NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS
AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT
(Studi Terjemah Kitab
Sîrah As-Sayyidah
‘Â
isyah
Ummi
l Mu’minîn
RA.
)
SKRIPSI
Oleh:
MARIA ULFA ROHMATI
NIM. D31213066
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURABAYA
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM AKTIVITAS
AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT
(Studi Terjemah Kitab
Sîrah As-Sayyidah
‘Â
isyah
Ummi
l Mu’minîn
RA.
)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Oleh:
MARIA ULFA ROHMATI
NIM. D31213066
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURABAYA
vii
ABSTRAK
Maria Ulfa Rohmati, 2017. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Aktivitas Aisyah RA. sebagai Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab Sîrah
As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.)
Pendidikan nilai-nilai Islam dimaksudkan untuk membantu seseorang agar lebih memahami nilai-nilai dalam Islam, serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Salah satu cara yang dapat digunakan ialah melalui kisah sejarah tokoh Islam. Aisyah ialah tokoh penting yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam dalam kehidupannya, seorang wanita yang terdidik di madrasah kenabian dan tumbuh dibawah naungan dakwah, ia tumbuh menjadi wanita yang cerdik, ahli fiqih dan seorang wanita yang alim, sehingga Rasulullah saw. mempercayainya. Aisyah merupakan rujukan atas berbagai ilmu dan permasalahan di zamannya. Bahkan, para sahabat senior sering bertanya dan berkonsultasi kepadanya.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis akan membahas mengenai kajian teori tentang nilai-nilai pendidikan Islam dan studi terjemah kitab Sîrah
As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. karya as-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, yakni kajian sejarah tentang biografi dan aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat Islam sepeninggal Rasulullah saw. Dan selanjutnya menganalisis terkait nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang berbentuk deksriptif dan jenis penelitiannya adalah kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan historis (sejarah). Adapun sumber datanya diambil dari data primer berupa buku-buku terjemahan kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn
RA., dan data sekunder berupa buku-buku mengenai nilai-nilai pendidikan Islam serta biografi kehidupan Sayyidah Aisyah ra.
Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis terkait nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat, maka didapatkan hasil: Nilai pendidikan keimanan (aqidah) meliputi kepribadian Aisyah yang senantiasa berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits, serta larangan tegas untuk berbuat syirik. Nilai Ibadah (syari’ah) meliputi lima hal yaitu, Aisyah mengasuh dan menyayangi anak yatim, perintah menghargai waktu, menyempurnakan wudhu, membaca al-Qur’an dengan tartil, dan perintah menutup aurat secara sempurna. Sedangkan dalam Nilai Akhlak meliputi teladan dalam kasih sayang terhadap muridnya, menjaga agar tidak terjadi ikhtilath, menghormati setiap tamunya, bersikap objektif dan rendah hati, serta dermawan.
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 10
F. Penelitian Terdahulu ... 11
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metodologi Penelitian ... 16
xi BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Nilai ... 24
1. Pengertian Nilai ... 24
2. Macam-Macam Nilai ... 25
3. Pendekatan dan Strategi Penanaman Nilai ... 27
B. Tinjauan tentang Pendidikan Islam ... 29
1. Pengertian Pendidikan Islam ... 29
2. Dasar Pendidikan Islam ... 34
3. Tujuan Pendidikan Islam ... 43
C. Tinjauan tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam ... 47
1. Nilai Keimanan (Aqidah) ... 48
2. Nilai Ibadah (Syari’ah) ... 50
3. Nilai Akhlak ... 52
BAB III AISYAH RA. SEBAGAI PEMBIMBING UMAT A. Kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. ... 54
1. Biografi Penulis Kitab ... 54
2. Gambaran Umum Isi Kitab ... 58
B. Biografi Sayyidah Aisyah RA. ... 61
1. Nama, Nasab, dan Kelahiranya ... 61
2. Masa Kecilnya ... 62
3. Pernikahannya dengan Rasulullah SAW. ... 64
xii
C. Aktivitas Aisyah sebagai Pembimbing Umat Islam ... 68
1. Aisyah dan Praktik Mengajar ... 76
2. Aisyah dan Pemberian Fatwa Hukum ... 77
3. Aisyah Membimbing dan Mengarahkan Umat Islam ... 78
4. Murid-Murid Aisyah ... 79
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM A. Nilai Keimanan (Aqidah)... 83
1. Berpegang Teguh pada al-Qur’an dan al-Hadits ... 84
2. Menghilangkan Tradisi Syirik saat Kelahiran Bayi ... 87
B. Nilai Ibadah (Syari’ah) ... 89
1. Mengasuh dan Menyayangi Anak Yatim ... 90
2. Perintah Menghargai Waktu ... 91
3. Perintah Menyempurnakan Wudhu ... 93
4. Perintah Membaca al-Qur’an dengan Tartil ... 94
5. Perintah Menutup Aurat secara Sempurna ... 97
C. Nilai Akhlak ... 100
1. Kasih Sayang terhadap Murid ... 101
2. Menjaga agar tidak terjadi Ikhtilath ... 102
3. Menjaga Hijab ... 104
4. Menghormati setiap Tamunya ... 105
5. Bersikap Objektif dan Rendah Hati ... 105
xiii BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
LAMPIRAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam menekankan pentingnya pengembangan fitrah manusia dalam
berbagai aspeknya melalui proses pendidikan. Pendidikan tidak hanya untuk
mengajarkan pengetahuan dan pembekalan keterampilan semata, tetapi yang
lebih penting dari itu adalah sebagai upaya pembentukan kepribadian yang
mulia. Dalam konteks Islam, pendidikan harus berdasarkan al-Qur’an dan al
-Hadits serta bertujuan untuk membentuk insan yang paripurna yang mampu
mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah-Nya.
Sebagai esensiannya tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan
tuntunan al-Qur’an tidak lain adalah sikap penyerahan diri secara total kepada
Allah swt.1 sebagaimana implementasi dari firman Allah swt. berikut:
َََص ّنِإ ْلُق
ِْت
ْيِكُسُنَو
ِْتاََََو َياَيََُْو
ِ َِّ
َر
َِْْمَلاَعْلا ِّب
۵
٦
۵
Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. al-An’âm [6]: 162)
Secara umum, pendidikan nilai-nilai Islam dimaksudkan untuk
membantu seseorang agar lebih memahami dan menyadari nilai-nilai Islam,
serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan.
Banyak cara yang dapat digunakan dalam memahami nilai-nilai
pendidikan Islam, misalnya melalui kisah sejarah tokoh-tokoh Islam. Dengan
1H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan: Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
2
mempelajari sejarah dari tokoh-tokoh Islam, ada beberapa manfaat yang
diperoleh diantaranya; Pertama, untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas individu dengan cara meneladani tokoh yang bersangkutan. Kedua,
membantu memahami Islam dengan lebih baik. Karena tokoh sejarah Islam
merupakan bagian representasi dari Islam itu sendiri. Dan ketiga, kaum
muslimîn dan muslimât ikut berbangga hati atas prestasi saudaranya yang
seiman yang telah mendahuluinya.
Ir. Soekarno mantan Presiden RI pertama menulis, “Sesungguhnya
benarlah perkataan Charles Forrier kalau ia mengatakan, ‘Bahwa tinggi
rendahnya tingkat kemajuan suatu masyarakat adalah ditetapkan oleh tinggi
rendahnya tingkat kedudukan wanita.’”2 Sebab itu, tidak heran bila selama ini
wanita yang menjadi sasaran pertama musuh-musuh Islam. Mereka yang
diterkam pertama kali, diterkam pemikiran, akidah, rasa malu, dan selainnya.
Musuh-musuh Islam tahu bahwa apabila wanita rusak, maka masyarakat pasti
rusak; sebaliknya bila ia baik, maka masyarakat pun baik.3
Lebih dari itu, Ulama’ Salaf (terdahulu) mengingatkan di dalam
syairnya, “Ibu adalah madrasah pertama. Maka persiapkanlah
sebaik-baiknya”. Syair yang sering kita dengar tersebut mengandung makna bahwa
wanita adalah figur pendidik pertama dan utama bagi generasi selanjutnya,
jika kita tidak menjaga mereka dengan penjagaan Allah, mereka akan tersesat
2Dyayadi, Makhluk Unik dan Ajaib itu Bernama Wanita (Samarinda: Riz’ma, 2009), h. vi. 3Isham bin Muhammad asy-Syarif, Panduan Tarbiyah Wanita Shalihah (Solo: Al-Qowam,
3
dan menyesatkan generasi yang dididiknya.4 Oleh karena itu, Rasulullah saw.
menegaskan pentingnya kehadiran wanita shalihah melalui sabdanya:
دلا
ْن َاي
َم َت
ٌعا
َو
َخ ْ ي
ُر َم
َت
ِعا
لا
د ْ ن
َي ا
ْلا َم
ْر َأ ُة
ا
ّصل
ََِا
ُة
َمِلْسُم ُهاَوَرُ
“Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah
wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)5
Bila wanita shalihah merupakan kenikmatan duniawi yang paling
memikat dan membuai hati, sebaliknya, wanita yang tidak shalihah tentu
merupakan bencana yang paling mengerikan dalam kehidupan.6
Berangkat dari fakta bahwa betapa besar tanggung-jawab dan
pentingnya peran seorang wanita dalam kehidupan ini, maka penulis
menganggap perlu mengkaji sejarah seorang tokoh wanita yang dalam
kehidupannya mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam agar menjadi
hikmah dan inspirasi khususnya bagi kaum wanita saat ini hingga yang akan
datang.
Sejarah mencatat bahwa pada zaman Nabi saw. banyak sekali kisah
tokoh-tokoh penting yang mencerminkan nilai-nilai pendidikan Islam dalam
kehidupannya, termasuk diantaranya dari kaum wanita.
Sejumlah besar pahlawan-pahlawan wanita pada masa Nabi saw.,
mereka adalah istri, anak, dan kerabat dekat Rasulullah saw. juga wanita yang
4Ibid., h. 401.
5Imam Muslim, Shahîh Muslim, Kitab ar-Radha’, bab “Sebaik-baik Kenikmatan Dunia adalah Wanita Shalihah”, hadits no. 1467.
6Abu Umar Basyir, Aku Wanita Paling Bahagia (Solo: Insan Cemerlang, 2005), cet. ke-2,
4
menyusui dan mengasuh Nabi saw. serta sahabat-sahabat wanita lainnya, baik
dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Di antara mereka ada pemimpin rumah
tangga yang sukses, da’i penyebar agama Islam bahkan anggota pasukan
perang yang gigih di dalam menegakkan kalimat-kalimat Allah dan membela
Rasulullah saw.7 Dari sekian banyak sahabat dan keluarga Rasulullah saw.
tersebut, Aisyah adalah seseorang yang paling sering mendampingi
Rasulullah saw. dalam perjuangan dan dakwah Islam. Bahkan tak berlebihan
bila catatan sejarah menyatakan bahwa semasa hidupnya Aisyah telah
berhasil menjadi mitra kerja dan dakwah Rasulullah yang hebat dan handal.
Aisyah bergelar ash-Shiddîqah binti ash-Shiddîq, seorang wanita
Quraisy yang berasal dari suku Taimiyah di Kota Makkah. Aisyah adalah
salah satu dari Ummul Mu’minîn (ibunda kaum beriman) dan istri yang paling
dicintai Rasulullah saw.8
Ayahnya bernama Abdullah, panggilannya Abu Bakar, dan terkenal
dengan gelar ash-Shiddîq, sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman.9
Mereka adalah orang-orang yang pertama masuk Islam. Dengan demikian,
Aisyah dibesarkan dalam keluarga muslim.10
7Umar Ahmad al-Rawi, Wanita-Wanita Kebanggaan Islam (Jakarta: Akbar Media, 2015),
h. 3.
8Majid bin Khanzar al-Bankani, Perempuan-Perempuan Shalihah: Kisah, Teladan, dan
Nasihat dari Kehidupan Para Shahabiyah Nabi saw. (Solo: Tinta Medina, 2013), h. 12.
9As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Aisyah ra.: Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman, terj.
Isa Abdullah dan Nurrahman (Solo: Al-Andalus, 2015), cet. ke-2, h. 38.
10Wiyanto Suud, Buku Pintar Wanita-Wanita dalam al-Qur’an (Jakarta: Belanoor, 2011),
5
Di masa kecilnya ia dibimbing oleh seorang ayah yang merupakan
manusia paling utama di kalangan sahabat laki-laki dari sisi kepribadian,
pemikiran, hingga kedermawanan.11 Kemudian di masa remajanya, ia di
bawah bimbingan Rasulullah saw., penuntun seluruh manusia sekaligus
pengajarnya. Suaminya adalah seutama-utamanya manusia. Dengan
demikian, Aisyah termasuk orang yang sangat beruntung. Jika diibaratkan
sebuah tanaman, maka sempurnalah proses pertumbuhannya karena ia
ditanam oleh Abu Bakar dan kemudian dirawat oleh Rasulullah saw.
Dalam asuhan dan bimbingan Abu Bakar, Aisyah tumbuh dan
berkembang. Tak heran jika kepribadian Aisyah sangat mirip dengan
ayahnya, khususnya dalam hal kecerdasan dan ketangkasannya.12 Abu Bakar
senantiasa mendidiknya dengan sangat tegas dan disiplin. Bukti ketegasannya
adalah ia akan memarahi Aisyah walaupun kesalahan putrinya tersebut
tergolong hal yang sepele. Bahkan setelah menikah pun, Aisyah masih kerap
mendapat peringatan-peringatan dari ayahnya.
Ummul Mu’minîn Aisyah ra. yang kemudian terdidik di madrasah
kenabian dan tumbuh dibawah naungan dakwah, maka dia tumbuh menjadi
wanita yang cerdik, ahli fikih dan seorang wanita yang alim, sehingga
Rasulullah saw. mempercayainya. Beliau saw. bersabda, “Ambillah separuh
11Salih Suruç, Best Stories of Abu Bakar Shiddiq (Jakarta: Kaysa Media, 2015), h. cover. 12Ummu Haidar Fawa, Keistimewaan-Keistimewaan Karakter Wanita yang Terpilih jadi
6
agama kalian dari Humairah ini (yaitu Aisyah)”.13 Sehingga tak heran jika
selepas Rasulullah saw. wafat, para sahabat baik dari kalangan laki-laki
maupun wanita menjadikan Aisyah sebagai sumber rujukan atas berbagai
ilmu dan permasalahan.
Sebuah fakta historis bahwa –selepas wafatnya Rasulullah saw.– para
sahabat menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk melakukan tugas-tugas
dakwah dan pengajaran. Di Madinah sendiri terdapat beberapa madrasah ilmu
dan keagamaan. Beberapa diantaranya diasuh oleh Abu Hurairah, Ibnu
Abbas, Zaid bin Tsabit, dan sebagainya. Namun, madrasah yang paling besar
di Madinah adalah yang terletak di sudut masjid Nabawi dekat makam
Rasulullah saw. dan persis di depan kediaman salah seorang istri Nabi
tercinta. Madrasah ini menjadi tujuan orang-orang yang hendak belajar dan
meminta fatwa hukum atas berbagai persoalan. Inilah madrasah terbesar saat
itu, madrasah yang kemudian memberikan pengaruh paling kuat bagi
perkembangan pemikiran Islam sepanjang masa. Guru dan pengasuh di
madrasah itu adalah Ummul Mu’minîn Aisyah ra.14
Dari madrasah itu, banyak murid Aisyah yang kemudian menjadi
Ulama terkenal dan melalui tangannya pula Allah swt. melahirkan para hafizh
13Qasim Asyur, Kisah Kecerdasan Kaum Perempuan di Era Awal Islam, terj. Izzudin
Karimi (Bekasi: Sukses Publishing, 2013), cet. ke-1, h. 13.
14As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Aisyah ra.: The True Beauty, terj. Ghozi M. (Jakarta:
7
dan periwayat sunnah Nabi saw. bagi generasi selanjutnya (setelah generasi
sahabat dan tabi’in).15
Berdasarkan paparan di atas jelaslah bahwa Sayyidah Aisyah ra.
merupakan salah seorang pendidik wanita yang telah berhasil dalam
membimbing umat sepeninggal Rasulullah saw. Dan keterlibatan Aisyah
dalam dunia pendidikan tidak bisa dipandang remeh, pengalamannya sebagai
Maha Guru di madrasahnya tersebut, serta puluhan tahun mendidik dan
mengajar ilmu dan keagaamaan membuktikan betapa ia sangat menguasai
dunia pendidikan.
Hadirnya Aisyah ra. dengan segudang prestasinya tersebut mampu
mendobrak stigma ‘kelemahan’ dan ‘ketidakberdayaan’ wanita yang hingga
kini masih juga kita jumpai sekaligus menjadi bukti sebuah keniscayaan
bahwa wanita adalah makhluk Allah swt. yang mampu berkontribusi dalam
dakwah Islam.
َِْْمِلْسُمْلا ّنِإ
ََِِْْمْؤُمْلاَو ِتاَمِلْسُمْلاَو
َِْْتِناَقْلاَو ِتاََِمْؤُمْلاَو
ِتاَتِناَقْلاَو
َِْْقِداّصلاَو
ْيِرِباّصلاَو ِتاَقِداّصلاَو
َِْْعِشاَْْاَو ِتاَرِباّصلاَو َن
ِتاَعِشاَْْاَو
َِْْقِّدَصَتُمْلاَو
َِْْمِئاّصلاَو ِتاَقِّدَصَتُمْلاَو
َِْْظِفاََْاَو ِتاَمِئاّصلاَو
ْمُهَجوُرُ ف
ََْاَو
ْيِرِكاّذلاَو ِتاَظِفا
َن
َه
ْ يِثَك
ّدَعَأ ِتاَرِكاّذلاَو اًر
ُه
اًرْجَأَو ًةَرِِْغَم ْمََُ
ْيِظَع
اًم
۱۱
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
8
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki-laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
(QS. al-Ahzâb [33]: 35)
Kisah hidup Aisyah yang begitu menakjubkan menjadikan kisah
hidupnya bukan sekadar kisah, melainkan kisah yang penuh dengan mutiara
hikmah. Dengan memahami dan menjalankan nilai-nilai pendidikan yang
tercermin dalam aktivitas kehidupan Aisyah, khususnya di bidang pengajaran
dan pembimbingan terhadap umat, diharapkan pendidikan yang selama ini
berjalan menjadi lebih bermakna, tidak hanya berorientasi pada hal-hal yang
sifatnya materi saja, tetapi juga harus berorientasi pada kehidupan akhirat
kelak. Berdasarkan hal tersebutlah yang menjadi alasan utama penulis
mengangkat penelitian yang berjudul: “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam
Aktivitas Aisyah RA. sebagai Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab
Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.)”
B. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi pembahasan yang melebar atau kesimpang-siuran,
maka penulis membuat batasan masalah untuk memberikan penekanan pada
bagian apa yang akan dikaji dalam penelitian ini.
Penelitian ini membahas mengenai kajian teori tentang nilai-nilai
pendidikan Islam dan studi terjemah kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil
9
tentang biografi serta aktivitas Aisyah sebagai pembimbing umat Islam
sepeninggal Rasulullah saw. Dan selanjutnya analisis terkait nilai-nilai
pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai
pembimbing umat.
Pembatasan masalah ini bertujuan agar pembahasannya terfokus dan
lebih jelas sehingga diperoleh kesimpulan yang benar dan mendalam pada
aspek yang diteliti.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis membuat beberapa
rumusan masalah di antaranya:
1. Bagaimana konsep nilai pendidikan Islam?
2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam aktivitas
Aisyah ra. sebagai pembimbing umat?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
penulis dari penelitian ini di antaranya:
1. Untuk mengetahui konsep nilai pendidikan Islam
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang tercermin dalam
10
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a) Menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang sejarah biografi
kehidupan Aisyah ra. yang merupakan wanita mulia sekaligus teladan
manusia sepanjang zaman.
b) Menambah wawasan baru tentang nilai-nilai pendidikan Islam dalam
aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.
c) Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk
penelitian-penelitian relevan selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi peneliti, yaitu sebagai syarat kelulusan dalam menyelesaikan
program sarjana di program studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.
b) Menjadi inspirasi khususnya bagi yang memiliki profesi atau amanah
sebagai pembimbing dan pengajar, sehingga mampu mencontoh
Aisyah dalam wawasan keilmuan dan sikap ketika membimbing umat.
Ia tidak hanya merupakan pendidik yang cerdas namun akhlak dan
kepribadiannya juga menjadi teladan dalam setiap lini kehidupan.
c) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan Islam sehingga
11
F. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ilmiah, satu hal penting dilakukan peneliti adalah
melakukan tinjauan atas penelitian terdahulu, lazimnya disebut dengan istilah
prior research. Prior research penting dilakukan dengan alasan: pertama,
untuk menghindari duplikasi ilmiah, kedua, untuk membandingkan
kekurangan atau kelebihan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang
akan dilakukan, ketiga, untuk menggali informasi penelitian atas tema yang
diteliti dari peneliti sebelumnya.16
Sejauh penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Pusat UIN
Sunan Ampel Surabaya, dalam lingkup pendidikan Islam telah banyak sekali
karya tulis yang membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam, namun yang
menjadi obyek penelitian hanya berkisar pada karya sastra berupa buku atau
novel dan media berupa film. Dan terkait tokoh yang penulis angkat dalam
penelitian ini, yakni Sayyidah Aisyah ra., hanya ada satu karya tulis yang juga
menjadikan beliau sebagai obyek penelitian.
Adapun penelitian yang memiliki kesamaan atau kemiripan
pembahasan yakni tentang nilai-nilai pendidikan Islam diantaranya adalah:
1. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Alimul Huda tahun 2008 dengan
judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Novel Sang Pemimpi karya
Taufiqurrahman al-Azizy”. Penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai
pendidikan Islam dalam novel Sang Pemimpi secara global dikategorikan
12
dalam 3 aspek, yaitu: nilai pendidikan keimanan yang terdiri dari nilai
ilahiyah dan ubudiyah, nilai pendidikan syari’ah, dan nilai pendidikan
akhlak yang termaktub dalam nilai insaniyah.
2. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Dyah Purnawati tahun 2009 dengan
judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Novel Rumah Pelangi Karya
Samsikin Abu Daldiri”. Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis
nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam sebuah karya sastra novel
Rumah Pelangi yang berisi tentang memoar guru. Penelitian ini terfokus
untuk mengungkapkan nilai-nilai pendidikan Islam dan karakteristik
pendidik yang terdapat dalam novel Rumah Pelangi. Nilai-nilai pendidikan
Islam tersebut diantaranya ialah: nilai-nilai keimanan, nilai-nilai syari’ah,
dan nilai-nilai akhlak baik akhlak kepada Allah, diri sendiri, keluarga, dan
sesama manusia.
3. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Siti Zulaicha tahun 2012 dengan
judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak pada Novel Hafalan Shalat Delisa
Karya Tere Liye”. Penelitian ini terfokus dalam pendidikan akhlak yang
dinilai menempati posisi penting dalam Islam. Dalam konsep pendidikan
akhlak, segala sesuatu dinilai baik atau buruk, terpuji dan tercela, karena
pendidikan akhlak tersebut bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadits.
Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa
13
pendidikan akhlak kepada diri sendiri, pendidikan akhlak kepada keluarga,
dan pendidikan akhlak kepada lingkungan.
4. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Zahrotun Nisa’ tahun 2012 dengan
judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”.
Penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam yang
terkandung dalam Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta antara lain: nilai
pendidikan aqidah (keimanan), nilai pendidikan syari’ah, nilai pendidikan
etika (akhlak), dan nilai pendidikan estetika.
5. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Zahrotun Nisa’ tahun 2013 dengan
judul “Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Film Taare Zameen
Par”. Hasil analisis dalam penelitian ini menjelaskan bahwa nilai-nilai
pendidikan Islam yang terdapat dalam Film Taare Zameen Par adalah
sebagai berikut: nilai pendidikan akhlak, nilai pendidikan budaya, dan nilai
pendidikan estetika.
Dari beberapa karya tulis berupa skripsi yang penulis sebutkan di atas
semuanya memiliki obyek kajian yang berbeda dengan penelitian yang akan
penulis bahas dalam skripsi ini. Penelitian-penelitian tersebut menjadikan
novel dan film sebagai objek kajian, sedangkan dalam penelitian ini yang
menjadi obyek kajian adalah Sayyidah Aisyah ra.
Adapun karya tulis yang sama-sama menjadikan Aisyah sebagai obyek
14
1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Ansori Arif tahun 2012 dengan judul
“Pernikahan ‘Aisyah: Studi Kritis tentang Relevansi Usia Nikah ‘Aisyah
terhadap Implementasi Undang-Undang Perkawinan di Indonesia”.
Penelitian ini terfokus pada pembahasan tentang usia pernikahan Aisyah
dengan Rasulullah melalui hadits-hadits maupun literatur-literatur lain
yang berkaitan dengan usia nikah Aisyah dengan Rasulullah kemudian
analisis relevansinya dengan undang-undang perkawinan di Indonesia dan
Kompilasi Hukum Islam.
Meskipun memiliki kesamaan obyek kajian, akan tetapi terdapat
perbedaan pembahasan. Dalam tesis di atas terfokus pada penelitian tentang
usia pernikahan Aisyah dengan Rasulullah saw., sedangkan dalam penelitian
ini penulis ingin menganalis terkait nilai-nilai pendidikan Islam dalam
aktivitas Aisyah ra. sebagai pembimbing umat.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat
yang dapat dipahami. Definisi operasional perlu dicantumkan dengan tujuan
untuk menghindari perbedaan pengertian dalam memahami dan
menginterpretasikan maksud judul agar sesuai dengan masksud peneliti.
Adapun definisi dari judul ini adalah:
1. Studi : Pelajaran atau penyidikan.17
2. Analisis : Sifat uraian, penguraian, kupasan.18
15
3. Nilai : Dalam bahasa Inggris nilai adalah “value”, yaitu sesuatu yang
berharga bagi kehidupan manusia.19 Nilai adalah sifat atau hal-hal yang
berguna bagi kemanusiaan.20 Definisi lain, nilai adalah esensi yang
melekat pada suatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia.21
4. Pendidikan Islam : Pendidikan yang berasaskan ajaran atau tuntunan
agama Islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi-peribadi
muslim yang bertakwa kepada Allah, cinta dan kasih kepada orang tua
serta sesamanya, memberi kemaslahatan bagi diri sendiri dan bagi
masyarakat pada umumnya.22
5. Nilai-Nilai Pendidikan Islam : Suatu sistem pendidikan yang mencakup
seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena
itu Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam hal
duniawi maupun ukhrawi.23 Definisi lain adalah segala sesuatu yang
berguna bagi manusia dalam hidupnya yang mengarah kepada tercapainya
tujuan pendidikan Islam, yakni upaya menuju terbentuknya kepribadian
muslim.24 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai
18Buhani MS dan Hasbi Lawrens, Kamus Ilmiah Populer (Jombang: Lintas Media, tth.), h.
27.
19St. Vembrianto, et al., Kamus Pendidikan (Jakarta: Gramedia, 1994), h. 43.
20W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),
h. 677.
21M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
h. 60.
22Yasin Mustofa, EQ Untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sketsa,
2007), h. 9-10.
23M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 11.
24Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif,
16
pendidikan Islam adalah hal-hal yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan dalam upaya membentuk pribadi yang utama, shalih dan
bertakwa secara lahir dan batin.
6. Aktivitas : Keaktifan, kegiatan, kerja.25
7. Aisyah ra. : Seorang wanita mulia sepanjang zaman yang merupakan istri
tercinta Rasulullah saw. setelah Sayyidah Khadijah ra. Di dalam penelitian
ini penulis mengkaji dan menganalisis nilai-nilai pendidikan Islam dalam
aktivitas Aisyah sebagai pembimbing umat. Penulis tertarik mengambil
tokoh Aisyah adalah karena dirinya dikenal sebagai wanita paling cerdas
di zamannya dan memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh
wanita maupun istri-istri Rasulullah saw. yang lain. Dan semasa hidupnya,
Aisyah telah berkontribusi besar dalam membimbing umat sehingga atas
didikannya lahir banyak Ulama yang menjadi penerus perjuangan dan
dakwah Islam.
H. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari jenisnya, penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan
atau studi pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan
data-data atau bahan-bahan tertulis seperti buku-buku, novel, dan majalah
ilmiah yang berkaitan dengan topik pembahasan yang sedang diangkat
17
sebagai sumber rujukan.26 Penelitian ini terfokus pada bahan pustaka saja
tanpa memerlukan riset lapangan.27 Adapun model penelitian ini berupa
kualitatif yang berbentuk deskriptif karena data yang terkumpul dan
disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.28
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
historis. Historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek,
latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.29 Pendekatan sejarah
dalam pengertiannya yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah
dengan mengaplikasikan jalan pemecahnya dari perspektif historis.30
Penulis menggunakan pendekatan historis karena dalam penelitian
ini penulis memberikan deskripsi dan mencatat peristiwa-peristiwa serta
fakta-fakta yang telah terjadi pada masa lampau mengenai Aisyah dan
aktivitasnya di bidang pengajaran dan pembimbingan terhadap umat
melalui hadits-hadits dan buku-buku terkait biografi dan potret kehidupan
Aisyah. Peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta yang diperoleh kemudian
dikaji, dianalisis, dan diintrepretasikan atas dasar metode ilmiah yang
26Sutrisno Hadi, Metodologi Research..., h. 9.
27Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),
h. 2.
28Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1986), h.
29.
29Taufik Abdullah (ed.), Sejarah dan Masyarakat: Lintas Historis Islam di Indonesia
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h. 105.
18
diteliti untuk mencapai kebenaran-kebenaran dan kesimpulan-kesimpulan
umum yang dapat bermanfaat untuk masa kini hingga masa yang akan
datang.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh.31 Dan sumber data yang penulis gunakan disesuaikan dengan
jenis penelitian dalam skripsi ini, yaitu penelitian pustaka (library
research). Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Sumber primer, adalah data yang menjadi bahan utama dalam
penelitian. Penelitian ini mengkaji tokoh Aisyah ra. Adapun yang
menjadi sumber primer dalam penelitian ini adalah buku-buku
terjemahan dari kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA.
karya As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi. Buku-buku tersebut antara lain,
‘Aisyah RA.: Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman penerjemah Isa
Abdullah dan Nurrahman; Aisyah RA.: The True Beauty penerjemah
Ghozi M.; dan Memoar Aisyah RA.: Istri Kinasih Baginda Rasul SAW.
penerjemah M. Baharun.
b. Sumber data sekunder, adalah data yang menjadi pendukung bahan
utama penelitian. Adapun buku-buku yang menjadi sumber sekunder
31Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka
19
karena memiliki relevansi dengan bahan utama dan dapat memperkuat
hasil penelitian di antaranya adalah, Wanita-Wanita Kebanggaan Islam;
Wanita-Wanita al-Quran: Kisah Nyata Perempuan-Perempuan Hebat
yang Dicatat Abadi dalam Kitab Suci; Keluarga Perempuan Rasulullah:
Biografi Para Ibu, Istri, dan Putri Nabi; Aisyah: The Inspiring Women;
Biografi Aisyah: Sang Ummu Mu’minin; Kisah Kecerdasan Kaum
Perempuan di Era Awal Islam; dan Perempuan Periwayat Hadis.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data. Pekerjaan pengumpulan data bagi
penelitian kualitatif harus langsung diikuti dengan pekerjaan menuliskan,
mengedit, mengklasifikasikan, mereduksi, dan menyajikan. Atau dengan
sederhana memilih dan meringkaskan dokumen-dokumen yang relevan.32
Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka
dan dokumentasi.
a. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan
menelaah buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan
yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.33 Sehingga
disini penulis mengumpulkan berbagai data atau informasi dan materi
32Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif..., h. 30.
20
yang bersumber pada kepustakaan yang berhubungan dengan Sayyidah
Aisyah ra. dan nilai-nilai pendidikan Islam.
b. Dokumentasi
Dokumentasi asal katanya adalah dokumen yang artinya
barang-barang tertulis. Dokumentasi juga berarti mencari data mengenai
hal-hal atau variabel34 yang berkaitan dengan penelitian. Sehingga dalam
dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui penggalan
tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang
berhubungan dengan pembahasan dalam penelitian, yaitu tentang
Sayyidah Aisyah ra. dan nilai-nilai pendidikan Islam.
5. Teknik Analisis Data
Analisa data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil studi pustaka dan dokumentasi untuk meningkatkan
pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya
sebagai temuan bagi orang lain.35
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis isi
(content analysis). Content analysis merupakan teknik penelitian untuk
21
membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan
memperhatikan konteksnya.36
Setelah data berhasil terkumpul, tahap selanjutnya adalah
menganalisis data. Analisis data adalah proses penyusunan data agar dapat
ditafsirkan. Dan analisis kualitatif berarti berupa kata-kata bukan
rangkaian angka. Adapun metode analisis data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Deduksi, yaitu proses berpikir yang bergerak dari pernyataan umum
menuju pernyataan yang khusus dengan penerapan kaidah-kaidah
logika atau membuat kesimpulan dengan mengajukan
pernyataan-pernyataan yang bersifat umum terlebih dahulu.
b. Induksi, yaitu berangkat dari faktor-faktor yang khusus, peristiwa yang
konkrit, kemudian ditarik generalisasinya dari peristiwa-peristiwa
tersebut ke hal-hal yang bersifat umum.37 Atau membuat kesimpulan
bukan dari pernyataan-penyataan yang umum melainkan dari hal-hal
yang khusus.38
c. Intrepretasi, adalah pencarian pengertian yang lebih luas tentang data
yang di analisis. Atau dengan kata lain, intrepretasi merupakan
penjelasan yang terinci tentang arti yang sebenarnya dari data yang
36Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001),
h. 173.
22
telah di analisis dan di paparkan. Dengan demikian, memberikan
intrepretasi dari data berarti memberikan arti yang lebih luas dari data
penelitian.39
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai skripsi dengan
judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah RA. sebagai
Pembimbing Umat (Studi Terjemah Kitab Sîrah As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil
Mu’minîn RA.)” ini, maka penulis mencantumkan sistematika pembahasan
sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan. Pada bagian ini berisi gambaran
umum pembahasan dalam penelitian ini yang meliputi latar belakang, batasan
dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian
terdahulu, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua kajian pustaka. Dalam bab ini membahas secara teoritis
mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang meliputi tinjauan tentang nilai,
tinjauan tentang pendidikan Islam, dan tinjauan tentang nilai-nilai pendidikan
Islam.
Bab ketiga memuat deskripsi dari isi buku-buku terjemah kitab Sîrah
As-Sayyidah ‘Âisyah Ummil Mu’minîn RA. yang meliputi biografi penulis
39M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Jakarta:
23
kitab, gambaran umum isi kitab, selanjutnya mengenai biografi Sayyidah
Aisyah ra. dan aktivitasnya sebagai pembimbing umat sepeninggal Rasulullah
saw.
Bab keempat adalah membahas tentang hasil penelitian atau analisis
mengenai nilai-nilai pendidikan Islam dalam aktivitas Aisyah ra. sebagai
pembimbing umat.
Bab kelima adalah penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan hasil
penelitian, saran-saran, dan kata penutup. Setelah bab terakhir ini, penulis
akan menyajikan daftar pustaka sebagai kejelasan referensi skripsi, serta
semua lampiran-lampiran yang berhubungan dengan perjalanan penelitian ini.
Demikian sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan penelitian
ini.
24 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Nilai
1. Pengertian Nilai
Dalam bahasa Inggris nilai adalah “value”, yaitu sesuatu yang
berharga bagi kehidupan manusia.1 Jika merujuk pada Kamus Bahasa
Indonesia, nilai juga memiliki arti sifat atau hal-hal yang berguna bagi
kemanusiaan.2 Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon
penghargaan.3
Beberapa ahli memberikan definisi tentang nilai sebagaimana
berikut:
Menurut Richard Eyre dan Linda bahwa nilai yang benar dan
diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku
dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan dan orang
lain.4
Perspektif yang berbeda diberikan oleh Sidi Galza sebagaimana yang
dikutip oleh Chabib Toha mengartikan nilai adalah sesuatu yang bersifat
abstrak, ia ideal, nilai benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan
1St. Vembrianto, et al., Kamus Pendidikan..., h. 43. 2W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa..., h. 677.
3Titus MS, et al., Persoalan-Persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 122. 4Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT.
25
benar atau salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan
penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.5
Sedangkan menurut Djahiri yang dikutip oleh Gunawan mengatakan
nilai adalah suatu jenis kepercayaan, yang letaknya berpusat pada sistem
kepercayan seseorang, tentang bagaimana seseorang sepatutnya atau tidak
sepatutnya dalam melakukan sesuatu, atau tentang apa yang berharga atau
tidak berharga untuk dicapai.6
Dari uraian diatas, maka nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang
dianggap baik, berguna atau penting, dijadikan sebagai acuan dan
melambangkan kualitas yang kemudian diberi bobot baik oleh individu
maupun kelompok. Dapat disimpulkan pula bahwa nilai merupakan
sesuatu yang memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang.
2. Macam-macam Nilai
Macam atau bentuk nilai sangat banyak dan kompleks, karena nilai
dapat dilihat dari bebagai sudut pandang. Pengklasifikasiannya
bermacam-macam, diantaranya:
a. Dilihat dari segi komponen utama agama Islam sekaligus sebagai nilai
tertinggi dari ajaran agama Islam, para ulama membagi nilai menjadi
tiga bagian, yaitu: Nilai Keimanan (Aqidah), Nilai Ibadah (Syari’ah),
dan Akhlak. Penggolongan ini didasarkan pada penjelasan Nabi
5M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan..., h. 61.
6Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta,
26
Muhammad saw. kepada Malaikat Jibril mengenai arti Iman, Islam, dan
Ihsan yang esensinya sama dengan Akidah, Syari’ah dan Akhlak.
b. Jika dilihat dari sumbernya, nilai diklasifikasikan menjadi dua macam,
yaitu Nilai Ilahiyah dan Nilai Insaniyah. Nilai Ilahiyah merupakan nilai
yang lahir dari keyakinan (belief), berupa petunjuk dari supernatural
atau Tuhan.7 Dan kemudian Noeng Muhajir membagi Nilai Ilahiyah
atas tiga hal, yaitu nilai keimanan (aqidah), nilai ubudiyah, dan nilai
muamalah.8 Sedangkan Nilai Insaniyah merupakan produk budaya,
yakni nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik secara individu
maupun kelompok.9 Terdiri dari nilai etika, nilai sosial, dan nilai
estetika.
c. Kemudian dalam analisis teori nilai dibedakan menjadi dua jenis nilai
pendidikan yaitu,
1) Nilai Ekstrinsik, adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau
sarana untuk sesuatu hal lainnya, maksudnya untuk membantu
mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain, yaitu nilai yang dianggap
baik karena bernilai untuk sesuatu yang lain.10 Contohnya adalah
puisi. Bentuk puisi yang terdiri dari bahasa, diksi, baris, sajak, dan
irama itu yang disebut nilai ekstrinsik.
7Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2001), h.
98.
8M. Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan..., h. 60. 9Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam..., h. 99.
10Mohammad Nur Syam, Pendidikan Filsafat dan Dasar Filsafat Pancasila (Surabaya:
27
2) Nilai Intrinsik, adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan.
Pengertian lain adalah nilai yang dianggap baik, tidak untuk sesuatu
yang lain melainkan di dalam dan dirinya sendiri11 (untuk
kepentingan benda itu sendiri). Contohnya adalah pesan puisi yang
ingin disampaikan kepada pembaca melalui puisi itu sendiri disebut
nilai intrinsik.
d. Sedangkan nilai dilihat dari segi sifat, nilai itu dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu,
1) Nilai Subjektif, yaitu nilai yang merupakan reaksi subjek dan objek.
Hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek
tersebut.
2) Nilai Subjektif Rasional (Logis), yaitu nilai-nilai yang merupakan
esensi dari objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal
sehat, seperti nilai kemerdekaan, nilai kesehatan, nilai keselamatan,
badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya.
3) Nilai Objektif Metafisik, yaitu nilai yang ternyata mampu menyusun
kenyataan objektif seperti nilai-nilai agama.
3. Pendekatan dan Strategi Penanaman Nilai
Berbagai nilai yang sudah ada tersebut sangat perlu untuk
ditumbuh-kembangkan semaksimal mungkin. Lebih-lebih dalam kehidupan manusia
saat ini, pada akhir abad 21 yang lebih dikenal dengan era globalisasi yang
28
ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan yang serba cepat dan
kompleks, baik yang menyangkut perubahan norma-norma dan nilai-nilai
maupun struktur yang berkaitan dengan kehidupan manusia.
Seiring perubahan norma-norma dan nilai-nilai tersebut, tak jarang
ditemui adanya perbenturan antar nilai yang terus berkembang di
masyarakat. Sehingga hal ini mengakibatkan terjadinya krisis nilai. Krisis
ini sangat mengganggu harmonisasi masyarakat karena sendi-sendi
normatif dan tradisional mengalami pergeseran yang belum menemukan
pemecahan. Krisis nilai demikian mempunyai ruang lingkup yang
menyentuh masalah kehidupan masyarakat, yaitu menyangkut sikap
menilai sesuatu perbuatan baik dan buruk, moral dan amoral, pantas atau
tak pantas, benar dan tidak benar serta perilaku lainnya yang diukur atas
dasar etika pribadi dan sosial.
Nilai-nilai yang sudah ada hendaknya dibentuk dan diwujudkan
dalam diri masyarakat sehingga akan lebih fungsional dan aktual dalam
perilaku muslim, yakni nilai Islami yang dilandasi moralitas (akhlak) yang
dikehendaki Allah yang harus diwujudkan dalam amal perilaku
hamba-Nya dalam hidup bermasyarakat.12 Sehingga dari sini akan terbebas dari
krisis nilai dan moral.
Untuk membentuk pribadi masyarakat yang memiliki nilai dan moral
yang baik, maka diperlukan yang namanya pendekatan penanaman nilai.
29
Pendekatan penanaman nilai (value inculcation approach) adalah suatu
pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial
dalam diri peserta didik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Pendekatan penanaman nilai ini memiliki dua tujuan, yaitu pertama,
diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh peserta didik, kedua,
berubahnya nilai-nilai peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
sosial yang diharapkan mengarahkan pada perubahan yang lebih baik.
Pendekatan penanaman nilai menurut Ansori terbagi atas dua cara
yang dapat menentukan pada nilai-nilai pendidikan Islam, yaitu:13
a. Pendekatan kajian ilmiah tentang sikap dan tingkah laku orang-orang
muslim, pendekatan semacam ini bermanfaat untuk mengetahui sejauh
mana seorang muslim mengikuti ajaran atau nilai-nilai Islami.
b. Pendekatan yang merujuk pada sumber asli yaitu al-Qur’an dan al
-Hadits. Validitas dari hasil ini sangat jelas, namun masih terbatas
karena tidak semua nilai Islami dapat digali dari kedua sumber tersebut
maka perlu adanya pendukung yang lain, yaitu qiyas dan ijtihad.
B. Tinjauan Tentang Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Definisi pendidikan menurut H. M. Arifin adalah usaha orang
dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian
13M. Chabib Thoha, dkk., Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka
30
serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal
maupun non-formal.14
Menurut Soegarda Poerbakawatja ialah semua perbuatan atau usaha
dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan
dan keterampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik secara jasmani maupun
rohani.15
Adapun Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.16
Dari beberapa pendapat para tokoh pendidikan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk dapat
membantu, melatih, dan mengarahkan seorang peserta didik melalui
transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual dan keagamaan seorang
pendidik agar dapat tercapai tujuan yang dicita-citakan, yaitu kehidupan
yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.
Pendidikan merupakan suatu yang esensial bagi manusia, karena
pendidikan adalah bagian dari proses kehidupan.17 Adapun Azra
14H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),
h. 12.
15Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1981), h. 257. 16Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan..., h. 19.
31
berpendapat bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan sumber
daya manusia untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan
hidupnya secara lebih efektif dan efisien.18 Dan pendapat yang lebih luas
cakupannya datang dari Rupert C. Lodge, ia menyatakan bahwa
pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Dalam pengertian luas ini
kehidupan adalah pendidikan, dan pendidikan adalah kehidupan.19 Dengan
demikian, pendidikan merupakan bagian yang penting yang tidak akan
dapat dipisahkan dari kehidupan yang bertujuan untuk membentuk
manusia seutuhnya, baik dalam segi jasmani maupun rohani, intelektual
maupun spiritual.
Pendidikan jika dikaitkan dengan Islam maka mempunyai makna
tersendiri. Kata Islam yang menjadi imbuhan pada kata pendidikan
menunjukkan warna, model, bentuk dan ciri bagi pendidikan yang
bernuansa Islam atau pendidikan yang Islami. Secara psikologis, kata
tersebut mengindikasikan suatu proses untuk mencapai nilai moral,
sehingga subyek dan obyeknya senantiasa mengkonotasikan kepada
perilaku yang bernilai, dan menjauhi sikap amoral.
Adapun pengertian pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh
para ahli menurut perspektif masing-masing sebagaimana berikut:
18Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009), h. 2.
19Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,
32
a. M. Yusuf al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam
adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan
jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena itu, pendidikan Islam
menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai maupun
perang dan menyiapkannya untuk masyarakat dengan segala kebaikan
dan kejahatannya, manis dan pahitnya.20
b. M. Athiyah al-Abrasyi menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,
mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola
pikirnya teratur rapi, perasaannya halus, profesional dalam bekerja dan
manis tutur sapanya.21
c. Abdurrahman al-Nahlawi mendefinisikan pendidikan Islam adalah
pengembangan pikiran manusia dan penataan tingkah laku serta
emosinya berdasarkan agama Islam, dengan maksud merealisasikan
tujuan Islam di dalam kehidupan individu dan masyarakat, yakni dalam
seluruh lapangan kehidupan.22
d. Adapun menurut Sayid Muhammad al-Naquib al-Attas, pendidikan
Islam ialah pengenalan dan pengalaman yang secara berangsur-angsur
ditanamkan dalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari
20Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, terj. Bustami A.
Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 157.
21Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 36. 22Abdurrahman Nahlawy, Ushul Tarbiyah Islamiyah wa Asalibuha fi Bait wa
33
segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang
tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.23
e. Selanjutnya Endang Saifuddin Anshari memberikan pengertian yang
lebih jelas secara teknis mengenai pendidikan Islam, yakni proses
bimbingan oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa dan raga
obyek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu
tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada
kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan
ajaran Islam.24 Pendapat ini menggambarkan bahwa pendidikan Islam
atau pendidikan yang Islami adalah pendidikan yang seluruh komponen
atau aspeknya harus didasarkan pada ajaran Islam. Komponen atau
aspek pendidikan tersebut adalah visi, misi, tujuan, proses belajar
mengajar, pendidik, peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik,
kurikulum, bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan
lain sebagainya.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses bimbingan atau
usaha untuk mewujudkan manusia ideal (insan kamil) sehingga berhasil
menjawab tantangan dan menjalankan kewajibannya dalam seluruh aspek
23Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam..., h. 36.
24Azumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi menuju Milennium Baru
34
kehidupan baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi dengan
mengimplementasikan syari’at Islam.
Adapun ciri manusia sempurna atau ideal menurut Islam
sebagaimana yang terdapat dalam buku Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam karangan Dr. Ahmad Tafsir adalah:25
a. Memiliki jasmani yang sehat dan kuat serta berketerampilan
b. Memiliki akal yang cerdas serta pandai
c. Memiliki rohani yang berkualitas tinggi (hatinya penuh iman kepada
Allah swt.)
2. Dasar Pendidikan Islam
Dasar dalam bahasa Arab adalah “asas” sedangkan dalam bahasa
Inggris adalah “foundation”, sedangkan dalam bahasa Latin adalah
“fundametum”, secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal
segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan).26
Dasar atau landasan yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam
harus merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat
menghantarkan pada tujuan yang dicita-citakan. Dasar pendidikan Islam
mempunyai dua segi, yaitu dasar ideal dan dasar operasional.
Dr. Said Ismail Ali berpendapat bahwa dasar ideal pendidikan Islam
terdiri atas enam macam, yaitu:
25Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif..., h. 46.
26Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
35
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber atau dasar pendidikan Islam yang
utama. Al-Qur’an adalah firman Allah swt. yang diturunkan kepada
Rasul-Nya, Muhammad bin ‘Abdullah melalui perantaraan malaikat
Jibril, yang disampaikan kepada generasi berikutnya secara mutawattir
(berangsur-angsur), dianggap ibadah bagi orang yang membacanya,
dimulai dengan surat al-Fâtihah dan diakhiri dengan surat an-Nâs.27
Keutamaan al-Qur’an sebagai sumber dapat dilihat dalam
kandungan firman Allah swt. berikut:
ذ
ِكْلا َكِل
َبْيَر َل ُباَت
ۛ
ْيِف
ِه
ۛ
َِْْقّتُمْلِّل ىًدُ
۵
“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 2)
Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah menyatakan,
al-Qur’an dijadikan sumber yang pertama dan utama karena al-Qur’an di
dalamnya berisi beberapa keistimewaan dalam usaha pendidikan
manusia, di antaranya: (1) menghormati akal manusia, (2) bimbingan
ilmiah, (3) tidak menentang fitrah manusia, (4) penggunaan cerita-cerita
(kisah-kisah) untuk tujuan pendidikan, dan (5) memelihara
keperluan-keperluan sosial.28
27Abd al-Wahhab al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih (Mesir: al-Ma’arif, 1968), h. 60.
28Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali Tradisi
36
Selanjutnya alasan al-Qur’an dijadikan sumber utama karena
memuat tentang: 29 Pertama, sejarah pendidikan Islam. Kedua,
nilai-nilai formatif pendidikan Islam yang meliputi tiga pilar: (1) i’tiqodiah,
yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti percaya kepada
rukun iman yang betujuan untuk menata kepercayaan individu (2)
khuluqiah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan
untuk membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri
dengan perilaku yang terpuji (3) amaliah, yang berkaitan dengan
tingkah laku sehari-hari baik yang berhubungan dengan ibadah
(memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya, seperti sholat,
zakat, haji, yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah), dan
yang berkaitan dengan mu’amalah (hubungan antar manusia, baik
secara individual maupun institusional).
Al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam
hanyalah memuat prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Adapun sebagian
ayatnya yang menguraikan prinsip-prinsip dasar tersebut secara rinci
merupakan contoh dan petunjuk bahwa seluruh isi kandungan al-Qur’an
masih perlu dijelaskan. Penjelasan al-Qur’an dapat dijumpai dalam
Sunnah Rasul. Sunnah Rasul merupakan cermin dari segala tingkah
laku Rasulullah saw. yang harus diteladani. Inilah salah satu alat
29Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Perdana
37
pendidikan yang paling efektif dalam pembentukan pribadi. Karena
keglobalan al-Qur’an tidak dapat diuraikan kecuali melalui Sunnah
Rasul, maka sumber kedua setelah al-Qur’an adalah Sunnah Rasul
tersebut.30
b. As-Sunnah
Dalam konteks pendidikan, sunnah mempunyai dua fungsi yaitu
menjelaskan metode pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an
secara konkrit dan penjelasan yang belum dijelaskan dalam al-Qur’an,
menjelaskan metode pendidikan yang telah dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw. dalam kehidupan keseharian serta cara beliau
menanamkan keimanan.31 Allah menjelaskan bagaimana kesempurnaan
akhlak Nabi Muhammad saw. melalui firman-Nya:
َلَعَل َكّنِإَو
ْيِظَع ٍقُلُخ ى
ٍم
٤
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi
pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam [68]: 4)
Dan perintah secara langsung dari Allah untuk mentaati
Rasulullah saw. sebagaimana dalam firman Allah swt. berikut:
ْوُسّرلا ُمُكاَتآ اَمَو
ْوُذُخَف ُل
ْوُهَ تْ ناَف ُهََْع ْمُكاَهَ ن اَمَو ُه
اوُقّ تاَو ا
َه
ّنِإ
َه
ْيِدَش
ِباَقِعْلا ُد
۷
30Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 1998), h. 131.
38
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.” (QS. al-Hasyr [59]: 7)
Dengan demikian, sunnah menduduki posisi yang penting dan
menjadi dasar atau landasan utama kedua dalam pendidikan Islam.
Karena akhlak Nabi Muhammad saw. merupakan akhlak yang
sempurna dan apa yang datang dari beliau wajib ditaati oleh setiap
pengikutnya hingga akhir zaman.
c. Pendapat Sahabat Nabi (Madzhab Shahabi)
Sahabat adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi saw.
dalam keadaan beriman kepadanya dan mati dalam keadaan beragama
Islam.32 Para sahabat mempunyai karakteristik unik, antara lain: (1)
tradisi yang dilakukan sahabat secara konseptual tidak terpisah dengan
Sunnah Nabi Muhammad saw. (2) kandungan yang khusus dan aktual
tradisi sahabat sebagian besar produk sendiri (3) unsur kreatif dan
kandungan merupakan ijtihad personal yang telah mengalami
kristalisasi dalam ijma’ yang disebut madzhab shahabi. Ijtihad di sini
tidak terpisah dari petunjuk Nabi Muhammad saw. (4) praktik amaliah
sahabat identik dengan ijma’.33
Adapun upaya yang telah dilakukan sahabat Nabi dalam bidang
pendidikan Islam sangat menentukan perkembangan pemikiran
32Agung Danarta, Perempuan Periwayat Hadis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.
117.
39
pendidikan dewasa ini. Sebagai contoh upaya yang dilakukan oleh
Sayyidina Abu Bakar dengan membukukan al-Qur’an yang digunakan
sebagai sumber pendidikan Islam, kemudian dilanjutkan oleh Sayyidina
Umar bin Khaththab yang banyak melakukan reaktualisasi ajaran Islam.
Kemudian tindakan tersebut disempurnakan lagi oleh Sayyidina
Utsman bin Affan dengan upaya melakukan sistematisasi terhadap
al-Qur’an berupa kodifikasi al-Qur’an. Setelah itu disusul pada masa
Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan merumuskan konsep-konsep
ke-tarbiyah-an, misalnya merumuskan etika anak didik kepada
pendidiknya atau sebaliknya.34
d. Kemaslahatan (Mashalih al-Mursalah)
Mashalih al-Mursalah adalah menetapkan undang-undang,
peraturan dan hukum tentang pendidikan dalam hal-hal yang sama
sekali tidak disebutkan dalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan
hidup bersama, dengan bersendikan asas menarik kemaslahatan dan
menolak kemudharatan. Para ahli pendidikan menentukan peraturan
pendidikan Islam sesuai dengan kondisi lingkungan di mana ia berada.
Ketentuan yang dicetuskan berdasarkan Mashalih al-Mursalah paling
tidak memenuhi kriteria: (1) apa yang dicetuskan benar-benar
membawa kemaslahatan dan menolak kerusakan setelah melalui
tahapan observasi dan analisis, misalnya pembuatan tanda tamat
40
(ijazah) dengan foto pemiliknya (2) kemaslahatan yang diambil
merupakan kemaslahatan yang bersifat universal, yang mencakup
seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya diskriminasi (3) keputusan
yang diambil tidak bertentangan dengan nilai dasar al-Qur’an dan as
-Sunnah.35
e. Adat Kebiasaan Masyarakat(‘Urf)
Terdapat salah satu kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
ُةَداَعْلا
ٌةَمّكَُُ
“Kebiasaan (dapat) menjadi dasar hukum.”
Tradisi (‘urf)adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan
maupun perbuatan yang dilakukan secara continue dan seakan-akan
merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa manusia merasa tenang
dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima oleh
tabiat<