• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT (STUDI TERJEMAH KITAB SÎRAH AS-SAYYIDAH ‘ÂISYAH UMMIL MU’MINÎN RA.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT (STUDI TERJEMAH KITAB SÎRAH AS-SAYYIDAH ‘ÂISYAH UMMIL MU’MINÎN RA.)."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS

AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT

(Studi Terjemah Kitab

Sîrah As-Sayyidah

‘Â

isyah

Ummi

l Mu’minîn

RA.

)

SKRIPSI

Oleh:

MARIA ULFA ROHMATI

NIM. D31213066

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA

(2)

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS

AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT

(Studi Terjemah Kitab

Sîrah As-Sayyidah

‘Â

isyah

Ummi

l Mu’minîn

RA.

)

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

MARIA ULFA ROHMATI

NIM. D31213066

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Maria Ulfa Rohmati, 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Aktivitas Aisyah RA. sebagai Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab Sîrah

As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.)

Pendidikan nilai-nilai Islam dimaksudkan untuk membantu seseorang agar lebih memahami nilai-nilai dalam Islam, serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Salah satu cara yang dapat digunakan ialah melalui kisah sejarah tokoh Islam. Aisyah ialah tokoh penting yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam dalam kehidupannya, seorang wanita yang terdidik di madrasah kenabian dan tumbuh dibawah naungan dakwah, ia tumbuh menjadi wanita yang cerdik, ahli fiqih dan seorang wanita yang alim, sehingga Rasulullah saw. mempercayainya. Aisyah merupakan rujukan atas berbagai ilmu dan permasalahan di zamannya. Bahkan, para sahabat senior sering bertanya dan berkonsultasi kepadanya.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai kajian teori tentang nilai-nilai pendidikan Islam dan studi terjemah kitab Sîrah

As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. karya as-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, yakni kajian sejarah tentang biografi dan aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat Islam sepeninggal Rasulullah saw. Dan selanjutnya menganalisis terkait nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang berbentuk deksriptif dan jenis penelitiannya adalah kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan historis (sejarah). Adapun sumber datanya diambil dari data primer berupa buku-buku terjemahan kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn

RA., dan data sekunder berupa buku-buku mengenai nilai-nilai pendidikan Islam serta biografi kehidupan Sayyidah Aisyah ra.

Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis terkait nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat, maka didapatkan hasil: Nilai pendidikan keimanan (aqidah) meliputi kepribadian Aisyah yang senantiasa berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits, serta larangan tegas untuk berbuat syirik. Nilai Ibadah (syari’ah) meliputi lima hal yaitu, Aisyah mengasuh dan menyayangi anak yatim, perintah menghargai waktu, menyempurnakan wudhu, membaca al-Qur’an dengan tartil, dan perintah menutup aurat secara sempurna. Sedangkan dalam Nilai Akhlak meliputi teladan dalam kasih sayang terhadap muridnya, menjaga agar tidak terjadi ikhtilath, menghormati setiap tamunya, bersikap objektif dan rendah hati, serta dermawan.

(8)

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 11

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metodologi Penelitian ... 16

(9)

xi BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Nilai ... 24

1. Pengertian Nilai ... 24

2. Macam-Macam Nilai ... 25

3. Pendekatan dan Strategi Penanaman Nilai ... 27

B. Tinjauan tentang Pendidikan Islam ... 29

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 29

2. Dasar Pendidikan Islam ... 34

3. Tujuan Pendidikan Islam ... 43

C. Tinjauan tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam ... 47

1. Nilai Keimanan (Aqidah) ... 48

2. Nilai Ibadah (Syari’ah) ... 50

3. Nilai Akhlak ... 52

BAB III AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT A. Kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. ... 54

1. Biografi Penulis Kitab ... 54

2. Gambaran Umum Isi Kitab ... 58

B. Biografi Sayyidah Aisyah RA. ... 61

1. Nama, Nasab, dan Kelahiranya ... 61

2. Masa Kecilnya ... 62

3. Pernikahannya dengan Rasulullah SAW. ... 64

(10)

xii

C. Aktivitas Aisyah sebagai Pembimbing Umat Islam ... 68

1. Aisyah dan Praktik Mengajar ... 76

2. Aisyah dan Pemberian Fatwa Hukum ... 77

3. Aisyah Membimbing dan Mengarahkan Umat Islam ... 78

4. Murid-Murid Aisyah ... 79

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Nilai Keimanan (Aqidah)... 83

1. Berpegang Teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits ... 84

2. Menghilangkan Tradisi Syirik saat Kelahiran Bayi ... 87

B. Nilai Ibadah (Syari’ah) ... 89

1. Mengasuh dan Menyayangi Anak Yatim ... 90

2. Perintah Menghargai Waktu ... 91

3. Perintah Menyempurnakan Wudhu ... 93

4. Perintah Membaca al-Qur’an dengan Tartil ... 94

5. Perintah Menutup Aurat secara Sempurna ... 97

C. Nilai Akhlak ... 100

1. Kasih Sayang terhadap Murid ... 101

2. Menjaga agar tidak terjadi Ikhtilath ... 102

3. Menjaga Hijab ... 104

4. Menghormati setiap Tamunya ... 105

5. Bersikap Objektif dan Rendah Hati ... 105

(11)

xiii BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

LAMPIRAN

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam menekankan pentingnya pengembangan fitrah manusia dalam

berbagai aspeknya melalui proses pendidikan. Pendidikan tidak hanya untuk

mengajarkan pengetahuan dan pembekalan keterampilan semata, tetapi yang

lebih penting dari itu adalah sebagai upaya pembentukan kepribadian yang

mulia. Dalam konteks Islam, pendidikan harus berdasarkan al-Qur’an dan al

-Hadits serta bertujuan untuk membentuk insan yang paripurna yang mampu

mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya.

Sebagai esensiannya tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan

tuntunan al-Qur’an tidak lain adalah sikap penyerahan diri secara total kepada

Allah swt.1 sebagaimana implementasi dari firman Allah swt. berikut:

َََص ّنِإ ْلُق

ِْت

ْيِكُسُنَو

ِْتاََََو َياَيََُْو

ِ َِّ

َر

َِْْمَلاَعْلا ِّب

۵

٦

۵

Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. al-An’âm [6]: 162)

Secara umum, pendidikan nilai-nilai Islam dimaksudkan untuk

membantu seseorang agar lebih memahami dan menyadari nilai-nilai Islam,

serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan.

Banyak cara yang dapat digunakan dalam memahami nilai-nilai

pendidikan Islam, misalnya melalui kisah sejarah tokoh-tokoh Islam. Dengan

1H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),

(13)

2

mempelajari sejarah dari tokoh-tokoh Islam, ada beberapa manfaat yang

diperoleh diantaranya; Pertama, untuk memperbaiki dan meningkatkan

kualitas individu dengan cara meneladani tokoh yang bersangkutan. Kedua,

membantu memahami Islam dengan lebih baik. Karena tokoh sejarah Islam

merupakan bagian representasi dari Islam itu sendiri. Dan ketiga, kaum

muslimîn dan muslimât ikut berbangga hati atas prestasi saudaranya yang

seiman yang telah mendahuluinya.

Ir. Soekarno mantan Presiden RI pertama menulis, “Sesungguhnya

benarlah perkataan Charles Forrier kalau ia mengatakan, ‘Bahwa tinggi

rendahnya tingkat kemajuan suatu masyarakat adalah ditetapkan oleh tinggi

rendahnya tingkat kedudukan wanita.’”2 Sebab itu, tidak heran bila selama ini

wanita yang menjadi sasaran pertama musuh-musuh Islam. Mereka yang

diterkam pertama kali, diterkam pemikiran, akidah, rasa malu, dan selainnya.

Musuh-musuh Islam tahu bahwa apabila wanita rusak, maka masyarakat pasti

rusak; sebaliknya bila ia baik, maka masyarakat pun baik.3

Lebih dari itu, Ulama’ Salaf (terdahulu) mengingatkan di dalam

syairnya, “Ibu adalah madrasah pertama. Maka persiapkanlah

sebaik-baiknya”. Syair yang sering kita dengar tersebut mengandung makna bahwa

wanita adalah figur pendidik pertama dan utama bagi generasi selanjutnya,

jika kita tidak menjaga mereka dengan penjagaan Allah, mereka akan tersesat

2Dyayadi, Makhluk Unik dan Ajaib itu Bernama Wanita (Samarinda: Riz’ma, 2009), h. vi. 3Isham bin Muhammad asy-Syarif, Panduan Tarbiyah Wanita Shalihah (Solo: Al-Qowam,

(14)

3

dan menyesatkan generasi yang dididiknya.4 Oleh karena itu, Rasulullah saw.

menegaskan pentingnya kehadiran wanita shalihah melalui sabdanya:

دلا

ْن َاي

َم َت

ٌعا

َو

َخ ْ ي

ُر َم

َت

ِعا

لا

د ْ ن

َي ا

ْلا َم

ْر َأ ُة

ا

ّصل

ََِا

ُة

َمِلْسُم ُهاَوَرُ

“Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah

wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)5

Bila wanita shalihah merupakan kenikmatan duniawi yang paling

memikat dan membuai hati, sebaliknya, wanita yang tidak shalihah tentu

merupakan bencana yang paling mengerikan dalam kehidupan.6

Berangkat dari fakta bahwa betapa besar tanggung-jawab dan

pentingnya peran seorang wanita dalam kehidupan ini, maka penulis

menganggap perlu mengkaji sejarah seorang tokoh wanita yang dalam

kehidupannya mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam agar menjadi

hikmah dan inspirasi khususnya bagi kaum wanita saat ini hingga yang akan

datang.

Sejarah mencatat bahwa pada zaman Nabi saw. banyak sekali kisah

tokoh-tokoh penting yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam dalam

kehidupannya, termasuk diantaranya dari kaum wanita.

Sejumlah besar pahlawan-pahlawan wanita pada masa Nabi saw.,

mereka adalah istri, anak, dan kerabat dekat Rasulullah saw. juga wanita yang

4Ibid., h. 401.

5Imam Muslim, Shahîh Muslim, Kitab ar-Radha’, bab “Sebaik-baik Kenikmatan Dunia adalah Wanita Shalihah”, hadits no. 1467.

6Abu Umar Basyir, Aku Wanita Paling Bahagia (Solo: Insan Cemerlang, 2005), cet. ke-2,

(15)

4

menyusui dan mengasuh Nabi saw. serta sahabat-sahabat wanita lainnya, baik

dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Di antara mereka ada pemimpin rumah

tangga yang sukses, da’i penyebar agama Islam bahkan anggota pasukan

perang yang gigih di dalam menegakkan kalimat-kalimat Allah dan membela

Rasulullah saw.7 Dari sekian banyak sahabat dan keluarga Rasulullah saw.

tersebut, Aisyah adalah seseorang yang paling sering mendampingi

Rasulullah saw. dalam perjuangan dan dakwah Islam. Bahkan tak berlebihan

bila catatan sejarah menyatakan bahwa semasa hidupnya Aisyah telah

berhasil menjadi mitra kerja dan dakwah Rasulullah yang hebat dan handal.

Aisyah bergelar ash-Shiddîqah binti ash-Shiddîq, seorang wanita

Quraisy yang berasal dari suku Taimiyah di Kota Makkah. Aisyah adalah

salah satu dari Ummul Mu’minîn (ibunda kaum beriman) dan istri yang paling

dicintai Rasulullah saw.8

Ayahnya bernama Abdullah, panggilannya Abu Bakar, dan terkenal

dengan gelar ash-Shiddîq, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman.9

Mereka adalah orang-orang yang pertama masuk Islam. Dengan demikian,

Aisyah dibesarkan dalam keluarga muslim.10

7Umar Ahmad al-Rawi, Wanita-Wanita Kebanggaan Islam (Jakarta: Akbar Media, 2015),

h. 3.

8Majid bin Khanzar al-Bankani, Perempuan-Perempuan Shalihah: Kisah, Teladan, dan

Nasihat dari Kehidupan Para Shahabiyah Nabi saw. (Solo: Tinta Medina, 2013), h. 12.

9As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Aisyah ra.: Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman, terj.

Isa Abdullah dan Nurrahman (Solo: Al-Andalus, 2015), cet. ke-2, h. 38.

10Wiyanto Suud, Buku Pintar Wanita-Wanita dalam al-Qur’an (Jakarta: Belanoor, 2011),

(16)

5

Di masa kecilnya ia dibimbing oleh seorang ayah yang merupakan

manusia paling utama di kalangan sahabat laki-laki dari sisi kepribadian,

pemikiran, hingga kedermawanan.11 Kemudian di masa remajanya, ia di

bawah bimbingan Rasulullah saw., penuntun seluruh manusia sekaligus

pengajarnya. Suaminya adalah seutama-utamanya manusia. Dengan

demikian, Aisyah termasuk orang yang sangat beruntung. Jika diibaratkan

sebuah tanaman, maka sempurnalah proses pertumbuhannya karena ia

ditanam oleh Abu Bakar dan kemudian dirawat oleh Rasulullah saw.

Dalam asuhan dan bimbingan Abu Bakar, Aisyah tumbuh dan

berkembang. Tak heran jika kepribadian Aisyah sangat mirip dengan

ayahnya, khususnya dalam hal kecerdasan dan ketangkasannya.12 Abu Bakar

senantiasa mendidiknya dengan sangat tegas dan disiplin. Bukti ketegasannya

adalah ia akan memarahi Aisyah walaupun kesalahan putrinya tersebut

tergolong hal yang sepele. Bahkan setelah menikah pun, Aisyah masih kerap

mendapat peringatan-peringatan dari ayahnya.

Ummul Mu’minîn Aisyah ra. yang kemudian terdidik di madrasah

kenabian dan tumbuh dibawah naungan dakwah, maka dia tumbuh menjadi

wanita yang cerdik, ahli fikih dan seorang wanita yang alim, sehingga

Rasulullah saw. mempercayainya. Beliau saw. bersabda, “Ambillah separuh

11Salih Suruç, Best Stories of Abu Bakar Shiddiq (Jakarta: Kaysa Media, 2015), h. cover. 12Ummu Haidar Fawa, Keistimewaan-Keistimewaan Karakter Wanita yang Terpilih jadi

(17)

6

agama kalian dari Humairah ini (yaitu Aisyah)”.13 Sehingga tak heran jika

selepas Rasulullah saw. wafat, para sahabat baik dari kalangan laki-laki

maupun wanita menjadikan Aisyah sebagai sumber rujukan atas berbagai

ilmu dan permasalahan.

Sebuah fakta historis bahwa selepas wafatnya Rasulullah saw. para

sahabat menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk melakukan tugas-tugas

dakwah dan pengajaran. Di Madinah sendiri terdapat beberapa madrasah ilmu

dan keagamaan. Beberapa diantaranya diasuh oleh Abu Hurairah, Ibnu

Abbas, Zaid bin Tsabit, dan sebagainya. Namun, madrasah yang paling besar

di Madinah adalah yang terletak di sudut masjid Nabawi dekat makam

Rasulullah saw. dan persis di depan kediaman salah seorang istri Nabi

tercinta. Madrasah ini menjadi tujuan orang-orang yang hendak belajar dan

meminta fatwa hukum atas berbagai persoalan. Inilah madrasah terbesar saat

itu, madrasah yang kemudian memberikan pengaruh paling kuat bagi

perkembangan pemikiran Islam sepanjang masa. Guru dan pengasuh di

madrasah itu adalah Ummul Mu’minîn Aisyah ra.14

Dari madrasah itu, banyak murid Aisyah yang kemudian menjadi

Ulama terkenal dan melalui tangannya pula Allah swt. melahirkan para hafizh

13Qasim Asyur, Kisah Kecerdasan Kaum Perempuan di Era Awal Islam, terj. Izzudin

Karimi (Bekasi: Sukses Publishing, 2013), cet. ke-1, h. 13.

14As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Aisyah ra.: The True Beauty, terj. Ghozi M. (Jakarta:

(18)

7

dan periwayat sunnah Nabi saw. bagi generasi selanjutnya (setelah generasi

sahabat dan tabi’in).15

Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa Sayyidah Aisyah ra.

merupakan salah seorang pendidik wanita yang telah berhasil dalam

membimbing umat sepeninggal Rasulullah saw. Dan keterlibatan Aisyah

dalam dunia pendidikan tidak bisa dipandang remeh, pengalamannya sebagai

Maha Guru di madrasahnya tersebut, serta puluhan tahun mendidik dan

mengajar ilmu dan keagaamaan membuktikan betapa ia sangat menguasai

dunia pendidikan.

Hadirnya Aisyah ra. dengan segudang prestasinya tersebut mampu

mendobrak stigma ‘kelemahan’ dan ‘ketidakberdayaan’ wanita yang hingga

kini masih juga kita jumpai sekaligus menjadi bukti sebuah keniscayaan

bahwa wanita adalah makhluk Allah swt. yang mampu berkontribusi dalam

dakwah Islam.

َِْْمِلْسُمْلا ّنِإ

ََِِْْمْؤُمْلاَو ِتاَمِلْسُمْلاَو

َِْْتِناَقْلاَو ِتاََِمْؤُمْلاَو

ِتاَتِناَقْلاَو

َِْْقِداّصلاَو

ْيِرِباّصلاَو ِتاَقِداّصلاَو

َِْْعِشاَْْاَو ِتاَرِباّصلاَو َن

ِتاَعِشاَْْاَو

َِْْقِّدَصَتُمْلاَو

َِْْمِئاّصلاَو ِتاَقِّدَصَتُمْلاَو

َِْْظِفاََْاَو ِتاَمِئاّصلاَو

ْمُهَجوُرُ ف

ََْاَو

ْيِرِكاّذلاَو ِتاَظِفا

َن

َه

ْ يِثَك

ّدَعَأ ِتاَرِكاّذلاَو اًر

ُه

اًرْجَأَو ًةَرِِْغَم ْمََُ

ْيِظَع

اًم

۱۱

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam

(19)

8

ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki-laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah

telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

(QS. al-Ahzâb [33]: 35)

Kisah hidup Aisyah yang begitu menakjubkan menjadikan kisah

hidupnya bukan sekadar kisah, melainkan kisah yang penuh dengan mutiara

hikmah. Dengan memahami dan menjalankan nilai-nilai pendidikan yang

tercermin dalam aktivitas kehidupan Aisyah, khususnya di bidang pengajaran

dan pembimbingan terhadap umat, diharapkan pendidikan yang selama ini

berjalan menjadi lebih bermakna, tidak hanya berorientasi pada hal-hal yang

sifatnya materi saja, tetapi juga harus berorientasi pada kehidupan akhirat

kelak. Berdasarkan hal tersebutlah yang menjadi alasan utama penulis

mengangkat penelitian yang berjudul: “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam

Aktivitas Aisyah RA. sebagai Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab

Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.)”

B. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi pembahasan yang melebar atau kesimpang-siuran,

maka penulis membuat batasan masalah untuk memberikan penekanan pada

bagian apa yang akan dikaji dalam penelitian ini.

Penelitian ini membahas mengenai kajian teori tentang nilai-nilai

pendidikan Islam dan studi terjemah kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil

(20)

9

tentang biografi serta aktivitas Aisyah sebagai pembimbing umat Islam

sepeninggal Rasulullah saw. Dan selanjutnya analisis terkait nilai-nilai

pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai

pembimbing umat.

Pembatasan masalah ini bertujuan agar pembahasannya terfokus dan

lebih jelas sehingga diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada

aspek yang diteliti.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membuat beberapa

rumusan masalah di antaranya:

1. Bagaimana konsep nilai pendidikan Islam?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas

Aisyah ra. sebagai pembimbing umat?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

penulis dari penelitian ini di antaranya:

1. Untuk mengetahui konsep nilai pendidikan Islam

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam

(21)

10

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a) Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang sejarah biografi

kehidupan Aisyah ra. yang merupakan wanita mulia sekaligus teladan

manusia sepanjang zaman.

b) Menambah wawasan baru tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam

aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

c) Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk

penelitian-penelitian relevan selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi peneliti, yaitu sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan

program sarjana di program studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya.

b) Menjadi inspirasi khususnya bagi yang memiliki profesi atau amanah

sebagai pembimbing dan pengajar, sehingga mampu mencontoh

Aisyah dalam wawasan keilmuan dan sikap ketika membimbing umat.

Ia tidak hanya merupakan pendidik yang cerdas namun akhlak dan

kepribadiannya juga menjadi teladan dalam setiap lini kehidupan.

c) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan Islam sehingga

(22)

11

F. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ilmiah, satu hal penting dilakukan peneliti adalah

melakukan tinjauan atas penelitian terdahulu, lazimnya disebut dengan istilah

prior research. Prior research penting dilakukan dengan alasan: pertama,

untuk menghindari duplikasi ilmiah, kedua, untuk membandingkan

kekurangan atau kelebihan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang

akan dilakukan, ketiga, untuk menggali informasi penelitian atas tema yang

diteliti dari peneliti sebelumnya.16

Sejauh penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Pusat UIN

Sunan Ampel Surabaya, dalam lingkup pendidikan Islam telah banyak sekali

karya tulis yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam, namun yang

menjadi obyek penelitian hanya berkisar pada karya sastra berupa buku atau

novel dan media berupa film. Dan terkait tokoh yang penulis angkat dalam

penelitian ini, yakni Sayyidah Aisyah ra., hanya ada satu karya tulis yang juga

menjadikan beliau sebagai obyek penelitian.

Adapun penelitian yang memiliki kesamaan atau kemiripan

pembahasan yakni tentang nilai-nilai pendidikan Islam diantaranya adalah:

1. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Alimul Huda tahun 2008 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Novel Sang Pemimpi karya

Taufiqurrahman al-Azizy”. Penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai

pendidikan Islam dalam novel Sang Pemimpi secara global dikategorikan

(23)

12

dalam 3 aspek, yaitu: nilai pendidikan keimanan yang terdiri dari nilai

ilahiyah dan ubudiyah, nilai pendidikan syari’ah, dan nilai pendidikan

akhlak yang termaktub dalam nilai insaniyah.

2. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Dyah Purnawati tahun 2009 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Novel Rumah Pelangi Karya

Samsikin Abu Daldiri”. Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis

nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam sebuah karya sastra novel

Rumah Pelangi yang berisi tentang memoar guru. Penelitian ini terfokus

untuk mengungkapkan nilai-nilai pendidikan Islam dan karakteristik

pendidik yang terdapat dalam novel Rumah Pelangi. Nilai-nilai pendidikan

Islam tersebut diantaranya ialah: nilai-nilai keimanan, nilai-nilai syari’ah,

dan nilai-nilai akhlak baik akhlak kepada Allah, diri sendiri, keluarga, dan

sesama manusia.

3. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Siti Zulaicha tahun 2012 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Novel Hafalan Shalat Delisa

Karya Tere Liye”. Penelitian ini terfokus dalam pendidikan akhlak yang

dinilai menempati posisi penting dalam Islam. Dalam konsep pendidikan

akhlak, segala sesuatu dinilai baik atau buruk, terpuji dan tercela, karena

pendidikan akhlak tersebut bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits.

Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa

(24)

13

pendidikan akhlak kepada diri sendiri, pendidikan akhlak kepada keluarga,

dan pendidikan akhlak kepada lingkungan.

4. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Zahrotun Nisa’ tahun 2012 dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”.

Penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam yang

terkandung dalam Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta antara lain: nilai

pendidikan aqidah (keimanan), nilai pendidikan syari’ah, nilai pendidikan

etika (akhlak), dan nilai pendidikan estetika.

5. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Zahrotun Nisa’ tahun 2013 dengan

judul “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film Taare Zameen

Par”. Hasil analisis dalam penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai

pendidikan Islam yang terdapat dalam Film Taare Zameen Par adalah

sebagai berikut: nilai pendidikan akhlak, nilai pendidikan budaya, dan nilai

pendidikan estetika.

Dari beberapa karya tulis berupa skripsi yang penulis sebutkan di atas

semuanya memiliki obyek kajian yang berbeda dengan penelitian yang akan

penulis bahas dalam skripsi ini. Penelitian-penelitian tersebut menjadikan

novel dan film sebagai objek kajian, sedangkan dalam penelitian ini yang

menjadi obyek kajian adalah Sayyidah Aisyah ra.

Adapun karya tulis yang sama-sama menjadikan Aisyah sebagai obyek

(25)

14

1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Ansori Arif tahun 2012 dengan judul

Pernikahan ‘Aisyah: Studi Kritis tentang Relevansi Usia Nikah ‘Aisyah

terhadap Implementasi Undang-Undang Perkawinan di Indonesia”.

Penelitian ini terfokus pada pembahasan tentang usia pernikahan Aisyah

dengan Rasulullah melalui hadits-hadits maupun literatur-literatur lain

yang berkaitan dengan usia nikah Aisyah dengan Rasulullah kemudian

analisis relevansinya dengan undang-undang perkawinan di Indonesia dan

Kompilasi Hukum Islam.

Meskipun memiliki kesamaan obyek kajian, akan tetapi terdapat

perbedaan pembahasan. Dalam tesis di atas terfokus pada penelitian tentang

usia pernikahan Aisyah dengan Rasulullah saw., sedangkan dalam penelitian

ini penulis ingin menganalis terkait nilai-nilai pendidikan Islam dalam

aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat

yang dapat dipahami. Definisi operasional perlu dicantumkan dengan tujuan

untuk menghindari perbedaan pengertian dalam memahami dan

menginterpretasikan maksud judul agar sesuai dengan masksud peneliti.

Adapun definisi dari judul ini adalah:

1. Studi : Pelajaran atau penyidikan.17

2. Analisis : Sifat uraian, penguraian, kupasan.18

(26)

15

3. Nilai : Dalam bahasa Inggris nilai adalah “value”, yaitu sesuatu yang

berharga bagi kehidupan manusia.19 Nilai adalah sifat atau hal-hal yang

berguna bagi kemanusiaan.20 Definisi lain, nilai adalah esensi yang

melekat pada suatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia.21

4. Pendidikan Islam : Pendidikan yang berasaskan ajaran atau tuntunan

agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi-peribadi

muslim yang bertakwa kepada Allah, cinta dan kasih kepada orang tua

serta sesamanya, memberi kemaslahatan bagi diri sendiri dan bagi

masyarakat pada umumnya.22

5. Nilai-Nilai Pendidikan Islam : Suatu sistem pendidikan yang mencakup

seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena

itu Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam hal

duniawi maupun ukhrawi.23 Definisi lain adalah segala sesuatu yang

berguna bagi manusia dalam hidupnya yang mengarah kepada tercapainya

tujuan pendidikan Islam, yakni upaya menuju terbentuknya kepribadian

muslim.24 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai

18Buhani MS dan Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer (Jombang: Lintas Media, tth.), h.

27.

19St. Vembrianto, et al., Kamus Pendidikan (Jakarta: Gramedia, 1994), h. 43.

20W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),

h. 677.

21M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),

h. 60.

22Yasin Mustofa, EQ Untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sketsa,

2007), h. 9-10.

23M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 11.

24Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif,

(27)

16

pendidikan Islam adalah hal-hal yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan dalam upaya membentuk pribadi yang utama, shalih dan

bertakwa secara lahir dan batin.

6. Aktivitas : Keaktifan, kegiatan, kerja.25

7. Aisyah ra. : Seorang wanita mulia sepanjang zaman yang merupakan istri

tercinta Rasulullah saw. setelah Sayyidah Khadijah ra. Di dalam penelitian

ini penulis mengkaji dan menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam

aktivitas Aisyah sebagai pembimbing umat. Penulis tertarik mengambil

tokoh Aisyah adalah karena dirinya dikenal sebagai wanita paling cerdas

di zamannya dan memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh

wanita maupun istri-istri Rasulullah saw. yang lain. Dan semasa hidupnya,

Aisyah telah berkontribusi besar dalam membimbing umat sehingga atas

didikannya lahir banyak Ulama yang menjadi penerus perjuangan dan

dakwah Islam.

H. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan

atau studi pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan

data-data atau bahan-bahan tertulis seperti buku-buku, novel, dan majalah

ilmiah yang berkaitan dengan topik pembahasan yang sedang diangkat

(28)

17

sebagai sumber rujukan.26 Penelitian ini terfokus pada bahan pustaka saja

tanpa memerlukan riset lapangan.27 Adapun model penelitian ini berupa

kualitatif yang berbentuk deskriptif karena data yang terkumpul dan

disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.28

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

historis. Historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas

berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek,

latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.29 Pendekatan sejarah

dalam pengertiannya yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah

dengan mengaplikasikan jalan pemecahnya dari perspektif historis.30

Penulis menggunakan pendekatan historis karena dalam penelitian

ini penulis memberikan deskripsi dan mencatat peristiwa-peristiwa serta

fakta-fakta yang telah terjadi pada masa lampau mengenai Aisyah dan

aktivitasnya di bidang pengajaran dan pembimbingan terhadap umat

melalui hadits-hadits dan buku-buku terkait biografi dan potret kehidupan

Aisyah. Peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta yang diperoleh kemudian

dikaji, dianalisis, dan diintrepretasikan atas dasar metode ilmiah yang

26Sutrisno Hadi, Metodologi Research..., h. 9.

27Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),

h. 2.

28Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1986), h.

29.

29Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintas Historis Islam di Indonesia

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h. 105.

(29)

18

diteliti untuk mencapai kebenaran-kebenaran dan kesimpulan-kesimpulan

umum yang dapat bermanfaat untuk masa kini hingga masa yang akan

datang.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat

diperoleh.31 Dan sumber data yang penulis gunakan disesuaikan dengan

jenis penelitian dalam skripsi ini, yaitu penelitian pustaka (library

research). Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua,

yaitu:

a. Sumber primer, adalah data yang menjadi bahan utama dalam

penelitian. Penelitian ini mengkaji tokoh Aisyah ra. Adapun yang

menjadi sumber primer dalam penelitian ini adalah buku-buku

terjemahan dari kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.

karya As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi. Buku-buku tersebut antara lain,

‘Aisyah RA.: Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman penerjemah Isa

Abdullah dan Nurrahman; Aisyah RA.: The True Beauty penerjemah

Ghozi M.; dan Memoar Aisyah RA.: Istri Kinasih Baginda Rasul SAW.

penerjemah M. Baharun.

b. Sumber data sekunder, adalah data yang menjadi pendukung bahan

utama penelitian. Adapun buku-buku yang menjadi sumber sekunder

31Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka

(30)

19

karena memiliki relevansi dengan bahan utama dan dapat memperkuat

hasil penelitian di antaranya adalah, Wanita-Wanita Kebanggaan Islam;

Wanita-Wanita al-Quran: Kisah Nyata Perempuan-Perempuan Hebat

yang Dicatat Abadi dalam Kitab Suci; Keluarga Perempuan Rasulullah:

Biografi Para Ibu, Istri, dan Putri Nabi; Aisyah: The Inspiring Women;

Biografi Aisyah: Sang Ummu Mu’minin; Kisah Kecerdasan Kaum

Perempuan di Era Awal Islam; dan Perempuan Periwayat Hadis.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data. Pekerjaan pengumpulan data bagi

penelitian kualitatif harus langsung diikuti dengan pekerjaan menuliskan,

mengedit, mengklasifikasikan, mereduksi, dan menyajikan. Atau dengan

sederhana memilih dan meringkaskan dokumen-dokumen yang relevan.32

Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka

dan dokumentasi.

a. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan

menelaah buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan

yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.33 Sehingga

disini penulis mengumpulkan berbagai data atau informasi dan materi

32Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif..., h. 30.

(31)

20

yang bersumber pada kepustakaan yang berhubungan dengan Sayyidah

Aisyah ra. dan nilai-nilai pendidikan Islam.

b. Dokumentasi

Dokumentasi asal katanya adalah dokumen yang artinya

barang-barang tertulis. Dokumentasi juga berarti mencari data mengenai

hal-hal atau variabel34 yang berkaitan dengan penelitian. Sehingga dalam

dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui penggalan

tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang

pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang

berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian, yaitu tentang

Sayyidah Aisyah ra. dan nilai-nilai pendidikan Islam.

5. Teknik Analisis Data

Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis

catatan hasil studi pustaka dan dokumentasi untuk meningkatkan

pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya

sebagai temuan bagi orang lain.35

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis isi

(content analysis). Content analysis merupakan teknik penelitian untuk

(32)

21

membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan

memperhatikan konteksnya.36

Setelah data berhasil terkumpul, tahap selanjutnya adalah

menganalisis data. Analisis data adalah proses penyusunan data agar dapat

ditafsirkan. Dan analisis kualitatif berarti berupa kata-kata bukan

rangkaian angka. Adapun metode analisis data yang penulis gunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Deduksi, yaitu proses berpikir yang bergerak dari pernyataan umum

menuju pernyataan yang khusus dengan penerapan kaidah-kaidah

logika atau membuat kesimpulan dengan mengajukan

pernyataan-pernyataan yang bersifat umum terlebih dahulu.

b. Induksi, yaitu berangkat dari faktor-faktor yang khusus, peristiwa yang

konkrit, kemudian ditarik generalisasinya dari peristiwa-peristiwa

tersebut ke hal-hal yang bersifat umum.37 Atau membuat kesimpulan

bukan dari pernyataan-penyataan yang umum melainkan dari hal-hal

yang khusus.38

c. Intrepretasi, adalah pencarian pengertian yang lebih luas tentang data

yang di analisis. Atau dengan kata lain, intrepretasi merupakan

penjelasan yang terinci tentang arti yang sebenarnya dari data yang

36Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),

h. 173.

(33)

22

telah di analisis dan di paparkan. Dengan demikian, memberikan

intrepretasi dari data berarti memberikan arti yang lebih luas dari data

penelitian.39

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai skripsi dengan

judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah RA. sebagai

Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil

Mu’minîn RA.)” ini, maka penulis mencantumkan sistematika pembahasan

sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan. Pada bagian ini berisi gambaran

umum pembahasan dalam penelitian ini yang meliputi latar belakang, batasan

dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian

terdahulu, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua kajian pustaka. Dalam bab ini membahas secara teoritis

mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang meliputi tinjauan tentang nilai,

tinjauan tentang pendidikan Islam, dan tinjauan tentang nilai-nilai pendidikan

Islam.

Bab ketiga memuat deskripsi dari isi buku-buku terjemah kitab Sîrah

As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. yang meliputi biografi penulis

39M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta:

(34)

23

kitab, gambaran umum isi kitab, selanjutnya mengenai biografi Sayyidah

Aisyah ra. dan aktivitasnya sebagai pembimbing umat sepeninggal Rasulullah

saw.

Bab keempat adalah membahas tentang hasil penelitian atau analisis

mengenai nilai-nilai pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai

pembimbing umat.

Bab kelima adalah penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan hasil

penelitian, saran-saran, dan kata penutup. Setelah bab terakhir ini, penulis

akan menyajikan daftar pustaka sebagai kejelasan referensi skripsi, serta

semua lampiran-lampiran yang berhubungan dengan perjalanan penelitian ini.

Demikian sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan penelitian

ini.

(35)

24 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Nilai

1. Pengertian Nilai

Dalam bahasa Inggris nilai adalah “value”, yaitu sesuatu yang

berharga bagi kehidupan manusia.1 Jika merujuk pada Kamus Bahasa

Indonesia, nilai juga memiliki arti sifat atau hal-hal yang berguna bagi

kemanusiaan.2 Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon

penghargaan.3

Beberapa ahli memberikan definisi tentang nilai sebagaimana

berikut:

Menurut Richard Eyre dan Linda bahwa nilai yang benar dan

diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku

dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan dan orang

lain.4

Perspektif yang berbeda diberikan oleh Sidi Galza sebagaimana yang

dikutip oleh Chabib Toha mengartikan nilai adalah sesuatu yang bersifat

abstrak, ia ideal, nilai benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan

1St. Vembrianto, et al., Kamus Pendidikan..., h. 43. 2W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa..., h. 677.

3Titus MS, et al., Persoalan-Persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 122. 4Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT.

(36)

25

benar atau salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan

penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.5

Sedangkan menurut Djahiri yang dikutip oleh Gunawan mengatakan

nilai adalah suatu jenis kepercayaan, yang letaknya berpusat pada sistem

kepercayan seseorang, tentang bagaimana seseorang sepatutnya atau tidak

sepatutnya dalam melakukan sesuatu, atau tentang apa yang berharga atau

tidak berharga untuk dicapai.6

Dari uraian diatas, maka nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang

dianggap baik, berguna atau penting, dijadikan sebagai acuan dan

melambangkan kualitas yang kemudian diberi bobot baik oleh individu

maupun kelompok. Dapat disimpulkan pula bahwa nilai merupakan

sesuatu yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang.

2. Macam-macam Nilai

Macam atau bentuk nilai sangat banyak dan kompleks, karena nilai

dapat dilihat dari bebagai sudut pandang. Pengklasifikasiannya

bermacam-macam, diantaranya:

a. Dilihat dari segi komponen utama agama Islam sekaligus sebagai nilai

tertinggi dari ajaran agama Islam, para ulama membagi nilai menjadi

tiga bagian, yaitu: Nilai Keimanan (Aqidah), Nilai Ibadah (Syari’ah),

dan Akhlak. Penggolongan ini didasarkan pada penjelasan Nabi

5M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan..., h. 61.

6Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta,

(37)

26

Muhammad saw. kepada Malaikat Jibril mengenai arti Iman, Islam, dan

Ihsan yang esensinya sama dengan Akidah, Syari’ah dan Akhlak.

b. Jika dilihat dari sumbernya, nilai diklasifikasikan menjadi dua macam,

yaitu Nilai Ilahiyah dan Nilai Insaniyah. Nilai Ilahiyah merupakan nilai

yang lahir dari keyakinan (belief), berupa petunjuk dari supernatural

atau Tuhan.7 Dan kemudian Noeng Muhajir membagi Nilai Ilahiyah

atas tiga hal, yaitu nilai keimanan (aqidah), nilai ubudiyah, dan nilai

muamalah.8 Sedangkan Nilai Insaniyah merupakan produk budaya,

yakni nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik secara individu

maupun kelompok.9 Terdiri dari nilai etika, nilai sosial, dan nilai

estetika.

c. Kemudian dalam analisis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai

pendidikan yaitu,

1) Nilai Ekstrinsik, adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau

sarana untuk sesuatu hal lainnya, maksudnya untuk membantu

mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, yaitu nilai yang dianggap

baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain.10 Contohnya adalah

puisi. Bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, dan

irama itu yang disebut nilai ekstrinsik.

7Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), h.

98.

8M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan..., h. 60. 9Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam..., h. 99.

10Mohammad Nur Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filsafat Pancasila (Surabaya:

(38)

27

2) Nilai Intrinsik, adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan.

Pengertian lain adalah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu

yang lain melainkan di dalam dan dirinya sendiri11 (untuk

kepentingan benda itu sendiri). Contohnya adalah pesan puisi yang

ingin disampaikan kepada pembaca melalui puisi itu sendiri disebut

nilai intrinsik.

d. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat, nilai itu dapat dibagi menjadi tiga

macam yaitu,

1) Nilai Subjektif, yaitu nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek.

Hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek

tersebut.

2) Nilai Subjektif Rasional (Logis), yaitu nilai-nilai yang merupakan

esensi dari objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal

sehat, seperti nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan,

badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya.

3) Nilai Objektif Metafisik, yaitu nilai yang ternyata mampu menyusun

kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.

3. Pendekatan dan Strategi Penanaman Nilai

Berbagai nilai yang sudah ada tersebut sangat perlu untuk

ditumbuh-kembangkan semaksimal mungkin. Lebih-lebih dalam kehidupan manusia

saat ini, pada akhir abad 21 yang lebih dikenal dengan era globalisasi yang

(39)

28

ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan yang serba cepat dan

kompleks, baik yang menyangkut perubahan norma-norma dan nilai-nilai

maupun struktur yang berkaitan dengan kehidupan manusia.

Seiring perubahan norma-norma dan nilai-nilai tersebut, tak jarang

ditemui adanya perbenturan antar nilai yang terus berkembang di

masyarakat. Sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya krisis nilai. Krisis

ini sangat mengganggu harmonisasi masyarakat karena sendi-sendi

normatif dan tradisional mengalami pergeseran yang belum menemukan

pemecahan. Krisis nilai demikian mempunyai ruang lingkup yang

menyentuh masalah kehidupan masyarakat, yaitu menyangkut sikap

menilai sesuatu perbuatan baik dan buruk, moral dan amoral, pantas atau

tak pantas, benar dan tidak benar serta perilaku lainnya yang diukur atas

dasar etika pribadi dan sosial.

Nilai-nilai yang sudah ada hendaknya dibentuk dan diwujudkan

dalam diri masyarakat sehingga akan lebih fungsional dan aktual dalam

perilaku muslim, yakni nilai Islami yang dilandasi moralitas (akhlak) yang

dikehendaki Allah yang harus diwujudkan dalam amal perilaku

hamba-Nya dalam hidup bermasyarakat.12 Sehingga dari sini akan terbebas dari

krisis nilai dan moral.

Untuk membentuk pribadi masyarakat yang memiliki nilai dan moral

yang baik, maka diperlukan yang namanya pendekatan penanaman nilai.

(40)

29

Pendekatan penanaman nilai (value inculcation approach) adalah suatu

pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial

dalam diri peserta didik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Pendekatan penanaman nilai ini memiliki dua tujuan, yaitu pertama,

diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh peserta didik, kedua,

berubahnya nilai-nilai peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

sosial yang diharapkan mengarahkan pada perubahan yang lebih baik.

Pendekatan penanaman nilai menurut Ansori terbagi atas dua cara

yang dapat menentukan pada nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu:13

a. Pendekatan kajian ilmiah tentang sikap dan tingkah laku orang-orang

muslim, pendekatan semacam ini bermanfaat untuk mengetahui sejauh

mana seorang muslim mengikuti ajaran atau nilai-nilai Islami.

b. Pendekatan yang merujuk pada sumber asli yaitu al-Qur’an dan al

-Hadits. Validitas dari hasil ini sangat jelas, namun masih terbatas

karena tidak semua nilai Islami dapat digali dari kedua sumber tersebut

maka perlu adanya pendukung yang lain, yaitu qiyas dan ijtihad.

B. Tinjauan Tentang Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Definisi pendidikan menurut H. M. Arifin adalah usaha orang

dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian

13M. Chabib Thoha, dkk., Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka

(41)

30

serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal

maupun non-formal.14

Menurut Soegarda Poerbakawatja ialah semua perbuatan atau usaha

dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan

dan keterampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan

agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik secara jasmani maupun

rohani.15

Adapun Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan adalah

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama.16

Dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan diatas, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk dapat

membantu, melatih, dan mengarahkan seorang peserta didik melalui

transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual dan keagamaan seorang

pendidik agar dapat tercapai tujuan yang dicita-citakan, yaitu kehidupan

yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.

Pendidikan merupakan suatu yang esensial bagi manusia, karena

pendidikan adalah bagian dari proses kehidupan.17 Adapun Azra

14H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),

h. 12.

15Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 257. 16Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan..., h. 19.

(42)

31

berpendapat bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan sumber

daya manusia untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan

hidupnya secara lebih efektif dan efisien.18 Dan pendapat yang lebih luas

cakupannya datang dari Rupert C. Lodge, ia menyatakan bahwa

pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Dalam pengertian luas ini

kehidupan adalah pendidikan, dan pendidikan adalah kehidupan.19 Dengan

demikian, pendidikan merupakan bagian yang penting yang tidak akan

dapat dipisahkan dari kehidupan yang bertujuan untuk membentuk

manusia seutuhnya, baik dalam segi jasmani maupun rohani, intelektual

maupun spiritual.

Pendidikan jika dikaitkan dengan Islam maka mempunyai makna

tersendiri. Kata Islam yang menjadi imbuhan pada kata pendidikan

menunjukkan warna, model, bentuk dan ciri bagi pendidikan yang

bernuansa Islam atau pendidikan yang Islami. Secara psikologis, kata

tersebut mengindikasikan suatu proses untuk mencapai nilai moral,

sehingga subyek dan obyeknya senantiasa mengkonotasikan kepada

perilaku yang bernilai, dan menjauhi sikap amoral.

Adapun pengertian pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh

para ahli menurut perspektif masing-masing sebagaimana berikut:

18Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 2.

19Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,

(43)

32

a. M. Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam

adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan

jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, pendidikan Islam

menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai maupun

perang dan menyiapkannya untuk masyarakat dengan segala kebaikan

dan kejahatannya, manis dan pahitnya.20

b. M. Athiyah al-Abrasyi menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah

mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,

mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola

pikirnya teratur rapi, perasaannya halus, profesional dalam bekerja dan

manis tutur sapanya.21

c. Abdurrahman al-Nahlawi mendefinisikan pendidikan Islam adalah

pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta

emosinya berdasarkan agama Islam, dengan maksud merealisasikan

tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam

seluruh lapangan kehidupan.22

d. Adapun menurut Sayid Muhammad al-Naquib al-Attas, pendidikan

Islam ialah pengenalan dan pengalaman yang secara berangsur-angsur

ditanamkan dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari

20Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A.

Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 157.

21Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 36. 22Abdurrahman Nahlawy, Ushul Tarbiyah Islamiyah wa Asalibuha fi Bait wa

(44)

33

segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga

membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang

tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.23

e. Selanjutnya Endang Saifuddin Anshari memberikan pengertian yang

lebih jelas secara teknis mengenai pendidikan Islam, yakni proses

bimbingan oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa dan raga

obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu

tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada

kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan

ajaran Islam.24 Pendapat ini menggambarkan bahwa pendidikan Islam

atau pendidikan yang Islami adalah pendidikan yang seluruh komponen

atau aspeknya harus didasarkan pada ajaran Islam. Komponen atau

aspek pendidikan tersebut adalah visi, misi, tujuan, proses belajar

mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik,

kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan

lain sebagainya.

Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan tersebut dapat

disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses bimbingan atau

usaha untuk mewujudkan manusia ideal (insan kamil) sehingga berhasil

menjawab tantangan dan menjalankan kewajibannya dalam seluruh aspek

23Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam..., h. 36.

24Azumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Milennium Baru

(45)

34

kehidupan baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi dengan

mengimplementasikan syari’at Islam.

Adapun ciri manusia sempurna atau ideal menurut Islam

sebagaimana yang terdapat dalam buku Ilmu Pendidikan dalam Perspektif

Islam karangan Dr. Ahmad Tafsir adalah:25

a. Memiliki jasmani yang sehat dan kuat serta berketerampilan

b. Memiliki akal yang cerdas serta pandai

c. Memiliki rohani yang berkualitas tinggi (hatinya penuh iman kepada

Allah swt.)

2. Dasar Pendidikan Islam

Dasar dalam bahasa Arab adalah “asas” sedangkan dalam bahasa

Inggris adalah “foundation”, sedangkan dalam bahasa Latin adalah

“fundametum”, secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal

segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).26

Dasar atau landasan yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam

harus merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat

menghantarkan pada tujuan yang dicita-citakan. Dasar pendidikan Islam

mempunyai dua segi, yaitu dasar ideal dan dasar operasional.

Dr. Said Ismail Ali berpendapat bahwa dasar ideal pendidikan Islam

terdiri atas enam macam, yaitu:

25Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif..., h. 46.

26Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

(46)

35

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber atau dasar pendidikan Islam yang

utama. Al-Qur’an adalah firman Allah swt. yang diturunkan kepada

Rasul-Nya, Muhammad bin ‘Abdullah melalui perantaraan malaikat

Jibril, yang disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawattir

(berangsur-angsur), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya,

dimulai dengan surat al-Fâtihah dan diakhiri dengan surat an-Nâs.27

Keutamaan al-Qur’an sebagai sumber dapat dilihat dalam

kandungan firman Allah swt. berikut:

ذ

ِكْلا َكِل

َبْيَر َل ُباَت

ۛ

ْيِف

ِه

ۛ

َِْْقّتُمْلِّل ىًدُ

۵

“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 2)

Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah menyatakan,

al-Qur’an dijadikan sumber yang pertama dan utama karena al-Qur’an di

dalamnya berisi beberapa keistimewaan dalam usaha pendidikan

manusia, di antaranya: (1) menghormati akal manusia, (2) bimbingan

ilmiah, (3) tidak menentang fitrah manusia, (4) penggunaan cerita-cerita

(kisah-kisah) untuk tujuan pendidikan, dan (5) memelihara

keperluan-keperluan sosial.28

27Abd al-Wahhab al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Mesir: al-Ma’arif, 1968), h. 60.

28Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi

(47)

36

Selanjutnya alasan al-Qur’an dijadikan sumber utama karena

memuat tentang: 29 Pertama, sejarah pendidikan Islam. Kedua,

nilai-nilai formatif pendidikan Islam yang meliputi tiga pilar: (1) i’tiqodiah,

yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti percaya kepada

rukun iman yang betujuan untuk menata kepercayaan individu (2)

khuluqiah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan

untuk membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri

dengan perilaku yang terpuji (3) amaliah, yang berkaitan dengan

tingkah laku sehari-hari baik yang berhubungan dengan ibadah

(memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya, seperti sholat,

zakat, haji, yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah), dan

yang berkaitan dengan mu’amalah (hubungan antar manusia, baik

secara individual maupun institusional).

Al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam

hanyalah memuat prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Adapun sebagian

ayatnya yang menguraikan prinsip-prinsip dasar tersebut secara rinci

merupakan contoh dan petunjuk bahwa seluruh isi kandungan al-Qur’an

masih perlu dijelaskan. Penjelasan al-Qur’an dapat dijumpai dalam

Sunnah Rasul. Sunnah Rasul merupakan cermin dari segala tingkah

laku Rasulullah saw. yang harus diteladani. Inilah salah satu alat

29Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Perdana

(48)

37

pendidikan yang paling efektif dalam pembentukan pribadi. Karena

keglobalan al-Qur’an tidak dapat diuraikan kecuali melalui Sunnah

Rasul, maka sumber kedua setelah al-Qur’an adalah Sunnah Rasul

tersebut.30

b. As-Sunnah

Dalam konteks pendidikan, sunnah mempunyai dua fungsi yaitu

menjelaskan metode pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an

secara konkrit dan penjelasan yang belum dijelaskan dalam al-Qur’an,

menjelaskan metode pendidikan yang telah dilakukan oleh Nabi

Muhammad saw. dalam kehidupan keseharian serta cara beliau

menanamkan keimanan.31 Allah menjelaskan bagaimana kesempurnaan

akhlak Nabi Muhammad saw. melalui firman-Nya:

َلَعَل َكّنِإَو

ْيِظَع ٍقُلُخ ى

ٍم

٤

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi

pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam [68]: 4)

Dan perintah secara langsung dari Allah untuk mentaati

Rasulullah saw. sebagaimana dalam firman Allah swt. berikut:

ْوُسّرلا ُمُكاَتآ اَمَو

ْوُذُخَف ُل

ْوُهَ تْ ناَف ُهََْع ْمُكاَهَ ن اَمَو ُه

اوُقّ تاَو ا

َه

ّنِإ

َه

ْيِدَش

ِباَقِعْلا ُد

۷

30Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka

Belajar, 1998), h. 131.

(49)

38

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa

yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr [59]: 7)

Dengan demikian, sunnah menduduki posisi yang penting dan

menjadi dasar atau landasan utama kedua dalam pendidikan Islam.

Karena akhlak Nabi Muhammad saw. merupakan akhlak yang

sempurna dan apa yang datang dari beliau wajib ditaati oleh setiap

pengikutnya hingga akhir zaman.

c. Pendapat Sahabat Nabi (Madzhab Shahabi)

Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi saw.

dalam keadaan beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beragama

Islam.32 Para sahabat mempunyai karakteristik unik, antara lain: (1)

tradisi yang dilakukan sahabat secara konseptual tidak terpisah dengan

Sunnah Nabi Muhammad saw. (2) kandungan yang khusus dan aktual

tradisi sahabat sebagian besar produk sendiri (3) unsur kreatif dan

kandungan merupakan ijtihad personal yang telah mengalami

kristalisasi dalam ijma’ yang disebut madzhab shahabi. Ijtihad di sini

tidak terpisah dari petunjuk Nabi Muhammad saw. (4) praktik amaliah

sahabat identik dengan ijma’.33

Adapun upaya yang telah dilakukan sahabat Nabi dalam bidang

pendidikan Islam sangat menentukan perkembangan pemikiran

32Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.

117.

(50)

39

pendidikan dewasa ini. Sebagai contoh upaya yang dilakukan oleh

Sayyidina Abu Bakar dengan membukukan al-Qur’an yang digunakan

sebagai sumber pendidikan Islam, kemudian dilanjutkan oleh Sayyidina

Umar bin Khaththab yang banyak melakukan reaktualisasi ajaran Islam.

Kemudian tindakan tersebut disempurnakan lagi oleh Sayyidina

Utsman bin Affan dengan upaya melakukan sistematisasi terhadap

al-Qur’an berupa kodifikasi al-Qur’an. Setelah itu disusul pada masa

Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan merumuskan konsep-konsep

ke-tarbiyah-an, misalnya merumuskan etika anak didik kepada

pendidiknya atau sebaliknya.34

d. Kemaslahatan (Mashalih al-Mursalah)

Mashalih al-Mursalah adalah menetapkan undang-undang,

peraturan dan hukum tentang pendidikan dalam hal-hal yang sama

sekali tidak disebutkan dalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan

hidup bersama, dengan bersendikan asas menarik kemaslahatan dan

menolak kemudharatan. Para ahli pendidikan menentukan peraturan

pendidikan Islam sesuai dengan kondisi lingkungan di mana ia berada.

Ketentuan yang dicetuskan berdasarkan Mashalih al-Mursalah paling

tidak memenuhi kriteria: (1) apa yang dicetuskan benar-benar

membawa kemaslahatan dan menolak kerusakan setelah melalui

tahapan observasi dan analisis, misalnya pembuatan tanda tamat

(51)

40

(ijazah) dengan foto pemiliknya (2) kemaslahatan yang diambil

merupakan kemaslahatan yang bersifat universal, yang mencakup

seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi (3) keputusan

yang diambil tidak bertentangan dengan nilai dasar al-Qur’an dan as

-Sunnah.35

e. Adat Kebiasaan Masyarakat(‘Urf)

Terdapat salah satu kaidah ushul fiqh yang berbunyi:

ُةَداَعْلا

ٌةَمّكَُُ

“Kebiasaan (dapat) menjadi dasar hukum.”

Tradisi (‘urf)adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan

maupun perbuatan yang dilakukan secara continue dan seakan-akan

merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa manusia merasa tenang

dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh

tabiat<

Referensi

Dokumen terkait