• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN GURU AQIDAH AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS IV DI MINU WALI SONGO SUMBERREJO BOJONEGORO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN GURU AQIDAH AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS IV DI MINU WALI SONGO SUMBERREJO BOJONEGORO."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN GURU AQIDAH AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN

KEPRIBADIAN SISWA KELAS IV DI MINU WALI SONGO

SUMBERREJO BOJONEGORO

SKRIPSI

Oleh:

LUTFI ALFIYATIN NIM. D91212167

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Lutfi Alfiyatin (D91212167), Peran Guru Aqidah Akhlak dalam Pembentukan Kepribadian Siswa Kelas IV di MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro. Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Key Word : Guru Aqidah Akhlak, Kepribadian Siswa

Pembimbing : Drs. Sutikno, M.Pd.I

Penelitian ini dilatar belakangi dengan masalah pendidikan, akhir-akhir ini banyak kita jumpai anak-anak yang berperilaku menyimpang dari ajaran agama Islam. Hal itu tentu berdampak buruk bagi perkembangan generasi penerus kita. Penyimpangan tersebut tidak akan terjadi jika seseorang mempunyai bekal iman dan akhlak yang kuat. Oleh sebab itu, diperlukan pendidikan aqidah akhlak yang kuat untuk membentengi anak-anak.

Anak-anak yang dalam masa pembentukan kepribadian harus dibimbing dan diberi pendidikan akhlak. Dalam pembelajaran, guru juga berperan dalam pembentukan kepribadian siswa. Sebab guru merupakan pendidik yang bertugas mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, yaitu membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dari uraian di atas, guru berperan dalam pembentukan kepribadian siswa. Guru harus memiliki kepribadian yang baik. Jika kepribadian guru itu baik, maka ia bisa menjadi teladan yang baik bagi siswa-siswanya. Oleh sebab itu, peneliti mengadakan penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana kepribadian siswa kelas IV di MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro? (2) Bagaimana peran guru Aqidah Akhlak dalam pembentukan kepribadian siswa kelas IV MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro?

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kulitatif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik interview, observasi, angket dan dokumentasi. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti, pertama peneliti melakukan observasi lapangan, kemudian melakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru Aqidah Akhlak kelas IV. Setelah itu menyebar angket. Kemudian dari hasil angket tersebut dibuat deskripsi.

(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penelitian Terdahulu ... 8

F. Definisi Operasional ... 9

(7)

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Guru Aqidah Akhlak ... 13

1. Guru Aqidah Akhlak ... 13

2. Kompetensi Guru ……… ... 15

3. Peran guru menurut Ki Hajar Dewantara ... 24

B. Tinjauan Tentang Kepribadian Siswa ... 25

1. Pengertian Kepribadian Siswa ... 26

2. Faktor-faktor yang memengaruhi Kepribadian Siswa ... 28

3. Proses Pembentukan kepribadian siswa ... 32

4. Tipe-tipe Kepribadian Siswa ... ... 36

C. Peran Guru Aqidah Akhlak dalam Pembentukan Kepribadian Siswa ... 38

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Kehadiran Peneliti ... 42

C. Lokasi Penelitian ... 42

D. Jenis, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 43

E. Analisis Data ... 47

F. Pengecekan keabsahan Data ... 47

G. Tahap-tahap Penelitian ... 48

(8)

1. Sejarah dan Latar belakang Berdirinya MINU Wali Songo ... 50

2. Profil MINU Wali Songo ... 52

3. Visi dan Misi MINU Wali Songo ... 53

4. Tujuan MINU Wali Songo ... 54

5. Keadaan Siswa MINU Wali Songo... 54

6. Keadaan Ruang Kelas dan Rombongan Belajar ... 55

7. Keadaan Guru MINU Wali Songo ... 55

8. Sarana dan Prasarana MINU Wali Songo ... 56

9. Tata tertib Guru MINU Wali Songo ... 58

10.Aturan dan Tata Tertib Siswa MINU Wali Songo ... 62

B. Penyajian Data ... 64

1. Kepribadian Siswa kelas IV di MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro ... 64

2. Peran Guru Aqidah dalam Pembentukan Kepribadian Siswa Kelas IV di MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro ... 84

C. Analisis Data ... 89

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini tayangan berita di televisi dipenuhi dengan berita kriminal, di antaranya tawuran antar remaja, pembunuhan, perampokan, kekerasan, pemakaian obat-obatan terlarang ataupun seks bebas. Hal itu tidak hanya terjadi pada anak-anak yang tidak pernah mengenyam pendidikan, justru tawuran antar remaja terjadi antar pelajar sekolah yang masih menempuh pendidikan. Lalu bagaimanakah peranan pendidikan karakter yang sudah dicanangkan oleh pemerintah? Apakah ada yang salah dengan pendidikan kita khususnya pendidikan akhlak sehingga muncul perilaku-perilaku negatif yang kian menjamur?

(10)

2

Pendidikan akhlak Islam merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Pada sistem pendidikan Islam ini khusus memberikan pendidikan tentang akhlaqul karimah agar dapat mencerminkan kepribadian seseorang.

Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang dilarang, juga dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufiq, dan hidayah sehingga bahagia di dunia dan di akhirat. Akhlak mulia juga dapat dipupuk melalui proses melawan hawa nafsu. Seseorang memiliki akhlak mulia apabila dia dapat melawan dan menundukkan hawa nafsunya. Menundukkan hawa nafsu bukan bermakna membunuhnya tetapi hanya mengawali dan mendidiknya agar mengikuti panduan akal dan Agama.

(11)

3

lebih mengutamakan pengajaran dari pada pendidikan moral padahal inti sari dari pendidikan agama adalah pendidikan moral.

Pendidikan Islam sendiri dalam pengertiannya bertujuan untuk membentuk manusia yang berkepribadian muslim. Pendidikan harus ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, perasaan, dan fisik manusia.1 Tujuan pendidikan Islam secara nasional di Indonesia secara eksplisit belum dirumuskan, karena Indonesia bukanlah negara Islam. Untuk itu tujuan pendidikan Islam secara nasional dapat dirujuk kepada tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai berikut: membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, sehat jasmani dan rohani, memiliki rasa seni, serta bertanggung jawab bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, walaupun secara eksplisit tidak menyebutkan kata-kata Islam, namun substansinya memuat ajaran Islam. Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut mengandung nilai-nilai ajaran Islam yang telah terobjektivasi, yakni ajaran Islam yang telah mentransformasi ke dalam nilai-nilai yang disepakati dalam kehidupan Nasional.2

1

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 62 2

(12)

4

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurmya, sejahtera sengsara suatu bangsa dan masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlak baik akan sejahteralah lahir batinnya.

Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

اًق ل خُْمٌه نَسْحًأُاًناَِْْإَُِْْنِمْؤ مْلاُ لَمْكَأ

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang berakhlak paling mulia.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)3

Dari hadits di atas dijelaskan di antara hal yang paling mulia bagi manusia sesudah iman dan ibadah kepada Allah ialah akhlak yang mulia (Akhlakul Karimah). Dengan akhlak yang mulia terciptalah kemanusiaan manusia dan perbedaannya dengan hewan.4

Pendidikan Islam berkaitan dengan terbentuknya seorang muslim yang bertakwa kepada Allah, berkepribadian dan berakhlak mulia. Sehubungan dengan takwa sebagai tujuan pendidikan Islam, berikut ini hadits yang berkaitan:

َُمَُمَلَسَوُِهْيَلَعُ هاُىَلَصُِهاُ لو سَرَُلِئٌسُ هْنَعُ هاَُيِضَرَُةَرْ يَر ُ َِِأُْنَع

(13)

5

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang siapa orang yang paling mulia. Beliau menjawab, “orang yang paling bertakwa kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari)

Hadits ini menunjukkan bahwa manusia yang paling mulia adalah yang paling tinggi ketakwaannya. Sikap takwa mengalahkan semua indikasi kemuliaan martabat yang lain.

Selanjutnya adalah kepribadian, kepribadian merupakan ciri atau karakteristik dari diri seseorang yang dipengaruhi dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Namun demikian, kepribadian bukanlah sesuatu yang tetap. Kepribadian dapat berkembang dan berubah. Perkembangan kepribadian ini terjadi pada anak-anak, karena memang pada dasarnya mereka memiliki kepribadian yang belum matang atau sedang dalam masa pembentukan kepribadian.

Kepribadian merupakan sesuatu yang bisa dipengaruhi oleh faktor eksternal berdasarkan sifatnya yang dapat berkembang. Artinya, kepribadian seseorang masih dapat dibentuk sesuai dengan kepribadian yang diinginkan. Dalam hal ini, sekolah memegang peranan yang penting dalam proses sosialisasi anak, karena sekolah merupakan lingkungan yang dominan dalam kehidupan seorang anak. Perubahan kelakuan sosial seorang anak bisa terjadi setelah ia masuk sekolah dan berinteraksi dengan lingkungan sekolahnya, yaitu dengan teman dan guru.

(14)

6

apa yang diperbuat oleh seorang guru harus menjadi contoh serta teladan bagi peserta didiknya. Jadi, seorang guru harus mempunyai akhlak yang baik, sehingga dapat membimbing peserta didiknya untuk menjadi seseorang yang beriman, bertakwa, serta berkeprbadian muslim. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.

Dalam kaitannya dengan pembentukan kepribadian seorang anak, maka Pendidikan Islam, terutama pendidikan Aqidah Akhlak memiliki peran penting untuk mencegah seorang anak melakukan perbuatan-perbuatan negatif yang melenceng dari nilai-nilai Islam. Yaitu perbuatan yang bisa tumbuh dari pengaruh lingkungan seorang anak. Oleh karena itu, perlu adanya penanaman pendidikan Agama pada diri seorang anak, khususnya pada masa awal remajanya. Karena pada saat remaja inilah seorang anak masih mencari jati dirinya, ia mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya terutama pengaruh-pengaruh yang negatif. Hal ini dapat terjadi dengan mudah jika seorang anak tidak mempunyai bekal yang kuat dalam pemahaman mengenai ajaran Islam terutama pendidikan akhlak.

(15)

7

dalam Pembentukan Kepribadian Siswa kelas IV di MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapatlah dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kepribadian siswa kelas IV di MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro?

2. Bagaimana peran guru Aqidah Akhlak dalam pembentukan kepribadian siswa kelas IV MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kepribadian siswa kelas IV MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro.

2. Untuk mengetahui peran guru Aqidah Akhlak dalam pembentukan kepribadian siswa kelas IV MINU Wali Songo Sumberrejo Bojonegoro. D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis

(16)

8

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan atau pedoman untuk penelitian berikutnya yang sejenis.

2. Secara Praktis a. Bagi Penulis

Sebagai bahan informasi dan suatu pengalaman bagi penulis sebagai calon pendidik guna menambah dan memperluas pemahaman tentang bagaimana menjadi guru yang bisa menjadi contoh bagi peserta didik. b. Bagi Lembaga

Sebagai sumbangan pikiran, masukan dan koreksi diri agar sekolah tersebut dapat lebih maju serta dapat mengembangkan sistem pendidikan yang lebih bermutu yang salah satunya dengan meningkatkan kompetensi para guru Pendidikan Agama Islam.

E. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu (prior research) adalah sebagai berikut:

Skripsi Ida Nuryani (IAIN Sunan Ampel 2006). Yaitu: “Peran Guru Agama

(17)

9

siswa bahwa setiap kegiatan yang dilakukan siswa adalah ibadah; mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler SKI (Sie Kerohanian Islam); dan membimbing siswa untuk melakukan introspeksi diri (muhasabah).5

Skripsi oleh Ihsan Bashori (UIN Sunan Ampel 2014), yaitu: “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi Remaja Putus Sekolah”. Menyimpulkan bahwa peran guru (tokoh agama, tokoh masyarakat) adalah sangat penting. Di mana lembaga pendidikan di daerah setempat bekerja sama baik dengan para guru agama (formal) dengan pihak tokoh masyarakat, maupun dengan tokoh agama (guru non formal) di daerah setempat.6

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan persepsi dalam memahami judul penelitian ini, maka diperlukan definisi dari istilah-istilah dalam judul “Peran Guru Aqidah Akhlak dalam Membentuk Kepribadian Siswa” antara lain sebagai berikut:

1. Peran guru

Peran guru terdiri dari dua suku kata, yaitu peran dan guru. Peran adalah fungsi, kedudukan, bagian kedudukan.7 Selanjutnya adalah guru, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata guru mempunyai arti orang yang

5 Ida Nuryani, “Peran Guru Agama dalam Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual (SQ) Siswa di

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Krian”, Skripsi, (Surabaya: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel,

2006)

6

Ihsan Bashori “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi Remaja Putus

Sekolah”, Skripsi, (Surabaya: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel, 2014)

7

(18)

10

pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.8 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.9 Jadi yang dimaksud peran guru di sini adalah fungsi ataupun tugas guru dalam pembentukan kepribadian siswa.

2. Guru Aqidah akhlak

Guru aqidah akhlak merupakan seorang pendidik profesional yang melakukan usaha berupa bimbingan, baik jasmani maupun rohani kepada peserta didik menurut ajaran Islam. Aqidah akhlak sebagai suatu bidang studi merupakan sub mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang membahas tentang ajaran agama Islam dalam segi aqidah (keyakinan) dan akhlak (perilaku). Bidang studi aqidah akhlak juga merupakan bimbingan kepada para siswa agar memahami, menghayati, meyakini kebenaran ajaran Islam, serta bersedia mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mengandung pengertian bahwa pelaksanaan mata pelajaran aqidah akhlak di Madrasah Ibtidaiyah dalam kegiatan belajar mengajar khusus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan agar peserta didik mampu mayakini, memahami dan membawa ajaran

8

Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), cetakan ke-4, h.228.

9

(19)

11

agama Islam dengan benar dalam kehidupannya sehingga membentuk akhlak yang sesuai dengan ajaran yang dipahaminya.

3. Kepribadian siswa

Kepribadian siswa terdiri dari dua kata, yaitu kepribadian dan siswa. Kepribadian merupakan Sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yg membedakannya dari orang atau bangsa lain. Siswa adalah orang yang sedang belajar. Siswa atau peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan (UU Sisdiknas, Pasal 1 ayat 4). Jadi kepribadian siswa merupakan sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang sedang menempuh proses pembelajaran atau pendidikan, dalam hal ini berkaitan dengan kebiasaan siswa dalam proses belajar.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pemahaman, sistematika pembahasan dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini sehingga dapat memudahkan dalam memahami masalah-masalah yang akan dibahas. Berikut ini sistematikanya:

BAB I :

(20)

12

BAB II :

Kajian pustaka yang menguraikan tentang tinjauan guru aqidah akhlak, berisikan tentang pengertian guru aqidah akhlak dan kompetensi guru, selanjutnya tinjauan tentang kepribadian siswa yaitu tentang pengertian kepribadian siswa, faktor-faktor yang memengaruhi, proses pembentukan kepribadian, dan tipe-tipe kepribadian siswa. Dilanjutkan tinjauan terakhir adalah tentang peran guru aqidah akhlak dalam pembentukan kepribadian siswa.

BAB III :

Metode penelitian yang meliputi jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, jenis data, sumber data, metode pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV :

Penyajian data dan hasil penelitian. Di dalamnya dipaparkan tentang profil sekolah dan pada bagian kedua dijelaskan tentang penyajian data dan hasil penelitian.

BAB V :

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Guru Aqidah Akhlak 1. Guru Aqidah Akhlak

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang produktif. Maka, keberhasilan dari proses pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pendidik atau guru. Sebab, guru adalah figur manusia yang memegang peranan penting dalam kegiatan proses belajar mengajar.

Oleh sebab itu, menjadi guru dibutuhkan kepribadian yang baik dan berakhlakul karimah, guru adalah ujung tombak dalam proses belajar-mengajar, yaitu ikut berperan dalam usaha pembentukan kepribadian siswa. Akhlak guru mempunyai pengaruh yang sekali pada akhlak-akhlak siswa. Guru menjadi contoh teladan bagi siswa, sebab itu guru itu haruslah guru yang berpegang teguh dengan ajaran agama, serta berakhlak mulia, berbudi luhur, dan penyayang kepada siswanya.6

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata guru mempunyai arti orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.7 Menurut Suparlan, guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai

6

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1983), cet. 11, h. 15

7

(22)

14

fasilitator sehingga siswa dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal, melalui lembaga pendidikan sekolah, melalui lembaga yang didirikan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat atau swasta.8 Sedangkan dalam pandangan masyarakat, guru adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di musala, di rumah, dan sebagainya.9

Inti dari proses pendidikan adalah aktivitas belajar mengajar, dalam hal ini guru menjadi pemeran utama. Dalam kegiatan tersebut terjadi hubungan timbal balik antar-siswa dan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi antar-guru dan siswa inilah yang menjadi syarat utama dalam proses belajar mengajar.10

Hal tersebut tentu berkaitan dengan perkembangan karakter guru khususnya guru aqidah akhlak. Mengajar pendidikan aqidah akhlak merupakan pembelajaran pribadi yang utama yang tentunya memiliki konsekuensi bahwa tanggung jawab guru, selain sebagai pendidik dan pemimpin, juga sebagai pembimbing bagi peserta didiknya. Guru memiliki tugas dan kewajiban yang tidak ringan. Sebagai pemimpin, guru harus memikirkan keberhasilan peserta didiknya, sedangkan sebagai pembimbing

8

Suparlan, Menjadi Guru Efektif, (Yogyakarta: Hikayat, 2005), h. 12-13 9

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 31

10

(23)

15

guru harus selalu mengawasi dan membina anak didiknya kepada arah peningkatan kualitas maupun kuantitas keilmuan bagi peserta didik.

Menurut H.M. Arifin, salah satu faktor yang menentukan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas adalah guru. Guru tidak saja mendidik fungsi sebagai orang dewasa yang bertugas profesional memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) atau penyalur ilmu pengetahuan (transmitter of knowledge) yang dikuasai pada anak didik, tetapi lebih dari itu. Guru menjadi pendidik atau pemimpin dan pembimbing di kalangan peserta didik.11

2. Kompetensi Guru

Kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris, competence yang berarti kecakapan dan kemampuan. (Echols dan Shadily, 2001: 132). Kompetensi adalah kumpulan perilaku, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar.12

Dalam perspektif kebijakan Nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

11

M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Cet. III, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 163

12

(24)

16

Pendidikan, yaitu: kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional. Berikut ini penjelasan tentang keempat kompetensi tersebut:

a. Kompetensi Pedagogis

Tugas utama seorang guru adalah mengajar dan mendidik. Untuk berhadapan dengan murid, seorang guru harus mempunyai beberapa penguasaan yang diperlukan, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap utama untuk menghadapi hidupnya di masa depan. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 88), yang dimaksud dengan kompetensi kemampuan pedagogis adalah:

Kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan

Seorang guru harus memahami hakikat pendidikan dan konsep yang terkait dengannya. Di antaranya yaitu fungsi dan peran lembaga pendidikan, peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, pengaruh timbal balik antara sekolah, keluarga, masyarakat, sistem pendidikan nasional, dan inovasi pendidikan.

2) Pemahaman tentang peserta didik

(25)

17

dominan yang memengaruhinya.13 Guru tidak hanya mengembangkan aspek koginitif pada siswa, tetapi juga harus mampu mengembangkan keterampilan serta sikap siswa.

3) Pengembangan kurikulum/silabus

Dalam proses pembelajaran, guru menggunakan buku sebagai bahan ajar. Guru dapat menggunakan buku-buku yang telah distandardisasi oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

4) Perancangan pembelajaran

Guru mengetahui apa yang akan diajarkannya pada siswa. Guru menyiapkan metode dan media pembelajaran setiap akan mengajar. Perancangan pembelajaran akan memberikan dampak positif bagi guru maupun siswa.

5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.

Pada anak-anak dan remaja, inisiatif belajar harus muncul dari guru, karena mereka pada umumnya belum memahami pentingnya belajar. Maka, guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang menarik rasa ingin tahu siswa, yaitu pembelajaran yang yang menarik, menantang, dan tidak monoton.

13

(26)

18

6) Evaluasi hasil belajar

Penilaian hasil pembelajaran mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif sesuai karakteristik mata pelajaran.

7) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Belajar merupakan proses di mana pengetahuan, konsep, keterampilan dan perilaku diperoleh, dipahami, diterapkan, dan dikembangkan.

Pendidik harus mempunyai kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran (learning agent). Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran ialah “peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemicu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.”14

b. Kompetensi kepribadian

Faktor penting bagi guru adalah kepribadiannya, terutama guru aqidah akhlak. Sebab kepribadian itu yang akan menentukan, apakah ia akan menjadi pembimbing dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak bagi hari esok anak didiknya, terutama bagi siswa yang masih rentan jiwanya, mereka belum mampu melihat dan memilih nilai.15

14

BSNP, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: 2006), h. 87

15

(27)

19

Kompetensi kepribadian, yaitu “Kemampuan kepribadian yang 1) berakhlak mulia; 2) mantap, stabil, dan dewasa; 3) arif dan bijaksana; 3) menjadi teladan; 4) mengevaluasi kinerja sendiri; 5) mengembangkan diri; dan 6) religius.”16

Berakhlak mulia, “Pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.17

Setiap guru diharuskan memiliki akhlak yang baik, karena guru merupakan panutan bagi setiap peserta didiknya. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

ُ لَمْكَأ

ُ

اًق ل خُْمٌه نَسْحًأُاًناَِْْإَُِْْنِمْؤ مْلا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang berakhlak paling mulia.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)18

Terutama bagi guru aqidah akhlak yang mengajarkan tentang ajaran Islam dari segi aqidah (keyakinan) dan akhlak (tingkah laku). Esensi pembelajaran sendiri adalah perubahan tingkah laku. Seorang guru mampu mengubah perilaku peserta didik jika perilaku guru tersebut sudah baik.

(28)

20

Peserta didik merupakan cerminan dari gurunya. Sulit mencetak siswa yang saleh jika gurunya tidak saleh.

Menurut Mulyasa “pribadi guru harus baik karena inti pendidikan adalah perubahan perilaku, sebagaimana makna pendidikan adalah proses pembebasan peserta didik dari ketidak mampuan, ketidakbenaran, ketidak jujuran, dan dari buruknya hati, akhlak dan keimanan.”

Mantap, stabil, dan dewasa. Menurut Husain dan Ashraf, “Jika disepakati bahwa pendidikan bukan hanya melatih manusia untuk hidup, maka karakter guru merupakan hal yang sangat penting.” Itu sebabnya

meskipun murid pulang ke rumah meninggalkan sekolah atau kampus guru mereka, mereka tetap mengenangnya dalam hati dan pikiran mereka, kenangan tentang kepribadian yang agung di mana mereka pernah berinteraksi dalam masa tertentu dalam hidup mereka.19

Arif dan Bijaksana. Menurut Husain dan Ashraf (dalam Jejen

Mushfah, 2011) “Guru bukan hanya menjadi seorang manusia pembelajar tetapi menjadi pribadi bijak, seorang yang saleh yang dapat mempengaruhi pikiran generasi muda.” Seorang guru tidak boleh sombong dengan ilmunya, karena merasa paling mengetahui dan terampil dibanding guru yang lainnya, sehingga menganggap remeh dan rendah rekan sejawatnya.

Menjadi teladan. Mulyasa menyatakan, “Pribadi guru sangat berperan dalam membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi

19

(29)

21

karena manusia merupakan makhluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam membentuk pribadinya.” Secara teoritis,

menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab menjadi teladan. Bahwasannya pendidik yang saleh dalam akhlak, perbuatan, sifat, yang dapat dilihat oleh muridnya sebagai contoh itu sangat dibutuhkan. Murid bisa lupa perkataan pendidik, tetapi mereka tidak akan pernah melupakan sikap dan perbuatannya.

Mengevaluasi kinerja sendiri. Pengalaman mengajar merupakan modal besar guru untuk meningkatkan mengajar di kelas. Pengalaman di kelas memberikan wawasan bagi guru untuk memahami karakter anak-anak, dan bagaimana cara terbaik untuk menghadapi keragaman tersebut. Guru dapat mengetahui mutu pengajarannya dari respons atau umpan balik yang diberikan para siswa saat pembelajaran berlangsung atau setelahnya, baik di dalam maupun di luar kelas. Guru harus berjiwa terbuka, tidak anti kritik. Kesuksesan guru mengajar dapat dilihat dari kemampuan murid menguasai materi, serta aspek afektif dan keterampilan siswa.

(30)

22

konsisten sebagai pembelajar mandiri, yang cerdas memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada di sekolah dan lingkungannya.

Religius. Alasan ciri religiositas ditambahkan pada kompetensi kepribadian, karena ia erat kaitannya dengan akhlak mulia dan kepribadian seorang muslim. Akhlak mulia timbul karena seseorang percaya pada Allah sebagai pencipta yang memiliki nama-nama baik (asmaul husna) dan sifat yang terpuji. Budi pekerti yang baik tumbuh subur dalam pribadi yang khusyuk dalam menjalankan ibadah vertikal dan horizontal. Pribadi yang selalu menghayati ritual ibadah dan mengingat Allah akan melahirkan sikap terpuji.

Dikatakan: carilah guru yang baik agamanya untuk mengajar anakmu, karena agama anak tergantung pada agama gurunya. Menurut Al-Nahlawi, “seorang pendidik muslim harus memiliki sifat-sifat” berikut ini: 1) Pengabdi Allah. Tujuan, sikap dan pemikirannya mengabdi pada Allah. 2) Ikhlas. Tujuannya menyebarkan ilmu hanya semata mencari keridhaan

Allah.

3) Sabar dalam menyampaikan pembelajaran kepada para siswa, karena belajar perlu pengulangan serta menggunakan berbagai metode.

4) Jujur. Tanda kejujuran ialah guru menjalankan apa yang dikatakannya pada siswa.

(31)

23

mendorong seseorang untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lain, yang ditunjukkan dengan aktivitas dan kreativitasnya dalam bekerja dan beramal. Seorang muslim memiliki panduan etis dan ibadahnya dalam al-Qur’an dan Hadits.

c. Kompetensi Sosial

Seorang guru – sama halnya dengan manusia lainnya – adalah makhluk sosial, yang dalam hidupnya berdampingan dengan manusia lainnya. Guru diharapkan memberikan contoh baik terhadap lingkungannya dengan menjalankan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat sekitarnya.20

Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, serta bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.21

d. Kompetensi Profesional

Sebagai seorang guru, tugas utamanya adalah mengajarkan pengetahuan kepada peserta didiknya. Namun ia tidak sekadar mengetahui

20

Jejen Mushfah, op.cit., h. 52 21

(32)

24

tentang materi yang akan diajarkannya, ia juga harus memiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang materi yang akan disampaikannya.

Dalam proses penyelenggaraan pendidikan, gedung sekolah, dana, program, dan kepemimpinan adalah vital. Demikian juga sumber daya manusia, dari kepala sekolah, guru, dan staf memegang peranan yang sangat penting. Menurut Sumidjo (dalam Jejen Mushfah, 2011), “Faktor

yang paling esensial dalam proses pendidikan adalah manusia yang ditugasi dengan pekerjaan untuk menghasilkan perubahan yang telah direncanakan pada anak didik. Hal ini merupakan esensi dan hanya dapat dilakukan sekelompok manusia profesional, yaitu manusia yang memiliki kompetensi mengajar.”

3. Peran guru menurut Ki Hajar Dewantara

Ing ngarsa sung tuladha; Ing madyo mangun karsa; Tut wuri handayani. Semboyan yang dituliskan oleh Ki Hajar Dewantara ini menggambarkan peran seorang guru atau pendidik.22 Ing ngarsa sung tuladha, berarti seorang guru harus mampu menjadi contoh bagi siswanya, baik sikap maupun pola pikirnya. Anak akan melakukan apa yang dicontohkan oleh gurunya, bila guru memberikan teladan yang baik maka anak akan baik pula perilakunya. Dalam hal ini, guru harus selalu memberikan pengarahan dan mau menjelaskan supaya siswa menjadi paham dengan apa yang dimaksudkan oleh guru.

22

(33)

25

Ing madya mangun karsa, berarti bila guru berada di antara siswanya maka guru tersebut harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi siswanya, sehingga siswa diharapkan bisa lebih maju dalam belajar. Jika guru selalu memberikan semangat kepada siswanya, maka siswa akan lebih giat karena merasa diperhatikan dan selalu mendapat pikiran - pikiran positif dari gurunya sehingga anak selalu memandang ke depan dan tidak terpaku pada kondisinya saat ini. Semboyan ini dapat diwujudkan dengan cara diskusi, namun syarat yang harus dipenuhi adalah semua siswa atau mayoritas siswa harus paham atau menguasai materi diskusi.

Tut wuri handayani berarti, apabila siswa sudah paham dengan materi, siswa sudah pandai dalam banyak hal maka guru harus menghargai siswanya tersebut. Guru diharapkan mau memberikan kepercayaan bahwa siswa dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Guru tidak boleh meremehkan kemampuan siswa. Semboyan ini diwujudkan dengan pemberian tugas, ataupun belajar secara mandiri atau pengayaan.

(34)

26

B. Tinjauan Tentang Kepribadian Siswa 1. Pengertian Kepribadian Siswa

Personality atau kepribadian berasal dari kata persona yang berarti topeng, yakni alat untuk menyembunyikan identitas diri. Bagi bangsa Romawi persona berarti “bagaimana seseorang tampak pada orang lain”, jadi bukan diri yang sebenarnya. Adapun pribadi yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris person, atau persona dalam bahasa Latin yang yang berarti manusia sebagai perseorangan, diri manusia atau diri orang sendiri.23

Menurut Sartain, kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir.24 Kepribadian (personality) menunjukkan suatu organisasi (susunan) dan sifat-sifat dan aspek tingkah laku lainnya yang saling berhubungan. Di dalam suatu individu,25 sifat-sifat dan aspek ini bersifat psikofisik yang menyebabkan individu bertingkah laku seperti apa adanya dan menunjukkan adanya ciri khusus (karakteristik) yang membedakan individu dengan individu lainnya. Termasuk di dalamnya, sikap, kepercayaannya, nilai, dan cita-citanya, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya.

23

Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 2 24

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 11 25

(35)

27

Freud berpendapat bahwa kepribadian itu terdiri dari tiga dimensi atau bagian. Ia melihat “Id” pada hakikatnya sebagai inti biologis dari kedirian,

yaitu merupakan asal hasrat atau keinginan pada diri seseorang. Kemudian Ego, ia memandang Ego sebagai semacam mediator yang berusaha menemukan suatu penemuan atau hasrat atau keinginan seseorang dengan tuntutan masyarakat. Dimensi ketiga dari kedirian adalah super-Ego atau kesadaran sosial (sosial censcience). Super-Ego sebagai semacam polisi yang berada di dalam kedirian itu, namun fungsinya akan tetap berada dengan kedirian yang menyeluruh. Fungsi Super-Ego adalah menekan atau mengurangi motivasi-motivasi yang timbul dari nafsu, agresif, dan lain sebagainya.

Sedangkan kata “siswa” disamakan dengan peserta didik merupakan sekelompok individu yang melakukan kegiatan untuk mencari suatu hal yang belum dimengerti. Dalam pelaksanaan proses ini disebut juga sebagai proses belajar mengajar.26

Jadi, kepribadian siswa adalah tingkah laku seorang pembelajar yang mengapresiasikan kepribadian yang muncul dalam diri dan dimanifestasikan dalam perbuatan. Dapat juga dikatakan kepribadian siswa dalam menerapkan hasil pengajaran dalam kehidupan sehari-hari.27

26

Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 38 27

(36)

28

2. Faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian siswa

Kepribadian seseorang merupakan sesuatu yang tidak tetap. Artinya, kepribadian seseorang dapat berubah dengan pengaruh yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, kepribadian siswa sangat perlu untuk dibimbing untuk membentuk watak dan perilaku yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Maka, di sinilah pentingnya pendidikan Aqidah Akhlak. Dengan bekal aqidah serta pendidikan akhlak yang kuat, akan menghasilkan siswa yang berkepribadian muslim.

Tatkala pendidikan seorang anak jauh dari aqidah Islam, hampa dari bimbingan agama, serta tidak ada hubungan dengan Allah SWT. Maka tidak diragukan lagi anak tersebut akan cenderung fisik, menyeleweng, dan akan tumbuh dalam kesesatan. Malah ia akan mengumbar hawa nafsunya mengikuti nasfu jahatnya dan bisikan setan yang sesuai dengan hawa nafsu dan tuntutannya yang rendah. Begitulah dia akan berbuat sejalan dengan hawa nafsu jahatnya. Dia akan selalu terdorong ke lembah perbuatan yang menyimpang, tunduk kepada hawa nafsu yang membuatnya buta dan tuli. Nafsunyalah yang menjadi sesembahanya. Allah berfirman dalam surat al-Qashash ayat 50:

ُ ََُ َهَللاُ َنِإُ ِهَللاُ َنِمُ ىًد ُ َِْْغِبُ اَوَُ َعَبَ تاُ ِنَُِِ لَضَأُ ْنَمَو

َُمْوَقْلاُ يِدْهَ ي

(37)

29

“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Imanlah yang akan menuntun manusia mengendalikan hawa nafsunya dari perbuatan menyimpang, moral yang buruk, serta jiwa yang rusak. Tanpa iman, semua hidup manusia akan pincang.

Kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh akhlak orang tua, pendidik, guru, atau orang dewasa lainnya. Karena menurut pandangan anak, orang tersebut adalah orang agung yang patut ditiru dan diteladani. Jadi ibaratnya anak itu bagaikan air murni yang dapat diwarnai dengan warna apapun oleh orang tua dan gurunya.28

Karena hubungan erat antara iman dan akhlak serta keterkaitan antara akidah dan amal perbuatan yang kokoh, maka perlu adanya penanaman nilai-nilai moral sejak dini. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdur-Razaq, dari Ibnu Abbas r.a., dari Sa’ad bin Mansyur, dari selain mereka berdua, dari Ali

r.a. dengan hadits:

Dari ibnu Abbas dan sa’ad bin mansyur berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Ajarkanlah kepada anak-anak kalian dan keluarga kalian kebaikan, dan

didiklah mereka”. (H.R Abdur Razaq)

Faktor yang memengaruhi kepribadian dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

28

(38)

30

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seorang anak sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki kedua orang tuanya. Oleh karena itu, kita sering mendengar istilah “buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya”. Misalnya, jika seorang ayah memiliki

sifat mudah marah, maka tidak menutup kemungkinan hal tersebut juga menurun kepada anaknya.29

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai pengaruh dari berbagai teknologi modern seperti handphone, internet, dan lain-lain.

1) Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang diterima oleh seorang anak. Oleh karena itu, pakar keilmuan pendidikan memberikan istilah keluarga merupakan tempat pendidikan pertama, dan orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama. Menurut Lavine, kepribadian orang tua berperan besar dalam

29

(39)

31

pembentukan kepribadian si anak. Sebab hal itu juga berpengaruh terhadap cara orang tua dalam mendidik dan membesarkan anaknya. 2) Lingkungan sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang juga berfungsi untuk menanamkan dasar-dasar pengembangan pengetahuan dan sikap yang telah dibina dalam keluarga pada masa kanak-kanak. Dalam hal ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tujuan penting yang tertuang dalam tujuan pendidikan Nasional yaitu untuk membentuk kepribadian muslim.

3) Lingkungan masyarakat

Kepribadian siswa sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Pengaruh tersebut datang dari teman-teman dalam masyarakat sekitarnya. Dalam kenyataan yang ada, tidak hanya pengaruh yang bersifat positif, namun juga tidak sedikit pengaruh yang bersifat negatif. Sering kita lihat, bahwasannya sesuatu yang bersifat negatif itu mudah menular pada diri anak dan mudah melekat dalam hatinya.

4) Teknologi modern

(40)

32

Seperti contoh adanya internet, keberadaan internet mempermudah kita untuk menambah wawasan pengetahuan tentang dunia luar. Akan tetapi, jika tanpa pengawasan dan pengarahan dari orang yang lebih dewasa, tentu dapat disalahgunakan dan akan berpengaruh buruk teradap diri anak. Seperti halnya jika seorang anak secara bebas mengakses situs yang seharusnya bukan untuk usianya.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi kepribadian siswa bukan hanya dari genetis, tetapi faktor lingkungan juga banyak memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian siswa.

3. Proses Pembentukan kepribadian siswa

Manusia dilahirkan dengan membawa potensi kepribadian masing-masing yang berbeda. Baik dari segi psikologis maupun fisik. Misalnya dari segi psiokologis adalah sifat pemarah, penyabar, pemaaf dan lain sebagainya. Dari segi fisik misalnya, gendut, kurus, cantik, berkulit putih dan sebagainya. Dalam perkembangannya, setiap manusia mengalami proses di mana proses tersebut mampu memengaruhi pembentukan kepribadiannya.

(41)

33

Menurut Thomas dan Chess bahwa kepribadian individu sudah tampak ketika individu baru dilahirkan dan pada bayi yang baru lahir perbedaan karakteristik seperti tingkat keaktifan, rentang perhatian, kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan suasana hati dapat diamati segera setelah kelahiran.

Empat faktor yang memengaruhi proses pembentukan kepribadian. Pertama, warisan biologis (yang menimbulkan faktor-faktor variasi individu

dalam hal mentalitas, tampang jasmani, serta kematangan). Kedua, lingkungan geografis (menimbulkan pengalaman-pengalaman yang berbeda di dalam diri orang-orang menyelaraskan dirinya terhadap dunia fisik). Ketiga, lingkungan kebudayaan (menyebabkan partisipasi yang berbeda-beda coraknya di dalam lingkungan kebudayaan yang menyeluruh). Keempat, lingkungan sosial (menyebabkan partisipasi yang berlainan caranya di dalam kehidupan kelompok).30

Kepribadian pada diri seseorang itu terbentuk melalui perkembangan secara terus menerus. Dari setiap perkembangan yang berlangsung, selalu didahului dengan perkembangan sebelumnya. Perkembangan itu tidak hanya bersifat continue (terus menerus), tapi juga perkembangan fase yang satu diikuti dan menghasilkan perkembangan pada fase berikutnya. Menurut

30

(42)

34

Ahmad D. Marimba, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses yang terdiri atas tiga taraf, yaitu31:

a. Pembiasaan

Pembiasaan merupakan latihan yang dilakukan secara terus menerus tentang suatu hal supaya menjadi biasa. Pembiasaan hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, sebab pada masa itu merupakan masa yang paling peka bagi pembentukan kebiasaan. Pembiasaan yang ditanamkan kepada anak-anak, itu harus disesuaikan dengan perkembangan jiwanya. Misalnya, membiasakan anak berdo’a sebelum dan sesudah makan, mengucapkan salam ketika masuk rumah, berdo’a sebelum dan

sesudah tidur, dan lain sebagainya.

Ibnu Qoyyim Al-Jauzi, sebagaimana dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasy (1990:107) mengemukakan, bahwa pembentukan yang utama ialah waktu kecil, maka apabila seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang kurang baik) dan kemudian telah menjadi kebiasaannya, maka akan sukarlah meluruskannya. Tujuan utama dari kebiasaan ini, adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh siterdidik yang terimplikasi mendalam bagi pembentukan selanjutnya.32

31

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, cet. Ke-8, (Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1989), h. 88

32

(43)

35

b. Pembentukan minat dan sikap

Dalam taraf ini, pembentukan lebih dititikberatkan pada perkembangan akal (pikiran, minat, dan sikap atau pendirian). Menurut Ahmad D. Marimba, bahwa pembentukan pada taraf ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu33:

1) Formil

Pembentukan secara formil, dilaksanakan dengan latihan secara berpikir, penanaman minat yang kuat, dan sikap (pendirian) yang tepat. Tujuannya adalah untuk membentuk cara berpikir yang baik, sehingga dapat mengambil kesimpulan yang logis, membentuk minat yang kuat, serta terbentuknya sikap (pendirian) yang tepat. Sikap yang tepat, ialah bagaimana seharusnya seseorang itu bersikap terhadap agamanya, nilai-nilai yang ada di dalamnya, terhadap nilai-nilai-nilai-nilai kesulitan, dan terhadap orang lain yang berpendapat lain.

2) Materil

Pembentukan materil sebenarnya telah dimulai sejak masa kanak-kanak yaitu sejak pembentukan taraf pertama. Namun barulah pada taraf kedua ini masa intelek dan masa sosial. Anak-anak yang telah cukup besar dan mampu menyaring mana yang berguna untuk dirinya dan mana yang tidak. Pada taraf ini seorang anak mulai dilatih untuk berpikir kritis.

33

(44)

36

3) Intensil

Pembentukan intensil yaitu pengarahan, pemberian arah, dan tujuan yang jelas bagi pendidikan Islam, yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Pembentukan intensil ini lebih progresif lagi, yaitu nilai-nilai yang mengarahkan sudah harus dilaksanakan dalam kehidupan.

c. Pembentukan kerohanian yang luhur

Pada taraf ini, pembentukan dititikberatkan pada aspek kerohanian, yaitu dapat memilih, memutuskan, dan berbuat atas dasar kesadaran sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab, kecenderungan ke arah berdiri sendiri yang diusahakan pada taraf yang lalu. Misalnya peralihan dari disiplin luar ke arah disiplin sendiri, dari menerima teladan ke arah mencari teladan.

Dari ketiga taraf pembentukan ini, saling berkaitan satu sama lain serta saling memengaruhi. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penanaman pembiasaan, pembentukan minat dan sikap yang baik, serta pembentukan pembentukan kerohanian yang luhur pada seorang anak sangat penting untuk dilakukan, hal itu juga akan membawa dampak positif dalam pembentukan kepribadiannya.

4. Tipe-tipe kepribadian siswa

(45)

37

a. Tipe Sanguin

Seorang siswa yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup, dapat membuat lingkungannya gembira dan senang. Akan tetapi, tipe ini juga memiliki kelemahan, antara lain: cenderung impulsif, bertindak sesuai emosi atau keinginannya. Siswa tipe ini sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan dan rangsangan dari luar dirinya.34

b. Tipe flegmatis

Tipe kepribadian ini memiliki ciri antara lain: cenderung tenang, gejolak emosinya tidak tampak. Siswa bertipe ini cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup baik dan cukup introspektif. Mereka seorang pengamat yang kuat, penonton yang tajam, dan pengkritik yang berbobot. Namun, tipe ini juga memiliki kelemahan yaitu: ada kecenderungan untuk mengambil mudahnya dan tidak mau susah, dan mereka cenderung egois. c. Tipe melankolis

Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain: terobsesi dengan karyanya yang paling bagus atau sempurna, mengerti estetika keindahan hidup, perasaannya sangat kuat, dan sangat sensitif. Kelemahan dari tipe kepribadian ini adalah sangat mudah dikuasai oleh perasaan dan cenderung dikuasai perasaan yang murung. Orang yang bertipe ini tidak mudah untuk senang atau tertawa terbahak-bahak.

34

(46)

38

d. Tipe koleris

Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri: cenderung berorientasi pada pekerjaan dan tugas, mempunyai disiplin kerja yang tinggi, mampu menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Kelemahan tipe ini yaitu: kurang mampu merasakan perasaan orang lain, kurang mampu mengembangkan rasa kasihan pada orang yang sedang susah, dan perasaannya kurang peka.

e. Tipe asertif

Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri: mampu menyatakan pendapat, ide, dan gagasannya secara tegas, kritis, tetapi perasaanya halus sehingga tidak menyakiti perasaan orang lain. Perilaku mereka adalah berjuang mempertahankan hak sendiri, tetapi tidak sampai mengabaikan atau mengancam hak orang lain. Melibatkan perasaan dan kepercayaan orang lain sebagai bagian dari interaksi dengan mereka. Tipe asertif ini merupakan tipe yang ideal, maka tidak ditemukan kelemahannya.35

C. Peran guru aqidah akhlak dalam pembentukan kepribadian siswa

Peran guru secara umum sebagaimana semboyan Ki Hajar Dewantara yaitu sebagai pendidik, sebagai teladan, memberikan semangat/motivasi, dan memberikan kekuatan. Jika semboyan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka akan tercapai keberhasilan dalam pendidikan.

35

(47)

39

Peran guru aqidah akhlak sebagai sosok yang religius sangat penting di abad ke 21 ini, di mana budaya masyarakat mengabaikan nilai-nilai keagamaan, bahkan cenderung mengutamakan aspek duniawi. Aspek tertinggi dari keberagamaan seseorang ialah saat seluruh aktivitas kehidupannya – baik duniawi maupun ukhrawi – hanya didasari untuk meraih keridhaan Allah SWT. Maka seorang guru yang religius pasti akan membimbing siswanya untuk memiliki kepribadian yang luhur dan utama, terutama akhlak pada Tuhan lalu akhlak pada sesama makhluk hidup di sekelilingnya. Ilmu akan hampa dan tiada manfaat – bahkan cenderung menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan, jika tidak dimiliki oleh pribadi yang religius dan berakhlak. menjadi teladan, memberikan semangat/motivasi, dan memberikan kekuatan

Menurut Mukhtar, peran guru Aqidah Akhlak dalam pembentukan kepribadian siswa lebih difokuskan pada tiga peran, yaitu:

1. Peran pendidik sebagai pembimbing

(48)

40

belajar lantaran ia merasa dibimbing, didorong, dan diarahkan oleh pendidiknya dan tidak dibiarkan tersesat.36

2. Peran pendidik sebagai model (contoh)

Peran pendidik sebagai model dalam pembelajaran sangat penting dalam pembentukan kepribadian siswa. Karena apa yang dilakukan guru termasuk tingkah laku, gerak gerik, serta gaya bicara guru selalu diperhatikan oleh murid-muridnya sekaligus dijadikan contoh. Baik yang baik maupun yang buruk. Kejelakan-kejelekan gurunya akan pula direkam oleh muridnya dan biasanya akan lebih mudah dan cepat diikuti oleh murid-muridnya.37 Oleh karena itu, guru harus bisa menjadi contoh yang baik bagi muridnya.

3. Peran pendidik sebagai penasehat

Seorang pendidik memiliki jalinan ikatan batin atau emosional dengan para siswa yang diajarnya. Dalam hubungan ini pendidik berperan aktif sebagai penasehat. Peran pendidik bukan hanya sekadar menyampaikan pelajaran di kelas lalu menyerahkan sepenuhnya kepada siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikannya tersebut. Namun, lebih dari itu, guru juga harus mampu memberi nasehat bagi siswa yang membutuhkannya, baik diminta ataupun tidak.38

36

Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV. Misika Anak Galiza, 2003), Cet. 3, h. 93-94

37

A. Qodri Azizy, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat), (Jakarta: Aneka Ilmu, 2003), Cet.2, h. 164-165

38

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian lapangan (field research) adalah jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris di lapangan.39 Penelitian kualitatif dilakukan untuk memahami fenomena sosial dari pandangan pelakunya. Melalui penelitian ini dengan mempergunakan metode deskriptif, akan diperoleh pemahaman dan penafsiran secara mendalam mengenai makna dari kenyataan dan fakta yang relevan. Pendekatan kualitatif yaitu sebuah penelitian yang berusaha mengungkap keadaan yang bersifat alamiah (apa adanya) secara holistik tanpa perlakuan manipulatif.40

Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.41 Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat

39

Ahmad Yusam Thobroni, et al., Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi, (Surabaya: Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi UIN Sunan Ampel, 2015), h. 11

40

Suyuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 59 41

(50)

42

populasi tertentu. Dengan kata lain pada penelitian deskriptif, peneliti hendak menggambarkan suatu gejala (fenomena), atau sifat tertentu.42

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti sangat diperlukan, sebab peneliti bertindak sebagai instrumen penelitian. Peneliti bertugas untuk merencanakan, melaksanakan pengumpulan data dan pada akhirnya peneliti juga yang menjadi pelopor hasil penelitiannya. Hal ini dikarenakan agar dapat lebih dalam memahami latar penelitian dan konteks penelitian. Para peneliti berperan sebagai pengamat penuh, yaitu sebagai pengamat yang terlibat secara langsung dengan subjek penelitian dalam menjalankan proses pendidikan, hal ini dilakukan karena sebagai upaya untuk menjaga objektivitas hasil penelitian.

Sebelum mengadakan penelitian ini, maka peneliti memberikan surat izin penelitian untuk kepala sekolah dari kampus. Dengan surat pengantar tersebut, maka kepala sekolah berwenang dalam mengambil keputusan atas proses perizinan tersebut. Jika pihak sekolah menyetujui, maka penelitian dapat dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang dibutuhkan.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dilakukan penelitian. Dalam skripsi ini, lokasi penelitian dilakukan dilakukan di MINU Wali Songo, yaitu sebuah sekolah yang memiliki visi “Terbentuknya peserta didik/warga belajar yang unggul dalam prestasi serta berimtaq dan berakhlakul karimah Ala Ahlus Sunnah

42

(51)

43

Wal Jama’ah.” MINU Wali Songo terletak di Desa Sumuragung, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro.

D. Jenis, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.43 Jenis data ini merupakan hasil pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan di lapangan.

2. Sumber Data

Sumber data adalah subyek darimana data dapat diperoleh. Secara umum sumber data penelitian kualitatif adalah tindakan dan perkataan manusia mengenai suatu latar yang bersifat alamiah.

Sumber data yang peneliti jadikan acuan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari sumbernya dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan.44

b. Data Sekunder

Merupakan sumber data yang bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi dan memperkuat serta memberikan penjelasan mengenai

43

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), Cet VII, h. 29

44

(52)

44

sumber primer,45 seperti dokumentasi (buku-buku atau karangan ilmiah) dan lain-lain yang berkaitan dengan obyek penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam prosedur pengumpulan data peneliti menggunakan tiga cara, yaitu : observasi, interview, angket dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematika terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.46 Sedang menurut Winarno Surakhmat, dalam metode observasi ini teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki, baik pengamatan itu dilakukan dalam situasi buatan yang khusus diadakan.47

Dalam artian penelitian, observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara. Metode ini digunakan untuk mencari dan mendapatkan data yang berkaitan dengan peran guru dalam pembentukan kepribadian siswa dalam proses belajar mengajar serta keadaan sarana dan prasarana sekolah.

45

Cristin daymon dan Immy Holloway, Metode-Metode Riset Kualitatif, terjemah, Cahaya Wiratama, (Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka), h. 34

46

S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 158 47

(53)

45

b. Interview

Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.48 Interview merupakan alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dengan sumber informasi (interviewee).49

Dalam penelitian ini, metode interview digunakan untuk memperoleh data tentang:

1) Peran guru aqidah akhlak dalam membentuk kepribadian siswa di MINU Walisongo Sumberrejo Bojonegoro

2) Usaha-usaha yang dilakukan dalam membentuk kepribadian siswa di MINU Walisongo Sumberrejo Bojonegoro

c. Angket

Angket adalah suatu alat penelitian yang dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan untuk memperoleh keterangan dari sejumlah responden.50 Daftar pertanyaan ini disusun secara tertulis mengenai suatu hal yang berkaitan dengan indikator masalah yang berhubungan dengan kepribadian siswa kelas IV MINU Wali Songo

48

Ibid., h.198. 49

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori-Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 179

50

(54)

46

Sumberrejo Bojonegoro. Angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu responden hanya menjawab dengan jawaban yang tersedia di angket tersebut.

Tabel 1.1

Kisi-kisi instrumen angket

Variabel Indikator

Kepribadian Siswa - Berbakti kepada orang tua - Taat pada agama

- Menghormati guru

- Menaati tata tertib sekolah - Berbuat baik kepada sesama - Bertanggung jawab

d. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dokumen dalam studi kasus digunakan untuk mendukung dan menambah bukti yang diperoleh dari sumber yang lain misalnya kebenaran data hasil wawancara.51 Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

51

(55)

47

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.52

Metode dokumentasi digunakan untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh dengan metode observasi dan interview, dalam memperoleh data penelitian berupa arsip-arsip tentang gambaran umum MINU Walisongo Sumberrejo Bojonegoro.

E. Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.53 Untuk menganalisis data yang diperoleh oleh penulis, maka penulis menggunakan metode deskriptif untuk menafsirkan serta menguraikan data. Sehingga dari data tersebut dapat diperoleh paparan yang mudah dipahami oleh pembaca.

F. Pengecekan keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dilakukan untuk memperoleh hasil yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan serta dipercaya oleh semua pihak. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengecekan keabsahan data dengan triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek

52

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 206

53

(56)

48

baik derajat kepercayaan status informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.54

G. Tahap-tahap Penelitian 1. Tahap persiapan

a. Pembuatan jadwal penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, maka peneliti menentukan jadwal penelitian yang disesuaikan dengan Kepala Sekolah dan Guru Aqidah akhlak terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu kegiatan sekolah.

b. Menyusun instrumen

Instrumen penelitian disusun sesuai dengan masalah penelitian. instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan jenis data adalah observasi, interview, angket dan dokumentasi.

c. Mendatangi responden

Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti hadir secara langsung untuk melakukan pengamatan. Hal ini perlu dilakukan dengan maksud supaya dalam melakukan penelitian tidak terjadi kesalah pahaman bagi responden. Maka peneliti perlu mandatangi responden untuk memberi informasi seperlunya pada responden (kepala sekolah, guru aqidah kelas IV, dan siswa kelas IV).

54

(57)

49

2. Tahap pelaksanaan penelitian

a. Melakukan pengamatan. Tahap pelaksanaan penelitian adalah untuk mengetahui kondisi sekolah, keadaan seperti cara berpakain, etika berbicara kepada orang lain.

b. Melakukan wawancara dengan para informan.

c. Mengumpulkan semua data yang dianggap perlu, seperti data tentang profil sekolah dan pelaksanaan-pelaksanaan pengajaran.

3. Tahap Penyelesaian

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Sejarah dan Latar belakang Berdirinya MINU Wali Songo55

Lembaga pendidikan di sekitar Kecamatan Sumberrejo telah ada sejak tahun 1950-an, namun masih belum mampu mewadahi antuasiasme kebutuhan masyarakat sekitar yang berhaluan ahlusunnah waljamaah, bahkan sekitar tahun 1970-an banyak Lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan berbasis ahlusunnah wal jamaah (aswaja) namun lebih berkutat pada amaliah tanpa berniat menjadi bagian dari organisasi Aswaja (Nahdlotul Ulama) hal ini terindikasi dari keengganan mereka (lembaga pendidikan yayasan) tersebut memasukkan mata pelajaran Aswaja/KeNUan kedalam muatan lokal mereka. Segenap pengurus Majlis Wakil Cabang NU Sumberrejo. Para ulama sekitar Sumberrejo ini berharap dengan adanya Lembaga Pendidikan milik NU dan mengajarkan Ke NU an, maka mereka telah memiliki tembok penghalang untuk membentengi derasnya serangan aliran selain NU.

Akhirnya demi nawaitu menyelematkan organisasi NU dan generasi Nahdliyin serta ta’dzim kepada para kyai penggigih organisasi Nahdliyin ini

55

(59)

51

Pada tahun 2008 Madrasah Ibtidaiyah Wali songo didirikan dengan berbagai keterbatasan, tanpa gedung, tanpa bangku, tanpa ruang, belum memiliki tanah sendiri. Hanya memiliki 15 anak didik dan pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan disalah satu rumah pengurus/tokoh NU dengan ala kadarnya. Madrasah Ibtidaiyah ini seklaigus sebagai Tonggak awal komplek pendidikan berbasis Aswaja di Lingkungan Kecamatan Sumberrejo. Adapun kepala Madrasah saat itu adalah Hj Lilik Luthfiyati, S.Ag (yang ber-sukarela menyediakan ruangan representative bagi siswa-siswi perdana).

Berbekal SK Pendirian dari Departemen Agama kantor Kabupaten Bojonegoro pada tanggal 08 Desember 2008 dengan nomor : Kd.13.22/1/PP.01.1/694/SK/2009. Maka dimulailah proses kegiatan belajar mengajar (KBM) MI Wali songo. Dengan bertolak pada NPSN 60718162, NSS 11.205.05.11.229 dan NSM 111.2.35.22.0229 maka sejak tahun 2011

MI Wali Songo mendapatkan mandat dari LP Ma’arif NU Bojonegoro untuk

menyelenggarakan pendidikan secara mandiri, unggul dan kompeten (unggulan) berbasis Aswaja.

Gambar

  Tabel 1.1 Kisi-kisi instrumen angket
 Tabel 4.1
  Tabel 4.2 Jumlah
 Tabel 4.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

ditolak yang berarti ada pengaruh kepribadian guru aqidah akhlak terhadap. tingkah laku siswa MAN

Selain itu peran guru aqidah lainnya antara lain menerapkan sopan santun dengan memberikan teladan atau contoh bagaimana bersikap sopan santun tidak hanya dari

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai problemproblem yang dialami oleh guru Aqidah Akhlak dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 Tujuan

Sehingga peranan saudara dalam mendidik akhlak terhadap pembentukan kepribadian anak sangat penting juga yaitu membimbing anak dengan membiasakan anak untuk

Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah mengeanai pembentukan karakter disiplin siswa melalui keteladanan guru aqidah akhlak kelas VIII

Adapun yang menjadi pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam pembentukan akhlak siswa di SMKN 1 Bireuen?, (2) Upaya

Kepribadian Guru, Guru Aqidah Akhlak, Pembentukan Karakter Siswa. Penelitian dalam skripsi ini berlatar belakang dari salah satu aspek penting yang mempengaruhi terhadap

Di mata pelajaran aqidah akhlak selain juga secara akademik, dan yang terpenting juga adalah dengan penerapan kehidupan mereka sehari hari, bagaimana cara mereka memahami agama Islam