• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN STORYTELLING DENGAN MEDIA SCRAPBOOK UNTUK MENINGKATKAN ADVERSITY QUOTIENT SANTRI DI PESANTREN SALAFI AL FITHRAH SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN STORYTELLING DENGAN MEDIA SCRAPBOOK UNTUK MENINGKATKAN ADVERSITY QUOTIENT SANTRI DI PESANTREN SALAFI AL FITHRAH SURABAYA."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGANSTORYTELLING DENGAN MEDIASCRAPBOOK UNTUK MENINGKATKANADVERSITY QUOTIENT SANTRI DI

PONDOK PESANTREN SALAFI AL FITHRAH SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

APRILIA DIRGANTINI NIM. B53213076

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Aprilia Dirgantini (B53213076), Pengembangan Storytelling dengan Media Scrapbook untuk Meningkatkan Adversity Quotient Santri di Pondok Pesantren Al-Fithrah Surabaya.

Fokus penelitian pada penelitian ini adalah (1) Bagaimana proses pengembangan storytellingdengan mediascrapbookuntuk meningkatkanadversity quotientsantri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya? (2) Bagaimana Hasil proses proses pengembanganstorytellingdengan mediascrapbookuntuk meningkatkanadversity quotientsantri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metedologi penelitian R&D (Research and Development). Sedangkan dalam pengumpulan datanya melalui observasi, pengembangan dalam bentuk pelatihan dan dokumentasi. Dalam penelitian ini, disimpulkan bentuk Adversity Quotient pada santri yang berjumlah lima orang ialah, bagaimana mereka menghadapi dan menyelesaikan maslah mereka masing-masing dalam koridor lingkungan yang adaptif. Faktor yang menyebabkan mereka bersikap seperti itu adalah dari faktor intrinstik maupun ekstrinsik. Proses konseling yang dilakukan dengan mengadakan pengembangan pelatihan melalui Storytelling dengan menggunakan media Scrapbook yang dijadikan sebagai media pembentuk Adversity Quotientsehingga mereka dapat mengatur Intelligent Quotient dan Emotional Quotient yang saling berkaitan.

Keberhasilan pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkanadversity quotient santridapat dibuktikan dengan adanyarebuilding santri dalam pengatasan masalah serta rasa semangat yang tumbuh pada diri mereka masing-masing sehingga dapat mengontrol diri untuk bisa menyelesaikan masalahnya. Dan juga melalui wawancara dan hasil testimoni orang-orang yang berpengaruh pada lingkungan pesantren yaitu asatidz dan Pembina (mudabiroh). Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan terhadap aktivitas dan perilaku santri ketika usai pelatihan dan keceriaan mereka pada aktivitas sehari-hari.

(7)

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 7

C. Tujuan Penelitian……….. 8

D. Manfaat Penelitian……… 9

E. Kerangka Konseptual……… 10

BAB IISTORYTELLING,MEDIASCRAPBOOKDANADVERSITY QUOTIENT A. Kajian Konseptual Teoritis ……….. 13

1. Storytelling a. PengertianStorytelling... 13

b. Manfaat dan FungsiStorytelling……… 14

c. Tahap-tahapStorytelling……… 17

2. Scrapbook a. PengertianScrapbook………. 23

b. ManfaatScrapbook………. 26

3. Adversity Quotient(Daya Juang).………. 27

a. DefinisiAdversity Quotient………. 27

b. PengertianAdversity Quotient...………... 31

c. DimensiAdversity Quotient………... 35

d. MengembangkanAdversity Quotient... 35

e. Ilmu Pengetahuan PembentukAdversity Quotient……… 36

(8)

BAB III PENGEMBANGANSTORYTELLINGDENGAN MEDIASCRAPBOOKUNTUK

MENINGKATKANADVERSITY QUOTIENTSANTRI

A. Metode Penelitian……….. 39

1. Jenis Penelitian……….. 39

2. Sasaran danLokasi……… 40

3. Jenis dan Sumber Data……….. 41

4. Teknik Pengumpulan Data………..….. 42

a. Observasi……… 43

b. Wawancara………. 43

c. Dokumentasi……… 44

5. Tahap-tahap Penelitian dan Pengembangan……….. 44

a. Tahap Perencanaan……….. 45

b. Tahap Pengembangan……….. 46

c. Tahap Uji Coba……… 47

6. Teknik Analisis Data………. 49

a. Analisis ProdukPengembangan……….. 49

b. Analisis ProsesStorytelling………. 52

c. Analisis Hasil atau Temuan Penelitian……… 52

B. Spesifikasi ProgramStorytellingdengan MediaScrapbook untuk Meningkatkan Adversity QuotientSantri……… 53

1. Spesifikasi Produk PelatihanBagi Siswa………. 53

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN A. Bentuk-bentuk Program KegiatanStorytellingdengan MediaScrapbook... 57

1. Program KegiatanStorytellingMelalui SDM Santri……….. 58

2. Program KegiatanStorytellingMelalui Proses Kegiatan Baik di Lingkungan Asrama maupun Lingkungan Sekolah………..……. 58

B. ProsesStorytellingdengan MediaScrapbook untuk MeningkatkanAdversity Quotient Santri……… 59

1. Perencanaan Program KegiatanStorytelling... 59

a. Identifikasi Potensi dan Masalah………. 59

b. Pengumpulan Informasi……… 59

c. Desain Rancangan Program Awal……… 60

2. Pengembangan Program………. 61

a. Validasi Desain……… 61

b. Revisi Desain Produk……… 62

c. Uji Coba Produk Terbatas……… 62

d. RevisiProduk……….. 62

e. TahapUji Coba……… 63

(9)

BAB V PENUTUPAN

A. KESIMPULAN……… 79

B. SARAN……… 81

DAFTAR PUSTAKA………. 83

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan pada keadaan yang sangat istimewa di bumi ini.

Makhluk yang satu-satunya berakal dibanding dengan elemen-elemen makhluk lainnya. Menurut Al Samarqandi, yang menjadikan manusia mulia dibanding dengan makhluk lainnya adalah kesempurnaan dalam memiliki

akal. Penciptaan manusia dibekali juga ruh, berpikir, membuat pembedaan, dan beraktivitas.1

Dibekali dengan berbagai keistimewaan, Allah Swt Maha atas segala-galanya ia menciptakan kepala manusia satu persatu tidak dengan rasa keraguan. Karenanya Allah Maha Rahman dan Rahim tidak ada makhluk

yang ia ciptakan tidak berdasarkan nikmat yang ia berikan satu persatu pada makhluknya.

Satu tombak besar manusia hanyalah bersyukur atas apa yang telah terjadi pada masing-masing dirinya. Di sisi lain manusia kadang tidak merasa cukup atas apa yang terjadi pada dirinya. Oleh karenya dengan diberikan akal

yang sempurna, mereka mempunyaiazzamatau keinginan yang berbeda-beda. Untuk mencapai goal keinginan tersebut bisa terwujudkan, maka manusialah

yang harus berusaha.

(11)

2

Tidak cukup disitu, kadang manusia dengan diberikan peluang banyak kadang jarang dimanfaatkan dengan baik. Akhirnya proses pendapatanazzam

tersebut sukar didapatkan.2

Menurut Napoleon Hill, masalah merupakan satu bahasa yang

digunakan oleh alam untuk berbicara kepada makhluk hidup untuk berbicara untuk menunjukan peluang. Jadi apabila sesuatu yang kita inginkan namun belum tercapai maka hal tersebut bukanlah masalah akan tetapi peluang.

Yaitu, peluang bagi kita untuk senantiasa terus mencoba dan mencoba.3 Adapun faktor pendorong dari seseorang untuk melakukan suatu

aktivitas tertentu pada umumnya adalah kebutuhan serta keinginan orang tersebut (Gitosudarmo, 2001). Konsep ini terarah pada proses kemauan atau ambisius pada masing-masing individu. Apabila ia ingin melakukan apa yang

ia inginkan tentu ia akan tahu bagaimana cara mendapatkannya.4

Adversity Quotient merupakan konsep seseorang untuk menghadapi

kesulitan yang ia rasakan. Konsep ini akan sangat berpengaruh terhadap masing-masing individu untuk merubah keadaan dirinya dari yang lemah menjadi kuat.

IQ (Intelligent Quotient) seorang mungkin hanya menentukan 20% keberhasilan hidupnya. Sisanya ditentukan oleh hal-hal lain. Ia menyatakan

2Khairunnas Rajab,Psikologi Ibadah,(Jakarta: AMZAH, 2011), hlm. 59

3Berny Gomulya,Problem Solving and Decision Making for Improvement,(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 20

(12)

3

bahwa EQ memegang peranan yang lebih penting daripada IQ untuk menentukan keberhasilan. Tetapi masih ada saja orang-orang yang memiliki

IQ tinggi dan segala aspek kecerdasan emosional (EQ tinggi) tetapi tetap tidak mencapai potensinya.

Fakta menunjukan bahwa anak cerdas (IQ Tinggi) belum tentu bisa sukses. Ada kasus seorang anak bernama Ted Kaczynski yang begitu cerdas sehingga dia lulus di Harvard University dalam usia 20 tahun dan meraih

doktor dalam ilmu Matematika. Profesi sebagai dosen Harvard ditinggalkannya ketika dia tertarik pada teknologi bom. Kejeniusannya

akhirnya membuat dia semakin terpuruk dan dipenjara karena dia telah menewaskan dua orang dan mencederai 22 orang lainnya. Stolz menyimpulkan bahwa ada faktor lain berpengaruh dalam kesuksesan

seseorang. Dengan AQ (Adversity Quotient), seseorang diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup. Faktor dominan

pembentuk AQ adalah sikap pantang menyerah. AQ akan menjadi faktor penentu sukses, jika orang lain gagal sementara kesempatan dan peluang yang dimiliki sama.

Adversity Quotient memiliki tingkatan kekuatan akan masing-masing orang. Semakin kuat dia memiliki AQ, semakin dia bisa mengendalikan

(13)

4

Berdasarkan kasus yang telah ditemukan peneliti, bahwa jenis masalah yang dialami oleh lima klien memiliki klasifikasi masalah yang berbeda

seperti, masalah sosial, ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Hal ini ditemukan peneliti ketika peneliti melakukan PPL (Praktek Pengalaman

Lapangan) sekaligus mengobservasi di pondok pesantren salafi Al-Fithrah Surabaya selama dua bulan.

Beberapa usaha yang telah dilakukan oleh ustadz dan ustadzah untuk

mengatasi permasalahan tersebut, seperti memberikan nasihat dan renungan. Namun hasil yang terlihat belum cukup maksimal.

Berangkat dari studi kasus yang ada, peneliti merasa perlunya mengangkat permasalahan ini dengan menggunakan teknik storytellinguntuk menarik perhatian santri tersebut. Hal tersebut dilakukan agar mereka

melibatkan dirinya ke dalam kisah yang diceritakan sesuai keadaannya, seperti konsekuensi yang didapat ketika seseorang melakukan hal yang

merasa membuat dirinya tidak semangat dan memiliki gairah yang lemah. Dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf (7): 176 Allah subhanahu wata’ala berfirman:

...

(14)

5

“…maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka 5 A’raf (7):176)

-(QS. Al berpikir”.

Ayat tersebut didasari atas keberadaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah yang dijadikan ayat pada sebelumnya. Dari sinilah, peneliti

merasa bahwa bercerita atau menceritakan sebuah kisah yang mengandung pesan mendidik itu penting. Seperti dalam menangani kasus di atas, peneliti berusaha untuk mengaplikasikan teknik bercerita dengan mengangkat

tema-tema islami dan menginspirasi atau disebut denganan ispiring storytelling. Dengan menggunakan storytelling, peneliti atau storyteller mampu

memberikan dampak positif pada perkembangan pikiran atau imajinasi santri. Dari perkembangan imajinasi itulah santri akan mencari dan menemukan identitas dirinya. Sselain itu juga dalam penyampaian storytelling, storyteller

akan menemukan pendidikan atau pesan cerita tanpa harus merasa menggurui.6

Tujuan dari penyampaian storytelling selain sebagai salah satu upaya untuk menyampaikan pesan agama kepada anak secara lebih mudah, juga dapat mengajak para santri untuk berinteraksi dan melihat secara langsung

bagaimana ekspresi atau mimik muka, intonasi suara, karakter dan gerak-gerik storytellerdalam membawakan cerita tersebut.

5Departemen Agama RI,Al-qur’an dan Terjemahnya(Jakarta:CV Darus Sunnah, 2002), hal. 174

(15)

6

Storytelling yang merupakan salah satu teknik dalam bimbingan dan konseling ini dapat dijadikan sebagai media pembentuk kepribadian dan

moralitas santri. Dalam storytelling cerita yang diangkat berkaitan dengan kisah-kisah inspiratif yang memuat pesan moral agama, motivasi dan adversity quotient yang unggul dengan pembawaannya yang lebih berkesan.

Melalui teknik tersebut,storytellerakan memberikan pengalaman belajar bagi mereka. Santri akan belajar pada pengalaman-pengalaman sang tokoh dalam

cerita, setelah itu memilih mana yang dapat dijadikan panutan olehnya, sehingga akan sering diingat dan diterapkan dalam kehidupannya.

Berpijak pada masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti kasus tersebut. Di mana, peneliti juga berperan sebagai konselor atau storyteller yang menangani kurangnya adversity quotient santri di Pesantren

Salafi Al Fithrah Surabaya.

Pada dasarnya media yang banyak digunakan untuk kegiatan

pembelajaran adalah media komunikasi. Ada beberapa cara yang digunakan dalam pengklasifikasian media. Salah satunya adalah dengan menekankan pada teknik yang dipergunakan dalam pembuatan media tersebut. Sebagai

contoh seperti gambar, fotografi, rekaman audio, dan sebagainya. Ada pula yang dilihat dari cara yang dipergunakan untuk mengirimkan pesan. Contoh,

(16)

7

berbentuk cetakan, bunyi, bahan visual, gerakan atau kombinasi dari berbagai bentuk informasi.7

Media bacaan yang akan digunakan yaitu mediascrapebook. Menurut

Webster Dictionary, Scrapbook merupakan buku atau halaman kosong yang

aneka item (surat kabar kliping atau gambar) dikumpulkan dan

diawetkan.8Scrapbookjuga sering disebut denganseni menempelkan foto atau gambar pada media kertas serta menghiasnya dengan dekorasi dari barang

sisa, sehingga dapat menjadi karya yang lebih menarik. Sehingga dengan bacaan yang sangat menghibur dari isi cerita, juga menarik karena buku

bacaan tersebut akan dibuat dengan media scrapebook.

Konsep storytelling ini, akan dipadukan dengan media scrapbook ini sehingga peneliti memberikan judul penelitian ini adalah. “Pengembangan

Storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan Adversity QuotientSantri di Pondok Pesantren Al Fithrah Aurabaya”

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengembanganstorytellingdengan mediascrapbookuntuk meningkatkanadversity quotient santri di Ponpes Salafi Al-Fithrah Surabaya?

7Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan,Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,(Bandung:PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA, 2007), hlm 208

(17)

8

2. Bagaimana Hasil proses proses pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri di ponpes salafi

Al-Fithrah Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Searah dengan rumusan masalah yang tertera di atas, tujuan umum

penelitian ini adalah membantu konselor untuk meningkatkan daya juang santri melalui pengembangan storytelling dengan media scrapbook. Adapun

tujuan rinci dari penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan proses pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity

quotientsantri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya.

2. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan hasil proses

pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri di ponpes salafi Al-Fithrah Surabaya.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(18)

9

Konseling Islam pada khususnya. Selain itu juga, dapat mengembangkan teknik yang telah ada dalam bimbingan dan konseling islam agar lebih

inovatif dan efektif dalam menangani permasalahan klien yang memiliki adversity quotient (daya juang) yang lemah bagi santri melalui teknik

pengembanganstorytellingdengan mediascrapbook. 2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam memberikan

informasi maupun layanan konseling kepada masyarakat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi khalayak tentang bagaimana proses

pelaksanaan bimbingan dan konseling islam melalui pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotientdaya juang santri.

E. Kerangka Konseptual

Dalam pembahasan ini perlu kiranya peneliti membatasi dari sejumlah konsep yang diajukan dalam penelitian dengan judul

“Pengembangan Storytelling dengan Media Scrapbook untuk Meningkatkan adversity quotient Santri di Ponpes Salafi Al-Fithrah Surabaya”.

(19)

10

1. Storytelling

Menurut Stan Koki, “Storytelling atau bercerita adalah menyampaikan peristiwa dalam kata-kata, obyek, dan bunyi.9

Sedangkan menurut Abdul Latif, “Storytelling atau mendongeng ialah bertutur dengan intonasi yang jelas, menceritakan suatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai dan tujuan yang khusus”.10

Cerita atau kisah-kisah yang telah dikongsi dalam setiap budaya sebagai satu cara hiburan, pendidikan, pemeliharaan budaya dan

memupuk nilai-nilai moral.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Storytelling adalah bertutur atau bercerita tentang kisah-kisah yang inspiratif untuk anak-anak

yang disampaikan oleh Storyteller (pendongeng), dengan intonasi yang lugas, jelas, berkesan, dan menarik serta dikemas dengan sebuah

karya yang menghibur, mendidik serta memberikan dorongan atau motivasi kepada santri.

Storytelling ini akan dilakukan di asrama putri yang terdapat

beberapa santri dan konseli. Storyteller akan bercerita menggunakan media atau alat peraga dalam hal ini akan menggunakan media

Scrapbook untuk menambah kesan yang menarik ketika bercerita. Di dalam sesi akhir penyampaian isi cerita, Storyteller akan memberikan

9Stan Koki,Storytelling: The Heart and Soul Education(Hawai: Press Pacific Resources for Education and Learning, 1998), hal.2

(20)

11

beberapa pertanyaan kepada santri terkait isi cerita, tokoh-tokoh yang patut ditiru serta mengajak santri (konseli) untuk menceritakan

kembali cerita yang telah disampaikan storyteller. Sebelum pertemuan diakhiri toryteller akan memberikan hikmah atau pelajaran yang dapat

diambil dan dapat ditiru dalam kegiatan sehari-hari santri. 2. Scrapbook

Menurut Webster Dictionary, Scrapbook merupakan

Buku atau halaman kosong yang aneka item (surat kabar kliping atau gambar) dikumpulkan dan diawetkan.11

Pengertian Scrapebook, Scrapebook merupakan seni menempelkan foto atau gambar pada media kertas serta menghiasnya dengan dekorasi dari barang sisa, sehingga dapat menjadi karya yang

lebih menarik. Dan ini menjadi bacaan yang sangat menghibur dari isi cerita, juga menarik karena buku bacaan tersebut akan dibuat dengan

media scrapebook.

(21)

12

3. Daya Juang(Adversity Quotient).

Adversity Quotient adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. AQ (Adversity Quotient) merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana,

jadi atau tidaknya serta sejauh mana sikap kemampuan dan kinerja terwujud di dunia. Menurut Stoltz, orang yang memiliki AQ(Adversity Quotient)tinggi

akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ (Adversity Quotient)lebih rendah.

Menurut Stoltz (2005), pengertian kecerdasan adversity

tertuang kedalam tiga bentuk, yaitu: pertama, kecerdasan adversity sebagai suatu kerangka kerja konseptual yang baru yang digunakan

untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, kecerdasan adversity sebagai suatu ukuran untuk mengetahui reaksi seserang terhadap kesulitan yang dihadapinya. Ketiga, kecerdasan

adversity sebagai seperangkat peralatan yang memiliki landasan ilmiah untuk mengkonstruksi reaksi terhadap kesulitan hidup. Agar

kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz (Kusama, 2004) berpendapat bahwa kombinasi dari ketiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru, tolak ukur dan perlatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan yang

(22)

BAB II

STORYTELLING,MEDIASCRAPEBOOK,DANADVERSITY QUOTIENT

A. Kajian Konseptual Teoritis 1. Storytelling

a. PengertianStorytelling

Komunikasi yang baik dapat membantu anak untuk mengembangkan kepercayaan dirinya, harga dirinya dan hubungan-hubungan baik dengan

orang lain. Anak-anak memulai semua harapan dan impian yang ia punya melalui imajinasi, lalu diekspresikan dengan imajinasinya tersebut. Salah satu bentuk menumbuhkan imajinasinya yaitu dengan menggunakan

media bercerita.1

Berbicara mengenai komunikasi terarah pada pesan-pesan atau berita

yang diberikan kepada komunikan dari komunikator untuk menciptakan makna isi dari apa yang disampaikan, sehingga dapat juga dipahami oleh komunikan.2

Komunikasi pun bisa didefinisikan dari bagaimana cara kita berkomunikasi dan apa yang dikomunikasikan. Bisa dengan

memperlihatkan wajah dengan berbagai ekspresi seperti, marah, sedih, dan

1Mimi Doe dan Marsha Walch,10 Prinsip Spiritual Parenting(Bandung: Kaifa, 2001), hlm. 158

(23)

11

bahagia. Bisa juga dengan berbagai cara tindakan seperti, tamparan, sentuhan kasih sayang dan pelukan.3

Storytelling merupakan media komunikasi yang berbentuk penyampaian pesan melalui cerita atau kisah-kisah yang disampaikan oleh storyteller atau pendongeng dengan intonasi yang jelas, berkesan dan

menarik sehingga dapat diterima oleh anak-anak dengan baik, dan dapat bermanfaat untuk anak-anak di masa yang kan datang.

Dalam Alquran surat At-Thaaha ayat 99 dijelaskan:

“Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah (umat) yang telah lalu, dan sungguh, telah kami berikan kepadamu suatu 4 Thaaha ayat 99).

-(QS. At

peringatan (Alquran) dari sisi kami”.

Kisah atu cerita lalu yang terkandung didalam Al-Quran,menjadikan

peringatan atau pembelajaran yang baik bagi Muhammad SAW dan kita semua sebagai (umatnya).

b. Manfaat dan FungsiStorytelling

Pada dasarnya urgensi dari storytelling memiliki persamaan dengan kegiatan ketika berdakwah, yaitu usaha untuk mengajak dan

mempengaruhi orang lain untuk berbuat dan bertingkah laku yang baik 3Wismiarti,Cara-cara Ampuh untuk Berbicara dengan anak-anak,(Jakarta Timur: Sekolah Al Falah, 2006), hlm. 1.

(24)

12

atau seperti apa yang diinginkan. Sebagai mahluk psikologis, manusia memilih kehendaknya sendiri sesuai apa yang ia suka, yang ia cintai, yang

ia gemari ataupun yang merasa dirinya lebih senang dan nyaman.5

Storytelling sebagai salah satu media komunikasi berdakwah kepada Anak-anak, dikemas dan dirancang lebih menarik agar mudah dicerna dan

ditangkap serta dipahami oleh mereka. Sehingga tidak hanya teori dakwah yang ia dapatkan secara formal namun terdapat unsur yang berkesan dan

menghibur.

Dalam Alquran surat Yusuf (12):3 Allah berfirman:

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan

mewahyukan Alquran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum

mengetahui”.QS. Yusuf (12):3)6

Dari penjelasan ayat tersebut, secara implisit bahwasannya terdapat kisah-kisah atau cerita-cerita yang baik. Hal tersebut dapat dijadikan suatu metode dakwah dengan meningkatkan keimanan ataupun kebaikan

melalui cerita-cerita dalamAl-quran.7

5Faizah dan Lalu Muchsin Effendi,Psikologi Dakwah(Jakarta:Prenada Media, 2006), hlm, 18 6Kementrian Agama RI,Alquran dan Terjemahnya: Al-Mufid(Solo:PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013), hlm. 235

(25)

13

Seorang anak apabila sering disajikan dengan mendengarkan cerita-cerita atau kisah-kisah dari orang tuanya, akan tumbuh menjadi anak yang

lebih peka. Kepekaan tersebut akan mendukung segala aspek apa yang ada pada anak tersebut baik percaya diri, bersikap kritis, dan kemauan

bereksplorasi. Dengan kata lain, kecerdasan emosional, spiritual, dan ketahanan mentalnya akan lebih terarah.8

Adapun manfaatstorytellingdiantaranya:

1) Meningkatkan keterampilan bicara.

2) Mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan struktur kalimat.

3) Meningkatkan minat baca.

4) Mengembangkan keterampilan berpikir.

5) Meningkatkan keterampilanproblem solving. 6) Merangsang imajinasi dan kreativitas.

7) Mengembangkan emosi.

8) Memperkenalkan nilai-nilai moral. 9) Memperkenalkan ide-ide baru.

10) Mengalami budaya lain.

11) Mempererat ikatan emosi dengan orang tua.9 Storytellingjuga mempunyai fungsi berikut ini:

(26)

14

1) Sarana kontak batin antara pendidik dan anak didik

2) Pendidikan imajinasi atau fantasi yang akan mendorong rasa

ingin tahu anak tentang kisah atau cerita teladan 3) Pendidikan emosi (perasaan) anak didik.teladan

4) Sarana pendidikan bahasa anak.

5) Membantu proses identifikasi diri atau perbuatan 6) Media penyampaian pesan atau nilai-nilai

7) Sebagai sarana hiburan dan pencegah kejenuhan.10

c. Tahap-Tahap Storytelling

Berikut berbagai kesiapan untuk menyajikan dan menyiapkan diri dalam melakukan storytelling yang diuraikan dalam berbagai langkah persiapan.

Abdul Aziz Abdul Majid menyampaikan beberapa langkah dasar bercerita bagiStoryteller,yaitu:

1) Pemilihan Cerita

Dalam hal ini, storyteller sebaiknya memilih cerita atau

kisah-kisah inspiratif (Al-Mutholaah), yaitu kisah yang berkaitan

(27)

15

dengan Adversity Quotient (daya juang). Isi cerita diupayakan berkaitan dengan dunia kehidupan anak yang penuh suka cita,

yang menuntut isi cerita memiliki unsur yang dapat memberikan perasaan gembira, lucu, menarik, dan menyasyikkan bagi anak. Isi

cerita disesuaikan dengan minat anak yang biasanya berkenaan dengan binatang, tanaman, kendaraan, boneka, robot, planet dan lain sebagainya. Dalam masing-masing anak mempunyai tingkat

usia yang berbeda oleh karenanya dalam kebutuhan dan kemampuan anak dalam menangkap cerita berbeda-beda. Maka

dari itu cerita yang diharapkan bersifat ringkas atau pendek dalam rentang perhatian anak.11

2) Persiapan Sebelum MasukSession(sesi)

Setiap menit waktu yang digunakan untuk berpikir dan mengola cerita serta mempersiapkannya sebelum memulai

bercerita dengan cara merancang gambaran alur cerita dan menyiapkan kalimat-kalimat yang sesuai, akan membantu storytellerdalam menyiapkan cerita dengan jelas dan mudah.12

3) Perhatikan Posisi Duduk Santri

Posisi duduk santri hendaknya berdekatan dengan storyteller, karena akan membantu pendengaran mereka dalam

11Mukhtar Latif, Zukhairina, Rita Zubaidah dan Muhammad Afandi,Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini,(Jakarta:KENCANA, 2014), Hlm. 111

(28)

16

menyimak suara pencerita dan gerak-gerakannya pun akan terlihat jelas. Posisi duduk yang baik dalm mendengarkan cerita adalah

berkumpul mengelilingi storyteller dengan posisi setengah lingkaran atau mendekati setengah lingkaran.

4) Sesi Bertanya

Storyteller membuka kesempatan anak-anak untuk bertanya dan menanggapi setelahstorytellerbercerita.13

Selain Abdul Aziz, Shepard menjelaskan tentang beberapa persiapan yang diperlukan dalam storytelling. Berikut berbagai

persiapan dalamstorytelling:

1) Mempelajari cerita yang akan disampaikan

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mempersiapkan

salah satunya mempelajari sebuah cerita misalnya dengan membaca atau mendengarkan cerita berulang-ulang, menulis atau mengetik ulang cerita , membuat bagan atau skema cerita

atau langsung bercerita. Setiap orang memiliki perbedaan masing-masing sesuai dengan kebutuhannya. Inti dari semua

perbedaan persiapan tersebut untuk memahami isi cerita dan dapat menguasai cerita yang akan disampaikan.14

13B.E.F. Montolalu,Bermain dan Permainan Anak,(Jakarta:Penerbit Universitas Terbuka, 2010), hlm. 10

(29)

17

2) Menggambar Adegan Cerita dalam Ingatan

Hal ini akan membantu dalam membangun dan

mengingat cerita. Beberapa bagian cerita mungkin dapat diingat kata per kata, misalnya bagian awal atau akhir, percakapan penting, atau ungkapan yang diulang-ulang. Akan

tetapi, sangat tidak mudah untuk mengingat kata per kata dari keseluruhan cerita. Oleh karenanya, menggambarkan adegan

cerita dengan dalam ingatan merupakan cara untuk membangun dan mengingat cerita agar tidak terjebak dengan

kata-kata.

3) Berlatih di Depan Kaca

Sangat disarankan untuk melakukan latihan di depan

cermin atau direkam dengan alat rekaman audio atau video. Dengan demikian, kita bisa melihat dan menilai diri sendiri. Hal yang pertama yang penting dalam latihan adalah

memahami alur cerita setelah itu baru fokuskan pada cara penyampaian.

Hal-hal yang dilakukan di depan kaca sebagai berikut: a) Perhatikan wajah di depan cermin, tarik napas

dalam-dalam, lalu embuskan perlahan. Ulangi latihan ini secara

(30)

18

b) Mulailah dengan raut wajah tegang, tahan napas sebentar, lihat secara seksama, kemudian ubahlah dengan wajah

menyeringai.

c) Mulut mulai digerakan kek kiri dan ke kanan, naik turun,

kemudian dikembungkan. Latihan ini sangat berguna untuk kelenturan ekspresi wajah.

d) Sorot mata menatap tajam ke depan, tahan napas,

kemudian embuskan perlahan-lahan sambil bersuara. e) Bahu kiri kanan mulai digerakan berbarengan secara

perlahan-lahan kemudian gerakan ke depan dan ke belakang. Ulangi latihan ini secara teratur sampai terlihat lentur.

f) Gerakan kedua belah tangan seolah-olah sedang mencakar (bisa dilakukan sambil mengeluarkan suara mengaum

mirip harimau), kemudian telapak tangan dikipas-kipaskan sampai terasa dingin

Denagn berlatih secara rutin maka kita akan memperoleh

hasil yang bagus dan siap menjadi seorang pendongeng.15 4) Gunakan pengulangan atau Repetisi

(31)

19

Pengulangan atau repitisi menunjukan bahwa sesuatu perlu mendapat perhatian. Cara ini sangat bermanfaat dalam

storytelling,sehinggaaudiencetertuju pada cerita tersebut. 5) Gunakan Variasi

Penggunaan variasi dapat menarik dan menjaga perhatian audience agar tidak berpindah kepada hal lain. Dalam penyampaian cerita, penggunaan variasi sangat

dibutuhkan agar cerita tidak monoton. Berbagai variasi yang bisa dilakukan adalah dalam bentuk nada, tekanan, volume,

suara, kecepatan suara, ritme, dan artikulasi (halus dan tajam). 6) Gunakan Gerakan Tubuh(gesture)

Gerakan tubuh dapat dilakukan jika diperlukan dalam

cerita, yaitu untuk mengekspresikan tindakan atau untuk memberi penekanan. Gerakan tubuh juga merupakan salah satu

cara untuk mengundang perhatianaudience.

7) Berikan Perhatian Khusus pada Bagian Awal dan Akhir Cerita

Ketika menyampaikan bagian awal cerita, bisa dikaitkan dengan cerita tersebut atau dengan hal-hal yang ada di sekitar,

(32)

20

tanpa harus menceritakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperlambat atau memberikan penekanan.

8) Memotret Karakter atau Tokoh

Beri perhatian khusus pada bagaimana karakter atau tokoh

itu digambharkan. Karakter harus ditampilkan dengan hidup, misalnya dengan wajah, suara, atau gerakan tubuh. Diupayakan agar karakter ditampilkan secara berbeda, sehingga mudah

untuk diceritakannya. 9) Menyiapkan Diri

Menyampaikan cerita dapat berhasil dengan baik jika persiapan yang dilakukan tidak hanya berkaitan dengan cerita itu sendiri, melainkan juga dengan kondisi storyteller sebagai

orang yang akan bercerita, dimana suara dan tubuh Storyteller akan menjadi alat yang dapat digunakan dengan

sebaik-baiknya dalam menyampaikan cerita.16 2. Scrapbook

a. PengertianScrapbook

Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti perantara, antara, atau pengantar.

Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan. Schramm (1997) dalam (eliyawati, 2005:108)

(33)

21

mendefinisikan mengenai media yaitu teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan. Adapun penggunaan

media dalam kegiatan pendidikan pada umumnya untuk penyampaian bagaian tertentu dari kegiatan pembelajaran memberikan penguatan

berupa motivasi.

Adapun beberapa peranan penting media dalam kegiatan pembelajaran adalah:

1) Memperjelas penyajian pesan dan mengurangi verbalitas

2) Memperdalam pemahaman anak didik (santri) terhadap isi cerita

3) Memperagakan pengertian yang abstrak kepada pengertian yang konkret dan jelas

4) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera manusia

5) Penggunaan media yang tepat dalam pembelajaran akan mengatasi sikap pasif pada santri

6) Mengatasi sifat unik pada setiap anak diik yang diakibatkan oleh lingkungan yang berbeda

7) Media mampu memberikan variasi dalam proses bercerita

8) Memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengulang isi cerita

9) Memperlancar pelaksanaan kegiatanstorytelling17

(34)

22

Scrapbook merupakan media atau alat peraga yang berbentuk gambar-gambar temple yang dikumpulkan menjadi satu seperti buku.

Scrapbook dari kata asalscrap yang berarti sisa. Definisi scrapbook adalah seni menempel foto atau gambar di media kertas, dan

menghiasnya hingga menjadi karya kreatif yang mengandung seni yang tinggi.

Adapun pengertian seni selalu berkembang dari masa ke masa

sejalan dengan perkembangan pandangan manusia terhadap seni. Konsep, proses, dan bentuk seni sangat beragam dan terus

berkembang seiring dengan kebutuhan manusia. Berikut beberapa pengertian seni yang dikemukakan oleh filusuf, pakar, seni, pakar pendidikan, dan pakar kebudayaan.

1) Plato, seorang filusuf Yunani yang hidup pada tahun 428-348 SM, menyatakan bahwa seni adalah hasil tiruan alam. Pandangan

mengenai seni sebagai imitasi ini berlangsung dominan sampai abad ke-19.

2) Benedeto Croce, seorang filusuf Italia yang hidup pada 1866-1952,

menyatakan bahwa seni adalah ungkapan kesan-kesan.

3) Leo Tolstoy, seorang sastrawan Rusia terkemuka yang hidup pada

(35)

23

4) Susanne K. Langer, seorang filusuf seni dari Amerika, menyatakan bahwa seni dapat diartikan sebagai kegiatan menciptakan

bentuk-bentuk yang dapat dimengerti atau dipersepsi yang mengungkapkan perasaan manusia.

5) S. Sudjojono, salah seorang pelukis terkemuka Indonesia, bahwa seni adalah jiwa yang tampak.

6) Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan nasional,

berpendapat bahwa seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya yang hidup dan bersifat indah, hingga

dapat menggerakan jiwa perasaan manusia.

Maka dapat disimpulkan bahwasannya seni merupakan sarana komunikasi perasaan dan pengalaman batin seseorang kepada

kelompok masyarakatnya dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadinya.

Aspek media komunikasi ini dapat menyalurkan seni untuk diperkenalkan kepada anak-anak baik dalam cara kerja praktek (experience) ataupun diperkenalkan melalui media bercerita.18

b. ManfaatScrapbook

Scrapbook merupakan seni dan teknik menghias album foto

keluarga atau pribadi agar penampilannya menjadi lebih indah .

(36)

24

scrapbook tidak sekedar menempel kertas bergambar tetapi juga menuangkan ekspresi dengan harmonisasi warna, motif, serta

bentuk.19

Seniscrapbookditemukan di Inggris pada abad ke 15, awalnya

untuk mengkompilasi resep masakan, puisi atau kata-kata indah. Dalam perkembangannya media dan material scrapbook menjadi lebih bervariasi. Tidak hanya pada album foto tetapi pada bingkai atau

frame atau media lain yang memiliki permukaan rata. Materialnya pun tidak terbatas pada kertas, aneka benda bekas pakai pun bisa

dimanfaatkan, seperti pernik kecil dari plastik.20

Scrapbook juga disebut media pengabadian moment penting melalui seni mengatur, kertas, hiasan, dan foto dalam satu bingkai

yang indah.21

3. Adversity Quotient(Daya Juang)

a. Definisi KecerdasanAdversity Quotient

Secara umum, kecerdasan dapat dipahami dalam dua tingkat. Pertama, kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami

informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kedua, kecerdasan sebagai sebuah kemampuan untuk memproses informasi 19Adi Kusrianto dan Nurcahyo,Photoshop Photomontage,(Jakarta: PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO, 2010), hlm. 19

20Iva Hardiana,terampil membuat 50 kreasi scrapbook cantik pada frame,(Jakarta:PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, 2006), hlm. 4

(37)

25

sehingga masalah-masalah yang dihadapi oleh seseorang dapat segera dipecahkan (problem solved), dan dengan demikian pengetahuan pun

menjadi bertambah.

Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat dipahami dengan

mudah bahwa kecerdasan merupakan pemandu (guider) bagi individu untuk mencapai berbagai sasaran dalam hidup yang dijalaninya secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas akan

mampu memilih strategi-strategi pencapaian sasaran yang jauh lebih baik daripada orang yang kurang cerdas.22

Konsep tentang kecerdasan adversity atau adversity intelligence (AI) dibangun berdasarkan hasil studi empirik yang dilakukan banyak ilmuan serta lebih dari lima ratus kajian di seluruh

dunia, dengan memanfaatkan tiga disiplin ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi.

Kecerdasan adversity memasukan dua komponen penting dari setiap konsep praktis, yaitu teori ilmiah dan aplikasinya dalam dunia nyata. Konsep kecerdasan adversity pertama kali digagas oleh Paul G. Stolz

(Jaffar, 2003).23

Menurut Stoltz (2005), pengertian kecerdasan adversity

tertuang ke dalam tiga bentuk, yaitu: Pertama, kecerdasan adversity

22Sumardi,Password Menuju Sukses,(Jakarta:Erlangga, 2007), hal. 74

(38)

26

sebagai suatu kerangka kerja konseptual baru yang digunakan untuk untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua,

kecerdasan adversity sebagai suatu ukuran untuk mengetahui reaksi seseorang terhadap kesulitan yang dihadapinya. Ketiga, kecerdasan adversitysebagai seperangkat peralatan yang memiliki landasan ilmiah

untuk merekonstruksi reaksi terhadap kesulitan hidup. Agar kesuksesan menjadi nyata, maka Stoltz (Kusuma, 2004) berpendapat

bahwa kombinasi dari ketiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru, tolak ukur, dan peralatan yang praktis merupakan sebuah kesatuan

yang lengkap untuk memahami dan memperbaiki kompenen dasar dalam meraih sukses24.

Berbeda dengan Stoltz, Mortel (Kusuma, 2004) berpandangan

bahwa makin besar harapan seseorang terhadap dirinya sendiri, maka makin kuat pula tekadnya untuk meraih kesuksesan dan keberhasilan

hidup. Maxwell (Kusuma, 2004) mengatakan bahwa ketekunan yang dimiliki oleh seseorang akan memberinya daya tahan. Daya tahan tersebut akan memebuka kesempatan baginya untuk meraih

kesuksesan hidup.

Secara garis besar konsep kecerdasan adversity menawarkan

beberapa manfaat yang dapat diperoleh, yaitu:

(39)

27

1) Kecerdasan adversity merupakan indikasi atau petunjuk tentang seberapa tabah seseorang dalam menghadapi sebuah kemalangan.

2) Kecerdasan adversity memperkirakan tentang seberapa besar kapabilitas seseorang dalam menghadapi setiap kesulitan.

3) Kecerdasanadversitymemperkirakan siapa yang dapat melampaui harapan, kinerja, serta potensinya, dan siapa yang tidak.

4) Kecerdasan adversity dapat memperkirakan siapa yang putus asa

dalam menghadapi kesulitan dan siapa yang akan bertahan. (Stoltz, 2005).

Stoltz menambahkan bahwa individu yang memiliki

kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika hidup, penuh motivassi,

antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang tinggi, dipandang sebagai figur yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi. Sedangkan individu yang mudah menyerah, pasrah begitu saja

pada takdir, pesimistik dan memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif, dapat dikatakan sebagai individu yang memiliki

tingkat kecerdasanadversityyang rendah.

Werner (Stoltz, 2005), dengan didasarkan pada hasil penelitiannya mengemukakan bahwa anak yang ulet adalah seorang

(40)

28

yang mampu memanfaatkan peluang. Orang yang mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan

atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus. 25

b. PengertianAdversity Quotient

Maslah adalah suatu problem, sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Menurut

Taufik Pasiak (2002), seorang pakar otak dan pikiran mendefinisikan masalah sebagai suatu selisih antara apa yang dimiliki atau apa yang

telah dicapai dengan apa yang diinginkan atau dihadapkan.

Adversity Quotient adalah kecerdasan yang berupa kemampuan menghadapi kesulitan, bertahan dari kesulitan dan keluar dari kesulitan

dalam keadaan sukses. AQAdversity Quotientmemiliki motto: how to make a challenge becomes opportunity, yang berarti bahwa masalah

bukanlah masalah tetapi bagaimana masalah tersebut diciptakan sebagai peluang yang bagus.26

Adversity Quotient adalah kecerdasan untuk mengatasi

kesulitan. Adversity Quotient merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya serta sejauh mana sikap

ataupun kemampuan dan kinerja seseorang akan terwujud di dunia.

(41)

29

Dalam Adversity Quotient hal pokok yang menjadi sorotan adalah seberapa jauh kemampuan seseorang untuk dapat bertahan

ketika menghadapi kesulitan dan dapat mengatasi kesulitan-kesulitannya.27

Banyak orang yang menyerah sebelum bertanding ketika berhadapan dengan tantangan-tantangan hidup. Orang seperti ini tidak akan pernah tahu seberapa besar usaha dan batas kemampuan yang

benar-benar teruji.28

Paul G Stolz, penemu teori AQ berdasarkan penelitiannya

membagi 3 tingkatan AQ dalam masyarakat, yakni: 1) Tipe Quiters (orang-orang yang berhenti)

Mereka ini adalah orang yang AQ-nya paling lemah ketika

menghadapi berbagai kesulitan hidup. Mereka berhenti dan menyerah ketika berhadapan dengan suatu kesulitan. Mereka juga

tidak memanfaatkan peluang, potensi diri dan kesempatan dalam hidup. Ia kan menderita dan pilu ketika menoleh ke belakang dan melihat bahwa kehidupannya tidak optimal, kurang bermakna,

banyak disia-siakan denagn boros dalam waktu dan hidup. Akibatnya ia menjadi murung, sinis, pemarah, frustasi,

27Sri Habsari,Bimbingan dan Konseling SMA,(Jakarta: Grasindo, 2005), Hlm. 3

(42)

30

menyalahkan semua orang disekelilingnya dan iri hati pada orang-orang yang terus mendaki kehidupan ini.

Orang yang berkarakter Quitter ini adalah para pekerja yang sekedar untuk bertahan hidup. Mereka ini gampang putus asa dan

menyerah di tengah jalan.

Berikut ciri-ciri orang yang berkarakterQuitter: a) Menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi

b) Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan tidak lengkap

c) Bekerja sekedar cukup untuk hidup

d) Cenderung menghindari tantangan berat yang muncul dari komitmen yang sesungguhnya

e) Jarang sekali memiliki persahabatan yang sejati

f) Mereka cenderung melawan atau lari dan cenderung

menolak dalam perubahan

g) Terampil dalam menggunakan kata-kata yang sifatnya membatasi seperti tidak mau , mustahil , ini

konyol dan sebgainya.

h) Kemampuannya kecil atau bahkan tidak ada sama

sekali; mereka tidak memiliki visi dan keyakinan akan masa depan, kontribusinya sangat kecil.

(43)

31

Mereka adalah orang-orang yang AQ-nya dalam tingkat sedang. Mereka giat mendaki tetapi di tengah perjalanan merasa bosan dan

merasa cukup dan mengakhiri pendakiannya dengan mencari tempat datar dan nyaman untuk membangun tenda perkemahan

hidup ini. Mereka menganggap sudah sukses dan memilih kehidupannya disitu dengan sia-sia. Gaya hidup Campers pada mulanya kehidupannya penuh proses pendakian dan perjuangan.

Tetapi, makin jauh ia mendaki ia memilih berbelok membangun kemah di lereng gunung kehidupan. Alasan mereka karena mereka

lelah mendaki, menganggap prestasi ini sudah cukup, senang dengan ilusinya sendiri dan tentang apa yang sudah ada. Mereka tidak mau menengok apa yang mungkin terjadi.29

3) Tipe Climbers (Para pendaki sejati)

Meraka adalah orang-orang yang tingkat AQ-nya tinggi. Mereka

paham benar bahwa kehidupan sekarang ini adalah tempat ujian dan tempat pendakian untuk menuju kehidupan sesungguhnya di hari akhir. Gaya hidup Climbers ialah menjalani hidup ini secara

lengkap. Mereka yakin bahwa langkah-langkah kecil saat ini akan

(44)

32

membawa kemajuan dan manfaat yang berarti. Pendaki sejati tidak akan lari dari tantangan dan kesulitan kehidupan.30

c. DimensiAdversity Quotient

Dimensi adversity quotient dapat diringkas kata CO2RE

yaitu:

1) C adalah control, seberapa besar control yang anda rasakan saat anda dihadapkan pada persoalan yang sulit, bermusuhan dan

berlawanan?

2) O2 adalah Origin dan Ownership, siapa atau apa yang menjadi

asal-muasal suatu kesulitan? Dan sejauh mana anda berperan memunculkan kesulitan?

3) R adalah reach. Seberapa jauh suatu kesulitan akan merembes ke

wilayah kehidupan anda yang lain?

4) E adalah endurance. Seberapa lama kesulitan akan berlangsung?

Berapa lama penyebab kesulitan akan berlangsung?31 d. MengembangkanAdversity Quotient

Cara mengembangkan dan menerapkan adversity quotient

dapat diringkas dalam kata LEAD yaitu:

1) L adalah listened(dengar) respon anda dan temukan sesuatu yang

salah

30Nunuk Murdiati Sulastomo,Scrambled Egg is Delicious,(Jakarta:PT Gramedia, 2010), hlm. 157

(45)

33

2) E adalahexplored(gali) asal dan peran anda dalam prosoalan ini 3) A adalah Analized (analisalah) fakta-fakta dan temukan beberapa

faktor yang mendukung anda

4) D=Do(lakukan) sesuatu tindakan nyata

e. Ilmu pengetahuan pembentukAdversity Quotient (AQ) 1) Psikoneuroimunologi

Penelitian akhir-akhir ini di bidang psikoneuroimunologi

membuktikan bahwa ada kaitan langsung dan dapat diukur antara apa yang seseorang pikirkan dan rasakan dengan apa yang terjadi

di dalam tubuh orang tersebut. 2) Neurofisiologi

Menurut Dr. Mark Nuwer, kepala neurofisiologi di UCLA

Medical Centers dalam Stoltz mengatakan bahwa proses belajar berlangsung di wilayah sadar bagian luar yaitu cerebral cortex.

Lama kelamaan jika pola pikiran atau perilaku tersebut diulang maka kegiatannya akan berpindah ke wilayah otak bawah sadar yang bersifat otomatis, yaitu bangsal ganglia.

Jadi semakin sering seseorang mengulangi pikiran atau tindakan yang destruktif maka pikiran atau tindakan itu juga akan semakin

(46)

34

Perubahan dapat bersifat segera, dan pola-pola lama yang destruktif akan lenyap dan tidak digunakan. 32

3) Psikologi Kognitif

Bagian yang membahas tentang teori ketidakberdayaan

yang dipelajari, atribusi, kemampuan menghadapi kesulitan, keuletan, dan efektifitas diri/ pengendalian.

f. HubunganAdversity Quotientdengan Sukses

Dalam kehidupan nyata hanya paraclimbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian

yang dilakukan Charles Handy terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki tiga karakter yang sama.

Pertama, mereka memiliki dedikasi tinggi terhadap apa yang tengah dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, passion, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan dengan

baik.

Kedua, mereka memiliki determinasi, yang artinya

memiliki kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,

(47)

35

berkeyakinan, pantang menyerah dan mempunyai kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.33

Ketiga, selalu berada dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda dengan orang

lain dan pada umumnya.

Ciri-ciri tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dua dari tiga karater orang sukses erat kaitannya dengan kemampuan seseorang

dalam menghadapi tantangan.34

33Muhammad Julijanto,Membangun Keberagaman,(Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2015), hal. 219

(48)

BAB III

PENGEMBANGANSTORYTELLINGDENGAN MENGGUNAKAN MEDIA

SCRAPBOOKUNTUK MENINGKATKAN DAYA JUANG SANTRI DI PONPES SALAFI AL-FITHRAH SURABAYA

A. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang pengembangan storytelling dengan menggunakan

scrapbook untuk meningkatkan daya juang santri ini menggunakan metode Research and Development/ R&D. Metode research and development adalah salah satu bentuk penelitian yang dilakukan untuk

menghasilkan produk tertentu, yang dalam praktiknya dilengkapi dengan analisis kebutuhan, kemudian mengkaji keefektifan produk tersebut,

apakah berfungsi di tengah masyarakat atau tidak.1 Metode penelitian R&D ini dilakukan secara sengaja, sistematis, bertujuan dan diarahkan untuk mencari, menemukan, merumuskan, memperbaiki,

mengembangkan, menghasilkan dan menguji keefektifan produk, model, metode,/startegi/cara, jasa,prosedur tertentu yang lebih unggul, baru,

efektif, efesien, produktif dan bermakna.2 Metode penelitian dan pengembangan (R&D) ini telah banyak digunakan oleh para ilmuan di

1Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 297.

(49)

38

berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti ilmu pengetahuan teknologi, alam, dan kesehatan. Hamper semua produk teknologi seperti kendaraan,

alat rumah tangga, alat-alat kedokteran dikembangkan melalui jenis penelitian R&D.

Dalam pengembangannya, metode penelitian R&D ini digunakan dan dimanfaatkan dalam kajian dan penelitian sosial, seperti psikologi, konseling, pendidikan, sosiologi, manajemen dan lain-lain.

Dalam prosesnya, penelitian dengan metode R&D ini memanfaatkan dua jenis penelitian baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data

kualitatif diperoleh melalui wawancara, observasi, diskusi, saran, kritik dan komentar tertulis. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan skala penilaian yang dikembangkan stelah mendapatkan

data melalui angket dan instrument.

Produk yang diteliti dan dikembangkan dalam penelitian ini berupa

program storytelling dengan menggunakan media scrapbook untuk meningkatkan daya juang Santri. Program yang digunakan berbentuk konseling kelompok yang berisi motivation session dengan mendongeng

dansharingbersama.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

(50)

39

Kedinding, Kenjeran Surabaya Jawa Timur. Pesantren ini merupakan pesantren yang mempunyai basis salafi.

Pesantren ini dipilih karena termasuk tempat penulis melakukan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan), sehingga mengetahui info

ataupun keadaan dan kegiatan santri di pesantren ini dan dapat ditindaklanjuti dengan penelitian yang berbentuk pelatihan kegiatan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity

quotientsantri.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri ini

terdiri atas data primer (data pokok) dan data skunder (data pendukung).

Data primer meliputi data tentang adversity quotient (daya juang) Santri di Pondok Pesantren As Salafi Al-Fithrah Surabaya, hasil produk program storytelling dengan media scrapbook dan hasil

pelaksanaan storytellingdengan media scrapbook di lokasi penelitian, dalam peningkatanadversity quotientsantri di lingkungan pesantren.

(51)

40

cerita (story) pada adversity quotient santri, produk scrapbook terhadap kesesuaian script isi cerita, tokoh, dan bentuk gambar dalam

cerita. Beberapa pendapat Pembina asrama di pesantren terhadap proses kegiatan storytelling yang disampaikan serta menilai perilaku

santri (anggota kamar) sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan ini. b. Sumber Data

Sumber data adalah subyek baik berupa manusia atau benda dari

mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini, sumber data terbagi menjadi dua yaitu sumber data primer sebagai sumber utama dan

sumber data sekunder yang mendukung data primer.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku-buku literatur adversity quotient, media scrapbook dan storytelling. Selain buku

sumber utama dalam penelitian ini adalah santri putri (isti’dad kamar 19) yang menjadi peserta pelatihan.

Sumber data sekunder yang berupa benda meliputi artikel bebas dan media seperti koran, instagram dan youtube yang berkaitan tentang adversity quotient, cara storytelling dan scrapbook. Sumber

data sekunder lainnya adalah para ahli yang memberikan masukan pada produk pengembangan.

4. Teknik pengumpulan Data

(52)

41

quotient Santri ini, penulis memanfaatkan beberapa metode pengumpulan data:

a. Observasi

Dalam penelitian pengembangan storytellingdengan mediascrapbook

untuk meningkatkan adversity quotient Santri ini, observasi dilakukan melalui proses pengamatan dan pencatatan secara sistematik melalui kegiatan saur manuk (konseling kelompok) kegiatan ini dilakukan 2

minggu sekali dan merupakan program rutinan mingguan di pesantren Al-Fithrah. Observasi ini menggambarkan keadaan Santri yang memiliki

masalah baik kesehatan, ekonomi, pembelajaran dan sosial. Hasil observasi menunjukan , bahwa kasus yang yang didominasi santri adalah sosial dan pembelajaran atau pendidikan.

b. Wawancara

Wawancara pada penelitian ini dilakukan sebagai salah satu alat

untuk recheckingatau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya melalui observasi dan teknik lain.3 Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan melalui wawancara antara lain

data tentang santri yang mempunyai masalah pribadi masing-masing, data tentang pendapat Pembina asrama (mudabiroh) terhadap anggota

kamar (santri). Serta harapan masing-masing santri terhadap masalah

(53)

42

yang dialaminya dan harapan pembana asrama (mudabiroh) terhadap anggotanya (santri). Saat pelatihan berlangsung, wawancara digunakan

untuk mendapatkan masukan danfeedbackdari santri (peserta). c. Dokumentasi

Data-data yang digali melalui dokumentasi dalam penelitian ini antara lain data mengenai fakta-fakta masalah yang dialami santri mengenai arti daya juang. Serta hasil video testimoni baik santri

maupun pembina asrama (mudabiroh) dalam pelatihan atau kegiatan storytellingdi asrama.

5. Tahap-tahap Penelitian Pengembangan

Ada 10 langkah dalam proses penelitian dan pengembangan storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity

quotient Santri ini, yaitu: 1) Mengidentifikasi potensi dan masalah; 2) Mengumpulkan informasi sebagai bahan perencanaan; 3) Mendesain

rancangan produk awal; 4) Menvalidasi desain produk; 5) Memperbaiki desai produk; 6) Ujicoba produk pada lapangan terbatas; 7) Revisi produk; 8) Uji coba pemakaian dalam kondisi sesungguhnya; 9) Merevisi produk

pengembangan; dan 10) Desiminasi produk atau memproduksi secara masal.4

(54)

43

Tahapan-tahapan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap dengan tujuan untuk memudahkan pola pengembangannya, yakni tahap

perencanaan, pengembangan dan ujicoba. a. Tahap Perencanaan

1) Identifikasi Potensi dan Masalah

Pada tahap ini, penulis melakukan penggalian data tentang masalah adversity quotient yang terjadi baik melalui psikolog dan

sumber buku psikologi ataupun konseling secara umum dan khususnya di pesantren yang akan menjadi lokasi penelitian dalam

peningkatan adversity quotient. Penulis berusaha menggali beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan adversity quotient pada santri dan data tentang tinggi rendahnya

intensitasadversity quotientpada santri di pesantren sasaran. 2) Pengumpulan Informasi

Pengkajian teori dari berbagai macam referensi tentang storytelling, adversity quotient dan media scrapbook termasuk dalam bagian tahapan pengumpulan informasi. Selain itu,

pengumpulan informasi dilakukan untuk menggali data tentang bentuk-bentuk kegiatan storytelling yang disepakati antara pihak

(55)

44

Setelah potensi pesantren dan masalah adversity quotient (daya juang) diidentifikasi serta dilengkapi berbagai informasi dari

santri, pembina asrama dan kajian berbagai teori, penulis mulai merancang produk awal yang berisi kegiatan pelatihan dan

pendampingan bagi santri. b. Tahap Pengembangan

4) Validasi Desain produk

Hasil desain produk awal tentang kegiatan storytelling beserta kesesuaian isi cerita, kesesuaian isi, gambar dan script cerita yang

dibuat dalam media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient santri yang telah dirancang sebelumnya kemudian divalidasi oleh para ahli. Yang dimaksud ahli pada dalam

penelitian ini adalah orang-orang yang berkompeten di bidang pelatihan storytelling, kajian adversity quotient, dan pengelolaan

ataupun pembuatan mediascrapbook.

5) Revisi Desain Produk

Hasil validasi oleh para ahli terhadap desain produk scrapbook dan kegiatan storytelling, kemudian direvisi oleh penulis sesuai

(56)

45

gambar atau script cerita dalam scrapbook agar proses pengembangan dan penelitian ini lebih baik.

6) Uji Coba Produk Terbatas

Produk yang sudah direvisi kemudian diujicobakan kepada

beberapa Mahasiswa, Penguji ahli (psikolog) dan Dosen pembimbing sejumlah masing-masing 5 Mahasiswa di kampus. Ujicoba ini diharapkan dapat memeberikan masukan berarti

sebelum produk pelatihan dikembangkan pada santri sebagai sasaran dan kepada sasaran yang lebih luas yakni santri di

pesantren sasaran. 7) Revisi Produk

Kegiatan ujicoba produk secara terbatas diharapkan dapat

memberikan masukan tentang efektifitas produk, kesesuaian produk dengan teori dan cerita, serta tingkat menarik tidaknya

kemasan pelatihan pada kegiatan storytelling bagi santri. Respon dari peserta menjadi pijakan dalam revisi produk.

c. Tahap Uji Coba

8) Ujicoba Produk di Lapangan

Pada tahap ini, penulis melakukan koordinasi dengan pihak

(57)

46

pelatihan kegiatan storytelling. Produk yang diujicobakan adalah tiga cerita yang dibentuk menjadi media scrapbook

yang akan dibentuk kegiatan storytelling beserta ice breaking ataugamesyang menjadi kelengkapan kegiatan.

9) Revisi Produk Pengembangan

Revisi produk pada tahap ini adalah kegiatan terakhir dari proses pengembangan program kegiatan storytelling dengan

media scrapbook di pesantren ini. Revisi produk pengembangan ini merupakan hasil perbaikan final setelah

melewati beberapa tahap, yakni perancangan, uji ahli, diuji coba kelompok kecil atau terbatas dan uji coba pada kelompok yang lebih besar.

Gambar.3.1 CoverScrapbook

(58)

47

Tahap akhir yang menjadi penting dalam pelatihan R&D adalah desminasi produk, yaitu upaya membuat produk

scrapbook lebih banyak melalui kegiatan storytelling atau berupa diskusi konseling untuk mencetak tenaga-tenaga baru

atau storyteller (konselor) yang mampu diharapkan mampu mengimplementasikan program ini di tempat lain. Training ini dapat dilakukan dengan bentuk storytelling seperti

motivation training (training motivasi).

6. Teknik Analisis Data

Analisis data ini dilakukan peneliti untuk melihat kesesuaian antara tujuan penelitian dengan produk pengembangan yang dihasilkan dan untuk memperoleh hasil dari implementasi produk pengembangan ini di

lapangan.

Terdapat 3 (tiga) aspek yang dialanalisis dalam penelitian ini, yakni: a)

Analisis terhadap produk pengembangan yang dihasilkan; b) Analisis terhadap proses implementasi produk pengembangan dan c) Hasil atau temuan dari implementasi produk pengembangan.

a. Analisis produk pengembangan

Analisis terhadap produk pengembangan dilakukan dengan

(59)

48

1) Ketepatan

Yakni bahwa isi produk yang dikembangkan dalam

storytelling dengan media scrapbook ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, yaitu dapat meningkatkan adversity quotient santri di pesantren As Salafi Al-fithrah

Surabaya. Aspek yang dianalisis antara lain berkaitan dengan kesesuaian produk dengan tujuan, kesesuaian dengan obyek,

kejelasan prosedur, dan kesesuaian materi atau cerita sesuai dengan tujuannya.

2) Kelayakan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini dikatakan layak apabila mampu memberikan kesan menarik bagi santri atau

peserta, mudah diimplementasikan (praktis) oleh orang lain dan dapat dijangkau oleh sekolah dari aspek waktu dan biaya.

3) Kegunaan

Aspek yang juga perlu dianalisis adalah kegunaan. Produk pengembangan ini diharapkan dapat memiliki daya guna dan

manfaat bagi para pihak di lapangan, yakni para pembina asrama, ustadz ustadzah dan santri di pesantren. Aspek kegunaan produk

(60)

49

Berikut uraian lebih jelas tentang indikator-indikator kesesuaian dalam analisis data:

Tabel 3.1. Analisis Spesifikasi Produk

NO VARIABEL INDIKATOR ALAT tujuan dan prosedur implementasi

c. Kejelasan deskripsi tahapan dan materi d. Kesesuaian gambar dan

materi cerita dengan tujuan b. Keefektifan biaya, waktu

dan tenaga

b. Santri memahami arti daya juang (adversity positif bagi peningkatan adversity quotieny (daya juang)

(61)

50

b. Analisis Prosesstorytelling

Analisis terhadap proses storytelling dengan media scrapbook dilakukan dengan melihat beberapa aspek dalam kegiatan pelatihan dan pendampingan bagi santri. Aspek-aspek yang dianalisis antara

lain: 1) Tujuan dan indikator pencapaian kegiatan pelatihan; 2) Strategi dan metode yang digunakan selama proses storytelling 3)

Media dan peralatan yang dimanfaatkan untuk mendukung kesuksesan kegiatan; 4) Materi dan bahan yanag disajikan selama pelatihan dan pendampingan; dan 5) Evaluasi kegiatan termasuk rekomendasi yang

dihasilkan setelah pelatihan dan pendampingan. c. Analisis Hasil atau Temuan Penelitian

Analisis terhadap hasil atau temuan penelitian tentang program storytelling dengan media scrapbook difokuskan pada efektivitas program dalam meningkatkan adversity quotient (daya juang).

Efektivitas ini dapat dilihat dari beberapa hal: 1) Sikap santri pada diri yang lebih positif; 2) Santri tampak aktif dalam kegiatannya di

pesantren; 3) Santri mampu menyelesaikan masalahnya sendiri; 3) Ustadz ustadzah mampu mengerti dan memahami dalam penyelesaian masalah santri; 4) Santri memiliki arti daya juang dan dapat

(62)

51

B. Spesifikasi Program Storytelling dengan media Scrapbook untuk MeningkatkanAdversity QuotientSantri

Program storytelling dengan media scrapbook di pesantren untuk meningkatkan adversity quotient dikembangkan dalam bentuk produk atau

media. Yakni pelatihan bagi santri. Produk pelatihan terdiri atas materi-materi cerita dalam bentukscrapbook.

1. Spesifikasi Produk Pelatihan bagi Siswa

Produk pelatihan bagi siswa pada penelitian ini terdiri dari penyampaian storytelling dengan media scrapbook untuk meningkatkan adversity quotient (daya juang), melalui cerita-cerita yang dikutip dari

kumpulan cerita dalam kitab Al-Muthola’ah dan kisah inspiratif dengan menanamkan jiwa semangat, tidak pantang menyerah dan daya juang yang

baik melalui judul cerita Halawah Al Kasbi, Al-Harik, The Road Struggle to be Soliha Girl.

Gambar

gambar pada media kertas serta menghiasnya dengan dekorasi dari barang
gambar atauscript
Tabel 3.1. Analisis Spesifikasi Produk
Table 3.2. Materi storytelling Bagian 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

carboxymethyl cellulose dan baking powder yang telah direbus dapat dilihat pada Tabel. Semua nilai yang dicantumkan adalah nilai rata-rata ±

Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak: C, H, O, N, S, P K, S, Ca, dan Mg Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit: Fe, B, Mn, Cu, Zn, Mo, Cl dan Ni Unsur karbon

t he cont inuum which st art s from undert aking proj ect s using t he ( pure) funct ional form of proj ect organizat ion... Ot her

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah (1) Untuk menjelaskan pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Adapun hasil rata-rata tinggi tanaman bayam merah yang telah dihitung dari pengamatan 1 – 4 MST (minggu setelah tanam), dapat diketahui bahwa pada larutan air biasa

[r]

[r]

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN KREATIVITAS GURU DALAM MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH