• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BOJONEGORO NO.24/PID.SUS-ANAK/2014/PN.BJN).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BOJONEGORO NO.24/PID.SUS-ANAK/2014/PN.BJN)."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DILAKUKAN ANAK

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn)

SKRIPSI

Oleh :

Ria Nuris Samawati

NIM. C53212074

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam

Program Studi Siyasah Jinayah

Surabaya

(2)

DILAKUKAN ANAK

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn)

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh :

Ria Nuris Samawati

NIM. C53212074

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam

Program Studi Siyasah Jinayah

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn) adalah hasil penelitian pustaka untuk menjawab pertanyaan tentang, 1) Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak. 2) Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Setelah data terkumpul, data diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif analisis dan dengan pola fikir deduktif untuk memperoleh kesimpulan yang khusus dan dianalisis menurut hukum pidana Islam.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn tentang tindak pidana Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan Anak telah ditetapkan sesuai pertimbangan hakim ada yang memberatkan dan yang meringankan. Pertimbangan yang memberatkan seperti terdakwa tidak mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM) dan terdakwa belum cukup umur untuk mengendarai kendaraan bermotor. Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa dan keluarga korban telah melakukan perdamaian, terdakwa bersikap sopan dan berterus terang dipersidangan, terdakwa masih anak-anak dan masih sekolah serta terdakwa belum pernah dihukum. Dalam pertimbangan tersebut maka hakim telah menerapkan Undang-undang Perlindungan Anak di Pengadilan Negeri Bojonegoro. Sedangkan dalam hukum pidana Islam terhadap pelaku tindak pidana pelanggaran lalu lintas adalah hukuman ta’zi>r. Hukuman ta’zi>r

diberikan dalam rangka memberikan pendidikan dan pengarahan kepada kemaslahatan pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.

(8)

x

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II KONSEP HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR . 22 A. Pelanggaran dalam Hukum Pidana Islam ... 22

B. Jari>mah Ta’zi>r> ... 24

C. Kedudukan Anak dalam Hukum Pidana Islam ... 29

D. Pertanggung jawaban Pidana dalam Islam ... 31

(9)

xi

YANG DILAKUKAN ANAK ... 49

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Bojonegoro ... 49

B. Deskripsi Terjadinya Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan Anak ... 50

C. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan Anak ... 57

D. Penjatuhan Sanksi dalam Pidana Anak ... 62

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM TENTANG PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN ANAK ... 64

A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn tentang Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan Anak ... 64

B. Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn tentang Pelanggaran Lalu Lintas yang Dilakukan Anak dalam Prespektif Hukum Pidana Islam ... 69

BAB V PENUTUP... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran... 74

(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern, masyarakat tidak terlepas dari yang namanya lalu

lintas atau alat transportasi dan menempatkan transportasi sebagai kebutuhan

yang penting baik di tingkat nasional, regional dan lokal. Oleh karena itu,

kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak signifikan dalam

berbagai bidang kehidupan masyarakat bukan hanya orang dewasa tetapi

anak.

Anak sebagai generasi muda merupakan potensi dan penerus cita-cita

perjuangan bangsa. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul

tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang

seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental

maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan

serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan

terhadap pemenuhan hak-hak serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.1

Sebagaimana diterangkan dalam Firman Allah:











































Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi

(11)

Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS: Al-Kahfi ayat 46).2

Bertalian dengan konteks di atas, dalam Garis-garis Besar Haluan

Negara, Bab IV Huruf F bagian Sosial dan Budaya, angka 4 huruf (c), Khusus

Pemuda dan Olahraga ditegaskan:

Pembinaan anak dan remaja dilaksanakan untuk mengembangkan iklim yang kondusif bagi generasi muda dalam mengaktualisasikan segenap potensi, bakat, dan minat dengan memberikan kesempatan dan kebebasan mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka sebagai wahana pendewasaan untuk menjadi pemimpin bangsa yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, patriotis, demokratis, mandiri, dan tanggap terhadap aspirasi rakyat.3

Di Indonesia anak begitu berharga, namun Indonesia tetaplah negara

hukum yang menjalankan kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

hukum dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum. Banyak dijumpai

permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran tata tertib masyarakat dari

yang ringan hingga berat, setiap pelanggaran pasti ada akibatnya berupa

penjatuhan sanksi. Pelanggaran yang dimaksud disini adalah perbuatan yang

dilarang oleh Undang-undang seperti pengendara yang tidak memiliki Surat

Izin Mengemudi (SIM), pengendara dalam hal ini adalah anak-anak.

Permasalahan ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat bahkan sudah

membudaya, sehingga setiap dilakukan operasi tertib lalu lintas di jalan raya

yang dilakukan oleh polisi lalu lintas (Polantas), pasti banyak terjaring kasus

pelanggaran lalu lintas, apalagi pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh

anak.

2 Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahan, (Surabaya: Mega Jaya

Abadi), 238.

3 UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen & GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara),

(12)

Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak tersebut bisa

dikatakan menjadi penyebab tingginya angka kecelakaan lalu lintas di jalan

raya dalam dua tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh

Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) dinilai menjadi

pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan

tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67 persen

korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif, yakni 22-50 tahun.

Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal di

jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak dan remaja

setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama

kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.4 Namun yang

mencengangkan, Indonesia justru menempati urutan pertama peningkatan

kecelakaan menurut data Global Status Report on Road Safety yang

dikeluarkan WHO. Indonesia dilaporkan mengalami kenaikan jumlah

kecelakaan lalu lintas hingga lebih dari 80 persen. Di Indonesia, jumlah

korban tewas akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 120 jiwa per harinya.5

Misalnya yang terjadi pada bulan September 2013, kasus kecelakaan maut di

jalan tol Jagorawi yang melibat-kan anak musisi Ahmad Dhani, Abdul Qadir

Jaelani (Dul) menyisakan cerita yang berimbas pada banyak hal terutama

masalah kasus pidana anak, seperti yang diketahui dalam kecelakan tersebut

4Badan Intelejen Negara, “Kecelakaan Lalu Lintas Menjadi Pembunuh Terbesar Ketiga”,dalam

http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga, Diakses pada 17 April 2015.

5Mahaka Group, “Survei Kecelakaan Lalu Lintas di Seluruh Dunia: Orang-orang yang Mati

dalam Diam”, dalam

(13)

menewaskan 7 orang.6

Untuk menentukan perbuatan anak tersebut memenuhi unsur tindak

pidana atau tidak, dapat dilihat minimal melalui tiga visi:7

1. Subjek, artinya apakah anak tersebut memiliki kemampuan bertanggung

jawab terhadap apa yang telah dilakukan? Kemampuan disini juga bisa

diartikan kemampuan untuk membedakan dan menentukan mana baik

dan buruk dalam melakukan perbuatan melanggar hukum adalah

tindakan yang menyangkut aspek moral dan kejiwaan. Tanpa memiliki

kekuatan moral dan kejiwaan ini, seseorang tidak dapat dimintai

pertanggungjawaban hukum atas tindakan yang dilakukan.

2. Adanya unsur kesalahan, artinya apakah benar anak itu telah melakukan

perbuatan yang dapat dipidana atau dilarang oleh Undang-undang. Hal

ini diperlukan untuk menghindari asa Geen Straf Zonder Schuld (tidak

ada pidana, jika tidak ada kesalahan).

3. Keakurasian alat bukti yang diajukan penuntut umum dan terdakwa

untuk membuktikan kebenaran surat dakwaan. Alat bukti ini minimal

harus ada dua jika tidak terpenuhi terdakma tidak dapat dipidana (pasal

184 KUHAP).

Pelanggaran disini berkenaan dengan kelalaian. Kelalaian biasanya

disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan. Kelalaian/

kealpaan disini bisa disebut dengan culpa. Kealpaan adalah suatu struktur

6 Liputan 6, Kronologi Kecelakaan Lancer Maut Versi Dul”, dalam

http://news.liputan6.com/read/726995/kronologi-kecelakaan-lancer-maut-versi-dul, Diakses pada 17 september 2015.

(14)

yang sangat berbeda, dia mengandung suatu pihak kekeliruan dalam

perbuatan lahir dan menunjuk adanya keadaan batin tertentu.8 Hal ini dapat

dilihat dalam Pasal 359 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: “Barang siapa

karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling

lama satu tahun”.

Dari ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 359 KUHP itu dapat

diketahui, bahwa bagi meninggalnya seseorang itu Undang-undang telah

mensyaratkan adanya unsur schuld atau culpa pada diri pelaku. Dengan

demikian, maka schuld dapat meliputi beberapa hal di dalam rumusan suatu

delik, masing-masing yakni perilaku-perilaku orang (baik itu merupakan

perilaku untuk melakukan sesuatu maupun perilaku untuk tidak melakukan

sesuatu), akibat-akibat yang tidak dikehendaki timbulnya oleh

Undang-undang dan unsur-unsur selebihnya dari delik.9

Sementara pelanggaran lalu lintas termasuk dalam ruang lingkup hukum

pidana yang diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2009 sebagai

pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Secara aturan hukum, setiap orang yang mengemudikan

kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM)

sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan.10

Ketika dalam kasus diatas yang melakukan pelanggaran lalu lintas

8 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), 200.

9 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 221.

(15)

pelakunya adalah anak yang mengendarai sepeda motor ke sekolah tanpa

memiliki SIM, maka ia dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 281

Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi: “Setiap orang yang

mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin

Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp.

1.000.000., (satu juta rupiah).”11 Pidana kurungan dan denda dalam Pasal 281

Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut berlaku untuk

orang dewasa.

Apabila ada anak yang melakukan suatu tindak pidana disebut sebagai

Anak Nakal menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak yang mana terdapat ancaman pidana denda di dalamnya, maka pidana

denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling banyak adalah 1/2

(satu per dua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa

sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Pengadilan Anak.

Maka pidana denda yang dijatuhkan kepada anak yang berkendara tanpa

memiliki SIM adalah paling banyak ½ dari Rp. 1.000.000., yakni sebesar Rp.

500.000.12

Sedangkan dalam hukum Islam kasus kecelakaan tersebut masuk dalam

kategori jarimah pembunuhan karena kesalahan disebut juga pembunuhan

tidak sengaja atau kelalaian. Pembunuhan karena kesalahan adalah

pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan hukum, baik dalam

(16)

perbuatannya maupun objeknya.13 Hukuman bagi pembunuhan karena

kesalahan sama dengan hukuman pembunuhan menyerupai sengaja, yaitu

hukuman diat yaitu pembunuh memberikan kompensasi kepada pihak

keluarga korban senilai dengan 100 unta atau 200 ekor sapi atau 1000 ekor

kambing jika hukuman diat oleh pelaku pembunuh merasa tidak mampu,

maka dikenakan hukuman kafarat yaitu dapat memerdekakan hamba yang

mukmin, jika tidak mampu maka diganti dengan berpuasa dua bulan

berturut-turut, atau hakim bisa menjatuhkan hukuman takzir berdasarkan

kemaslahatan, tetapi unsur pemaaf dari keluarga korban juga dapat

menentukan apakah dihukum atau dibebaskan.

Adapun unsur pembunuhan kesalahan ada 3 yaitu adanya perbuatan

yang menyebabkan kematian, terjadinya perbuatan itu karena kesalahan dan

adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian

korban.14

Ada beberapa kemungkinan suatu pembunuhan dapat dikategorikan

sebagai pembunuhan kesalahan yaitu:15

1. Pelaku melakukan suatu aktivitas tertentu yang sama sekali tidak ada

maksud untuk membunuh orang lain, akan tetapi perbuatannya

menyebabkan kematian orang lain.

2. Pelaku bermaksud membunuh seseorang yang disangkanya orang yang

13 Wahbah al-Zuhali, al-Fiqh al-Isla>mi wa> Adillatuhu, Juz VI, (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1989),

223.

14 Ahmad Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 1997), 134.

15 Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam),

(17)

disangkanya orang yang tidak terpelihara darahnya.

3. Pelaku sama sekali tidak bermaksud melakukan suatu aktivitas tertentu,

akan tetapi di luar kesadarannya menyebabkan kematian orang lain.

4. Pelaku bermaksud membunuh orang yang terpelihara darahnya, akan

tetapi mengenai orang lain yang terpelihara darahnya pula.

5. Pelaku membuat suatu sarana yang pada awalnya tidak dimaksudkan

untuk mencelakakan orang lain, tetapi karena pelanggarannya pada

akhirnya menyebabkan kematian orang lain.

Sebab-sebab yang dapat menghapuskan hukuman berkaitan dengan

keadaan diri pembuat adalah paksaan, mabuk, gila, dan di bawah umur.16

Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, yaitu mengenai tindak

pidana karena pelanggaran mengemudi kendaraan bermotor mengakibatkan

terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan orang lain meninggal

dunia dengan pelaku anak, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan

di Pengadilan Negeri Bojonegoro.

Perbedaan usia dalam pemidanaan atau pemberian hukuman tindak

pidana yang dilakukan anak menurut Undang-undang yang berlaku serta

hukum Islam menjadi alasan dalam penulisan ini, sekaligus pertimbangan

hukum hakim yang digunakan dalam memutuskan perkara tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak. Itulah yang menarik perhatian

peneliti serta menjadi alasan bagi peneliti untuk menulis judul “Analisis

Hukum Pidana Islam terhadap Tindak Pidana Pelanggaran Lalu Lintas yang

(18)

Dilakukan Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn)

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pelanggaran

lalu lintas yang dilakukan anak.

2. Deskripsi kasus tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan

anak umur menurut hukum pidana Islam.

3. Tanggung jawab orang tua terhadap terjadinya tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

4. Sanksi pidana terhadap anak yang terlibat kecelakaan sehingga

mengakibatkan korban meninggal dunia dalam perspektif hukum

positif.

5. Pertimbangan hakim dalam putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn

terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

6. Analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam

putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn terhadap tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

Melihat luasnya pembahasan analisis hukum pidana Islam terhadap

pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak di lembaga pemasyarakatan

(19)

dibatasi dengan:

1. Pertimbangan hakim dalam putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn

terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

2. Analisis hukum pidana Islam terhadap Pertimbangan hakim dalam

putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn terhadap tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

C. Rumusan Masalah

Agar lebih praktis , maka permasalahan yang hendak dikaji dirumuskan

dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang

dilakukan anak?

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

dalam putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn terhadap tindak

pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/ penelitian yang

sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian penelitian yang telah ada.17

Sanksi Pidana Bagi Pengemudi yang Terlibat Kecelakaan Lalu Lintas

(20)

Sehingga Korban Meninggal Dunia Menurut KUHP pasal 359 jo. pasal 310

Undang-undang No. 22 Tahun 2009 dalam Perspektif Fikih Jinayah. Yang

ditulis M. Bustanul Arifin jurusan SJ (Siyasah Jinayah) UIN Sunan Ampel

Surabaya, Tahun 2013. Karyanya memuat tentang sanksi pidana bagi

pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu lintas sehingga menyebabkan korban

meninggal dunia menurut KUHP pasal 359 jo pasal 310 Undang-undang No. 22

Tahun 2009 dan fikih jinayah.18

Tinjauan Fikih Jinayah terhadap Penerapan Undang-undang No. 22

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 310 di PN

Lamongan (Studi putusan No. 299/pid.B/2012/PN.Lmg Perihal

Mengemudikan Kendaraan Bermotor yang Karena Pelanggarannya

Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia). Yang ditulis Bidayatul

Masruroh Jurusan SJ (Siyasah Jinayah) UIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun

2014. Karyanya memuat tentang tinjauan hukum pidana Islam terhadap

Penerapan Pasal 310 KUHP dalam perkara kecelakaan lalu lintas di PN

Lamongan, dari studi kasus yang diambil karena pelanggarannya

mengendarai mobil dalam keadaan mengantuk sehingga menyebabkan 1

orang meninggal dunia dan 5 orang mengalami luka-luka dan dalam

putusannya majlis hakim memutuskan 6 bulan dari tuntutan JPU 6 tahun

penjara dan denda maksimal 12.000.000.00 (dua belas juta rupiah).19

18 M. Bustanul Arifin, “Sanksi Pidana Bagi Pengemudi yang Terlibat Kecelakaan Lalu Lintas

Sehingga Korban Meninggal Dunia Menurut KUHP pasal 359 jo. pasal 310 UU No. 22 Tahun

2009 dalam Perspektif Fikih Jinayah”, (Skripsi--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).

19 Bidayatul Masruroh, “Tinjauan Fikih Jinayah terhadap Penerapan UU No. 22 Tahun 2009

(21)

Hukuman Pengemudi di bawah Umur dalam Undang-undang No. 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Perspektif Hukum

Islam. Yang ditulis Moch. Nizar Arif Yuwana jurusan Hukum Publik Islam

UIN Sunan Ampel Surabaya, Tahun 2015. Karyanya memuat tentang

hukuman bagi pengemudi di bawah umur dalam Undang-undang No. 22 tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan analisis hukum pidana Islam

terhadap pengemudi di bawah umur dalam Undang-undang No. 22 tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.20

Dari beberapa karya tulis tersebut telah banyak memberikan inspirasi

dan kontribusi besar terhadap penulis skripsi ini, Namun berbeda dengan

yang akan penulis teliti. Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji

Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam putusan {Pengadilan Negeri

Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn tentang pelanggaran lalulintas

yang dilakukan oleh anak dan bagaimana pandangan hukum pidana Islam

terhadap putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn tentang pelanggaran lalulintas yang dilakukan oleh anak

objek dalam kasus tersebut adalah anak-anak, sedangkan subjeknya juga

anak-anak.

E. Tujuan

Tujuan penelitian yang hendak dicapai sejalan dengan

Pelanggarannya Mengakibatkan Orang Lain Meninggal Dunia)”, (Skripsi--UIN Sunan Ampel

Surabaya, 2014).

20 Moch. Nizar Arif Yuwana, “Hukuman Pengemudi di bawah Umur dalam Undang-undang

(22)

pertanyaan di atas tadi adalah:

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan No.24/Pid.Sus-Anak/

2014/PN.Bjn terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang

dilakukan anak.

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim

dalam putusan No.24/PID.Sus-Anak/2014/PN.BJN terhadap tindak

pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sekurang-kurangnya untuk:

1. Aspek Keilmuan (Teoritis)

Hasil studi ini menambah dan memperkaya khazanah keilmuan,

khususnya tentang putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro terhadap

tindak pidana pelanggaran lalu lintas dan bagi peneliti berikutnya, dapat

digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan

dengan tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

2. Aspek Terapan (Praktis)

Hasil studi ini dapat dijadikan sebagai sumbangan informasi bagi

masyarakat tentang betapa pentingnya perlindungan terhadap anak dari

segala kekerasan terutama pelanggaran lalu lintas, dan dapat

dimanfaat-kan sebagai bahan pertimbangan, penyuluhan khususnya bagi penegak

(23)

umumnya.

G. Definisi Operasional

Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit tentang

permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini, maka perlu

dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitian ini, sehingga secara

operasional tidak ada kendala terjadinya perbedaan pemahaman yang

menyangut hal-hal yang dibahas. “Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap

Pelanggaran Lalu Lintas Menyebabkan Kematian yang Dilakukan Anak

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn)” definisi operasional dari judul tersebut adalah:

Analisis hukum pidana Islam: Analisis dari ketentuan-ketentuan hukum

pidana Islam (hukum yang mengatur

perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat

menimbulkan hukuman ta’zi>r)21, serta

nilai-nilai keadilan yang menyangkut tentang

putusan hakim. Lingkup hukum Islam yang

dipakai untuk meninjau atau menilai, yaitu

aspek keadilan yang ditimbulkan dari

putusan, sebagai konsekuensi pemberian

hukuman pada pelaku pelanggaran lalu lintas.

Tindak pidana pelanggaran lalu lintas: perbuatan yang kurang berhati-hati

dan kurang perhatian terhadap akibat yang

(24)

mungkin timbul, yaitu kecelakaan lalu lintas

yang terdapat dalam putusan

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn

Anak menurut undang No. 35 Tahun 2014 perubahan atas

Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak: Seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk

anak yang masih dalam kandungan.22 Dalam

penulisan ini yang dimaksud anak adalah anak

berusia 12 tahun yang telah melanggar yang

terdapat dalam putusan

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian sendiri berarti sarana yang

dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta

mengembangkan ilmu pengetahuan.23

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat adalah studi putusan, maka

jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan (Library

Research). Penelitian kepustakaan adalah salah satu bentuk metodologi

penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi.

(25)

1. Data yang dikumpulkan

Data tentang kasus terjadinya tindak pidana pelanggaran lalu

lintas yang dilakukan anak serta isi putusan dengan

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn dan juga ketentuan pidana Islam terhadap sanksi

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

2. Sumber Data

a. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data24, yaitu: Salinan

putusan pengadilan negeri Bojonegoro

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn, Kitab Undang-undang Hukum Pidana

(KUHP), Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan, dan Undang-undang No. 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak.

b. Sumber sekunder

Semua publikasi tentang hukum yang merupakan

dokumentasi yang tidak resmi. Publikasi tersebut merupakan

petunjuk atau penjelasan mengenai sumber hukum primer atau

sekunder yang berasal dari kamus, ensiklopedia, jurnal, surat

kabar, dan sebagainya.25 Diantaranya:

24 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010),

225.

(26)

1) M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum Catatan

Pembahasan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak

(UU-SPPA), (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).

2) Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak, (Bandung: P.T. Alumni,

2014).

3) A. Djazuli, Fiqh jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan

dalam Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997).

4) Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah

(Asas-asas Hukum Pidana Islam), (Jakarta: Pustaka Bani

Quraisy, 2004).

5) Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta:

Gema Insani, 2003).

6)

Mustofa Hasan & Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana

Islam Fiqh Jinayah Dilengkapi dengan Kajian Hukum Pidana

Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013).

7)

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana

Islam, Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah record dan

dokumentasi. Record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun

(27)

atau menyajikan akunting.26 Penulis menggunakan teknik record yaitu

dalam hal menghimpun data melalui dokumen putusan pengadilan

negeri Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn serta data-data

tentang contoh kasus dalam penulisan ini. Dan dokumentasi adalah

menghimpun data-data yang menjadi kebutuhan penelitian dari

berbagai dokumen yang ada baik berupa buku, artikel, koran dan

lainnya sebagai data penelitian.27

Dalam hal ini, teknik dokumentasi penulis gunakan untuk

melengkapi data-data dari buku, artikel, jurnal dan sebagainya yang

berkaitan dengan analisis hukum pidana Islam terhadap tindak pidana

penggantian narapidana di lembaga pemasyarakatan. Karena kategori

penelitian ini adalah literatur, maka teknik pengumpulan datanya

diselaraskan dengan sifat penelitian.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah seluruh data terkumpul kemudian dianalisis dengan

tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang

telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan,

kejelasan makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer

maupun data sekunder.28 Yaitu analisis antara hukum pidana Islam

terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas dilakukan anak di-

26 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),

216.

27 Ibid., 217.

(28)

bawah umur (Studi Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro No.

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn).

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data-data yang

telah diperoleh.29 Yaitu analisis hukum pidana Islam terhadap

tindak pidana pelanggaran lalu lintas dilakukan anak (Studi

Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn).

c. Analyzing, yaitu menganalisis antara hukum pidana Islam

terhadap tindak pidana pelanggaran lalu lintas dilakukan anak

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro

No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn).

5. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik

deskriptif analisis, yaitu suatu teknik dipergunakan dengan jalan

memberikan gambaran terhadap masalah yang dibahas dengan

menyusun fakta-fakta sedemikian rupa sehingga membentuk

konfigurasi masalah yang dapat dipahami dengan mudah.30 Langkah

yang ditempuh penulis ialah mendeskripsikan secara sistematis semua

fakta aktual yang diketahui, kemudian dianalisis dan ditarik sebuah

kesimpulan, sehingga dapat memberikan sebuah pemahaman yang

konkrit. Dalam hal ini dengan mengemukakan kasus yang terjadi dalam

putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro

29 Ibid., 51.

(29)

Anak/2014/PN.Bjn kemudian dikaitkan dengan teori dan dalil-dalil

yang terdapat dalam literatur sebagai analisis, sehingga mendapatkan

kesimpulan yang bersifat khusus.

Deduktif yaitu diawali dengan mengemukakan teori-teori,

dalil-dalil dan pendapat yang bersifat umum selanjutnya dikemukakan

kenyataan yang bersifat khusus.31 Yaitu mengenai tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak kemudian ditarik

kesimpulan dari hasil riset terhadap putusan Pengadilan Negeri

Bojonegoro No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn tentang tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak, dan kemudian ditarik

sebuah kesimpulan yang khusus.

I. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah pembahasan masalah-masalah dalam studi ini,

dan dapat dipahami permasalahannya secara sistematis dan lebih terarah,

maka pembahasannya dibentuk dalam bab-bab yang masing-masing bab

mengandung sub-bab, sehingga tergambar keterkaitan yang sistematis.

Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan

pembahasan sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan, pada bab ini diuraikan tentang pendahuluan yang

menjelaskan gambaran umum yang memuat pola dasar penulisan skripsi ini,

yaitu meliputi latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, rumusan

(30)

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi

operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II, bab ini membahas landasan teori tentang tinjauan umum tindak

pidana pelanggaran lalu lintas dalam hukum pidana Islam diantaranya:

pengertian pelanggaran dalam hukum pidana Islam, jarimah ta’zi>r, kedu`dukan

anak dalam hukum pidana Islam, pertanggung jawaban pidana dalam Islam

dan pengadila anak dalam hukum pidana Islam.

Bab III, dalam bab ini adalah penyajian data, akan dipaparkan mengenai

data hasil penelitian yang terdiri atas status dan kewenangan Pengadilan

Negeri Bojonegoro meliputi: wilayah hukum, kronologis perkara, isi putusan

Pengadilan Negeri Bojonegoro, pertimbangan hakim terhadap tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak dan penjatuhan saksi dalam

pidana Islam.

Bab IV, bab ini mengemukakan tentang analisis hukum pidana Islam

atas putusan No.24/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Bjn terhadap tindak pidana

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan anak.

Bab V, bab ini merupakan kesimpulan dan saran yang memuat uraian

(31)

22

LINTAS YANG DILAKUKAN ANAK

A. Pelanggaran dalam Hukum Pidana Islam

Di dalam hukum pidana Islam tidak ada perbedaan antara pelanggaran

dan kejahatan, semuanya disebut jina>yah atau jari>mah mengingat sifat

pidananya. Dan suatu perbuatan dianggap jari>mah apabila dapat merugikan

kepada aturan masyarakat, kepercayaan-kepercayaannya, atau merugikan

kehidupan anggota masyarakat, baik benda, nama baik atau

perasaan-perasaannya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dihormati

dan dipelihara.1

Dari segi bahasa kata jarimah berasal dari kata “jarama” kemudian

menjadi bentuk masdar “jaramatan“ yang artinya: perbuatan dosa, perbuatan

salah atau kejahatan. Pelakunya dinamakan dengan “jarim”, dan yang dikenai

perbuatan itu adalah “mujarom ‘alaihi”.2 Dari segi istilah, al-Mawardi

mendefisikan jari<mah adalah larangan-larangan syara>’ (melakukan hal-hal

yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam

oleh Allah dengan hukum had atau ta’zi>r.3

Adapun yang dimaksud larangan adalah mengabaikan perbuatan

terlarang atau mengabaikan perbuatan yang diperintahkan syarak, yaitu suatu

ketentuan yang berasal dari nas. Sedangkan hukuman had adalah hukuman

1 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 1.

(32)

suatu sanksi yang ketentuannya berasal dari nas}. Adapun hukuman ta’zi>r

adalah hukuman yang pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada

penguasa. Hukum ta’zi>r dijatuhkan dengan mempertimbangkan berat

ringannya tindak pidana, situasi dan kondisi masyarakat, serta tuntutan

kepentingan umum. Hal ini dapat dikatakan bahwa hukuman ta’zi>r

diterapkan tidak secara definitif, melainkan melihat situasi dan kondisi dan

bagaimana perbuatan jari>mah terjadi, kapan waktunya, siapa korbannya, dan

sanksi apa yang pantas dikenakan demi menjamin ketentraman dan

kemaslahatan umat.4

Berdasarkan pendapat diatas maka jari>mah adalah suatu peristiwa

pidana, tindakan/perbuatan pidana, yang mengakibatkan kerugian bagi orang

lain, baik itu fisik (anggota badan atau terhadap jiwa), harta benda, keamanan

dan lain sebagainya. yang dalam hukum pidana positif dikenal dengan istilah

delik, atau tindak pidana. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai jari>mah

atau delik jika perbuatan tersebut menyebabkan kerugian pada pihak lain,

baik berbentuk material (fisik) maupun non materi (non fisik) seperti

ketenangan, ketentraman, harga diri dan sebagainya.5

Adapun perbedaan antara jarimah hudud dan jari>mah ta’zi>r> adalah

sebagai berikut:6

1. Dalam jarimah hudud, tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan

maupun ulil amri (pemerintah). Bila seseorang telah melakukan jarimah

4 Abd Al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh, (Mesir : Dar Al- Qalam, 1998), 198. 5 Mustofa Hasan dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Pidana ..., 45.

(33)

hudud dan terbukti di depan pengadilan, maka hakim hanya bisa

menjatuhkan sanksi yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam jari>mah

ta’zi>r>, kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh perorangan maupun

oleh ulil amri, bila hal itu lebih maslahat.

2. Dalam jari>mah ta’zi>r> hakim dapat memilih hukuman yang lebih tepat

bagi si pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi dan tempat

kejahatan. Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh

hakim hanyalah kejahatan material.

3. Pembuktian jarimah hudud dan qis}as} harus dengan sanksi atau

pengakuan, sedangkan pembuktian jari>mah ta’zi>r> sangat luas

kemungkinannya.

4. Hukuman had maupun qis}as} tidak dapat dikenakan kepada anak kecil,

karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh, sedangkan

ta’zi>r> itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil itu boleh.

B. Jari>mah Ta’zi>r

1. Pengertian Jari>mah Ta’zi>r

Jari>mah Ta’zi>r> adalah jari>mah yang diancam dengan hukuman ta’zi>r. Pengertian ta’zi>r berasal dari kata

َرَزَع

yang sama dengan

َدَرَو َعَنَم

(mencegah

atau menolak),

َبَدَأ

(mendidik),

َمَظَع َرَ قَوَو

(mengagungkan dan

menghormati), dan

َرَصَنَو ىَوَ قَو َناَعَأ

(membantunya, mengungatkan dan

menghormati).7

7 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia,(Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah

(34)

Dari keempat pengertian di atas, yang lebih relevan adalah

pengertian addaba (mendidik) dan mana’a wa radda (mencegah dan

menolak)8 karena ta’zi>r juga berarti hukuman yang berupa memberi

pelajaran. Disebut dengan ta’zi>r karena hukuman tersebut sebenarnya

untuk mencegah dan menghalangi orang yang berbuat jarimah tersebut

untuk tidak mengulangi kejahatannya lagi dan memberikan efek jera.9

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al- Mawardi, ta’zi>r

adalah hukuman bagi tindak pidana yang belum ditentukan hukumannya

oleh syarak yang bersifat mendidik.10 Maksud dari “mendidik” disini

adalah untuk mencegah terjadinya maksiat pada masa yang akan datang.11

Jarimah-jarimah yang belum ditetapkan hukumannya oleh syarak

dinamakan dengan jarimah ta’zi>r. Adapun syarat supaya hukuman ta’zi>r

bisa dijatuhkan adalah hanya syarat berakal saja. Oleh karena itu,

hukuman ta’zi>r bisa dijatuhkan kepada setiap orang yang berakal yang

melakukan suatu kejahatan yang tidak memiliki ancaman hukuman had,

baik laki-laki maupun perempuan, muslim maupun kafir, balig atau anak

kecil yang sudah berakal (mumayyiz). Karena mereka semua selain anak

kecil adalah termasuk orang yang sudah memiliki kelayakan dan

kepatutan untuk dikenai hukuman. Adapun anak kecil yang sudah

8 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 248. 9 A. Djazuli, Fiqh …, 165.

10 M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), 136.

11 Alie Yafie, Dkk, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jilid II, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, t.t),

(35)

mumayyiz, maka ia di ta’zi>r, namun bukan sebagai bentuk hukuman, akan

tetapi sebagai bentuk mendidik dan memberi pelajaran.12

Wahbah az-Zuhaili yang mengutip dari Raddul Muhtaar

memberikan ketentuan dan kriteria dalam hukuman ta’zi>r yaitu setiap

orang yang melakukan suatu kemungkaran atau menyakiti orang lain

tanpa hak (tanpa alasan yang dibenarkan) baik dengan ucapan, perbuatan

atau isyarat, baik korbannya adalah seorang muslim maupun orang kafir.13

Adapun ruang lingkup dalam ta’zi>r yaitu sebagai berikut:14

a. Jarimah hudud atau qis}as} diyat yang terdapat syubhat dialihkan ke

sanksi ta’zi>r. Adapun mengenai syubhat, didasarkan atas hadis

berikut:

اَنَ ثَدَح َةَعيِبَر ُنْب ُدَمَحُم اَنَ ثَدَح يِرْصَبْلا وٍرْمَع وُبَأ ِدَوْسَْْا ُنْب ِنَمْحَرلا ُدْبَع اَنَ ثَدَح

ْنَع ِ يِرْزلا ْنَع يِقْشَمِ دلا ٍداَيِز ُنْب ُديِزَي

ْتَلاَق َةَشِئاَع ْنَع َةَوْرُع

ىَلَص ِهَللا ُلوُسَر َلاَق

اولَخَف ٌجَرْخَم ُهَل َناَك ْنِإَف ْمُتْعَطَتْسا اَم َنيِمِلْسُمْلا ْنَع َدوُدُحْلا اوُءَرْدا َمَلَسَو ِهْيَلَع ُهَللا

َأ ْنِم ٌرْ يَخ ِوْفَعْلا يِف َئِطْخُي ْنَأ َماَمِْْا َنِإَف ُهَليِبَس

ِةَبوُقُعْلا يِف َئِطْخُي ْن

ٌداَنَ اَنَ ثَدَح

يِفَو َلاَق ُهْعَ فْرَ ي ْمَلَو َةَعيِبَر ِنْب ِدَمَحُم ِثيِدَح َوْحَن ٍداَيِز ِنْب َديِزَي ْنَع ٌعيِكَو اَنَ ثَدَح

ِئاَع ُثيِدَح ىَسيِع وُبَأ َلاَق وٍرْمَع ِنْب ِهَللا ِدْبَعَو َةَرْ يَرُ يِبَأ ْنَع باَبْلا

ُهُفِرْعَ ن ََ َةَش

ْنَع ِ يِرْزلا ْنَع ِ يِقْشَمِ دلا ٍداَيِز ِنْب َديِزَي ْنَع َةَعيِبَر ِنْب ِدَمَحُم ِثيِدَح ْنِم ََِإ اًعوُفْرَم

ٍداَيِز ِنْب َديِزَي ْنَع ٌعيِكَو ُاَوَرَو َمَلَسَو ِهْيَلَع ُهَللا ىَلَص ِ يِبَنلا ْنَع َةَشِئاَع ْنَع َةَوْرُع

َُوْحَن

ِ يِبَنلا ِباَحْصَأ ْنِم ٍدِحاَو ِرْيَغ ْنَع اَذَ ُوْحَن َيِوُر ْدَقَو حَصَأ ٍعيِكَو ُةَياَوِرَو ُهْعَ فْرَ ي ْمَلَو

يِف ٌفيِعَض يِقْشَمِ دلا ٍداَيِز ُنْب ُديِزَيَو َكِلَذ َلْثِم اوُلاَق ْمُهَ نَأ َمَلَسَو ِهْيَلَع ُهَللا ىَلَص

ِثيِدَحْلا

ُمَدْقَأَو اَذَ ْنِم ُتَبْ ثَأ يِفوُكْلا ٍداَيِز يِبَأ ُنْب ُديِزَيَو

12 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, (Abdul Hayyie al-Kattani, dkk), jilid 7, (Jakarta: Gema Insani,

2007), 531.

13 Ibid., 532.

(36)

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Al Aswad Abu Amr Al Bashri, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rabi'ah, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Ziyad Ad Dimasyqi dari Az Zuhri dari 'Urwah dari A`isyah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hindarilah hukuman had dari kaum muslimin semampu kalian, jika ia mempunyai jalan keluar maka lepaskanlah ia. Karena sesungguhnya seorang imam salah dalam memaafkan lebih baik daripada salah dalam menjatuhi hukuman." Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Yazid bin Ziyad seperti Hadits Muhammad bin Rabi'ah namun tidak memarfu'kannya. Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Hurairah dan Abdullah bin Amr. Abu Isa berkata; Hadits Aisyah tidak kami ketahui diriwayatkan secara marfu' kecuali dari Hadits Muhammad bin Rabi'ah dari Yazid bin Ziyad Ad Dimasyqi dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Waki' meriwayatkannya dari Yazid bin Ziyad seperti itu namun tidak memarfu'kannya dan riwayat Waki' lebih shahih. Telah diriwayatkan juga hadits seperti ini dari banyak sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa mereka mengatakan seperti itu. Yazid bin Ziyad Ad Dimasyqi adalah seorang yang dha'if dalam periwayatan hadits sedangkan Yazid bin Ziyad Al Kufi adalah lebih tsabat dari orang ini dan lebih dahulu.

b. Jarimah hudud atau qis}as} diyat yang tidak memenuhi syarat akan

dijatuhi sanksi ta’zi>r.

c. Jarimah yang ditentukan Alquran dan Hadis, namun tidak

ditentukan sanksinya.

d. Jarimah yang ditentukan ulil amri untuk kemaslahatan umat.

2. Unsur-unsur Jarimah Ta’zi>r

Suatu perbuatan dianggap jarimah apabila unsur-unsurnya telah

terpenuhi. Unsur-unsur ini dibagi menjadi dua, yaitu unsur umum dan

unsur khusus. Unsur umum adalah unsur yang dianggap sebagai tindak

(37)

berlaku untuk masing-masing jarimah dan berbeda antara jarimah yang

satu dengan yang lain.15

Adapun yang termasuk dalam unsur-unsur umum jarimah adalah:16

a. Unsur formil (adanya undang-undang atau nas}), artinya setiap

perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak

dapat dipidana kecuali ada undang-undang atau nas} yang

mengaturnya. Dalam hukum positif masalah ini dikenal dengan

istilah asas legalitas, yaitu sesuatu perbuatan tidak dapat dianggap

melawan hukum dan pelakunya tidak dapat dianggap melawan

hukum dan pelakunya tidak dapat dianggap melawan hukum dan

pelakunya tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan

yang mengundangkannya. Dalam syari’at Islam lebih dikenal

dengan istilah ar-rukn asy syar’i. Kaidah yang mendukung unsur ini

adalah “tidak ada perbuatan yang dianggap melarang hukum dan

tidak ada hukuman yang dijatuhkan kecuali adanya ketentuan nas}”.

Kaidah lain menyebutkan “tiada hukuman bagi perbuatan mukalaf

sebelum adanya ketentuan nas}”.

b. Unsur materiil (sifat melawan hukum), artinya adanya tingkah laku

seseorang yang membentuk jarimah, baik dengan sikap berbuat

maupun sikap tidak berbuat. Unsur ini dalam hukum pidana Islam

disebut ar-rukn al-madi.

15 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2004), 27.

(38)

c. Unsur moril (pelakunya mukalaf), artinya pelaku jarimah adalah

orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap

jarimah yang dilakukannya. Dalam syari’at Islam unsur moril

disebut ar-rukn al-adabi, yaitu orang yang melakukan tindak pidana

dapat dipersalahkan dan dapat disesalkan, artinya bukan orang gila,

bukan anak-anak dan bukan karena dipaksa atau karena pembelaan

diri.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang

ada dalam jarimah ta’zi>r adalah setiap bentuk larangan (maksiat) yang

tidak ada ancaman hukuman had dan kewajiban membayar kafarat di

dalamnya, perbuatan jarimah hudud atau qis}as} yang unsurnya tidak

terpenuhi, dan melakukan suatu kemungkaran atau menyakiti orang lain

tanpa hak (meresahkan masyarakat umum).

C. Kedudukan Anak dalam Hukum Pidana Islam

Anak dari segi bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil dari

hubungan antara pria dan wanita. Di dalam bahasa Arab terdapat berbagai

macam kata yang digunakan untuk arti anak, sekalipun terdapat perbedaan

yang positif di dalam pemakaiannya. Kata-kata sinonim ini tidak sepenuhnya

sama artinya. Umpamanya “walad” artinya secara umum anak, tetapi dipakai

untuk anak yang dilahirkan oleh manusia dan binatang yang bersangkutan.17

17 Fuad M. Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991),

(39)

Hukum Islam telah menetapkan bahwa yang dimaksud dengan anak

adalah seorang manusia yang telah mencapai umur tujuh tahun dan belum

balligh, sedang menurut kesepakatan para ulama, manusia dianggap balligh

apabila mereka telah mencapai usia 15 tahun.18\

Kata baligh berasal dari fi’il ma>d}i balagha, yablughu, bulughan yang

berarti sampai, menyampaikan, mendapat, baligh, masak.19

Pendapat para ahli fiqh mengenai kedudukan anak berbeda-beda

menurut masa yang dilaluinya, yaitu20:

1. Masa tidak adanya kemampuan berpikir. Masa ini dimulai sejak lahir

sampai usia 7 tahun, perbuatan pidana yang dilakukannya tidak

dikenai hukuman.

2. Masa kemampuan berpikir lemah. Masa ini dimulai sejak anak berusia

7 tahun sampai usia 15 tahun. Pada masa tersebut mereka dijatuhi

pengajaran. Pengajaran ini meskipun sebenarnya hukuman namun

tetap dianggap sebagai hukuman mendidik bukan hukuman pidana.

Masa kemampuan berpikir penuh. Masa ini dimulai sejak anak

mencapai usia kecerdasan yang pada umumnya telah mencapai usia 15

tahun atau 18 tahun. Pada masa ini telah dikenakan pertanggungjawaban

pidana atas tindak pidana yang dilakukan.21

Imam Syafi’i mengungkapkan apabila telah sempurna umur 15 tahun

baik laki-laki maupun perempuan, kecuali bagi laki-laki yang sudah

18 Ahmad Hanafi, Asas-asas…,369. 19 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa …, 71. 20 Ahmad Hanafi, Asas-Asas..., 370.

(40)

ikhtilam atau perempuan yang sudah haid sebelum mencapai umur 15 tahun

maka sudah dianggap dewasa.22

D. Pertanggungjawaban Pidana dalam Islam

1. Pengertian pertanggungjawaban Pidana dalam Islam

Pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam adalah pembebanan

seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang

dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di mana orang tersebut

mengetahui maksud dan akibat dari perbuatannya itu. Dalam syariat

Islam pertanggungjawaban pidana didasarkan kepada tiga hal yaitu

adanya perbuatan yang terlarang, perbuatan itu dikerjakan dengan

kemauan sendiri, dan pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.23

Apabila terhadap tiga hal tersebut maka terdapat pula

pertanggungjawaban. Apabila tidak terdapat maka tidak terdapat pula

pertanggungjawaban. Dengan demikian orang gila, anak, orang yang

dipaksa dan terpaksa tidak dibebani pertanggungjawaban, karena dasar

pertanggungjawaban pada mereka ini tidak ada. Pembebasan

pertanggungjawaban terhadap mereka ini didasarkan kepada dan

al-Quran. Dalam QS. An-Nahl ayat 106 disebutkan tentang orang yang

dipaksa, yaitu:

22 Chairumandan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1996), 10.

(41)







































Artinya: Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.24

Maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang dapat dimintai

pertanggungjawaban adalah jika perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

tersebut terlarang (tidak berdasarkan syarak), perbuatan yang dilakukan

atas kemauan sendiri (tidak ada paksaan), dan pelaku mengetahui akibat

perbuatannya itu (tidak dalam keadaan tidur, gila atau anak-anak).

2. Siapa yang dibebani pertanggungjawaban Pidana Islam

Orang yang harus bertanggungjawab atas suatu pelanggaran adalah

orang yang melakukan pelanggaran itu sendiri dan bukan orang lain. Hal

ini didasarkan kepada firman Allah dalam al-Quran dalam QS. Faatir ayat

18:



















































































(42)

Artinya: dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain25. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatnya26 dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu).27

Dari keterangan diatas dijelaskan bahwa seorang yang harus

bertanggungjawab atas pelanggaran yang di perbuat adalah orang

yang melakukan pelanggaran.

3. Sebab dan Tingkat Pertanggungjawaban Pidana Islam

Faktor-faktor yang menyebabkan adanya pertanggungjawaban

pidana adalah perbuatan maksiat, yaitu mengerjakan perbuatan yang

dilarang oleh syara’ atau meninggalkan (tidak mengerjakan) perbuatan

yang diperintahkan oleh syara’. Jadi sebab pertanggungjawaban pidana

adalah melakukan pelanggaran. Apabila tidak melakukan pelanggaran

maka tidak adanya pertanggungjawaban pidana. Meskipun demikian,

untuk adanya pertanggungjawaban ini masih diperlukan dua syarat yaitu

kekuatan berpikir (idrak) dan kekuatan memilih (ikhtiar).

Suatu pelanggaran adakalanya disengaja dan adakalanya karena

kekeliruan. Sengaja terbagi menjadi dua bagian yaitu sengaja

semata-mata dan menyerupai sengaja. Sedangkan kekeliruan juga ada dua bagian

25 Maksudnya: masing-masing orang memikul dosanya sendiri-sendiri.

26 Sebagian ahli tafsir menafsirkan bil ghaib dalam ayat ini ialah ketika orang-orang itu sendirian

tanpa melihat orang lain.

(43)

yaitu keliru semata-mata dan perbuatan yang disamakan dengan

kekeliruan. Dengan demikian maka pertanggung-jawaban itu juga ada

empat tingkatan sesuai dengan tingkatan perbuatan melawan hukum

yaitu28:

a. Sengaja (al-‘Amdu)

Arti sengaja terjadi apabila pelaku berniat melakukan

perbuatan yang dilarang. Dalam tindak pidana pelanggaran lalu

lintas yang menyebabkan orang lain meninggal, sengaja berarti

pelaku sengaja melakukan perbuatan berupa menabrak dan ia

menghendaki akibatnya berupa kematian korban. Tentu saja

pertanggungjawaban pidana dalam tingkat ini lebih berat

dibandingkan dengan tingkat di bawahnya.

b. Menyerupai Sengaja (Syibhul ‘Amdi)

Arti menyerupai sengaja adalah dilakukannya perbuatan itu

dengan maksud melawan hukum, tetapi akibat perbuatan itu tidak

dikehendaki. Dalam tindak pidana pelanggaran lalu lintas yang

menyebabkan orang lain meninggal, ukuran menyerupai sengaja ini

dikaitkan dengan alat yang digunakan. Jika alat yang digunakan itu

bukan alat yang biasa digunakan untuk menabrak maka perbuatan

tersebut termasuk kepada menyerupai sengaja.

(44)

c. Keliru (al-Khata’)

Pengertian keliru adalah terjadinya suatu perbuatan diluar

kehendak pelaku dan tanpa ada maksud melawan hukum. Dalam hal

ini perbuatan tersebut terjadi karena kelalaian atau kurang hati-hati.

Keliruan ini ada dua macam yaitu:

1) Keliru dalam perbuatan, seperti seorang anak naik sepeda

motor dengan terburu-buru dan cepat hingga menabrak

seseorang yang menyebabkan meninggal dunia.

2) Keliru dalam dugaan, seperti seorang anak naik sepeda motor

dengan terburu-buru dan cepat ketika mau menabrak menekan

rem sepeda motor tapi tetap saja menyebabkan seseorang

meninggal dunia.

d. Keadaan yang Disamakan dengan Keliru

Ada dua bentuk perbuatan yang disamakan dengan kekeliruan,

yaitu:

1) Pelaku sama sekali tidak bermaksud melakukan perbuatan

yang dilarang tetapi hal itu terjadi di luar pengetahuannya dan

sebagai akibat kelalaiannya, seperti seorang anak naik sepeda

motor tanpa sepengetahuannya jika naik motor itu dilarang

bagi anak-anak, pada suatu saat di jalan anak tersebut

menabrak seseorang hingga menyebabkan seseorang kematian.

2) Pelaku menyebabkan terjadinya suatu perbuatan yang dilarang

(45)

seseorang anak naik sepeda motor dengan buru-buru di jalan

raya untuk pergi ke sekolah, di tengah perjalan ia mau

menabrak seseorang tetapi ia tidak memberi tanda bahaya

sehingga akibatnya ia tetap menabrak hingga mengakibatkan

orang tersebut meninggal dunia.

Dalam hal pertanggung jawabannya keadaan ini lebih ringan

daripada keliru karena pelaku dalam keadaan ini sama sekali tidak

mempunyai maksud untuk melakukan perbuatan melainkan perbuatan itu

terjadi semata-mata akibat keteledoran dan kelalaiannya. Sedangkan

dalam hal keliru pelaku sengaja melakukan perbuatan walaupun akibatnya

terjadi karena kurang hati-hati.

Adanya perbuatan melawan hukum yang bertingkat-tingkat maka

pertanggungjawaban itu juga bertingkat-tingkat. Hal ini disebabkan oleh

karena pelanggaran seseorang itu erat kaitannya dengan niatnya. Sesuai

dengan hadis nabi Muhammad saw dalam Kitab Abu Daud yang

berbunyi:

َميِاَرْ بِإ ِنْب ِدَمَحُم ْنَع ٍديِعَس ُنْب ىَيْحَي يِنَثَدَح ُناَيْفُس اَنَرَ بْخَأ ٍريِثَك ُنْب ُدَمَحُم اَنَ ثَدَح

َقَو ِنْب َةَمَقْلَع ْنَع ِ يِمْيَ تلا

ُلوُقَ ي ِباَطَخْلا َنْب َرَمُع ُتْعِمَس َلاَق ِ يِثْيَللا ٍصا

ِهَللا ُلوُسَر َلاَق

ْجِ ْتَناَك ْنَمَف ىَوَ ن اَم ٍئِرْما ِ لُكِل اَمَنِإَو ِتاَيِ نلاِب ُلاَمْعَْْا اَمَنِإ َمَلَسَو ِهْيَلَع ُهَللا ىَلَص

ُهَُُر

َُُرْجِهَف ِهِلوُسَرَو ِهَللا ىَلِإ

اَهُجَوَزَ تَ ي ٍةَأَرْما ْوَأ اَهُ بيِصُي اَيْ نُدِل ُهَُُرْجِ ْتَناَك ْنَمَو ِهِلوُسَرَو ِهَللا ىَلِإ ُه

ِهْيَلِإ َرَجاَ اَم ىَلِإ ُهَُُرْجِهَف

(46)

berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya amalan itu tergantung kepada niatnya, dan bagi setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang telah ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan RasulullahNya, dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang hendak ia dapatkan atau karena seorang wanita yang akan ia nikahi, maka hijrahnya akan mendapatkan sesuai apa yang ia maksudkan29".

4. Beberapa Hal yang Mempengaruhi Pertanggungjawaban Pidana

Adapun hal-hal yang mempengaruhi pertanggungjawaban pidana

adalah30:

a. Pengaruh Tidak Tahu

Dalam syariat Islam, pelaku tidak dihukum karena suatu

perbuatan yang dilarang kecuali ia mengetahui dengan sempurna

tentang dilarangnya perbuatan tersebut. Dengan demikian apabila

seseorang tidak tahu tentang dilarangnya perbuatan tersebut maka

ia tidak dibebani pertanggungjawaban pidana.

Akan tetapi pengertian mengetahui di sini bukan pengetahuan

secara hakiki melainkan cukup dengan adanya kemungkinan untuk

mengetahui. Dengan adanya kemungkinan untuk mengetahui maka

setiap orang mukalaf dianggap mengetahui semua hukum atau

undang-undang walaupun dalam kenyataannya mungkin kebanyakan

dari mereka tidak mengetahuinya.

Alasan tidak tahu baru dapat diterima dari orang-orang yang

hidup di pedalaman dan tidak pernah bergaul dengan kaum

29 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Hadis No.1882, (Lidwah Pustaka i-Software-Kitab Sembilan

Imam).

(47)

muslimin atau dari orang yang baru masuk Islam dan tidak

bertempat tinggal di lingkungan kaum muslimin.

Tidak tahu tentang arti suatu undang-undang di persamakan

dengan tidak tahu bunyi undang-undang itu sendiri dan

kedudukannya, dalam artian tidak bisa diterima sebagai alasan

pembebasan hukuman. Dalam hukum positif kesalahan pengertian

ini disebut salah tafsir.

Salah satu contoh yang terkenal dalam syariat Islam tentang

salah tafsir ini adalah sekelompok kaum muslimin di negeri Syam

minum-minuman keras karena menganggap minum tersebut

dihalalkan dengan beralasan pada firman Allah swt dalam QS

al-Ma’idah ayat 93 yang berbunyi:































Referensi

Dokumen terkait

pelanggaran ringan seperti pelanggaran lalu lintas yang melibatkan anak. Peradilan pidana dalam penanganan anak berkonflik dengan hukum hanya.. akan menyebabkan stigma

Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan bilyet deposito dalam perkara Putusan Nomor: 1343/Pid/Sus/204/PN-Tjk adalah terdakwa melakukan perbuatan

Berdasarkan pemaparan di atas maka penelitian dengan judul Penerapan Diversi Dalam Penyelesaiakan Perkara Pidana Pelanggaran Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak menjadi

” ANALISIS YURIDIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF TUJUAN PEMIDANAAN (Putusan Pengadilan Tinggi Padang Nomor:

Keefektifan penjatuhan putusan sanksi pidana denda terhadap pelanggaran kelengkapan kendaraan bermotor dalam berlalu lintas di Pengadilan Negeri Klas 1B Maros dari

Skripsi yang berjudul &#34;PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG LALU LINTAS (STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI DEMAK)&#34; ini secara

Ketentuan tersebut dapat dikemukakan bahwa menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, anak-anak yang melakukan pelanggaran

Pengadilan Negeri Cianjur yang mengadili perkara pidana pelanggaran Lalu Lintas dengan Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalu Lintas Jalan, telah menjatuhkan putusan