TINJAUAN
FIQH SIYA<SAH
TERHADAP MAHKAMAH PARTAI
POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL
PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011
TENTANG PARTAI POLITIK
SKRIPSI
Oleh:
Ija Khilmi Ghoniyyah NIM. C03211041
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Siyasah Jinayah
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian pustaka (library resech) dengan judul
“Tinjauan Fiqh Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang
Partai Politik” . Adapun penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang: 1) Bagaimana mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang partai politik?. 2) Bagaimana analisis Fiqh Siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai?
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis yaitu dengan mengkaji dan menganalisis terhadap sumber-sumber tertulis, baik berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan konflik internal ataupun buku-buku kepustakaan yang membahas dan mengkaji seputar penyelesaian konflik internal partai. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai, serta buku-buku yang mengkaji dan membahas tentang penyelesaian konflik internal menurut undang-undang partai politik dan fiqh siya<sah.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam pasal 32 UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik disebutkan secara prosedural, jika terjadi perselisihan internal dalam partai politik, maka diselesaikan melalui jalur internal partai politik sesuai AD/ART partai tersebut, yang dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik. Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan merupakan upaya penyelesaian akhir apabila penyelesaian melalui jalur mahkamah partai politik mengalami kebuntuan atau tidak ada penyelesaian yang memuaskan bagi para pihak yang bersengketa. Dalam penyelesaian melalui jalur pengadilan mengisyaratkan bahwa hasil penyelesaian berupa putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, hanya dapat diajukan kasasi
kepada Mahkamah Agung. Sedangkan dalam Fiqh Siya<sah mahkamah partai
politik disepadankan dengan majelis syura yang mana dalam surah Ali-Imran
ayat 159, surah Al-Baqarah ayat 233 dan Asy-Syura ayat 38, dijelaskan secara terang-terangan adanya musyawarah. Sedangkan bagaimana cara melakukan musyawarah, Allah tidak menentukan secara rinci. Hanya diserahkan sepenuhnya kepada manusia. Dalam hal ini melakukan musyarawah diperbolehkan secara berkala pada periode tertentu atau jangka waktu tertentu yang disepakati bersama.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ... 11
C. Rumusan Masalah ... 12
D. Kajian Pustaka ... 13
E. Tujuan Penelitian ... 15
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 16
G. Definisi Operasional ... 16
H. Metode Penelitian ... 17
I. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II MAHKAMAH PARTAI POLITIK DITINJAU DARI FIQH SIYA<SAH A. Prinsip Majelis Syura 1. Pengertian Majelis Syura ... 23
3. Syarat-Syarat Pelaku Majelis Syura ... 31 4. Fungsi dan Sistem Majelis Syura ... 32
B. Syura Dalam Perjalanan Sejarah
1. Pada Masa Rasulullah ... 34 2. Pada Masa al-Khulafa’ al-Rasyidin ... 41
BAB III PERAN DAN FUNGSI MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM
MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK
A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang No 2 Tahun
2011 Tentang Partai Politik ... 47
B. Peran Dan Fungsi Mahkamah Partai Politik Menurut
Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik ... 50
C. Prosedur Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut
Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik ... 55
BAB IV ANALISIS FIQH SIYA<SAH TERHADAP MAHKAMAH PARTAI
POLITIK DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK
A. Analisis Terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam
Menyelesaikan Konflik Internal Partai Menurut
Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik ... 61
B. Analisis Fiqh Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, munculnya partai-partai politik tidak lepas dari
adanya iklim kebebasan yang luas pada masyarakat pasca pemerintahan
kolonial Belanda. Kebebasan demikian memberikan ruang kepada
masyarakat untuk membentuk sebuah organisasi, termasuk partai politik.
Selain itu, lahirnya partai politik di Indonesia juga tidak terlepas dari
peran gerakan-gerakan, yang tidak saja dimaksudkan untuk memperoleh
kebebasan yang lebih luas dari pemerintahan kolonial Belanda, juga
menuntut adanya kemerdekaan. Hal ini bisa kita lihat dengan lahirnya
partai-partai sebelum kemerdekaan.1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai konstitusi negara Indonesia, telah memberikan jaminan yang tegas
dalam hal kemerdekaan untuk berserikat. Pasal 28 E ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa “
setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”.2 Ketentuan dalam pasal 28 E ayat (3) itu mengandung jaminan
kemerdekaan berserikat yang lebih tegas dibandingkan dengan ketentuan
pada pasal 28 yang berasal dari rumusan Undang-Undang Dasar Negara
1
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde Baru”, (Jakarta: Kencana, 2010), 60.
2
2
Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan. Sebagai bentuk
pengaturan lebih lanjut dari ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai jaminan kemerdekaan berserikat,
maka dibentuklah beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur
masalah partai politik, telah ada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Jo
Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
Sesuai Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang partai politik
menyatakan dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :3
“Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Repubik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Politik adalah cara untuk mencapai sebuah kekuasaan, dan untuk
mencapai suatu kekuasaan bisa dengan cara salah satunya yaitu melalui
partai politik namun partai politik berbeda dengan organisasi lainnya. Di
negara yang demokratis yang otoritarian partai politik berbeda dengan
asosiasi-asosiasi politik lainnya yang ada, karena partai politik adalah
organisasi yang berhubungan dengan kekuasaan melalui cara pemilihan yang
demokratis.4
3
Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, 2. 4
3
Menurut Miriam Budiardjo5 politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional
untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.
Partai politik merupakan salah satu aspek penting di dalam ilmu
hukum tata negara. Bila berbicara mengenai partai politik, berarti akan
membicarakan mengenai partisipasi rakyat, terdapat dua hal, Pertama:
partisipasi rakyat dalam menentukan arah kebijakan negara, Kedua:
partisipasi rakyat dalam membuat peraturan perundang-undangan. Oleh
karena itu mengenai partai politik akan terkait dengan studi mengenai
pemilihan umum dan konsep negara hukum.6
Peran partai politik di dalam kehidupan bernegara semakin menonjol
kebijakan-kebijakannya, baik pembuatan undang-undang di Dewan
Perwakilan maupun oleh Presiden dalam mengeluarkan peraturan
pelaksanaan undang-undang, banyak mendengar masukan dari partai politik.
Begitupun juga dalam melaksanakan pemilihan umum yang pertama di era
reformasi pada tanggal 7 Juni 1999, peranan partai politik sangat sentral dan
strategis. Pelaksanaan pemilihan umum tahun 1999 adalah Komisi Pemilihan
Umum yang beranggotakan dari unsur-unsur partai politik yang ikut di
dalam pemilihan Umum 1999. Selain pelaksana pemilihan umum 1999,
5
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,1991),160. 6
4
Komisi Pemilihan Umum juga yang membuat regulasi Pemilihan Umum
1999, penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Periode 1999-2004,
Golongan dan utusan Daerah untuk Anggota majelis Permusyawaratan
Rakyat periode Tahun 1999-2004.7
Partai-partai politik kemudian bangkit dan tumbuh pesat pada tahun
1998 dan awal tahun 1999. Kelompok-kelompok yang sebelumnya harus
bergabung ke dalam partai tertentu akhirnya bisa melepaskan diri dan
mendirikan partai sendiri-sendiri. Perubahan undang-undang tersebut
menyebabkan banyaknya muncul partai-partai baru, baik yang beraliran
nasionalis maupun yang beraliran agama.8
Lahirnya partai-partai baru menjadi pelengkap demokrasi di
Indonesia, sejak runtuhnya kekuasaan orde baru yang dikenal sebagai zaman
kekuasaan Golkar. Partai-partai baru mulai bermunculan dan meramaikan
persaingan politik di Indonesia. Dengan adanya Undang-Undang No. 31
Tahun 2002 yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang
No. 2 Tahun 2008 yang kini disempurnakan lagi menjadi Undang-Undang
No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik memungkinkan lahirnya
partai-partai baru dalam peraturan kepartai-partaian di Indonesia.
Pembentukan Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang perubahan
Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik paham sekali
terhadap menyelesaikan sengketa partai politik, terutama sengketa
7
Ramly Hutabarat, Politik Hukum Pemerintahan Soeharto Tentang Demokrasi Politik Di Indonesia, (Jakarta: Pusat Study Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2004), 197.
8
5
kepengurusan, itulah sebabnya dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2011
Tentang Partai Politik terbentuk mahkamah partai politik yang bertugas
untuk menyelesaikan sengketa yang berada di tubuh suatu partai politik.
Mekanisme menyelesaikan konflik sebelum terbentuknya mahkamah partai
dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Apabila dengan cara
musyawarah tidak tercapai, tersedia dua pilihan untuk menyelesaiakan
melalui pangadilan dan luar pengadilan.
Terkait penyelesaian sengketa internal, terbentuknya mahkamah
partai politik sebagai badan peradilan internal menimbulkan suatu
pertanyaan, mengenai kedudukan mahkamah partai itu sendiri, kedudukan
putusan yang dihasilkan dan kekuatan hukum yang mengikuti hasil putusan
mahkamah partai dalam menyelesaikan sengketa internal partai politik.
Dalam hal ini Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang No 2 Tahun 2011
Tentang Partai Politik, yang menjelaskan tentang mahkamah partai yang
berbunyi sebagai berikut “Menyelesaikan perselisihan internal Partai Politik
dilakukan oleh suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang
dibentuk oleh Partai Politik”.
Undang-Undang Partai Politik mengamanatkan perselisihan partai
Politik tersebut diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme interen
partai berdasarkan AD (Anggaran Dasar) atau ART (Anggaran Rumah
Tangga) suatu partai. Undang-Undang Partai Politik juga menjelaskan
apabila terjadi konflik internal dalam partai, cara menyelesaikannya melalui
6
susunan mahkamah partai politik atau sebutan lain sebagaimana
disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian Hukum dan
HAM.9
Bersamaan dengan semakin berperannya partai politik dalam
kehidupan Negara yang demokratis, timbul konflik-konflik di dalam tubuh
partai politik, salah satunya konflik partai politik yang menarik perhatian
masayarakat adalah perpecahan di tubuh partai golongan karya (Golkar)
yang mana terdapat dua kubu antara kubu Aburizal Bakrie sebagai pimpinan
terpilih versi Munas Bali dan Agung Laksono sebagai pimpinan terpilih versi
Munas Jakarta (Ancol). yang mana dari dua kubu tersebut mengklaim atas
keabsahan hasil Munas masing-masing. Kemudian pada tanggal 3 Maret
2015 Polemik internal dalam tubuh partai Golkar terkait dengan adanya
dualisme kepengurusan di tingkat DPP, yang sebelumnya telah diajukan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Barat oleh Abu Rizal Bakrie dengan nomor
perkara 8/pdt.sus-parpol/2019/PN Jakarta Barat Tahun 2015 dan ditolak
gugatannya oleh pengadilan.10 Pada akhirnya mahkamah partai Gokar
memutuskan dengan menyatakan bahwa: kepengurusan hasil Munas
Jakartalah yang diakui keabsahannya dengan beberapa pertimbangan yang
terdapat didalamnya, namun demikian pihak-pihak yang dimenangkan oleh
9
Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, 9. 10
7
mahkamah partai politik Golkar harus tetap mengakomodir kepengurusan
hasil Munas Bali.11
Mahkamah partai dalam partai politik Islam disepadankan dengan
majelis syura dimana berfungsi sebagai majelis tertinggi untuk
menyelesaikan konflik suatu partai dengan cara musyawarah. Secara bahasa
majelis syura adalah tempat bermusyawarah. adapun menurut istilah adalah
lembaga permusyawaratan atau badan yang di tugasi untuk memperjuangkan
kepentingan rakyat melalui musyawarah. Kata musyawarah dalam realitanya
lebih luas maknanya daripada demokrasi, sebab demokrasi terkadang hanya
dalam bentuk parlementer, sedangkan musyawarah adalah metode hidup
dalam setiap lembaga pemerintahan, mulai dari penguasa sampai rakyat
biasa.12
Didalam majelis syura terdapat orang-orang yang memiliki kearifan
dan kecerdasan di dalam mengatur kemaslahatan kemasyarakatan, serta
mampu menyelesaikan masalah-masalah pertahanan dan ketahanan, serta
masalah-masalah kemasyarakatan dan politik.13 Penulis Tafsir Al-manar14
menyebutkan bahwa musyawarah adalah metode mereka (para pemimpin)
dalam menetapkan hukum pada perkara yang menyangkut kemaslahatan
11
http://beritatotabuan.com/2015/03/putusan-mahkamah-partai-golkar-menangkan-hasil-munas-ancol, diakses 20 September pukul 20.00 WIB.
12
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, Cet-1 (Jakarta: Amzah, 2005), 52. 13
Djazuli, Fiqih Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah, Cet ke-3 (Jakarta : Kencana, 2003), 75.
14
8
umum yang sangat diharapkan oleh rakyat. Inilah yang disinggung dalam
firman Allah surat Al Imran ayat 159 sebagai berikut :
اَمِبَف
ةَمَْر
َنِم
ِهّللا
َتمنِل
ممََُ
موَلَو
َتمنُك
اّظَف
َظيِلَغ
ِبملَقملا
اوّضَفم نا
منِم
َكِلموَح
ُفمعاَف
ممُهم نَع
مرِفمغَ تمساَو
ممََُ
ممُمرِواَشَو
ِف
ِرممأا
اَذِإَف
َتممَزَع
ملّكَوَ تَ ف
ىَلَع
ِهّللا
ّنِإ
َهّللا
ّبُُِ
َيِلّكَوَ تُمملا
Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Surah Al Imran : 159).15
Dari ayat di atas mempunyai suatu petunjuk yang mana dari
sepenggal kalimat رماا ىف مهرواشو adalah perintah, sekalipun ditunjukan
kepada Rasullah saw tetapi perintah itu juga ditunjukan kepada pemimpin
tertinggi negara Islam di setiap masa dan tempat, yakni wajib melakukan
musyawarah dengan rakyat dalam segala perkara umum dan menetapkan hak
partisipasi politik bagi rakyat di negara muslim sebagai salah satu hak dari
hak-hak Allah yang tidak boleh dihilangkan.16
Ayat diatas sangat selaras dengan perjalanan sejarah masa hidup
Rasullah saw, belum diatur majelis-majelis perwakilan seperti yang ada di
negara-negara sekarang ini, dan mempunyai anggota tertentu dan terbatas,
bersidang pada tiap-tiap waktu yang ditentukan dan seterusnya mempunyai
peraturan-peraturan yang lengkap. Bahkan peraturan-peraturan itu di setiap
15
Deprtemen Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemah, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia, 2012), 71.
16
9
negara tidak sama, tetapi pada praktiknya telah beliau kerjakan, guna
menjadi kaidah syari’iyah untuk umat kemudian. Bukankan agama Islam itu
untuk segala bangsa, maka perlu disesuaikan dengan tiap-tiap tempat dan
diselaraskan dengan segala masa, sedangkan keadaan masyarakat dan
pergaulan disuatu tempat atau disuatu masa sering berbeda dari
tempat-tempat atau masa-masa yang lain.17
Dengan petunjuk ayat tersebut Nabi juga membudayakan
musyawarah dikalangan sahabatnya, di dalam musyawarah terkadang beliau
hanya bermusyawarah dengan sebagian sahabat yang ahli dan cendikiawan
dan terkadang hanya meminta pendapat dari salah seorang diantara mereka.
Tapi bila masalahnya penting dan berdampak luas bagi kehidupan sosial
masyarakat beliau menyampaikannya dalam pertemuan yang lebih besar
yang mewakili semua golongan. Adapun contoh praktik musyawarah yang
dilakukan Nabi diantaranya adalah:
1. Berita bohong tentang adanya anggapan perselingkuhan aisyah istri
Nabi dengan Shafwan bin Mu’tal, seketika itu Nabi segera mengadakan
musyawarah dengan para sahabat-sahabatnya. Salah satu dari sahabat
berpendapat bahwa agar nabi menunggu wahyu, karena boleh jadi Allah
akan mewujudkan sesutua yang baru dalam masalah tersebut.18 Setelah
kejadian itu maka turunlah wahyu surat An-Nur ayat 11 dengan
menyatakan kebersihan Aisyah binti Abu Bakar.
17
Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam...,86. 18
10
2. Menghadapai penyerangan musuh dalam perang yang dikenal dengan
persekutuan (perang ahzab, tahun kelima setelah hijrah) dalam
musyawarahnya Nabi mengikuti usulan Salman al-Farisi yang mana
strategi beliau adalah menghalau musuh dari dalam kota. Tapi sekeliling
kota dibuat parit, yang karena itulah perang ini disebut dengan perang
parit (khandak).
Tidak berhenti pada masa Rasulullah saja, musyawarah juga
dilakukan pada masa al-khulafa’al-Rasyidun yang mana pada masa Abu
Bakar tombak kepemimpinan setelah Nabi Wafat dilakukan dengan cara
musyawarah sejumlah tokoh muhajirin dan anshar di balai kota Bani
Sa’idah. Dengan semangat ukhuwah islamiyah yang tinggi Abu Bakar lah
yang terpilih menjadi pemimpin umat Islam.
Setelah Abu Bakar wafat tombak kepemimpinan Islam berada di
tangan Umar bin Khatab, beliau dipilih menjadi khalifah lewat penunjukan
atau wasiat pendahulunya setelah sebelumnya dikonsultasikan secara
tertutup kepada beberapa tokoh kunci dan selanjutnya mendapatkan
persetujuan mereka dan masyarakat umum lewat bai’at.19 Sepuluh tahun
sudah masa jabatan Umar bin Khatab berakhir dengan akibat luka berat
tikaman seorang persia yang bernama Abu Lu’luah. Dengan kejadian
sepertini maka pemilihan khalifah selanjutnya dilakukan dengan cara yang
berbeda dari khalifah sebelumnya, tetapi tidak meninggalkan sistem
musyarawah. Khalifah yang terakhir adalah Ali bin Abi Thalib yang mana
19Joesoef Sou’yb,
11
beliau dipilih dengan sistem bai’at. Dengan demikian mulai dari masa Abu
Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode khilafa’ur Rasyidin, sedangkan
para khalifahnya disebut al-khulafa’al-Rasyidun (kahlifah-khalifah yang
mendapat petunjuk).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan kajian mengenai hal tersebut, untuk dijadikan sebuah kajian
dalam skripsi. Untuk itu agar dapat komprehensip pembahasan dalam skripsi
ini, maka penulis membuat judul kajian: “Tinjauan Fiqh siya<sah Terhadap
Mahkamah Partai Dalam Menyelesaikan Konflik Internal Partai Politik
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik”.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
diambil beberapa identifikasi masalah yang terkandung di dalam
pembahasan karya ilmiah ini. Maka penulis mengidentifikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai
politik menurut undang-undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
2. Cara atau prosedur mahkamah partai dalam menyelesaikan konflik
internal partai.
12
4. Analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai dalam menyelesaikan
konflik internal partai politik menurut undang-undang No 2 Tahun 2011
Tentang Partai Politik.
5. Kedudukan mahkamah partai dalam menyelesaikan konflik internal.
6. Manfaat adanya mahkamah partai menurut undang-undang No 2 Tahun
2011 Tentang Partai Politik.
Karena luasnya permasalahan, maka ditetapkan batasan masalah yang
perlu untuk dikaji.
1. Mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai
menurut undang-undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
2. Analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam
menyelesaikan konflik internal partai.
C. Rumusan Masalah
Dari identifikasi dan batasan masalah di atas, maka dapat dipahami
bahwa masalah pokok yang akan dibahas oleh penulis yaitu:
1. Bagaimana Mahkamah Partai Politik dalam menyelesaikan konflik
internal partai menurut undang-undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai
Politik?
2. Bagaimana analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam
13
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas atau penelitian yang sudah
pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas
bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak ada pengulangan atau duplikasi
dari kajian atau penelitian tersebut.20 Dengan demikian kajian pustaka
meliputi pengidentifikasian secara sistematis yang berkaitan dengan masalah
penelitian.21
Penelitian yang berjudul tinjauan fiqh siya<sah terhadap mahkamah
partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut
undang-undang no 2 tahun 2011 tentang partai politik, secara khusus belum pernah
ada dipenelitian sebelumnya. Namun, secara umum terdapat penelitian
tentang konflik internal serta menyelesaikannya dalam bentuk karya tulis
sebelumnya. Adapun skripsi yang membahas tentang konflik internal adalah:
“Konflik Internal Partai Kebangkitan Bangsa Di Kabupaten
Karawang: Sumber Dan Dampak Konflik Pada Pemilu 2009”, dalam bentuk
karya tulis ilmiah, berupa skripsi dengan nama Bambang, persoalan yang
termuat dalam rumusan masalah yaitu apa yang menyebabkan tejadinya
perpecahan konflik di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kabupaten
Karawang, seperti apa faksionalisme politik yang terbentuk akibat konflik
tersebut, serta dampak dan pengaruh bagi warga nahdliyin di Karawang.
20
Tim Penyusun Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014), 8.
21
14
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penyebab ternyadinya
konflik yang berada di tubuh DPC partai kebangkitan bangsa di Karawang
adalah sama seperti partai-partai lainnya yaitu perpecahan kepengurusan,
antara pengurus dan anggota DPC dan warga nahdliyin yang sudah merusak
dan memecah belah menjadikan dua kepengurusan atau dua kekuatan antara
golongan muda dan golongan tua. Sedangkan dampak yang dialami warga
nahdliyin yaitu ketika awal lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa, warga
nahdliyin Karawang sangat bersyukur sekali karena selama bertahun-tahun
tidak ada partai yang bisa sepenuhnya menyalurkan aspirasi warga nahdliyin
dan kegiatan warga nahdliyin bersifat sosial dan politik berjalan dengan baik
antara pengurun DPC PKB dan warga nahdliyin namun setelah terjadi
konflik warga nahdliyin pecah, putus tali persaudaraan, dan rasa kekecewaan
warga nahdliyin terhadap DPP dan DPC di Karawang.22
“ Konflik Internal Partai Nasdem (Studi tentang DPW Partai Nasdem
Sulawesi Selatan)” dalam bentuk karya tulis ilmiah, berupa skripsi dengan
nama Nurul Radiatul Adawiah, persoalan yang termuat dalam rumusan
masalah yaitu apa yang menyebabkan terjadinya konflik internal partai
Nasdem di DPW Partai Nasdem Sulawesi Selatan, bagaimana bentuk konflik
yang terjadi di internal partai nasdem di DPW Partai nasdem Sulawesi
Selatan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terjadinya
perpecahan berawal dari konflik internal antara Harry Tanoesoedibyo dengan
22Bambang, “Konflik Inter
nal Partai Kebangkitan Bangsa Di Kabupaten Karawang: Sumber dan
15
Surya Paloh yang berefek pada satuan Partai yang ada di DPW. Konflik
Partai Nasdem sendiri masuk dalam kategori Konflik Laten karena
sebenarnya terjadi perbedaan antar pengurus DPW Partai Nasdem Namun
konflik in bersifat tersembunyi dan perlu di angkat kepermukaan agar bisa
ditemukan jalan penyelesaiannya.23
Berdasarkan penelitian di atas, penyelesaian konflik internal partai
selama ini belum ada yang membahas jika penyelesaian konflik dilakukan
melalui mahkamah partai. Oleh karenanya penulis terdorong untuk meneliti
tentang tinjauan fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai politik dalam
penyelesaian konflik internal partai menurut Undang-Undang No 2 Tahun
2011 tentang Partai Politik.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Mahkamah Partai Politik dalam menyelesaikan
konflik internal partai menurut undang-undang No 2 Tahun 2011
Tentang Partai Politik.
2. Untuk mengetahui analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah partai
dalam menyelesaikan konflik internal partai.
23
16
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut diatas diharapkan dari hasil
ini dapat memberikan kegunaan sebagai bentuk teoritis yang mana hasil dari
penelitian skripsi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam
pengkajian ilmu hukum sumber inspirasi dalam rangka memberikan
kontribusi ilmiah, khususnya mengenai menyelesaikan konflik internal partai
politik sejalan dengan menjunjung tinggi hukum positif yang berlaku di
Negara Indonesia. Dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya mengenai
menyelesaikan konflik internal partai politik bagi masyarakat awam
umumnya yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002
Tentang Partai Politik yang disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 2
Tahun 2008 Jo Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
G. Definisi Opersional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan untuk menghindari
terjadi kesalahpahaman pembaca dalam memahami judul skripsi ini, penulis
perlu menjelaskan maksud dari judul diatas.
1. Fiqh siya<sah adalah : Merupakan salah satu aspek hukum Islam
membicarakan pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam
bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri.
Dikhususkan dalam ranah Fiqh siya<sah Dusturiyah.
2. Mahkamah partai politik: mahkamah atau badan peradilan yang dibentuk
17
sepenuhnya kepada partai politik yang bersangkutan untuk
menyelesaikan konflik internal partai politik dengan cara mediasi atau
musyawarah mufakat.
3. Partai Politik adalah : suatu organisasi yang memiliki ideologi yang jelas,
dibentuk oleh sekelompok warga negara yang mempunyai nilai-nilai dan
tujuan yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena
itu parpol selalu ikut pada sebuah mekanisme pemilihan umum guna
untuk mendapat dukungan dari rakyat.
4. Konflik internal : konflik yang berada dalam suatu partai yang
disebabkan karena terdapat perselisihan atau perbedaan pandangan
diantara penguasa dan anggota suatu partai.
H. Metode Penelitian
Penelitian tentang “Tinjauan Fiqh siya<sah Terhadap Mahkamah Partai
Politik Dalam Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut
Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik” merupakan penelitian
pustaka dan tahapan-tahapan seperti berikut:
1. Data yang dikumpulkan.
a. Deskripsi partai politik menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai
Politik.
b. Mahkamah partai politik dalam UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai
18
c. Peran dan fungsi mahkamah partai politik dalam menyelesaikan
konflik internal partai menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai
Politik.
d. Contoh kasus yang terkait konflik internal partai politik.
e. Prosedur menyelesaiakan konflik internal partai menurut UU No 2
Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
2. Sumber data
Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:24
a. Sumber primer yaitu bahan-bahan data yang mengikat, dan terdiri dari
ketentuan perundang-undangan yang meliputi : Undang-Undang No 2
Tahun 2011 Tentang Partai Politik dan Peraturan Pemerintah.
b. Sumber sekunder
Sedangkan sumber data sekunder yaitu dari literatur atau
buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti data yang ada
hubungannya dengan judul yang akan diteliti diantaranya:
1) Djazuli. Fiqih Siya<sah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam
Rambu-Rambu Syariah.
2) Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi.
Terjemahan Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly.
3) Marijan, Kacung. Sistem Politik Indonesia “Konsolidasi
Demokrasi Pasca-Orde Baru”.
24
19
4) Abu al- A’la al-Maududi, Hukum Dan Konstitusi Sistem Politik
Islam.
5) Khalid Ibrahim Jiddan, Teori Politik Islam.
6) Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik Indonesia.
7) Perusadi Kantraprawira, Sistem Politik Indonesia.
8) Muhammad Iqbal, Fiqh siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik
Islam.
9) Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam.
10)Amiruddin M.Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur
Rahman.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini,
maka diambil dari sumbernya (buku, undang-undang, artikel, koran,
internet). Adapun teknik pengumpulan dilakukan dengan cara membaca,
merangkum, menelaah dan mencatat hal-hal yang berhubungan dengan
penelitian.
4. Teknik pengolahan data.
Seluruh data yang terkumpul akan secara bertahap, yakni dengan
tahapan berikut:
a. Editing, pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah
diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan, kejelasan makna,
keselarasan dan kesesuaian antara data primer dan data sekunder
20
menyelesaikan konflik internal partai menurut Undang-Undang No 2
tahun 2011 tentang Partai Politik.
b. Organizing, yaitu menyusun data mensistematiskan data-data yang
telah diperoleh tentang tinjauan fiqh siya<sah terhadapa mahkamah
partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut
Undang-Undang No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
c. Analizing, yaitu memberikan analisa dari data-data yang telah
dideskripsikan dan menarik kesimpulan.
5. Teknik Analisis Data
Jenis penelitian ini adalah kajian pustaka yaitu “Tinjuan Fiqh
Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam Penyelesaian Konflik
Internal Partai Menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik”.
a. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis yaitu suatu cara untuk menguraikan atau menggambarkan data
yang ada sehingga diperoleh suatu pemahaman secara menyeluruh.
dalam hal ini yang di diskripsikan adalah hal-hal yang berhubungan
dengan Tinjauan Fiqh Siya<sah Terhadap Mahkamah Partai Politik
Dalam Penyelesaian Konflik Internal Partai Menurut UU No 2 Tahun
2011 Tentang Partai Politik.
b. Deduktif, yaitu pola pikir yang membahas persoalan yang dimulai
dengan memaparkan hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam penelitian ini penulis
21
terhadap Mahkamah Partai Politik Dalam Menyelesaikan Konflik
Internal Partai Menurut UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik.
I. Sistematika Pembahasan
Supaya pembahasan dalam penelitian ini sistematis dan mudah
dipahami, maka penulis menggunakan sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Bab satu, merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,
sistematika pembahasan.
Bab dua, memuat landasan teori tentang mahkamah partai politik
ditinjau dari fiqh siya<sah. pada bab ini akan diuraikan deskripsi majelis syura
yang berisi tentang pengertian, dasar hukum, syarat pelaku majelis syura,
fungsi dan sistem majelis syura, dan syura dalam perjalanan sejarah pada
masa Rasulullah dan pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidun.
Bab tiga, memuat tentang data penelitian terhadap peran dan fungsi
mahkamah partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai
menurut undang-undang no 2 tahun 2011 tentang partai politik. Dalam bab
ini akan diperjelas bagaimana mahkamah partai politik menurut
undang-undang no 2 tahun 2011 tentang partai politik, peran dan fungsi mahkamah
22
serta prosedur menyelesaikan konflik internal partai menurut undang-undang
no 2 tahun 2011 tentang partai politik.
Bab empat, memuat bab analisis fiqh siya<sah terhadap mahkamah
partai politik dalam menyelesaikan konflik internal partai menurut
Undang-Undang No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. Bab ini berisi hasil
penelitian tentang pembahasan dalam skripsi.
Bab lima, merupakan bab penutup yang mengemukakan kesimpulan
dari semua pembahasan, merupakan jawaban dari rumusan masalah yang
akan dibahas dalam skripsi ini. Dan kemudian di ikuti oleh penyampaian
23
BAB II
MAHKAMAH PARTAI POLITIK DITINJAU DARI FIQH SIYA<SAH
A. Prinsip Majelis Syura
1. Pengertian Majelis Syura
Mahkamah Partai Politik dalam partai politik Islam disepadankan
dengan majelis syura dimana berfungsi sebagai majelis tertinggi untuk
menyelesaikan konflik suatu partai dengan cara musyawarah. Secara
umum dikatakan bahwa kata syura memiliki banyak pengertian, dari asal
kata syura dibentuk. Kata syura berasal dari akar kata sya-wa-ra, yang
secara etimologi berarti mengeluarkan madu dari sarang lebah.1
Sejalan dengan pengertian ini, kata syura atau dalam bahasa
Indonesia menjadi “musyawarah” mengandung makna segala sesuatu
yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat)
untuk memperoleh kebaikan. Hal ini semakna dengan pengertian lebah
yang mengeluarkan madu yang berguna bagi manusia.2
Fazlur Rahman mengatakan bahwa kata Syura berasal dari kata
kerja syawara-yusyawiru yang berarti menjelaskan, menyatakan atau
mengajukan dan mengambil sesuatu. Syawara adalah tasyawara bermakna
1Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), 185.
24
berunding, saling bertukar pendapat, syawir yang artinya meminta
pendapat atau musyawarah.3
Majelis syura adalah tempat yang didalamnya terdapat orang-orang
yang memiliki kearifan dan kecerdasan di dalam mengatur kemaslahatan
kemasyarakatan, serta mampu menyelesaikan masalah-masalah
kemasyarakatan dan politik. Pengangkatan khalifah tidaklah dibenarkan,
kecuali apabila mereka yang memilih serta membaiatnya dengan
kerelaannya. Mereka itu lah yang disebut dengan wakil masyarakat pada
bangsa-bangsa yang lainnya.4
Syura atau musyawarah adalah menjelaskan perkara yang ada,
menyatakan atau mengajukan pendapat dan akhirnya diambil satu
keputusan. Dapat dikatakan bahwa syura atau musyarawah itu adalah
bertukar pendapat, yang akhirnya menghasilkan suatu ide dan
menghasilkan satu keputusan bersama lewat musyawarah.
Dengan demikian secara tidak langsung berarti memilih ide-ide
terbaik dengan cara mengumpulkan sejumlah orang yang memiliki
argumentasi, pengalaman, kecanggihan dalam berpendapat, serta syarat
lain yang bisa memberikan pendapat yang tepat dan keputusan yang
benar. Ibn al-Arabi pun mengatakan, bahwa musyawarah adalah
3 M Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press,
2000), 124.
4 Djazuli, Fiqih Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-Rambu Syariah, Cet
25
pertemuan guna membahas permasalahan, masing-masing mereka saling
bermusyawarah dan mengemukakan pendapat.5
Syura atau pengambilan pendapat dalam Islam adalah salah satu
konsepsi politik diantara konsepsi-konsepsi yang akarnya menancap kuat
ditengah masyarakat Islam, dan menjadi keistimewaan sistem
pemerintahan Islam dari sistem-sistem pemerintahan selain Islam. Syura
telah menjaga eksistensinya dalam kehidupan politik Islam, untuk
mengokohkan hubungan antara penguasa dengan rakyatnya. Dalam
bentuk kekontinuan merujuk penguasa kepada rakyat untuk melahirkan
keputusan-keputusan politik yang menjadi kepentingan masyarakat luas,
yang berangkat dari kesadaran, kematangan dengan pemikiran
kaidah-kaidah umum bagi umat Islam.6
Secara garis besar pengertian syura adalah sebuah proses
pengambilan keputusan atau perumusan dalam menyelesaikan masalah
atau membentuk sebuah peraturan hukum yang berdasarkan pengumpulan
ide-ide atau gagasan dari berbagai pihak yang saling berkaitan yang
didasari tuntutan atau kidah yang terdapat pada al-Qur’an dan as-Sunah,
demi tercapainya sebuah kesepakatan dan demi kemaslahatan bersama.
5 Artani Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, (Ciputat: Gaya Media Pratama, 2001), 21.
6
26
2. Dasar Hukum Majelis Syura
Al-Qur’an merupakan suatu landasan yang berisi petunjuk dan
bimbingan etik serta moral dalam kehidupan manusia. Walaupun
al-Qur’an tidak pernah mengemukakan solusi setiap permasalahan dengan
jelas hanya berbentuk isyarat, namun isyarat mengenai petunjuk
bernegara dan pemerintahan memiliki dasar fundamental dalam
al-Qur’an. Isyarat tersebut dapat dilihat dari adanya aturan yang
mewajibkan untuk bermusyawarah. Karena musyawarah merupakan salah
satu nilai etika politik yang konstitusional dalam kehidupan bernegara,
tentang prinsip syura pun terdapat dalam al-Qur’an.7
Terdapat tiga ayat dalam al-Qur’an yang berisi tentang anjuran
untuk melakukan musyarawah guna mencapai sebuah keputusan.
Walaupun ketiga ayat tersebut dari latar belakang yang berbeda-beda.
Ayat pertama terdapat pada surah Ali-Imran ayat 159 yang berbunyi:
ُفْعاَف َكِلْوَح ْنِم اوضَفْ نَا ِبْلَقلْا َظيِلَغ اظَف َتْنُك ْوَلَو ْمََُ َتْنِل ِهللا َنِم ٍةََْْر اَمِبَف
ِِْ ْمُْرِواَشَو ْمََُ ْرِفْغَ تْساَو ْمُهْ نَع
َْيِلِكتُمْلَا بُُِ َهللَا نِإ ِهللا ىَلَع ْلَكَوَ تَ ف َتْمَزَع اَذِإَف ِرْمَِا
Artinya: “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
7 Zul Asyri, Pelaksanaan Musyawarah Dalam Pemerintahan Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Kalam
27
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Surah Ali-Imran: 159).8
Ayat pertama ini menjelaskan bahwa menjadikan urusan diantara
kaum muslim diselesaikan dengan cara musyawarah dengan strategi
bagaimana menciptakan suatu lingkungan masyarakat yang menjadi
harapan bersama secara ideal dan harmonis.
Ayat ini dari segi redaksional ditunjukkan kepada Nabi Muhammad
saw, agar memusyawarahkan persoalan-persoalan tertentu dengan sahabat
atau anggota masyarakatnya. Karena itu ayat ini juga merupakan
petunjuk kepada setiap muslim dan kepada setiap pemimpin agar
musyawarah dengan anggotanya dijadikan sebagai suatu keharusan dalam
memutuskan sesuatu untuk kepentingan umat termasuk dalam
masalah-masalah politik yang sedang mereka hadapi.9
Al-Maraghi juga menjelaskan mengenai ayat 159 yang terdapat
dalam surah Ali-Imran itu merupakan perintah kepada Nabi Muhammad
untuk berpegang teguh kepadanya. Karena itu Nabi Muhammad tetap
melakukan musyawarah seperti sebelumnya walau dalam keadaan kritis.
Kalau Nabi sebagai orang yang maksum (jauh dari pengaruh hawa nafsu),
diperintahkan untuk bermusyawarah dalam urusan umat, maka bagi umat
yang lain sebagai manusia biasa yang tidak maksum lebih-lebih lagi harus
8 Deprtemen Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemah, (Bandung: PT
Cordoba Internasional Indonesia, 2012), 71.
9
28
melakukannya.10 Adapun ayat yang kedua terdapat pada surah
Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:
لا مِتُي ْنَأ َداَرَآ ْنَمِل ِْيَلِماَك ِْيَلْوَح نَُدَاْوَأ َنْعِضْرُ ي ُتاَدِلاَولْاَو
اَضر
ُهَل ِدْوُلْوَمْلا ىَلَعَو َةَع
ْسُو اِإ ٌسْفَ ن ُفلَكُتَا ِفوُرْعَمْلاِب نُهُ تَوْسِكَو نُهُ قْزِر
َدِلاَو راَضُتَا اَهَع
ٌدْوُلْوَم َاَو اَِدَلَوِب ٌة
ُهَل
ىَلَعَو ِِدَلَوِب
ا
اَمِهْيَلَع َحاَنُج َاَف ٍرُواَشَتَو اَمُهْ نِم ٍضاَرَ ت ْنَع ًااَصِف اَدَرَأ ْنِإَف َكِلَذ ُلْثِم ِثِراَوْل
ِفْوُرْعَمْلاِب ْمُتْيَ تَا اَم ْمُتْملَس اَذِإ ْمُكْيَلَع َحاَنُج َاَف ْمُكَدَاْوَأ اْوُعِضْرَ تْسَت ْنَأ ُُْْدَرَأ ْنِإَو
ِهللا اْوُق تاَو
ٌرْ يِصَب َنْوُلَمْعَ ت اَِِ َهللا نَأ اْوُلَمْعاَو
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingi menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S al-Baqarah ayat: 233).11
Ayat kedua ini menjelaskan hubungan rumah tangga bahwa masa
penyusuan dua tahun, apabila suami, istri ingin menyapih anak mereka
atas dasar kerelaan dan musyawarah, dengan maksud kemaslahatan anak,
mereka sepakat menghentikan susuan ataupun menyapih sebelum sampai
dua tahun, hal ini boleh saja dilakukan. Adapun yang ketiga terdapat
dalam Asy-Syura ayat 38 yang berbunyi:
10
Ibid., 127.
11
29
اوُماَقَأَو ْمَِِِرِل اوُباَجَتْسا َنْيِذلاَو
َنْوُقِفْنُ ي ْمُ اَنْ قَزَر ا َِِو ْمُهَ نْ يَ ب ىَروُش ْمُُرْمَأَو َةَاصلا
Artinya: “ Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagaian dari rezeki yang kami berikan kepada
mereka”. (Q.S Asy-Syura ayat 38).12
Ayat ketiga ini menjelaskan sifat-sifat orang mukmin yaitu mereka
menerima (mematuhi) perintah tuhannya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat, dan dalam menyelesaikan urusan mereka diselesaikan
dengan cara musyawarah.
Sepintas terkesan bahwa ayat yang berbicara tentang musyawarah
sangat sedikit dan itu pun hanya bersifat sangat umum dan global.
al-Qur’an memang tidak membicarakan masalah ini lebih jauh dan detail.
Dilihat secara mendalam, hikmahnya tentu besar sekali. al-Qur’an hanya
memberikan seperangkat nilai-nilai yang bersifat universal yang harus
diikuti umat Islam. Sementara cara, sistem, bentuk dan hal-hal lainnya
yang bersifat teknis diserahkan sepenuhnya kepada manusia sesuai
dengan kebutuhan mereka dan tantangan yang mereka hadapi. Jadi
al-Qur’an menganut prinsip bahwa untuk masalah-masalah yang bisa
berkembang sesuai dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik
umat Islam, maka al-Qur’an hanya menetapkan garis-garis besarnya
saja.13
12Ibid., 387.
30
Bagi umat Islam as-Sunah atau Hadis merupakan landasan kedua
setelah al-Qur’an. Maksud dari as-Sunah disini adalah sesuatu yang ber-
sumber dari Rasullah saw baik itu berupa perkataan, perbuatan atau
persetujuan. Dari Abi Hurairah r.a ia berkata:
ْكَأ اًدَحَأ ُتْيَأَر اَم :ُهْنَع ُهللا َيِضَر َةَرْ يَرُ وُبَأ َلاَق :َلاَق ِيِرْزلا ِنَع ،َةَنْ يَ يُع ُنْبا اَنَرَ بْخَأ
َرَ ث
َملَسَو ِهْيَلَع ُها ىلَص ِهللا ِلوُسَر ْنِم ِهِباَحْصَِِ ًةَرَواَشُم
Artinya: menceritakan dari Uyainah, dari Zurhi berkata: Abu Hurairah berkata: “Saya (Abu Hurairah) tidak melihat seorangpun yang lebih banyak musyawarahnya dari pada Raullah saw terhadap
para sahabatnya”.14
Rasulullah pun pernah mengatakan kembali:
وُبَأ اَنَ ثدَح
ْنَع ىَلْ يَل َِِأ ِنْبا ْنَع ٍمِشاَ ُنْب يِلَعَو َةَدِئاَز َِِأ ِنْب ايِرَكَز ُنْب َََُْ اَنَ ثدَح ٍرْكَب
َلاَق ٍرِباَج ْنَع َِْْ بزلا َِِأ
:
َملَسَو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص ِهللا ُلوُسَر َلاَق
:
ُاَخَأ ْمُكُدَحَأ َراَشَتْسا اَذِإ
ِشُيْلَ ف
ِهْيَلَع ْر
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar telah menceritakan kepada kami Yahya bin Zakariya` bin Abu Za`idah dan Ali bin Hasyim dari Ibnu Abu Laila dari Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang dari kalian meminta nasehat kepada saudaranya, hendaklah ia menunjukkan jalan yang benar."15
Hadis diatas menerangkan dan menyerukan betapa pentingnya
bermusyawarah atau menolong seseorang dalam menyelesaikan berbagai
macam persoalan baik tentang persoalan dunia maupun akhirat. Karena
dengan cara bermusyawarah dapat memudahkan seorang untuk keluar dari
permasalahan yang terdapat pada dirinya.
14 Mahmud Abd Al-Majid Al-Khalidi, Analis Delik..., 207.
15 Hadis Ibnu Majjah, penerjemah Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, Juz II. (Beirut: Dar al-Fikr, tt),
31
3. Syarat-Syarat Pelaku Majelis Syura
Sebagai pemegang amanah, majelis syura memiliki beberapa
kriteria tertentu untuk dapat menduduki kursi majelis syura. Hussain bin
Muhammad bin Ali Jabir menyebutkan enam syarat untuk anggota
majelis syura;16
1. ‘Adalah, termasuk semua persyaratannya. Seorang anggota majlis
syura haruslah orang yang adil dalam berbagai sisi kehidupannya. Hal
ini penting karena keadilan merupakan salah satu faktor utama
ketentraman bangsa dan negara.
2. Bertaqwa dan bersih dari pada dosa kepada Allah dan ummat
manusia. Taqwa merupakan faktor utama seseorang bebas dari pada
perbuatan salah karena takut kepada Allah melebihi daripada takut
kepada yang lain-lain.
3. Mengetahui al-Qur’an dan Al-Sunnah serta ilmu-ilmu bahasa, tafsir,
ilmu hadis dan lainnya. Ilmu merupakan salah satu pangkal utama
bagi seseorang, dengan ilmu ia dapat hidup, dengan ilmu pula ia dapat
menyelesaikan semua persoalan yang ada dan tanpa ilmu tidak
mungkin seseorang bisa menjadi anggota ahli syura.
4. Berpengalaman dalam masalah yang dimusyawarahkan. Pengalaman
hidup kadangkala lebih berharga daripada ilmu, karenanya
pengalaman bagi seorang anggota ahli syura merupakan sesuatu yang
16 Hasanuddin Yusuf Adnan, Konsep Syura dalam Islam, pdf , “diakses pada”, 30 November
32
sangat perlu agar ia punya perbandingan dan mudah menyelesaikan
setiap persoalan yang ada.
5. Berakal, cerdas dan matang. Seorang anggota ahli syura mestilah
berakal dan tidak sakit saraf, memiliki pemikiran yang cerdas serta
matang dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Dengan demikian ia
mudah dalam kehidupan dan tidak mudah ditipu orang.
6. Jujur dan amanah. Sifat jujur dan amanah adalah sifat Rasulullah saw,
karenanya ummat beliau terlebih anggota ahli syura mestilah
memiliki sifat tersebut agar mendapat kepercayaan dari ummat
sepanjang hayat.
Dalam ketentuan hukum Islam struktur oragnisasi majelis syura
tidak terbatas waktu dan bersifat fleksibel. Inilah penyebabnya mengapa
al-Qur’an tidak menetapkan persyaratan struktur organisasi, sehingga
mudah disesuaikan dengan perkembangan zaman.
4. Fungsi dan Sistem Syura
Adapun fungsi dari majelis syura adalah mengangkat aturan hukum
yang telah diturunkan Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasullah saw.
Begitu juga lembaga kekhalifahan mempunyai hak dan tugas
mengangkat, menerapkan, menjalankan dan melaksanakan aturan hukum
yang telah diturunkan Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasullah saw.
Majelis syura merupakan dewan musyawarah yang mempunyai
33
rakyat maupun yang timbul dari para anggota majelis syura dalam hal
keuangan, keamanan, hukum yang nantinya dikonsultasikan dengan
khalifah.
Sedangkan bagaimana cara melakukan musyawarah, Allah tidak
menentukan secara rinci. Ini diserahkan sepenuhnya kepada manusia.
Dalam suatu pemerintahan atau Negara, boleh saja musyarawah ini
dilakukan dengan membentuk suatu lembaga tersendiri, seperti parlemen
atau apa pun namanya. Dalam lembaga ini para anggotanya melakukan
musyarawah secara berkala pada periode tertentu atau jangka waktu
tertentu yang disepakati bersama.17
Dalam pengambilan keputusan, tidak berarti suara terbanyak mutlak
harus diikuti. Ada kalanya keputusan diambil berdasarkan suara minorits
kalau ternyata pendapat tersebut lebih logis dan lebih baik dari suara
mayoritas. Sebagai contoh: khalifah Abu Bakar pernah mengabaikan
suara mayoritas dalam masalah sikap terhadap para pembangkan zakat.
Sebagian besar sahabat senior yang dimotori Umar berpendapat bahwa
orang-orang yang menolak membayar zakat kepada Abu Bakar tetap
muslim dan tidak usah diperangi. Sementara sebagian kecil sahabat
berpendapat supaya mereka diperangi. Abu Bakar memilih pendapat
kedua. Pendapat ini akhirnya disetujui oleh “forum” dan Abu Bakar pun
memerangi mereka.18
17
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi ..., 189.
18
34
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa musyawarah
merupakan esensi ajaran Islam yang wajib diterapkan dalam kehidupan
sosial umat Islam. Dan musyawarah dapat dilakukan dalam hal-hal apa
saja asalkan tidak bertentangan dengan prinsip umum syari’at Islam itu
sendiri.
B. Syura Dalam Perjalanan Sejarah
1. Pada Masa Rasullah
Berdasarkan penelitian tentang konsep musyawarah terdapat tiga
ayat (Al-Baqarah: 233, Asy-Syura: 38, Ali-Imran: 159) dalam al-Qur’an.
Melainkan pada umumnya para cendikiawan hanya membahas dua ayat
saja, dengan tidak memasukkan ayat (QS Al-Baqarah: 233) tentang
musyawarah terhadap urusan keluarga.
Hal ini dapat dipahami karena dua ayat tersebut lebih fokus
membahas urusan masyarakat dan pemerintahan. Sehingga praktek
musyawarah yang dilakukan Nabi dapat diklasifikasi menjadi dua bagian.
Pertama secara mikro yaitu dalam urusan keluarga, dan yang kedua secara
makro yaitu dalam urusan masyarakat dan pemerintahan.
Dengan petunjuk ayat tersebut Nabi membudayakan musyawarah
dikalangan sahabatnya, dalam bermusyawarah terkadang beliau hanya
bermusyawarah dengan sebagian sahabat yang ahli dan cendikiawan dan
35
Tapi bila masalahnya penting dan berdampak luas bagi kehidupan sosial
masyarakat beliau menyampaikannya dalam pertemuan yang lebih besar
yang mewakili semua golongan.
Beberapa contoh praktek musyawarah yang dilaksanakan Nabi
dapat dijelaskan berikut ini:
1. Berita Bohong (Musyawarah Urusah Keluarga)
Mendengar berita gosip yang menggoyang dan merusak citra
keluarga Nabi saw. Tentang adanya anggapan perselingkuhan Aisyah
istri Nabi dengan Shafwan bin Mu’athal, Nabi segera mengadakan
musyawarah dengan para sahabat terdiri dari Umar, Ali, Usamah Bin
Zaid, Ummu Aiman, Zaid Bin Stabit. Masing-masing mengemukakan
pendapatnya. Usamah berpandangan bahwa ia tidak mengetahui
apa-apa selain kebaikan. Sedangkan Zaid bin Tsabit berpendapa-apat agar Nabi
menunggu wahyu, karena boleh jadi Allah akan mewujudkan sesuatu
yang baru dalam masalah tersebut.19 Ternyata Allah menurunkan
wahyu, dan turunlah surat An-Nur ayat 11-26 dengan menyatakan
kebersihan Aisyah binti Abu Bakar. Adapun ayat tersebut berbunyi
sebagai berikut:
19
36
ِكْفِإاِب اُؤاَج َنْيِذلا نِإ
ٍئِرْما ِلُكِل ْمُكَل ُرْ يَخ َوُ ْلَب ْمُكَل ارَش ُوُبَسَََْا ْمُكْنِم ٌةَبْصُع
ٌمْيِظَع ٌباَذَع ُهَل ْمُهْ نِم َُرْ بِك ََوَ ت يِذلاَو ِِْْإا َنِم َبَسَتْكا اَم ْمُهْ نِم
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS. An-Nur : 11)20.
ٌْيِبُم ٌكْفِإ اَذَ اْوُلاَقَو اًرْ يَخ ْمِهِسُفْ نَأِب ُتاَنِمْؤُماَو َنوُنِمؤُما نَظ ُوُمُتْعََِْذِإ َاْوَل
Artinya: “Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” (QS. An-Nur: 12)21.
2. Perang Ahzab (Tahun Kelima Setelah Hijrah)
Menghadapi penyerangan musuh dalam perang yang dikenal
dengan perang persekutuan (ahzab) ini, dalam musyawarahnya kali ini
Nabi mengikuti usulan Salman Al-Farisi (seorang sahabat Nabi yang
berkebangsaan Persia). Yaitu strategi menghalau musuh dari dalam
kota, tapi sekeliling kota dibuat parit, yang karena itulah perang ini
juga dikenal dengan istilah perang parit (khandak). Salman
mengusulkan stategi itu berdasarkan pengalaman dia di negerinya.22
20
Deprtemen Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Dan Terjemah..., 351.
21Ibid.
22 Mahmud Syaid Chotob,
37
3. Posisi Perang Badar (2 H/624 M)
Pada waktu pertempuran pertama kaum muslimin menghadapi
agresi kafir quraish yang dalam sejarah disebut dengan perang badar.
Istilah perang badar ini muncul ketika Nabi dan para sahabatnya
berhenti ditempat dekat dengan mata air badar. Salah seorang sahabat
anshar yang ikut dalam pasukannya yang memiliki penguasa tutorial
yang baik, al-Habab bin Mundzir, bertanya: 23
“wahai Rasulullah”, mengapa kita bertahan ditempat ini?. Apakah ini ketentuan wahyu yang tidak dapat ditawar atau hanya pendapat pribadi Rasulullah?. Jawab Rasulullah: “keputusan ini hanya berdasarkan pendapat pribadi sebagai siasat menaklukkan musuh?. Kata al-Ahbab kemudian: tempat ini kurang strategis, bawalah pasukan turun kedaerah badar yang memiliki mata air yang baik. Lalu kita buat pertampungan air disana, setelah pertampungan air disekitar sini kita kuras dan kita tutup”.
Nabi pun kemudian mengikuti saran Al-Habab dan beliau pun
beserta pasukannya memenangkan pertempuran yang menentukan
hidup matinya agama yang dibawanya.
4. Masalah Tawanan Perang Badar
Sebagai pihak yang memenangkan pertempuran, Nabi bersama
pasukannya pulang ke Madinah dari perang badar itu dengan membawa
70 tawanan.24 Diantara mereka terdapat sejumlah keluarga Nabi
seperti Abbas, paman beliau dan Aqil bin Abi Thalib, saudara kandung
Ali bin Abi Thalib atau sepupunya Nabi. Menghadapi masalah
23
Syaih Abdul Hamid Al Khatib, Ketinggian Risalah ..., 248.
24
38
tawanan ini Nabi bermusyawarah dengan para sahabatnya.
Mengingatkan dalam tawanan tersebut terdapat keluarga Nabi,
masalah ini relatif pelik dan pendapat para sahabat pun terbagi dua.
Abu Bakar misalnya mengusulkan agar dilepas saja dengan tebusan
tunai yang bisa dimanfaatkan para sahabat. Sedangkan Umar bin
Khattab menyarankan agar dihukum mati saja sebagai balasan atas
tindakan zalim mereka terhadap umat Islam ketika di Mekkah dan
agresinya dalam perang ini.25
Dari dua pendapat tersebut Nabi merekomendasikan pendapat
pertama tapi dengan memberikan hak memilih kepada para sahabatnya
untuk melepaskan para tawanan itu dengan tebusan atau menghukum
mati mereka. Mendengar itu, para sahabat semuanya memilih
rekomendasi Nabi, karena saat itu sehabis peperangan mereka tentu
sedang mengalami kekurangan material. Jumlah tebusannya 1000
sampai 4000 dirham. Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu, bagi
yang pandai tulis baca, diwajibkan mengajar penduduk Madinah, untuk
seorang tahanan sepuluh murid.26
Namun tindakan itu ditegur oleh Allah lewat wahyunya, dalam
surat Al-Anfal ayat 67 yang berbunyi sebagai berikut:
25
Mahmud Syaid Chotob, Kepemimpinan Rasulullah ..., 111.
26
39
اَيْ ندلا َضَرَع َنوُدْيِرُت ِضْرَِا ِِ َنِخْتُ ي ََح ىَرْسَأ ُهَل َنوُكَي ْنَأ ٍَِِنِل َناَكاَم
ُدْيِرُي ُهللاَو
ٌمْيِكَح ٌزْ يِزَع ُهللااَو َةَرِخآا
Artinya: “tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya dimuka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana (QS. AL-Anfal: 67).27
5. Perang Uhud (3H/625M)
Menjelang keberangkatan menuju perang uhud, Nabi
mengadakan musyawarah bersama sahabat untuk menentukan strategi
dalam menghadapi musuh, apakah bertahan didalam kota Madinah
atau berangkat menyongsong musuh yang datang dari Mekah. Salah
satu dari para sahabat berpendapat lebih baik menyongsong dan keluar
dari kota Madinah. Sehingga sahabat yang lainpun menyetujuinya dan
Nabi mengikuti pendapat mayoritas.
Keputusan tersebut dipegang teguh dengan konsisten dan
konsekuen, walaupun ditengah perjalanan mereka yang berpendapat
mayoritas ingin menarik kembali pendapat mereka dan memberikan
kebebasan kepada Nabi untuk merubah keputusan. Nabi tetap pada
keputusan semula. Sedangkan Abdullah bin Ubay (pemimpin kaum
munafik Madinah) bersama pengikutnya menarik diri dan kembali ke
Madinah. Dalam peperangan sejumlah jurus panah lupa akan pesan
27
40
Nabi, mereka terpengaruh dengan harta rampasan, yang
mengakibatkan kaum muslimin mengalami kekalahan.28
6. Perang Hudaibiyyah (7H/629M)
Praktek musyawarah yang dilaksanakan Nabi pada perjanjian
hudaibiyah ini cukup menarik untuk dicermati. Naskah perjanjian
damai antara Nabi dengan kaum Quraish. Mekah ditulis oleh Ali bin
Abi Thalib. Abu Bakar dan Umar ikut memberikan pendapat, tetapi
tidak diikuti Nabi. Beliau lebih cenderung mengikuti keinginan Suhail
bin Amr (wakil kaum Quraish). Ada dua kalimat yang dapat dicatat
yaitu kalimat “ dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha
penyayang” diganti dengan “ dengan nama-Mu ya tuhan”. Dan yang
kedua adalah kalimat “ ini adalah naskah perjanjian Muhammad utusan
Allah bersama Suhai Bin Amr”, diganti dengan “ini adalah naskah
perjanjian Muhammad bin Abdullah dengan Suhail bin Amr”. Para
sahabat sangat marah kepada Suhail, karena Nabi menyetujui dan
mengikuti keinginan Suhail.29
Demikian juga Nabi s.a.w dalam mekanisme pengambilan
keputusan terkadang beliau mengikuti mayoritas meskipun tidak
sejalan dengan pendapatnya, terkadang mengikuti minoritas dan ada
pula mengambil keputusan dengan pendapat sendiri tanpa mengambil
28Syaih Abdul Hamid Al Khatib, Ketinggian Risalah
..., 254-255.
29Munawir Sjadzali,
41
saran sahabat. Dengan demikian Nabi tidak menetapkan suatu sistem,
cara dan metode musyawarah yang baku, tapi lebih bersifat variatif,
fleksibel dan adaptif.
2. Pada Masa al-Khulafa’ al-Rasyidun
a. Masa Abu Bakar
Nabi Muhammad s.a.w tidak meninggalkan wasiat tentang siapa
yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam
seteleh beliau wafat. Beliau nampaknya menyerahkan persoalan
tersebut pada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Tidak
lama setelah beliau wafat, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar
berkumpul dibalai kota Bani Sa’idah. Mereka memusyawarahkan siapa
yang dipilih menjadi pemimpin umat Islam, namun dengan semangat
ukhwah islamiyah yang tinggi, Abu Bakar terpilih sebagai pengganti
Rasulullah.30
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun (632-634M/
11-13H). Beliau menjadi khalifah pertama, menjadi dasar terbentuknya
pemerintahan sistem khalifah dalam Islam, yang terkenal dengan
al-khulafa’ al-Rasyidun.31 Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri, terutama tantangan yang ditimbulkan oleh
suku-suku arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan
30 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi..., 45. 31 J Suyuthy Pulungan,
42
Madinah, mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan
Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena
itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan
<