• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PERPUSTAKAAN YAYASAN MITRA NETRA BAGI TUNANETRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PERPUSTAKAAN YAYASAN MITRA NETRA BAGI TUNANETRA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PERPUSTAKAAN YAYASAN MITRA NETRA BAGI

TUNANETRA

Gita Hayu Padma Juwita, Dra. Indira Irawati, M.A

Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok,16425

e- mail : gitahayupadmajuwita@gmail.com

ABSTRAK

Skripsi ini membahas peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra bagi tunanetra. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi peran yang dilaksanakan Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dalam memenuhi kebutuhan penggunanya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan metode studi kasus. Sampel berjumlah lima orang pengguna perpustakaan Yayasan Mitra Netra berjenis tunanetra berat (totally blind) dan tunanetra ringan (low vision). Hasil penelitian ini berupa identifikasi peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra bagi tuna netra, dengan kesimpulan : peran yang sudah terlihat di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra adalah peran perpustakaan sebagai tempat pendidikan, sebagai tempat pengembangan diri, kreativitas, dan rekreasi serta peran sosial perpustakaan. Penelitian ini memberikan beberapa saran untuk Perpustakaan Yayasan Mitra Netra meningkatkan keseluruhan peran utama perpustakaan.

Kata Kunci:

Peran perpustakaan; Perpustakaan tunanetra; Perpustakaan Yayasan Mitra Netra; peran perpustakaan bagi tunanetra

ABSTRACT

This thesis describes about the role of Yayasan Mitra Netra’s Library for the users (blind people). The purpose is to identifying the roles are being implemented in Yayasan Mitra Netra’s Library to meet users need. This research uses descriptive qualitative approach with case study method. Sample in this research are five users in Yayasan Mitra Netra’s Library, with totally blind and low vision impairment. The result of this research is the role identification of Yayasan Mitra Netra’s Library for the blind people, with the conclusion : roles that have been seen in the Yayasan Mitra Netra’s Library are library’s role as an education place, as a self development, creativity, and recreation place, and the social role of the library. This research give some suggests for Yayasan Mitra Netra’s Library in order to prove the whole of main library’s role.

Keywords :

(2)

1. Pendahuluan

Di dunia ini, tidak semua manusia dilahirkan sempurna secara fisik, banyak orang terlahir dengan memiliki keterbatasan fisik sehingga membuat mereka memiliki keterbatasan untuk melakukan aktivitasnya. Salah satu keterbatasan fisik yang ada adalah tunanetra. Tunanetra memiliki keterbatasan untuk melaksanakan aktivitasnya, karena mereka tidak mempunyai penglihatan yang baik. Keterbatasan tersebut bukan merupakan suatu penghalang bagi tunanetra dalam mendapatkan hak pada seluruh aspek kehidupan. Hal ini sesuai dengan UU No.4 Tahun 1997 yang membahas mengenai penyandang cacat menyatakan bahwa setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Salah satunya adalah hak untuk mendapatkan informasi sama seperti dengan orang normal lainnya.

Untuk dapat mendukung hak tunanetra dalam memenuhi kebutuhan informasi, maka perlu adanya lembaga yang menaungi para tunanetra. Salah satu lembaga yang menaungi persamaan hak pada tunanetra di daerah Jakarta adalah Yayasan Mitra Netra yang terletak di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Salah satu layanan yang diberikan oleh Yayasan Mitra Netra adalah layanan perpustakaan untuk mewujudkan persamaan dalam memperoleh informasi. Para penyandang tunanetra memerlukan pelaksanaan peran perpustakaan untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Dengan demikian, perlu adanya identifikasi peran yang dijalankan oleh Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dalam memenuhi kebutuhan tunanetra terhadap perpustakaan.

1.1.Latar belakang

Perpustakaan Yayasan Mitra Netra menjadi salah satu sarana bagi para penyandang tunanetra di daerah sekitar Jakarta untuk dapat lebih meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan diri. Perpustakaan Yayasan Mitra Netra mempunyai peran penting untuk memenuhi kebutuhan informasi para penggunanya. Bila dilihat dari struktur yang berada dibawah naungan suatu yayasan dan koleksinya yang khusus berupa braille dan audio book, Perpustakaan Yayasan Mitra Netra merupakan salah satu perpustakaan khusus, karena sesuai dengan definisi perpustakaan khusus yaitu perpustakaan yang diselenggarakan oleh lembaga atau instansi negara, pemerintah, pemerintah daerah ataupun lembaga atau instansi swasta yang layanannya diperuntukkan bagi pengguna di lingkungan lembaga atau instansi yang bersangkutan.

Namun, dilihat dari peran dan fungsinya, perpustakaan tunanetra berperan sama seperti perpustakaan umum, hanya sasarannya adalah khusus untuk tunanetra. Sebenarnya perpustakaan untuk tunanetra lebih tepat dikelompokkan ke perpustakaan umum (Sulistyo Basuki, 1993). Dalam Guideliness Libraries for The Blind yang diterbitkan IFLA dinyatakan bahwa perpustakaan bagi tunanetra menyediakan layanan yang sejalan dengan perpustakaan umum.

Dalam penelitian sebelumnya yang berjudul Evaluasi Layanan Perpustakaan Mitra Netra dinyatakan bahwa secara umum para pengguna merasa terbantu dan mendapatkan kemudahan dengan adanya layanan di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Timbul pertanyaan dari penyataan tersebut apakah peran yang dijalankan oleh Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sudah sesuai dengan

(3)

kebutuhan para pengguna nya. Berangkat dari kebutuhan para pengguna tunanetra terhadap perpustakaan, menjadi peran penting bagi Perpustakaan Yayasan Mitra Netra untuk memenuhi kebutuhan para pengguna tunanetra melalui pelaksanaan fungsi dan peran utama perpustakaan sebagai tempat pendidikan, pusat informasi, tempat pengembangan diri, kreativitas dan rekreasi, penyedia akses untuk anak dan remaja, pengembangan kebudayaan, serta peran sosial.

1.2.Masalah penelitian

Dari latar belakang yang terlah dijabarkan, maka masalah dalam penelitia ini adalah bagaimana peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sebagai tempat pendidikan, pusat informasi, tempat pengembangan diri, kreativitas dan rekreasi, penyedia akses untuk anak dan remaja, pengembangan kebudayaan, serta peran sosial bagi para penggunanya ?

1.3.Tujuan penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi peran yang terlaksana di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dalam memenuhi kebutuhan pengguna terhadap perpustakaan. 2. Mengidentifikasi kebutuhan pengguna terhadap Perpustakaan Yayasan

Mitra Netra sebagai tempat pendidikan, pusat informasi, tempat pengembangan diri dan rekreasi, penyedia akses anak dan remaja, pengembang kebudayaan serta peran sosial.

1.4. Tinjauan literatur Tunanetra

Definisi tunanetra menurut Persatuan Tunanetra Indonesia adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas / low vision). Sedangkan menurut direktorat pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang mempunyai hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan. Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa tunanetra adalah keadaan dimana seseorang kehilangan atau mempunyai keterbatasan serta gangguan dengan penglihatannya.

Perpustakaan bagi tunanetra

Dengan tidak adanya diskriminasi bagi setiap orang dalam setiap aspek kehidupan, perpustakaan bagi tunanetra merupakan suatu wujud dari kebebasan setiap orang untuk memperoleh informasi. Seperti yang dikemukakan pula pada UUD 1945 pasal 28 F yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan

(4)

segala jenis saluran yang tersedia.” Maka dari itu, perlu adanya kehadiran perpustakaan pada kalangan tunanetra.

Di awal perkembangannya, layanan bagi perpustakaan tunanetra ini tergolong dalam beberapa layanan perpustakaan umum. Contohnya, di Amerikat Serikat tahun 1931, terdapat pendidikan dan layanan bagi pemustaka perpustakaan yang menyandang tunanetra oleh perpustakaan umum yang didukung oleh National Library Service for The Blind and Phisically Handicapped. Hal serupa juga terjadi di Swedia, perpustakaan umum di sana, memiliki layanan perpustakaan bernama Talking Books and Braille Library. Namun demikian, bukan berarti layanan bagi tunanetra hanya bermula dari perpustakaan umum. Hal tersebut dapat terjadi di dalam perpustakaan yang khusus berada di bawah suatu yayasan tunanetra, seperti Perpustakaan Yayasan Mitra Netra, Jakarta.

Peran perpustakaan bagi tunanetra

Peranan sebuah perpustakaan adalah bagian dari tugas pokok yang harus dijalankan dalam perpustakaan. Oleh karena itu peranan yang harus dijalankan itu ikut menentukan dan mempengaruhi tercapainya misi dan tujuan perpustakaan. Setiap perpustakaan yang dibangun akan mempunyai makna apabila dapat menjalankan perannya dengan sebaik- baiknya (Sutarno NS, 2006).

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, menurut IFLA Libraries for The Blind Guidelines tahun 2005, peran yang dijalankan perpustakaan tunanetra seharusnya sejalan dengan peran dari perpustakaan umum. Peran dari perpustakaan umum lebih lanjut dijelaskan dalam IFLA Public Library Service Guidelines tahun 2001 terbagi menjadi enam, yaitu peran perpustakaan tuna sebagai tempat pendidikan, peran perpustakaan sebagai pusat informasi, peran perpustakaan dalam pengembangan diri, kreativitas, dan rekreasi, peran perpustakaan sebagai pengembangan kebudayaan, peran perpustakaan dalam menyediakan akses bagi anak dan remaja, dan peran sosial.

1. Peran perpustakaan sebagai tempat pendidikan

Perpustakaan yang diperuntukkan bagi tunanetra mempunyai peran untuk mendukung kegiatan pendidikan para penggunanya, dengan menyediakan koleksi yang accessible bagi para tunanetra baik yang mengenyam pendidikan formal maupun informal. Perpustakaan merupakan sarana pendidikan formal dan informal, artinya perpustakaan merupakan tempat belajar di luar bangku sekolah maupun juga tempat belajar dalam lingkungan pendidikan sekolah (Sulistyo- Basuki, 1993).Perpustakaan tunanetra diperuntukkan bagi para tunanetra untuk dapat menambah pengetahuannya dan untuk pembelajaran seumur hidup. Proses belajar seumur hidup mengacu pada proses belajar tidak terbatas pada masa anak – anak dan remaja dan tidak harus berada dalam ruangan, tetapi selama seseorang masih hidup dan terjadi dalam situasi yang berbeda – beda (Fischer, 2009)

2. Peran perpustakaan sebagai pusat informasi

Perpustakaan tunanetra harus menyediakan informasi yang dapat dibaca oleh para penggunanya yang merupakan tunanetra. Perpustakan tunanetra

(5)

menyediakan berbagai sumber informasi dengan format yang dapat digunakan oleh para penyandang tunanetra seperti braille, tape,CD audio book, large print. Perpustakaan tunanetra juga menyediakan sumber informasi untuk berbagai kalangan tanpa adanya perbedaan. (United Nations, 1993)

Idealnya perpustakaan tunanetra adalah setiap pengguna tunanetra memiliki akses untuk koleksi dan informasi pada saat waktu mereka mambutuhkan, dengan format yang dapat digunakan, dalam jumlah yang dibutuhkan dan saat kebutuhan dari pengguna dimengerti oleh pegawai perpustakaan (IFLA Libraries for the Blind Guidelines, 2005).

3. Peran Perpustakaan Sebagai Tempat Pengembangan Diri, Kreativitas dan Rekreasi

Kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan hobi sangat penting untuk pengembangan diri seluruh lapisan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, perlu adanya akses untuk pengetahuan dan karya imajinasi. Perpustakaan dapat menyediakan akses, dalam berbagai media, untuk memperkaya pengetahuan dan pencapaian kreativitas. Akses untuk karya imajinasi dan pengetahuan juga penting untuk pengembangan pengetahuan dan untuk aktivitas rekreasi (IFLA Public Library Service (Guideliness for Development), 2001). Perpustakaan tunanetra dapat mengembangkan potensi yang ada pada pengguna tunanetra sama seperti orang normal lainnya (Pillar Claire, 1995). Perpustakaan juga dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi para tunanetra.

4. Peran Perpustakaan Sebagai Penyedia Akses Untuk Anak dan Remaja

Para penyandang tunanetra yang masih anak – anak dan remaja merupakan tanggung jawab perpustakaan tunanetra untuk diberikan akses agar mereka mempunyai kebiasaan membaca dengan media yang dapat digunakan oleh mereka. Media yang dapat digunakan oleh anak tunanetra adalah dengan format braille ataupun audio book. Anak – anak dan remaja tunanetra harus diperkenalkan dengan media tersebut, terutama braille yang perlu kemampuan khusus dalam menggunakannya. Menurut Fellenius (1996) dengan anak – anak tunanetra diperkenalkan dengan huruf braille sejak dini, walaupun mereka belum bisa membacanya, akan membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan membaca. (IFLA Libraries for the Blind Guidelines, 2005). Perpustakaan mempunyai peran dalam memperkuat kebiasaan membaca sejak dini.

5. Peran Perpustakaan Sebagai Tempat Pengembang Kebudayaan Perpustakaan tunanetra juga mempunyai peran untuk berkontribusi dalam membantu pengembangan dan kebudayaan para penyandang tunanetra. Perpustakaan juga harus mempunyai peran untuk meningkatkan identitas kebudayaan dari komunitas tunanetra. Perpustakaan tunanetra harus menyediakan koleksi kultural yang merepresentasikan kebudayaan nasional yang kemungkinan besar, buku – buku tersebut sulit didapatkan dalam format yang dapat diakses oleh para tunanetra. (IFLA Libraries for Blind Guideliness, 2005). Selain itu, pengembangan kebudayaan dapat didukung dengan menyelenggarakan pameran, ceramah, pertunjukan kesenian, pemutaran film bahkan bercerita untuk anak – anak. (Sulistyo-Basuki, 1993).

(6)

6. Peran Sosial Perpustakaan

Perpustakaan tunanetra seharusnya dapat menjadi ruang publik bagi mereka yang mengalami keterbatasan dalam penglihatan, serta dijadikan tempat untuk bersosialisasi satu sama lain.

Perpustakaan mempunyai peran sebagai ruang publik dan tempat pertemuan. Hal ini penting dalam komunitas dimana tempat yang tersedia untuk pertemuan terbatas. Terkadang perpustakaan dijadikan tempat “ruang tamu masyarakat”. Penggunaan perpustakaan untuk penelitian dan menemukan informasi juga untuk menambah pengetahuan dan menyalurkan kegiatan hobi, membawa mereka untuk melakukan kontak informal dengan pengguna lainnya dalam komunitas. Penggunaan perpustakaan menjadi tempat yang positif dalam pengalaman sosial (IFLA Public Library Service (Guideliness for Development), 2001).

2. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk mengidentifikasi peran yang dijalankan Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dalam memenuhi kebutuhan penggunanya, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Metode Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Stake dalam Creswell, 2009).    

   

2.1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi dilakukan di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dengan mengamati hal – hal atau proses kegiatan- kegiatan yang dilakukan di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra agar terlihat gambaran mengenai peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra tersebut. Selain itu,diamati pula perilaku dan interaksi manusia yang ada di dalam Perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Setelah mendapatkan gambaran mengenai gejala di lapangan, yang selanjutnya dilakukan adalah mencatat dalam sebuah catatan penelitian.

Selain observasi, dilakukan pula wawancara kepada para pengguna peprpustakaan. Wawancara dilakukan dengan para pengguna yang dipilih secara acak dari masing – masing kategori pengguna (pelajar, mahasiswa, dan umum) untuk mengetahui bagaimana pendapat mereka terhadap Peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dan kegiatan yang mereka lakukan di perpustakaan. Selain itu, akan diwawancara juga petugas perpustakaan Yayasan Mitra Netra untuk keperluan sebagai data pendukung. Pertanyaan- pertanyaan dalam wawancara kepada masing – masing informan akan berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan di perpustakaan dan disesuaikan dengan standar peran perpustakaan tunanetra. Dalam wawancara ini, peneliti mewawancarai dengan santai dengan bahasa yang disesuaikan dengan informan, namun isi/ inti pertanyaan yang diajukan kepada

(7)

semua informan adalah sama dengan pedoman wawancara. Hasil wawancara akan dicatat untuk menjadi transkrip wawancara

2.2. Informan Penelitian

Pengambilan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu metode pemilihan sampel dengan cara sengaja memilih sampel – sampel tertentu karena sampel tertentu memiliki ciri- ciri khusus yang tidak dimiliki sampel lainnya (Prasetya Irawan, 2003).

Pengguna dari Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dibagi menjadi beberapa kategori yaitu pelajar (SD, SLTP, SLTA), mahasiswa dan umum. Karena metode pemilihan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, maka dari keseluruhan pengguna yang berjumlah 787, informan yang diambil untuk diwawancarai adalah dengan kriteria tertentu. Kriteria tersebut antara lain adalah pengguna yang berasal dari masing – masing kategori anggota, yaitu mahasiswa, pelajar dan umum. Pengguna dari masing – masing kategori tersebut adalah seorang yang merupakan tunanetra baik totally blind ataupun low vison dengan lama keanggotaan minimal satu tahun. Dari kriteria tersebut, dipilih pengguna yang dapat berkomunikasi dengan baik dan terbuka pada saat wawancara. Melalui proses tersebut, diambil lima informan yang berasal dari kategori yang berbeda – beda yaitu seorang mahasiswa, dua orang pelajar, dan dua pengguna umum. Informan diajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkisar mengenai kegiatan yang dijalankan di perpustakaan untuk melihat sejauh mana peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sebagai perpustakaan untuk tunanetra dapat berjalan. Selain ke lima informan tersebut, ada pula informan tambahan untuk keperluan data pendukung. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah pegawai Perpustakaan Yayasan Mitra Netra

3. Analisis dan Interpretasi Data

Adapun data yang dikumpul dianalisis melalui tahap koding, interpretasi, penyajian data, sampai pada akhirnya penarikan kesimpulan. Dari tahap analisis yang dilakukan tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut :

Peran perpustakaan sebagai tempat pendidikan dijalankan oleh Perpustakaan Yayasan Mitra Netra melalui koleksi pelajaran yang disediakan dan dapat digunakan oleh para penyandang tunanetra untuk mendukung proses belajar untuk yang masih mengenyam pendidikan formal seperti sekolah dan bangku kuliah. Koleksi – koleksi tersebut dapat dipinjam para penggunanya selama satu semester. Selain itu, untuk mereka yang sudah tidak mengenyam pendidikan formal lagi, tersedia koleksi untuk penambah pengetahuan, skill, dan juga sebagai pengembangan diri. Dari hasil pengamatan juga ditemukan bahwa Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sangat digunakan para penggunanya untuk tempat belajar baik individu maupun berkelompok, tempat berdiskusi dan juga mengerjakan tugas yang didukung dengan fasilitas yang tersedia di sana seperti komputer. Perpustakaan menjadi sangat diandalkan oelh para anggotanya sebagai tempat mengembangkan pendidikan mereka. Dari hal – hal tersebut terlihat bahwa perpustakaan merupakan sarana pendidikan formal dan informal, artinya perpustakaan merupakan tempat belajar di luar bangku sekolah maupun juga tempat belajar dalam lingkungan pendidikan sekolah (Sulistyo- Basuki, 1993).

(8)

Peran perpustakaan sebagai pusat informasi belum dapat berjalan secara menyeluruh di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra karena ditemukan informan yang mengeluh mengenai ketersediaan informasi yang terbatas baik ragam dan jumlahnya. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya pemenuhan kebutuhan informasi bagi para pengguna. Selain itu, belum tersedianya koleksi yang dapat diakses oleh penderita low vision yaitu koleksi large print. Padahal idealnya, setiap pengguna tunanetra memiliki akses untuk koleksi dan informasi pada saat waktu mereka mambutuhkan, dengan format yang dapat digunakan, dalam jumlah yang dibutuhkan dan saat kebutuhan dari pengguna dimengerti oleh pegawai perpustakaan (IFLA Libraries for the Blind Guidelines, 2005). Selain itu, ditemukan pula ketidakmandirian para pengguna dalam menelusur sumber informasi, karena mereka mempunyai ketergantungan yang amat sangat dari petugas perpustakaan dan juga tidak adanya program untuk melatih keterampilan dari para penggunanya dalam menelusur sumber informasi. Sebaiknya Perpustakaan Yayasan Mitra Netra memperhatikan hal ini, karena tunanetra dituntut untuk mandiri pada masyarakat luas.

Sebagai tempat pengembangan diri, kreativitas dan rekreasi, Perpustakaan Yayasan Mitra Netra melakukan upaya seperti tersedianya koleksi yang mendukung para penggunanya untuk dapat menyalurkan kreativitas, hobi dan pengembangan diri. Koleksi tersebut berupa buku novel, cerpen, kumpulan puisi, pengembangan diri, dan motivasi. Koleksi- koleksi tersebut sangat digunakan oleh para penggunanya untuk meningkatkan kreaticitas, hobi dan keterampilan. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa perpustakaan sangat mendukung para penggunanya untuk melatih keterampilan mengetik melalui fasilitas komputer yang disediakan. Dengan begitu, perpustakaan tunanetra dapat mengembangkan potensi yang ada pada pengguna tunanetra sama seperti orang normal lainnya (Pillar Claire, 1995). Perpustakaan juga digunakan untuk menghilangkan rasa penat dan stress yang dialami para tunanetra karena dalam perpustakaan mereka dapat berinteraksi satu sama lain sehingga dapat mengurangi kejenuhan ataupun dapat menggunakan koleksi yang bersifat hiburan.

Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dalam menyediakan akses bagi anak dan remaja sudah melakukan usaha seperti tersedianya koleksi yang dapat digunakan oleh anak dan remaja yang kemungkinan koleksi – koleksi tersebut akan sulit ditemui di perpustakaan lain. Akan tetapi, usaha tersebut dirasa belum cukup untuk mengadvokasi hak anak dan remaja untuk mendapatkan akses informasi, karena jenis koleksi yang ada masih terbatas jenis dan jumlahnya. Keterbatasan reader juga menadi suatu hambatan bagi perpustakaan dalam menyediakan akses anak dan remaja sebab reader hanya boleh digunakan untuk membaca koleksi pelajaran. Sehingga, pengguna anak dan remaja belum bisa secara bebas dan leluasa memilih dan menggunakan sumber informasi yang mereka inginkan. Hal ini perlu diperhatikan Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sebab perpustakaan mempunyai peran dalam memperkuat kebiasaan membaca sejak dini (IFLA Libraries for the Blind Guidelines, 2005). Tidak adanya program untuk pendidikan para anak dan remaja yang kesulitan dalam membaca huruf braille juga belum ada di sana, sehingga ditemui banyak anak yang masih kesulitan dalam membaca huruf braille. Walaupun program khusus pelatihan huruf braille sudah dilakukan oleh pihak yayasan, alangkah baiknya perpustakaan membuat program – program untuk melatih dan memperkenalkan anak dalam

(9)

membaca huruf braille seperti membuat suatu lomba. dengan anak – anak tunanetra diperkenalkan dengan huruf braille sejak dini, walaupun mereka belum bisa membacanya, akan membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan membaca. (IFLA Libraries for the Blind Guidelines, 2005).

Sebagai tempat pengembangan kebudayaan, peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra belum dapat terlihat. Namun, upaya tetap dilakukan oleh Perpustakaan Yayasan Mitra Netra dengan menyediakan koleksi mengenai kebudayaan. Akan tetapi, koleksi mengenai kebudayaan di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra masih terbatas, sehingga para pengguna kurang mendapat pengetahuan tentang kebudayaan dari koleksi yang ada. Pemanfaatan dari koleksi kebudayaan tersebut juga masih jarang, ditemui dari jawaban informan dan petugas perpustakaan pada saat wawancar. Selain itu, kegiatan yang dapat diselenggarakan untuk pengembangan kebudayaan seperti ceramah, dongeng, pertunjukan kesenian, dan diskusi kebudayaan (Sulistyo Basuki, 1993) belum dijalankan oleh Perpustakaan Yayasan Mitra Netra. Hasil wawancara menunjukkan bahwa informan kurang menyadari pentingnya peran Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sebagai tempat pengembangan kebudayaan sehingga mereka merasa belum perlu hal tersebut untuk dilaksanakan. Padahal seharusnya perpustakaan dapat menjadi suatu wadah untuk pengembangan kebudayaan tunanetra dan merepresentasikan kebudayaan dari suatu komunitas tertentu, dalam hal ini tunanetra.

Untuk peran sosial, di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra sangat terlihat peran ini. Hal tersebut ditunjukan dengan perpustakaan dijadikan para penggunanya untuk bersosialisasi baik ke sesama anggota ataupun antara pengguna dan pegawai perpustakaan. Perpustakaan juga dijadikan sebagai meeting point para penggunanya, sehingga mereka dapat bertemu di perpustakaan ataupun mengadakan diskusi. Selain itu, perpustakaan juga dijadikan tempat untuk melakukan sosialisasi acara dari yayasan. Kontak secara tidak langsung pada saat berkunjung ke perpustakaan juga menjadi ajang sosialisasi para penggunanya. Sebab, penggunaan perpustakaan untuk penelitian dan menemukan informasi juga untuk menambah pengetahuan dan menyalurkan kegiatan hobi, membawa mereka untuk melakukan kontak informal dengan pengguna lainnya dalam komunitas. Penggunaan perpustakaan menjadi tempat yang positif dalam pengalaman sosial (IFLA Public Library Service (Guideliness for Development), 2001).

Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan perpustakaan menjadi tempat yang positif dalam pengalaman sosial (IFLA Public Library Service (Guideliness for Development), 2001).

Kesimpulan

Perpustakaan Yayasan Mitra Netra berusaha menjalankan peran dalam memenuhi kebutuhan pengguna melalui koleksi, fasilitas dan layanan yang diberikan. Akan tetapi, dari ke-enam peran utama yang seharusnya, belum dapat terlaksana secara menyeluruh. Peran yang dapat terlihat di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra adalah perannya sebagai tempat pendidikan, tempat pengembangan diri, kreativitas dan rekreasi serta peran sosial. Untuk pelaksanaan peran sebagai pusat informasi, pengembang kebudayaan serta penyedia akses bagi anak dan remaja belum terlalu terlihat di Perpustakaan Yayasan Mitra Netra.

(10)

Terkait dengan pelaksanaan peran, para pengguna membutuhkan perpustakaan yang dapat menjalankan keseluruhan enam peran utama sehingga penggunaan perpustakaan oleh para tunanetra dapat maksimal.

Daftar acuan :

Fischer, Gerhard.(2000). Lifelong Learning – more than training. Journal of Interactive Learning Research, 11 (3/4) : 265 – 294

IFLA.(2005). Libraries for the Blind in the Information Age Guidelines for

Development. 15 Mei 2012.<

http://archive.ifla.org/VII/s31/pub/Profrep86.pdf>

---. (1995). UNESCO Public Library Manifesto 1994. 14 Februari 2013. <http://www.ifla.org/publications/iflaunesco-public-library-manifesto-1994> ---. (2001). The Public Library Service : IFLA guidelines for development.

<http://www.degruyter.com/viewbooktoc/product/43971> 8 Maret 2013. Irawan Prasetya. (2003). Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori

Panduan Praktis Penelitian Sosial Bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Press.

Persatuan Tunanetra Indonesia. (2013). Definisi Tuna Netra. Jakarta : Pertuni. Depok, 31 Mei 2013. http://pertuni.idp-europe.org/

Pillar, Claire. (1995). Library Service for Blind and Vision- Impaired People in Asia. Asian Libraries. 4 (1) : 35- 62. United Kingdom : Emerald Group

Publishing. Depok, 22 April 2013.

<http://search.proquest.com/docview/212822120?accountid=17242>

Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sutarno NS. (2006). Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto, 2006 The United Nations. (1993). The Standard Rules on the Equalization of

Opportunities for Persons with Disabilities, The Hague: The United Nations General Assembly, forty-eighth session, Dec 1993. 28 Maret 2013

http://www.un.org/esa/socdev/enable/dissre04.html

Undang – Undang Republik Indonesia.Undang – Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat. Indonesia, 1997 < www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/46/442.bpkp>

Undang – Undang Republik Indonesia. Undang – Undang Dasar Republik Indonesia pasal 28 F. Indonesia, 1945. < http://wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uud_45.pdf>

(11)

Referensi

Dokumen terkait

BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial, menjadi BPJS.. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan

Dalam proses pembelajaran selalu melibatkan interaksi antara guru dan siswa, guru dituntut untuk membantu siswa agar dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan

Dengan adanya penerimaan diri yang baik, dan pandangan yang positif terhadap dirinya menjadikan remaja tidak harus mengisi hidupnya dengan gaya hidup hedonis agar dapat diterima

Dalam penulisan ini, selain bertujuan untuk mempertahankan klien klien yang ada dalam perusahaan ini, penulis juga bertujuan untuk menanggulangi masalah yang dihadapi perusahaan

Konservasi Energi • Pemenuhan Kebutuhan Energi Ketahanan Pangan • Peningkatan Produksi pangan • Pembangunan sarana dan prasarana pertanian (termasuk irigasi) Penanggulangan

Program aplikasi yang dibuat dengan menggunakan Visual Basic 6.0 mampu menampilkan data penyewa, data transaksi, laporan harian dan bon yang dicetak pada alat pencetak

Dalam Rangka Pembangunan Simpul Jaringan untuk Mendukung Kebijakan Nasional Satu

Diagram-diagram yang dibutuhkan untuk pembuatan penulisan ilmiah ini menggunakan Data Flow Diagram, yang terdiri dari Diagram Konteks, Diagram Zero, Entity Relationship Diagram,