• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN

FIQH SIYA<SAH

TERHADAP MAHKAMAH PARTAI

POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL

PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011

TENTANG PARTAI POLITIK

SKRIPSI

Oleh:

Ija Khilmi Ghoniyyah NIM. C03211041

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Siyasah Jinayah

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian pustaka (library resech) dengan judul

“Tinjauan Fiqh Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang

Partai Politik” . Adapun penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang: 1) Bagaimana mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang partai politik?. 2) Bagaimana analisis Fiqh Siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai?

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis yaitu dengan mengkaji dan menganalisis terhadap sumber-sumber tertulis, baik berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan konflik internal ataupun buku-buku kepustakaan yang membahas dan mengkaji seputar penyelesaian konflik internal partai. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai, serta buku-buku yang mengkaji dan membahas tentang penyelesaian konflik internal menurut undang-undang partai politik dan fiqh siya<sah.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam pasal 32 UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik disebutkan secara prosedural, jika terjadi perselisihan internal dalam partai politik, maka diselesaikan melalui jalur internal partai politik sesuai AD/ART partai tersebut, yang dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik. Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan merupakan upaya penyelesaian akhir apabila penyelesaian melalui jalur mahkamah partai politik mengalami kebuntuan atau tidak ada penyelesaian yang memuaskan bagi para pihak yang bersengketa. Dalam penyelesaian melalui jalur pengadilan mengisyaratkan bahwa hasil penyelesaian berupa putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, hanya dapat diajukan kasasi

kepada Mahkamah Agung. Sedangkan dalam Fiqh Siya<sah mahkamah partai

politik disepadankan dengan majelis syura yang mana dalam surah Ali-Imran

ayat 159, surah Al-Baqarah ayat 233 dan Asy-Syura ayat 38, dijelaskan secara terang-terangan adanya musyawarah. Sedangkan bagaimana cara melakukan musyawarah, Allah tidak menentukan secara rinci. Hanya diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Dalam hal ini melakukan musyarawah diperbolehkan secara berkala pada periode tertentu atau jangka waktu tertentu yang disepakati bersama.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 11

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Kajian Pustaka ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 16

G. Definisi Operasional ... 16

H. Metode Penelitian ... 17

I. Sistematika Pembahasan ... 21

BAB II MAHKAMAH PARTAI POLITIK DITINJAU DARI FIQH SIYA<SAH A. Prinsip Majelis Syura 1. Pengertian Majelis Syura ... 23

(7)

3. Syarat-Syarat Pelaku Majelis Syura ... 31 4. Fungsi dan Sistem Majelis Syura ... 32

B. Syura Dalam Perjalanan Sejarah

1. Pada Masa Rasulullah ... 34 2. Pada Masa al-Khulafa’ al-Rasyidin ... 41

BAB III PERAN DAN FUNGSI MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM

MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK

A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang No 2 Tahun

2011 Tentang Partai Politik ... 47

B. Peran Dan Fungsi Mahkamah Partai Politik Menurut

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik ... 50

C. Prosedur Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik ... 55

BAB IV ANALISIS FIQH SIYA<SAH TERHADAP MAHKAMAH PARTAI

POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK

A. Analisis Terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam

Menyelesaikan Konflik Internal Partai Menurut

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik ... 61

B. Analisis Fiqh Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik

(8)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 72

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, munculnya partai-partai politik tidak lepas dari

adanya iklim kebebasan yang luas pada masyarakat pasca pemerintahan

kolonial Belanda. Kebebasan demikian memberikan ruang kepada

masyarakat untuk membentuk sebuah organisasi, termasuk partai politik.

Selain itu, lahirnya partai politik di Indonesia juga tidak terlepas dari

peran gerakan-gerakan, yang tidak saja dimaksudkan untuk memperoleh

kebebasan yang lebih luas dari pemerintahan kolonial Belanda, juga

menuntut adanya kemerdekaan. Hal ini bisa kita lihat dengan lahirnya

partai-partai sebelum kemerdekaan.1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

sebagai konstitusi negara Indonesia, telah memberikan jaminan yang tegas

dalam hal kemerdekaan untuk berserikat. Pasal 28 E ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “

setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat”.2 Ketentuan dalam pasal 28 E ayat (3) itu mengandung jaminan

kemerdekaan berserikat yang lebih tegas dibandingkan dengan ketentuan

pada pasal 28 yang berasal dari rumusan Undang-Undang Dasar Negara

1

Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru”, (Jakarta: Kencana, 2010), 60.

2

(10)

2

Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan. Sebagai bentuk

pengaturan lebih lanjut dari ketentuan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai jaminan kemerdekaan berserikat,

maka dibentuklah beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur

masalah partai politik, telah ada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Jo

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

Sesuai Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang partai politik

menyatakan dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :3

“Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Repubik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Politik adalah cara untuk mencapai sebuah kekuasaan, dan untuk

mencapai suatu kekuasaan bisa dengan cara salah satunya yaitu melalui

partai politik namun partai politik berbeda dengan organisasi lainnya. Di

negara yang demokratis yang otoritarian partai politik berbeda dengan

asosiasi-asosiasi politik lainnya yang ada, karena partai politik adalah

organisasi yang berhubungan dengan kekuasaan melalui cara pemilihan yang

demokratis.4

3

Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, 2. 4

(11)

3

Menurut Miriam Budiardjo5 politik adalah suatu kelompok yang

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan

cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh

kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional

untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.

Partai politik merupakan salah satu aspek penting di dalam ilmu

hukum tata negara. Bila berbicara mengenai partai politik, berarti akan

membicarakan mengenai partisipasi rakyat, terdapat dua hal, Pertama:

partisipasi rakyat dalam menentukan arah kebijakan negara, Kedua:

partisipasi rakyat dalam membuat peraturan perundang-undangan. Oleh

karena itu mengenai partai politik akan terkait dengan studi mengenai

pemilihan umum dan konsep negara hukum.6

Peran partai politik di dalam kehidupan bernegara semakin menonjol

kebijakan-kebijakannya, baik pembuatan undang-undang di Dewan

Perwakilan maupun oleh Presiden dalam mengeluarkan peraturan

pelaksanaan undang-undang, banyak mendengar masukan dari partai politik.

Begitupun juga dalam melaksanakan pemilihan umum yang pertama di era

reformasi pada tanggal 7 Juni 1999, peranan partai politik sangat sentral dan

strategis. Pelaksanaan pemilihan umum tahun 1999 adalah Komisi Pemilihan

Umum yang beranggotakan dari unsur-unsur partai politik yang ikut di

dalam pemilihan Umum 1999. Selain pelaksana pemilihan umum 1999,

5

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1991),160. 6

(12)

4

Komisi Pemilihan Umum juga yang membuat regulasi Pemilihan Umum

1999, penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Periode 1999-2004,

Golongan dan utusan Daerah untuk Anggota majelis Permusyawaratan

Rakyat periode Tahun 1999-2004.7

Partai-partai politik kemudian bangkit dan tumbuh pesat pada tahun

1998 dan awal tahun 1999. Kelompok-kelompok yang sebelumnya harus

bergabung ke dalam partai tertentu akhirnya bisa melepaskan diri dan

mendirikan partai sendiri-sendiri. Perubahan undang-undang tersebut

menyebabkan banyaknya muncul partai-partai baru, baik yang beraliran

nasionalis maupun yang beraliran agama.8

Lahirnya partai-partai baru menjadi pelengkap demokrasi di

Indonesia, sejak runtuhnya kekuasaan orde baru yang dikenal sebagai zaman

kekuasaan Golkar. Partai-partai baru mulai bermunculan dan meramaikan

persaingan politik di Indonesia. Dengan adanya Undang-Undang No. 31

Tahun 2002 yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang

No. 2 Tahun 2008 yang kini disempurnakan lagi menjadi Undang-Undang

No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik memungkinkan lahirnya

partai-partai baru dalam peraturan kepartai-partaian di Indonesia.

Pembentukan Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang perubahan

Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik paham sekali

terhadap menyelesaikan sengketa partai politik, terutama sengketa

7

Ramly Hutabarat, Politik Hukum Pemerintahan Soeharto Tentang Demokrasi Politik Di Indonesia, (Jakarta: Pusat Study Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2004), 197.

8

(13)

5

kepengurusan, itulah sebabnya dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2011

Tentang Partai Politik terbentuk mahkamah partai politik yang bertugas

untuk menyelesaikan sengketa yang berada di tubuh suatu partai politik.

Mekanisme menyelesaikan konflik sebelum terbentuknya mahkamah partai

dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Apabila dengan cara

musyawarah tidak tercapai, tersedia dua pilihan untuk menyelesaiakan

melalui pangadilan dan luar pengadilan.

Terkait penyelesaian sengketa internal, terbentuknya mahkamah

partai politik sebagai badan peradilan internal menimbulkan suatu

pertanyaan, mengenai kedudukan mahkamah partai itu sendiri, kedudukan

putusan yang dihasilkan dan kekuatan hukum yang mengikuti hasil putusan

mahkamah partai dalam menyelesaikan sengketa internal partai politik.

Dalam hal ini Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang No 2 Tahun 2011

Tentang Partai Politik, yang menjelaskan tentang mahkamah partai yang

berbunyi sebagai berikut “Menyelesaikan perselisihan internal Partai Politik

dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang

dibentuk oleh Partai Politik”.

Undang-Undang Partai Politik mengamanatkan perselisihan partai

Politik tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme interen

partai berdasarkan AD (Anggaran Dasar) atau ART (Anggaran Rumah

Tangga) suatu partai. Undang-Undang Partai Politik juga menjelaskan

apabila terjadi konflik internal dalam partai, cara menyelesaikannya melalui

(14)

6

susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain sebagaimana

disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian Hukum dan

HAM.9

Bersamaan dengan semakin berperannya partai politik dalam

kehidupan Negara yang demokratis, timbul konflik-konflik di dalam tubuh

partai politik, salah satunya konflik partai politik yang menarik perhatian

masayarakat adalah perpecahan di tubuh partai golongan karya (Golkar)

yang mana terdapat dua kubu antara kubu Aburizal Bakrie sebagai pimpinan

terpilih versi Munas Bali dan Agung Laksono sebagai pimpinan terpilih versi

Munas Jakarta (Ancol). yang mana dari dua kubu tersebut mengklaim atas

keabsahan hasil Munas masing-masing. Kemudian pada tanggal 3 Maret

2015 Polemik internal dalam tubuh partai Golkar terkait dengan adanya

dualisme kepengurusan di tingkat DPP, yang sebelumnya telah diajukan ke

Pengadilan Negeri Jakarta Barat oleh Abu Rizal Bakrie dengan nomor

perkara 8/pdt.sus-parpol/2019/PN Jakarta Barat Tahun 2015 dan ditolak

gugatannya oleh pengadilan.10 Pada akhirnya mahkamah partai Gokar

memutuskan dengan menyatakan bahwa: kepengurusan hasil Munas

Jakartalah yang diakui keabsahannya dengan beberapa pertimbangan yang

terdapat didalamnya, namun demikian pihak-pihak yang dimenangkan oleh

9

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, 9. 10

(15)

7

mahkamah partai politik Golkar harus tetap mengakomodir kepengurusan

hasil Munas Bali.11

Mahkamah partai dalam partai politik Islam disepadankan dengan

majelis syura dimana berfungsi sebagai majelis tertinggi untuk

menyelesaikan konflik suatu partai dengan cara musyawarah. Secara bahasa

majelis syura adalah tempat bermusyawarah. adapun menurut istilah adalah

lembaga permusyawaratan atau badan yang di tugasi untuk memperjuangkan

kepentingan rakyat melalui musyawarah. Kata musyawarah dalam realitanya

lebih luas maknanya daripada demokrasi, sebab demokrasi terkadang hanya

dalam bentuk parlementer, sedangkan musyawarah adalah metode hidup

dalam setiap lembaga pemerintahan, mulai dari penguasa sampai rakyat

biasa.12

Didalam majelis syura terdapat orang-orang yang memiliki kearifan

dan kecerdasan di dalam mengatur kemaslahatan kemasyarakatan, serta

mampu menyelesaikan masalah-masalah pertahanan dan ketahanan, serta

masalah-masalah kemasyarakatan dan politik.13 Penulis Tafsir Al-manar14

menyebutkan bahwa musyawarah adalah metode mereka (para pemimpin)

dalam menetapkan hukum pada perkara yang menyangkut kemaslahatan

11

http://beritatotabuan.com/2015/03/putusan-mahkamah-partai-golkar-menangkan-hasil-munas-ancol, diakses 20 September pukul 20.00 WIB.

12

Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, Cet-1 (Jakarta: Amzah, 2005), 52. 13

Djazuli, Fiqih Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah, Cet ke-3 (Jakarta : Kencana, 2003), 75.

14

(16)

8

umum yang sangat diharapkan oleh rakyat. Inilah yang disinggung dalam

firman Allah surat Al Imran ayat 159 sebagai berikut :

اَمِبَف

ةَمَْر

َنِم

ِهّللا

َتمنِل

ممََُ

موَلَو

َتمنُك

اّظَف

َظيِلَغ

ِبملَقملا

اوّضَفم نا

منِم

َكِلموَح

ُفمعاَف

ممُهم نَع

مرِفمغَ تمساَو

ممََُ

ممُمرِواَشَو

ِف

ِرممأا

اَذِإَف

َتممَزَع

ملّكَوَ تَ ف

ىَلَع

ِهّللا

ّنِإ

َهّللا

ّبُُِ

َيِلّكَوَ تُمملا

Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Surah Al Imran : 159).15

Dari ayat di atas mempunyai suatu petunjuk yang mana dari

sepenggal kalimat رماا ىف مهرواشو adalah perintah, sekalipun ditunjukan

kepada Rasullah saw tetapi perintah itu juga ditunjukan kepada pemimpin

tertinggi negara Islam di setiap masa dan tempat, yakni wajib melakukan

musyawarah dengan rakyat dalam segala perkara umum dan menetapkan hak

partisipasi politik bagi rakyat di negara muslim sebagai salah satu hak dari

hak-hak Allah yang tidak boleh dihilangkan.16

Ayat diatas sangat selaras dengan perjalanan sejarah masa hidup

Rasullah saw, belum diatur majelis-majelis perwakilan seperti yang ada di

negara-negara sekarang ini, dan mempunyai anggota tertentu dan terbatas,

bersidang pada tiap-tiap waktu yang ditentukan dan seterusnya mempunyai

peraturan-peraturan yang lengkap. Bahkan peraturan-peraturan itu di setiap

15

Deprtemen Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemah, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia, 2012), 71.

16

(17)

9

negara tidak sama, tetapi pada praktiknya telah beliau kerjakan, guna

menjadi kaidah syari’iyah untuk umat kemudian. Bukankan agama Islam itu

untuk segala bangsa, maka perlu disesuaikan dengan tiap-tiap tempat dan

diselaraskan dengan segala masa, sedangkan keadaan masyarakat dan

pergaulan disuatu tempat atau disuatu masa sering berbeda dari

tempat-tempat atau masa-masa yang lain.17

Dengan petunjuk ayat tersebut Nabi juga membudayakan

musyawarah dikalangan sahabatnya, di dalam musyawarah terkadang beliau

hanya bermusyawarah dengan sebagian sahabat yang ahli dan cendikiawan

dan terkadang hanya meminta pendapat dari salah seorang diantara mereka.

Tapi bila masalahnya penting dan berdampak luas bagi kehidupan sosial

masyarakat beliau menyampaikannya dalam pertemuan yang lebih besar

yang mewakili semua golongan. Adapun contoh praktik musyawarah yang

dilakukan Nabi diantaranya adalah:

1. Berita bohong tentang adanya anggapan perselingkuhan aisyah istri

Nabi dengan Shafwan bin Mu’tal, seketika itu Nabi segera mengadakan

musyawarah dengan para sahabat-sahabatnya. Salah satu dari sahabat

berpendapat bahwa agar nabi menunggu wahyu, karena boleh jadi Allah

akan mewujudkan sesutua yang baru dalam masalah tersebut.18 Setelah

kejadian itu maka turunlah wahyu surat An-Nur ayat 11 dengan

menyatakan kebersihan Aisyah binti Abu Bakar.

17

Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam...,86. 18

(18)

10

2. Menghadapai penyerangan musuh dalam perang yang dikenal dengan

persekutuan (perang ahzab, tahun kelima setelah hijrah) dalam

musyawarahnya Nabi mengikuti usulan Salman al-Farisi yang mana

strategi beliau adalah menghalau musuh dari dalam kota. Tapi sekeliling

kota dibuat parit, yang karena itulah perang ini disebut dengan perang

parit (khandak).

Tidak berhenti pada masa Rasulullah saja, musyawarah juga

dilakukan pada masa al-khulafa’al-Rasyidun yang mana pada masa Abu

Bakar tombak kepemimpinan setelah Nabi Wafat dilakukan dengan cara

musyawarah sejumlah tokoh muhajirin dan anshar di balai kota Bani

Sa’idah. Dengan semangat ukhuwah islamiyah yang tinggi Abu Bakar lah

yang terpilih menjadi pemimpin umat Islam.

Setelah Abu Bakar wafat tombak kepemimpinan Islam berada di

tangan Umar bin Khatab, beliau dipilih menjadi khalifah lewat penunjukan

atau wasiat pendahulunya setelah sebelumnya dikonsultasikan secara

tertutup kepada beberapa tokoh kunci dan selanjutnya mendapatkan

persetujuan mereka dan masyarakat umum lewat bai’at.19 Sepuluh tahun

sudah masa jabatan Umar bin Khatab berakhir dengan akibat luka berat

tikaman seorang persia yang bernama Abu Lu’luah. Dengan kejadian

sepertini maka pemilihan khalifah selanjutnya dilakukan dengan cara yang

berbeda dari khalifah sebelumnya, tetapi tidak meninggalkan sistem

musyarawah. Khalifah yang terakhir adalah Ali bin Abi Thalib yang mana

19Joesoef Sou’yb,

(19)

11

beliau dipilih dengan sistem bai’at. Dengan demikian mulai dari masa Abu

Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode khilafa’ur Rasyidin, sedangkan

para khalifahnya disebut al-khulafa’al-Rasyidun (kahlifah-khalifah yang

mendapat petunjuk).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan kajian mengenai hal tersebut, untuk dijadikan sebuah kajian

dalam skripsi. Untuk itu agar dapat komprehensip pembahasan dalam skripsi

ini, maka penulis membuat judul kajian: “Tinjauan Fiqh siya<sah Terhadap

Mahkamah Partai Dalam Menyelesaikan Konflik Internal Partai Politik

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik”.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

diambil beberapa identifikasi masalah yang terkandung di dalam

pembahasan karya ilmiah ini. Maka penulis mengidentifikasikan masalah

sebagai berikut:

1. Mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai

politik menurut undang-undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

2. Cara atau prosedur mahkamah partai dalam menyelesaikan konflik

internal partai.

(20)

12

4. Analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai dalam menyelesaikan

konflik internal partai politik menurut undang-undang No 2 Tahun 2011

Tentang Partai Politik.

5. Kedudukan mahkamah partai dalam menyelesaikan konflik internal.

6. Manfaat adanya mahkamah partai menurut undang-undang No 2 Tahun

2011 Tentang Partai Politik.

Karena luasnya permasalahan, maka ditetapkan batasan masalah yang

perlu untuk dikaji.

1. Mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai

menurut undang-undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

2. Analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam

menyelesaikan konflik internal partai.

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi dan batasan masalah di atas, maka dapat dipahami

bahwa masalah pokok yang akan dibahas oleh penulis yaitu:

1. Bagaimana Mahkamah Partai Politik dalam menyelesaikan konflik

internal partai menurut undang-undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai

Politik?

2. Bagaimana analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam

(21)

13

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas atau penelitian yang sudah

pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas

bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak ada pengulangan atau duplikasi

dari kajian atau penelitian tersebut.20 Dengan demikian kajian pustaka

meliputi pengidentifikasian secara sistematis yang berkaitan dengan masalah

penelitian.21

Penelitian yang berjudul tinjauan fiqh siya<sah terhadap mahkamah

partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut

undang-undang no 2 tahun 2011 tentang partai politik, secara khusus belum pernah

ada dipenelitian sebelumnya. Namun, secara umum terdapat penelitian

tentang konflik internal serta menyelesaikannya dalam bentuk karya tulis

sebelumnya. Adapun skripsi yang membahas tentang konflik internal adalah:

“Konflik Internal Partai Kebangkitan Bangsa Di Kabupaten

Karawang: Sumber Dan Dampak Konflik Pada Pemilu 2009”, dalam bentuk

karya tulis ilmiah, berupa skripsi dengan nama Bambang, persoalan yang

termuat dalam rumusan masalah yaitu apa yang menyebabkan tejadinya

perpecahan konflik di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kabupaten

Karawang, seperti apa faksionalisme politik yang terbentuk akibat konflik

tersebut, serta dampak dan pengaruh bagi warga nahdliyin di Karawang.

20

Tim Penyusun Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014), 8.

21

(22)

14

Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penyebab ternyadinya

konflik yang berada di tubuh DPC partai kebangkitan bangsa di Karawang

adalah sama seperti partai-partai lainnya yaitu perpecahan kepengurusan,

antara pengurus dan anggota DPC dan warga nahdliyin yang sudah merusak

dan memecah belah menjadikan dua kepengurusan atau dua kekuatan antara

golongan muda dan golongan tua. Sedangkan dampak yang dialami warga

nahdliyin yaitu ketika awal lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa, warga

nahdliyin Karawang sangat bersyukur sekali karena selama bertahun-tahun

tidak ada partai yang bisa sepenuhnya menyalurkan aspirasi warga nahdliyin

dan kegiatan warga nahdliyin bersifat sosial dan politik berjalan dengan baik

antara pengurun DPC PKB dan warga nahdliyin namun setelah terjadi

konflik warga nahdliyin pecah, putus tali persaudaraan, dan rasa kekecewaan

warga nahdliyin terhadap DPP dan DPC di Karawang.22

“ Konflik Internal Partai Nasdem (Studi tentang DPW Partai Nasdem

Sulawesi Selatan)” dalam bentuk karya tulis ilmiah, berupa skripsi dengan

nama Nurul Radiatul Adawiah, persoalan yang termuat dalam rumusan

masalah yaitu apa yang menyebabkan terjadinya konflik internal partai

Nasdem di DPW Partai Nasdem Sulawesi Selatan, bagaimana bentuk konflik

yang terjadi di internal partai nasdem di DPW Partai nasdem Sulawesi

Selatan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terjadinya

perpecahan berawal dari konflik internal antara Harry Tanoesoedibyo dengan

22Bambang, “Konflik Inter

nal Partai Kebangkitan Bangsa Di Kabupaten Karawang: Sumber dan

(23)

15

Surya Paloh yang berefek pada satuan Partai yang ada di DPW. Konflik

Partai Nasdem sendiri masuk dalam kategori Konflik Laten karena

sebenarnya terjadi perbedaan antar pengurus DPW Partai Nasdem Namun

konflik in bersifat tersembunyi dan perlu di angkat kepermukaan agar bisa

ditemukan jalan penyelesaiannya.23

Berdasarkan penelitian di atas, penyelesaian konflik internal partai

selama ini belum ada yang membahas jika penyelesaian konflik dilakukan

melalui mahkamah partai. Oleh karenanya penulis terdorong untuk meneliti

tentang tinjauan fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam

penyelesaian konflik internal partai menurut Undang-Undang No 2 Tahun

2011 tentang Partai Politik.

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian skripsi ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Mahkamah Partai Politik dalam menyelesaikan

konflik internal partai menurut undang-undang No 2 Tahun 2011

Tentang Partai Politik.

2. Untuk mengetahui analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai

dalam menyelesaikan konflik internal partai.

23

(24)

16

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut diatas diharapkan dari hasil

ini dapat memberikan kegunaan sebagai bentuk teoritis yang mana hasil dari

penelitian skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam

pengkajian ilmu hukum sumber inspirasi dalam rangka memberikan

kontribusi ilmiah, khususnya mengenai menyelesaikan konflik internal partai

politik sejalan dengan menjunjung tinggi hukum positif yang berlaku di

Negara Indonesia. Dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya mengenai

menyelesaikan konflik internal partai politik bagi masyarakat awam

umumnya yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002

Tentang Partai Politik yang disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 2

Tahun 2008 Jo Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

G. Definisi Opersional

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan untuk menghindari

terjadi kesalahpahaman pembaca dalam memahami judul skripsi ini, penulis

perlu menjelaskan maksud dari judul diatas.

1. Fiqh siya<sah adalah : Merupakan salah satu aspek hukum Islam

membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam

bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri.

Dikhususkan dalam ranah Fiqh siya<sah Dusturiyah.

2. Mahkamah partai politik: mahkamah atau badan peradilan yang dibentuk

(25)

17

sepenuhnya kepada partai politik yang bersangkutan untuk

menyelesaikan konflik internal partai politik dengan cara mediasi atau

musyawarah mufakat.

3. Partai Politik adalah : suatu organisasi yang memiliki ideologi yang jelas,

dibentuk oleh sekelompok warga negara yang mempunyai nilai-nilai dan

tujuan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena

itu parpol selalu ikut pada sebuah mekanisme pemilihan umum guna

untuk mendapat dukungan dari rakyat.

4. Konflik internal : konflik yang berada dalam suatu partai yang

disebabkan karena terdapat perselisihan atau perbedaan pandangan

diantara penguasa dan anggota suatu partai.

H. Metode Penelitian

Penelitian tentang “Tinjauan Fiqh siya<sah Terhadap Mahkamah Partai

Politik Dalam Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik” merupakan penelitian

pustaka dan tahapan-tahapan seperti berikut:

1. Data yang dikumpulkan.

a. Deskripsi partai politik menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai

Politik.

b. Mahkamah partai politik dalam UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai

(26)

18

c. Peran dan fungsi mahkamah partai politik dalam menyelesaikan

konflik internal partai menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai

Politik.

d. Contoh kasus yang terkait konflik internal partai politik.

e. Prosedur menyelesaiakan konflik internal partai menurut UU No 2

Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

2. Sumber data

Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:24

a. Sumber primer yaitu bahan-bahan data yang mengikat, dan terdiri dari

ketentuan perundang-undangan yang meliputi : Undang-Undang No 2

Tahun 2011 Tentang Partai Politik dan Peraturan Pemerintah.

b. Sumber sekunder

Sedangkan sumber data sekunder yaitu dari literatur atau

buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti data yang ada

hubungannya dengan judul yang akan diteliti diantaranya:

1) Djazuli. Fiqih Siya<sah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam

Rambu-Rambu Syariah.

2) Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi.

Terjemahan Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly.

3) Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi

Demokrasi Pasca-Orde Baru”.

24

(27)

19

4) Abu al- A’la al-Maududi, Hukum Dan Konstitusi Sistem Politik

Islam.

5) Khalid Ibrahim Jiddan, Teori Politik Islam.

6) Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik Indonesia.

7) Perusadi Kantraprawira, Sistem Politik Indonesia.

8) Muhammad Iqbal, Fiqh siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik

Islam.

9) Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam.

10)Amiruddin M.Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur

Rahman.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini,

maka diambil dari sumbernya (buku, undang-undang, artikel, koran,

internet). Adapun teknik pengumpulan dilakukan dengan cara membaca,

merangkum, menelaah dan mencatat hal-hal yang berhubungan dengan

penelitian.

4. Teknik pengolahan data.

Seluruh data yang terkumpul akan secara bertahap, yakni dengan

tahapan berikut:

a. Editing, pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah

diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna,

keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan data sekunder

(28)

20

menyelesaikan konflik internal partai menurut Undang-Undang No 2

tahun 2011 tentang Partai Politik.

b. Organizing, yaitu menyusun data mensistematiskan data-data yang

telah diperoleh tentang tinjauan fiqh siya<sah terhadapa mahkamah

partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut

Undang-Undang No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.

c. Analizing, yaitu memberikan analisa dari data-data yang telah

dideskripsikan dan menarik kesimpulan.

5. Teknik Analisis Data

Jenis penelitian ini adalah kajian pustaka yaitu “Tinjuan Fiqh

Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam Penyelesaian Konflik

Internal Partai Menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik”.

a. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

analitis yaitu suatu cara untuk menguraikan atau menggambarkan data

yang ada sehingga diperoleh suatu pemahaman secara menyeluruh.

dalam hal ini yang di diskripsikan adalah hal-hal yang berhubungan

dengan Tinjauan Fiqh Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik

Dalam Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut UU No 2 Tahun

2011 Tentang Partai Politik.

b. Deduktif, yaitu pola pikir yang membahas persoalan yang dimulai

dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik

suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam penelitian ini penulis

(29)

21

terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam Menyelesaikan Konflik

Internal Partai Menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.

I. Sistematika Pembahasan

Supaya pembahasan dalam penelitian ini sistematis dan mudah

dipahami, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai

berikut:

Bab satu, merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,

sistematika pembahasan.

Bab dua, memuat landasan teori tentang mahkamah partai politik

ditinjau dari fiqh siya<sah. pada bab ini akan diuraikan deskripsi majelis syura

yang berisi tentang pengertian, dasar hukum, syarat pelaku majelis syura,

fungsi dan sistem majelis syura, dan syura dalam perjalanan sejarah pada

masa Rasulullah dan pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidun.

Bab tiga, memuat tentang data penelitian terhadap peran dan fungsi

mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai

menurut undang-undang no 2 tahun 2011 tentang partai politik. Dalam bab

ini akan diperjelas bagaimana mahkamah partai politik menurut

undang-undang no 2 tahun 2011 tentang partai politik, peran dan fungsi mahkamah

(30)

22

serta prosedur menyelesaikan konflik internal partai menurut undang-undang

no 2 tahun 2011 tentang partai politik.

Bab empat, memuat bab analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah

partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut

Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. Bab ini berisi hasil

penelitian tentang pembahasan dalam skripsi.

Bab lima, merupakan bab penutup yang mengemukakan kesimpulan

dari semua pembahasan, merupakan jawaban dari rumusan masalah yang

akan dibahas dalam skripsi ini. Dan kemudian di ikuti oleh penyampaian

(31)

23

BAB II

MAHKAMAH PARTAI POLITIK DITINJAU DARI FIQH SIYA<SAH

A. Prinsip Majelis Syura

1. Pengertian Majelis Syura

Mahkamah Partai Politik dalam partai politik Islam disepadankan

dengan majelis syura dimana berfungsi sebagai majelis tertinggi untuk

menyelesaikan konflik suatu partai dengan cara musyawarah. Secara

umum dikatakan bahwa kata syura memiliki banyak pengertian, dari asal

kata syura dibentuk. Kata syura berasal dari akar kata sya-wa-ra, yang

secara etimologi berarti mengeluarkan madu dari sarang lebah.1

Sejalan dengan pengertian ini, kata syura atau dalam bahasa

Indonesia menjadi “musyawarah” mengandung makna segala sesuatu

yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat)

untuk memperoleh kebaikan. Hal ini semakna dengan pengertian lebah

yang mengeluarkan madu yang berguna bagi manusia.2

Fazlur Rahman mengatakan bahwa kata Syura berasal dari kata

kerja syawara-yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau

mengajukan dan mengambil sesuatu. Syawara adalah tasyawara bermakna

1Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001), 185.

(32)

24

berunding, saling bertukar pendapat, syawir yang artinya meminta

pendapat atau musyawarah.3

Majelis syura adalah tempat yang didalamnya terdapat orang-orang

yang memiliki kearifan dan kecerdasan di dalam mengatur kemaslahatan

kemasyarakatan, serta mampu menyelesaikan masalah-masalah

kemasyarakatan dan politik. Pengangkatan khalifah tidaklah dibenarkan,

kecuali apabila mereka yang memilih serta membaiatnya dengan

kerelaannya. Mereka itu lah yang disebut dengan wakil masyarakat pada

bangsa-bangsa yang lainnya.4

Syura atau musyawarah adalah menjelaskan perkara yang ada,

menyatakan atau mengajukan pendapat dan akhirnya diambil satu

keputusan. Dapat dikatakan bahwa syura atau musyarawah itu adalah

bertukar pendapat, yang akhirnya menghasilkan suatu ide dan

menghasilkan satu keputusan bersama lewat musyawarah.

Dengan demikian secara tidak langsung berarti memilih ide-ide

terbaik dengan cara mengumpulkan sejumlah orang yang memiliki

argumentasi, pengalaman, kecanggihan dalam berpendapat, serta syarat

lain yang bisa memberikan pendapat yang tepat dan keputusan yang

benar. Ibn al-Arabi pun mengatakan, bahwa musyawarah adalah

3 M Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press,

2000), 124.

4 Djazuli, Fiqih Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syariah, Cet

(33)

25

pertemuan guna membahas permasalahan, masing-masing mereka saling

bermusyawarah dan mengemukakan pendapat.5

Syura atau pengambilan pendapat dalam Islam adalah salah satu

konsepsi politik diantara konsepsi-konsepsi yang akarnya menancap kuat

ditengah masyarakat Islam, dan menjadi keistimewaan sistem

pemerintahan Islam dari sistem-sistem pemerintahan selain Islam. Syura

telah menjaga eksistensinya dalam kehidupan politik Islam, untuk

mengokohkan hubungan antara penguasa dengan rakyatnya. Dalam

bentuk kekontinuan merujuk penguasa kepada rakyat untuk melahirkan

keputusan-keputusan politik yang menjadi kepentingan masyarakat luas,

yang berangkat dari kesadaran, kematangan dengan pemikiran

kaidah-kaidah umum bagi umat Islam.6

Secara garis besar pengertian syura adalah sebuah proses

pengambilan keputusan atau perumusan dalam menyelesaikan masalah

atau membentuk sebuah peraturan hukum yang berdasarkan pengumpulan

ide-ide atau gagasan dari berbagai pihak yang saling berkaitan yang

didasari tuntutan atau kidah yang terdapat pada al-Qur’an dan as-Sunah,

demi tercapainya sebuah kesepakatan dan demi kemaslahatan bersama.

5 Artani Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2001), 21.

6

(34)

26

2. Dasar Hukum Majelis Syura

Al-Qur’an merupakan suatu landasan yang berisi petunjuk dan

bimbingan etik serta moral dalam kehidupan manusia. Walaupun

al-Qur’an tidak pernah mengemukakan solusi setiap permasalahan dengan

jelas hanya berbentuk isyarat, namun isyarat mengenai petunjuk

bernegara dan pemerintahan memiliki dasar fundamental dalam

al-Qur’an. Isyarat tersebut dapat dilihat dari adanya aturan yang

mewajibkan untuk bermusyawarah. Karena musyawarah merupakan salah

satu nilai etika politik yang konstitusional dalam kehidupan bernegara,

tentang prinsip syura pun terdapat dalam al-Qur’an.7

Terdapat tiga ayat dalam al-Qur’an yang berisi tentang anjuran

untuk melakukan musyarawah guna mencapai sebuah keputusan.

Walaupun ketiga ayat tersebut dari latar belakang yang berbeda-beda.

Ayat pertama terdapat pada surah Ali-Imran ayat 159 yang berbunyi:

ُفْعاَف َكِلْوَح ْنِم اوضَفْ نَا ِبْلَقلْا َظيِلَغ اظَف َتْنُك ْوَلَو ْمََُ َتْنِل ِهللا َنِم ٍةََْْر اَمِبَف

ِِْ ْمُْرِواَشَو ْمََُ ْرِفْغَ تْساَو ْمُهْ نَع

َْيِلِكتُمْلَا بُُِ َهللَا نِإ ِهللا ىَلَع ْلَكَوَ تَ ف َتْمَزَع اَذِإَف ِرْمَِا

Artinya: “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah

7 Zul Asyri, Pelaksanaan Musyawarah Dalam Pemerintahan Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Kalam

(35)

27

kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Surah Ali-Imran: 159).8

Ayat pertama ini menjelaskan bahwa menjadikan urusan diantara

kaum muslim diselesaikan dengan cara musyawarah dengan strategi

bagaimana menciptakan suatu lingkungan masyarakat yang menjadi

harapan bersama secara ideal dan harmonis.

Ayat ini dari segi redaksional ditunjukkan kepada Nabi Muhammad

saw, agar memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu dengan sahabat

atau anggota masyarakatnya. Karena itu ayat ini juga merupakan

petunjuk kepada setiap muslim dan kepada setiap pemimpin agar

musyawarah dengan anggotanya dijadikan sebagai suatu keharusan dalam

memutuskan sesuatu untuk kepentingan umat termasuk dalam

masalah-masalah politik yang sedang mereka hadapi.9

Al-Maraghi juga menjelaskan mengenai ayat 159 yang terdapat

dalam surah Ali-Imran itu merupakan perintah kepada Nabi Muhammad

untuk berpegang teguh kepadanya. Karena itu Nabi Muhammad tetap

melakukan musyawarah seperti sebelumnya walau dalam keadaan kritis.

Kalau Nabi sebagai orang yang maksum (jauh dari pengaruh hawa nafsu),

diperintahkan untuk bermusyawarah dalam urusan umat, maka bagi umat

yang lain sebagai manusia biasa yang tidak maksum lebih-lebih lagi harus

8 Deprtemen Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemah, (Bandung: PT

Cordoba Internasional Indonesia, 2012), 71.

9

(36)

28

melakukannya.10 Adapun ayat yang kedua terdapat pada surah

Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:

لا مِتُي ْنَأ َداَرَآ ْنَمِل ِْيَلِماَك ِْيَلْوَح نَُدَاْوَأ َنْعِضْرُ ي ُتاَدِلاَولْاَو

اَضر

ُهَل ِدْوُلْوَمْلا ىَلَعَو َةَع

ْسُو اِإ ٌسْفَ ن ُفلَكُتَا ِفوُرْعَمْلاِب نُهُ تَوْسِكَو نُهُ قْزِر

َدِلاَو راَضُتَا اَهَع

ٌدْوُلْوَم َاَو اَِدَلَوِب ٌة

ُهَل

ىَلَعَو ِِدَلَوِب

ا

اَمِهْيَلَع َحاَنُج َاَف ٍرُواَشَتَو اَمُهْ نِم ٍضاَرَ ت ْنَع ًااَصِف اَدَرَأ ْنِإَف َكِلَذ ُلْثِم ِثِراَوْل

ِفْوُرْعَمْلاِب ْمُتْيَ تَا اَم ْمُتْملَس اَذِإ ْمُكْيَلَع َحاَنُج َاَف ْمُكَدَاْوَأ اْوُعِضْرَ تْسَت ْنَأ ُُْْدَرَأ ْنِإَو

ِهللا اْوُق تاَو

ٌرْ يِصَب َنْوُلَمْعَ ت اَِِ َهللا نَأ اْوُلَمْعاَو

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingi menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha

Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S al-Baqarah ayat: 233).11

Ayat kedua ini menjelaskan hubungan rumah tangga bahwa masa

penyusuan dua tahun, apabila suami, istri ingin menyapih anak mereka

atas dasar kerelaan dan musyawarah, dengan maksud kemaslahatan anak,

mereka sepakat menghentikan susuan ataupun menyapih sebelum sampai

dua tahun, hal ini boleh saja dilakukan. Adapun yang ketiga terdapat

dalam Asy-Syura ayat 38 yang berbunyi:

10

Ibid., 127.

11

(37)

29

اوُماَقَأَو ْمَِِِرِل اوُباَجَتْسا َنْيِذلاَو

َنْوُقِفْنُ ي ْمُ اَنْ قَزَر ا َِِو ْمُهَ نْ يَ ب ىَروُش ْمُُرْمَأَو َةَاصلا

Artinya: “ Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rezeki yang kami berikan kepada

mereka”. (Q.S Asy-Syura ayat 38).12

Ayat ketiga ini menjelaskan sifat-sifat orang mukmin yaitu mereka

menerima (mematuhi) perintah tuhannya, mendirikan shalat, dan

menunaikan zakat, dan dalam menyelesaikan urusan mereka diselesaikan

dengan cara musyawarah.

Sepintas terkesan bahwa ayat yang berbicara tentang musyawarah

sangat sedikit dan itu pun hanya bersifat sangat umum dan global.

al-Qur’an memang tidak membicarakan masalah ini lebih jauh dan detail.

Dilihat secara mendalam, hikmahnya tentu besar sekali. al-Qur’an hanya

memberikan seperangkat nilai-nilai yang bersifat universal yang harus

diikuti umat Islam. Sementara cara, sistem, bentuk dan hal-hal lainnya

yang bersifat teknis diserahkan sepenuhnya kepada manusia sesuai

dengan kebutuhan mereka dan tantangan yang mereka hadapi. Jadi

al-Qur’an menganut prinsip bahwa untuk masalah-masalah yang bisa

berkembang sesuai dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik

umat Islam, maka al-Qur’an hanya menetapkan garis-garis besarnya

saja.13

12Ibid., 387.

(38)

30

Bagi umat Islam as-Sunah atau Hadis merupakan landasan kedua

setelah al-Qur’an. Maksud dari as-Sunah disini adalah sesuatu yang ber-

sumber dari Rasullah saw baik itu berupa perkataan, perbuatan atau

persetujuan. Dari Abi Hurairah r.a ia berkata:

ْكَأ اًدَحَأ ُتْيَأَر اَم :ُهْنَع ُهللا َيِضَر َةَرْ يَرُ وُبَأ َلاَق :َلاَق ِيِرْزلا ِنَع ،َةَنْ يَ يُع ُنْبا اَنَرَ بْخَأ

َرَ ث

َملَسَو ِهْيَلَع ُها ىلَص ِهللا ِلوُسَر ْنِم ِهِباَحْصَِِ ًةَرَواَشُم

Artinya: menceritakan dari Uyainah, dari Zurhi berkata: Abu Hurairah berkata: “Saya (Abu Hurairah) tidak melihat seorangpun yang lebih banyak musyawarahnya dari pada Raullah saw terhadap

para sahabatnya”.14

Rasulullah pun pernah mengatakan kembali:

وُبَأ اَنَ ثدَح

ْنَع ىَلْ يَل َِِأ ِنْبا ْنَع ٍمِشاَ ُنْب يِلَعَو َةَدِئاَز َِِأ ِنْب ايِرَكَز ُنْب َََُْ اَنَ ثدَح ٍرْكَب

َلاَق ٍرِباَج ْنَع َِْْ بزلا َِِأ

:

َملَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص ِهللا ُلوُسَر َلاَق

:

ُاَخَأ ْمُكُدَحَأ َراَشَتْسا اَذِإ

ِشُيْلَ ف

ِهْيَلَع ْر

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar telah menceritakan kepada kami Yahya bin Zakariya` bin Abu Za`idah dan Ali bin Hasyim dari Ibnu Abu Laila dari Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian meminta nasehat kepada saudaranya, hendaklah ia menunjukkan jalan yang benar."15

Hadis diatas menerangkan dan menyerukan betapa pentingnya

bermusyawarah atau menolong seseorang dalam menyelesaikan berbagai

macam persoalan baik tentang persoalan dunia maupun akhirat. Karena

dengan cara bermusyawarah dapat memudahkan seorang untuk keluar dari

permasalahan yang terdapat pada dirinya.

14 Mahmud Abd Al-Majid Al-Khalidi, Analis Delik..., 207.

15 Hadis Ibnu Majjah, penerjemah Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, Juz II. (Beirut: Dar al-Fikr, tt),

(39)

31

3. Syarat-Syarat Pelaku Majelis Syura

Sebagai pemegang amanah, majelis syura memiliki beberapa

kriteria tertentu untuk dapat menduduki kursi majelis syura. Hussain bin

Muhammad bin Ali Jabir menyebutkan enam syarat untuk anggota

majelis syura;16

1. ‘Adalah, termasuk semua persyaratannya. Seorang anggota majlis

syura haruslah orang yang adil dalam berbagai sisi kehidupannya. Hal

ini penting karena keadilan merupakan salah satu faktor utama

ketentraman bangsa dan negara.

2. Bertaqwa dan bersih dari pada dosa kepada Allah dan ummat

manusia. Taqwa merupakan faktor utama seseorang bebas dari pada

perbuatan salah karena takut kepada Allah melebihi daripada takut

kepada yang lain-lain.

3. Mengetahui al-Qur’an dan Al-Sunnah serta ilmu-ilmu bahasa, tafsir,

ilmu hadis dan lainnya. Ilmu merupakan salah satu pangkal utama

bagi seseorang, dengan ilmu ia dapat hidup, dengan ilmu pula ia dapat

menyelesaikan semua persoalan yang ada dan tanpa ilmu tidak

mungkin seseorang bisa menjadi anggota ahli syura.

4. Berpengalaman dalam masalah yang dimusyawarahkan. Pengalaman

hidup kadangkala lebih berharga daripada ilmu, karenanya

pengalaman bagi seorang anggota ahli syura merupakan sesuatu yang

16 Hasanuddin Yusuf Adnan, Konsep Syura dalam Islam, pdf , “diakses pada”, 30 November

(40)

32

sangat perlu agar ia punya perbandingan dan mudah menyelesaikan

setiap persoalan yang ada.

5. Berakal, cerdas dan matang. Seorang anggota ahli syura mestilah

berakal dan tidak sakit saraf, memiliki pemikiran yang cerdas serta

matang dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Dengan demikian ia

mudah dalam kehidupan dan tidak mudah ditipu orang.

6. Jujur dan amanah. Sifat jujur dan amanah adalah sifat Rasulullah saw,

karenanya ummat beliau terlebih anggota ahli syura mestilah

memiliki sifat tersebut agar mendapat kepercayaan dari ummat

sepanjang hayat.

Dalam ketentuan hukum Islam struktur oragnisasi majelis syura

tidak terbatas waktu dan bersifat fleksibel. Inilah penyebabnya mengapa

al-Qur’an tidak menetapkan persyaratan struktur organisasi, sehingga

mudah disesuaikan dengan perkembangan zaman.

4. Fungsi dan Sistem Syura

Adapun fungsi dari majelis syura adalah mengangkat aturan hukum

yang telah diturunkan Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasullah saw.

Begitu juga lembaga kekhalifahan mempunyai hak dan tugas

mengangkat, menerapkan, menjalankan dan melaksanakan aturan hukum

yang telah diturunkan Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasullah saw.

Majelis syura merupakan dewan musyawarah yang mempunyai

(41)

33

rakyat maupun yang timbul dari para anggota majelis syura dalam hal

keuangan, keamanan, hukum yang nantinya dikonsultasikan dengan

khalifah.

Sedangkan bagaimana cara melakukan musyawarah, Allah tidak

menentukan secara rinci. Ini diserahkan sepenuhnya kepada manusia.

Dalam suatu pemerintahan atau Negara, boleh saja musyarawah ini

dilakukan dengan membentuk suatu lembaga tersendiri, seperti parlemen

atau apa pun namanya. Dalam lembaga ini para anggotanya melakukan

musyarawah secara berkala pada periode tertentu atau jangka waktu

tertentu yang disepakati bersama.17

Dalam pengambilan keputusan, tidak berarti suara terbanyak mutlak

harus diikuti. Ada kalanya keputusan diambil berdasarkan suara minorits

kalau ternyata pendapat tersebut lebih logis dan lebih baik dari suara

mayoritas. Sebagai contoh: khalifah Abu Bakar pernah mengabaikan

suara mayoritas dalam masalah sikap terhadap para pembangkan zakat.

Sebagian besar sahabat senior yang dimotori Umar berpendapat bahwa

orang-orang yang menolak membayar zakat kepada Abu Bakar tetap

muslim dan tidak usah diperangi. Sementara sebagian kecil sahabat

berpendapat supaya mereka diperangi. Abu Bakar memilih pendapat

kedua. Pendapat ini akhirnya disetujui oleh “forum” dan Abu Bakar pun

memerangi mereka.18

17

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi ..., 189.

18

(42)

34

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa musyawarah

merupakan esensi ajaran Islam yang wajib diterapkan dalam kehidupan

sosial umat Islam. Dan musyawarah dapat dilakukan dalam hal-hal apa

saja asalkan tidak bertentangan dengan prinsip umum syari’at Islam itu

sendiri.

B. Syura Dalam Perjalanan Sejarah

1. Pada Masa Rasullah

Berdasarkan penelitian tentang konsep musyawarah terdapat tiga

ayat (Al-Baqarah: 233, Asy-Syura: 38, Ali-Imran: 159) dalam al-Qur’an.

Melainkan pada umumnya para cendikiawan hanya membahas dua ayat

saja, dengan tidak memasukkan ayat (QS Al-Baqarah: 233) tentang

musyawarah terhadap urusan keluarga.

Hal ini dapat dipahami karena dua ayat tersebut lebih fokus

membahas urusan masyarakat dan pemerintahan. Sehingga praktek

musyawarah yang dilakukan Nabi dapat diklasifikasi menjadi dua bagian.

Pertama secara mikro yaitu dalam urusan keluarga, dan yang kedua secara

makro yaitu dalam urusan masyarakat dan pemerintahan.

Dengan petunjuk ayat tersebut Nabi membudayakan musyawarah

dikalangan sahabatnya, dalam bermusyawarah terkadang beliau hanya

bermusyawarah dengan sebagian sahabat yang ahli dan cendikiawan dan

(43)

35

Tapi bila masalahnya penting dan berdampak luas bagi kehidupan sosial

masyarakat beliau menyampaikannya dalam pertemuan yang lebih besar

yang mewakili semua golongan.

Beberapa contoh praktek musyawarah yang dilaksanakan Nabi

dapat dijelaskan berikut ini:

1. Berita Bohong (Musyawarah Urusah Keluarga)

Mendengar berita gosip yang menggoyang dan merusak citra

keluarga Nabi saw. Tentang adanya anggapan perselingkuhan Aisyah

istri Nabi dengan Shafwan bin Mu’athal, Nabi segera mengadakan

musyawarah dengan para sahabat terdiri dari Umar, Ali, Usamah Bin

Zaid, Ummu Aiman, Zaid Bin Stabit. Masing-masing mengemukakan

pendapatnya. Usamah berpandangan bahwa ia tidak mengetahui

apa-apa selain kebaikan. Sedangkan Zaid bin Tsabit berpendapa-apat agar Nabi

menunggu wahyu, karena boleh jadi Allah akan mewujudkan sesuatu

yang baru dalam masalah tersebut.19 Ternyata Allah menurunkan

wahyu, dan turunlah surat An-Nur ayat 11-26 dengan menyatakan

kebersihan Aisyah binti Abu Bakar. Adapun ayat tersebut berbunyi

sebagai berikut:

19

(44)

36

ِكْفِإاِب اُؤاَج َنْيِذلا نِإ

ٍئِرْما ِلُكِل ْمُكَل ُرْ يَخ َوُ ْلَب ْمُكَل ارَش ُوُبَسَََْا ْمُكْنِم ٌةَبْصُع

ٌمْيِظَع ٌباَذَع ُهَل ْمُهْ نِم َُرْ بِك ََوَ ت يِذلاَو ِِْْإا َنِم َبَسَتْكا اَم ْمُهْ نِم

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS. An-Nur : 11)20.

ٌْيِبُم ٌكْفِإ اَذَ اْوُلاَقَو اًرْ يَخ ْمِهِسُفْ نَأِب ُتاَنِمْؤُماَو َنوُنِمؤُما نَظ ُوُمُتْعََِْذِإ َاْوَل

Artinya: “Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” (QS. An-Nur: 12)21.

2. Perang Ahzab (Tahun Kelima Setelah Hijrah)

Menghadapi penyerangan musuh dalam perang yang dikenal

dengan perang persekutuan (ahzab) ini, dalam musyawarahnya kali ini

Nabi mengikuti usulan Salman Al-Farisi (seorang sahabat Nabi yang

berkebangsaan Persia). Yaitu strategi menghalau musuh dari dalam

kota, tapi sekeliling kota dibuat parit, yang karena itulah perang ini

juga dikenal dengan istilah perang parit (khandak). Salman

mengusulkan stategi itu berdasarkan pengalaman dia di negerinya.22

20

Deprtemen Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemah..., 351.

21Ibid.

22 Mahmud Syaid Chotob,

(45)

37

3. Posisi Perang Badar (2 H/624 M)

Pada waktu pertempuran pertama kaum muslimin menghadapi

agresi kafir quraish yang dalam sejarah disebut dengan perang badar.

Istilah perang badar ini muncul ketika Nabi dan para sahabatnya

berhenti ditempat dekat dengan mata air badar. Salah seorang sahabat

anshar yang ikut dalam pasukannya yang memiliki penguasa tutorial

yang baik, al-Habab bin Mundzir, bertanya: 23

“wahai Rasulullah”, mengapa kita bertahan ditempat ini?. Apakah ini ketentuan wahyu yang tidak dapat ditawar atau hanya pendapat pribadi Rasulullah?. Jawab Rasulullah: “keputusan ini hanya berdasarkan pendapat pribadi sebagai siasat menaklukkan musuh?. Kata al-Ahbab kemudian: tempat ini kurang strategis, bawalah pasukan turun kedaerah badar yang memiliki mata air yang baik. Lalu kita buat pertampungan air disana, setelah pertampungan air disekitar sini kita kuras dan kita tutup”.

Nabi pun kemudian mengikuti saran Al-Habab dan beliau pun

beserta pasukannya memenangkan pertempuran yang menentukan

hidup matinya agama yang dibawanya.

4. Masalah Tawanan Perang Badar

Sebagai pihak yang memenangkan pertempuran, Nabi bersama

pasukannya pulang ke Madinah dari perang badar itu dengan membawa

70 tawanan.24 Diantara mereka terdapat sejumlah keluarga Nabi

seperti Abbas, paman beliau dan Aqil bin Abi Thalib, saudara kandung

Ali bin Abi Thalib atau sepupunya Nabi. Menghadapi masalah

23

Syaih Abdul Hamid Al Khatib, Ketinggian Risalah ..., 248.

24

(46)

38

tawanan ini Nabi bermusyawarah dengan para sahabatnya.

Mengingatkan dalam tawanan tersebut terdapat keluarga Nabi,

masalah ini relatif pelik dan pendapat para sahabat pun terbagi dua.

Abu Bakar misalnya mengusulkan agar dilepas saja dengan tebusan

tunai yang bisa dimanfaatkan para sahabat. Sedangkan Umar bin

Khattab menyarankan agar dihukum mati saja sebagai balasan atas

tindakan zalim mereka terhadap umat Islam ketika di Mekkah dan

agresinya dalam perang ini.25

Dari dua pendapat tersebut Nabi merekomendasikan pendapat

pertama tapi dengan memberikan hak memilih kepada para sahabatnya

untuk melepaskan para tawanan itu dengan tebusan atau menghukum

mati mereka. Mendengar itu, para sahabat semuanya memilih

rekomendasi Nabi, karena saat itu sehabis peperangan mereka tentu

sedang mengalami kekurangan material. Jumlah tebusannya 1000

sampai 4000 dirham. Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu, bagi

yang pandai tulis baca, diwajibkan mengajar penduduk Madinah, untuk

seorang tahanan sepuluh murid.26

Namun tindakan itu ditegur oleh Allah lewat wahyunya, dalam

surat Al-Anfal ayat 67 yang berbunyi sebagai berikut:

25

Mahmud Syaid Chotob, Kepemimpinan Rasulullah ..., 111.

26

(47)

39

اَيْ ندلا َضَرَع َنوُدْيِرُت ِضْرَِا ِِ َنِخْتُ ي ََح ىَرْسَأ ُهَل َنوُكَي ْنَأ ٍَِِنِل َناَكاَم

ُدْيِرُي ُهللاَو

ٌمْيِكَح ٌزْ يِزَع ُهللااَو َةَرِخآا

Artinya: “tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya dimuka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana (QS. AL-Anfal: 67).27

5. Perang Uhud (3H/625M)

Menjelang keberangkatan menuju perang uhud, Nabi

mengadakan musyawarah bersama sahabat untuk menentukan strategi

dalam menghadapi musuh, apakah bertahan didalam kota Madinah

atau berangkat menyongsong musuh yang datang dari Mekah. Salah

satu dari para sahabat berpendapat lebih baik menyongsong dan keluar

dari kota Madinah. Sehingga sahabat yang lainpun menyetujuinya dan

Nabi mengikuti pendapat mayoritas.

Keputusan tersebut dipegang teguh dengan konsisten dan

konsekuen, walaupun ditengah perjalanan mereka yang berpendapat

mayoritas ingin menarik kembali pendapat mereka dan memberikan

kebebasan kepada Nabi untuk merubah keputusan. Nabi tetap pada

keputusan semula. Sedangkan Abdullah bin Ubay (pemimpin kaum

munafik Madinah) bersama pengikutnya menarik diri dan kembali ke

Madinah. Dalam peperangan sejumlah jurus panah lupa akan pesan

27

(48)

40

Nabi, mereka terpengaruh dengan harta rampasan, yang

mengakibatkan kaum muslimin mengalami kekalahan.28

6. Perang Hudaibiyyah (7H/629M)

Praktek musyawarah yang dilaksanakan Nabi pada perjanjian

hudaibiyah ini cukup menarik untuk dicermati. Naskah perjanjian

damai antara Nabi dengan kaum Quraish. Mekah ditulis oleh Ali bin

Abi Thalib. Abu Bakar dan Umar ikut memberikan pendapat, tetapi

tidak diikuti Nabi. Beliau lebih cenderung mengikuti keinginan Suhail

bin Amr (wakil kaum Quraish). Ada dua kalimat yang dapat dicatat

yaitu kalimat “ dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha

penyayang” diganti dengan “ dengan nama-Mu ya tuhan”. Dan yang

kedua adalah kalimat “ ini adalah naskah perjanjian Muhammad utusan

Allah bersama Suhai Bin Amr”, diganti dengan “ini adalah naskah

perjanjian Muhammad bin Abdullah dengan Suhail bin Amr”. Para

sahabat sangat marah kepada Suhail, karena Nabi menyetujui dan

mengikuti keinginan Suhail.29

Demikian juga Nabi s.a.w dalam mekanisme pengambilan

keputusan terkadang beliau mengikuti mayoritas meskipun tidak

sejalan dengan pendapatnya, terkadang mengikuti minoritas dan ada

pula mengambil keputusan dengan pendapat sendiri tanpa mengambil

28Syaih Abdul Hamid Al Khatib, Ketinggian Risalah

..., 254-255.

29Munawir Sjadzali,

(49)

41

saran sahabat. Dengan demikian Nabi tidak menetapkan suatu sistem,

cara dan metode musyawarah yang baku, tapi lebih bersifat variatif,

fleksibel dan adaptif.

2. Pada Masa al-Khulafa’ al-Rasyidun

a. Masa Abu Bakar

Nabi Muhammad s.a.w tidak meninggalkan wasiat tentang siapa

yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam

seteleh beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan

tersebut pada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Tidak

lama setelah beliau wafat, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar

berkumpul dibalai kota Bani Sa’idah. Mereka memusyawarahkan siapa

yang dipilih menjadi pemimpin umat Islam, namun dengan semangat

ukhwah islamiyah yang tinggi, Abu Bakar terpilih sebagai pengganti

Rasulullah.30

Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun (632-634M/

11-13H). Beliau menjadi khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya

pemerintahan sistem khalifah dalam Islam, yang terkenal dengan

al-khulafa’ al-Rasyidun.31 Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan

persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh

suku-suku arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan

30 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi..., 45. 31 J Suyuthy Pulungan,

(50)

42

Madinah, mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan

Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena

itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan

<

Referensi

Dokumen terkait

dosis rendah tinta cumi (10 mg/kgbb/day), dan kelompok pemberian dosis tinggi tinta cumi(100mg/kgbb/day) selama 14 hari percobaan menujukkan hasil pengukuran kadar Hb

Hasil biji dan minyak jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan fungsi dari bahan tanaman, kondisi lingkungan tumbuh, dan juga pemeliharaan bentuk tajuk tanaman. Tujuan penelitian

Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi transfer daya dengan mempertimbangan batasan pada rangkaian pengkondisi sinyal sistem sensor yang berupa tegangan sensor dan

Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dan aktivitas belajar siswa terhadap hasil belajar kognitif siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif

Penelitian ini dibatasi pada rantai nilai industri kelapa sawit PT MISP dari perkebunan inti dan plasma sampai ke pabrik kelapa sawit (PKS), yang terkait dengan

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengemukakan penerapan metode semi analitik pada penyelesaian persamaan difusi menggunakan metode garis dan galat yang dihasilkan.. Serta

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis solida- ritas sosial di kalangan laki-laki feminin, studi kasus pada Komunitas A+ Organizer di Padang Sumatera

Tak terkecuali dengan guru PPKn, dalam penelitian Fitriany Indri Sapitri (2015) disebutkan bahwa guru mengalami hambatan dalam implementasi kurikulum 2013 pada