• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku beragama Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat Lamongan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku beragama Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat Lamongan."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU BERAGAMA TUNAKARSA DI KAWASAN ZIARAH

MAKAM SUNAN DRAJAT LAMONGAN

Skripsi:

Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

Nur Abidah NIM: E02213031

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

“Perilaku Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat

Lamongan”. Sebagai judul dari skripsi ini, Tunakarsa atau peminta-minta memiliki

kesadaran keagamaan tercermin dari sikap perilaku beragama yang mengakomodir tradisi dari budaya meminta-minta masyarakat setempat. Profesi Tunakarsa di jadikan alasan untuk menunjang perekonomian mereka. Ada 3 persoalan yang akan menjawab penelitian ini diantaranya: Pertama, mengapa Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam Sunan Drajat Kedua, bagaimana Tunakarsa mengimplementasikan perilaku beragama dan ketiga, bagaimana pandangan masyarakat (peziarah) terhadap perilaku Tunakarsa. Adapun Pendekatan yang peneliti gunakan psikologi agama, metode yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif dengan jenis penelitian field research (penelitian lapangan). Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Sejalan dengan studi kasus ini, maka teori Abraham Maslow tentang kebutuhan dasar manusia mempunyai keterkaitan, Maslow mengatakan bahwa manusia tersusun dari kebutuhan bertingkat. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1). Sunan Drajat merupakan wisata yang banyak di datangi oleh peziarah serta adanya wasiat yang di maknai lain versi mereka berakibat meningkatnya aktivitas ini 2). Dalam aspek beragama shalat dan pemahaman tentang takdir, mereka lebih pasrah dan menerima apa yang sudah digariskan Tuhan tanpa mau berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik, sedangkan dalam aspek beribadah (shalat) aktivitas meminta-minta berpengaruh dengan kesadaran penghayatan beragama mereka, akibatnya mereka melalaikan kewajiban sebagai sejatinya muslim. Tunakarsa mempunyai pemahaman berbeda-beda tentang tolong menolong dan mereka lebih aktif dalam mengikuti kegiatan keagamaan. 3). Tanggapan mengenai pandangan masyarakat (peziarah) terhadap Tunakarsa bervariatif, umumnya mereka tidak terganggu dengan keberadaan Tunakarsa karena mempunyai perilaku yang sopan dan tertib.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penegasan Judul ... 6

F. Telaah Pustaka ... 8

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II PERILAKU BERAGAMA ... 22

A. Definisi Perilaku Beragama ... 22

B. Implementasi Ajaran Agama ... 24

C. Tunakarsa dalam pandangan Islam ... 32

D. Teori Kebutuhan Dasar Manusia ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM ... 38

(8)

B. Sejarah Singkat Makam Sunan Drajat ... 40

C. Sunan Drajat dalam Mengentaskan Kemiskinan ... 42

BAB IV PROFIL TUNAKARSA ... 44

A. Profil Tunakarsa ... 44

1. Subyek Penelitian ... 45

2. Kondisi Pendidikan dan Ekonomi Tunakarsa ... 47

B. Hubungan Vertikal dan Horizontal ... 54

1. Hubungan Tunakarsa dengan Tuhan ... 54

2. Hubungan Tunakarsa dengan Manusia ... 60

BAB V ANALISA DATA ... 66

A. Alasan Tunakarsa Memilih Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat ... 67

B. Tunakarsa dalam Mengimplementasikan Perilaku Beragama ... 73

C. Pandangan Masyarakat (Peziarah) terhadap Perilaku Tunakarsa ... 77

BAB VI PENUTUP ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran-Saran ... 85

C. Penutup ... 86

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Agama dipandang sebagai sebuah institusi yang lain yang mengemban

tugas masyarakat agar berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal,

regional, nasional maupun mondial. Pada hakikatnya agama membantu

manusia untuk mengenal yang “sakral” dzat tertinggi “Tuhan” serta berkomunikasi dengan-Nya. Agama juga sanggup mendamaikan kembali

manusia yang “salah” dengan Tuhan melewati jalan pengampunan dan

penyucian.1

Agama Islam merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT.

melalui rasul-nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia, sepanjang

masa dan setiap persada yang bertujuan kepada keridhaan Allah, rahmat bagi

segenap alam dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pada garis besarnya agama

Islam terdiri atas akidah, syariah serta akhlak.2

Moral dan agama mempunyai hubungan yang erat karena agama

merupakan dasar tumpuan akhlak dan moral.3 Dalam hal ini, tidak ada sesuatu

selain agama yang mampu mengarahkan pada tujuan yang agung dan terpuji

(moral). Kehidupan beragama dengan perilaku bermoral sukar untuk

dipisahkan. Karena kehidupan bermoral merupakan sikap dan tingkah laku

1

Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 40.

2

Endang Saifudin, Wawasan Islam Pokok-poko Fikiran Tentang Islam dan Umatnya,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 21.

3

Murtadho Muthahari, Perspektif Al-Qur’an Tentang Manusia dan Agama, terj.

(10)

2

yang baik, sedangkan tujuan agama yang penting adalah membentuk manusia

bermoral atau berakhlak mulia. Hampir semua kehidupan bermoral dalam

masyarakat berasal dari moralitas agama.

Setiap orang Islam diharapkan dapat memahami dan mengamalkan

ajaran agama yang dianutnya, walaupun dalam pelaksanaannya selalu

dipengaruhi berbagai motif misalnya, pendidikan, sosial, lingkungan dan

lain-lain. Masalah sosial kemiskinan salah satu kondisi yang dirasakan banyak

orang dan menghilangkan kemiskinan dari masyarakat adalah tujuan segala

usaha kesosialan.4 Seperti firman Allah dalam surat al-Dhuha: 8 yang

berbunyi:

ىَنْغَأَف ًاِئآَع َكَدَجَوَو

Artinya:

“Dan Allah mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia

menganugerahkan kepadamu kecukupan” (QS al-Dhuha: 8).5

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa pada mulanya kamu hidup dalam

keadaan fakir lagi banyak anak, lalu Allah memberimu kecukupan dari

selain-Nya. Dengan demikian, berarti Allah menghimpunkan baginya antara

kedudukan orang fakir yang sabar dan orang kaya yang bersyukur.

Seperti yang ditegaskan agama bahwa kemiskinan merupakan perbuatan

maksiat yang harus dipertanggungjawabkan oleh individu yang terjebak di

4

Hassan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1984),

372.

5

(11)

3

dalamnya dan tidak berusaha untuk keluar darinya. Hal demikian merupakan

bencana bagi negara dan bertanggung jawab memusnakannya.6

Islam merupakan agama yang sempurna tidak hanya menyuruh manusia

untuk fokus kepada urusan akhirat. Namun, Islam juga turut mengajarkan

bagaimana tuntunan hidup di dunia, termasuk dalam hal ini mencari rizki.

Hanya saja, bagaimana cara seseorang dalam memperoleh rizki itu dengan cara

baik. Karena Islam tidak menganjurkan manusia mencari rizki dengan cara

yang tidak baik. Salah satunya adalah meminta-minta, profesi tersebut

digunakan oleh peminta-minta guna mencari rizki setiap harinya.

Fenomena yang terjadi belakangan ini, banyak dijumpai sebagian dari

kaum muslimin yang berada di kawasan ziarah makam Sunan Drajat dengan

baris berbanjar dan mencoba mencari rizki dengan mengadahkan tangan untuk

meminta-minta kepada setiap peziarah yang melintas. Ada juga yang

berderetan di tangga menuju makam, mereka menghentikan peziarah yang

datang atau pulang dari makam dengan ratapan yang dibuat sedih.

Peminta-minta (pengemis) dalam masyarakat desa Sunan Drajat disebut

“Tunakarsa”. Keberadaan Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat

dipenuhi oleh para peminta-minta yang datang dari desa setempat maupun dari

luar desa. Tunakarsa di sini sudah ada sejak dahulu dan sudah menjadi budaya

masyarakat. Secara umum Peminta-minta adalah orang-orang yang

mendapatkan penghasilan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara

dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.

6

Mohammad Saad IH, Kemiskinan dalam Perspektif al-Qur’an , Disertasi Pascasarjana,

(12)

4

Dalam Islam, Tunakarsa merupakan pekerjaan yang tercela dan tidak

dianjurkan. Hal ini disebabkan karena Islam sangat mencela orang pemalas

yang hanya menunggu belas kasihan dari orang lain untuk memenuhi

kebutuhannya. Islam juga tidak menganjurkan seseorang untuk menghinakan

dirinya sendiri selain kepada Allah. Karena profesi Tunakarsa juga bisa

mematikan potensi dalam diri seseorang.7

Perilaku beragama dalam kehidupan tunakarsa bisa saja dipengaruhi dari

aktifitasnya sebagai peminta-minta. Sama halnya seperti masyarakat pada

umumnya, tunakarsa juga membutuhkan ilmu agama (spiritual) yang cukup.

Karena aktifitas mereka dilakukan di kawasan makam Sunan Drajat yang

notabennya adalah makam wali Allah. Mereka melakukan aktifitasnya

berdasarkan kemauan sendiri tanpa mengindahkan norma agama dan sosial.

Yang menarik dari penelitian ini adalah dari sisi kehidupan beragama

Tunakarsa yang mana mereka diterima dengan baik oleh masyarakat desa

Drajat. Di samping itu, pemahaman tentang wasiat Sunan Drajat yang di

maknai lain oleh Tunakarsa. Karena menurut mereka wasiat tersebut

diperuntukkan bagi orang yang tidak mampu dalam hal ini adalah Tunakarsa.

Padahal kenyataannya Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat

rata-rata tergolong dari keluarga yang berkecukupan.8

Sejarah munculnya wasiat Sunan Drajat karena pada masa itu Raden

Qosim menyaksikan keadaan rakyat hidup dalam kesengsaraan dan kekurangan

7

Wira Yunila, Praktik Mengemis Ditinjau Dari Hukum Islam, www.digilb.uin-suka.ac.id,

(Sabtu, 31 Desember 2016, 18:15).

8

(13)

5

(Jawa: nandang kacingkrangan). Oleh sebab itu, Raden Qosim menyampaikan

wasiatnya agar para penguasa atau orang kaya saling memberi (menehana) khusunya kepada fakir miskin.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan

penelitian mengenai “Perilaku Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah

Makam Sunan Drajat Lamongan”, dengan rumusan masalah sebagai berikut.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan

tiga pokok permasalahan yang akan di kembangkan dalam penulisan proposal

ini, diantaranya:

1. Mengapa Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam Sunan Drajat?

2. Bagaimana Tunakarsa mengimplementaskan perilaku beragama?

3. Bagaimana pandangan masyarakat (peziarah) terhadap perilaku Tunakarsa

di kawasan ziarah makam Sunan Drajat?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan alasan Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam

Sunan Drajat Lamongan

2. Untuk menjelaskan Tunakarsa dalam mengimplementasikan perilaku

beragama dengan memfokuskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan

(14)

6

3. Untuk menjelaskan bagaimana pandangan masyarakat (peziarah) terhadap

perilaku tunakarsa baik dari segi ibadah dan sosial

D.Manfaat Penelitian

Selain tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga mempunyai manfaat,

yaitu:

1. Untuk menambah keilmuan Ilmu Perbandingan Agama (IPA) khususnya

disiplin keilmuan mata kuliah Sosiologi Agama dan Psikologi Agama.

Sebagai pengembangan kehidupan keagamaan dan sosial di masyarakat.

2. Menambah masukan dalam pengembangan wacana berpikir bagi penulis

sebagai sarana penerapan ilmu yang bersifat teori yang selama ini sudah

dipelajari.

3. Sebagai bahan kajian dan penelitian bagi peneliti selanjutnya.

E.Penegasan Judul

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang judul “Perilaku

Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat

Lamongan” maka perlu penjelasan arti dari kata-kata yang tertulis dalam judul

di atas, sehingga diperoleh maksud yang jelas dan tidak menimbulkan

kesalahfahaman:

Perilaku Beragama, perilaku adalah cara berbuat atau menjalankan sesuai dengan sifat yang layak bagi masyarakat.9 Sedangkan beragama yakni

9

W.J.S. Puwardarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997),

(15)

7

berhubungan dengan agama.10 Dalam arti percaya kepada Tuhan, Dewa, dan

sebagainya serta ajaran kebaktian atau kewajiban-kewajiban yang berkaitan

dengan kepercayaan atau sifat-sifat yang terdapat pada agama.11 Jadi, perilaku

keagamaan adalah rangkaian perbuatan atau tindakan yang di dasari pada

nilai-nilai agama. Yang dimaksud di atas adalah perilaku beragama baik dari segi

pemahaman terhadap agama, pemahaman terhadap takdir dan lain sebagainya.

Tunakarsa merupakan julukan bagi para peminta-minta yang ada di makam Sunan Drajat Lamongan. Tunakarsa merupakan orang-orang yang

tidak mampu dan tidak memiliki kehendak untuk hidup yang lebih baik. Yang

mana mereka mencari rizki dengan mengandalkan belas kasihan dari orang

lain.

Ziarah yakni kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam dan sebagainya).12

Makam Sunan Drajat merupakan salah satu makam Wali Songo atau yang lebih di kenal dengan nama Raden Qosim seorang penyebar agama Islam

di wilayah pesisir Lamongan. Makamnya terletak di Desa Banjaranyar

Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.

Berdasarkan penegasan arti kata diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan judul ini adalah suatu pola prilaku beragama yang

dilakukan Tunakarsa di kawasan ziarah makam Sunan Drajat yang berdasarkan

pada aspek Sosiologi dan Psikologi.

10

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Persero Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, 2005),12.

11

Soerjono Soekamto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: Rajawali, 1985), 51.

12

(16)

8

F. Telaah Pustaka

Kajian pustaka ini pada intinya menjelaskan tentang hubungan topik

yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya. Sehingga tidak lagi menyebabkan terjadinya pengulangan dalam

sebuah kasus terhadap judul yang sama. Selain itu, kajian pustaka ini juga

ditujukan untuk memperkuat berbagai sumber penelitian yang telah diperoleh

peneliti selama melakukan observasi di tempat tersebut.

Karya skripsi yang ditulis oleh Siti Haliyah berjudul, “Pemahaman dan

Pengamalan Agama Anak Jalanan di Sanggar Alang-alang Surabaya”. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa tingkat agama anak jalanan di sanggar ini di

kategorikan sangat baik. Hal ini dilihat dari pemahaman anak-anak tentang

rukun iman dan rukun Islam yang sangat baik. Kemudian pengalaman agama

yang dilakukan oleh anak didik di Sanggar Alang-alang adalah terpusat pada

ibadah-ibadah Islam diantaranya adalah rukun Islam kecuali ibadah zakat dan

haji yang tidak dilaksanakannya. Hal ini disebabkan keadaan ekonomi yang

kurang.13

Karya skripsi yang ditulis oleh Faishal Hanif berjudul “Perilaku

Beragama Kalangan Pengemis Muslim di Dusun Wanteyan Desa Lebak Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang”. Dalam skripsi ini dijelaskan

bahwa orang-orang Dusun Wanteyan menganggap menjadi pengemis tidak

berlawanan dengan hukum dan bukan profesi miskin. Proses internalisasi dan

sosialisasi profesi mengemis di kuatkan melalui anggota keluarga dan

13

Siti Haliyah,Pemahaman dan Pengamalan Agama Anak Jalanan di Sanggar

(17)

9

lingkungan sekitarnya. Sedangkan cara yang digunakan dalam menjalankan

pekerjaannya mereka menggunakan cara konvensional, yaitu mendatangi

rumah ke rumah dengan membawa anak kecil. Kegiatan mengemis ini juga

berpengaruh terhadap perilaku beragamanya. Hal tersebut akibat lemahnya

pengetahuan keagamaan mereka serta minimnya kesadaran terhadap

penghayatan keagamaannya, sehingga apa yang mereka lakukan berdasarkan

kemauannya sendiri tanpa melihat norma sosial maupun norma agama yang

mereka yakini.14

Karya skripsi yang ditulis oleh Ninik Prihatini berjudul “Pengemis di

Kawasan Ziarah Makam Sunan Gunung Jati Cirebon”. Bahwa, faktor-faktor

yang mendorong munculnya pengemis di kawasan ziarah makam Sunan

Gunung Jati Cirebon diantaranya: faktor individual, faktor sosial, faktor

kultural dan faktor struktural. Persepsi masyarakat sekitar tentang keberadaan

pengemis, tidak semua pengemis di kawasan ini asli dari desa sekitar.

Pengemis di kawasan ini berasal dari keluarga tidak mampu dan adanya

pergesesaran makna wasiat Gunung Jati yang berbunyi “ingsun titip tajung lan fakir miskin”. Adapun dinas sosial kabupaten Cirebon belum pernah

menyelenggarakan pembinaan untuk pengemis secara langsung. Dinas sosial

telah berupaya melakukan kegiatan motivasi dan keterampilan untuk keluarga

miskin. Berbagai manfaat dan fasilitas yang didapat oleh keluarga pengemis

14

Faishal Hanif, Perilaku Beragama Kalangan Pengemis di Dusun Wanteyan Desa

(18)

10

dalam pembinaan tersebut setelah mengikuti pembinaan keluarga miskin

diberikan sejumlah uang untuk modal usaha yang mereka minati.15

Karya skripsi yang ditulis oleh Humairoh berjudul “Perilaku Keagamaan

dan Nilai-nilai Sosial Para Pemulung di TPS Simokerto Surabaya”. Diperoleh data bahwa, pemulung yang ada di TPS Simokerto ini sebagian besar tingkat

pendidikan dan ekonominya sangat rendah. Rata-rata pendidikan pemulung

hanya sampai sekolah dasar (SD) dan ada yang tidak pernah mengeyam

bangku sekolah. Dalam hal keagamaan, seperti sholat dan puasa pemulung

masih melaksanakan ajaran agama karena beribadah tidak tergantung pada

banyaknya harta yang mereka miliki.

Profesi apapun harus tetap melaksanakan ajaran agama. Sedangkan

dalam hal nilai-nilai sosial, sebagian dari mereka memiliki nilai empati yang

sangat tinggi. Meskipun dalam keadaan serba kekurangan mereka masih ingin

membantu orang lain yang lagi kesusahan. Mereka beranggapan bahwa

membantu orang lain merupakan kewajiban bagi mereka, karena dengan

membantu orang lain kita juga akan dibantu oleh orang lain. Mengenai dengan

pandangan masyarakat sekitar terhadap pemulung, mereka beranggapan bahwa

tidak semua pemulung menjalankan sholat dan puasa. Hanya sebagian saja

yang masih menjalankannya, sebagian dari mereka beranggapan bahwa

ekonomilah yang membuat mereka buta terhadap pengetahuan yaitu agama.16

15

Ninik Prihatini, Pengemis di Kawasan Ziarah Makam Sunan Gunung Jati Cirebon,

www.lib.unnes.ac.id, (Minggu, 25 Desember 2016, 09:00).

16

Humairoh, Perilaku Keagamaan dan Nilai-nilai Sosial Para Pemulung di TPS

(19)

11

Karya skripsi yang ditulis oleh Ratna Palupi berjudul “Persepsi

Komunitas Pengemis terhadap Ibadah Shalat Wajib di Barak Bhakti Kabupaten Tulungagung”. Diperoleh data bahwa, makna ibadah shalat wajib

bagi pengemis adalah bermakna berbeda yaitu masyarakat pengemis

memandang ibadah shalat wajib dapat mengurangi waktunya untuk bekerja

mencari nafkah serta mengerjakan aktivitas keluarga. Mereka memandang

ibadah shalat wajib sama artinya dengan berdoa dan tidak harus menjalankan

shalat sehingga menggantinya.

Faktor yang mempengaruhi diantaranya: latar belakang pendidikan,

pengalaman seorang pengemis, lingkungan penampungan yang mayoritas tidak

menjalankan ibadah shalat wajib dan lain-lain. Kemudian ada dua dampak

yang ditimbulkan dari komunitas mengemis, dampak positif ditandai dengan

ibadah shalat wajib dan dampak negatif dengan tidak menjalankan shalat

wajib.17

Artikel yang ditulis oleh Lita Yuniarti berjudul “Perilaku Pengemis di

Alun-alun Kota Probolinggo”. Diperoleh data bahwa tidak semuanya pengemis itu miskin, ada juga pengemis tergolong cukup mampu. Penyebab

mereka menjadi pengemis karena beberapa hal atau alasan diantaranya: faktor

struktural, faktor fisik cacat, faktor karena malas dan kemiskinan kultural serta

faktor reward atau imbalan yang menggiurkan sehingga seseorang akan

berusaha keras untuk mendapatkan uang dari mengemis itu. Banyak cara yang

17

Ratna Palupi, Persepsi Komunitas Pengemis terhadap Ibadah Shalat Wajib di Barak

(20)

12

dilakukan oleh masing-masing pengemis, cara umum dilakukan biasanya

berpakaian lusuh selayaknya pengemis. Ada juga dengan menunggu

pengunjung datang memberinya sedekah. Cara ini dilakukan oleh pengemis

cacat atau lumpuh karena selain kelumpuhannya itu menarik rasa iba orang

lain.18

G.Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara menurut sistem-sistem aturan tertentu

untuk mengarahkan suatu kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional

dengan harapan untuk mencapai hasil yang optimal.19 Sebuah karya ilmiah,

metode mempunyai peranan yang sangat penting. Metode yang digunakan

dalam sebuah penelitian menentukan hasil penelitian tersebut. Karena metode

penelitian merupakan standar yang harus dipenuhi dalam sebuah karya ilmiah.

Adapun metode yang digunakan adalah:

1. Jenis Penelitian

Metodologi adalah pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara

atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang

efektif dan efisien.20 Pada dasarnya penelitian itu merupakan usaha

menemukan, mengembangkan dan melakukan verifikasi terhadap kebenaran

suatu peristiwa atau suatu pengetahuan dengan menggunakan metode

ilmiah.

18

Lita Yuniarti, Perilaku Pengemis di Alun-alun Kota Probolinggo,

www.digilib.uin-suka.ac.id, (Sabtu, 31 Desember 2016, 13:15).

19

Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009), 6.

20

(21)

13

Jenis penelitan yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif dengan pendekatan psikologi agama. Penelitian yang dilakukan dalam lapangan kehidupan masyarakat untuk

menghimpun data masalah tertentu tentang masyarakat.21 Pada dasarnya

penelitian ini merupakan kegiatan deskriptif analisis, sebagai upaya

memberikan penjelasan dan gambaran secara komperhensif tentang

Tunakarsa dalam mengimplementasikan perilaku beragama Tunakarsa di

Kawasan Ziarah Makam Sunan Drajat Lamongan.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Sumber primer

Sumber primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti dari sumber pertama.22 Adapun yang menjadi sumber data

primer dalam penelitian ini adalah para Tunakarsa yang berada di

kawasan ziarah makam Sunan Drajat Lamongan. Diantaranya: ibu

Suwati, ibu Asrifa, ibu Surifa, ibu Sunarlik, mbak Yul dan ibu

Sulastri.

Sedangkan informan pendukungnya yakni bapak Nailul Fauzi

selaku kepala Desa Drajat, bapak Muhammad Syarifuddin selaku

perangkat desa Drajat, bapak Luth selaku keamanan di desa Drajat,

21

Zulkifli, Dasar-dasar Penyusunan Proposal Penelitian, (Palembang : UNSRI, 2001),

13.

22

(22)

14

bapak Rozi selaku juru kunci makam Sunan Drajat, bapak Muhaimin

selaku bagian kebersihan di makam Sunan Drajat, bapak Suparman,

bapak Takribul Fikri dan Mujtabah Wahid selaku peziarah makam

Sunan Drajat.

b. Sumber sekunder

Dokumen, informasi dokumenter sangat relevan untuk setiap

topik dalam penelitian ini. Proses pengumpulan dokumen

(bahan-bahan tertulis) sebagai dasar penelitian, dapat dilakukan dengan

pengumpulan data. Dokumen yang digunakan untuk melengkapi data

seperti catatan-catatan, buku literatur, hasil rekaman dan lain

sebagainya.

3. Tahap-tahap Penelitian

Menurut Arikunto, adapun tahap-tahap penelitian peneliti masukan

ke dalam jadual penelitian, sebagai berikut:23

a. Tahap Pra Lapangan

Tahap ini merupakan awal mengadakan penelitian. Dalam tahap

ini peneliti memulai dengan membuat proposal penelitian (rancangan

penelitian), memilih lapangan penelitian dengan mempertimbangkan

letak geografis dan praktisnya seperti waktu, biaya dan tenaga.24 Oleh

karena itu peneliti memilih kawasan makam ziarah Sunan Drajat

23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.

Rineke Cipta, 2002), 16.

24

Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(23)

15

sebagai tempat meneliti. Karena tidak terlalu jauh dengan tempat

tinggal peneliti, sehingga penelitian lebih cepat untuk menghasilkan

data yang diinginkan.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

1. Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri.

Dalam konteks ini peneliti perlu memahami latar belakang

terlebih dahulu. Di samping itu perlu mempersiapkan diri baik

secara fisik maupun secara mental.

2. Memasuki Lapangan

Dalam tahap ini, keakraban pergaulan dengan subyek perlu

dipelihara selama mungkin bahkan sampai sesudah tahap

pengumpulan data. Peneliti juga harus mempertimbangkan waktu

yang digunakan dalam melakukan wawancara dan pengambilan

data yang lainnya dengan semua kegiatan yang dilakukan oleh

subyek.

c. Tahap Analisis Data

Menurut Patton tahap analisis data adalah proses mengatur

urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satu

uraian dasar. Dalam tahap ini, setelah penulis mendapatkan data atau

informasi dari obyek yang diteliti, langkah yang diambil kemudian

yaitu melakukan analisis data, yaitu mencari perbandingan

(24)

16

berkaitan dengan permasalahan penelitian, kemudian dihubungkan

dengan teori yang sudah ada.

4. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini sepenuhnya bersifat lapangan, oleh karena itu

langkah pertama yang harus penyusun lakukan adalah mengumpulkan

data primer khusunya data yang berhubungan dengan masalah penelitian

ini.

Karena penelitian ini bersifat penelitian lapangan, maka peneliti

menggunakan metode sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi, metode ini menjadi awal bagi penyusun untuk

mengamati dan meneliti fenomena-fenomena, fakta-fakta yang akan

diteliti.25 Alasan peneliti menggunakan teknik ini, karena di duga

terdapat sejumlah data yang hanya dapat diketahui melalui

pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti

mengetahui perilaku beragama Tunakarsa di kawasan ziarah makam

sunan drajat. Peneliti melakukan observasi di lokasi makam Sunan

Drajat desa Drajat kecamatan Paciran kabupaten Lamongan.

Metode ini digunakan untuk menggali data tentang perilaku

beragama dan interaksi sosial Tunakarsa di kawasan makam Sunan

Drajat. Observasi dilakukan khususnya pada hari Kamis, Jum’at,

25

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1986),

(25)

17

Sabtu dan Minggu karena pada hari tersebut peziarah banyak yang

berdatangan, begitupun jumlah para Tunakarsa yang melakukan

aktivitas di kawasan ini.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi

dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar

mendapatkan data lengkap dan mendalam. Metode wawancara atau

metode interview merupakan cara yang digunakan oleh peneliti

dengan mencoba mendapatkan keterangan secara lisan dari obyek

(responden).26 Pengambilan data dengan metode ini di lalui dengan

proses tanya jawab yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan

pada tujuan penelitian. Metode ini dilakukan dengan cara dialog tanya

jawab kepada informan yang telah mengalami pemilihan terlebih

dahulu.27

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara di rumah Tunakarsa

dan di makam Sunan Drajat dengan 6 Tunakarsa yang memiliki latar

belakang berbeda-beda diantaranya: Suwati, Surifah, Asrifah, Sulastri,

Sunarlik dan Yul dengan topik wawancara mengenai Tunakarsa dalam

mengimplementasikan perilaku beragama diantaranya: makna

beragama, takdir, ibadah shalat, interaksi Tunakarsa dengan

masyarakat, tolong-menolong dan majelis taklim. Peneliti juga

26

Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1983),

129.

27

(26)

18

mendatangi kediaman serta mendatangi tempat dimana Tunakarsa

beraktivitas tepatnya di kawasan ziarah makam Sunan Drajat. Durasi

dalam wawancara sekitar 30 menit sampai 50 menit.

c. Dokumentasi

Selain menggunakan teknik observasi serta wawancara, data

penelitian dalam penelitian ini juga dapat di kumpulkan dengan cara

dokumentasi, yaitu mempelajari dokumen-dokumen yang relevan

dengan tujuan penelitian. Mendokumentasikan sebuah sumber data

menggunakan kamera atau video, dan rekaman dalam memperoleh

hasil dari wawancara. Dalam bentuk dokumentasi tersebut utamanya

berkenaan dengan: “Perilaku Beragama Tunakarsa di Kawasan Ziarah

Makam Sunan Drajat Lamongan”.

Pengambilan dokumentasi dilakukan pada saat dilaksanakannya

wawancara pada salah seorang Tunakarsa sekitar yang sekiranya

cukup menguatkan dokumentasi analisis dalam penelitian. Selain itu,

pada saat para tunakarsa melakukan aktivitas mengemis juga moment

yang tepat bagi peneliti untuk mengambil dokumentasi.

5. Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan,

mengorganisasikan data, yakni memilah-milah menjadi satuan yang

dapat dikelola, disintesiskan, dicari dan ditemukan pola. Di samping itu

(27)

19

dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.28

Analisis data dilakukan untuk mengetahui keakuratan data serta

mempertanggungjawabkan keabsahan data. Analisis ini di sajikan dengan

mendeskripsikan seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber

penelitian yang terdiri dari tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data

dan penarikan kesimpulan.

Pertama adalah reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang

muncul dari catatan awal yang tertulis di lapangan. Proses ini terus

menerus berlangsung selama penelitian bahkan sebelum data benar-benar

terkumpul. Reduksi data meliputi meringkas data, mengkode dan

menelusur tema.29 Kedua, pengkodean (coding) proses membagi data ke dalam bagian-bagian klasifikasi. Upaya memilah-milah setiap satuan data

ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan.30

Ketiga, penyajian data (display data), kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data

kualitatif ini berupa teks naratif berbentuk catatan lapangan sehingga

memudahkan untuk melihat apa yang terjadi.

Keempat, menarik kesimpulan dan verifikasi, peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna

28

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 248.

29

Ivanovich Agusta, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif,

www.ivanagusta.files.wordpress.com, (Sabtu, 25 Pebruari 2017, 10:00),

30

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(28)

20

setiap gejala yang diperoleh di lapangan. Teknik analisa yang digunakan

dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Proses analisis ini di mulai dengan penyaringan data yang sudah diperoleh, kemudian

dilakukan pengelompokan data. Proses terakhir dari analisa data yaitu

peninjauan kembali data yang diperoleh dengan teori-teori yang terkait.31

Peneliti hanya meneliti pemahaman dan perilaku beragama serta interaksi

sosial Tunakarsa di makam tersebut.

H.Sistematika Penulisan

Untuk mewujudkan pembahasan yang terencana dan sistematis, penulis

akan menyusun proposal ini dengan sistematika dan format pembahasan

sebagai berikut :

Bab I (satu) merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan

judul, telaah pustaka, metode penelitian yang digunakan dan sistematika

penulisan.

Bab II (dua) Perilaku Beragama yang meliputi: definisi perilaku beragama,

implementasi ajaran agama, Tunakarsa dalam pandangan Islam dan teori

kebutuhan dasar manusia.

Bab III (tiga) Gambaran Umum yang di dalamnya menguraikan secara

umum tentang gambaran umum desa Drajat, sejarah singkat makam Sunan

Drajat dan Sunan Drajat dalam mengentaskan kemiskinan.

31

(29)

21

Bab IV (empat) Pertama, Profil Tunakarsa yang meliputi: subyek penelitian, kondisi pendidikan dan ekonomi Tunakarsa. Kedua, hubungan vertikal dan horizontal yang meliputi: hubungan Tunakarsa dengan Tuhan dan

Hubungan Tunakarsa dengan Manusia.

Bab V (lima) Analisa Data menganalisa tentang Pertama, alasan Tunakarsa memilih kawasan ziarah makam Sunan Drajat. Kedua, Tunakarsa

dalam mengimplementasikan perilaku beragama. Ketiga, pandangan

masyarakat (peziarah) terhadap perilaku Tunakarsa.

BAB VI (enam) Penutup yang mana bab ini menjadi bagian akhir dari

seluruh rangkaian penyusunan skripsi. Di dalamnya berisikan kesimpulan yang

(30)

BAB II

PERILAKU BERAGAMA

A. Definisi Perilaku Beragama

Perilaku adalah cara berbuat atau menjalankan sesuatu dengan sifat

yang layak bagi masyarakat.34 Menurut Alport perilaku merupakan hasil

belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus

dengan lingkungan. Seringnya dalam lingkup lingkungan, akan menjadi

seseorang untuk dapat menentukan sikap karena disadari atau tidak, perilaku

tersebut tercipta karena pengalaman yang di alaminya. Sikap juga merupakan

penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna

atau bahkan tidak memadai.35 Psikologi memandang perilaku manusia

sebagai reaksi yang bersifat sederhana maupun bersifat kompleks.36

Dengan demikian perilaku merupakan suatu perbuatan, tindakan serta

reaksi seseorang terhadap sesuatu yang dilakukan, di dengar dan dilihat.

Perilaku ini lahir berdasarkan perbuatan maupun perkataan.

Sedangkan beragama berasal dari kata agama, mendapat awalan “ber” yang memiliki arti segala sesuatu yang berhubungan dengan agama.37

Beragama merupakan bentuk atau ekspresi jiwa dalam berbuat, berbicara

sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Suatu jenis sosial yang dibuat

34

Purwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya: Amalia Surabaya,

2003), 302.

35

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama Edisi Revisi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2001), 201.

36

Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 9.

37

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(31)

23

oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan non-empiris yang

dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri

mereka dan masyarakat luas umumnya.38

Sementara Shihab menyatakan agama adalah hubungan antara makhluk

dengan Tuhan yang berwujud ibadah dan dilakukan dalam sikap keseharian.39

Agama merupakan naungan sakral yang melindungi manusia dari

keputusasaan, kekacauan, dan situasi tanpa makna. Agama merupakan

tumpuan dan harapan sosial yang dapat dijadikan problem solving terhadap berbagai situasi yang disebabkan oleh manusia sendiri.40

Dalam definisi diatas dapat disimpulkan bahwa beragama merupakan

keyakinan-keyakinan terhadap doktrin-doktrin agama, etika hidup, kehadiran

dalam upacara peribadatan yang kesemuanya itu menunjukkan kepada

ketaatan dan komitmen terhadap agama.

Adapun perilaku beragama merupakan suatu keadaan yang ada dalam

diri manusia dan mendorong orang tersebut untuk bertingkah laku yang

berkaitan dengan agama. Zakiyah Darajat mengatakan bahwa perilaku

beragama merupakan perolehan bukan pembawaan. Terbentuknya melalui

pengalaman langsung yang terjadi dalam hubungannya dengan unsur-unsur

lingkungan material dan sosial. Walaupun sikap terbentuknya melalui

pengaruh lingkungan, namun faktor individu ikut juga menentukan.41

38

Hendro Puspita, SosiologiAgama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 34.

39

Nur Ghufron, Rini Risnawati, Teori-teori Psikologi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2011), 168.

40

Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Agama, (Bandung: Refika Aditama, 2007), 3.

41

(32)

24

Menurut Abdul Aziz Ahyadi yang dimaksud dengan perilaku beragama

atau tingkah laku keagamaan merupakan pernyataan atau ekspresi kehidupan

kejiwaan manusia yang dapat diukur, dihitung dan dipelajari yang

diwujudkan dalam bentuk kata-kata, perbuatan atau tindakan jasmaniah yang

berkaitan dengan pengalaman ajaran agama Islam.42

Jadi bisa disimpulkan bahwa, perilaku beragama adalah bentuk atau

ekspresi jiwa dalam berbuat, berbicara sesuai dengan ajaran agama. Definisi

tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya perilaku beragama adalah suatu

perbuatan seseorang baik dalam tingkah laku maupun dalam berbicara yang

didasarkan pada petunjuk agama.

Dalam kehidupan manusia tidaklah hanya memperhatikan kebutuhan

fisik atau jasmaniah saja akan tetapi lebih daripada itu manusia juga harus

memperhatikan dan memenuhi kebutuhan psikis rohaniah. Sebab pada diri

manusia ada rasa ketergantungan kepada Sang Pencipta. Dimana hal tersebut

merupakan suatu fitrah beragama dan akhirnya manusia akan sampai pada

suatu titik kesadaran diri, mengabdi serta penghambaan kepada Tuhan yang

diyakininya dalam Islam yaitu Allah SWT.43

B. Implementasi Ajaran Agama

a. Agama dalam kehidupan manusia

Agama dalam kehidupan manusia berfungsi sebagai suatu sistem

nilai yang memuat norma agama tertentu. Secara umum

42

Abdul Aziz Ahyadi, PsikologiAgama Kepribadian Muslim Pancasila, (Jakarta: Sinar

Baru, 1988), 28.

43

(33)

25

norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah

laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya.44

Pada diri manusia telah ada sejumlah potensi untuk memberi arah

dalam kehidupan manusia. Potensi tersebut adalah naluriah, inderawi,

nalar dan agama. Melalui pendekatan ini, maka agama sudah menjadi

potensi fitrah sejak lahir. Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah

memberi bimbingan kepada potensi yang dimilikinya itu. Dengan

demikian, jika potensi fitrah itu dapat dikembangkan sejalan dengan

pengaruh lingkungan maka akan terjadi keselarasan. Sebaliknya, jika

potensi itu dikembangkan dalam kondisi yang dipertentangkan oleh

kondisi lingkungan, maka akan terjadi ketidakseimbangan pada diri

seseorang.45

Berdasarkan pendekatan ini, maka pengaruh agama dalam kehidupan

individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi,

rasa sukses dan rasa puas. Perasaan positif ini lebih lanjut akan menjadi

pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan individu selain

menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan masa depan.

Agama juga mempunyai pengaruh sebagai motivasi dalam mendorong

individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang

dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama di nilai mempunyai

44

Ishomuddin, Sosiologi Agama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 35.

45

(34)

26

unsur kesucian, serta ketaatan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri

seseorang untuk berbuat sesuatu.46

Semua agama mengajak pengikutnya untuk menghidupi agamanya,

karena inti agama adalah menyediakan petunjuk mengenai bagaimana

memperlakukan orang lain dan memperoleh kedamaian batin.47

Koentjaraningrat pernah menulis bahwa “orang jawa senang mencari kesusahan dan menderita ketidaknyamanan dengan sengaja untuk tujuan

agama”.

Agama dan keberagamaan merupakan dua istilah yang dapat

dipahami secara terpisah meskipun keduanya mempunyai makna yang

sangat erat kaitannya, keberagamaan berarti pembicaraan mengenai

pengalaman yang menyangkut hubungan agama dengan penganutnya atau

suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang dan mendorong untuk

bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.48 Sedangkan agama adalah

lebih dipandang sebagai wadah lahiriyah yakni sebagai instansi yang

mengatur pernyataan iman itu di forum terbuka (masyarakat) dan yang

dimanifestasikan dapat dilihat dalam bentuk kaidah-kaidah, ritus dan

kultus, doa-doa dan lain sebagainya tanpa adanya agama sebagai suatu

wadah yang mengatur dan membina.

Yang saat ini relevan dalam kehidupan masyarakat adalah

bagaimana suatu agama dipahami dan di hayati secara nyata dengan

46

Ishomuddin, Sosiologi Agama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 37.

47

Samovar, Larry A dan Porter, Richard E dan McDaniel, Edwin R. Komunikasi Lintas

Budaya, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 125.

48

(35)

27

berbagai dampaknya yang mungkin saja tidak seluruhnya positif bagi

kehidupan manusia. Karena terdapat kepastian universal bahwa pada

intinya semua agama adalah sama dan bertujuan sama pula yakni

terwujudnya kehidupan penuh kedamaian. Hal ini dapat ditemukan dalam

pernyataan Smith, “Jalan yang paling pasti menuju hati manusia adalah

melalui agamanya”.49

Grondona menyatakan hal yang sama dalam

pernyataannya, “Sepanjang sejarah, agama merupakan sumber nilai yang paling kaya”.50

Seperti firman Allah dalam QS, ar-Rum:30 yang berbunyi:

و ْمقأف

tetaplah atas fitrah Allah swt yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus tetapi

kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” (Q.S. ar-Rum:30).51

Penjelasan dalam ayat ini merujuk pada ciptaan Allah, yang mana

karena adanya fitrah ini manusia diciptakan Allah mempunyai naluri

beragama, oleh karenanya manusia membutuhkan pegangan hidup yakni

agama.

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem

nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma

tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar

49

Samovar, Larry A dan Porter, Richard E dan McDaniel, Edwin R. Komunikasi Lintas

Budaya, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), 125.

50

Ibid.,125. 51

(36)

28

sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai

agama memiliki arti khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan

sebagai bentuk ciri khas.52

Agama dianut karena membimbing manusia kepada kehidupan yang

serba luhur. Adanya tingkah laku buruk dalam kehidupan sehari-hari

diakibatkan karena ulah seseorang atau kelompok yang mengatasnamakan

ajaran agama. Namun apabila agama itu benar tetapi menghasilkan

dampak buruk hal tersebut diakibatkan oleh tingkah laku penganutnya,

maka dalam pertimbangan itu dampak-dampak buruk suatu pola penganut

agama dapat dipastikan sebagai akibat pemahaman yang salah kepada

agama bersangkutan bukan akibat dari agama itu sendiri.53

Agama muncul diakibatkan oleh budaya atau biasa disebut

kesadaran kolektif. Ketika agama bergabung dengan budaya di wilayah

lain akan menimbulkan perilaku keagamaan yang sesuai dengan wilayah

tersebut. Orang beragama dibentuk oleh kultur sosial atau budaya yang

berbeda-beda dan membentuk perilaku keagamaan yang berbeda baik

berbeda karena cara sosial, ritual, budaya, dan hidupnya.

b. Takdir

Menurut bahasa takdir berarti ukuran, ketentuan dan aturan. Dalam

bahasa kita sehari-hari sering dipergunakan dengan ucapan kadar atau

52

Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 240.

53

Humairoh, Perilaku Keagamaan dan Nilai-nilai Sosial Para Pemulung di TPS

(37)

29

kedar. Takdir adalah produk dari mekanisme sebab-akibat, tidak terjadi

takdir jika tidak ada proses yang mendahuluinya. Takdir adalah akibat dari

suatu proses yang telah berlangsung. Selama ini, kebanyakan umat Islam

menganggap takdir sebagai suatu peristiwa yang berdiri sendiri. Terjadi

tanpa ada sebab yang mendahuluinya bahkan sudah ditetapkan sebelum

peristiwa berlangsung. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan

kekeliruan mendasar dalam memahami takdir.54 Dalam QS.ar-Ra’du ayat 26 yang berbunyi:

ْلا يف ايْندلا ايحْلا امو ايْندلا ايحْلاب ا حرفو ۚ دْقيو ءاشي ْ ل ْ ّرلا طسْبي ََ ٌاتم ََإ رِ

Artinya: Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).55

Golongan Asy’ariyah mengatakan bahwa Takdir Allah SWT

mewujudkan (perwujudannya) atas segala sesuatu dalam ukuran yang

khusus dan ukuran tertentu baik dalam dzatnya ataupun keadaannya

sebagai pelaksanaan bagi iradah atau kehendak tersebut.56

c. Shalat

Shalat merupakan salah satu bentuk ibadah Islam secara simbolis

untuk menyadarkan akan kehadiran Tuhan dalam hidup manusia. Ibadah

ini bertujuan untuk menjalin “kontak” dengan Tuhan sebagai tujuan

instriknya. Oleh karena nilai kontaknya itulah maka seseorang begitu

(38)

30

memasuki shalat, secara lahir maupun bathin harus terfokus kepada Allah.

Segala hal yang tidak relevan dengan sikap menghadap Tuhan menjadi

terlarang, ia harus memutus kontak dalam dimensi horizontalnya karena di

dominasi oleh kontak vertikalnya (melakukan disk-contact and disk connect selain kepada Allah).57

Sehingga shalat tersebut akan memunculkan sikap religiusitas yang

sangat tinggi, yang bercirikan ketenangan jiwa secara matang dan

mendalam, memiliki jiwa yang seimbang penuh harapan namun tidak

kehilangan kesadaran diri atau sombong yang di simbolkan dengan

ungkapan “tidak berkeluh kesah ketika ditimpa kemalangan dan tidak

menjadi kikir jika sedang mengalami keberuntungan”.58

d. Tolong Menolong

Bentuk implemetasi perilaku beragama dalam kerjasama diantaranya

adalah kerukunan seperti: tolong menolong dan gotong royong. Perilaku

menolong (helping behavior) merupakan setiap tindakan yang lebih memberikan keuntungan bagi orang lain daripada terhadap diri sendiri.

Menurut Staub perilaku menolong adalah perilaku yang menguntungkan

orang lain daripada diri sendiri.59 Faktor situasional yang mempengaruhi

perilaku menolong diantaranya: kehadiran orang lain, menolong orang

yang disukai, pengorbanan yang harus dikeluarkan, atribusi terhadap

korban, desakan waktu dan sifat kebutuhan korban. Adapun faktor

57

Muhammad Sholikhin, Mukjizat dan Misteri Lima Rukun Islam Menjawab Tantangan

Zaman, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2008), 74.

58

Ibid., 74.

59

Lia Aulia Fachrial, Proses Sosial dan Interaksi Sosial,

(39)

31

personal yang mempengaruhi perilaku menolong seperti: suasana hati,

sifat, jenis kelamin dan usia.

Interaksi dalam bahasa arab adalah silaturahim atau yang lebih

popular dengan sebutan silaturahmi. Dalam surat al-Hujurat ayat 13

اَ لا ا يأ اي دْ ع ْمكمرْكأ َنإ ا ف اعتل لئابقو اًب عش ْمكا ْلعجو ىثْنأو رك ْ م ْمكا ْقلِ اَنإ س

ريبِ ميلع ََ َنإ ْمكاقْتأ ََ

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesunggunya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.60

Istilah silaturahim atau interaksi menggunakan kata ta’aruf, saling

mengenal, saling berhubungan dan saling membantu karena manusia yang

diciptakan berbeda setiap sukunya, rasnya, etnisnya, gendernya bahkan

potensinya. Maka saling berinteraksilah satu sama lainnya dan satukan

dengan sistem nilai yang dikehendaki Allah SWT, yakni ketakwaan.

e. Majelis Taklim

Zukarini mengatakan bahwa majelis berarti tempat berkumpulnya

sekelompok orang untuk melakukan kegiatan, tempat dapat berupa masjid

atau juga tempat khusus yang dibangun untuk suatu kegiatan. Sehingga

dikenal sebagai Majelis Syuro atau Majelis Taklim dan sebagainya.

Menurut Nurul Huda fungsi majelis taklim sebagai lembaga non formal

diantaranya: Pertama, memberikan semangat dan nilai ibadah yang meresapi seluruh kegiatan hidup manusia dan alam semesta. Kedua,

60

(40)

32

memberikan inspirasi, motivasi dan stimulasi agar potensi jamaah dapat

dikembangkan dan diaktifkan secara maksimal dan optimal, dengan

pembinaan pribadi, kerja produktif untuk kesejahteraan bersama. Ketiga,

memadukan segala kegiatan atau aktivitas sehingga merupakan kesatuan

yang padat dan selaras.61

C. Tunakarsa dalam Pandangan Islam

Tunakarsa atau pengemis adalah suatu keadaan seseorang yang

meminta-minta di tempat ramai dan mengharapkan belas kasihan dari orang

lain. Sejumlah orang lebih memilih menjadi pengemis dibandingkan bekerja

yang membutuhkan tenaga lebih. Pengemis baik laki-laki maupun perempuan

dapat kita temui dimana saja. Seperti pasar, wisata religi, pinggir jalan dan

lain-lain. Pengemis dapat dikategorisasikan menjadi 3 golongan. Pertama, orang yang menjadi pengemis karena miskin, sakit dan cacat. Kedua, orang yang menjadi pengemis sebagai profesi dan masih memiliki kondisi

kesehatan yang prima. Ketiga, orang yang menjadi pengemis karena menderita penyakit menular.62

Mengemis merupakan salah satu cara yang digunakan oleh sebagian

orang untuk mencari rizki dan bahkan banyak diantara mereka yang

menjadikan pengemis sebagai profesi. Sebagian besar pengemis sengaja

menggunakan pakaian kumuh dengan memperlihatkan raut wajah yang

61 Siti Robi’atul Badriyah,

Peranan Pengajian Majelis Taklim Al-Barkah Dalam Membina Pengalaman Ibadah Pemulung Bantargerbang Bekasi, www.Repository.uinjkt.ac.id, (Selasa, 2 Mei 2017, 09:30).

62

Ninik Prihatini, Pengemis di Kawasan Ziarah Makam Sunan Gunung Jati Cirebon,

(41)

33

menyedihkan supaya orang lain menaruh perasaan iba dan memberinya uang.

Tidak jarang pula, pengemis yang meminta uang dengan cara memaksa. Ini

tentunya tidak dibenarkan dalam Islam.

Sementara dalam Islam sendiri, orang yang diperbolehkan untuk

mengemis hanyalah mereka yang memikul beban (ekonomi) diluar

kemampuanya tertimpa musibah. Orang yang sangat miskin itupun di

bolehkan hingga mereka mendapatkan rizki yang cukup. Dan tidak boleh

dilakukan secara terus-menerus atau dijadikan sebagai sebuah profesi.63

Dalam QS.al-Baqarah: 273 yang berbunyi:

ْغأ لهاجْلا م بسْحي ْ ْْا يف اًبْرض ن عيطتْسي َ ََ ليبس يف اور ْحأ ي َلا ءارق ْلل م ءاي

هب ََ َنإف رْيِ ْ م ا ق ْ ت امو ۗ اًفاحْلإ ساَ لا ن لأْسي َ ْمها يسب ْم فرْعت ف عَتلا ميلع

Artinya: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka yang tidak dapat berusaha di bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang yang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada seseorang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka

sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”.64

Secara doktrinal, Islam mempunyai komitmen yang tinggi untuk

mengatasi dan memecahkan berbagai persoalan kemiskinan, baik kemiskinan

struktural maupun kultural, baik kemiskinan spiritual maupun material.

Bagaimanapun juga kemiskinan dalam berbagai aspeknya tidak sesuai dengan

citra ideal manusia yang hendak dibangun oleh ajaran Islam itu sendiri, yaitu

citra sebagai wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardli). Dengan di bekali kemampuan konseptual yang tinggi untuk menciptakan kemakmuran

63

Wira Yunila, Praktik Mengemis Di tinjau Dari Sosiologi Hukum Islam,

www.digilib.uin-suka.ac.id, (Sabtu, 31 Desember 2016, 18:15).

64

(42)

34

bersama berdasarkan wawasan moralitas Tuhan yang selalu taat kepada

hukum-hukum-Nya dalam kehidupan semesta.65

Kemiskinan yang menimpa manusia sesungguhnya terjadi oleh manusia

sendiri yang tidak mensyukuri nikmat dan pemberian Allah kepada umat

manusia baik berupa kecerdasan akal yang dimilikinya maupun potensi alam

di sekitarnya. Abu Hamid al-Ghazali mengatakan bahwa bersyukur tidak lain

kecuali mendayagunakan pemberian Allah. Tanda seorang yang bersyukur

adalah dibuktikan pada kemampuan menggunakan apa saja yang ada dalam

kehidupannya secara kreatif guna mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan

bersama.66

Jika seseorang dianugerahi kecerdasannya dipakai untuk mengubah

kehidupan menjadi lebih baik, kemiskinan bukanlah nasib atau takdir Tuhan,

sebab Tuhan tidak menghendaki manusia hidup sengsara dan memiskinkan

kehidupan manusia yang diciptakan-Nya sendiri dan oleh sebab itulah

manusia diberi akal, daya kekuatan dan kemampuan untuk mengubah

kehidupannya. Serta diberi pedoman hidup agar tidak sesat di jalan yakni

kitab suci yang diturunkan Allah kepada manusia selain itu, manusia juga

mengemban tugas sebagai khalifah di bumi.67

65Musya Asy’arie,

Dialektika Agama Untuk Pembebasan Spiritual, (Yogyakarta: LESFI, 2002), 61.

66

Ibid., 61.

67

(43)

35

D. Teori Kebutuhan Dasar Manusia

Maslow berpendapat bahwa motivasi manusia diorganisasikan ke dalam

sebuah hirarki kebutuhan yaitu suatu susunan kebutuhan yang sistematis,

suatu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan dasar lainnya

muncul. Kebutuhan ini bersifat instinktif yang mengaktifkan atau

mengarahkan perilaku manusia. Meskipun kebutuhan itu bersifat instinktif,

namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut

sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang dalam

cara memuaskannya.68

Maslow melukiskan manusia sebagai makhluk yang tidak sepenuhnya

puas. Bagi manusia, kepuasan itu bersifat sementara. Jika suatu kebutuhan

telah terpuaskan, maka kebutuhan-kebutuhan yang lainnya akan muncul

menuntut pemuasan, begitu seterusnya.69

Pertama, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan manusia yang

paling dasar, kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik yaitu

akan makanan, minuman, seks, istirahat (tidur) dan oksigen. Kebutuhan

fisiologis akan paling di dahulukan pemuasnya oleh individu, apabila

kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka individu tidak akan tergerak untuk

bertindak memuaskan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi.70

Kedua, kebutuhan akan rasa aman adalah sesuatu yang mendorong

individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari

68

Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2008), 156.

69

E. Koeswara, Teori Kepribadian, (Bandung: Eresco, 1991), 118.

70

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanis Abraham Maslow, (Yogyakarta:

(44)

36

keadaan lingkungannya. Pada orang dewasa, kebutuhan ini memotivasinya

untuk mencari kerja, menjadi peserta asuransi atau menabung uang. Orang

dewasa yang sehat mentalnya di tandai dengan perasaan aman, bebas dari

rasa takut dan cemas. Sementara yang tidak sehat ditandai dengan perasaan

seolah-olah selalu dalam kedaan terancam bencana besar.71

Ketiga, kebutuhan pengakuan akan kasih sayang. Apabila kebutuhan

fisiologi dan rasa aman sudah terpenuhi, maka individu mengembangkan

kebutuhan untuk diakui, disayangi dan dicintai. Kebutuhan ini dapat

diekspresikan dalam berbagai cara seperti: persahabatan, percintaan atau

pergaulan yang lebih luas.72

Keempat, kebutuhan akan penghargaan menurut Maslow setiap orang

memiliki dua kategori kebutuhan akan penghargaan yaitu, harga diri dan

penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan

diri, kompetensi, penguasaan, kebebasan dan lain-lain. Sedangkan

penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, penerimaan, perhatian,

kedudukan, nama baik serta penghargaan.73 Kepuasan harga diri berkaitan

erat dengan perasaan percaya diri, kelayakan, tenaga, kemampuan dan

memadai dalam urusan duniawi. Tetapi rintangan kebutuhan tersebut

menimbulkan rasa rendah diri, kelemahan serta ketidakberdayaan.

Kelima, kebutuhan kognitif secara alamiah manusia memilik hasrat

ingin tahu (memperoleh pengetahuan atau pemahaman tentang sesuatu).

71

Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(45)

37

Hasrat ini mulai berkembang sejak akhir usia bayi dan awal masa anak. Yang

diekspresikan sebagai rasa ingin tahu dalam bentuk pengajuan pertanyaan

tentang berbagai hal baik dari diri maupun lingkungannya. Kegagalan dalam

memenuhi kebutuhan ini akan menghambat pencapaian perkembangan

pribadi secara penuh. Maslow berkeyakinan bahwa salah satu ciri mental

yang sehat adalah adanya rasa ingin tahu.74

Keenam, kebutuhan estetik merupakan kebutuhan keteraturan,

keserasian dan keharmonisan dalam setiap aspek kehidupan. Seperti dalam

berpakaian, dalam pemeliharaan atau menjaga lingkungan dan lain-lain.

Maslow menemukan bahwa paling tidak pada sementara orang, kebutuhan

akan keindahan ini begitu mendalam, sedangkan hal-hal yang serba jelek

benar-benar membuat mereka muak.75

Ketujuh, kebutuhan aktualisasi diri adalah puncak dari hirarki

kebutuhan manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan

kapasitas secara penuh. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai “hasrat

untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja

menurut kemampuannya”. Maslow menemukan bahwa kebutuhan akan

aktualisasi diri ini biasanya muncul sesudah kebutuhan akan cinta dan akan

penghargaan terpuaskan secara memadai.76

74

Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2008), 160.

75

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanis Abraham Maslow, (Yogyakarta:

Kanisius, 1987), 79.

76

Frank G. Goble, Mazhab Ketiga Psikologi Humanis Abraham Maslow, (Yogyakarta:

(46)

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Desa Drajat

Desa Drajat salah satu desa yang berada di kota Lamongan, tepatnya di

kecamatan Paciran kabupaten Lamongan. Desa Drajat merupakan wilayah

yang padat penduduk, pada masa kehidupan Raden Qosim mata pencaharian

masyarakat desa Drajat yakni bercocok tanam. Akan tetapi saat ini,

masyarakat desa Drajat mayoritas bekerja sebagai pedagang, petani dan

nelayan. Di bawah ini akan dipaparkan secara jelas dan rinci mengenai desa

Drajat yang diambil dari data monografi desa Drajat kecamatan Paciran

Lamongan, sebagai berikut:

Desa Drajat merupakan salah satu dari 17 desa yang terletak di wilayah

administrasi kecamatan Paciran kabupaten Lamongan provinsi Jawa Timur.

Wilayah Drajat terletak pada dataran rendah dengan kordinat antara 6,8772

dan luas 60,805 Ha/M2 dengan wilayah sebelah utara dan timur berbatasan

dengan desa Banjarwati, sebelah selatan berbatasan dengan desa Dagan dan

sebelah barat berbatasan dengan desa Kranji. Secara geografis desa Drajat

terletak di tengah-tengah wilayah desa Banjarwati dan desa Kranji. Desa

Drajat memiliki luas dataran dan perbukitan 54 Ha yang masing-masing

yakni dataran 40 Ha dan perbukitan 21 Ha. Pusat pemerintahan desa Drajat

terletak di RT 01 RW 03.

Desa Drajat terdiri dari 1 dusun dan 10 RT. Secara administrasi desa

(47)

39

keseluruhan tanah desa Drajat 18.960 Ha. Dengan rincian sebagai berikut:

sekolah (madrasah) 0,5 Ha, pertanian 12 Ha dan jalan 2 Ha. Keadaan tanah

di dataran tinggi terdiri dari pemukiman, persawahan, ladang dan pekarangan.

Untuk pengairan sawah di desa Drajat cukup baik sehingga dapat menunjang

kesuburan dan penghasilan para petani.

Berdasarkan data monografi 2017 banyaknya curah hujan di desa Drajat

150 mm/tahun, sedangkan untuk tanah kering mencapai 40%. Penduduk desa

Drajat berjumlah 3.540 jiwa terdiri dari 1.920 laki-laki dan 1.620 perempuan

dengan total kepala keluarga 558.78

Berkenaan dengan aspek agama, 99% penduduknya beragama Islam

dengan jumlah pemeluk agama Islam mencapai 3.539 orang dan 1% adalah

beragama Katolik. Raden Qosim menyebarkan ajaran Islam di daerah

Lamongan dan memegang kendali di wilayah perdikan selama 36 tahun.

Tidak heran jika sampai saat ini ajaran Islam yang dibawa Sunan Drajat

berdampak baik pada masyarakat desa Drajat.

Adapun pembinaan kerukunan umat beragama sangat diperhatikan,

secara umum adat istiadat umat beragama yang hidup dan berkembang di

desa Drajat berjalan cukup baik. Masyarakat hidup berdampingan secara

damai dan saling menghormati sehingga ketentraman dan ketertiban desa

Drajat bisa terjaga dengan baik dan aman.

Desa Drajat merupakan desa padat penduduk yang termasuk daerah

pinggiran (pesisir). Kepala desa drajat mengatakan bahwa mayoritas

78

(48)

40

masyarakat Drajat dari segi ekonomi tergolong sejahtera dan berkecukupan,

namun dengan adanya tunakarsa (peminta-minta) di kawasan makam Drajat

bukan berarti mereka hidup dalam garis kemiskinan. Terlihat dari rumah yang

mereka tempati dan kehidupan sehari-hari yang tergolong cukup.79

Tingkat pendidikan di desa Drajat di tunjang dengan keberadaan pondok

pesantren Sunan Drajat yakni: madrasah ibtidaiyah, Paud, TK dan TPQ.

Sedangkan pendidikan non formal diantaranya: hadrah al-Banjari, kentrung,

macapat dan karawitan. Tercatat dari data desa sebagian besar latar belakang

pendidikan masyarakat Drajat 195 orang lulusan SMP, 616 orang lulusan

SMA, 194 orang lulusan S1, 12 orang lulusan S2 dan 3 orang untuk lulusan

S3.

Dalam hal beribadah seperti sholat lima waktu, sholat jum’at dan sholat

pada hari raya, sarana beribadah di desa Drajat tersedia cukup baik. Jumlah

sarana beribadah yakni 1 masjid dan 6 musholla.

B. Sejarah Singkat Makam Sunan Drajat

Sunan Drajat adalah julukan dari Raden Qosim putra kedua pasangan

Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (putri

Adipati Tuban Arya Teja). Nama lain Sunan Drajat adalah Syarifuddin atau

Masih Ma’unat, pada mulanya Sunan Drajat membantu perjuangan mbah

Banjar dan mbah Mayang Madu mengemban syiar Islam di daerah pesisir

utara lamongan.

79

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan ( field research ), yang bersifat deskriptif kualitatif, penulis meneliti secara langsung ke

Jenis penelitian adalah penelitian lapangan ( Field research) dengan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, penerapan

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) deskriptif kualitatif, adapun pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan yuridis empiris dan teologis

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif kualitatif. Penelitian lapangan adalah penelitian yang

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research). Sedangkan, Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan ( Field Research ) dengan metode kualitatif yang dilakukan secara deskriptif analisis. Lokasi penelitian

Penelitian ini, merupakan penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan membangun persepsi alamiah suatu objek secara utuh dan

35 Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian lapangan Field Research yang bersifat deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan