PERILAKU BERAGAMA TUNAKARSA DI KAWASAN ZIARAH
MAKAM SUNAN DRAJAT LAMONGAN
Skripsi:
Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
Nur Abidah NIM: E02213031
PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
“Perilaku Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat
Lamongan”. Sebagai judul dari skripsi ini, Tunakarsa atau peminta-minta memiliki
kesadaran keagamaan tercermin dari sikap perilaku beragama yang mengakomodir tradisi dari budaya meminta-minta masyarakat setempat. Profesi Tunakarsa di jadikan alasan untuk menunjang perekonomian mereka. Ada 3 persoalan yang akan menjawab penelitian ini diantaranya: Pertama, mengapa Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam Sunan Drajat Kedua, bagaimana Tunakarsa mengimplementasikan perilaku beragama dan ketiga, bagaimana pandangan masyarakat (peziarah) terhadap perilaku Tunakarsa. Adapun Pendekatan yang peneliti gunakan psikologi agama, metode yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif dengan jenis penelitian field research (penelitian lapangan). Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Sejalan dengan studi kasus ini, maka teori Abraham Maslow tentang kebutuhan dasar manusia mempunyai keterkaitan, Maslow mengatakan bahwa manusia tersusun dari kebutuhan bertingkat. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1). Sunan Drajat merupakan wisata yang banyak di datangi oleh peziarah serta adanya wasiat yang di maknai lain versi mereka berakibat meningkatnya aktivitas ini 2). Dalam aspek beragama shalat dan pemahaman tentang takdir, mereka lebih pasrah dan menerima apa yang sudah digariskan Tuhan tanpa mau berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik, sedangkan dalam aspek beribadah (shalat) aktivitas meminta-minta berpengaruh dengan kesadaran penghayatan beragama mereka, akibatnya mereka melalaikan kewajiban sebagai sejatinya muslim. Tunakarsa mempunyai pemahaman berbeda-beda tentang tolong menolong dan mereka lebih aktif dalam mengikuti kegiatan keagamaan. 3). Tanggapan mengenai pandangan masyarakat (peziarah) terhadap Tunakarsa bervariatif, umumnya mereka tidak terganggu dengan keberadaan Tunakarsa karena mempunyai perilaku yang sopan dan tertib.
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
MOTTO ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Penegasan Judul ... 6
F. Telaah Pustaka ... 8
G. Metode Penelitian ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II PERILAKU BERAGAMA ... 22
A. Definisi Perilaku Beragama ... 22
B. Implementasi Ajaran Agama ... 24
C. Tunakarsa dalam pandangan Islam ... 32
D. Teori Kebutuhan Dasar Manusia ... 35
BAB III GAMBARAN UMUM ... 38
B. Sejarah Singkat Makam Sunan Drajat ... 40
C. Sunan Drajat dalam Mengentaskan Kemiskinan ... 42
BAB IV PROFIL TUNAKARSA ... 44
A. Profil Tunakarsa ... 44
1. Subyek Penelitian ... 45
2. Kondisi Pendidikan dan Ekonomi Tunakarsa ... 47
B. Hubungan Vertikal dan Horizontal ... 54
1. Hubungan Tunakarsa dengan Tuhan ... 54
2. Hubungan Tunakarsa dengan Manusia ... 60
BAB V ANALISA DATA ... 66
A. Alasan Tunakarsa Memilih Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat ... 67
B. Tunakarsa dalam Mengimplementasikan Perilaku Beragama ... 73
C. Pandangan Masyarakat (Peziarah) terhadap Perilaku Tunakarsa ... 77
BAB VI PENUTUP ... 84
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran-Saran ... 85
C. Penutup ... 86
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Agama dipandang sebagai sebuah institusi yang lain yang mengemban
tugas masyarakat agar berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal,
regional, nasional maupun mondial. Pada hakikatnya agama membantu
manusia untuk mengenal yang “sakral” dzat tertinggi “Tuhan” serta berkomunikasi dengan-Nya. Agama juga sanggup mendamaikan kembali
manusia yang “salah” dengan Tuhan melewati jalan pengampunan dan
penyucian.1
Agama Islam merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT.
melalui rasul-nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia, sepanjang
masa dan setiap persada yang bertujuan kepada keridhaan Allah, rahmat bagi
segenap alam dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pada garis besarnya agama
Islam terdiri atas akidah, syariah serta akhlak.2
Moral dan agama mempunyai hubungan yang erat karena agama
merupakan dasar tumpuan akhlak dan moral.3 Dalam hal ini, tidak ada sesuatu
selain agama yang mampu mengarahkan pada tujuan yang agung dan terpuji
(moral). Kehidupan beragama dengan perilaku bermoral sukar untuk
dipisahkan. Karena kehidupan bermoral merupakan sikap dan tingkah laku
1
Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 40.
2
Endang Saifudin, Wawasan Islam Pokok-poko Fikiran Tentang Islam dan Umatnya,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 21.
3
Murtadho Muthahari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, terj.
2
yang baik, sedangkan tujuan agama yang penting adalah membentuk manusia
bermoral atau berakhlak mulia. Hampir semua kehidupan bermoral dalam
masyarakat berasal dari moralitas agama.
Setiap orang Islam diharapkan dapat memahami dan mengamalkan
ajaran agama yang dianutnya, walaupun dalam pelaksanaannya selalu
dipengaruhi berbagai motif misalnya, pendidikan, sosial, lingkungan dan
lain-lain. Masalah sosial kemiskinan salah satu kondisi yang dirasakan banyak
orang dan menghilangkan kemiskinan dari masyarakat adalah tujuan segala
usaha kesosialan.4 Seperti firman Allah dalam surat al-Dhuha: 8 yang
berbunyi:
ىَنْغَأَف ًاِئآَع َكَدَجَوَو
Artinya:
“Dan Allah mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
menganugerahkan kepadamu kecukupan” (QS al-Dhuha: 8).5
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa pada mulanya kamu hidup dalam
keadaan fakir lagi banyak anak, lalu Allah memberimu kecukupan dari
selain-Nya. Dengan demikian, berarti Allah menghimpunkan baginya antara
kedudukan orang fakir yang sabar dan orang kaya yang bersyukur.
Seperti yang ditegaskan agama bahwa kemiskinan merupakan perbuatan
maksiat yang harus dipertanggungjawabkan oleh individu yang terjebak di
4
Hassan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1984),
372.
5
3
dalamnya dan tidak berusaha untuk keluar darinya. Hal demikian merupakan
bencana bagi negara dan bertanggung jawab memusnakannya.6
Islam merupakan agama yang sempurna tidak hanya menyuruh manusia
untuk fokus kepada urusan akhirat. Namun, Islam juga turut mengajarkan
bagaimana tuntunan hidup di dunia, termasuk dalam hal ini mencari rizki.
Hanya saja, bagaimana cara seseorang dalam memperoleh rizki itu dengan cara
baik. Karena Islam tidak menganjurkan manusia mencari rizki dengan cara
yang tidak baik. Salah satunya adalah meminta-minta, profesi tersebut
digunakan oleh peminta-minta guna mencari rizki setiap harinya.
Fenomena yang terjadi belakangan ini, banyak dijumpai sebagian dari
kaum muslimin yang berada di kawasan ziarah makam Sunan Drajat dengan
baris berbanjar dan mencoba mencari rizki dengan mengadahkan tangan untuk
meminta-minta kepada setiap peziarah yang melintas. Ada juga yang
berderetan di tangga menuju makam, mereka menghentikan peziarah yang
datang atau pulang dari makam dengan ratapan yang dibuat sedih.
Peminta-minta (pengemis) dalam masyarakat desa Sunan Drajat disebut
“Tunakarsa”. Keberadaan Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat
dipenuhi oleh para peminta-minta yang datang dari desa setempat maupun dari
luar desa. Tunakarsa di sini sudah ada sejak dahulu dan sudah menjadi budaya
masyarakat. Secara umum Peminta-minta adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara
dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.
6
Mohammad Saad IH, Kemiskinan dalam Perspektif al-Qur’an , Disertasi Pascasarjana,
4
Dalam Islam, Tunakarsa merupakan pekerjaan yang tercela dan tidak
dianjurkan. Hal ini disebabkan karena Islam sangat mencela orang pemalas
yang hanya menunggu belas kasihan dari orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Islam juga tidak menganjurkan seseorang untuk menghinakan
dirinya sendiri selain kepada Allah. Karena profesi Tunakarsa juga bisa
mematikan potensi dalam diri seseorang.7
Perilaku beragama dalam kehidupan tunakarsa bisa saja dipengaruhi dari
aktifitasnya sebagai peminta-minta. Sama halnya seperti masyarakat pada
umumnya, tunakarsa juga membutuhkan ilmu agama (spiritual) yang cukup.
Karena aktifitas mereka dilakukan di kawasan makam Sunan Drajat yang
notabennya adalah makam wali Allah. Mereka melakukan aktifitasnya
berdasarkan kemauan sendiri tanpa mengindahkan norma agama dan sosial.
Yang menarik dari penelitian ini adalah dari sisi kehidupan beragama
Tunakarsa yang mana mereka diterima dengan baik oleh masyarakat desa
Drajat. Di samping itu, pemahaman tentang wasiat Sunan Drajat yang di
maknai lain oleh Tunakarsa. Karena menurut mereka wasiat tersebut
diperuntukkan bagi orang yang tidak mampu dalam hal ini adalah Tunakarsa.
Padahal kenyataannya Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat
rata-rata tergolong dari keluarga yang berkecukupan.8
Sejarah munculnya wasiat Sunan Drajat karena pada masa itu Raden
Qosim menyaksikan keadaan rakyat hidup dalam kesengsaraan dan kekurangan
7
Wira Yunila, Praktik Mengemis Ditinjau Dari Hukum Islam, www.digilb.uin-suka.ac.id,
(Sabtu, 31 Desember 2016, 18:15).
8
5
(Jawa: nandang kacingkrangan). Oleh sebab itu, Raden Qosim menyampaikan
wasiatnya agar para penguasa atau orang kaya saling memberi (menehana) khusunya kepada fakir miskin.
Berkaitan dengan hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan
penelitian mengenai “Perilaku Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah
Makam Sunan Drajat Lamongan”, dengan rumusan masalah sebagai berikut.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan
tiga pokok permasalahan yang akan di kembangkan dalam penulisan proposal
ini, diantaranya:
1. Mengapa Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam Sunan Drajat?
2. Bagaimana Tunakarsa mengimplementaskan perilaku beragama?
3. Bagaimana pandangan masyarakat (peziarah) terhadap perilaku Tunakarsa
di kawasan ziarah makam Sunan Drajat?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan alasan Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam
Sunan Drajat Lamongan
2. Untuk menjelaskan Tunakarsa dalam mengimplementasikan perilaku
beragama dengan memfokuskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
6
3. Untuk menjelaskan bagaimana pandangan masyarakat (peziarah) terhadap
perilaku tunakarsa baik dari segi ibadah dan sosial
D.Manfaat Penelitian
Selain tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga mempunyai manfaat,
yaitu:
1. Untuk menambah keilmuan Ilmu Perbandingan Agama (IPA) khususnya
disiplin keilmuan mata kuliah Sosiologi Agama dan Psikologi Agama.
Sebagai pengembangan kehidupan keagamaan dan sosial di masyarakat.
2. Menambah masukan dalam pengembangan wacana berpikir bagi penulis
sebagai sarana penerapan ilmu yang bersifat teori yang selama ini sudah
dipelajari.
3. Sebagai bahan kajian dan penelitian bagi peneliti selanjutnya.
E.Penegasan Judul
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang judul “Perilaku
Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat
Lamongan” maka perlu penjelasan arti dari kata-kata yang tertulis dalam judul
di atas, sehingga diperoleh maksud yang jelas dan tidak menimbulkan
kesalahfahaman:
Perilaku Beragama, perilaku adalah cara berbuat atau menjalankan sesuai dengan sifat yang layak bagi masyarakat.9 Sedangkan beragama yakni
9
W.J.S. Puwardarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997),
7
berhubungan dengan agama.10 Dalam arti percaya kepada Tuhan, Dewa, dan
sebagainya serta ajaran kebaktian atau kewajiban-kewajiban yang berkaitan
dengan kepercayaan atau sifat-sifat yang terdapat pada agama.11 Jadi, perilaku
keagamaan adalah rangkaian perbuatan atau tindakan yang di dasari pada
nilai-nilai agama. Yang dimaksud di atas adalah perilaku beragama baik dari segi
pemahaman terhadap agama, pemahaman terhadap takdir dan lain sebagainya.
Tunakarsa merupakan julukan bagi para peminta-minta yang ada di makam Sunan Drajat Lamongan. Tunakarsa merupakan orang-orang yang
tidak mampu dan tidak memiliki kehendak untuk hidup yang lebih baik. Yang
mana mereka mencari rizki dengan mengandalkan belas kasihan dari orang
lain.
Ziarah yakni kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam dan sebagainya).12
Makam Sunan Drajat merupakan salah satu makam Wali Songo atau yang lebih di kenal dengan nama Raden Qosim seorang penyebar agama Islam
di wilayah pesisir Lamongan. Makamnya terletak di Desa Banjaranyar
Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
Berdasarkan penegasan arti kata diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan judul ini adalah suatu pola prilaku beragama yang
dilakukan Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat yang berdasarkan
pada aspek Sosiologi dan Psikologi.
10
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Persero Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, 2005),12.
11
Soerjono Soekamto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: Rajawali, 1985), 51.
12
8
F. Telaah Pustaka
Kajian pustaka ini pada intinya menjelaskan tentang hubungan topik
yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya. Sehingga tidak lagi menyebabkan terjadinya pengulangan dalam
sebuah kasus terhadap judul yang sama. Selain itu, kajian pustaka ini juga
ditujukan untuk memperkuat berbagai sumber penelitian yang telah diperoleh
peneliti selama melakukan observasi di tempat tersebut.
Karya skripsi yang ditulis oleh Siti Haliyah berjudul, “Pemahaman dan
Pengamalan Agama Anak Jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya”. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa tingkat agama anak jalanan di sanggar ini di
kategorikan sangat baik. Hal ini dilihat dari pemahaman anak-anak tentang
rukun iman dan rukun Islam yang sangat baik. Kemudian pengalaman agama
yang dilakukan oleh anak didik di Sanggar Alang-alang adalah terpusat pada
ibadah-ibadah Islam diantaranya adalah rukun Islam kecuali ibadah zakat dan
haji yang tidak dilaksanakannya. Hal ini disebabkan keadaan ekonomi yang
kurang.13
Karya skripsi yang ditulis oleh Faishal Hanif berjudul “Perilaku
Beragama Kalangan Pengemis Muslim di Dusun Wanteyan Desa Lebak Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang”. Dalam skripsi ini dijelaskan
bahwa orang-orang Dusun Wanteyan menganggap menjadi pengemis tidak
berlawanan dengan hukum dan bukan profesi miskin. Proses internalisasi dan
sosialisasi profesi mengemis di kuatkan melalui anggota keluarga dan
13
Siti Haliyah,Pemahaman dan Pengamalan Agama Anak Jalanan di Sanggar
9
lingkungan sekitarnya. Sedangkan cara yang digunakan dalam menjalankan
pekerjaannya mereka menggunakan cara konvensional, yaitu mendatangi
rumah ke rumah dengan membawa anak kecil. Kegiatan mengemis ini juga
berpengaruh terhadap perilaku beragamanya. Hal tersebut akibat lemahnya
pengetahuan keagamaan mereka serta minimnya kesadaran terhadap
penghayatan keagamaannya, sehingga apa yang mereka lakukan berdasarkan
kemauannya sendiri tanpa melihat norma sosial maupun norma agama yang
mereka yakini.14
Karya skripsi yang ditulis oleh Ninik Prihatini berjudul “Pengemis di
Kawasan Ziarah Makam Sunan Gunung Jati Cirebon”. Bahwa, faktor-faktor
yang mendorong munculnya pengemis di kawasan ziarah makam Sunan
Gunung Jati Cirebon diantaranya: faktor individual, faktor sosial, faktor
kultural dan faktor struktural. Persepsi masyarakat sekitar tentang keberadaan
pengemis, tidak semua pengemis di kawasan ini asli dari desa sekitar.
Pengemis di kawasan ini berasal dari keluarga tidak mampu dan adanya
pergesesaran makna wasiat Gunung Jati yang berbunyi “ingsun titip tajung lan fakir miskin”. Adapun dinas sosial kabupaten Cirebon belum pernah
menyelenggarakan pembinaan untuk pengemis secara langsung. Dinas sosial
telah berupaya melakukan kegiatan motivasi dan keterampilan untuk keluarga
miskin. Berbagai manfaat dan fasilitas yang didapat oleh keluarga pengemis
14
Faishal Hanif, Perilaku Beragama Kalangan Pengemis di Dusun Wanteyan Desa
10
dalam pembinaan tersebut setelah mengikuti pembinaan keluarga miskin
diberikan sejumlah uang untuk modal usaha yang mereka minati.15
Karya skripsi yang ditulis oleh Humairoh berjudul “Perilaku Keagamaan
dan Nilai-nilai Sosial Para Pemulung di TPS Simokerto Surabaya”. Diperoleh data bahwa, pemulung yang ada di TPS Simokerto ini sebagian besar tingkat
pendidikan dan ekonominya sangat rendah. Rata-rata pendidikan pemulung
hanya sampai sekolah dasar (SD) dan ada yang tidak pernah mengeyam
bangku sekolah. Dalam hal keagamaan, seperti sholat dan puasa pemulung
masih melaksanakan ajaran agama karena beribadah tidak tergantung pada
banyaknya harta yang mereka miliki.
Profesi apapun harus tetap melaksanakan ajaran agama. Sedangkan
dalam hal nilai-nilai sosial, sebagian dari mereka memiliki nilai empati yang
sangat tinggi. Meskipun dalam keadaan serba kekurangan mereka masih ingin
membantu orang lain yang lagi kesusahan. Mereka beranggapan bahwa
membantu orang lain merupakan kewajiban bagi mereka, karena dengan
membantu orang lain kita juga akan dibantu oleh orang lain. Mengenai dengan
pandangan masyarakat sekitar terhadap pemulung, mereka beranggapan bahwa
tidak semua pemulung menjalankan sholat dan puasa. Hanya sebagian saja
yang masih menjalankannya, sebagian dari mereka beranggapan bahwa
ekonomilah yang membuat mereka buta terhadap pengetahuan yaitu agama.16
15
Ninik Prihatini, Pengemis di Kawasan Ziarah Makam Sunan Gunung Jati Cirebon,
www.lib.unnes.ac.id, (Minggu, 25 Desember 2016, 09:00).
16
Humairoh, Perilaku Keagamaan dan Nilai-nilai Sosial Para Pemulung di TPS
11
Karya skripsi yang ditulis oleh Ratna Palupi berjudul “Persepsi
Komunitas Pengemis terhadap Ibadah Shalat Wajib di Barak Bhakti Kabupaten Tulungagung”. Diperoleh data bahwa, makna ibadah shalat wajib
bagi pengemis adalah bermakna berbeda yaitu masyarakat pengemis
memandang ibadah shalat wajib dapat mengurangi waktunya untuk bekerja
mencari nafkah serta mengerjakan aktivitas keluarga. Mereka memandang
ibadah shalat wajib sama artinya dengan berdoa dan tidak harus menjalankan
shalat sehingga menggantinya.
Faktor yang mempengaruhi diantaranya: latar belakang pendidikan,
pengalaman seorang pengemis, lingkungan penampungan yang mayoritas tidak
menjalankan ibadah shalat wajib dan lain-lain. Kemudian ada dua dampak
yang ditimbulkan dari komunitas mengemis, dampak positif ditandai dengan
ibadah shalat wajib dan dampak negatif dengan tidak menjalankan shalat
wajib.17
Artikel yang ditulis oleh Lita Yuniarti berjudul “Perilaku Pengemis di
Alun-alun Kota Probolinggo”. Diperoleh data bahwa tidak semuanya pengemis itu miskin, ada juga pengemis tergolong cukup mampu. Penyebab
mereka menjadi pengemis karena beberapa hal atau alasan diantaranya: faktor
struktural, faktor fisik cacat, faktor karena malas dan kemiskinan kultural serta
faktor reward atau imbalan yang menggiurkan sehingga seseorang akan
berusaha keras untuk mendapatkan uang dari mengemis itu. Banyak cara yang
17
Ratna Palupi, Persepsi Komunitas Pengemis terhadap Ibadah Shalat Wajib di Barak
12
dilakukan oleh masing-masing pengemis, cara umum dilakukan biasanya
berpakaian lusuh selayaknya pengemis. Ada juga dengan menunggu
pengunjung datang memberinya sedekah. Cara ini dilakukan oleh pengemis
cacat atau lumpuh karena selain kelumpuhannya itu menarik rasa iba orang
lain.18
G.Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara menurut sistem-sistem aturan tertentu
untuk mengarahkan suatu kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional
dengan harapan untuk mencapai hasil yang optimal.19 Sebuah karya ilmiah,
metode mempunyai peranan yang sangat penting. Metode yang digunakan
dalam sebuah penelitian menentukan hasil penelitian tersebut. Karena metode
penelitian merupakan standar yang harus dipenuhi dalam sebuah karya ilmiah.
Adapun metode yang digunakan adalah:
1. Jenis Penelitian
Metodologi adalah pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara
atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang
efektif dan efisien.20 Pada dasarnya penelitian itu merupakan usaha
menemukan, mengembangkan dan melakukan verifikasi terhadap kebenaran
suatu peristiwa atau suatu pengetahuan dengan menggunakan metode
ilmiah.
18
Lita Yuniarti, Perilaku Pengemis di Alun-alun Kota Probolinggo,
www.digilib.uin-suka.ac.id, (Sabtu, 31 Desember 2016, 13:15).
19
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009), 6.
20
13
Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif dengan pendekatan psikologi agama. Penelitian yang dilakukan dalam lapangan kehidupan masyarakat untuk
menghimpun data masalah tertentu tentang masyarakat.21 Pada dasarnya
penelitian ini merupakan kegiatan deskriptif analisis, sebagai upaya
memberikan penjelasan dan gambaran secara komperhensif tentang
Tunakarsa dalam mengimplementasikan perilaku beragama Tunakarsa di
Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat Lamongan.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Sumber primer
Sumber primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti dari sumber pertama.22 Adapun yang menjadi sumber data
primer dalam penelitian ini adalah para Tunakarsa yang berada di
kawasan ziarah makam Sunan Drajat Lamongan. Diantaranya: ibu
Suwati, ibu Asrifa, ibu Surifa, ibu Sunarlik, mbak Yul dan ibu
Sulastri.
Sedangkan informan pendukungnya yakni bapak Nailul Fauzi
selaku kepala Desa Drajat, bapak Muhammad Syarifuddin selaku
perangkat desa Drajat, bapak Luth selaku keamanan di desa Drajat,
21
Zulkifli, Dasar-dasar Penyusunan Proposal Penelitian, (Palembang : UNSRI, 2001),
13.
22
14
bapak Rozi selaku juru kunci makam Sunan Drajat, bapak Muhaimin
selaku bagian kebersihan di makam Sunan Drajat, bapak Suparman,
bapak Takribul Fikri dan Mujtabah Wahid selaku peziarah makam
Sunan Drajat.
b. Sumber sekunder
Dokumen, informasi dokumenter sangat relevan untuk setiap
topik dalam penelitian ini. Proses pengumpulan dokumen
(bahan-bahan tertulis) sebagai dasar penelitian, dapat dilakukan dengan
pengumpulan data. Dokumen yang digunakan untuk melengkapi data
seperti catatan-catatan, buku literatur, hasil rekaman dan lain
sebagainya.
3. Tahap-tahap Penelitian
Menurut Arikunto, adapun tahap-tahap penelitian peneliti masukan
ke dalam jadual penelitian, sebagai berikut:23
a. Tahap Pra Lapangan
Tahap ini merupakan awal mengadakan penelitian. Dalam tahap
ini peneliti memulai dengan membuat proposal penelitian (rancangan
penelitian), memilih lapangan penelitian dengan mempertimbangkan
letak geografis dan praktisnya seperti waktu, biaya dan tenaga.24 Oleh
karena itu peneliti memilih kawasan makam ziarah Sunan Drajat
23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.
Rineke Cipta, 2002), 16.
24
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
15
sebagai tempat meneliti. Karena tidak terlalu jauh dengan tempat
tinggal peneliti, sehingga penelitian lebih cepat untuk menghasilkan
data yang diinginkan.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
1. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri.
Dalam konteks ini peneliti perlu memahami latar belakang
terlebih dahulu. Di samping itu perlu mempersiapkan diri baik
secara fisik maupun secara mental.
2. Memasuki Lapangan
Dalam tahap ini, keakraban pergaulan dengan subyek perlu
dipelihara selama mungkin bahkan sampai sesudah tahap
pengumpulan data. Peneliti juga harus mempertimbangkan waktu
yang digunakan dalam melakukan wawancara dan pengambilan
data yang lainnya dengan semua kegiatan yang dilakukan oleh
subyek.
c. Tahap Analisis Data
Menurut Patton tahap analisis data adalah proses mengatur
urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satu
uraian dasar. Dalam tahap ini, setelah penulis mendapatkan data atau
informasi dari obyek yang diteliti, langkah yang diambil kemudian
yaitu melakukan analisis data, yaitu mencari perbandingan
16
berkaitan dengan permasalahan penelitian, kemudian dihubungkan
dengan teori yang sudah ada.
4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini sepenuhnya bersifat lapangan, oleh karena itu
langkah pertama yang harus penyusun lakukan adalah mengumpulkan
data primer khusunya data yang berhubungan dengan masalah penelitian
ini.
Karena penelitian ini bersifat penelitian lapangan, maka peneliti
menggunakan metode sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi, metode ini menjadi awal bagi penyusun untuk
mengamati dan meneliti fenomena-fenomena, fakta-fakta yang akan
diteliti.25 Alasan peneliti menggunakan teknik ini, karena di duga
terdapat sejumlah data yang hanya dapat diketahui melalui
pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti
mengetahui perilaku beragama Tunakarsa di kawasan ziarah makam
sunan drajat. Peneliti melakukan observasi di lokasi makam Sunan
Drajat desa Drajat kecamatan Paciran kabupaten Lamongan.
Metode ini digunakan untuk menggali data tentang perilaku
beragama dan interaksi sosial Tunakarsa di kawasan makam Sunan
Drajat. Observasi dilakukan khususnya pada hari Kamis, Jum’at,
25
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1986),
17
Sabtu dan Minggu karena pada hari tersebut peziarah banyak yang
berdatangan, begitupun jumlah para Tunakarsa yang melakukan
aktivitas di kawasan ini.
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi
dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam. Metode wawancara atau
metode interview merupakan cara yang digunakan oleh peneliti
dengan mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari obyek
(responden).26 Pengambilan data dengan metode ini di lalui dengan
proses tanya jawab yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan
pada tujuan penelitian. Metode ini dilakukan dengan cara dialog tanya
jawab kepada informan yang telah mengalami pemilihan terlebih
dahulu.27
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara di rumah Tunakarsa
dan di makam Sunan Drajat dengan 6 Tunakarsa yang memiliki latar
belakang berbeda-beda diantaranya: Suwati, Surifah, Asrifah, Sulastri,
Sunarlik dan Yul dengan topik wawancara mengenai Tunakarsa dalam
mengimplementasikan perilaku beragama diantaranya: makna
beragama, takdir, ibadah shalat, interaksi Tunakarsa dengan
masyarakat, tolong-menolong dan majelis taklim. Peneliti juga
26
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983),
129.
27
18
mendatangi kediaman serta mendatangi tempat dimana Tunakarsa
beraktivitas tepatnya di kawasan ziarah makam Sunan Drajat. Durasi
dalam wawancara sekitar 30 menit sampai 50 menit.
c. Dokumentasi
Selain menggunakan teknik observasi serta wawancara, data
penelitian dalam penelitian ini juga dapat di kumpulkan dengan cara
dokumentasi, yaitu mempelajari dokumen-dokumen yang relevan
dengan tujuan penelitian. Mendokumentasikan sebuah sumber data
menggunakan kamera atau video, dan rekaman dalam memperoleh
hasil dari wawancara. Dalam bentuk dokumentasi tersebut utamanya
berkenaan dengan: “Perilaku Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah
Makam Sunan Drajat Lamongan”.
Pengambilan dokumentasi dilakukan pada saat dilaksanakannya
wawancara pada salah seorang Tunakarsa sekitar yang sekiranya
cukup menguatkan dokumentasi analisis dalam penelitian. Selain itu,
pada saat para tunakarsa melakukan aktivitas mengemis juga moment
yang tepat bagi peneliti untuk mengambil dokumentasi.
5. Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan,
mengorganisasikan data, yakni memilah-milah menjadi satuan yang
dapat dikelola, disintesiskan, dicari dan ditemukan pola. Di samping itu
19
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.28
Analisis data dilakukan untuk mengetahui keakuratan data serta
mempertanggungjawabkan keabsahan data. Analisis ini di sajikan dengan
mendeskripsikan seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber
penelitian yang terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan.
Pertama adalah reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang
muncul dari catatan awal yang tertulis di lapangan. Proses ini terus
menerus berlangsung selama penelitian bahkan sebelum data benar-benar
terkumpul. Reduksi data meliputi meringkas data, mengkode dan
menelusur tema.29 Kedua, pengkodean (coding) proses membagi data ke dalam bagian-bagian klasifikasi. Upaya memilah-milah setiap satuan data
ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan.30
Ketiga, penyajian data (display data), kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data
kualitatif ini berupa teks naratif berbentuk catatan lapangan sehingga
memudahkan untuk melihat apa yang terjadi.
Keempat, menarik kesimpulan dan verifikasi, peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna
28
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 248.
29
Ivanovich Agusta, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif,
www.ivanagusta.files.wordpress.com, (Sabtu, 25 Pebruari 2017, 10:00),
30
Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
20
setiap gejala yang diperoleh di lapangan. Teknik analisa yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Proses analisis ini di mulai dengan penyaringan data yang sudah diperoleh, kemudian
dilakukan pengelompokan data. Proses terakhir dari analisa data yaitu
peninjauan kembali data yang diperoleh dengan teori-teori yang terkait.31
Peneliti hanya meneliti pemahaman dan perilaku beragama serta interaksi
sosial Tunakarsa di makam tersebut.
H.Sistematika Penulisan
Untuk mewujudkan pembahasan yang terencana dan sistematis, penulis
akan menyusun proposal ini dengan sistematika dan format pembahasan
sebagai berikut :
Bab I (satu) merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
judul, telaah pustaka, metode penelitian yang digunakan dan sistematika
penulisan.
Bab II (dua) Perilaku Beragama yang meliputi: definisi perilaku beragama,
implementasi ajaran agama, Tunakarsa dalam pandangan Islam dan teori
kebutuhan dasar manusia.
Bab III (tiga) Gambaran Umum yang di dalamnya menguraikan secara
umum tentang gambaran umum desa Drajat, sejarah singkat makam Sunan
Drajat dan Sunan Drajat dalam mengentaskan kemiskinan.
31
21
Bab IV (empat) Pertama, Profil Tunakarsa yang meliputi: subyek penelitian, kondisi pendidikan dan ekonomi Tunakarsa. Kedua, hubungan vertikal dan horizontal yang meliputi: hubungan Tunakarsa dengan Tuhan dan
Hubungan Tunakarsa dengan Manusia.
Bab V (lima) Analisa Data menganalisa tentang Pertama, alasan Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam Sunan Drajat. Kedua, Tunakarsa
dalam mengimplementasikan perilaku beragama. Ketiga, pandangan
masyarakat (peziarah) terhadap perilaku Tunakarsa.
BAB VI (enam) Penutup yang mana bab ini menjadi bagian akhir dari
seluruh rangkaian penyusunan skripsi. Di dalamnya berisikan kesimpulan yang
BAB II
PERILAKU BERAGAMA
A. Definisi Perilaku Beragama
Perilaku adalah cara berbuat atau menjalankan sesuatu dengan sifat
yang layak bagi masyarakat.34 Menurut Alport perilaku merupakan hasil
belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus
dengan lingkungan. Seringnya dalam lingkup lingkungan, akan menjadi
seseorang untuk dapat menentukan sikap karena disadari atau tidak, perilaku
tersebut tercipta karena pengalaman yang di alaminya. Sikap juga merupakan
penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna
atau bahkan tidak memadai.35 Psikologi memandang perilaku manusia
sebagai reaksi yang bersifat sederhana maupun bersifat kompleks.36
Dengan demikian perilaku merupakan suatu perbuatan, tindakan serta
reaksi seseorang terhadap sesuatu yang dilakukan, di dengar dan dilihat.
Perilaku ini lahir berdasarkan perbuatan maupun perkataan.
Sedangkan beragama berasal dari kata agama, mendapat awalan “ber” yang memiliki arti segala sesuatu yang berhubungan dengan agama.37
Beragama merupakan bentuk atau ekspresi jiwa dalam berbuat, berbicara
sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Suatu jenis sosial yang dibuat
34
Purwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya: Amalia Surabaya,
2003), 302.
35
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001), 201.
36
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 9.
37
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
23
oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan non-empiris yang
dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri
mereka dan masyarakat luas umumnya.38
Sementara Shihab menyatakan agama adalah hubungan antara makhluk
dengan Tuhan yang berwujud ibadah dan dilakukan dalam sikap keseharian.39
Agama merupakan naungan sakral yang melindungi manusia dari
keputusasaan, kekacauan, dan situasi tanpa makna. Agama merupakan
tumpuan dan harapan sosial yang dapat dijadikan problem solving terhadap berbagai situasi yang disebabkan oleh manusia sendiri.40
Dalam definisi diatas dapat disimpulkan bahwa beragama merupakan
keyakinan-keyakinan terhadap doktrin-doktrin agama, etika hidup, kehadiran
dalam upacara peribadatan yang kesemuanya itu menunjukkan kepada
ketaatan dan komitmen terhadap agama.
Adapun perilaku beragama merupakan suatu keadaan yang ada dalam
diri manusia dan mendorong orang tersebut untuk bertingkah laku yang
berkaitan dengan agama. Zakiyah Darajat mengatakan bahwa perilaku
beragama merupakan perolehan bukan pembawaan. Terbentuknya melalui
pengalaman langsung yang terjadi dalam hubungannya dengan unsur-unsur
lingkungan material dan sosial. Walaupun sikap terbentuknya melalui
pengaruh lingkungan, namun faktor individu ikut juga menentukan.41
38
Hendro Puspita, SosiologiAgama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 34.
39
Nur Ghufron, Rini Risnawati, Teori-teori Psikologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), 168.
40
Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Agama, (Bandung: Refika Aditama, 2007), 3.
41
24
Menurut Abdul Aziz Ahyadi yang dimaksud dengan perilaku beragama
atau tingkah laku keagamaan merupakan pernyataan atau ekspresi kehidupan
kejiwaan manusia yang dapat diukur, dihitung dan dipelajari yang
diwujudkan dalam bentuk kata-kata, perbuatan atau tindakan jasmaniah yang
berkaitan dengan pengalaman ajaran agama Islam.42
Jadi bisa disimpulkan bahwa, perilaku beragama adalah bentuk atau
ekspresi jiwa dalam berbuat, berbicara sesuai dengan ajaran agama. Definisi
tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya perilaku beragama adalah suatu
perbuatan seseorang baik dalam tingkah laku maupun dalam berbicara yang
didasarkan pada petunjuk agama.
Dalam kehidupan manusia tidaklah hanya memperhatikan kebutuhan
fisik atau jasmaniah saja akan tetapi lebih daripada itu manusia juga harus
memperhatikan dan memenuhi kebutuhan psikis rohaniah. Sebab pada diri
manusia ada rasa ketergantungan kepada Sang Pencipta. Dimana hal tersebut
merupakan suatu fitrah beragama dan akhirnya manusia akan sampai pada
suatu titik kesadaran diri, mengabdi serta penghambaan kepada Tuhan yang
diyakininya dalam Islam yaitu Allah SWT.43
B. Implementasi Ajaran Agama
a. Agama dalam kehidupan manusia
Agama dalam kehidupan manusia berfungsi sebagai suatu sistem
nilai yang memuat norma agama tertentu. Secara umum
42
Abdul Aziz Ahyadi, PsikologiAgama Kepribadian Muslim Pancasila, (Jakarta: Sinar
Baru, 1988), 28.
43
25
norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah
laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya.44
Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah
dalam kehidupan manusia. Potensi tersebut adalah naluriah, inderawi,
nalar dan agama. Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi
potensi fitrah sejak lahir. Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah
memberi bimbingan kepada potensi yang dimilikinya itu. Dengan
demikian, jika potensi fitrah itu dapat dikembangkan sejalan dengan
pengaruh lingkungan maka akan terjadi keselarasan. Sebaliknya, jika
potensi itu dikembangkan dalam kondisi yang dipertentangkan oleh
kondisi lingkungan, maka akan terjadi ketidakseimbangan pada diri
seseorang.45
Berdasarkan pendekatan ini, maka pengaruh agama dalam kehidupan
individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi,
rasa sukses dan rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan menjadi
pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan individu selain
menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan masa depan.
Agama juga mempunyai pengaruh sebagai motivasi dalam mendorong
individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama di nilai mempunyai
44
Ishomuddin, Sosiologi Agama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 35.
45
26
unsur kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri
seseorang untuk berbuat sesuatu.46
Semua agama mengajak pengikutnya untuk menghidupi agamanya,
karena inti agama adalah menyediakan petunjuk mengenai bagaimana
memperlakukan orang lain dan memperoleh kedamaian batin.47
Koentjaraningrat pernah menulis bahwa “orang jawa senang mencari kesusahan dan menderita ketidaknyamanan dengan sengaja untuk tujuan
agama”.
Agama dan keberagamaan merupakan dua istilah yang dapat
dipahami secara terpisah meskipun keduanya mempunyai makna yang
sangat erat kaitannya, keberagamaan berarti pembicaraan mengenai
pengalaman yang menyangkut hubungan agama dengan penganutnya atau
suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang dan mendorong untuk
bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.48 Sedangkan agama adalah
lebih dipandang sebagai wadah lahiriyah yakni sebagai instansi yang
mengatur pernyataan iman itu di forum terbuka (masyarakat) dan yang
dimanifestasikan dapat dilihat dalam bentuk kaidah-kaidah, ritus dan
kultus, doa-doa dan lain sebagainya tanpa adanya agama sebagai suatu
wadah yang mengatur dan membina.
Yang saat ini relevan dalam kehidupan masyarakat adalah
bagaimana suatu agama dipahami dan di hayati secara nyata dengan
46
Ishomuddin, Sosiologi Agama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 37.
47
Samovar, Larry A dan Porter, Richard E dan McDaniel, Edwin R. Komunikasi Lintas
Budaya, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 125.
48
27
berbagai dampaknya yang mungkin saja tidak seluruhnya positif bagi
kehidupan manusia. Karena terdapat kepastian universal bahwa pada
intinya semua agama adalah sama dan bertujuan sama pula yakni
terwujudnya kehidupan penuh kedamaian. Hal ini dapat ditemukan dalam
pernyataan Smith, “Jalan yang paling pasti menuju hati manusia adalah
melalui agamanya”.49
Grondona menyatakan hal yang sama dalam
pernyataannya, “Sepanjang sejarah, agama merupakan sumber nilai yang paling kaya”.50
Seperti firman Allah dalam QS, ar-Rum:30 yang berbunyi:
و ْمقأف
tetaplah atas fitrah Allah swt yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” (Q.S. ar-Rum:30).51
Penjelasan dalam ayat ini merujuk pada ciptaan Allah, yang mana
karena adanya fitrah ini manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama, oleh karenanya manusia membutuhkan pegangan hidup yakni
agama.
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem
nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma
tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar
49
Samovar, Larry A dan Porter, Richard E dan McDaniel, Edwin R. Komunikasi Lintas
Budaya, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 125.
50
Ibid.,125. 51
28
sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai
agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan
sebagai bentuk ciri khas.52
Agama dianut karena membimbing manusia kepada kehidupan yang
serba luhur. Adanya tingkah laku buruk dalam kehidupan sehari-hari
diakibatkan karena ulah seseorang atau kelompok yang mengatasnamakan
ajaran agama. Namun apabila agama itu benar tetapi menghasilkan
dampak buruk hal tersebut diakibatkan oleh tingkah laku penganutnya,
maka dalam pertimbangan itu dampak-dampak buruk suatu pola penganut
agama dapat dipastikan sebagai akibat pemahaman yang salah kepada
agama bersangkutan bukan akibat dari agama itu sendiri.53
Agama muncul diakibatkan oleh budaya atau biasa disebut
kesadaran kolektif. Ketika agama bergabung dengan budaya di wilayah
lain akan menimbulkan perilaku keagamaan yang sesuai dengan wilayah
tersebut. Orang beragama dibentuk oleh kultur sosial atau budaya yang
berbeda-beda dan membentuk perilaku keagamaan yang berbeda baik
berbeda karena cara sosial, ritual, budaya, dan hidupnya.
b. Takdir
Menurut bahasa takdir berarti ukuran, ketentuan dan aturan. Dalam
bahasa kita sehari-hari sering dipergunakan dengan ucapan kadar atau
52
Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 240.
53
Humairoh, Perilaku Keagamaan dan Nilai-nilai Sosial Para Pemulung di TPS
29
kedar. Takdir adalah produk dari mekanisme sebab-akibat, tidak terjadi
takdir jika tidak ada proses yang mendahuluinya. Takdir adalah akibat dari
suatu proses yang telah berlangsung. Selama ini, kebanyakan umat Islam
menganggap takdir sebagai suatu peristiwa yang berdiri sendiri. Terjadi
tanpa ada sebab yang mendahuluinya bahkan sudah ditetapkan sebelum
peristiwa berlangsung. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan
kekeliruan mendasar dalam memahami takdir.54 Dalam QS.ar-Ra’du ayat 26 yang berbunyi:
ْلا يف ايْندلا ايحْلا امو ايْندلا ايحْلاب ا حرفو ۚ دْقيو ءاشي ْ ل ْ ّرلا طسْبي ََ ٌاتم ََإ رِ
Artinya: Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).55
Golongan Asy’ariyah mengatakan bahwa Takdir Allah SWT
mewujudkan (perwujudannya) atas segala sesuatu dalam ukuran yang
khusus dan ukuran tertentu baik dalam dzatnya ataupun keadaannya
sebagai pelaksanaan bagi iradah atau kehendak tersebut.56
c. Shalat
Shalat merupakan salah satu bentuk ibadah Islam secara simbolis
untuk menyadarkan akan kehadiran Tuhan dalam hidup manusia. Ibadah
ini bertujuan untuk menjalin “kontak” dengan Tuhan sebagai tujuan
instriknya. Oleh karena nilai kontaknya itulah maka seseorang begitu
30
memasuki shalat, secara lahir maupun bathin harus terfokus kepada Allah.
Segala hal yang tidak relevan dengan sikap menghadap Tuhan menjadi
terlarang, ia harus memutus kontak dalam dimensi horizontalnya karena di
dominasi oleh kontak vertikalnya (melakukan disk-contact and disk connect selain kepada Allah).57
Sehingga shalat tersebut akan memunculkan sikap religiusitas yang
sangat tinggi, yang bercirikan ketenangan jiwa secara matang dan
mendalam, memiliki jiwa yang seimbang penuh harapan namun tidak
kehilangan kesadaran diri atau sombong yang di simbolkan dengan
ungkapan “tidak berkeluh kesah ketika ditimpa kemalangan dan tidak
menjadi kikir jika sedang mengalami keberuntungan”.58
d. Tolong Menolong
Bentuk implemetasi perilaku beragama dalam kerjasama diantaranya
adalah kerukunan seperti: tolong menolong dan gotong royong. Perilaku
menolong (helping behavior) merupakan setiap tindakan yang lebih memberikan keuntungan bagi orang lain daripada terhadap diri sendiri.
Menurut Staub perilaku menolong adalah perilaku yang menguntungkan
orang lain daripada diri sendiri.59 Faktor situasional yang mempengaruhi
perilaku menolong diantaranya: kehadiran orang lain, menolong orang
yang disukai, pengorbanan yang harus dikeluarkan, atribusi terhadap
korban, desakan waktu dan sifat kebutuhan korban. Adapun faktor
57
Muhammad Sholikhin, Mukjizat dan Misteri Lima Rukun Islam Menjawab Tantangan
Zaman, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2008), 74.
58
Ibid., 74.
59
Lia Aulia Fachrial, Proses Sosial dan Interaksi Sosial,
31
personal yang mempengaruhi perilaku menolong seperti: suasana hati,
sifat, jenis kelamin dan usia.
Interaksi dalam bahasa arab adalah silaturahim atau yang lebih
popular dengan sebutan silaturahmi. Dalam surat al-Hujurat ayat 13
اَ لا ا يأ اي دْ ع ْمكمرْكأ َنإ ا ف اعتل لئابقو اًب عش ْمكا ْلعجو ىثْنأو رك ْ م ْمكا ْقلِ اَنإ س
ريبِ ميلع ََ َنإ ْمكاقْتأ ََ
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesunggunya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.60
Istilah silaturahim atau interaksi menggunakan kata ta’aruf, saling
mengenal, saling berhubungan dan saling membantu karena manusia yang
diciptakan berbeda setiap sukunya, rasnya, etnisnya, gendernya bahkan
potensinya. Maka saling berinteraksilah satu sama lainnya dan satukan
dengan sistem nilai yang dikehendaki Allah SWT, yakni ketakwaan.
e. Majelis Taklim
Zukarini mengatakan bahwa majelis berarti tempat berkumpulnya
sekelompok orang untuk melakukan kegiatan, tempat dapat berupa masjid
atau juga tempat khusus yang dibangun untuk suatu kegiatan. Sehingga
dikenal sebagai Majelis Syuro atau Majelis Taklim dan sebagainya.
Menurut Nurul Huda fungsi majelis taklim sebagai lembaga non formal
diantaranya: Pertama, memberikan semangat dan nilai ibadah yang meresapi seluruh kegiatan hidup manusia dan alam semesta. Kedua,
60
32
memberikan inspirasi, motivasi dan stimulasi agar potensi jamaah dapat
dikembangkan dan diaktifkan secara maksimal dan optimal, dengan
pembinaan pribadi, kerja produktif untuk kesejahteraan bersama. Ketiga,
memadukan segala kegiatan atau aktivitas sehingga merupakan kesatuan
yang padat dan selaras.61
C. Tunakarsa dalam Pandangan Islam
Tunakarsa atau pengemis adalah suatu keadaan seseorang yang
meminta-minta di tempat ramai dan mengharapkan belas kasihan dari orang
lain. Sejumlah orang lebih memilih menjadi pengemis dibandingkan bekerja
yang membutuhkan tenaga lebih. Pengemis baik laki-laki maupun perempuan
dapat kita temui dimana saja. Seperti pasar, wisata religi, pinggir jalan dan
lain-lain. Pengemis dapat dikategorisasikan menjadi 3 golongan. Pertama, orang yang menjadi pengemis karena miskin, sakit dan cacat. Kedua, orang yang menjadi pengemis sebagai profesi dan masih memiliki kondisi
kesehatan yang prima. Ketiga, orang yang menjadi pengemis karena menderita penyakit menular.62
Mengemis merupakan salah satu cara yang digunakan oleh sebagian
orang untuk mencari rizki dan bahkan banyak diantara mereka yang
menjadikan pengemis sebagai profesi. Sebagian besar pengemis sengaja
menggunakan pakaian kumuh dengan memperlihatkan raut wajah yang
61 Siti Robi’atul Badriyah,
Peranan Pengajian Majelis Taklim Al-Barkah Dalam Membina Pengalaman Ibadah Pemulung Bantargerbang Bekasi, www.Repository.uinjkt.ac.id, (Selasa, 2 Mei 2017, 09:30).
62
Ninik Prihatini, Pengemis di Kawasan Ziarah Makam Sunan Gunung Jati Cirebon,
33
menyedihkan supaya orang lain menaruh perasaan iba dan memberinya uang.
Tidak jarang pula, pengemis yang meminta uang dengan cara memaksa. Ini
tentunya tidak dibenarkan dalam Islam.
Sementara dalam Islam sendiri, orang yang diperbolehkan untuk
mengemis hanyalah mereka yang memikul beban (ekonomi) diluar
kemampuanya tertimpa musibah. Orang yang sangat miskin itupun di
bolehkan hingga mereka mendapatkan rizki yang cukup. Dan tidak boleh
dilakukan secara terus-menerus atau dijadikan sebagai sebuah profesi.63
Dalam QS.al-Baqarah: 273 yang berbunyi:
ْغأ لهاجْلا م بسْحي ْ ْْا يف اًبْرض ن عيطتْسي َ ََ ليبس يف اور ْحأ ي َلا ءارق ْلل م ءاي
هب ََ َنإف رْيِ ْ م ا ق ْ ت امو ۗ اًفاحْلإ ساَ لا ن لأْسي َ ْمها يسب ْم فرْعت ف عَتلا ميلع
Artinya: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka yang tidak dapat berusaha di bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang yang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada seseorang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”.64
Secara doktrinal, Islam mempunyai komitmen yang tinggi untuk
mengatasi dan memecahkan berbagai persoalan kemiskinan, baik kemiskinan
struktural maupun kultural, baik kemiskinan spiritual maupun material.
Bagaimanapun juga kemiskinan dalam berbagai aspeknya tidak sesuai dengan
citra ideal manusia yang hendak dibangun oleh ajaran Islam itu sendiri, yaitu
citra sebagai wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardli). Dengan di bekali kemampuan konseptual yang tinggi untuk menciptakan kemakmuran
63
Wira Yunila, Praktik Mengemis Di tinjau Dari Sosiologi Hukum Islam,
www.digilib.uin-suka.ac.id, (Sabtu, 31 Desember 2016, 18:15).
64
34
bersama berdasarkan wawasan moralitas Tuhan yang selalu taat kepada
hukum-hukum-Nya dalam kehidupan semesta.65
Kemiskinan yang menimpa manusia sesungguhnya terjadi oleh manusia
sendiri yang tidak mensyukuri nikmat dan pemberian Allah kepada umat
manusia baik berupa kecerdasan akal yang dimilikinya maupun potensi alam
di sekitarnya. Abu Hamid al-Ghazali mengatakan bahwa bersyukur tidak lain
kecuali mendayagunakan pemberian Allah. Tanda seorang yang bersyukur
adalah dibuktikan pada kemampuan menggunakan apa saja yang ada dalam
kehidupannya secara kreatif guna mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan
bersama.66
Jika seseorang dianugerahi kecerdasannya dipakai untuk mengubah
kehidupan menjadi lebih baik, kemiskinan bukanlah nasib atau takdir Tuhan,
sebab Tuhan tidak menghendaki manusia hidup sengsara dan memiskinkan
kehidupan manusia yang diciptakan-Nya sendiri dan oleh sebab itulah
manusia diberi akal, daya kekuatan dan kemampuan untuk mengubah
kehidupannya. Serta diberi pedoman hidup agar tidak sesat di jalan yakni
kitab suci yang diturunkan Allah kepada manusia selain itu, manusia juga
mengemban tugas sebagai khalifah di bumi.67
65Musya Asy’arie,
Dialektika Agama Untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002), 61.
66
Ibid., 61.
67
35
D. Teori Kebutuhan Dasar Manusia
Maslow berpendapat bahwa motivasi manusia diorganisasikan ke dalam
sebuah hirarki kebutuhan yaitu suatu susunan kebutuhan yang sistematis,
suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya
muncul. Kebutuhan ini bersifat instinktif yang mengaktifkan atau
mengarahkan perilaku manusia. Meskipun kebutuhan itu bersifat instinktif,
namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut
sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam
cara memuaskannya.68
Maslow melukiskan manusia sebagai makhluk yang tidak sepenuhnya
puas. Bagi manusia, kepuasan itu bersifat sementara. Jika suatu kebutuhan
telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan yang lainnya akan muncul
menuntut pemuasan, begitu seterusnya.69
Pertama, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan manusia yang
paling dasar, kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik yaitu
akan makanan, minuman, seks, istirahat (tidur) dan oksigen. Kebutuhan
fisiologis akan paling di dahulukan pemuasnya oleh individu, apabila
kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka individu tidak akan tergerak untuk
bertindak memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi.70
Kedua, kebutuhan akan rasa aman adalah sesuatu yang mendorong
individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari
68
Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), 156.
69
E. Koeswara, Teori Kepribadian, (Bandung: Eresco, 1991), 118.
70
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanis Abraham Maslow, (Yogyakarta:
36
keadaan lingkungannya. Pada orang dewasa, kebutuhan ini memotivasinya
untuk mencari kerja, menjadi peserta asuransi atau menabung uang. Orang
dewasa yang sehat mentalnya di tandai dengan perasaan aman, bebas dari
rasa takut dan cemas. Sementara yang tidak sehat ditandai dengan perasaan
seolah-olah selalu dalam kedaan terancam bencana besar.71
Ketiga, kebutuhan pengakuan akan kasih sayang. Apabila kebutuhan
fisiologi dan rasa aman sudah terpenuhi, maka individu mengembangkan
kebutuhan untuk diakui, disayangi dan dicintai. Kebutuhan ini dapat
diekspresikan dalam berbagai cara seperti: persahabatan, percintaan atau
pergaulan yang lebih luas.72
Keempat, kebutuhan akan penghargaan menurut Maslow setiap orang
memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan yaitu, harga diri dan
penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan
diri, kompetensi, penguasaan, kebebasan dan lain-lain. Sedangkan
penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, penerimaan, perhatian,
kedudukan, nama baik serta penghargaan.73 Kepuasan harga diri berkaitan
erat dengan perasaan percaya diri, kelayakan, tenaga, kemampuan dan
memadai dalam urusan duniawi. Tetapi rintangan kebutuhan tersebut
menimbulkan rasa rendah diri, kelemahan serta ketidakberdayaan.
Kelima, kebutuhan kognitif secara alamiah manusia memilik hasrat
ingin tahu (memperoleh pengetahuan atau pemahaman tentang sesuatu).
71
Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
37
Hasrat ini mulai berkembang sejak akhir usia bayi dan awal masa anak. Yang
diekspresikan sebagai rasa ingin tahu dalam bentuk pengajuan pertanyaan
tentang berbagai hal baik dari diri maupun lingkungannya. Kegagalan dalam
memenuhi kebutuhan ini akan menghambat pencapaian perkembangan
pribadi secara penuh. Maslow berkeyakinan bahwa salah satu ciri mental
yang sehat adalah adanya rasa ingin tahu.74
Keenam, kebutuhan estetik merupakan kebutuhan keteraturan,
keserasian dan keharmonisan dalam setiap aspek kehidupan. Seperti dalam
berpakaian, dalam pemeliharaan atau menjaga lingkungan dan lain-lain.
Maslow menemukan bahwa paling tidak pada sementara orang, kebutuhan
akan keindahan ini begitu mendalam, sedangkan hal-hal yang serba jelek
benar-benar membuat mereka muak.75
Ketujuh, kebutuhan aktualisasi diri adalah puncak dari hirarki
kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan
kapasitas secara penuh. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai “hasrat
untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja
menurut kemampuannya”. Maslow menemukan bahwa kebutuhan akan
aktualisasi diri ini biasanya muncul sesudah kebutuhan akan cinta dan akan
penghargaan terpuaskan secara memadai.76
74
Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), 160.
75
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanis Abraham Maslow, (Yogyakarta:
Kanisius, 1987), 79.
76
Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanis Abraham Maslow, (Yogyakarta:
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Desa Drajat
Desa Drajat salah satu desa yang berada di kota Lamongan, tepatnya di
kecamatan Paciran kabupaten Lamongan. Desa Drajat merupakan wilayah
yang padat penduduk, pada masa kehidupan Raden Qosim mata pencaharian
masyarakat desa Drajat yakni bercocok tanam. Akan tetapi saat ini,
masyarakat desa Drajat mayoritas bekerja sebagai pedagang, petani dan
nelayan. Di bawah ini akan dipaparkan secara jelas dan rinci mengenai desa
Drajat yang diambil dari data monografi desa Drajat kecamatan Paciran
Lamongan, sebagai berikut:
Desa Drajat merupakan salah satu dari 17 desa yang terletak di wilayah
administrasi kecamatan Paciran kabupaten Lamongan provinsi Jawa Timur.
Wilayah Drajat terletak pada dataran rendah dengan kordinat antara 6,8772
dan luas 60,805 Ha/M2 dengan wilayah sebelah utara dan timur berbatasan
dengan desa Banjarwati, sebelah selatan berbatasan dengan desa Dagan dan
sebelah barat berbatasan dengan desa Kranji. Secara geografis desa Drajat
terletak di tengah-tengah wilayah desa Banjarwati dan desa Kranji. Desa
Drajat memiliki luas dataran dan perbukitan 54 Ha yang masing-masing
yakni dataran 40 Ha dan perbukitan 21 Ha. Pusat pemerintahan desa Drajat
terletak di RT 01 RW 03.
Desa Drajat terdiri dari 1 dusun dan 10 RT. Secara administrasi desa
39
keseluruhan tanah desa Drajat 18.960 Ha. Dengan rincian sebagai berikut:
sekolah (madrasah) 0,5 Ha, pertanian 12 Ha dan jalan 2 Ha. Keadaan tanah
di dataran tinggi terdiri dari pemukiman, persawahan, ladang dan pekarangan.
Untuk pengairan sawah di desa Drajat cukup baik sehingga dapat menunjang
kesuburan dan penghasilan para petani.
Berdasarkan data monografi 2017 banyaknya curah hujan di desa Drajat
150 mm/tahun, sedangkan untuk tanah kering mencapai 40%. Penduduk desa
Drajat berjumlah 3.540 jiwa terdiri dari 1.920 laki-laki dan 1.620 perempuan
dengan total kepala keluarga 558.78
Berkenaan dengan aspek agama, 99% penduduknya beragama Islam
dengan jumlah pemeluk agama Islam mencapai 3.539 orang dan 1% adalah
beragama Katolik. Raden Qosim menyebarkan ajaran Islam di daerah
Lamongan dan memegang kendali di wilayah perdikan selama 36 tahun.
Tidak heran jika sampai saat ini ajaran Islam yang dibawa Sunan Drajat
berdampak baik pada masyarakat desa Drajat.
Adapun pembinaan kerukunan umat beragama sangat diperhatikan,
secara umum adat istiadat umat beragama yang hidup dan berkembang di
desa Drajat berjalan cukup baik. Masyarakat hidup berdampingan secara
damai dan saling menghormati sehingga ketentraman dan ketertiban desa
Drajat bisa terjaga dengan baik dan aman.
Desa Drajat merupakan desa padat penduduk yang termasuk daerah
pinggiran (pesisir). Kepala desa drajat mengatakan bahwa mayoritas
78
40
masyarakat Drajat dari segi ekonomi tergolong sejahtera dan berkecukupan,
namun dengan adanya tunakarsa (peminta-minta) di kawasan makam Drajat
bukan berarti mereka hidup dalam garis kemiskinan. Terlihat dari rumah yang
mereka tempati dan kehidupan sehari-hari yang tergolong cukup.79
Tingkat pendidikan di desa Drajat di tunjang dengan keberadaan pondok
pesantren Sunan Drajat yakni: madrasah ibtidaiyah, Paud, TK dan TPQ.
Sedangkan pendidikan non formal diantaranya: hadrah al-Banjari, kentrung,
macapat dan karawitan. Tercatat dari data desa sebagian besar latar belakang
pendidikan masyarakat Drajat 195 orang lulusan SMP, 616 orang lulusan
SMA, 194 orang lulusan S1, 12 orang lulusan S2 dan 3 orang untuk lulusan
S3.
Dalam hal beribadah seperti sholat lima waktu, sholat jum’at dan sholat
pada hari raya, sarana beribadah di desa Drajat tersedia cukup baik. Jumlah
sarana beribadah yakni 1 masjid dan 6 musholla.
B. Sejarah Singkat Makam Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah julukan dari Raden Qosim putra kedua pasangan
Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (putri
Adipati Tuban Arya Teja). Nama lain Sunan Drajat adalah Syarifuddin atau
Masih Ma’unat, pada mulanya Sunan Drajat membantu perjuangan mbah
Banjar dan mbah Mayang Madu mengemban syiar Islam di daerah pesisir
utara lamongan.
79