawa. Kalimat tersebut dalam bahasa Jawa dinyatakan dengan takgawa mlayu

bocah-bocah iki atau berstruktur tak- + gawa = takgawa „kubawa‟. Kesalahan ini

disebabkan karena masuknya pola struktur pasif BM dalam pola struktur pasif BJS. Di dalam BM tidak terdapat pola struktur kalimat pasif bentuk diri, sehingga preposisi seperti bân, bi’, sareng, dan kalabân yang berfungsi sebagai preposisi agentif harus selalu ada dalam konstruksi pasif BM. Preposisi karo dalam kalimat

digawa mlayu karo aku rek-arek iki disejajarkan dengan preposisi bi’ dalam

bahasa Madura. Kata karo dan bi’ keduanya memiliki makna yang sama, yaitu „oleh‟. Kalimat digawa mlayu karo aku rek-arek iki merupakan kalimat dengan struktur kalimat pasif bahasa Madura yang dalam bahasa Jawa dinyatakan dengan kalimat takgawa mlayu bocah-bocah iki. Dwibahasawan berpikir dengan pola BM dan disampaikan dalam BJ. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi interferensi sintaksis bidang struktur pasif bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa.

Berdasarkan contoh-contoh interferensi yang telah dipaparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut guna melihat

(6)

bentuk-bentuk interferensi apa saja yang muncul selain yang dicontohkan di atas. Selain itu, penelitian mengenai interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa merupakan penelitian yang belum banyak dilakukan. Sejauh pemahaman dan pengetahuan peneliti, penelitian terkait interferensi bahasa Madura lebih banyak dilakukan terhadap bahasa Indonesia. Atas dasar inilah, penelitian ini dianggap perlu dilakukan untuk pembinaan dan pengembangan bahasa daerah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana deskripsi sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis bahasa Madura dan bahasa Jawa yang terkait dengan interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa di MTs. Darussalam Jember ?

2. Bagaimana bentuk-bentuk interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa ragam tulis siswa-siswi MTs. Darussalam Jember?

1.3 Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup masalah yang diteliti sehubungan dengan interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa siswa Mts. Darussalam Jember dibatasi pada aspek kebahasaan yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal.

(7)

1.4 Tujuan penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut;

1. Mendeskripsikan bahasa Jawa dan bahasa Madura pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis yang terkait dengan interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa di MTs. Darussalam Jember,

2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa oleh siswa MTs. Darussalam Jember.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat baik secara teoretis maupun praktis.

1.5.1 Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perkembangan ilmu linguistik terutama bidang interferensi bahasa, sehingga diharapkan pula dapat menambah dan memperkaya pemahaman atau referensi baru untuk peneliti lain dalam mengkaji interferensi bahasa terutama bahasa Jawa dan bahasa Madura.

1.5.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru dalam mengembangkan bahan ajar dan metode pengajaran bahasa daerah di SMP atau sederajat khususnya bahasa Jawa sebagai muatan lokal berdasarkan kaidah bahasa Jawa Standar. Selain itu, diharapkan dapat mendukung program

(8)

pemerintah dalam usaha pengembangan dan pembinaan bahasa daerah sebagai aset budaya bangsa.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang mengkaji tentang interferensi bahasa Madura telah banyak dilakukan oleh para ahli bahasa di Indonesia. Akan tetapi, sebagian besar dari penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian tentang interferensi bahasa Madura terhadap bahasa Indonesia. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian interferensi yang dilakukan di sini adalah interferensi bahasa Madura terhadap bahasa Jawa. Penelitian serupa memang pernah dilakukan oleh Sutoko pada tahun 1983, namun penelitian tersebut sudah tidak dapat ditemukan lagi.

Penelitian lain terkait interferensi bahasa Madura adalah penelitian yang dilakukan oleh Nuril Huda, dkk. (1981) dengan judul “Interferensi Gramatikal Bahasa Madura terhadap Bahasa Indonesia Tulis Murid kelas VI SD Jawa Timur”. Penelitian ini berisi model-model interferensi, faktor-faktor nonstruktur bahasa yang terlibat dalam proses interferensi, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam belajar bahasa Indonesia. Model-model interferensi yang terjadi pada penelitian ini adalah mencakup interferensi morfologis, interferensi sintaksis, interferensi ortografis, dan interferensi leksikal. Hal yang membedakan dengan penelitian interferensi bahasa Madura yang dilakukan penulis adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Nuril Huda dkk. ini merupakan interferensi bahasa Madura terhadap bahasa Indonesia, sedangkan penelitian yang dilakukan

(9)

penulis adalah terhadap bahasa Jawa. Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi acuan dalam mengkategorikan dan menganalisis bentuk-bentuk interferensi.

Interferensi BM terhadap BI juga telah dilakukan oleh Sudarmaningtyas (1995) dengan judul “Interferensi Pemakaian Bahasa Madura dalam Bahasa Indonesia oleh Masyarakat Suku Madura di Kabupaten Jember”. Interferensi yang ditemukan pada penelitian ini adalah interferensi fonologis, morfologis, kata ganti persona, dan struktur pasif. Penelitian ini tidak membahas sampai pada tataran leksikal.

Zainuddin (1984) juga pernah melakukan penelitian terkait interferensi BM ke dalam BI. Penelitian ini fokus terhadap ineterferensi yang terjadi pada tataran gramatikal oleh siswa SMP di Kabupaten Situbondo. Nanik (1993) juga pernah melakukan penelitian senada. Hanya saja, penelitian Nanik berfokus pada pengaruh morfologi BM pada BI tulis murid SD di Kota Situbondo.

Karya ilmiah lain terkait interferensi BM ditemukan pada sebuah laporan penelitian yang dilakukan Muji berjudul “Pengaruh Kosa Kata Bahasa Madura terhadap Bahasa Jawa pada Siswa SMP Negeri V di Jember”. Muji dalam laporan penelitiannya melakukan penelitian tentang pengaruh kosa kata bahasa Madura terhadap bahasa Jawa. Muji menggunakan karangan yang dibuat oleh siswa-siswa SMP V Jember sebagai sumber data. Dari karangan-karangan tersebut diperoleh beberapa kosa kata Madura yang digunakan dalam karangan berbahasa Jawa. Penelitian ini bermanfaat menjadi acuan dalam menganalisis interferensi pada tataran leksikal.

(10)

Pembicaraan lain mengenai interferensi BM ditemukan pada penelitian Surani (1996) yang berjudul “Interferensi Konstruksi Pasif Bahasa Madura ke dalam Bahasa Indonesia”. Penelitian ini berisi interferensi konstruksi pasif, faktor-faktor timbulnya interferensi, dan dampak yang ditimbulkannya.

Dari beberapa penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini dan sejauh yang peneliti ketahui, berdasarkan tinjauan pustaka di atas belum ada penelitian yang membahas secara khusus interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa di Mts. Darussalam jember. Dengan demikian, penelitian mengenai interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa di Mts. Darussalam Jember sangat terbuka dan layak dilakukan untuk perkembangan ilmu linguistik dan pembinaan bahasa daerah yang ada.

1.7 Landasan teori

Gejala-gejala kebahasaan yang diteliti membutuhkan beberapa teori yang berkaitan untuk pemecahan masalah kebahasaan tersebut. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan teori-teori mengenai kedwibahasaan dan interferensi. Teori-teori tersebut akan diuraikan sebagai berikut;

1.7.1 Kedwibahasaan

Istilah kedwibahasaan mula-mula diperkenalkan oleh Bloomfield pada permulaan abad ke-20. Kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan dua bahasa seperti penutur aslinya (Bloomfield, 1995:54). Selain itu, kedwibahasaan diartikan sebagai pengetahuan dua bahasa (knowledge of two language)” (Haugen dalam Suwito, 1982:49). Dalam kedwibahasaan seorang dwibahasawan tidak harus

(11)

menguasai secara aktif dua bahasa, tetapi cukuplah mengetahui secara pasif dua bahasa, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian, baik secara lisan maupun tertulis oleh satu individu atau kelompok masyarakat. Kedwibahasaan dapat terjadi apabila terdapat dua bahasa atau lebih dalam masyarakat. Keadaan seperti ini terdapat pula di negara kita, di samping bahasa Indonesia terdapat juga banyak sekali bahasa daerah.

Istilah penting yang berhubungan dengan kedwibahasaan antara lain adalah dwibahasawan. Dwibahasawan adalah seseorang yang mempunyai kemampuan menggunakan dua bahasa secara berganti-ganti. Wojowasito dalam Mustakim (1994:11) menjelaskan bahwa seorang dwibahasawan tidak harus menguasai kedua bahasa yang dimilikinya sama fasih, tetapi cukup apabila ia dapat menyatakan diri dalam dua bahasa tersebut atau dapat memahami apa yang dikatakan atau ditulis dalam bahasa itu. Akibat dari penguasaan lebih dari satu bahasa tersebut ditambah dengan adanya kontak bahasa, muncul berbagai peristiwa bahasa di antaranya alih kode, campur kode, serta interferensi baik secara lisan maupun secara tertulis.

Hampir setiap masyarakat Indonesia dapat menguasai bahasa Indonesia secara baik di samping bahasa daerahnya masing-masing, bahkan ada beberapa masyarakat yang menguasai lebih dari satu bahasa daerah. Seperti yang terjadi pada lokasi penelitian ini yaitu di MTs. Darussalam Jember. Siswa-siswi MTs. Darussalam Jember merupakan dwibahasawan yang menguasai dua bahasa daerah yaitu bahasa Madura dan bahasa Jawa. Hal ini dibuktikan dengan pemakaian bahasa Jawa dalam bidang pendidikan khususnya pada muatan lokal bahasa

(12)

daerah di sekolah dan bahasa campuran yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura dalam pergaulan sehari-hari. Suwito (1988:52) menjelaskan walaupun dwibahasawan menguasai kedua bahasa secara baik, mereka tidak dapat menggunakan kedua bahasa itu secara sembarangan. Maksudnya, mereka menggunakan bahasa tersebut tidak pada sembarang tempat, sembarang situasi, dan sembarang keperluan. Penggunaan bahasa harus disesuaikan dengan fungsi dan peranan bahasa tersebut.

1.7.2 Interferensi

Interferensi dikatakan sebagai penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual dalam suatu bahasa dengan ciri-ciri bahasa lain tersebut masih kentara (Kridalaksana, 1993:84). Demikian halnya dengan pendapat Suwito (1988:64) yang menyatakan bahwa interferensi adalah peristiwa pemakaian unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain yang terjadi pada segala tingkat unsur kebahasaan.

Berkenaan dengan proses interferensi, menurut Suwito (1988:65) ada tiga unsur pokok, yaitu: (1) bahasa sumber (2) bahasa penyerap dan (3) unsur serapan. Dalam peristiwa kontak bahasa pada saat tertentu bahasa yang menjadi sumber serapan dapat beralih peran menjadi bahasa penerima, dan demikian pula sebaliknya. Akibatnya interferensi dapat terjadi secara timbal-balik. Interferensi dianggap menyimpang dalam bahasa karena sebenarnya unsur serapan yang digunakan sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap.

(13)

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan sebagai pedoman penelitian interferensi ini meliputi metode penyediaan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Disebut kualitatif karena data yang disajikan berupa uraian tertulis berupa kata-kata, bukan berupa angka-angka. Hal ini sejalan dengan pendapat Ghony dan Almanshur (2012:13) yang mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan pengkajian atau metode penelitian khusus objek yang tidak diteliti atau dirancang secara statistik atau secara kuantifikasi.

Penelitian ini disebut penelitian deskriptif karena data yang disajikan berupa pendeskripsian mengenai fakta-fakta yang diperoleh pada penelitian. Hal ini senada dengan pendapat Nazir (2011:54) yang mengatakan bahwa metode penelitian deskriptif adalah suatu metode yang meneliti status kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu objek, ataupun suatu peristiwa dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

1.8.1 Metode Penyediaan Data

Metode penyediaan data adalah suatu cara yang dilakukan peneliti untuk menyediakan data secukupnya (Sudaryanto, 1993:5). Data dalam penelitian ini dimengerti sebagai fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud. Tahap penyediaan data dipangdang selesai ketika pencatatan atasnya pad akartu data dan klasifikasi kartu datanya telah selesai dilakukan. Dalam hal ini, pencatatan menggunakan ejaan transliterasi

(14)

dan ejaan transkripsi fonetis. Tahap Penyediaan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap dengan teknik cakap semuka dan tansemuka. Teknik cakap semuka digunakan untuk pengecekan data tertulis. Data tertulis diperoleh dengan metode cakap dengan teknik cakap tansemuka. Setelah itu, dilakukan inventarisasi dengan teknik catat, yaitu mencatat data yang terkumpul. Data yang terkumpul dan tercatat adalah data yang berupa kalimat yang mengandung interferensi, baik berwujud fonem, morfem, leksem, dan kalimat. Data yang telah dicatat, kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis interferensi yang terjadi, baik itu interferensi fonologis, morfologis, sintaksis, maupun leksikal.

a. Lokasi penelitian

Penelitian ini berlokasi di MTs. Darussalam Jember. Penentuan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa MTs. Darussalam adalah lembaga pendidikan yang berada di sekitar penduduk dwibahasawan yaitu bahasa Madura dan bahasa Jawa. Letak MTs. Darussalam yang terletak di pusat kota dan berada di daerah masyarakat yang menggunakan dua bahasa itulah yang menyebabkan siswa yang sebagian berasal dari penduduk sekitar juga berbahasa Jawa dan Madura. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya interferensi pada bahasa Jawa ragam tulis siswa.

Selanjutnya adalah penentuan kelas yang dapat mewakili informan yang dibutuhkan dalam penelitian interferensi ini. Untuk itu, responden yang dipandang tepat adalah murid kelas VII dan kelas VIII dengan pertimbangan bahwa murid kelas VII dan kelas VIII dapat mewakili keseluruhan siswa MTs. Darussalam

(15)

Jember. Jumlah gabungan kelas VII dan kelas VIII adalah 41 siswa atau 56,9% dari total siswa yang ada yaitu 72 siswa.

b. Data dan sumber data

Dua hal pokok yang harus ada dalam penelitian adalah data dan sumber data. Sudaryanto menyatakan bahwa data adalah fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud pada penelitian (1993:5).

Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data penelitian adalah bahasa Jawa ragam tulis hasil terjemahan teks dari bahasa Madura yang disusun oleh Sudarmaningtyas1 ke dalam bahasa Jawa oleh siswa-siswi MTs. Darussalam Jember tahun ajaran 2014-2015. Teks berbahasa Madura tersebut telah penulis sesuaikan dengan ejaan bahasa Madura yang disempurnakan. Data berupa terjemahan teks berbahasa Jawa ditulis apa adanya sesuai dengan tulisan siswa. Perbaikan tulisan siswa diletakkan pada bagian lampiran. Perbaikan tersebut telah disesuaikan dengan sistem penulisan bahasa Jawa yang standar. Contohnya gede disesuaikan penulisannya antara fonetis BJM dan BJS sehingga menjadi gedhe,

cellok menjadi celluk, pettak menjadi peththak (lihat lampiran 8, hal. 100).

Sumber data yang diambil berjumlah 37 terjemahan yang mengindikasikan adanya interferensi. Data pada penelitian ini adalah kalimat yang mengandung interferensi, baik berwujud fonem, morfem, leksem, maupun kalimat.

1 Sudarmaningtyas, Erna Rochyati. 1995. “Interferensi Pemakaian Bahasa Madura dalam Bahasa

Indonesia oleh Masyarakat Suku Madura di Kabupaten Jember”. Tesis. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(16)

1.8.2 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode padan dan metode agih untuk menentukan adanya interferensi fonologis, interferensi morfologis, interferensi sintaksis, dan interferensi leksikal. Sudaryanto (1993:13) membagi metode padan ini menjadi lima sub-jenis berdasarkan alat penentu yang dimaksud. Sub-jenis yang pertama, alat penentunya adalah referent bahasa dengan nama metodenya adalah referensial, sub-jenis yang kedua adalah organ wicara dengan nama metodenya adalah fonetis artikulatoris, sub-jenis ketiga adalah bahasa lain dengan nama metodenya adalah translasional, sub-jenis yang keempat adalah perekam dan pengawet bahasa (tulisan) dengan nama metodenya adalah ortografis, serta sub-jenis yang kelima adalah mitra wicara dengan nama metodenya adalah pragmatis. Dalam hal ini, objek sasaran penelitian kejatian atau identitasnya ditentukan oleh tingginya kadar kesepadanan, keselarasan, kesesuaian, kecocokan, atau kesamaan dengan alat penentu yang sekaligus menjadi standar atau pembakunya. Dengan demikian, dipandang tepat jika dalam penelitian ini mengunakan metode padan karena alat penentu yang digunakan adalah berupa bahasa lain. Oleh karena alat penentu yang digunakan adalah bahasa lain maka metode padan yang digunakan adalah metode padan translasional. Metode padan translasional dalam penelitian ini digunakan untuk melihat padanan BM ke dalam BJS.

Metode agih digunakan pula dalam penelitian ini untuk melihat bentuk-bentuk interferensi yang terjadi. Apakah bentuk-bentuk interferensi tersebut berupa interferensi fonologis, morfologis, sintaksis, maupun leksikal. Untuk melihat

(17)

bentuk interferensi yang terjadi, alat penentu yang digunakan adalah bahasa Jawa itu sendiri. Seperti yang disampaikan Sudaryanto (1993:15) bahwa alat penentu dalam rangka metode agih adalah berupa bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri.

Sudaryanto (1993:21-27) mengemukakan dua teknik yang dapat digunakan dalam pengolahan data, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Pada penelitian ini, teknik dasar yang digunakan adalah teknik dasar pilah unsur penentu, sedangkan teknik lanjutan yang digunakan adalah tenik hubung banding menyamakan dan teknik banding memperbedakan.

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah analisis dilakukan maka dilanjutkan dengan metode penyajian. Sudaryanto (1993:144) menyatakan bahwa penulisan hasil analisis tentu saja memprasyaratkan kelayakan baca. Kelayakan baca ini demi pemanfaatan yang terikat pada tujuan tertentu, antara lain diketahuinya dengan seksama makna setiap kaidah, diketahuinya secara menyeluruh hubungan antar kaidah, dan diketahuinya kekhasan kaidah dalam bahasa tertentu jika kaidah yang bersangkutan dibandingkan dengan kaidah bahasa lain, dan sebagainya. Untuk itulah dimanfaatkan cara-cara penyajian data.

Metode penyajian hasil analisis data ada dua, yaitu informal dan formal (sudaryanto, 1993:145). Penyajian informal adalah penyajian yang berupa uraian atau dengan kata-kata biasa, sedangkan penyajian formal disajikan dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang di antaranya tanda tambah (+), tanda

(18)

panah (), lambang huruf berupa singkatan seperti BJM (Bahasa Jawa Madura), BM (Bahasa Madura), (BJ) Bahasa Jawa, lambang huruf lainnya, dan tabel.

1.9 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Selanjutnya, bab II berisi deskripsi MTs. Darussalam Jember yang merupakan tempat penelitian. Pada bab II terdiri dari sejarah berdiri, letak geografis, visi misi sekolah, daftar pendidik, daftar peserta didik, serta penggunaan bahasa daerah yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura di MTs. Darussalam Jember.

Adapun bab III berisi deskripsi bahasa Jawa dan bahasa Madura yang terdiri dari deskripsi singkat mengenai sistem fonologi bahasa Jawa dan bahasa Madura, deskripsi singkat sistem gramatika bahasa Jawa dan bahasa Madura yang berisi deskripsi morfem yang menyatakan makna „tindakan pasif‟ bentuk diri bahasa Jawa dan bahasa Madura, morfem yang menyatakan makna „bersama-sama‟ bahasa Jawa dan bahasa Madura, morfem yang menyatakan makna „penyangatan‟ bahasa Jawa dan bahasa Madura, morfem yang menyatakan makna „kepemilikan‟ bahasa Jawa dan bahasa Madura, serta sistem reduplikasi atau perulangan bahasa Jawa dan bahasa Madura. Pada tataran sintaksis berisi deskripsi struktur pasif bentuk diri bahasa Jawa dan bahasa Madura.

(19)

Bab IV berisi bentuk-bentuk interferensi bahasa Madura ke dalam bahasa Jawa oleh siswa MTs. Darussalam Jember yang terdiri dari interferensi fonologis, interferensi morfologis, interferensi sintaksis, dan interferensi leksikal. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga

Penju Penjualan alan prod produk uk koper koperasi asi secara tunai tidak dicatat di buku harian ini dan karena penjualan secara kredit tidak akan secara tunai tidak dicatat di

Hasil dari proses pengujian ini akan digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai kualitas sistem yang dikehendaki.Setelah pengembangan dilakukan, maka program di

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah diuraikankan pada bagian pembahasan, peneliti merinci kesimpulan dan saran mengenai penelitian tentang fungsi media

Hal ini menunjukkan responden yang hipertensi memiliki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak hipertensi, dan diperoleh nilai p=0,200 (p>0,05)

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Aqidah Pada Materi Iman Kepada Rasul- Rasul Allah Melalui Model Pembelajaran Word Square Bagi Siswa Kelas V Sdn Puntik Luar 1 Kecamatan

(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Unit Pengembangan Usaha dan Kerja Sama berkoordinasi dengan Seksi Kesehatan Pelaut dan Tenaga

Dalam skripsi ini lebih khusus mengenai perang yang terjadi setelah meninggalnya Hideyoshi, yang melibatkan hampir seluruh daimyo di Jepang, yang disebut dengan