• Tidak ada hasil yang ditemukan

19743 23784 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " 19743 23784 1 PB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN :2301-9085

INTERAKSI SISWA DAN GURU DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN TEACHING THROUGH PROBLEM SOLVING PADA MATERI PERBANDINGAN BERBALIK NILAI

Alghina Auladina

Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail: alghinabila@gmail.com

Abdul Haris Rosyidi

Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail: ah_rosyidi@yahoo.com

Abstrak

Salah satu peran penting guru dalam pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving yaitu mengatur wacana kelas. Wacana kelas ini merujuk pada interaksi yang muncul selama pembelajaran. Interaksi ini bertujuan untuk menjaga siswa tetap berpikir selama siswa belajar dan memformalisasi konsep matematikanya. Selain itu, interaksi ini juga dapat membantu guru untuk mengetahui proses siswa mengonstruksi konsep melalui masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Jadi pada proses pengonstruksian konsep, interaksi siswa dengan guru menjadi faktor penting untuk mengetahui tercapai atau tidaknya konsep yang akan dipelajari. Berkaitan dengan terjadinya interaksi, seringkali dalam interaksi tersebut terbentuk suatu pola interaksi. Pola interaksi merupakan kecenderungan dominan interaksi yang terjadi selama pembelajaran. Interaksi yang berkaitan dengan materi pelajaran disebut interaksi di dalam tugas.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tujuan mendeskripsikan pola interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving pada materi perbandingan berbalik nilai. Subjek pengamatan interaksi siswa dengan guru adalah guru dan semua siswa kelas VII-G SMPN 1 Tulangan. Data penelitian dikumpulkan menggunakan teknik observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola interaksi siswa dengan guru berturut-turut adalah meminta bantuan dan diskusi/negosiasi. Siswa meminta bantuan guru terkait penjelasan masalah, cara penyelesaian, dan kesalahan prosedur atau konsep yang mereka lakukan. Permintaan bantuan siswa ini selanjutnya digunakan guru sebagai bahan diskusi baik diskusi dengan kelompok tertentu ataupun diskusi kelas, Pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi dengan guru yaitu meminta bantuan terkait penjelasan masalah dan cara penyelesaiannya, serta diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai dan negosiasi jawaban dari masalah yang diberikan. Pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis sedang dengan guru yaitu meminta penjelasan cara penyelesaian masalah dan penjelasan kesalahan konsep maupun prosedur penyelesaian serta diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai dan negosiasi jawaban dari masalah yang disajikan. Dan pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis rendah dengan guru yaitu meminta penjelasan cara penyelesaian masalah yang disajikan.

Kata Kunci: pola interaksi, pendekatan teaching through problem solving, perbandingan berbalik nilai

Abstract

One of the important roles of the teacher in learning with teaching through problem solving is orchestrating classroom discourse. Classroom discourse refers to the interactions that occur throughout a lesson. The goal of the interaction is to keep the cognitive demand high while students are learning and formalizing mathematical concepts. Beside that, the interaction that occur throughout a lesson can help the teacher know the process of the students build meaning from the problems which is presented at the beginning of a lesson. So, the student interactions with their teacher are an important factor to know whether or not the concepts will be studied by students. Related with the occurrence of interaction, often in the interaction formed a pattern of interaction. Interaction patterns are the dominant tendencies of interactions that occur during learning. Interaction that is related with learning material is called on-task interactions.

(2)

The results showed that the pattern of student interactions with their teacher respectively is asking for help and discussion/negotiation. Students ask for explanation to the teacher about the problem and the solution, and also the procedural or conceptual mistakes that they made. This request is then used by the teacher as a discussion with a particular group or classroom discussion. The pattern of group of high-achieving students with their teacher are asking for explanation about problem and the solution, and also discussing about the characteristics of inverse proportion and negotiating the solution of the problem. The pattern of group of middle-achieving students and their teacher are asking for explanation about problem and the procedural or conceptual mistake and also discussing about the characteristics of inverse proportion and negotiating the solution of the problem. And the pattern of group of low-achieving students and their teacher are asking for explanation about the solution of the problem.

Keywords: pattern of student interactions, teaching through problem solving approach, inverse proportion

PENDAHULUAN

Interaksi pembelajaran berperan penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa interaksi siswa dalam diskusi kelas ataupun aktivitas lainnya yang melibatkan interaksi merupakan dasar untuk pemahaman siswa dan terkait dengan prestasi belajar mereka (Bruce, 2007). Penelitian terkait pembelajaran matematika menyebutkan bahwa kelas matematika berfungsi sebagai sebuah komunitas dimana siswa berpikir, berbicara, menyetujui, dan tidak menyetujui itu dianjurkan (Nathan & Kruth, 2003). Oleh karena itu, agar fungsi kelas matematika tersebut optimal, guru perlu menyediakan masalah open-ended dimana siswa diharapkan dapat menjustifikasi dan menjelaskan jawaban mereka yang beragam (Bruce, 2007). Tujuan utamanya agar siswa dapat memperluas pemikirannya sendiri dan juga pemikiran orang lain (Huffered-Ackles, Fuson, & Gamoran-Sherin, 2004). Masalah yang diberikan kepada siswa tersebut juga diketahui berkorelasi dengan peningkatan prestasi belajar siswa, khususnya pada pemahaman konsep dan manfaatnya akan semakin meningkat ketika siswa berbagi pemikiran mereka dengan siswa yang lain (Bruce, 2007).

Salah satu pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk dapat menjustifikasi dan menjelaskan jawaban mereka yang beragam adalah pendekatan teaching through problem solving. Pendekatan teaching through problem solving berarti bahwa siswa memperoleh konsep matematika melalui pemecahan masalah baik masalah kontekstual atau masalah matematika murni yang disajikan di awal pembelajaran (Donaldson, 2011). Masalah yang didefinisikan disini merujuk pada pendapat Hiebert, et al. (dalam Van de Walle, Karp, dan Bay-Williams, 2013) berupa tugas dimana siswa tidak memiliki aturan atau prosedur atau metode yang ia hafal untuk menyelesaikannya, juga tidak ada persepsi siswa bahwa ada metode penyelesaian khusus yang "benar". Oleh karena itu dalam penyelesaian masalah ini dibutuhkan

justifikasi dan penjelasan dari siswa terkait dengan penyelesaian masalah yang telah mereka peroleh, dan hal tersebut akan berdampak pada banyaknya interaksi yang terjadi selama pembelajaran. Jadi, interaksi yang terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving ini merupakan interaksi untuk membantu siswa memformalisasi konsep matematika dari pemecahan masalah yang telah diperoleh.

Pendekatan teaching through problem solving ini memiliki dua tujuan utama yakni siswa akan memperoleh konsep dari pemecahan masalah dan menjadikan siswa pemecah masalah yang lebih baik (Donaldson, 2011). Dengan kata lain, masalah yang digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving memegang peran penting dalam tercapainya konsep tertentu yang akan dipelajari oleh siswa.

Masalah kontekstual lebih banyak dipilih dengan pertimbangan agar konsep matematika menjadi lebih mudah dipahami. Salah satunya adalah masalah kontekstual yang terkait dengan konsep perbandingan berbalik nilai (inverse proportion). Dalam pembelajaran di sekolah, diketahui banyak siswa yang masih mengalami miskonsepsi perbandingan berbalik nilai. Hasil penelitian Yahya (2016) juga Raharjanti, Nusantara, dan Mulyati (2016) menunjukkan adanya miskonsepsi tersebut yakni bila salah satu kuantitas naik maka kuantitas lainnya akan menurun begitu pula sebaliknya. Hasil daya serap UN tahun ajaran 2015/2016 juga menunjukkan bahwa untuk indikator perbandingan berbalik nilai, daya serap secara nasional hanya sebesar 36,06%. Untuk mengatasi hal tersebut, guru perlu membuat situasi pembelajaran dimana siswa terlibat aktif dalam pengonstruksian konsep dan memberikan kebebasan kepada mereka untuk memperoleh konsep tersebut berdasarkan penalarannya sendiri. Keterlibatan aktif siswa diantaranya ditunjukkan dengan interaksi yang terjadi selama pembelajaran.

(3)

masalah yang digunakan untuk mengonstruksi konsep dan mengatur wacana kelas (Cai, 2010). Wacana kelas ini merujuk pada interaksi yang muncul selama pembelajaran. Wacana ini bertujuan untuk menjaga tuntutan kognitif siswa tetap tinggi selama siswa belajar dan memformalisasi konsep matematikanya (Smith, et al., 2009). Selain itu, interaksi ini juga menjadi suatu hal yang penting untuk dipertimbangkan oleh guru karena berkaitan dengan proses siswa mengonstruksi konsep melalui masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Jadi, pada proses pengonstruksian konsep dalam pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving, interaksi siswa dengan guru menjadi faktor penting untuk mengetahui tercapai atau tidaknya konsep yang akan dipelajari. Berkaitan dengan terjadinya interaksi, seringkali dalam interaksi tersebut terbentuk suatu pola interaksi. Pola interaksi merupakan kecenderungan dominan interaksi yang terjadi selama pembelajaran (Suradi, 2005). Dalam hal ini kecenderungan berinteraksi untuk memecahkan masalah dan memperoleh konsep dari hasil pemecahan masalah tersebut.

Interaksi pembelajaran merupakan salah satu bagian dari aktivitas siswa di dalam kelas. Leikin & Zaslavsky (1997) menyebutkan bahwa aktivitas siswa di dalam kelas ini terbagi menjadi aktivitas dalam tugas dan aktivitas di luar tugas. Dalam penelitian ini, pengamatan interaksi siswa difokuskan pada interaksi siswa dengan guru yang terkait dengan materi pelajaran (interaksi di dalam tugas). Hasil pengamatan interaksi siswa dengan guru digunakan untuk mengetahui pola interaksi siswa dengan guru dalam memperoleh konsep perbandingan berbalik nilai melalui masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Selain itu, pengamatan interaksi siswa tersebut juga dapat digunakan sebagai refleksi guru terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, sehingga dapat merencanakan kegiatan pembelajaran berikutnya. Meskipun diperoleh beberapa keuntungan dengan mengamati interaksi siswa dalam pembelajaran, belum banyak penelitian yang memfokuskan pada interaksi siswa khususnya dalam pembelajaran matematika.

Dari uraian fakta di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Interaksi Siswa dan Guru dalam Pembelajaran dengan Pendekatan Teaching through Problem Solving pada Materi Perbandingan Berbalik Nilai.”

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dirumuskan pertanyaan penelitian yakni bagaimana pola interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving pada materi perbandingan berbalik nilai.

Agar dapat menjawab pertanyaan penelitian

tersebut, perlu adanya pengetahuan tentang beberapa teori yang mendukung penelitian ini, antara lain: interaksi pembelajaran, pendekatan teaching through problem soving, dan interaksi siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving.

Interaksi merupakan komunikasi atau hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih atau antara seseorang dengan sesuatu (objek) yang berpengaruh terhadap satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi yang terjadi selama proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan disebut interaksi pembelajaran.

Aktivitas interaksi merupakan salah satu aktivitas siswa di dalam kelas. Suradi (2005) menggambarkan tipe aktivitas siswa di dalam kelas pada diagram berikut ini.

(4)

(4) interaksi Siswa-Materi-Siswa, yakni siswa berinteraksi dengan siswa lainnya yang terkait dengan materi pelajaran (aktivitas di dalam tugas); dan (5) interaksi Siswa-Materi-Guru, yakni siswa berinteraksi dengan guru yang terkait dengan materi pelajaran (aktivitas di dalam tugas). Dalam penelitian ini hanya dideskripsikan interaksi siswa dengan guru yang berkaitan dengan materi pelajaran saja.

Pendekatan teaching through problem solving merupakan pengajaran konsep matematika melalui pemecahan masalah. Ini berarti bahwa siswa mempelajari matematika melalui pemecahan masalah baik masalah kontekstual atau masalah matematika murni yang disajikan di awal pembelajaran (Donaldson, 2011). teaching through problem solving ini memiliki dua tujuan utama yaitu membantu siswa meningkatkan pemahaman konsep dan menjadikan mereka pemecah masalah yang lebih baik (Donaldson, 2011). Untuk mencapai kedua tujuan pembelajaran tersebut, Cai (2010) menjelaskan bahwa terdapat dua peran efektif guru dalam penerapan teaching through problem solving, yaitu pemilihan tugas atau permasalahan yang bermakna dan pengaturan wacana kelas.

1. Pemilihan Tugas atau Masalah

Pemilihan tugas atau masalah perlu memperhatikan hal-hal penting seperti, masalah yang disajikan merupakan masalah yang sulit atau tidak rutin sehingga menuntut siswa untuk berpikir tingkat tinggi dalam menyelesaikannya. Masalah ini juga harus berada di area ZPD (Zone Proximal Development) yang berarti siswa telah memiliki pengetahuan sebelumnya dan dengan sedikit bimbingan dari guru mereka akan dapat menyelesaikan masalah tersebut. Aspek penting lainnya yaitu masalah harus memiliki banyak cara dalam pengerjaannya (entry points) dan banyak cara dalam menjelaskan dan mengilustrasikan penyelesaiannya (exit points). Dan tentu saja masalah tersebut harus dapat membuat siswa tertarik untuk menyelesaikannya. Untuk itu, guru dapat menggunakan masalah yang terkait dengan literatur atau cerita nonfiksi atau dapat dihubungkan dengan disiplin ilmu lain.

2. Pengaturan Wacana Kelas

Wacana kelas ini merujuk pada interaksi yang muncul selama pembelajaran. Wacana merupakan cara tertentu bagaimana seseorang berbicara dan mengerti apa yang dibicarakan (Jorgensen & Philips, 2002). Wacana ini bertujuan untuk menjaga tuntutan kognitif siswa tetap tinggi selama siswa belajar dan memformalisasi konsep matematikanya (Smith, et al., 2009). Wacana dapat berlangsung sebelum, selama,

dan sesudah menyelesaikan masalah yang disajikan. Namun, wacana yang terjadi sesudah menyelesaikan masalah merupakan fase paling penting karena pada saat ini siswa akan dibantu untuk menghubungkan masalah dengan konsep matematika yang lebih umum atau formal (Van de Walle, Karp, dan Bay-Williams, 2013:42). Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan pengaturan wacana kelas menurut Van de Walle, Karp, dan Bay-Williams (2013:42-46) antara lain diskusi kelas, kualitas pertanyaan, dan pembimbingan guru.

Pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving ini melewati tiga-fase pembelajaran yakni fase sebelum, selama, dan sesudah. Berikut merupakan tiga-fase pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving menurut Van de Walle, Karp, dan Bay-Williams (2013:49).

Gambar 2. Bagan Tiga-fase Pembelajaran dengan Pendekatan Teaching through Problem Solving

Fase paling penting dalam pendekatan teaching through problem solving adalah fase sesudah (diskusi kelas). Karena pada fase itu, guru harus membimbing siswa untuk memformalisasi konsep tertentu dan memastikan bahwa siswa mampu menyelesaikan masalah lain dengan konsep yang telah ia formalisasi itu. Pada fase ini pula interaksi yang berlangsung sangat berpengaruh terhadap tercapai atau tidaknya konsep yang akan dipelajari.

(5)

karena hasil pengamatan interaksi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui proses siswa memformalisasi konsep dari pemecahan masalah yang telah diselesaikan.

Pada interaksi siswa dengan guru terkait materi pelajaran, kategori aktivitas siswa yang berkaitan dengan interaksi merujuk pada kategori yang telah digunakan oleh Suradi (2005) dalam penelitiannya. Untuk indikator yang akan digunakan pada setiap kategori dianalogi dari indikator yang digunakan dalam pengamatan interaksi siswa dengan siswa yang terkait materi pelajaran pada penelitian Suradi (2005) dan disesuaikan dengan pendekatan teaching through problem solving. Kategori dan indikator interaksi siswa dengan guru adalah sebagai berikut.

1. Memberi Bantuan

Memberi bantuan yang dimaksud dalam kategori ini yaitu guru memberi bantuan dengan menjelaskan masalah atau cara penyelesaiannya kepada siswa. Interaksi ini terjadi apabila siswa meminta penjelasan masalah atau cara penyelesaiannya ataupun saat mereka meminta klarifikasi jawaban yang telah diperoleh.

2. Meminta Bantuan

Meminta bantuan guru sering dilakukan oleh siswa ketika mereka benar-benar tidak memahami sesuatu dan teman dalam satu kelompok juga tidak dapat memberikan bantuan. Permintaan bantuan ini misalnya ketika siswa meminta penjelasan terkait masalah yang disajikan, siswa mengajukan pertanyaan terkait penyelesaian masalah atau meminta klarifikasi penyelesaian yang telah ia kerjakan, dan ketika siswa meminta penjelasan bila terjadi kesalahan konsep maupun prosedur saat memecahkan masalah.

3. Diskusi/Negosiasi

Diskusi ini dilakukan ketika guru dan siswa mendiskusikan cara penyelesaian masalah dan mendiskusikan karakteristik perbandingan berbalik nilai dari masalah yang telah diselesaikan. Negosiasi dilakukan bila terdapat cara penyelesaian yang berbeda dan bernegosiasi cara penyelesaian masalah yang lebih efektif digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sejenis.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan mendeskripsikan pola interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving pada materi perbandingan berbalik nilai. Pola interaksi tersebut meliputi pola interaksi yang berkaitan dengan materi

pelajaran atau interaksi di dalam tugas. Untuk mendeskripsikan pola interaksi tersebut, siswa dalam satu kelas dikategorikan menjadi kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi, sedang, dan rendah.

Subjek pengamatan interaksi siswa dengan guru adalah guru dan semua siswa kelas VII-G SMPN 1 Tulangan pada tahun ajaran 2016/2017. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi (lembar observasi dan video recorder). Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data tentang interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving pada materi perbandingan berbalik nilai. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini hanya lembar observasi.

Analisis data dilakukan berdasarkan hasil pengamatan pada lembar observasi dan video recorder. Dari hasil pengamatan akan dideskripsikan pola interaksi interaksi siswa dengan guru (interaksi di dalam tugas) untuk setiap masalah yang disajikan (akan diperoleh tiga pola interaksi siswa dengan guru dalam pemerolehan konsep melalui pemecahan masalah yang telah dikerjakan). Dari ketiga pola tersebut akan ditentukan pola umum interaksi siswa dengan guru dalam pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving pada materi perbandingan berbalik nilai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan interaksi siswa dengan guru dilakukan selama pembelajaran berlangsung utamanya saat siswa menyelesaikan masalah secara berkelompok dan saat diskusi kelas untuk memformalisasi konsep dari pemecahan masalah yang telah mereka selesaikan. Ada 3 masalah yang diberikan pada pembelajaran perbandingan berbalik nilai, sehingga pengamatan interaksi siswa dengan guru terkait materi pelajaran dilakukan sebanyak tiga kali.

1. Masalah 1

(6)

Setelah siswa memperoleh bimbingan dari guru melalui diskusi dan mereka menyelesaikan masalah, dilakukan diskusi kelas untuk mendiskusikan jawaban siswa (negosiasi) dan karakteristik perbandingan berbalik nilai dari masalah yang telah diselesaikan.

Diskusi kelas untuk membahas penyelesaian masalah 1 dimulai dengan negosiasi jawaban dari dua perwakilan kelompok yang memiliki jawaban berbeda. Namun kedua jawaban tersebut sama benarnya. Negosiasi ini dilakukan untuk memberikan siswa kesempatan memilih cara penyelesaian yang lebih mudah mereka pahami. Negosiasi ini didominasi oleh kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi. Setelah negosiasi jawaban, siswa dibimbing untuk menyimpulkan jawaban dan mendiskusikan karakteristik perbandingan berbalik nilai.

Mendiskusikan karakteristik ini dimulai dengan meminta siswa menentukan bila motor Tossa yang harus disewa semakin banyak bagaimana banyak beras yang diangkut oleh setiap Tossa. Kemudian guru memisalkan banyak motor Tossa sebagai besaran I dan banyak beras yang diangkut oleh setiap Tossa sebagai besaran II, dan meminta siswa menentukan hubungan besaran I dan besaran II. Diperoleh karakteristik perbandingan berbalik nilai dari penyelesaian masalah 1 adalah jika besaran I semakin besar nilainya, maka besaran II nilainya semakin kecil. Pada diskusi karakteristik ini, kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi lebih mendominasi interaksi yang terjadi.

Jadi, pola interaksi siswa dengan guru pada proses penyelesaian masalah 1 berturut-turut adalah meminta bantuan dan diskusi/negosiasi. Pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi dengan guru adalah negosiasi jawaban dan mendiskusikan karakteristik perbandingan berbalik nilai. Pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis sedang dengan guru adalah meminta penjelasan cara penyelesaian masalah, kesalahan prosedur saat menyelesikan masalah, dan diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai. Dan pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis rendah dengan guru adalah diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai. Berikut merupakan gambar diagram panah pola interaksi pada proses penyelesaian masalah 1.

Gambar 3. Diagram Panah Pola Interaksi pada Proses Penyelesaian dan Pembahasan Masalah 1

2. Masalah 2

(7)

Diskusi kelas dimulai ketika membahas masalah yang disajikan. Guru memberikan konteks masalah yang lebih sederhana namun dengan topik yang sama. Setelah siswa memperoleh bimbingan dari guru mendiskusikan jawaban tersebut. Interaksi ini didominasi oleh kelompok siswa berkemampuan akademis sedang..

Mendiskusikan karakteristik perbandingan berbalik nilai ini dimulai dengan meminta siswa mengamati tabel data dari masalah 2, dan meminta mereka menentukan kesamaan yang dimiliki oleh data pada tabel tersebut. Data pada tabel hubungan kecepatan dan waktu pada masalah 2 memiliki kesamaan jarak yang ditempuh nilainya sama. Kemudian guru memisalkan kecepatan rata-rata sebagai besaran I dan waktu sebagai besaran II, dan meminta siswa menentukan hubungan besaran I dan besaran II. Diperoleh karakteristik perbandingan berbalik nilai dari penyelesaian masalah 2 adalah besaran I dikali besaran II hasilnya sama. Pada diskusi karakteristik ini, kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi lebih mendominasi interaksi yang terjadi.

Jadi, pola interaksi siswa dengan guru pada proses penyelesaian masalah 2 berturut-turut adalah meminta bantuan dan diskusi/negosiasi. Pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi dengan guru adalah meminta penjelasan masalah dan cara penyelesaiannya serta diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai. Pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis sedang dengan guru adalah meminta penjelasan cara penyelesaian masalah, kesalahan prosedur saat menyelesikan masalah, negosiasi jawaban, dan diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai. Dan pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis rendah dengan guru adalah meminta penjelasan cara penyelesaian masalah. Berikut merupakan gambar diagram panah pola interaksi pada proses penyelesaian masalah 2.

Gambar 4. Diagram Panah Pola Interaksi pada Proses Penyelesaian dan Pembahasan Masalah 2

*Keterangan gambar merujuk pada gambar 3

3. Masalah 3

Pada proses penyelesaian masalah 3, kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi meminta bantuan kepada guru terkait penjelasan masalah dan cara penyelesaiannya serta kesalahan prosedur saat menyelesaikan masalah. Begitu juga dengan kelompok siswa berkemampuan akademis rendah dan sedang. Kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi meminta penjelasan keterkaitan grafik dengan pertanyaan yang harus dijawab. Sedangkan kelompok siswa berkemampuan akademis sedang dan rendah meminta penjelasan cara membaca grafik. Guru menjadikan permintaan bantuan siswa menjadi bahan diskusi kelompok ataupun diskusi kelas.

Diskusi kelas untuk membahas penyelesaian masalah 2 dimulai dengan mendiskusikan jawaban dari salah satu perwakilan kelompok. Hanya dipilih satu kelompok karena jawaban kelompok yang lain sama. Interaksi ini didominasi oleh kelompok siswa berkemampuan akademis sedang..

Mendiskusikan karakteristik perbandingan berbalik nilai ini dimulai dengan meminta siswa menyebutkan karakteristik perbandingan berbalik nilai yang diperoleh dari penyelesaian masalah 2. Kemudian guru memisalkan debit air sebagai besaran I (x) dan waktu sebagai besaran II (y), dan meminta siswa menentukan hubungan besaran I dan besaran II. Diperoleh karakteristik perbandingan berbalik nilai dari penyelesaian masalah 3 adalah bentuk aljabar dari perbandingan berbalik nilai adalah y = k/x. Pada diskusi karakteristik ini, kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi lebih mendominasi interaksi yang terjadi.

(8)

perbandingan berbalik nilai. Dan pola interaksi kelompok siswa berkemampuan akademis rendah dengan guru adalah meminta penjelasan masalah dan cara penyelesaiannya. Berikut merupakan gambar diagram panah pola interaksi pada proses penyelesaian masalah 3.

Gambar 5. Diagram Panah Pola Interaksi pada Proses Penyelesaian dan Pembahasan Masalah 3

*Keterangan gambar merujuk pada gambar 3 Dari uraian hasil penelitian di atas, pola interaks pada proses penyelesaian masalah 1 menunjukkan bahwa interaksi meminta bantuan hanya dilakukan oleh kelompok siswa berkemampuan akademis sedang saja dengan meminta penjelasan cara penyelesaian masalah dan kesalahan prosedur. Kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi tidak meminta penjelasan cara penyelesaian masalah 1 karena informasi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah sudah diketahui, sehingga mereka dengan mudah menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan siswa berkemampuan akademis rendah tidak meminta bantuan karena sudah diwakilkan oleh teman mereka yang berkemampuan akademis sedang.

Pola interaksi pada proses penyelesaian masalah 2 dan 3, menunjukkan kesamaan pola dimana semua perwakilan siswa baik dari kelompok kemampuan akademis tinggi, sedang ataupun rendah meminta penjelasan masalah dan cara penyelesaiannya serta kesalahan prosedur dalam penyelesaian itu. Permintaan penjelasan masalah banyak dilakukan oleh siswa karena informasi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah belum diketahui, dengan kata lain siswa harus menganalisis masalah terlebih dahulu untuk dapat menyelesaikan masalah. Pada masalah 2, pertanyaan yang diberikan yaitu “berapa kecepatan rata-rata Rania bila ia menargetkan waktu kurang dari 24 detik?” Siswa harus menganalisis terlebih dahulu hubungan kecepatan rata-rata dan waktu yang terdapat pada tabel untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan sebagian besar siswa tidak memahami bagaimana keterkaitannya. Begitu juga pada masalah 3, siswa harus menganalisis hubungan debit dan waktu yang direpresentasikan pada grafik terlebih dahulu untuk menentukan volume. Namun,

sebagian besar dari mereka tidak memahami bagaimana menentukan volume dari grafik tersebut.

Pola interaksi pada proses penyelesaian masalah 1, 2, dan 3 memiliki kesamaan yakni tidak menunjukkan adanya interaksi memberi bantuan. Hal ini dikarenakan siswa memberikan bantuan kepada guru dengan menjelaskan cara penyelesaian masalah setelah mereka meminta klarifikasi jawaban, seharusnya interaksi siswa memberi bantuan kepada guru ini dilakukan sebelum siswa meminta klarifikasi jawaban. Pada interaksi diskusi baik pada proses penyelesaian masalah 1, 2, dan 3 ditemukan indikator baru yang dapat dikategorikan dalam interaksi diskusi yakni mendiskusikasn masalah yang disajikan dan mendiskusikan kesimpulan dari suatu masalah. Indikator ini dapat digunakan untuk kategori diskusi, karena tidak semua siswa memahami masalah yang disajikan terutama bila masalah tersebut tidak familiar dengan mereka dan pada umumnya setiap akhir menyelesaikan masalah akan diminta untuk menyimpulkan penyelesaian dari masalah itu.

Pada keseluruhan pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving, guru tidak melakukan salah satu indikator pada fase sebelum yakni langkah memastikan bahwa permasalahan yang disajikan dapat dimengerti oleh siswa. Hal ini dikarenakan siswa selalu membaca dan mencoba menyelesaikannya secara mandiri terlebih dahulu. Setelah dirasa sulit, mereka baru akan meminta penjelasan. Pada saat siswa meminta penjelasan masalah, guru menggunakan konteks lain yang lebih sederhana namun masih dalam topik yang sama untuk memudahkan siswa memamhami situasi masalah yang diberikan, seperti yang diungkapkan oleh Van de Walle, Karp, dan Bay-William (2013:50). Selain itu, ketika siswa meminta klarifikasi jawaban, guru meminta mereka menjelaskan proses penyelesaiannya. Karena hal ini dapat membantu siswa mengetahui kesalahan yang ia lakukan. Tindakan yang dipilih oleh guru ini sesuai dengan saran dari Van de Walle, Karp, dan Bay-William (2013:52) yang menyatakan bahwa ketika siswa membuat kesalahan, guru dapat meminta mereka menjelaskan proses penyelesaiannya, sehingga mereka dapat mengetahui kesalahan yang ia lakukan.

PENUTUP

(9)

Pola interaksi siswa dengan guru selama pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving pada materi perbandingan berbalik nilai berturut-turut adalah meminta bantuan, diskusi/negosiasi, dan mengobrol/bercakap-cakap. Penjabaran pola interaksi siswa dengan guru tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kelompok siswa berkemampuan akademis tinggi dengan guru mempunyai pola interaksi dalam bentuk diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai dan negosiasi jawaban dari masalah yang disajikan. Selain itu juga mempunyai pola meminta bantuan terkait penjelasan masalah ataupun cara penyelesaiannya.

b. Kelompok siswa berkemampuan akademis sedang dengan guru mempunyai pola interaksi dalam bentuk diskusi karakteristik perbandingan berbalik nilai dan negosiasi jawaban dari masalah yang disajikan. Selain itu juga mempunyai pola meminta penjelasan cara penyelesaian masalah dan penjelasan kesalahan konsep maupun prosedur penyelesaian.

c. Kelompok siswa berkemampuan akademis rendah dengan guru mempunyai pola interaksi dalam bentuk meminta penjelasan cara penyelesaian masalah yang disajikan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan untuk interaksi siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving pada materi perbandingan berbalik nilai di kelas VII SMP, peneliti dapat memberikan beberapa saran yang diuraikan sebagai berikut.

1. Bagi guru yang akan melakukan pembelajaran dengan pendekatan teaching through problem solving sebaiknya memperhatikan frekuensi pembimbingan saat siswa menyelesaikan masalah dan pengaturan diskusi kelas yang merupakan fase paling penting bagi siswa untuk memperoleh konsep dari masalah yang telah diselesaikan. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian ini, terdapat kekurangan pada aspek tersebut.

2. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis sebaiknya mempertimbangkan metode wawancara selain metode observasi untuk pengumpulan data. Wawancara ini dapat membantu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pola interaksi yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian ini hanya digunakan metode observasi sehingga tidak dapat menjelaskan dengan lengkap faktor yang mempengaruhi pola interaksi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bruce, Catherine D. 2007. Student Interaction in the Math Classroom: Stealing Ideas or Building Understanding. United States: The Literacy and Numeracy Secretariat and the Ontario Association of Deans of Education.

(http://www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/i nspire/research/Bruce.pdf, diunduh 30 April 2017) Cai, Jinfa. 2010. “Helping Elementary School Students Become Successful Mathematical Problem Solvers”. In D. Lambdin (Ed.), Teaching and Learning Mathematics: Translating Research to the Classroom (hal. 9–14). Reston, VA: NCTM. Donaldson, Sarah E. 2011. Teaching through Problem

Solving: Practices of Four High School Mathematics Teachers. Disertasi dipublikasikan. Georgia: University of Georgia

Hufferd-Ackles, K., Fuson, K. C., & Gamoran-Sherin, M. (2004). “Describing levels and components of a math-talk learning community”. Journal of Research in Mathematics Education, Vol 35(2): hal. 81–116.

(http://www.jstor.org/stable/30034933?

seq=1#page_scan_tab_contents, diunduh 1 April 2017) Cooperative Learning Setting. (online). Vol. 28(3):

hal. 331-354

(https://www.jstor.org/stable/749784?

seq=1#pagescan_tab_contents, diunduh 18 Maret 2017)

Nathan M. J. & Knuth, E. J. (2003). A study of whole classroom mathematical discourse and teacher change. Cognition and Instruction, Vol 27(2): hal. 175–207.

(https://website.education.wisc.edu/~mnathan/Pub lications_files/2003_Nathan%26Knuth_C

%26I_ClassroomDiscourse.pdf, diunduh 30 April 2017)

Raharjanti, Meliyana., Toto Nusantara. Sri Mulyati. 2016. Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Permasalahan Perbandingan Senilai dan Berbalik Nilai. (online). ISSN: 2502-6526

(https://www.researchgate.net/publication/303215 282, diunduh pada 22 November 2016)

(10)

(http://thelearningexchange.ca/wpcontent/uploads/ 2015/09/Orchestrating_Discussion.pdf, diunduh 22 Desember 2016)

Suradi, 2005. Interaksi Siswa SMP dalam Belajar Matematika Secara Kooperatif. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Van De Walle, John A., Karp, Karen S., dan Bay-Williams, Jennifer M. 2013. Elementary and Middle School Mathematics: Teaching Developmentally. Eighth Edition. United States of America: Pearson.

Van De Walle, John A., Karp, Karen S., dan Bay-Williams, Jennifer M. 2010. Elementary and Middle School Mathematics: Teaching Developmentally. Seventh Edition. United States of America: Pearson.

Gambar

Gambar 1. Tipe Aktivisitas Siswa dalam Kelas
Gambar 2. Bagan Tiga-fase Pembelajaran dengan
Gambar 3. Diagram  Panah  Pola  Interaksi  padaProses  Penyelesaian  dan  PembahasanMasalah 1
Gambar 4. Diagram  Panah  Pola  Interaksi  padaProses  Penyelesaian  dan  PembahasanMasalah 2
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil analisis fenolat total ting-ting jahe dengan menggunakan jahe emprit dan jahe merah (Tabel 2) dapat dilihat bahwa jenis jahe memberikan total fenol

1) Terdapat perbedaan keterampilan sosial yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada pengukuran awal (pre test). 2) Terdapat perbedaan keterampilan

Uji aktivitas secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim glukoamilase pada filtrat (enzim kasar) yang dihasilkan dalam media produksi YPSs cair yang menggunakan

Rancang bangun kompor sekam padi dengan aliran udara alamiah dalam penelitian ini dibuat berbentuk corong pada bagian utamanya.Bagian utama kompor adalah

Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual

Pusat Teknologi Bioindustri – BPPT, telah berhasil mengembangkan teknologi produksi enzim protease untuk penyamakan kulit dengan menggunakan bakteri Bacillus megaterium baik pada

Kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberi informasi kepada peternak tentang hubungan antara ukuran tubuh dan lingkar skrotum terhadap kualitas

Penelitian ini berusaha mencari jawaban ritel mana yang menawarkan harga paling murah dan menganalisis bagaimana perbandingan harga murah pada produk sabun mandi cair di