Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S.Psi)
ChilmiyyatulMusyrifah
B07212004
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode tutor
sebaya dalam meningkatkan self regulation siswa kelas XI IPA 1
dan XI IPA 2. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan
menggunakan desain
quasi experiment
dengan jumlah 40 siswa
sebagai kelompok eksperimen dan 40 siswa sebagai kelompok
kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan alat ukur
(skala) yang digunakan adalah skala
self regulation
yang
diadaptasi dari skala Lailiyah (2015). Teknik analisis data
menggunakan Paired samples t test. Reliabilitas skala self
regulation sebesar 618 artinya memiliki reliabilitas yang tinggi.
Pemberian
treatment
dalam penelitian ini dilakukan dalam 2 kali
pertemuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa metode tutor
sebaya dapat meningkatkan
self regulation
siswa. Hal ini dilihat
dari perbandingan antara hasil pretest dan posttest pada kelompok
eksperimen yang mengalami peningkatan. Dari hasil pretest dan
posttest tersebut diperkuat dengan hasil uji paired samples t-test
dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, karena lebih kecil
dari 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Perbedaan nilai
rata-rata perolehan kelompok Eksperimen sebesar 2.732501 lebih
besar dari nilai rata-rata perolehan kelompok kontrol sebesar
0.52500, artinya terdapat perbedaan
self regulation
antara
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil menunjukkan
bahwa ada pengaruh antara metode tutor sebaya (peer tutoring)
dalam meningkatkan
self regulation
siswa .
ABSTRACT
Research aims to understand the influence of a method of a tutor
age in improving self regulation students xi ipa 1 and xi ipa 2
.This research is research his experiments with use design quasi
experiment with the number of 40 students as a group
experimentation and 40 students as the control group .Data
collection method use a measuring instrument ( scale ) used is
scale self regulation adapted of the scale lailiyah ( 2015 )
.Technique analysis data using paired samples t test .Reliability
scale self regulation of 618 does it mean to have high reliability
.The provision of treatment in the study is done in 2 meeting .The
results of the study showed that method tutor age can increase
self regulation students . It is seen from a comparison between the
results of pretest and posttest in the experiment increased .From
the pretest and posttest strengthened with the results of the test
paired samples t-test with the economic situation of significance
of 0,000 < 0.05 , because smaller than 0.05 , so ho were rejected
and ha accepted .The difference in value the average the group
experiment of 2.732501 greater than the average the group
control of 0.52500 , it means there is a difference between the self
regulation and control groups experiment .The results show that
there was influence between a method of a tutor age ( peer
tutoring ) in improving the self regulation students .
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
INTISARI ... xi
ABSTRACT ... xii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ... 1
B.
Rumusan Masalah ... 15
C.
Tujuan Penelitian ... 15
D.
Manfaat Penelitian ... 15
E.
Keaslian Penelitian ... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Self Regulation
Siswa ... 20
1.
Self Regulation
... 20
a. Pengertian
Self Regulation
... 20
b.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Self Regulation
... 22
c.
Aspek-Aspek
Self Regulation
... 24
B.
Metode Tutor Sebaya ... 27
1.
Pengertian Metode Tutor Sebaya ... 27
2.
Langkah-Langkah Metode Tutor Sebaya ... 29
3.
Tujuan Pelaksanaan Tutor Sebaya ... 31
4.
Kelebihan Dan Kekurangan Merode Tutor Sebaya ... 32
C.
Pengaruh Metode Tutor Sebaya Dalam Meningkatkan
Self Regulation
... 33
D.
Kerangka Teori ... 36
E.
Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Variabel dan Definisi Operasional ... 40
1.
Variabel Penelitian ... 40
2.
Definisi Operasional ... 41
a.Variabel
Self Regulation
... 41
b.Variabel Metode Tutor Sebaya ... 41
B.
Subjek Penelitian ... 42
C.
Desain Eksperimen ... 44
E.
Validitas Eksperimen ... 54
F.
Alat ukur (Skala) Penelitian ... 55
1.
Alat Ukur/skala Yang Digunakan ... 55
2.
Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 58
a.
Validitas Alat Ukur ... 58
b.
Reliabilitas Alat Ukur ... 63
G.
Analisis Data... 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Subjek ... 64
B.
Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 66
1.
Pelaksanaan
Treatment
... 66
2.
Deskripsi Data ... 67
3.
Validitas da Reliabilitas data ... 69
C.
Hasil Penelitian ... 73
D.
Pembahasan ... 75
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan ... 79
B.
Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA
... 81
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Penilaian Pertanyaan
favorable
dan
unfavorable
... 56
Tabel 2 :
Blue Print
Skala
Self Regulation
... 57
Tabel 3 : Distribusi Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen Berdasarkan
Usia ... 64
Tabel 4 : Distribusi Subjek Penelitian Kelompok Kontrol Berdasarkan
Usia ... 65
Tabel 5 : Distribusi Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen Berdasarkan
Jenis Kelamin ... 65
Tabel 6 : Distribusi Subjek Penelitian Kelompok Kontrol Berdasarkan
Jenis Kelamin ... 66
Tabel 7 : Deskripsi Statistik kelompoke ksperimen ... 67
Tabel 8 :
Blue Print
Valid Skala
SelfRegulation
... 68
Tabel 9 :
Blue Print
Skala
Self Regulation
... 70
Tabel 10 : Reliabilitas Skala
SelfRegulation
... 72
Tabel 11 : Reliabilitas Skala
SelfRegulation
... 73
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan yang efektif di sekolah dapat diupayakan melalui perbaikan proses pembelajaran, dimana didalamnya terdapat kegiatan belajar dan mengajar. Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan beraksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya (Sugihartono, 2012).
Proses pembelajaran yang efektif akan membantu peserta didik dalam meningkatkan kemampuan belajar yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya, yaitu perubahan tingkah laku yang bersifat positif dan aktif. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan Indonesia yang dituangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yaitu:
“… berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Dwi Siswoyo, 2011).
Menurut Muhammad Nurwangid (2013), dalam konteks pendidikan kemandirian merupakan salah satu aspek yang diharapkan akan dicapai melalui proses pendidikan. Kemandirian sangat penting untuk dikembangkan pada kegiatan pembelajaran, karena tuntutan belajar yang mengharuskan peserta didik untuk belajar mandiri, disiplin dalam waktu, serta aktif, kreatif dan inovatif dalam mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Dalam mewujudkan kemandirian peserta didik, upaya pendidikan yang harus dilakukan, yaitu memberikan proses pembelajaran yang memfasilitasi dan memotivasi peserta didik untuk ikut berpartisipasi belajar secara aktif mencari serta menemukan pengetahuan atau informasi tentang mengembangkan kreativitas yang dimliki sesuai bakat dan minatnya. Misalnya, pendekatan metode pembelajaran pemberian tugas atau pekerjaan rumah (homework), diskusi kelas, pembelajaran kooperatif (cooperative learning),mind mapping, pembelajaran aktif (active learning), belajar mencari dan menemukan sendiri (enquiry-discovery approach), pembelajaran sistematis (expository approach), penguasaan bahan pembelajaran (mastery learning),humanistic education, tutor teman sebaya (peer tutoring).
Belajar yang bermakna akan terjadi bila siswa atau anak didik berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang akan dipelajari dan cara mempelajarinya. Tanpa ada keinginan untuk siswa untuk aktif terlibat dalam belajar, maka keberhasilan belajar tidak akan tecapai. Dengan demikian dalam proses belajar, kemandirian siswa sangat diperlukan. Kemandirian belajar akan membantu siswa dalam menentukan tujuan yang spesifik, menggunakan lebih banyak strategi belajar, memonitor sendiri proses belajar, dan lebih sistematis dalam mengevaluasi kemajuan siswa itu sendiri (Santrock, 2008). Sehingga, siswa mampu membuat rencana strategi belajar dan target yang ingin dicapai dalam belajar.
Kemampuan siswa dalam membuat rencana strategi belajar dan target yang ingin dicapai dalam belajar merupakan karakteristik siswa yang memiliki kemandirian belajar atau istilah lainnya yaitu, self regulation learning. Self regulationmerupakan keterlibatan pada siswa melalui tingkatan yang meliputi keaktifan berpartisipasi baik itu secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku dalam proses belajar (Zimmerman, 1986). Apabila siswa memiliki self regulation yang rendah akan mengakibatkan kesulitan dalam menerima materi pelajaran sehingga tidak mampu mencapai prestasi belajar yang tinggi (Adicondro dan Purnamasari, 2011).
Keterlibatan dalam ketiga aspek tersebut dapat dicapai jika siswa memiliki kemampuan mengatur diri.
Kemampuan self-regulation bersifat psikologis dan bukan merupakan suatu bakat yang dimiliki individu namun dapat dikembangkan dengan baik pada diri seseorang melalui latihan yang dilakukan berkesinambungan. Kemampuan belajar siswa dapat ditingkatkan melalui aktivitas pembelajaran yang relevan. Pemilihan metode pembelajaran yang memungkinkan individu untuk dapat menumbuh kembangkan kemandirian belajarnya, sangat penting untuk diimplementasikan (Muhammad Nur Wangid, 2010).
Peneliti memilih sekolah Madrasah Aliya Darul Ulum Waru sebagai tempat penelitian dengan dibuktikan adanya observasi yang lakukan di sekolah Madrasah Aliya Darul Ulum Waru (pada hari kamis hingga sabtu, tanggal 18 hingga 20 maret 2016, pukul 09.30 WIB), dan memperoleh hasil bahwadi tempat tersebut memang belum terdapat metode tutor sebaya dalam proses pembelajaran, dan pembelajaran yang dilakukan masih dengan menggunakan metode yang konvensional, di mana guru yang aktif dan siswa yang pasif.
Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat Guru sebenarnya sudah sesuai dengan petunjuk pembuatan RPP dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 103 Tahun 2014,namun pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Beberapa guru masih banyak menggunakan metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran secara full tanpa variatif metode pembelajaran lain.
Dilihat dari keaktifan siswa, siswa belajar hanya menjadi objek ceramah sehingga kurang mendapatkan kebebasan belajar dengan model lain. Sependapat dengan hal tersebut,beberapa siswa mengeluhkan dengan cara proses pembelajaran yang diberikan oleh guru yang masih menggunakan metode ceramah. Berikut adalah petikan dari hasil wawancara yang telah didapatkan oleh peneliti dengan beberapa seorang siswa disekolah tersebut.
Responden satu mengungkapkan bahwa individu tersebut secara tidak langsung merasa bosan dengan metode pembelajaran yang ada dalam sekolah, sehingga membuat siswa merasa kurang mampu dalam mengatur dirinya dengan baik. Sebagaimana cuplikan wawancara dibawah ini :
Selama saya bersekolah dialiyah, saya merasa bahwa guru hanya menggunakan metode yang seperti itu saja. Saya merasa bosan dan jenuh, setiap kali guru menerangkan saya hanya diam karena saya kurang memahami apa yang telah dijelaskan. Bagaimana tidak, guru hanya menjelaskan sajah tanpa memberikan pengaplikasian yang jelas mengenai pelajaran tersebut. Sehingga membuat saya kurang mampu dalam mengatur diri saya dengan baik. (Fatimatul Jannah, Waru-desa Wedoro, 17/03/2016).
Yang selama ini saya dan beberapa siswa rasakan adalah bagaimana cara kita sendiri dalam mengatur, serta mengontrol diri dengan baik. Tanpa adanya pemateri atau guru yang berbeda, semua pemateri itu sama, materi yang diberikan juga sama. Namun, memang terkadang suasana yang diberikan juga tersa berbeda. (Fatimatul Jannah, Waru-Desa Wedoro, 17/03/2016).
Dari cuplikan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian materi dengan menggunakan metode yang monoton terlebih dengan menggunakan metode ceramah, maka akan membuat siswa merasa cenderung lebih bosan serta menjadikan siswa kurang mampu dalam pengaruran dirinya dengan baik.
Peneliti juga melakukan wawancara dengan responden kedua, yaitu seorang siswa satu angkatan namun berbeda kelas. Berikut ini adalah cuplikan wawancara oleh siswa tersebut:
Siswa merasa pembelajaran di kelas yang selama ini diberikan oleh pengajar ternyata masih dianggap kurang memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam hasil belajar yang diperoleh siswa. Sehingga siswa dianggap kurang bisa memahami pelajaran yang diterima selama ini. hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor atau penyebab dimana siswa dianggap kurang memahami dan menerima pembelajaran dikelas secara efektif. Kurang menarik serta pemahaman yang diberikan pemateri terkadang membuat siswa merasa kurang mampu dalam memahami serta menerima materi yang diberikan (Siti Rosydah, Waru-Desa Wedoro, 16/03/2016).
Responden kedua juga menjelaskan pentingnya metode tutor sebaya, sebagaimana dalam petikan wawancara berikut ini :
Dari cuplikan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa seorang siswa menginginkan adanya seseorang (sosok) yang mampu membantu siswa dalam belajar serta peningkatkan mengatur diri lebih baik.
Keterlibatan tutor sebaya dalam proses pembelajaran ini sangat diperlukan karena mereka menganggap bahwa dengan adanya tutor sebaya ini mereka akan merasa lebih nyaman dan dekat tanpa rasa canggung sehingga proses belajar akan tersasa lebih menyenangkan.Selain itu,beberapa siswa juga berpendapat bahwapembelajaran yang diberikan guru kurang menarik dan komunikatif.Sehingga, mengakibatkan antusias pada siswa kurang,siswa merasa bosan dan mengantuk ketika proses pembelajaran berlangsung.
Dari beberapa permasalahan belajar yang ada di Madrasah Aliyah DarulUlumWaru, didapatkan informasi terdapat salah satu mata pelajaran yang mengalami hambatan dalam proses pembelajaran. Permasalahan ini didapatkan langsung dari informasi guru mata pelajaran bersangkutan, yaitu guru mata pelajaran Matematika. Menurut penuturan yang disampaikan guru mata pelajaran yang bersangkutan, mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di Aliyah yang dalam pelaksanaannya lebih dominan dalam bentuk penyelesaian tugas serta banyaknya rumus yang digunakan, untuk itu dibutuhkan sarana yang lengkap dalam pembelajaran, sementara banyaknya siswa yang merasa kesulitan dalam mempelajari serta memahami pelajaran tersebut.
dapat memahami dan mengerjakan dalam matapelajaran matematika, serta guru membimbing siswa satu persatu. Namun, untuk mengabulkan keinginan tersebut sangatlah sulit mengingat keterbatasan waktu dan jumlah guru serta siswa pilihan (berprestasi) yang dijadikan sebagai tutor atau pemateri dalam kelas tersebut.
Dampaknya siswa tidak aktif serta kurangnya pengaturan diri dalam proses pembelajaran, siswa kurang memahami materi pembelajaran dan terkadang tugas-tugas yang diberikan guru tidak dikerjakan dengan alasan kurang memahami serta mampu mengerjakan tugas dengan baik. Kondisi yang demikian ternyata membawa pengaruh pada pengaturandiri siswa menjadi rendah dan berpengaruh pula pada kemampuan pengembangan kemandirian siswa menjadi terhambatMardhoh (2015).
Dengan demikian, self Regulation pada siswa kurang berkembang. Self Regulation merupakan bagaimana manusia mampu mengatur dirinya sendiri, mempengaruhi tingkah lakunya dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, serta mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri Bandura (1997).
pelaksanaan regulasi dalam diri individu. Dan yang terakhir adalah Tujuan yang ingin dicapai, semakin banyak dan kompleks tujuan yang ingin diraih, semakin besar kemungkinan individu melakukan regulasi diri.
Selanjutnya faktor Perilaku, mengacu pada upaya individu menggunakan kemampuan yag dimiliki. Semakin besar dan optimal upaya yang dikerahkan individu dalam mengorganisasi suatu aktivitas, maka akan meningkatkan regulasi pada diri individu.
Dan terakhir adalah faktor Lingkungan, Hal ini bermaksud untuk mencurahkan perhatian khusus pada pengaruh sosial dan pengalaman pada fungsi manusia. Jadi hal ini bergantung bagaimana lingkungan itu mendukung atau tidak mendukung.
Sedangkan aspek – aspek yang terdapat dari self regulation menurut(Bandura,1986,1989) adalah standart dan tujuan yang ditentukan sendiri (Self-Determined standards and Goals),Pengaturan Emosi (Emosional Regulated), Instruksi Diri (Self-intruction),Monitoring Diri (Self Monitoring), Evaluasi Diri (Self-Evaluation),Kontingensi yang ditetapkan diri sendiri ( Self-imposed Contingencies).
bagian berikutnya dari pelajaran), dan proses regulasi diri seperti perencanaan, monitor diri dan kendali terhadap gangguan. Model interaksi antara lingkungan tersebut merupakan interaksi timbal balik yang menentukan sehingga prosesself regulationitu terjadi (Suhunk dalam woolfolk, 2007).
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa faktor lingkungan pada self regulation terhadap tutor sebaya merupakan pengaruh sosial yang berperan sebagai model, strategi, instruksi atau umpan balik, proses regulasi diri seperti perencanaan, dan monitor diri dan kendali terhadap gangguan. Peran model dalam hal ini adalah bagaimana seorang siswa mampu berperan sebagai contoh (pemateri) yang dijadikan panutan yang baik dalam menjelaskan materi kepada siswa lain pada proses pembelajaran tutor sebaya. Strategi, merupakan cara seorang siswa mampu menyusun rencana atau mengalokasikan waktu belajar yang tepat untuk mencapai tujuan khusus pada proses pembelajaran tutor sebaya.
linggkungan. Hal ini didukung oleh pendapatnya (Suhunk dalam woolfolk, 2007) bahwa faktor self regulation yang berpengaruh pada tutor sebaya itu terbukti.
Terkait permasalahan yang telah diungkap di atas, dalam mengatasi permasalahan belajar siswa, terutama dalam meningkatkan Self regulation, siswa dapat dibantu dengan bimbingan belajar berupa kolaborasi antara siswa dan guru mata pelajaran dengan menggunakan teknik diskusi kelompok melalui metode pembelajaran yang efektif, salah satunya yaitu menggunakan Metode tutor sebaya(peer tutoring) adalah suatu metodepembelajaran yang dilakukan dengan cara memberdayakan siswa yangmemiliki daya serap yang tinggi dari kelompok siswa itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman-temannya, dimana siswa yang menjadi tutor bertugas untuk memberikan materi belajar dan latihan kepada teman-temannya (tutee) yang belum faham terhadap materi/ latihan yang diberikan guru dengan dilandasi aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok tersebut, sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan kompetitif (Arjanggi dan Suprihatin, 2010).
Metodepeer tutoring ini mengutamakan peran siswa dalam pembelajaran dan kerjasama kelompok secara heterogen yang baik tanpa menghilangkan tanggung jawab kepada setiap individu. Metode peer tutoring juga dapat menarik perhatian dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Menurut Ellson, (dalam Robert M. Gagne, 1988) tutorial dengan menggunakan siswa (sebagai tutor) seringkali berhasil dalam menyelesaikan pengajaran, meningkatkan prestasi para tutor dan para siswa yang ditutori, dan menciptakan sikap suka pada pembelajran di sekolah. Teman sebaya atau sahabat dapat menjadi sumber-sumber kognitif dan emosi sejak masa kanak-kanak sampai dengan masa tua, teman sebaya atau sahabat dapat memperkuat pengaturan diri dan perasaan bahagia (Willar Hurtup, dalam Suwarjo, 2008).
Berdasarkan Permasalahan yang ditemukan peneliti di lapangan, bahwa siswa di kelas lebih banyak mendengarkan guru kemudian mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, timbulnya rasa bosan dan keinginan siswa untuk mendapatkan pemateri yang seumuran yang dianggap mampu untuk membuat siswa lebih merasa nyaman dalam proses belajar sehingga dapat membuat siswa menjadi lebih baik dalam proses pengaturan diri.
informasi dari pada mengeluarkan pendapatnya, yang berdampak pada kemampuan pengaturan diri(self regulation)yang rendah.
Untuk mengetahui hasil temuan tersebut, peneliti menggunakan metode tutor sebaya. Menurut Lerfted Percivadlan Henry Ellington (1984) adalah cara yang umum untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik atau mempraktikkan yang telah dipelajari dalam rangka mencapati tujuan belajar. Batasan ini hampir sama dengan pendapat Tardif dalam Muhibbin Syah (1995) bahwa metode diartikan sebagai cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan penyajian materi pelajaran kepada pesertadidik. Selanjutnya Reigeluth (1983) mengartikan bahwa metode mencakup rumusan tentang pengorganisasian pengajaran, strategi penyampaian dan pengelolaan kegiatan dengan memperhatikan tujuan, hambatan, dan karakteristik peserta didiksehingga diperoleh hasil yang efektif, efisien, dan menimbulkan daya tarik pembelajaran.
hasil yang maksimal, maka untuk meningkatkan prestasi siswa perlu adanya variasi yang mungkin tidak bersumber dari guru.
Dalam kegiatan proses belajar mengajar adakalanya anak cenderung lebih dapat meniru ataumengikuti petunjuk temannya dari pada gurunya. Hal ini disebabkan karena anak merasa lebih akrab dan tidak canggung atau dapat lebih rileks. Maka sangat penting bagi guru untuk memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan lebih, guna mengajarkan kepada temannya.
Fathurrohman dan Sutikno (2007), menuliskan bahwa metode tutorial ini diberikan dengan bantuan tutor. Setelah siswa diberikan bahan ajar, kemudian siswa diminta untuk mempelajari bahan ajar tersebut. Pada bagian yang dirasakan sulit siswa dapat bertanya kepada tutor.
Djamarah dan Zain (2010) menuliskan bahwa :“Tutorial teman sebaya adalah seorang siswa lebih mudah menerima keterangan yang diberikan oleh kawan sebangku atau kawan-kawan untuk melaksankan program perbaikan”.
yang cukup untuk memberikan bimbingan, yaitu dapat menerangkan pelajaran kepada kawannya.
Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan di awal, mengenai pentingnya peranan teman sebaya bagi siswa, serta belum adanya penelitian mengenaiself-regulationdiMadrasah Aliyah DaruUlumWaru, maka penelitian ini dimaksudkan untuk berupaya mengkaji mengenai“Pengaruh metode tutor sebaya (peer tutoring)dalam meningkatanself-regulationpada siswa.”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini sebagaiberikut: Apakah terdapat pengaruh metode tutor sebaya (peer tutoring) dalam meningkatkan self regulation Siswa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalahUntuk mengetahui pengaruh metode tutor sebaya(peer tutoring)dalam meningkatkanself regulationSiswa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa: a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembelajaran, dalam rangka mengembangkan ilmu, khususnya Psikologi Pendidikan. b. Manfaat Praktis
E. Keaslian Penelitian
Mengkaji beberapa permasalahan yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode tutor sebaya dalam meningkatkan self regulation siswa. Hal ini didukung dari beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan landasan penelitian yang dilakukan. Berikut beberapa penelitian pendukung tersebut.
Penelitian yang dulakukan oleh Nisfiannor (2004) dengan judul
“Hubungan Antara Regulasi Diri Dan Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Pada Remaja” memperoleh hasil bahwamenunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara regulasi diri dan penerimaan kelompok teman sebaya pada remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Arjanggi dan Suprihatin (2010) dengan judul “Metode pembelajaran tutor sebaya meningkatkan hasil belajar berdasar regulasi diri”. Schunk dalam woolfolk (2007) memperoleh hasilbahwaproses regulasi diri dan perilaku merupakan interaksi timbal balik yang saling menentukan (Tinjauan Yuridis Empiris di wilayah kota Semarang.
Penelitian yang dilakukanoleh Mardoh (2015) dengan judul “Efektivitas Metode Peer Tutoring Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning (Srl) Siswa Kelas X Smk Negeri 1 Kalasan” Berdasarkan hasil penelitian di atas maka ditemukan hasil bahwa dengan dilaksankannya proses pembelajaran melalui metode peer tutoring mampu meningkatkan self-regulated learning (SRL) siswa.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2015) denganjudul“Efektivitas Metode Tutor Teman Sebaya Dalam Meningkatkan Self-Regulated Learning SiswaKelas XI TKJ SMK Tarbiyatul Islam Kawunganten Kabupaten Cilacap” hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode tutor teman sebaya di sekolah dapat meningkatkan self-regulated learning siswa. Kelompok eksperimen mengalami peningkatan self-regulated learning yang sangat signifikan setelah diberikannya treatment. Peningkatan ini dimungkinkan karena dengan menggunakan metode tutor, siswa belajar dengan pembimbing teman mereka sendiri.
Beberapa penelitian lain mengenai metode tutor sebaya (peer tutoring) dalam meningkatkanself regulationsiswa, antara lain: penelitian pertama kali
Penelitian mengenai tutor sebaya (peer tutoring) ini dikembangkan lagi oleh Liu, Chang-Chen (2007-2009). Dengan judul “A case study of peer tutoring program in higher education ”. Hasil menunjukkan bahwa adanya metode tutor sebaya (peer tutoring) adalah signifikan positif pada kelas treatment. Hal ini dibuktikan dengan siswa yang dibedakan dalam dua kelas melalui proses menggunakan kelascontroldantraetment.
Penelitian ini terus mengalami perkembangan, penelitian Callaghan & Gray (2011) yang berjudul “Self regulation: A New perspective on Learning Problems Experienced by Childern Born Extremely Preterm”. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak siswa yang menemukan self regulation dalam dirinya dalam proses belajar.
Penelitian Altun dan Erden (2013) dengan judul “ Self Regulation based learning strategies and Self efficacy perceptions of male and female students’ mathematics achievement ” hasilnya menunjukkan bahwa adanya pengaruh dalam metakognitif peraturan diri, studi peraturan lingkungan waktu dan, peraturan usaha, membantu mencari dan sel persepsi pada matematik pada pembentukanself regulation.
Dari beberapa penelitian terdahulu mengenai upaya dalam peningkatkan self regulation siswadi atas, peneliti lebih tertarik dengan pengaruh metode tutor sebaya dalam meningkatkan self regulation siswa, metode tutor sebaya dipilih karena tutor sebaya merupakan suatu metode pembelajaranyang dilakukan dengan cara memberdayakan siswayang memiliki daya serap yang tinggi dari kelompoksiswa itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman-temannya, dimana siswa yang menjadi tutor bertugas untuk memberikan materi belajar dan latihan kepada teman-temannya (tutee) yang belum faham terhadap materi/latihan yang diberikan guru dengan dilandasiaturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok tersebut, sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan kompetitif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Self Regulation
Siswa
1. Self Regulation
a. Pengertian
Self Regulation
Menurut Bandura (1997)
self regulation
adalah bagaimana manusia
mampu mengatur dirinya sendiri, mempengaruhi tingkah lakunya
dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif,
serta mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.
Self
regulation
merupakan kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri dan
salah satu dari sekian penggerak utama kepribadian manusia. Untuk
mencapai suatu tujuan yang optimal, seseorang harus mampu untuk
mengatur perilakunya sendiri, mengarahkan perilaku tersebut agar dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Brown (1998),
self regulation
adalah kemampuan untuk
merencanakan, mengembangkan, mengimplementasikan. Ablard dan
Lipszult (1995; dalam Dachrud, 2005) menyimpulkan beberapa
penelitian bahwa
self regulation
merupakan strategi yang mempunyai
pengaruh bagi performansi seseorang untuk mencapai suatu prestasi
proses kognitif, perilaku, dan metakognisi yang mencakup perencanaan,
pengaturan dan pemantauan serta afeksi yang dimilikinya.
Menurut Zimmerman (1998; dalam Dachrud, 2005)
self regulation
juga mengacu pada tingkatan bagaimana seseorang dapat menggunakan
dirinya untuk mengatur strategi dalam bertingkah laku serta mengatur
lingkungannya. Dengan demikian,
self
regulation
memerlukan
pengaturan, pengelolaan, pengendalian atas segenap sumber daya,
kemampuan dan usaha oleh individu yang bersangkutan untuk mencapai
tujuan atau prestasi tertentu agar terjadi peningkatan.
Selanjutnya Walle (1997; dalam Dachrud, 2005) mendefinisikan
self regulation
sebagai proses kognitif yang berperan dalam bentuk
kekuatan motivasional menjadi perilaku dan
performance
. Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
self regulation
adalah kemampuan seseorang untuk mengatur diri, mempengaruhi
tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan
kognitif, dan membuat konsekuensi atas tingkahlaku, agar semuanya
dapat bergerak sinergis menuju tujuan yang ingindicapai.
Dari beberapa pengertian diatas, bisa disimpulkan bahwa
self
regulation
adalah
kemampuan seseorang untuk mengatur diri,
merencanakan, mengimplementasi serta bagaimana cara menyusun
b. Faktor
–
faktor yang Mempengaruhi
Self Regulation
Faktor
–
faktor dalam
self regulation
menurut Zimmerman dan pons
(1988), ada tiga faktor yang mempengaruhi regulasi diri. Berikut ini
adalah ketiga faktor tersebut:
1. Individu
Faktor individu ini meliputi hal-hal dibawah ini:
a. Pengetahuam individu, semakin banyak dan beragam
pengetahuan yang dimiliki individu maka akan semakin
membantu individu dalam melakukan regulasi.
b. Tingkat kemampuan metakognisi yang dimiliki individu yang
semakin tinggi akan membantu pelaksanaan regulasi dalam diri
individu.
c. Tujuan yang ingin dicapai, semakin banyak dan kompleks
tujuan yang ingin diraih, semakin besar kemungkinan individu
melakukan regulasi diri.
2. Perilaku
Perilaku mengacu pada upaya
individu menggunakan
kemampuan yag dimiliki. Semakin besar dan optimal upaya yang
dikerahkan individu dalam mengorganisasi suatu aktivitas akan
3. Lingkungan
Lingkungan
mengacu
pada
upaya
lingkungan
yang
mencurahkan perhatian khusus pada pengaruh sosial dan
pengalaman pada fungsi manusia. Hal ini bergantung bagaimana
lingkungan itu mendukung atau tidak mendukung hal tersebut.
Faktor lingkungan terhadap tutor sebaya merupakan pengaruh
sosial berperan sebagai model, strategi, instruksi atau umpan balik
(elemen lingkungan untuk siswa) dapat berpengaruh pada faktor
pribadi siswa seperti tujuan, kepekaan efikasi untuk tugas
(menjelaskan bagian berikutnya dari pelajaran), dan proses regulasi
diri seperti perencanaan, monitor diri dan kendali terhadap
gangguan. Model interaksi antara lingkungan tersebut merupakan
interaksi timbal balik yang menentukan sehingga proses self
regulation itu terjadi (Suhunk dalam woolfolk, 2007).
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa faktor lingkungan
pada
self regulation
terhadap tutor sebaya merupakan pengaruh
sosial yang berperan sebagai model, strategi, instruksi atau umpan
balik, proses regulasi diri seperti perencanaan, dan monitor diri dan
kendali terhadap gangguan. Peran model dalam hal ini adalah
bagaimana
seorang
siswa
mampu
berperan
sebagai
contoh
(pemateri) yang dijadikan panutan yang baik dalam menjelaskan
Strategi, merupakan cara seorang siswa mampu menyusun rencana
atau mengalokasikan waktu belajar yang tepat untuk mencapai
tujuan khusus pada proses pembelajaran tutor sebaya.
Selanjutnya, intruksi atau umpan balik, dalam hal ini
merupakan situasi dimana seorang tutor mendapatkan balasan atau
tanggapan akan semua penjelasan yang telah diberikan kepada
mereka pada saat proses pembelajaran tutor sebaya berlangsung.
Proses regulasidiri (perencanaan) merupakan bagaimana seorang
siswa mampu merencanakan atau mengatur segala yang diinginkan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dan yang terakhir adalah
monitor
diri
dan
kendali
terhadap
lingkungan
merupakan
kemampuan siswa dalam mengadakan pemantauan (memonitor)
terhadap pengolaan kesan yang dilakukannya dan mengendalikan
situasi tersebut dengan baik terhadap linggkungan. Hal ini didukung
oleh pendapatnya (Suhunk dalam woolfolk, 2007) bahwa faktor
self
regulation
yang berpengaruh pada tutor sebaya itu terbukti.
c. Aspek
–
aspek
Self Regulation.
Menurut Bandura (1986), menjelaskan bahwa aspek
–
aspek
self
regulation
terdiri dari 6 aspek, yaitu:
Sebagaimana manusia yang mengatur diri, cenderung memiliki
standar-standar yang umum bagi perilaku kita. Standar yang
menjadi kriteria untuk mengevaluasi performa kita dalam
situasi-situasi spesifik. Kita juga membuat tujuan-tujuan tertentu yang kita
anggap bernilai dan menjadi arah dan sasaran perilaku kita.
Memenuhi standar-standar dan meraih tujuan-tujuan kita memeri
kita kepuasan (
self-satisfaction),
meningkatkan
self-afficacy
kita,
dan memacu kita untuk meraih lebih besar lagi
2. Pengaturan Emosi (
Emosional Regulated)
Yaitu selalu menjaga atau mengelola setiap perasaan seperti
amarah, dendam, kebencian, atau kegembiraan yang berlebihan
agar tidak menghasilkan respon yang kontraprosuktif, pengeturan
emosi yang efektif sering melibatkan 2 cabang.
3. Instruksi Diri (
Self-intruction)
Instruksi yang seseorang berikan kepada dirinya sendiri sembari
melakukan sesuatu yang kompleks, kita memberi mereka sarana
untuk mengingatkan diri mereka sendiri tentang tindakan-tindakan
yang tepat.
4. Monitoring Diri (
Self Monitoring)
Bagian penting selanjutnya adalah mengamati diri sendiri saat
sedang melakukan sesuatu atau sebuah observasi diri. Agar
sadar tentang seberapa baik yang sedang kita lakukan. Dan ketika
kita melihat diri kita sendiri membuat kemajuan kearah
tujuan-tujuan kita, kita lebih mungkin melanjutkan usaha-usaha kita.
5. Evaluasi Diri (
Self-Evaluation)
Setiap apa yang kita lakukan dimanapun kita berada prilaku kita
akan dinilai oleh orang lain, meski demikian agar seseorang mampu
mengatur dirinya sendiri seseorang harus bisa menilai perilakunya
sendiri dengan kata lain seseorang itu akan melakukan evaluasi.
6. Kontingensi
yang
ditetapkan
diri
sendiri
(
Self-imposed
Contingencies)
Ketika seseorang menyelesaikan sesuatu yang telah dirancang
sebelumnya, khususnya jika tugas tersebut rumit dan menantang
seseorang itu akan merasa bangga pada dirinya sendiri dan memuji
dirinya atas keberhasilan yang dia capai. Sebaliknya ketika anda
gagal menyelesaikan sebuah tugas, seseorang itu akan merasa tidak
senang dengan performanya sendiri, merasa menyesal atau malu
oleh karena itu penguatan atau hukuman yang ditetapkan sendiri
B. Metode tutor sebaya
1. Pengertian metode tutor sebaya
Menurut Febianti (2014) Tutor sebaya
Peer tutoring
adalah sebuah
metode pembelajaran yang sedang menjadi tren sekarang.
Peer tutoring
memang menjadi metode yang menjadikan siswa tidak bosan, sementara
guru juga tidak suntuk.
Peer tutoring
dalam bahasa Indonesia lebih dikenal
dengan istilah tutor sebaya. Dejnozken dan Kopel dalam
American
Education Encyclopedia
menyebutkan pengertian tutor sebaya adalah
sebagai berikut:“Tutor sebaya adalah sebuah prosedur siswa mengajar siswa
lainnya. Tipe pertama adalah pengajar dan pembelajar dari usia yang sama.
Tipe kedua adalah pengajar yang lebih tua usianya dari pembelajar. Tipe
yang lain kadang dimuncu
lkan pertukaran usia pengajar”.
Menurut Surakhmad (1994) Tutor sebaya merupakan salah satu strategi
pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik. Ini
merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Rasa saling menghargai
dan mengerti dibina di antara peserta didik yang bekerja bersama.Peserta
didik yang terlibat tutor sebaya akan merasa bangga atas perannya dan juga
belajar dari pengalamannya. Hal ini membantu memperkuat apa yang telah
dipelajari dan diperolehnya atas tanggung jawab
yang dibebankan
kepadanya.
Ketika mereka belajar dengan tutor sebaya, peserta didik juga
berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang
bermakna. Penjelasan melalui tutor sebaya kepada temannya lebih
memungkinkan berhasil dibandingkan guru. Peserta didik melihat masalah
dengan cara yang berbeda dibandingkan orang dewasa dan mereka
menggunakan bahasa yang lebih akrab.
Menurut Wihardit (1995; dalam Djalil 1997) menuliskan bahwa
Pengertian tutor sebaya adalah seorang siswa pandai yang membantu belajar
siswa lainnya dalam tingkat kelas yang sama.
Menurut Miller (1989;
dalam Djalil, 1997) berpendapat bahwa “Setiap
saat murid memerlukan bantuan dari murid lainnya, dan murid dapat belajar
dari murid lainnya”.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tutor sebaya
(
peer tutoring
) adalah metode pembelajaran dengan pendekatan kooperatif
dimana peserta didik ada yang berperan sebagai pengajar (biasanya siswa
yang lebih pandai dari siswa yang lain) dan peserta didik yang lain berperan
sebagai pembelajar, baik pada usia yang sama atau pengajar berusia lebih tua
dari pembelajar, untuk membantu belajar dalam tingkat kelas yang sama,
untuk mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan,
berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang
2. Langkah-langkah Metode Tutor Sebaya (
peer tutoring)
Dalam melaksanakan suatu metode pembelajaran tentu ada langkah
langkahnya. Begitu pula dengan metode tutor sebaya. Menurut Martinis
(2007) petunjuk menggunakan smetode tutor sebaya adalah sebagai berikut:
1) Pertama sekali seorang siswa memperhatikan seorang siswa yang telah
mencapai tingkat lanjut dalam melaksanakan semua tugas di bawah
bimbingan pelatih. 2) Setelah mengenal tugas tersebut, siswa dilatih dalam
keterampilan melakukannya. 3) Setelah lulus tes, ia menjadi pelatih untuk
siswa berikutnya. Metode ini dapat dilaksanakan bila : 1) Semua tahap yang
membutuhkan latihan satu persatu 2) Latihan kerja, latihan formal, dan
magang.
Menurut (Zaini ; 2001 dalam Suyitno, 2004) maka langkah-langkah
metode pembelajaran tutor sebaya (
peer tutoring
) adalah sebagai berikut : 1)
Pilih materi yang memungkinkan materi tersebut dapat dipelajari siswa
secara mandiri. Materi pengajaran dibagi dalam sub-sub materi (segmen
materi). 2) Bagilah para siswa menjadi kelompok-kelompok kecil yang
heterogen, sebanyak sub-sub materi yang akan disampaikan guru.
Siswa-siswa pandai disebar dalam setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor
sebaya. 3) Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari satu sub
materi. Setiap kelompok dibantu oleh siswa yang pandai sebagai tutor
sebaya. 4) Beri mereka waktu yang cukup untuk persiapan, baik di dalam
menyampaikan sub materi sesuai dengan tugas yang telah diberikan. Guru
bertindak sebagai narasumber utama. 6) Setelah semua kelompok
menyampaikan tugasnya secara berurutan sesuai dengan urutan sub materi,
beri kesimpulan dan klarifikasi seandainya ada pemahaman siswa yang perlu
diluruskan.
Menurut Syaiful (2010) langkah-langkah metode pembelajaran tutor
sebaya (
peer tutoring
) adalah sebagai berikut : 1) Bagikan secarik
kertas/kartu indeks kepada seluruh anak didik. Minta mereka untuk
menuliskan satu pertanyaan tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari
di kelas (misalnya tugas membaca) atau sebuah topic khusus yang akan
didiskusikan di dalam kelas. 2) Kumpulkan kertas, acak kertas tersebut
kemudian bagikan kepada setiap anak didik. Pastikan, tidak ada anak didik
yang menerima soal yang ditulis sendiri. Minta mereka untuk membaca
dalam hati pertanyaan dalam kertas tersebut, kemudian memikirkan
jawabannya. 3) Minta anak didik secara sukarela untuk membacakan
pertanyaan tersebut dan jawabannya. 4) Setelah jawaban diberikan, mintalah
anak didik lainnya untuk menambahkan. 5) Lanjutkan dengan sukarelawan
selanjutnya.
Berdasarkan pendapat beberapa pakar di atas, maka dalam penelitian
materi yang disampaikan oleh pemateri. 3) masing-masing kelompok
diberikan waktu untuk mempelajari per sub bab materi dengan didampingi
oleh tutor sebaya. 4) berikan waktu kepada mereka untuk menyelesaikan
tugasnya dengan baik. 5) berikan siswa waktu untuk menyampaikan hasil
belajar atau sub bab materi didepan kelas.
3. Tujuan pelaksanaan tutor sebaya.
Penerapan metode tutor sebaya pada mulanya bertujuan untuk memberikan
bimbingan belajar bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar. Pada
perkembangan dunia pendidikan seperti saat ini metode tutor sebaya mulai
diterapkan di beberapa sekolah dengan tujuan untuk menarik perhatian siswa
sehingga prestasi belajar meningkat. Menurut Gary D. Borich (1996:78), teman
sebaya memiliki berbagai fungsi
dalam proses belajar. “
The peer group can
influence and even teach students how to behave in class, study for tests,
converse with teachers and school administrators, and can contribute to the
success or fail ure of performance in school in many other ways
” (Teman
sebaya dapat member pengaruh dan juga mengajari teman sebayanya bagaimana
bertindak di dalam kelas, belajar untuk test, dengan guru-guru, dan administrasi
sekolah dan dapat member konstribusi untuk kesuksesan atau kegagalan dalam
pelaksanaan kelas belajar dan lain sebagainya).
Sehingga tujuan bimbingan belajar tutor sebaya adalah untuk meningkatkan
prestasi belajar anak dan membangkitkan motivasi suasana yang disiplin serta
a. Meningkatkan penguasaan pengetahuan para siswa sesuai dengan yang
dimuat dalam tujuan pembelajaran.
b. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan atau hambatan agar mampu
membimbing diri sendiri.
c. Meningkatkan kemampuan siswa tentang cara belajar mandiri dan
menerapkannya pada masing-masing bahan pelajaran yang dipelajari.
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Tutor Sebaya
Kelebihan Metode Tutor Sebaya menurut Menurut Syaiful Bahri
Djamarah (2010) Tutor sebaya sangat tepat untuk mendapatkan partisipasi
anak didik secara keseluruhan dan secara individual. Strategi ini member
kesempatan kepada setiap anak didik untuk berperan sebagai guru bagi
kawan-kawannya. Dengan strategi ini anak didik yang selama ini tidak mau
terlibat akan ikut serta dalam pembelajaran secara aktif.
Setiap
metode
pembelajaran
pasti
memiliki
kelebihan
dan
kekurangannya masing-masing. Menurut Suharsimi Arikunto (1988), adapun
kelebihan dan kelemanahan metode tutor sebaya adalah sebagai berikut:
Kelebihan metode tutor sebaya adalah 1) Untuk menyampaikan informasi
lebih mudah sebab bahasanya sama. 2) Dalam mengemukakan kesulitan
lebih terbuka. 3) Suasana yang rilex bisa menghilangkan rasa takut. 4)
Mempererat persahabatan. 5) Ada perhatian terhadap perbedaan
Kelemahan metode tutor sebaya 1) Kurang serius dalam belajar. 2) Jika
siswa punya masalah dengan tutor ia akan malu bertanya. 3) Sulit
menentukan tutor yang tepat. 4) Tidak semua siswa pandai dapat jadi tutor
Kesimpulannya adalah tutor sebaya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan tutor sebaya diantaranya adalah siswa mampu menyampaikan
informasi lebih mudah sebab bahasanya sama, siswa mampu dalam
mengemukakan kesulitan lebih terbuka, suasana yang rilex bisa
menghilangkan rasa takut, mempererat persahabatan. Dan kekurangannya
adalah Kurang serius dalam belajar, tidak semua siswa pandai bisa menjadi
tutor.
C. Pengaruh Metode Tutor Sebaya dalam Meningkatkan
Self Regulation
Siswa.
Metode tutor sebaya merupakan metode pembelajaran dengan pendekatan
kooperatif dimana peserta didik ada yang berperan sebagai pengajar (biasanya
siswa yang lebih pandai dari siswa yang lain) dan peserta didik yang lain
berperan sebagai pembelajar, baik pada usia yang sama atau pengajar berusia
lebih tua dari pembelajar, untuk membantu belajar dalam tingkat kelas yang
sama, untuk mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan,
berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang bermakna,
Dalam hal pendidikan
self regulation
memang sangat diperlukan, terutama
pada siswa sekolah. Pentingnya
self regulation
dalam proses belajar pada siswa
dapat membuat siswa merasa lebih baik serta peningkatan belajar akademis.
self
regulation
adalah bagaimana manusia mampu mengatur dirinya sendiri,
mempengaruhi tingkah lakunya dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan
dukungan kognitif, serta mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya
sendiri.Untuk mencapai suatu tujuan yang optimal, seseorang harus mampu
untuk mengontro perilakunya sendiri, mengarahkan perilaku tersebut agar dapat
mencapai tujuan yang diinginkan (Bandura 1997).
Hamalik (2001), Siswa
adalah “Salah satu komponen pengajaran,
disamping faktor guru, tujuan dan metode pengajaran sebagai salah satu
komponen yang terpenting diantara komponen lainnya.” Pada dasarnya “ia”
adalah
unsur
penentu dalam proses mengajar. Tanpa adanya Siswa,
sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran.
Subjek dalam penelitian ini adalah anak usia 12-17 tahun, menurut Panuju
(1999) yang mengatakan apabila seorang remaja dapat menyesuaikan diri dengan
baik dengan lingkungannya, maka dapat dikatakan remaja tersebut telah berhasil
menyesuaikan diri secara pribadi maupun sosial.
Dari penjelasan diatas sangat jelas bahwa metode tutor sebaya sangat
secara tidak langsung akan mengalami peningkatan
self regulation
dalam tutor
sebaya melalui metode yang tepat yaitu tutor sebaya.
Hal ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan
olehBeberapa penelitian tentang metode tutor sebaya dalam meningkatkan
self
regulation
, antara lain: penelitian pertama kali dilakukan oleh Arjanggi dan
Schunk (2000; dalam woolfolk, 2007) menyatakan bahwa partisipan mengalami
peningkatan kemampuan
self regulation
melalui metode tutor sebaya dengan
bimbingan guru.
Penelitian mengenai kegiatan tutor sebaya ini dikembangkan lagi oleh
Latipah (2010) dan hasil penelitiannya menyatakan bahwa, terdapat hubungan
positif antara strategi
self regulation learning
dengan prestasi belajar dapat
diterima.
Penelitian ini terus mengalami perkembangan, penelitian Schunk &
Zimmerman (2007)hasilnya menyatakan bahwa
self-regulation
dan
self-efficacy
masih dapat dikembangkan lagi melalui paparan model yang melalui media
penjelasan dan penunjukkan strategi.
Penelitian Chang-Chen (2007-2009). Hasinya adalah bahwa adanya metode
tutor sebaya
(peer tutoring)
adalah signifikan. Hal ini dibuktikan dengan siswa
yang dibedakan dalam dua kelas melalui proses menggunakan kelas
control
dan
Penelitian Callaghan & Gray (2011) Hasilnya menunjukkan bahwa banyak
siswa yang menemukan
self regulation
dalam dirinya dalam proses belajar.
Selanjutnya penelitian penelitian Tjalla dan Sofiah (2015) menunjukkan hasil
penelitian bahwa siswa dalam proses pembelajaran bisa mendorong prestasi yang
tinggi mahasiswa di ruang kelas mengoptimalkan kemampuan untuk mengajar
atau mengirimkan pengetahuan ke teman sebaya.
Dari gambaran diatas serta didukung dengan penelitian sebelumnya maka
ini penelitian menjadi menarik untuk dikaji, mengingat metode tutor sebaya
dalam meningkatkan
self regulation
siswa sangat terlihat kabur pada
kenyataannya, sedangkan peran pengajar atau guru
terlihat lebih ditonjolkan.
Apabila seorang pemateri atau guru adalah seorang siswa yang memiliki
kesamaan usia dengan siswa lain (sebaya) yang dirasa memiliki kemapmpuan
yang lebih untuk mengajarkan materi kepada siswa lainnya maka diharapkan
adanya kerjasama yang baik dari kedua belah pihak maka akan menimbulkan
perasaan yang menyenangkan serta kenyamanan dalam proses belajar, sehingga
seorang siswa akan mengalami peningkatan dalam
self regulation
melalui
metode tutor sebaya.
D. Kerangka Teoritis
lakunya dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, serta
mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Brown (1998), juga
mengatakan bahwa
selfregulation
ditandai dengan adanya kemampuan untuk
merencanakan, mengembangkan, mengimplementasikan dan pengaruh bagi
performansi seseorang untuk mencapai suatu prestasi
atau mengalami
peningkatan diri (Ablard dan Lipszult (1995) dalam Dachrud, 2005).
Self regulation
pada tutor sebaya ini disebabkan oleh faktor lingkungan, hal
ini dijelaskan bahwa faktor lingkungan merupakan pengaruh sosial berperan
sebagai model, strategi, instruksi atau umpan balik (elemen lingkungan untuk
siswa) dapat berpengaruh pada faktor pribadi siswa seperti tujuan, kepekaan
efikasi untuk tugas ( menjelaskan bagian berikutnya dari pelajaran), dan proses
regulasi diri seperti perencanaan, monitor diri dan kendali terhadap gangguan.
Model interaksi antara lingkungan tersebut merupakan interaksi timbal balik
yang menentukan sehingga proses
self regulation
itu terjadi (Suhunk dalam
woolfolk, 2007).
Batasan ini hampir sama dengan pendapat Tardif dalam Muhibbin Syah
(1995) bahwa metode diartikan sebagai cara yang berisi prosedur baku untuk
melaksanakan
kegiatan
penyajian
materipelajaran
kepada
peserta
didik.
Reigeluth (1983) mengartikan bahwa metode mencakup rumusan tentang
pengorganisasian pengajaran, strategi penyampaian dan pengelolaan kegiatan
sehingga diperoleh hasil yang efektif, efisien, dan menimbulkan daya tarik
pembelajaran.
Penelitian ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Shofiah
(2014) bahwa,
self regulation
merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur
diri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan
dukungan kognitif, dan membuat konsekuensi atas tingkahlaku, agar semuanya
dapat bergerak sinergis menuju tujuan yang ingin dicapai Bandura (1997).
Selanjutnya Mardoh (2016) mengatakan bahwa
Self-regulated learning
(SRL) merupakan keterlibatan pada siswa melalui tingkatan yang meliputi
keaktifan berpartisipasi baik itu secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku
dalam proses belajar (Zimmerman, 1986: 4). Dalam Kemampuan
self-regulated
bersifat psikologis dan bukan merupakan suatu bakat yang dimiliki individu
namun dapat dikembangkan dengan baik pada diri seseorang melalui latihan
yang dilakukan berkesinambungan. Kemampuan belajar siswa dapat ditingkatkan
melalui aktivitas pembelajaran yang relevan. Pemilihan metode pembelajaran
yang memungkinkan individu untuk dapat menumbuhkembangkan kemandirian
belajarnya, sangat penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan sehari hari
sehingga membuat siswa lebih mampu untuk mengatur diri sendiri menjadi lebih
Dengan demikian variable bebas
(dependent variable)
yaitu tutor sebaya
[image:50.612.118.527.181.516.2](peer tutoring),
sedangkan variable terikat
(independent variable)
yaitu
self
regulation.
Gambar 1. Metode tutor sebaya mempengaruhi
self regulation
.
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual diatas maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah Terdapat pengaruh metode tutor sebaya
(peer tutoring)
dalam
meningkatkan
self regulation
siswa.
Metode Tutor Sebaya
(X)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen menurut Sugiyono (2013) adalah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perilaku tertentu terhadap yang lain, dalam kondisi yang terkendali.kan. Dalam penelitian eksperimen ada perlakuan (treatment). Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel. Variabel-variabel tersebut adalah:
a. Variabel terikat :Self Regulation b. Variabel bebas : Metode Tutor Sebaya
Variabel yang dimanipulasi dalam metode eksperimen ini adalah kegiatan tutor sebaya. Metode tutor sebaya yang akan dilakukan oleh subjek penelitian dengan mata pelajaran “Matematika”. Alasan peneliti mengambil mata pelajaran “Matematika” adalah karena mata pelajaran
diberikan perlakuan berupa tutor sebaya dengan menggunakan metode diskusi, dan kelompok kontrol hanya diberikan tutor sebaya dengan mengguanakan metode yang lain seperti ceramah dengan materi mata pelajaran “Matematika”.
2. Definisi Operasional
a. Variabel Self Regulation
self regulation adalah kemampuan seseorang untuk mengatur diri, merencanakan, mengimplementasi serta bagaimana cara menyusun strategi untuk mencapai tujuan atau prestasi yang diinginkan.
Dibuktikan dengan bagaimana siswa mampu dalam merencanakan serta mencapai tujuan yang diharapkan, serta mampu untuk menghadapi masalah pada dirinya mengenai proses peengaruran diri yang ada. Mata pelajaran yang digunakan adalah “Matematika” sebagaimana terlampir. Instrumen pengumpulan data, alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala self regulation.
b. Variabel Metode Tutor Sebaya
baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang lebih jelas dan nyaman, karena penjelasan yang diberikan menggunakan bahasa yang lebih akrab.
Cara memanipulasi metode tutor sebaya, antara lain: 1) Siswa berprestasi (tutor) diberikan materi mata pelajaran secara khusus “Matematika” terlebih dahulu oleh eksperimenter (guru) sebelum
tutor menjelaskan materi didalam kelas kepada siswa. 2) Membagi beberapa kelompok kecil dalam kelas untuk menerima materi dari tutor. 3) Pemateri (tutor) diberikan waktu untuk menjelaskan mengenai materi sub bab yang akan diberikan kepada siswa lainnya. 4) Memberikan subjek penelitian waktu untuk berlatih belajar bersama dengan pemateri (tutor) yang sudah dipilih oleh eksperimenter (guru) tersebut. 5) observer memasuki ruang kelas dengan membawa materi sub bab yang dibutuhkan siswa dalam kelas sehingga para siswa dapat melaksanakan kegiatan tutor sebaya.
B. Subjek Penelitian
kurang mampu mengatur diri dalam belajar, mememahami serta mendapatkan nilai yang kurang baik dalam mata pelajaran yang diajarkan selama ini.
Selain itu, peneliti mengambil subjek kelas XI IPA dikarenakan kelas sebelas merupakan masa peralihan dari kelas sepuluh menuju kelas duabelas. Dimana pada kelas sebelas telah dibentuk kelas penjurusan, sehingga siswa sudah mengetahui keinginan serta potensi siswa dalam menentukan pilihan kelas belajar yang akan berpengaruh pada masa depan kelak. Selain itu, kelas sebelas merupakan awal dari persiapan pembekalan siswa dalam menuju kelas selanjutnya untuk persiapan ujian akhir atau ujian nasional.
Peneliti memakai teknik quasi experiment, merupakan eksperimen yang dilakukan tanpa randominasi, namun masih menggunakan menggunakan kelompok kontrol. Dengan desain eksperimen semu (quasi experiment) adalah lebih baik karena telah melakukan kontrol terhadap beberapa variable non-eksperimental dan ada kelompok kontrol sebagai kelompok komparatif untuk memahami efek perlakuan (Latipun 2006).
Kriteria subjek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: inklusi dan eksklusi (Creswell, 2013). Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitiandari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi (Creswell,2013). Kriteria inklusi dalam penelitian ini, meliputi: siswa yang menduduki kelas XI Madrasah Aliyah Darul Ulum, siswa yang memiliki usia 15-18 tahun, siswa yang mengambil peminatan IPA.
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab. Kriteria esklusi,antara lain: subjek yang tidak berada dalam rentang usia 15-18 tahun, siswa dari jurusan IPS.
C. Desain Eksperimen
(KE) x Oe
(KK) Ok
Ke = kelompok eksperimen Kk = kelompok kontrol
O = pengukuran terhadap variable dependen X = pemberian perlakuan
Desain ini sangat bermanfaat pada kondisi yang memungkinkan adanya pretestdanposttespada kelompok eksperimen (kelompok yang mendapatkan pretest, perlakuan dan posttes) dan kelompok kontrol (kelompok yang mendapatkan pretest dan posttes namun tidak mendapatkan perlakuan), karena dengan adanya pretest dan posttes ini maka diharap akan membuat siswa menjadi lebih merasa mengalami peningkatan dalam proses self regulation. Selanjutnya subjek penelitian akan menjadi semakin paham dan hafal dengan mata pelajaran Matematika, selain itu subjek penelitian akan hafal dengan pertanyaan yang diajukan oleh eksperimenter, sehingga dalam menjawab pertanyaan akan menjadi lebih baik.
D. Prosedur Eksperimen
Prosedur eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini dibagimenjadi tiga (tiga) tahap, antara lain:
1. Pemilihan Tutor Sebaya
Dalam hal ini seorang siswa dapat menjadi eksperimenter jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Tutor sebaya merupakan kategori peringkat tertinggi dikelas dan berprestasi dalam akademik.
b. Tutor sebaya mampu menjelaskan serta berbicara mengenai materi yang akan disampaikan dengan baik.
Dalam pemilihan tutor sebaya siswa akan diberikan beberapa soal yang dijadikan acuan sebagai syarat untuk mengatahui nilai serta pengatuhan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran tutor tersebut. Pemilihan tutor juga dilakukan atas rekomendasi para guru sera saran dari wali kelas melalui rekapinasi nilai serta kemampuan siswa dalam kegiatan proses belajar sehari-hari dikelas. Hal ini sebagaimana terlampir pada prosedur pemilihan tutor sebaya.
2. Pelaksanaan Eksperimen
a. Tutor masuk pada tiap kelompok (eksperimen).
b. Tutor memberikan penjelasan materi mata pelajaran “ Matematika” kepada kedua kelompok dengan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Yakni pada kelompok eksperimen, eksperimenter (guru) memberikan pengarahan serta bimbingan kepada tutor terlebih dahulu dengan mengunakan langkah-langkah pelaksanaan tutor mengenahai materi yang akan disampaikan kepada siswa. sedangkan pada kelompok kontrol, eksperimenter (guru) langsung memberikan materi matematika kepada siswa tanpa menggunakan tutor sebaya dalam proses pemberian penjelasan materi kepada siswa didalam kelas.
Setelah itu, ketika siswa dirasa sudah memahami makaSiswa diminta untuk mengerjakan soal yang telah telah diberikan oleh tutor dengan waktu selama 30 menit.
d. Kepada kelompok kontrol, eksperimenter (guru) akan langsung memberikan materi tanpa diberikan metode tutor sebaya Kemudian, siswa diminta untuk mengerjakan soal yang telah diberikan oleh eksperimeter (guru) dengan waktu 30 menit.
3. Post-Eksperimen
Semua jawaban yang disampaikan kepada kedua kelompok. Subjekpenelitian menjawab pertanyaan dan mengerjakan kembali soal“Matematika” secara mandiri, akan langsung diteliti jawabannya
oleh eksperimenter, kemudian eksperimenter akan memberi skor dari hasil jawaban yang diperoleh dari masing-masing subjek.(Pada kelompok eksperimen, akan dilakukan proses penilaian secara bersama-sama dengan siswa didalam kelas. Namun, pada kelompok kontrol akan dinilai langsung oleh ekperimenter).
matematika) dan siswa berprestasi dikelas. Peneliti memberikan pre test.
Selama proses penelitian berlangsung dalam waktu kurang lebih 90 menit, peniliti akan melakukan proses perkenalan kepada siswa auntuk membangun keakraban. Kemudian, peneliti memberikan skala pretest sebelum pelaksanaan tutor dilaksanakan, peneliti bekerja sama dengan guru memberikan ujian kepada siswa untuk mengetahui nilai serta kemapuan siswa dalam menyelesikan tugas. Siswa diminta untuk mengerjakan soal yang telah dibuat oleh peneliti beserta guru dan siswa dengan nilai terbaik akan terpilih untuk menjadi tutor berdasarkan dengan nilai ujian yang diberikan oleh peneliti dan guru serta hasil rekapinasi nilai yang diperoleh selama ini.
Tugas dikoreksi bersama-sama dengan tutor didalam kelas. Namun, setelah proses tutor sebaya dilaksanakan maka peneiliti akan memberikan kembali skala self regulation sebagai bentukpost test dari proses selesainya proses eksperimen metode tutor sebaya. Hal ini untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh metode tutor sebaya dalam meningkatkanself regulationsiswa.
Selanjutnya yakni, Pertemuan pertama (kelompok kontrol) pelaksanaan penelitiannya tidak jauh berbeda dengan kelompok lainnya (eksperiment), namun kali ini subjek yang digunakan adalah kelas XI IPA 2 yakni pada kelompok kontrol yang merupakan bagian dari kelompok non eksperiment sehingga tidak terdapat perlakuan (treatment) yakni dengan tanpa menggunakan guru dan tutor sebaya sebagai media eksperimen dan hanya menggunakan guru saja dalam penyampaian materinya serta siswa menggunakan cara yang berbeda yakni dengan mengerjakan tugas secara individu (mandiri) tanpa berkelompok namun tetap sama dalam materi “Matematika”yang sama.