• Tidak ada hasil yang ditemukan

J01070

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J01070"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERKUASA DAN TINDAKAN

BULLYING

Nunung Harvina WS, Sumardjono Pm. dan Umbu Tagela

Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kebu-tuhan berkuasa dan tindakan bullying (perundungan) pada siswa kelas VIII SMP N 7 Salatiga. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP N 7 yang berjumlah 147 siswa. Digunakan alat ukur Delaware Bullying Questionnaire (2006) berdasarkan teori Olweus (1993) dan skala kebutuhan berkuasa yang dikembangkan berdasarkan teori McClelland (dalam Ivancevich dkk., 2006). Teknik analisis data menggunakan Spearman's rho dengan bantuan program SPSS for Window Release 17.0. Dari hasil analisis deskriptif diketahui 76 siswa (51,7%) berada pada kategori tindakan bullying agak rendah danedang hanya 5 siswa (3,4%) yang berada pada kategori tindakan bullying

rendah. Selain itu, 72 siswa (49%) berada pada kategori kebutuhan berkuasa agak tinggi dan hanya 7 siswa (4,8%) berada pada kebutuhan berkuasa rendah. Analisis korelasi antara kebutuhan berkuasa dan tindakan bullying menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan, yang ditunjukkan dengan nilai rxy = 0,227** dan nilai p =

0,003 < 0,050.

Kata Kunci: Kebutuhan Berkuasa, Tindakan Bullying (Perundungan), siswa kelas VIII SMP.

LATAR BELAKANG

Setiap individu pasti mempunyai motivasi dalam hidupnya. Adanya dorongan yang

dimiliki seseorang untuk menguasai orang lain yang merupakan motivasi dasar tiap orang.

Berbagai tindakan dilakukan seseorang agar mendapatkan kekuasaan atas individu lainnya.

Dorongan berkuasa merupakan salah satu dari tiga kebutuhan dasar yang diungkapkan

McClelland (dalam Ivancevich dkk., 2006) yaitu kebutuhan untuk berkuasa (need for Power

atau nPow).

Ada ciri dan perilaku yang dilakukan seseorang yang mempunyai nPow yang tinggi.

Seseorang dengan tingkat kebutuhan berkuasa tinggi memiliki sedikit kontrol diri dan

men-jalankan kekuasaannya secara impulsif. Hal ini juga berhubungan dengan kecenderungan

(2)

2

meja besar, mobil mewah (Swenson, 2000). Orang tersebut cenderung berbuat kekerasan,

memberi kritikan dan saran yang bertujuan untuk mempertahankan kedudukannya di suatu

lingkungan. Cara mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dengan tindakan bullying.

Bullying (perundungan) telah dipandang sebagai fenomena sosial-budaya. Hal ini

dipandang sebagai konsekuensi dari kesenjangan kekuasaan antara berbagai kelompok sosial

dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin, ras, kelas sosial, dan gender (Rigby, 2003).

Tindakan bullying berhubungan dengan gender. Anak laki-laki lebih sering menggertak anak

perempuan daripada sebaliknya (Olweus,1993). Hal itu disebabkan karena ada pandangan

bahwa anak laki-laki lebih kuat daripada anak perempuan sehingga cenderung menjadi bully.

Laki-laki terlihat lebih mempunyai kekuatan daripada perempuan sebagai konsekuensi dari

kepercayaan sosial bahwa laki-laki yang lebih mendominasi dalam segala hal.

Olweus (1993) melakukan studi awal mengenai perundungan dan berpendapat

perundungan adalah perilaku agresif yang disengaja dan yang melibatkan ketidakseimbangan

kekuasaan. Tindakan ini biasanya dilakukan siswa yang dirasakan mempunyai kedudukan

kuat baik secara fisik, psikologis, maupun sosial untuk melakukan kekerasan kepada siswa

lain yang mempunyai kedudukan lebih lemah. Perundungan cenderung dilakukan

terus-menerus dari waktu ke waktu.

Tindakan perundungan dewasa ini banyak dilakukan oleh siswa di sekolah baik dari

tingkat sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan tingkat sekolah lanjutan. Kecenderungan

siswa yang menjadi pelaku bullying bisa juga menjadi korban perundungan. Salah satu contoh

kasus perundungan secara fisik yang diliput oleh media elektronik adalah tindakan

perun-dungan yang terjadi di SMA Don Bosco Pondok Indah Jakarta. Peristiwa tersebut menimpa

Ar dan 6 siswa baru lainnya di kawasan Perto, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kejadian itu

terjadi sepulang sekolah ketika siswa kelas XII mengajak 7 siswa kelas X untuk berkumpul di tempat yang bernama “Pertok Taman Hijau Baru”. Para siswa baru itu diminta duduk dan menunduk. Satu per satu wajah siswa ditutup menggunakan jaket. Kemudian, di antara tujuh

siswa kelas X ada yang mengalami tindak kekerasan, antara lain ditempeleng, dipukul, dan

disundut rokok. Hal itu terjadi karena adanya ketidakseimbangan psikologis antara siswa “senior” dan “junior” (dalam Kompas, 27 Juli 2012). Adanya rasa senioritas dari kakak kelas

yang merasa berkuasa dan adik kelas yang harus menuruti kemauan “senior”-nya membuat

(3)

3

mengenai “Hubungan antara Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Bullying

menghasilkan hubungan yang negatif signifikan antara iklim sekolah dengan kecenderungan

perilaku perundungan yang ditunjukkan dengan r = - 0.459 dengan p = 0,000. Semakin

positif iklim sekolah, semakin rendah kecenderungan perilaku perundungan, sebaliknya

semakin negatif iklim sekolah, semakin tinggi kecenderungan perilaku perundungan.

Berarti ada kaitan antara iklim sekolah yang makin favorabel dengan rendahnya kejadian

perundungan di sekolah.

Hasil penelitian Yuniartiningtyas (2013) menunjukkan bahwa: (1) pola asuh orang tua

pada klasifikasi pola asuh permisif (69%), (2) tipe kepribadian berada pada klasifikasi tipe

kepribadian sanguinis (39%), (3) perilaku perundungan berada pada klasifikasi rendah (62%),

(4) ada hubungan negatif antara pola asuh orang tua dan perilaku perundungan, (5) ada

hubungan negatif antara tipe kepribadian dan perilaku perundungan dan (6) ada hubungan

antara pola asuh orang tua, tipe kepribadian, dan perilaku perundungan.

Levianti (2008) menyatakan individu berpotensi menjadi pelaku perundungan karena

individu berpotensi menjadi korban atau penonton perundungan, yang kejadiannya dapat

mulai dari lingkungan rumah. Andai individu merespon negatif terhadap perundungan,

lingkungan di sekitarnya cenderung terus membiarkan perundungan terjadi. Individu akan

dimusuhi jika tetap pada pendiriannya yang negatif terhadap perundungan. Kebutuhan

untuk diterima menjadi bagian kelompok, atau rasa takut dimusuhi lingkungan sekitar, akan

mendorongnya melakukan konformitas terhadap perundungan. Individu akan ikut

mela-kukan, atau membiarkan perundungan terus terjadi, meski sebenarnya tidak setuju dengan

perundungan. Konformitas mendukung perundungan terus berkembang. Konformitas dapat

membantu mengurangi terjadinya perundungan apabila figur otoritas, populer, atau

signi-fikan memiliki sikap negatif terhadap perundungan, sehingga anggota kelompok akan turut

bersikap negatif terhadap perundungan. Dengan demikian, konformitas dapat dimanfaatkan

juga untuk mengatasi perundungan.

Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan antara

(4)

4 TINJAUAN PUSTAKA

Olweus dan Sohlberg (2003) mengemukakan bullying terjadi ketika seseorang secara

berulang mengatakan atau melakukan sesuatu hal dengan tujuan untuk menyakiti orang yang

sulit untuk membela diri sendiri dari tindakan perundungan. Tindakan perundungan

men-cakup tiga elemen yang utama yaitu menyakiti korban, tindakan dilakukan yang secara

berulang-ulang, serta adanya ketidakseimbangan dalam kekuatan psikologis antara korban

dan pelaku. Dapat disimpulkan perundungan adalah perilaku di mana terjadi ketidak

seimbangan kekuatan di antara pelaku perundungan dan korbannya, sehingga dapat dikatakan

bahwa bully selalu lebih kuat daripada korbannya. Tindakan perundungan dapat berupa fisik,

verbal maupun psikologis.

Olweus dan Sohlberg (2003) membagi aspek-aspek bullying meliputi: 1) Verbal, yaitu

tindakan mengatakan sesuatu untuk menyakiti atau menertawakan seseorang atau

menjadi-kan seseorang bahan lelucon dengan menyebut/menyapanya dengan nama yang

menya-kitkan hatinya, menceritakan kebohongan atau menyebarkan rumor yang keliru tentang

seseorang. 2) Indirect, yaitu tindakan yang sepenuhnya menolak atau mengeluarkan

seseorang dari kelompok pertemanan atau meninggalkannya dari berbagai hal secara

disengaja atau mengirim catatan dan mencoba membuat siswa yang lain tidak

menyukai-nya. 3) Physical, yaitu tindakan memukul, menendang, mendorong, mempermainkan atau

menteror dan melakukan hal-hal yang bertujuan menyakiti.

Tindakan bullying (perundungan) amat membahayakan sesejahteraan jiwa pelaku

perundungan dan korban dari perundungan. Perundungan adalah tindakan menyakiti orang

lain yang lebih lemah, baik menyakiti secara fisik, kata-kata, ataupun perasaannya. Di lain

pihak, perundungan amat mudah ditiru oleh siswa di sekolah karena perilaku negatif ini amat

besar peluangnya dilakukan oleh siswa. Justru bahayanya, siswa cenderung melakukan

perundungan setelah siswa sendiri pernah disakiti oleh orang yang lebih kuat, misalnya oleh

orang tua, kakak kandung, kakak kelas, ataupun teman sebayanya (Levianti, 2008). Jika

jumlah siswa yang melakukan perundungan amat berpengaruh di sekolah, maka siswa lain

amat mudah meniru melakukan perundungan pula, atau setidaknya menganggap

perundungan sebagai tindakan yang wajar atau kejadian yang biasa terjadi di sekolah.

Kebutuhan berkuasa ialah keinginan yang kuat untuk mengendalikan orang lain, untuk

(5)

5

dalam Munandar, 2001). Orang yang mempunyai kebutuhan berkuasa yang menonjol

menyukai pekerjaan-pekerjaan yang menempatkan dirinya menjadi pemimpin dan berupaya

mempengaruhi orang lain. Kebutuhan berkuasa dimiliki oleh seseorang yang ingin

mem-punyai pengaruh atas orang-orang lain, individu peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi

kelompok siswa. Individu mencoba menguasai orang lain dengan cara mengatur perilakunya

dan membuat orang lain terkesan padanya, serta menjaga reputasi dan kedudukannya.

Disimpulkan bahwa kebutuhan berkuasa adalah keinginan untuk memiliki pengaruh, menjadi

yang berpengaruh, dan mengendalikan individu lain.

As’ad (2004) mendeskripsikan karakteristik individu yang kebutuhan untuk berkuasa menonjol yaitu amat ingin menguasai dan mempengaruhi orang lain yang menyebabkannya

tidak atau kurang mempedulikan perasaan orang lain. Tindakan individu yang didorong oleh

kebutuhan untuk berkuasa yang tinggi tampak sebagai berikut: 1) Berusaha menolong orang

lain walaupun pertolongan itu tidak diminta. 2) Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan

kelompok atau organisasi di mana individu itu berada. 3) Mengumpulkan barang-barang atau

menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise. 4) Sangat peka

terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.

METODE PENELITIAN

Subyek penelitian ini adalah 147 siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga. Digunakan

Delaware Bullying Questionnaire (200) berdasarkan teori Olweus (1993). Kuesioner ini berisi

serangkaian pernyataan tentang tindakan perundungan yang dilakukan oleh siswa di sekolah

yang terdiri dari 33 butir, yang didalamnya terkandung tiga aspek, yaitu aspek fisik, aspek

verbal dan aspek psikologis. Butir-butir pada kuesioner tindakan perundungan memiliki

validitas terendah 0,259 dan validitas tertinggi 0,571, sedangkan kuesioner tindakan

perundungan memiliki koefisien Alpha Cronbach = 0,878 yang berada pada kategori

reliabilitas bagus.

Sedangkan untuk mengukur kebutuhan berkuasa digunakan skala kebutuhan berkuasa

yang dikembangkan berdasarkan teori motivasi McClelland (dalam Ivancevich dkk, 2006),

yang terdiri dari 60 butir yang mencakup aspek mempengaruhi orang lain, aspek mengontrol

(6)

6

memiliki validitas terendah 0,219 dan validitas tertinggi 0,537. Skala kebutuhan berkuasa

memiliki koefisien Alpha Cronbach = 0,918 dan berada pada kategori reliabilitas memuaskan.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan

analisis korelasi. Dalam analisis ini, penulis dibantu dengan program SPSS 17.0 for Windows.

Analisis deskriptif terhadap data penelitian ini meliputi gambaran hasil penelitian secara

umum meliputi mean, skor maksimum dan skor minimum untuk masing-masing variabel

penelitian. Untuk menguji dan membuktikan secara statistik hubungan antara kebutuhan

berkuasa dengan tindakan perundungan digunakan Spearman's rho.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengukuran terhadap kedua variabel penelitian menghasilkan jumlah frekwensi dan

kategori yang tertuang pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut.

Tabel 1. Kategori dan Jumlah Frekwensi Tindakan Perundungan Siswa SMP

Interval Kategori Frekuensi Presentase

108-130 Tinggi 5 3,4%

86-107 Agak Tinggi 76 51,1%

64-85 Agak Rendah 49 33,3%

42-63 Rendah 17 11,6%

Total 147 100%

Rerata 87,67

Skor Minimum 42

Skor Maksimum 130

Dari Tabel 1. dapat dinyatakan bahwa sebagian besar siswa SMP kelas VIII berada

pada kategori tindakan perundungan agak tinggi (76 siswa/51,1%). Sedangkan hanya ada 17

siswa (11,6%) yang berada pada kategori tindakan perundungan rendah.

Tabel 2. Kategori dan Jumlah Frekwensi Kebutuhan Berkuasa Siswa SMP

Interval Kategori Frekuensi Presentase

175-207 Tinggi 23 15,6%

143-174 Agak Tinggi 72 49,0%

111-142 Agak Rendah 45 30,6%

79-110 Rendah 7 4,8%

Total 147 100

Rerata 150,62

Skor Minimum 79

(7)

7

Berdasarkan Tabel 2. dinyatakan bahwa siswa SMP kelas VIII sebagian besar siswa

(72 siswa/49,0%) berada pada kategori kebutuhan berkuasa agak tinggi. Sedangkan 45 siswa

(30,6%) berada pada kategori agak rendah.

Hasil analisis hubungan antara skor kebutuhan berkuasa dan skor tindakan

perundungan dirangkum sebagai berikut.

Tabel 3. Hubungan antara skor Kebutuhan Berkuasa dan

Tindakan Perundungan Siswa SMP

Spearman's rho Tindakan Perundungan Keputusan

Kebutuhan Berkuasa

Correlation

Coefficient .227

**

Korelasi positif signifikan

Sig. (1-tailed) .003

N 147

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Tabel 3. menunjukkan adanya hubungan antara skor kebutuhan berkuasa dan skor

tindakan perundungan siswa SMP kelas VIII dengan koefisien korelasi sebesar r

xy = 0,227

dengan signifikansi p = 0,003 < 0,01. Disimpulkan ada hubungan yang positif sangat

signifikan antara kebutuhan berkuasa dan tindakan perundungan siswa.

Hasil penelitian tentang hubungan antara kebutuhan berkuasa dengan tindakan

perun-dungan menunjukkan ada hubungan yang positif dan sangat signifikan. Hal ini dapat

dike-tahui dari nilai korelasi rxy = 0,227** dan taraf signifikan 0,003 < 0,050. Dengan demikian

apabila ada kenaikan skor kebutuhan berkuasa maka diikuti pula kenaikan skor tindakan

perundungan.

Hasil penelitian ini senada dengan pernyataan Salzman dan Salzman (dalam Freeman,

1994) yang menyatakan bahwa siswa yang bermasalah tetapi tingkat kebutuhan berkuasanya

tinggi, maka cenderung memakai kekerasan fisik, melawan hukum, menunjukkan masalah

indispliner di sekolah. Siswa yang sering mengalami masalah mengenai kedisiplinan dan

melawan peraturan sekolah mempunyai kebutuhan berkuasa tetapi cenderung

menyalur-kannya ke bentuk tindakan yang negatif bahkan melakukan perundungan dengan

(8)

8

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang positif signifikan sebesar

0,227**. Hasil tersebut diartikan bahwa semakin tinggi kebutuhan berkuasa siswa maka

semakin tinggi tindakan perundungan. Siswa yang mempunyai kebutuhan berkuasa tinggi

menjadi siswa yang melakukan tindakan perundungan yang tinggi pula.

Kebutuhan berkuasa sebenarnya diperlukan oleh individu yang ingin menjadi

pemim-pin. Kebutuhan tersebut tidak melulu bermuatan negatif. Siswa dengan kebutuhan berkuasa

yang tinggi apabila diimbangi dengan kebutuhan yang lain misalnya kebutuhan untuk

berafiliasi dan kebutuhan untuk berprestasi akan dapat memperlihatkan sikap kepemimpinan

yang positif. Adanya kebutuhan berkuasa yang ditunjukkan dengan perilaku positif, maka

kecenderungan siswa akan menjadi pemimpin diantara teman-temannya dalam suatu kegiatan.

Biasanya siswa tersebut sering ditunjuk menjadi ketua kelas, aktif di ekstrakurikuler, ketua

kelompok dan seterusnya. Bahkan dalam penelitian Freeman (1994) menyatakan kelompok

yang mempunyai kebutuhan berkuasa tinggi yang diikuti dengan kebutuhan berprestasi

moderat dan kebutuhan afiliasi rendah cenderung mempunyai ambisi untuk diakui melalui

upaya mencapai keberhasilan di bidang akademik. Maka tidak selalu orang dengan kebutuhan

berkuasa akan menjadi pelaku perundungan maupun siswa yang indisipliner.

Uduji dan Ankeli (2013) menemukan adanya kebutuhan berkuasa pada tenaga

marketing/penjualan melalui hasrat untuk mengendalikan dan mempengaruhi konsumennya.

Kebutuhan berkuasa merupakan dorongan yang tidak disadari untuk memberi dampak

tertentu pada orang-orang lain. Tenaga penjualan yang memiliki kebutuhan berkuasa yang

amat kuat sering memantapkan diri di hadapan orang-orang lain melalui berbagai cara.

Individu ini berupaya mencari dan meraih posisi kepemimpinan dalam kelompok sosialnya,

dalam asosiasi profesi dan dalam tim penjualan. Penelitian Uduji dan Ankeli (2013)

meng-isyaratkan bahwa kebutuhan berkuasa dapat dipenuhi melalui status, pengakuan,

pengem-bangan diri dan tantangan bagi tenaga penjualan. Implikasi hasil penelitian ini yaitu bahwa

individu yang membuktikan kinerja positif yang menonjol perlu mendapat pengakuan positif

secara pribadi dan secara publik dari atasan melalui memberi tanggung jawab dan

kewenangan yang lebih besar di lingkungan kerjanya.

Tindakan perundungan muncul karena adanya penyalah-gunaan kekuatan atau

kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok orang. Penyalahgunaan tersebut

(9)

9

dalam siklus tindakan perundungan biasanya mempunyai sedikit rasa empati sehingga tidak

mempedulikan korban. Pelaku perundungan mempunyai keinginan untuk berkuasa dan

mendominasi siswa lain tetapi dengan caranya sendiri yang cenderung impulsif. Pelaku

biasanya sering terlibat dalam kegiatan antisosial atau pelanggaran lain seperti vandalisme

maupun kenakalan remaja.

Penelitian yang penulis lakukan menghasilkan korelasi positif antara kebutuhan

ber-kuasa dengan tindakan perundungan karena siswa mempunyai kebutuhan berber-kuasa yang

tinggi cenderung ingin mendominasi, menguasai, mempengaruhi orang lain, agar menuruti

kehendaknya. Kebutuhan berkuasa yang tinggi diikuti dengan tindakan perundungan yang

tinggi pula. Bisa jadi siswa dengan kebutuhan berkuasa yang tinggi menjadi pelaku

perun-dungan karena ada aspek - aspek pendukung lain misal mempunyai sifat agresifitas, empati

yang rendah terhadap yang lain, keinginan mendominasi dan berkuasa yang tinggi pula.

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, M. 2004. Psikologi Industri, Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty.

Freeman.1994. Power Motivation and Youth: An Analysis of Troubled Students and Student Leaders. Journal of Counseling and Development, July/August 1994, volume 72.

Ivancevich dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Kompas.com. 2012. Kronologi Bullying di SMA Don Bosco. Kompas 27 Juli 2012. Http://edukasi.kompas.com/read/2012/07/27/13213935. Diunduh 22 Februari 2013.

Levianti. 2008. Konformitas dan Bullying pada Siswa. Jakarta: Fakultas Psikologi Univer-sitas Esa Unggul. Http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/view/49. Vol 6, No 01 (2008) . Diunduh 21 April 2015.

Magfirah, U. dan Rachmawati, M. A. 2010. Hubungan Antara Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Perundungan. Jurnal Fakultas Psikologi dan Ilmu Budaya Universitas Islam Indonesia, 1, 1-10.

Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press.

Olweus, D. 1993. Bullying at school: What we know and what we can do. Malden, MA: Blackwell Publishing.

(10)

10

Rigby. 2003. Addressing Bullying in Schools: Theory and Practice. Australia: Criminology Research Council.

Swenson, David. 2000. David McClelland's 3-Need Theory. Http://faculty.css.edu/ dswenson/ web/LEAD/McClelland.html. Diunduh Senin, 4 Februari 2013.

Uduji, Joseph I. dan Ankeli, Marjorie O. 2013. Needs for Achievement, Affiliation, and Power: the Possible Sales Manager’s Actions for Exceptional Salesforce Performance.

Research Journal of Finance and Accounting. Vol.4, No.9, 2013. ISSN 2222-2847 (Online) .www.iiste.org. Diunduh 21 April 2015.

Gambar

Tabel 1. Kategori dan Jumlah Frekwensi Tindakan Perundungan Siswa SMP

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

5.11 Rata-Rata Pendapatan Setahun Anggota Kelompok Mandiri Desa Janbekumbu Sebelum dan Sesudah Matching Grant

Selain itu, Laboratorium Fakultas Peternakan dan Perikanan juga dilengkapi dengan Laboratorium Lapang berupa Experimental Farm dan Pabrik Pakan Ternak.

Surat kuasa (asli) untuk mengikuti klarifikasi dan negosiasi bagi kuasa direktur yang nama penerima kuasanya tercantum dalam akte pendirian atau perubahannya

Selain it u, Laborat orium Fak ult as Pet ernak an dan Perik anan j uga dilengk api dengan Labor at or ium Lapang ber upa Exper im ent al Far m dan Pabr ik Pakan Ter nak.. 1 Unit

Mengingat pentingnya acara tersebut, maka diharapkan kehadiran saudara atau wakil dari saudara dengan membawa surat kuasa dengan format seperti dalam lampiran undangan ini

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengumpulan data 

106.750.000,- (Seratus Enam Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) pada Dinas Kehutanan Kabupaten Blora Tahun Anggaran 2011, maka diumumkan penyedia

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik. Universitas