1 PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari The Hauser Center for Nonprofit Organizations di Universitas Harvard, Amerika Serikat, pada tahun 2000 di seluruh dunia terdapat
sekitar 1,5 juta organisasi nirlaba . Jumlah ini meningkat sangat signifikan dibandingkan tahun 1940 yang hanya terdapat sekitar 12.000 organisasi nirlaba
(Frumklin, 2000). Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan data Kementrian Hukum dan HAM tahun 2009 terdapat 21.569 organisasi nirlaba yang secara resmi terdaftar di Indonesia. Sebanyak 99% berstatus yayasan dan sisanya atau
268 memiliki status hukum perkumpulan (http://organisasi-nirlaba-rentan-disusupi-pencucian-uang-dan-pendanaan teroris.htm).
Organisasi nirlaba (ONL) memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan karakteristik ini dapat dilihat pada PSAK No 45 tahun 2000 alinea 1 yang dengan jelas menyatakan bahwa :
“Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi nirlaba memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi
tersebut.”
Organisasi nirlaba juga memiliki tujuan yang sangat berbeda dengan
oganisasi bisnis. Organisasi nirlaba lebih bertujuan untuk menjalankan misi organisasi bukan untuk mencari laba, sedangkan organisasi bisnis bertujuan lebih
2 diperoleh itu tidaklah signifikan atau mendekati nol, dalam artian tidak surplus dan juga tidak defisit.
Organisasi nirlaba merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang peranannya terasa menjadi sangat penting sejak era reformasi. Tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari semakin banyak keterlibatan organisasi
nirlaba. Misalnya saja ada banyak kegiatan masyarakat yang didanai, dilaksanakan, dan digerakkan oleh organisasi nirlaba, misalnya saja gereja,
masjid, panti asuhan, dan LSM.
Di Amerika setiap organisasi nirlaba wajib membuat laporan keuangan untuk kepentingan pendonor atau penyumbang. Pendonor atau penyumbang tidak
akan bersedia menyumbangkan uang mereka pada sebuah organisasi nirlaba apabila mereka tidak mengeluarkan laporan keuangan. Sedangkan untuk di
Indonesia ada begitu banyak organisasi nirlaba tetapi belum semua organisasi nirlaba tersebut membuat laporan keuangan. Dikarenakan sebagian besar
organisasi nirlaba di Indonesia sebagian besar berupa yayasan sehingga dibuat UU 28/2004 yang mengatur tentang yayasan. Dalam UU 28/2004 setiap organisasi nirlaba yang berebentuk yayasan wajib menyusun laporan keuangan tahunan yang
berupa laporan keadaan dan kegiatan dari yayasan tersebut, sedangkan untuk organisasi nirlaba yang tidak berbentuk yayasan tidak wajib membuat laporan
3 lebih dan mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp. 20 Miliar. Meskipun demikian, masih saja ada organisasi nirlaba yang belum membuat
laporan keuangan. Sebagaimana telah dibahas dalam UU 28/2004 sesuai dengan PSAK No 45, laporan keuangan yayasan adalah laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Pada organisasi nirlaba ada biaya yang digunakan untuk mendanai program. Program yang dijalankan merupakan wujud dari misi yang akan dicapai
oleh organisasi nirlaba. Biaya yang digunakan untuk mendanai biaya program ini disebut dengan biaya program. Ada begitu banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai biaya program. Berdasarakan General Accounting Office [GAO], 2002,
p, 8 antara tahun 1994-1998, badan amal Amerika Serikat mengalokasikan sekitar 87% dana mereka untuk program (Bowman, 2006). Sebagian besar organisasi,
menghabiskan kurang lebih 70% dari total pendapatan organisasi untuk program atau pelayanan (Lammers, 2003). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Posnett
dan Sandler (1989), Tinkelman (1999), dan Weisbrod dan Dominguez (1986) dalam Parsons dan Trussel (2003) disimpulkan bahwa pendonor pada organisasi nirlaba sangat mempertimbangkan rasio biaya program yang dilaporkan oleh
organisasi yang bersangkutan. Sedangkan Hyndman (1991) dan Khumawala dan Gordon (1997) dalam Parsons dan Trussel (2008) melaporkan perhatian utama
4 Penelitian tentang biaya program kemudian juga dikaitkan dengan ukuran organisasi. Beberapa peneliti seperti Kohler (2002) menemukan ada hubungan
yang jelas antara rasio biaya administrasi dengan ukuran organisasi yang bersangkutan. Sargeant dan Kohler (1998) dalam Kohler (2002) juga menunjukkan bahwa ukuran organisasi adalah faktor yang dominan terhadap
biaya administrasi dan struktur pengeluaran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasio biaya administrasi.
Sebagian besar hasil penelitian yang telah ditemukan dilakukan di luar negeri sedangkan, untuk Indonesia sendiri sepengetahuan penulis masih jarang dilakukan penelitian yang meneliti tentang hubungan rasio biaya program dengan
ukuran organisasi. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui lebih lanjut kebenaran hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan
pada badan amal atau organisasi nirlaba yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan akses data laporan keuangan dari organisasi
nilaba. Hal tersebut yang menjadi alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi pada organisasi nirlaba di
Indonesia. Dengan mengidentifikasi hubungan rasio biaya program dengan ukuran organisasi diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat
5 pada organisasi nirlaba, sehingga menjadikan informasi yang relevan sebagai bahan pertimbangan selanjutnya. Selain memberikan informasi kepada organisasi
sektor publik, penelitian ini juga memberikan informasi kepada otoritas pembuat laporan keuangan apakah dapat membuat laporan keuangan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Penelitian ini terdiri dari lima bagian, bagian pertama berisi pendahuluan, bagian kedua berisi telaah teoritis, bagian ketiga terdiri dari metode penelitian dan
sumber data, bagian yang keempat berisi analisis dan pembahasan bagian kelima berisi kesimpulan dan penutup.
TINJAUAN LITERATUR
a. Organisasi Nirlaba
PSAK No. 45 tahun 2000 mendefinisikan organisasi nirlaba sebagai organisasi yang memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan
para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Menurut Hardiyani (2009) organisasi nirlaba adalah
6 Berdasarkan PSAK Organisasi nirlaba ini memiliki ciri – ciri sebagai berikut:
a. Sumber daya entitas
Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba
Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba, kalau suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para atau pemilik entitas tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan
atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada suatu likuidasi atau
pembubaran entitas.
Berdasarkan penggalangan dananya organisasi nirlaba dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) Organisasi nirlaba yang mendapat dana dari pihak
7 dari dana yang diberikan. Contoh dari organisasi nirlaba ini adalah sekolah, universitas, dll. (2) Organisasi nirlaba yang mendapat dana dari pihak
ketiga, sementara pihak ketiga tidak merasakan manfaat dari dana yang diberikan tetapi yang merasakan manfaatny adalah pihak lain. Contoh dari organisasi nirlaba ini adalah yayasan, LSM, panti asuhan, dll (Hansman,
1996).
Organisasi nirlaba bertujuan untuk melayani beberapa kelompok
stakeholders, yang anggotanya lebih luas daripada stockholders, manajer, pegawai atau karyawan, kreditur, supplier, konsumen dan masyarakat
sekitar (Sartono, 2000). Organisasi nirlaba dapat terus bertahan hidup dengan lama karena mereka memiliki sumber daya kas yang memadai untuk program-program mereka, sehingga lembaga keuangan organisasi nirlaba
seringkali menekankan sumber daya finansial yang likuid dalam organisasi. Organisasi bisnis sangat memperhatikan kas, apabila mereka dapat
menghasilkan laba mungkin mereka akan mampu membiayai kebutuhan mereka melalui pinjaman atau investasi.
Tujuan utama bisnis nirlaba adalah menyediakan jasa kepada masyarakat sekitarnya dan bukan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Dalam kondisi demikian maka capital budgeting harus
8 b. Rasio Biaya Program
Biaya program adalah total biaya yang dihabiskan untuk menjalankan
suatu program atau suatu proyek (Hager, 2001). Sedangkan rasio biaya program didefenisikan sebagai persentase dari total biaya yang digunakan untuk program (Parsons dan Trussel, 2008). Dalam Parsons dan Trussel
(2008) rasio biaya program ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) menggunakan
rasio biaya program sebagai alternatif variabel harga. Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) menyatakan bahwa rasio biaya program
dapat menunjukkan strategi penggalangan dana pada organisasi nirlaba. Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) juga menemukan bahwa rasio biaya program berkorelasi positif dengan pendapatan.
Sedangkan Roberts et al. (2006) dalam Parsons dan Trussel (2008) menggunakan rasio program untuk menilai efisiensi manajer organisasi
nirlaba untuk menilai perubahan yang terjadi pada sumber daya pada organisasi.
Secara khusus, badan amal mungkin saja memiliki insentif untuk memanipulasi rasio biaya program karena pendonor beranggapan bahwa rasio biaya program ini menjadi dasar dalam membuat suatu keputusan
9 Rasio biaya administrasi merupakan kebalikan dari rasio biaya program (Parsons dan Trussel, 2008). Parsons dan Trussel (2008)
menunjukkan bahwa rasio biaya administrasi berkorelasi negatif dengan sumbangan. Greenlee dan Trussel (2000) dalam Parsons dan Trussel (2008) mengilustrasikan organisasi akan lebih stabil (dengan rasio administrasi
yang tinggi) kurang rentan terhadap kerentanan keuangan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Greenlee dan Brown (1999) dalam Parsons dan Trussel
(2008), ditemukan bahwa donor lebih memilih untuk menyumbangkan uangnya pada organisasi nirlaba yang memiliki rasio administrasi yang lebih rendah. Penelitian yang dilakukan Greenlee dan Brown (1999) dalam
Parsons dan Trussel (2008) ini membantah hasil penelitian yang dilakukan oleh Tuckman dan Chang (1991) dalam Parsons dan Trussel (2008) yang
menyimpulkan bahwa organisasi nirlaba dengan rasio yang lebih rendah akan rentan terhadap krisis keuangan.
c. Hubungan Rasio Biaya Program dengan Ukuran Organisasi
Rasio biaya program memiliki hubungan dengan ukuran organisasi. Ukuran organisasi dapat diukur dengan menggunakan total pendapatan
organisasi nirlaba. Saat perusahaan memiliki total pendapatan yang kecil, maka organisasi nirlaba memiliki ukuran yang kecil. Sedangkan apabila
10 Rasio biaya administrasi merupakan kebalikan dari rasio biaya program (Parsons dan Trussel, 2008). Temuan Wise (1997) dalam Kohler
(2002) menunjukkan bahwa sebuah badan amal yang besar memiliki rasio biaya administrasi yang lebih rendah daripada badan amal yang lebih kecil. Dengan demikian dapat dikatakan apabila sebuah badan amal besar
memiliki rasio biaya administrasi yang rendah dan rasio biaya program yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh skala ekonomi. Sampel analisis yang
digunakan terdiri dari tujuh puluh lima badan amal yang terdapat pada Henderson Top 2000 Charities (1994), Wise (1997) dalam Kohler (2002) menyatakan bahwa rasio biaya administrasi dari 75 sampel tersebut sangat
dipengaruhi oleh ukuran.
Kohler (2002) dalam temuannya juga menemukan ada hubungan yang jelas antara rasio biaya administrasi dengan ukuran organisasi yang bersangkutan. Sargeant dan Kohler (1998) dalam Kohler (2002) juga
menunjukkan bahwa ukuran adalah faktor yang dominan terhadap biaya administrasi dan struktur pengeluaran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasio biaya administrasi.
Dalam penelitiannya Rooney, Hager, dan Pollak (2003) dalam Bowman (2006) berhasil memberikan bukti bahwa (a) biaya administrasi
11 dalam penelitiannya membagi organisasi nirlaba CAF Top 500 Charities menjadi lima kelompok yang didasarkan berdasarkan ukuran dan total
pendapatan yang diterima. Perbedaan rasio biaya administrasi yang signifikan ditemukan antara kelompok dengan efek skala yang besar daripada kelompok yang skalanya lebih kecil.
Berdasarkan argumen diatas, maka peneliti menduga bahwa semakin besar rasio biaya program suatu organisasi maka semakin besar pula ukuran
organisasi tersebut. Oleh karena itu, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
Ha = Terdapat hubungan yang positif antara rasio biaya program dengan
ukuran organisasi.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini data yang digunakan penulis adalah data sekunder yaitu berupa laporan keuangan organisasi nirlaba antara tahun 1999 sampai
dengan tahun 2010 yang sudah diaudit. Laporan keuangan organisasi nirlaba diperoleh penulis dari pusat data Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Kristen Satya Wacana. Jenis organisasi nirlaba yang akan diteliti penulis bukan organisasi nirlaba yang memperolah dana dari penerima manfaat secara langsung tetapi organisasi nirlaba yang menerima dana atau sumbangan dari pihak ketiga
12 Laporan keuangan yang sudah didapat dari masing-masing organisasi nirlaba kemudian dihitung rasio biaya programnya. Dalam Parsons dan Trussel
(2008) rasio biaya program dihitung dengan menggunakan rumus:
Dari laporan keuangan yang sudah didapat dari masing-masing organisasi
nirlaba yang menjadi indikator dari ukuran organisasi adalah total pendapatan dari organisasi tersebut.
Rasio biaya program yang telah dihitung kemudian diuji dengan
menggunakan pengujian statistik deskriptif. Setelah dilakukan pengujian statistik deskriptif selanjutnya akan dilakukan pengujian korelasi untuk mengetahui ada
atau tidak adanya hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi. Selanjutnya akan dilakukan pengujian atas hipotesis sementara yang telah diajukan. Penelitian ini menggunakan pengujian non-parametrik dengan korelasi
spearman dikarenakan dari 21.569 organisasi nirlaba penelitian ini hanya menggunakan 71 organisasi nirlaba. Apabila dibandingkan dengan banyaknya
jumlah organisasi nirlaba awal maka jumlah organisasi yang digunakan dalam penelitian ini masih kurang representatif.
13 ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan disajikan hasil dari analisis terhadap data yang
diperoleh untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi nirlaba di Indonesia. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pengujian
korelasi.
Sebelum dilakukannya pengujian, yang pertama sekali dilakukan peneliti
adalah melakukan pengumpulan data. Data yang digunakan adalah berupa laporan keuangan tahunan dari masing-masing organisasi nirlaba. Data yang diperoleh
dari pusat data Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, diperoleh 71 organisasi nirlaba dengan jumlah laporan keuangan sebanyak 220 tahun pelaporan. Dari data yang diperoleh di dalamnya terdapat 26 organisasi
nirlaba yang bergerak di bidang sosial baik sosial ekonomi, sosial politik, dan bidang sosial secara umum. Selain itu terdapat 11 organisasi nirlaba yang
bergerak di bidang pendidikan yang memiliki tujuan untuk membantu terwujudnya penelitian dan pendidikan, 5 organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup baik dalam pelestarian hutan maupun pelestarian satwa
yang ada di dalam hutan misalnya saja orang utan. Dari data yang ada terdapat juga 17 organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang penyaluran zakat, 10
organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pemerintahan. Organisasi nirlaba tersebut biasanya bertugas untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Serta 1
14 Setelah laporan diperolah maka langkah selanjutnya adalah menghitung rasio biaya program dari masing-masing laporan keuangan tahunan organisasi
nirlaba tersebut. Rasio biaya program dihitung dengan menggunakan rumus:
Rasio biaya program yang telah dihitung akan digunakan penulis sebagai
data dalam menganalisis penelitian ini.
Analisis statistik yang pertama sekali dilakukan peneliti adalah analisis statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui
gambaran mengenai variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini ada dua variabel penelitian yang akan dianalisis statistik deskriptif yaitu rasio biaya
program dan ukuran organisasi. Berikut ini adalah hasil analisis statistik deskriptif
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Rasio Biaya Program
Jumlah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi Rasio Biaya
Program Valid
220
220
0.028 1.000 0.72797 0.231755
Sumber : Data Sekunder diolah, 2012
Dalam tabel 4.1 menunjukkan bahwa dalam hasil pengujian ini ada
perbedaan yang sangat signifikan antara rasio biaya program minimum, rasio biaya program maksimum dan rata-rata rasio biaya program. Apabila dilihat nilai rata-rata sebesar 0,72797, nilai rasio biaya program minimum sebesar 0,028, dan
[image:14.595.101.520.209.613.2]15 yaitu adanya yayasan yang memiliki rasio biaya program sebesar 1,000 sebanyak 13 yayasan dan ada 1 yayasan yang memiliki rasio biaya program yang sangat
rendah sekali yaitu sebesar 0,028. Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan rata-rata 72% organisasi nirlaba di Indonesia menggunakan sebagian besar total biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan misi atau menjalankan program.
Berdasarkan data, penulis juga menyimpulkan bahwa organisasi nirlaba atau yayasan yang bergerak dalam bidang sosial dan pemerintahan dapat
menghabiskan 100% (semua biaya) mereka untuk menjalankan program. Hal ini disebabkan karena bidang sosial dan pemerintahan ini yang mampu menjalankan misi hingga ke pelosok daerah sedangkan sektor swasta sebagai donatur karena
[image:15.595.86.540.333.575.2]sektor swasta tidak akan mau menghabiskan banyak biaya apabila tidak menghasilkan keuntungan.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Ukuran Organisasi
Jumlah Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Ukuran Organisasi
Valid
220
220
31.532.680 723.736.713.818 25.437.405.118,51 84.615.353.899,78
Sumber : Data Sekunder diolah, 2012
Dalam tabel 4.2 hasil pengujian statistik deskriptif ukuran organisasi nirlaba dan yayasan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara ukuran organisasi minimum, ukuran organisasi maksimum dan rata-rata ukuran organisasi. Apabila dilihat dari total pendapatan minimum sebesar Rp.
31.532.680, total pendapatan maksimum sebesar Rp. 723.736.713.818 dan dengan standar deviasi total pendapatan sebesar Rp. 84.615.353.899,78, menunjukkan
16 total pendapatan ratusan miliar dimiliki oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) untuk laporan keuangan tahun 2003 sampai
dengan tahun 2009 dan Sampoerna Foundation untuk laporan keuangan tahun 2009, dan ada juga satu yayasan yaitu Yayasan Zakat Membangun (YAZAM) yang memiliki total pendapatan yang terlalu kecil sebesar Rp. 31.532.680. Dari
hasil pengujian ini dapat pula disimpulkan bahwa organisasi nirlaba atau yayasan yang besar akan mendapat donor atau donatur dari perusahaan besar pula dan
organisasi atau yayasan yang berukuran kecil akan sulit untuk mendapatkan donatur dari perusahaan besar. Hal ini dikarenakan sektor swasta memiliki tujuan khusus apabila menyumbangkan dananya kepada yayasan yang berukuran besar.
Pengujian analisis statistik deskriptif saja tidak cukup untuk mengetahui hubungan rasio biaya program dengan ukuran organisasi pada
organisasi nirlaba di Indonesia. Maka dilakukan tahap analisis selanjutnya yaitu dengan melakukan analisis korelasi spearman. Analisis korelasi spearman
[image:16.595.98.520.280.715.2]dilakukan untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut. Berikut ini adalah hasil korelasi spearman antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi yang dilihat dari total pendapatan.
Tabel 4.3
17 Dilihat dari tabel 4.3 hasil pengujian hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi dari 71 organisasi nirlaba dan yayasan
adalah sebesar -0,013. Dengan hasil signifikansi sebesar 0,849 lebih besar dari tingkat signifikansi yang digunakan yaitu sebesar 0,05 (5%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasio biaya program dengan ukuran organisasi tidak
memiliki hubungan. Sehingga hipotesis yang diajukan peneliti yang menyatakan ada hubungan positif antara rasio biaya program dengan ukuran
organisasi ditolak. Penulis menduga hasil penelitian ini ditolak karena adanya indikasi manipulasi pada pelaporan keuangan yaitu dengan memasukkan bagian yang merupakan biaya administrasi ke biaya program, sehingga biaya
administrasi menjadi sedikit sedangkan biaya program semakin besar.
Dengan tidak ditemukannya hubungan antara rasio biaya program
dengan ukuran organisasi, maka hasil penelitian ini menolak hasil temuan Kohler (2002) yang dalam temuannya menemukan ada hubungan yang jelas
antara rasio biaya administrasi dengan ukuran organisasi yang bersangkutan. Dan juga dalam temuan Sargeant dan Kohler (1998) dalam Kohler (2002) yang menunjukkan bahwa ukuran adalah faktor yang dominan terhadap biaya
administrasi dan struktur pengeluaran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasio biaya administrasi. Hasil penelitian ini juga menolak hasil
18 Hasil penelitian ini juga sangat bertolak belakang dengan hasil temuan Baber et al. (2001) dalam Parsons dan Trussel (2008) juga menemukan bahwa
rasio biaya program berkorelasi positif dengan pendapatan.
KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN dan SARAN
Penelitian ini membahas hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi pada organisasi nirlaba di Indonesia. Pada penelitian ini peneliti menggunakan analisis korelasi spearman untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara kedua variabel tersebut yang sebelum dilakukan pengujian korelasi dilakukan analisis statistik deskriptif.
Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebanyak 71 organisasi nirlaba dengan 220 tahun laporan keuangan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa rata-rata 72% organisasi nirlaba atau yayasan menggunakan sebagian besar
biaya untuk membiayai program. Selain itu organisasi nirlaba atau yayasan berukuran besar akan dengam mudah mendapatkan donatur.
Berdasarkan pengujian dengan menggunakan korelasi spearman, dan hasil pengujian hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi tidak
memiliki hubungan. Hasil dari pengujian ini menolak hasil temuan Kohler (2002) yang menyatakan adanya hubungan antara rasio biaya program dengan ukuran organisasi. Selain itu menolak temuan Baber et al. (2001) dalam Parsons dan
19 Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu jumlah sampel yang diteliti masih kurang, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menembah
sampel yang akan diteliti. Yang kedua, organisasi nirlaba yang diteliti masih beragam ukuran sehingga menyebabkan adanya perbedaan yang sangat jauh sekali, untuk penelitian selanjutnya sebaiknya mengelompokkan besaran
organisasi nirlaba menjadi 3 kelompok misalnya, sehingga tidak ada organisasi yang terlalu besar dan terlalu kecil. Yang ketiga, laporan keuangan yang diteliti
masih ada yang belum sesuai dengan standar PSAK N0. 45 sehingga ada organisasi yang membuat laporan keuangan berdasarkan standar yang dikembangkan sendiri oleh pihak organisasi, untuk penelitian selanjutnya
organisasi nirlaba yang akan diteliti sebaiknya organisasi yang laporan keuangannya sesuai dengan PSAK No. 45. Yang keempat, tahun laporan dan
jumlah tahun setiap laporan keuangan organisasi nirlaba masih berbeda-beda, untuk penelitian selanjutnya organisasi nirlaba yang diteliti sebaiknya
1 DAFTAR PUSTAKA
Bowman, (2006), “Should Donors Care About Overhead Costs? Do They Care?”, Nonprofit and Voluntary Sector Quartely, Vol. 35, No. 2.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Ketiga, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hager, Mark, A., (2003), “Current Practice in Allocation of Fundraising Expenditures”, Newdirection for Philantropic Fundraising No. 41.
Hansman, Henry, 2000, The Ownership of Enterprise, First Harvard UniversityPress Paperback Edition, London.
Hardiyani, Puspita Rachmawati., 2009. Profil Kinerja Keuangan Organisasi Nirlaba di Indonesia. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana.(Tidak Dipublikasikan).
Ikatan Akuntan Indonesia, 2000, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba.
Kȁhler, J., (2002), “The Size Effect in The Administration Costs of Charities”, The European Accounting Riview 2002, 11:2, 215-243.
Lammers, Jennifer, A., (2003), “Know Your Ratios? Everyone Else Does”, The Nonprofit Quarterly, Vol. 10, No. 1.
Nainggolan, Pahala, 2005, Manajemen Keuangan Lembaga Nirlaba, Jogjakarta : USC-Satunama
Parsons, L. M., & Trussel, J. M., (2008), “Financial Reporting Factors Affecting Donation to Charitable Organization”, Advances in Accounting, Vol. 23, No. 263-285.
Pemerintah Republik Indonesia, Undang - Undang No. 28 Tahun 2001 tentang Yayasan
Peter Frumkin, “The Long Recoil from Regulation: Private Philanthropic Foundations and the Tax Reform Act of 1969”. The American Review of Public Administration , 28 (3):266-286 (1998).
Sartono, Agus. 2000. Manajemen Keuangan. Yogyakarta. BPFE
Trussel, John, 2003, “Revisting The Prediction of Financial Vulnerability”, Nonprofit Managemen and Leadership 13 (1) : (17-31)
2 Than Expected Program-Spending Ratios”, Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol. 32 No. 4.