• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN PESANTREN FAUZAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI KECAMATAN SUKARESMI KABUPATEN GARUT TAHUN 1984-1993.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN PESANTREN FAUZAN DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI KECAMATAN SUKARESMI KABUPATEN GARUT TAHUN 1984-1993."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ...7

1.3 Tujuan Penelitian...7

1.4 Manfaat Penelitian...8

1.5 Metode dan Teknik Penelitian ...9

1.6 Sistematika Penelitian ...13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 15

2.1 Sistem Pendidikan Nasional ...15

2.2 Sistem Pendidikan Islam ...22

2.3 Sistem Pendidikan Pesantren ...29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1 Persiapan Penelitian ...46

3.1.1 Pemilihan dan Pengajuan Tema Penelitian ...46

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ...47

3.1.3 Mengurus Perizinan ...48

3.1.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian ...48

3.1.5 Proses Bimbingan ...49

3.2 Pelaksanaan Penelitian ...50

3.2.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber) ...50

3.2.1.1 Sumber Tertulis ...51

3.2.1.2 Sumber Lisan (Wawancara) ...52

(2)

3.2.2.1Kritik Eksternal ...59

3.2.2.2Kritik Internal ...63

3.2.3 Interpretasi ...68

3.3 Penulisan Laporan Penelitian (Historiografi)...72

BAB IV SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN FAUZAN DI KECAMATAN SUKARESMI KABUPATEN GARUT TAHUN 1984-1995 ... 77

4.1 Gambaran Umum Wilayah Sukaresmi... ... 79

4.1.1 Kondisi Geografis dan Administrasi ... 79

4.1.2 Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Kecamatan Sukaesmi ... 84

4.1.2.1 Perkembangan penduduk, Agama, dan Tingkat Pendidikan... ... 84

4.2 Latar Belakang Berdirinya Pesantren Fauzan ... 89

4.2.1 Berdirinya Pesantren Fauzan ... 89

4.3 Perkembangan Sistem Pendidikan Pesantren Fauzan Dalam Kurun Waktu 1984-1995 ... 97

4.3.1 Jenis dan Jenjang Pendidikan. ... 97

4.3.2 Unsur-unsur Pesantren... ... 103

4.3.2.1Pondok ... 103

4.3.2.2Mesjid ... 105

4.3.2.3Santri... ... 106

4.3.2.4Kiai... ... 111

4.3.3Sistem Pedidikan Pesantren Fauzan Tahun 1984-1995 ... 114

4.3.3.1 Tujuan Pendidikan.. ... 118

4.3.3.2 Materi.... ... 119

4.3.3.3 Metode... ... 124

4.3.3.4 Evaluasi... ... 126

4.4 Sarana dan Prasarana...128

(3)

BAB V KESIMPULAN ... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 144

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang

menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha

melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

semua aspek dan jenisnya. Demikian halnya dengan pendidikan Islam seperti yang

diungkapkan oleh Arifin:

Peranan pendidikan Islam di kalangan umat Islam yang merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai kultural-religius yang dicita-citakan dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu (Arifin, 1996: 11-12).

Salah satu lembaga pendidikan berbasis agama ialah pesantren yang di dalamnya

mengkaji dan mempelajari tentang agama Islam. Pesantren merupakan lembaga

pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran

agama Islam (tafaqquh fiddin) dengan menekankan pentingnya moral agama Islam

sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari. Pesantren merupakan lembaga

pendidikan Islam khas Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya lembaga

pendidikan dengan sebutan pondok Pesantren dan sistem yang sama di negara-negara

Islam lainnya. Perlu diketahui, pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama

Islam memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: (1) Kiai sebagai pemimpin pesantren; (2) Santri

bermukim di asrama dan belajar pada Kiai; (3) Asrama sebagai tempat tinggal kiai; (4)

pengajian sebagai bentuk pengajaran, dan; (5) Mesjid sebagai pusat kegiatan pondok

pesantren. (Noor, 2006:16).

(5)

perjalanan waktu yang panjang bentuk kelembagaan, kurikulum dan metode pendidikan

pesantren pun mengalami perubahan dan perkembangan dari karakteristik awalnya.

pesantren selain berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat dan pusat

pengembangan sumber daya manusia. Dalam posisinya yang khas, pesantren diharapkan

dapat menjadi bagian yang lebih nyata dalam sistem pendidikan nasional, sehingga lebih

bermakna peranannya dalam pencerdasan masyarakat dan pembangunan bangsa menuju

masyarakat yang madani.

Awal terjadinya perubahan dan perkembangan pada lembaga pendidikan

pesantren, saat sistem pendidikan pondok Pesantren mengadopsi sistem sekolah atau

madrasah. Gejala ini muncul di awal tahun 70-an, yang dikenal dengan Pesantren

Modern. Kemudian pesantren mengalami perkembangan dan perubahan bentuk dari

keadaan semula.

Memasuki era perkembangan dan perubahan yang dialami pondok pesantren

dalam kondisi yang beragam terutama kesiapan sumber daya manusia, perlu disikapi

serta diupayakan kearah perbaikan. perubahan waktu yang begitu cepat, diiringi dengan

pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Seakan memaksa

pondok pesantren untuk mengikuti perkembangan. Sejalan dengan perkembangan dan

perubahan bentuk pondok pesantren, menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan

peraturan, nomor 3 tahun 1979, yang mengklasifikasikan pondok pesantren sebagai

berikut:

(1) Pondok Pesantren tipe A, yaitu para santri belajar dan bertempat tinggal di asrama linkungan pondok pesantren dengan pengajaran yang berlangsung secara tradisional (sistem wetonan dan sorogan).

(6)

(3) Pondok Pesantren tipe C, yaitu pondok pesantren hanya merupakan asrama, sedangkan para santrinya belajar di luar (madrasah atau sekolah umum) Kiai hanya mengawasi dan sebagai Pembina para santri tersebut.

(4) Pondok Pesantren tipe D, yaitu yang menyelenggarakan sistem pondok pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah.

Dari sekian banyak tipe pondok Pesantren, dalam menyelenggarakan pendidikan

dan pengajaran bagi para santrinya, secara garis besar dapat di kelompokan ke dalam dua

bentuk pondok pesantren.

1) Pondok Pesantren Salafiyah, yaitu yang menyelenggarakan pengajaran Al-Quran dan ilmu-ilmu agama Islam, serta kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya.

2) Pondok Pesantren Khalafiyah, yaitu pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan, juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal (Noor, 2006:43-45).

Adanya keragaman pondok pesantren saat itu, kemudian bermunculan dari

kalangan pesantren untuk beradaptasi dengan situasi yang sedang berkembang dan saat

ini masyarakat cenderung membutuhkan pendidikan yang bersifat formal dan modern

yang nantinya diharapkan membentuk generasi yang unggul dalam Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) dan Iman dan Takwa (IMTAK). Maka salah satu pesantren yang

mengalami perubahan dengan diadakannya pendidikan formal yaitu Pesantren Fauzan.

Pesantren Fauzan terletak di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut yang di

dirikan oleh Syaikh Muhammad Umar Basri. Menurut KH Muchtar Fauzi cucu dari

Syaikh Muhammad Umar Basri “Pesantren Fauzan umurnya sudah 160 tahun, yang dulu

nama kampung adalah Dhawuan, Pasir Bokor kemudian diberi nama Fauzan oleh Syaikh

Umar Basri, pada akhirnya dikenal dengan nama kampung Fauzan karena diambil dari

nama pesantren yaitu Pesantren Fauzan”. sistem pengajarannya sangat umum di

(7)

yang cukup terasa pada Pesantren ini terjadi ketika berada dibawah kepemimpinan KH

Umar Alam. Dalam masa kepemimpinannya Pesantren Fauzan di bawa untuk beradaptasi

dengan tuntutan zaman saat ini. Hal ini dibuktikan dengan mendirikan sekolah yang

bersifat formal yaitu Yayasan Fauzaniyyah.

Pesantren Fauzan mengawali pembangunan dengan kapasitas 3 kelas dengan

fasilitas yang masih terbatas. Sejalan dengan perkembangannya maka adanya

pertambahan dari jumlah kelas maupun jenjang dan pengembangan kurikulum maka

dapat dianalisis secara garis besar Pesantren Fauzan selalu berusaha untuk mengikuti

perubahan dunia pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Perubahan yang dilaksanakan oleh Pesantren Fauzan dengan diadakannya sekolah

formal tentu saja terjadinya pergeseran nilai yaitu pergeseran nilai Kualitatif menjadi

Kuantitatif. Maksudnya, dulu keluaran dari Pesantren adalah orang yang sudah

betul-betul memahami ajaran Islam melalui prestasi kerja yang diakui masyarakat tanpa adanya

Ijazah sebagai tanda keberhasilan belajar. Tetapi sekarang seiring dengan pergeseran nilai

tersebut santri membutuhkan ijazah dan penguasaan bidang keahlian, atau keterampilan

yang dapat mengantarkannya untuk menguasai lapangan kehidupan tertentu. Dalam era

modern tidak cukup hanya berbekal dengan moral yang baik saja, tetapi perlu dilengkapi

dengan keahlian atau keterampilan yang relevan dengan kebutuhan kerja (Mastuhu,

1994:67). Kemudian tidak menutup kemungkinan dampak negatif terhadap pondok

Pesantren serta lingkungannya akibat dari penggabungan dua lembaga pendidikan yang

berbeda itu ialah kehadiran para siswa sekolah atau madrasah di lingkungan pondok

Pesantren, setidaknya akan mengusik kekhusyuan para santri dalam belajar di Pesantren

(8)

madrasah. Sehingga, tidak menutup kemungkinan pondok Pesantren jadi terkubur tinggal

hanya simbol saja. Akhirnya yang berkembang pesat adalah sekolah atau madrasah.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka Penulis merasa penting untuk

mengkaji lebih dalam lagi mengenai perkembangan Pesantren Fauzan dan peranannya

terhadap pendidikan di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut, supaya tidak terjadi

dampak yang negatif akibat diadakannya perubahan sistem pendidikan di pondok

Pesantren Adapun peneliti mengambil periode awal tahun 1984 karena Pesantren Fauzan

mulai mengalami perubahan kurikulum dan mulai dibangunnya sarana dan prasarana

sekolah madrasah dan peneliti mengambil batasan periode akhir pada tahun 1995 karena

pesantren Fauzan menjadi pusat pendidikan agama yang dikelola secara mandiri

Untuk kepentingan mengkaji permasalahan ini, penulis menggunakan teknik

pendekatan dan penelitian yang bersifat interdisipliner, yakni dengan menggunakan

kajian historis, pendekatan ilmu sosiologi dan ilmu antropologi. Maka berdasarkan

hal-hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji dan menganalisis secara mendalam mengenai

peranan Pesantren Fauzan dalam mengembangkan pendidikan di desa Sukaresmi

Kabupaten Garut pada tahun 1984-1995. Kajian yang dipilih penulis merupakan kajian

sejarah lokal.

1.2Rumusan Masalah dan Batasan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan

menjadi kajian dalam penelitian ini. Adapun permasalahan pokok yang akan

dikemukakan ialah “Bagaimana Peranan Pesantren Fauzan Dalam Perkembangan

(9)

Untuk lebih menfokuskan kajian penelitian ini, maka penulis merumuskan

masalah tersebut dalam beberpa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang berdirinya pesantren Fauzan?

2. Bagaimanakah sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pesantren Fauzan tahun

1984-1995?

3. Bagaimana Perkembangan sarana dan Prasarana Pesantren Fauzan?

4. Bagaimana dampak sistem pendidikan Nasional terhadap sistem pendidikan yang telah

dijalankan oleh Pesantren Fauzan ?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Menjelaskan mengenai latar belakang berdirinya pesantren Fauzan.

2. Mendeskripsikan sistem pendidikan yang dikembangkan pesantren Fauzan mulai dari

tujuan pendidikan, materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan sistem evaluasinya

pada tahun 1984-1995.

3. Memperoleh gambaran mengenai perkembangan sarana dan prasarana Pesantren Fauzan.

4. Mendeskripsikan dampak sistem pendidikan Nasional terhadap sistem pendidikan yang

telah dijalankan oleh Pesantren Fauzan.

1.4Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, tujuan

(10)

Perkembangan Pendidikan di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut tahun

1984-1995” ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Masyarakat di Desa Sukaresmi agar lebih mengetahui dan memahami

bahwa Pesantren Fauzan sangat berarti dalam meningkatkan taraf hidup

masyarakat terutama di bidang pendidikan.

2. Untuk mahasiswa jurusan pendidikan Sejarah UPI Bandung, agar wawasan

mereka lebih luas mengenai Pesantren Fauzan yang ada di Kabupaten Garut.

3. Untuk pembaca, menambah khasanah pengetahuan mengenai peranan Pesantren

Fauzan dalam perkembangan pendidikan di Desa sukaresmi Kabupaten Garut.

4. Untuk pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat membantu pemerintah untuk

lebih memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang berupa sarana dan prasarana

sehubungan dengan perkembangan IPTEK sekarang.

1.5Teknik dan Metode Penelitian

1.5.1 Metodologi Penelitian

Metode yang dipakai oleh penulis skripsi ini adalah metode historis atau metode

sejarah. Adapun data yang dipergunakan adalah data primer yang dioperoleh dari

lapangan dengan cara observasi dan wawancara, selain itu juga untuk memperkuat dan

memperjelas keterangan yang didapat dari informasi penulis juga melakukan wawancara

dengan pihak-pihak lain yang bersangkutan. Seperti apa yang diungkapkan oleh

Gottschalk (2000:32) bahwa metode sejarah adalah untuk menguji dan menganalisa

secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Ataupun seperti apa yang diungkap

(11)

historis. Seperti halnya yang diutarakan oleh Helius Sjamsudin (2007:63) bahwa metode

historis adalah proses pengkajian, penjelasan dan penganalisaan secara kritis terhadap

rekaman dan peninggalan masa lampau.

Adapun langkah-langkah penelitian ini mengacu pada proses metodologi sejarah

yang mengandung empat langkah penting, yaitu:

a. Heuristik adalah langkah awal yang dilakukan setelah menentukan topic atau

masalah penelitian. Tahapan ini ditandai dengan dilakukannya proses

penelusuran, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber sejarah yang

dibutuhkan dalam penelitian. Sumber-sumber yang relevan dan dapat

diklasifikasikan dengan beberapa macam cara misalnya sumber lisan atau sumber

tertulis. Dalam hal ini proses heuristik yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan

mencari sumber-sumber lisan yang relevan untuk dijadikan sebagai sumber.

Dalam memperoleh sejumlah sumber selanjutnya, dilakukan proses wawancara

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan permasalahan

dalam penelitian ini.

b. Kritik adalah suatu kegiatan untuk melakukan penilaian dan mengkritisi

sumber-sumber yang telah diperoleh dengan melakukan kritik ekstern dan intern.

Kegiatan ini ditujukan untuk mengetahui apakah sumber-sumber yang telah

dikumpulkan relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.

c. Interpretasi adalah sebuah penafsiran yang diperoleh dari hasil pemikiran dan

pemahaman terhadap keterangan-keterangan yang diperoleh dari sumber-sumber.

d. Historiografi adalah tahap akhir dalam sebuah penelitian sosial budaya yang

(12)

Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam upaya mengumpulkan data

informasi mengenai penulisan skripsi ini, dilakukan beberapa teknik penelitian sebagai

berikut:

1. Studi kepustakaan yaitu mempelajari data-data atau catatan yang berhubungan

dengan masalah yang diteliti dan mempelajari buku-buku atau literatur untuk

memperoleh informasi teoritis yang berkenaan dengan masalah penelitian dengan

teknik ini dharapkan dapat membantu dan mendapatkan sumber yang bersifat

teoritis.

2. Wawancara adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan untuk

mendapatkan informasi yang berkenaan dengan pendapat, aspirasi, harapan,

persepsi, keinginan dan lain-lain dari individu atau responden, melalui pertanyaan

yang sengaja diberikan kepada responden oleh peneliti. Sebenarnya teknik ini

menjadi alat penelitian yang penting di dalam ilmu-ilmu sosial seperti antropologi

sosial. Teknik wawancara semacam ini ternyata membantu di dalam penelitian

sejarah meskipun harus mengembangkan sendiri pendekatannya yang berbeda

dengan sumber-sumber tercatat (Sjamsuddin, 2007: 104). Teknik wawancara ini

dilakukan untuk menjaring informasi-informasi dari narasumber yang menjadi

saksi mata dan mengalami langsung kejadian atau peristiwa pada waktu itu.

Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan pipimpinan Pesantren

Fauzan di Kecamatan Sukaresmi, masyarakat Desa yang ada di Kecamatan

Sukaresmi. Hal ini penulis lakukan agar mendapatkan keterangan dan penjelasan

(13)

hubungannya dengan penggunaan sejarah lisan, seperti yang dikemukakan oleh

Kuntowijoyo bahwa:

“Sejarah lisan sebagai metode dapat digunakan secara tunggal dan dapat pula digunakan sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal sejarah lisan tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali permasalahan sejarah bahkan zaman modern ini yang tidak tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan pembuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individual dan yang unik yang dialami oleh perorangan atau segolongan...selain sebagai metode, sejarah lisan juga dipergunakan sebagai sumber sejarah”

3. Studi dokumentasi yaitu penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang di

dokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan, atu lain-lain. Betuk

rekaman biasanya dikenal dengan penulisan analisi dokumen.

1.6Sistematika Penulisan

Penyusunan Skripsi ini dijabarkan dalam sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini penulis memaparkan dan menjelaskan mengenai

latar belakang masalah yang didalamnya termuat penjelasan mengapa masalah yang

diteliti timbul dan penting serta memuat alasan pemilihan masalah tersebut sebgai judul.

Bab ini juga berisi perumusan dan pembatasan masalah yang disajikan dalam bentuk

pertanyaan untuk mempermudah penulis mengkaji dan menguraikan pembahasan, tujuan

penelitian dari penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Pada bab ini penulis memaparkan secara lebih terperinci

mengenai literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan dalam

penelitian ini.

Bab III Metodologi Penelitian. Bab ini membahas langkah-langkah, metode dan

teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Lebih

(14)

dalam penelitian yang berisi langkah-langkah penelitian yang dimulai dari Heuristik,

kritik, interpretasi, dan historiografi. Semua prosedur dalam penelitian akan di bahas pada

bab ini.

BAB IV Sistem pendidikan Pesantren Fauzan di Desa Sukaresmi Kabupaten

Garut Tahun 1984-1995. Pada bab ini merupakan isi utama dari tulisan sebagai jawaban

atas pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam rumusan dan batasan masalah. Dalam

bab ini penulis memaparkan semua hasil penelitian dalam bentuk uraian deskriptif yang

ditujukan agar semua keterangan yang diperoleh dari bab pembahasan ini dapat

dijelaskan secara rinci. Adapun pemaparan dalam bagian ini akan dijelaskan diantaranya:

Pertama, mengenai gambaran umum daerah Kabupaten Garut yang mencakup keadaan

geografis dan wilayah administratif Kabupaten Garut, jumlah penduduk, tingkat

pendidikan dan mata pencaharian masyarakat Kecamatan Sukaresmi. Kedua, mengenai

bagaimana sistem pendidikan yang di kembangkan Pesantren Fauzan tahun 1984-1995.

Ketiga, perkembangan sarana dan prasarana pesantren Fauzan dari tahun 1984 sampai

tahun 1995. Keempat, Dampak sistem pendidikan Nasional terhadap sistem pendidikan

yang telah dijalankan oleh Pesantren Fauzan. Pada bab ini juga berisi tentang seluruh

jawaban-jawaban atas rumusan masalah yang telah dibuat. Jadi pada umumnya dalam

bab ini penulis memaparkan seluruh data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian

yang telah dilakukan

BAB V Kesimpulan. Bab ini mengemukakan kesimpulan dari hasil pembahasan

yang berisi mengenai interpretasi peneliti terhadap kajian yang menjadi bahan

penelitiannya yang disertai dengan analisis peneliti dalam membuat sebuah kesimpulan

(15)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang metodologi penelitian yang dilakukan

dalam mengkaji berbagai permasalahan yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul Peranan

Pesantren Fauzan Dalam Perkembangan Pendidikan di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten

Garut Tahun 1984-1995. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode

historis atau metode sejarah dengan menggunakan studi literatur dan wawancara sebagai teknik

penelitiannya.

Metode sejarah yakni proses pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis

terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau (Sjamsuddin, 2007: 17-19). Menurut

Gottschalk (1985: 32), metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis

terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta

yang telah diperoleh yang disebut historiografi. Seperti halnya pendapat dari Surakhmad (1994:

32) bahwa metode sejarah merupakan langkah yang di dalamnya kita berusaha mencari

penjelasan mengenai suatu gejala dalam masa lampau. Pengertian yang lebih khusus

dikemukakan oleh Garraghan yang dikutip oleh Abdurahman (1999: 43-44), bahwa penelitian

sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematik untuk mengumpulkan sumber-sumber

sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang

dicapai dalam bentuk tertulis.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa metode sejarah digunakan

berdasarkan pertimbangan bahwa data-data yang digunakan berasal dari masa lampau sehingga

perlu dianalisis terhadap tingkat kebenarannya agar kondisi pada masa lampau dapat

(16)

secara kronologis, melainkan dilakukan dengan ditunjang kajian atau analisis dengan

penggunaan teori.

Metodologi dalam penelitian sejarah memiliki tahapan-tahapan dalam proses

penelitiannya. Ismaun (2005: 34), mengungkapkan beberapa langkah yang harus dilakukan

dalam melakukan metode sejarah yaitu:

1) Heuristik

Heuristik, yaitu pencarian dan pengumpulan sumber sejarah yang relevan (Ismaun, 2005:

49). Heuristik merupakan upaya menemukan jejak-jejak atau sumber-sumber dari

sejarah suatu peristiwa. Pada dasarnya, sumber-sumber sejarah itu dapat berupa: sumber

benda, sumber tertulis dan sumber lisan. Dalam tahapan ini, penulis mengumpulkan

data-data baik dari buku, arsip, artikel, foto, video, internet dan juga wawancara langsung

dengan Kiai, tokoh agama, tokoh pendidikan, masyarakat, alumni dan para santri tentang

peranan dan perkembangan pendidikan di Pesantren Fauzan.

2) Kritik atau Analisis Sumber

Kritik atau analisis, yaitu usaha menilai sumber-sumber sejarah (Ismaun, 2005: 50).

Kritik sejarah atau kritik sumber adalah langkah yang digunakan untuk menilai keabsahan

sumber yang kita butuhkan dalam mengadakan penulisan sejarah. Tahap ini bertujuan untuk

mengetahui apakah sumber-sumber yang diperoleh itu relevan atau tidak dengan permasalahan

yang dikaji. Tahap kritik ini meliputi:

a. Kritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek

“luar” dari sumber sejarah (Sjamsuddin, 2007: 132). Adapun yang dimaksud kritik

eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas

(17)

mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu asal mulanya sumber itu

telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007: 133-134). Pada

tahap ini dilakukan penyeleksian secara ketat, karena setiap sumber harus dinyatakan

otentik dan integral. Saksi mata yang dijadikan sumber harus diketahui sebagai orang

yang dapat dipercaya (credible).

b. Kritik internal ialah kritik yang dimaksudkan untuk menilai kredibilitas sumber

berkaitan dengan aspek “dalam”. Disini, dilakukan evaluasi terhadap kesaksian atau

isi sumber. Isi sumber dinilai dengan membandingkan kesaksian-kesaksian di dalam

sumber dengan kesaksian-kesaksian dari sumber lain. Dalam penelitian ini, penulis

banyak menggunakan sumber lisan karena penelitian ini merupakan sejarah lokal

yang tentunya dihadapkan pada keterbatasan sumber tertulis.

3) Interpretasi

Interpretasi adalah menafsirkan keterangan dari sumber sejarah berupa data dan fakta

yang terkumpul. Tahap ini adalah upaya untuk memahami dan mencari hubungan antar fakta

sejarah sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan rasional. Adapun pendekatan yang digunakan

penulis untuk mengkaji permasalahan dalam skripsi ini yaitu pendekatan interdisipliner yaitu

merupakan pendekatan dengan meminjam konsep pada ilmu-ilmu sosial lain. Pendekatan ilmu

sosial yang digunakan penulis di sini adalah Sosiologi dan Antropologi.

4) Historiografi

Historiografi merupakan tahap akhir dalam langkah penelitian sejarah. Historiografi ialah

penulisan sejarah. Di sini, penulis berusaha mengerahkan seluruh daya pikiran, seperti

penggunaan keterampilan teknis kutipan-kutipan dan catatan-catatan dan penggunaan

(18)

suatu penulisan yang utuh. Tulisan ilmiah ini dituangkan ke dalam karya ilmiah berbentuk

skripsi yang berjudul “Peranan Pesantren Fauzan Dalam Perkembangan Pendidikan Di

Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut Tahun 1984-1995”. Penulisan skripsi ini disesuaikan

dengan ketentuan penulisan karya ilmiah yang berlaku di Universitas Pendidikan Indonesia

(UPI).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, terdapat suatu kesamaan dalam metode historis

ini. Pada umumnya tahapan yang harus ditempuh dalam metode ini adalah mengumpulkan

sumber, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikannya dalam bentuk karya tulis ilmiah.

Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan interdisipliner yang dimaksudkan untuk

mempertajam analisis penulisan agar suatu masalah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang,

sehingga pemahaman tentang masalah yang akan dibahas baik keluasan maupun kedalamannya

semakin jelas. Pendekatan interdisipliner merupakan pendekatan dengan meminjam konsep

pada ilmu-ilmu sosial lain. Pendekatan ilmu sosial yang digunakan penulis di sini adalah

Sosiologi dan Antropologi.

Kuntowijoyo (2003: 89) juga mengemukakan lima tahapan dalam penelitian sejarah,

yaitu:

1. Pemilihan topik. 2. Pengumpulan sumber.

3. Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber). 4. Menginterpretasi.

5. Penulisan.

Teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah studi

literatur yaitu dengan cara menelusuri berbagai sumber kepustakaan, baik berupa buku,

(19)

Berdasarkan penjelasan mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan, penulis

mencoba untuk memaparkan tahap-tahap metode sejarah ke dalam tiga langkah penelitian

skripsi, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan laporan hasil penelitian.

3.1 Persiapan Penelitian.

Tahapan ini merupakan kegiatan yang dilakukan penulis sebelum melakukan penelitian.

Adapun beberapa langkah yang dilakukan penulis, diantaranya adalah:

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian.

Tahap ini merupakan langkah awal dari suatu penelitian, setelah peneliti memilih dan

menetapkan tema yang sesuai maka kemudian peneliti menentukan tema. Dengan tema yang

dipilih serta diajukan oleh peneliti, yakni mengkaji tentang Peranan Pesantren Fauzan Dalam

Perkembangan Pendidikan Di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut Tahun 1984-1995,

didasarkan pada keinginan untuk mengkaji upaya serta kontribusi yang dilakukan oleh pihak

Pesantren Fauzan dalam dunia pendidikan di Kecamatan Sukaresmi berdasarkan kajian sosial

budaya.

Proses dari pemilihan tema ini awalnya dilakukan dengan cara studi literatur mengenai

masalah yang dikaji. Selain itu peneliti juga melakukan penelitian awal ke lapangan dengan

melakukan wawancara dengan pihak yang terkait dan pihak pengelola Pesantren Fauzan.

Langkah tersebut sebagai bentuk upaya untuk mencari dan memperoleh sumber-sumber dan

data-data yang berhubungan dengan masalah yang peneliti kaji.

Berdasarkan hasil studi literatur dan studi awal penelitian langsung ke lapangan, maka

peneliti mengajukan tema kepada pihak TPPS (Tim Pertimbangan dan Penilaian Skripsi)

(20)

mengajukan judul dan disetujui oleh TPPS, maka peneliti mulai menyusun langkah berikutnya

yakni membuat suatu rancangan penelitian yang dituangkan dalam bentuk Proposal Skripsi.

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian.

Dalam tahapan ini peneliti melakukan pencarian sumber-sumber yang berhubungan

dengan permasalahan yang dikaji. Peneliti membaca berbagai sumber literatur yang relevan

mengenai permasalahan yang dikaji. Setelah mendapatkan data, rancangan penelitian ini

dijabarkan dalam bentuk proposal oleh peneliti. Setelah proposal selesai, peneliti

mengajukannya kembali ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi dan disetujui dengan surat

ketetapan dari Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dengan No. 113/TPPS/JPS/2010. Setelah

proposal disetujui maka ditetapkan calon Pembimbing I dan calon Pembimbing II dan peneliti

mempresentasikan proposal skripsi yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 10 Desember

2010 bertempat di Lab Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI. Adapun rancangan penelitian

tersebut meliputi: (1) judul penelitian, (2) latar belakang, (3) rumusan masalah, (4) tujuan

penelitian, (5) tinjauan kepustakaan, (6) metode dan teknik penelitian, (7) sistematika

penulisan, (8) daftar pustaka.

3.1.3 Mengurus perizinan.

Pembuatan surat perijinan ini dilakukan agar peneliti lebih mudah dalam mendapatkan

informasi ketika melakukan penelitian. Dalam tahapan ini, peneliti membuat surat perijinan

dari jurusan yaitu surat permohonan izin mengadakan penelitian dalam rangka memenuhi tugas

(21)

yang kemudian ditandatangani oleh Pembantu Dekan Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan.

Surat itu ditujukan kepada:

a. Badan Pusat Statistik (BPS) Garut.

b. Kantor Pemerintahan Desa Sukaresmi.

c. Pimpinan Pesantren Fauzan.

d. Tokoh Agama.

e. Tokoh Pendidikan.

f. Tokoh Masyarakat Sukaresmi.

g. Para santri dan alumni Pesantren Fauzan.

3.1.4 Menyiapkan Perlengkapan Penelitian.

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka terlebih dahulu harus direncanakan dalam

rancangan yang dapat berguna bagi kelancaran penelitian. Adapun perlengkapan penelitian ini

antara lain:

a. Surat izin dari Dekan FPIPS UPI.

b. Instrumen wawancara.

c. Alat Perekam (Tape Recorder).

d. Alat Tulis.

e. Kamera.

3.1.5 Proses Bimbingan.

Proses bimbingan merupakan salah satu tahapan yang penting dalam penyusunan laporan

penelitian ini. Dengan melakukan bimbingan, peneliti mendapatkan masukan-masukan dari

(22)

penyusunan skripsi ini peneliti dibimbing oleh Dr. Agus Mulyana, M.Hum selaku pembimbing

I dan Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si selaku pembimbing II. Setiap hasil penelitian yang peneliti

dapatkan dilaporkan kepada pembimbing untuk dikonsultasikan agar peneliti lebih memahami,

dan mendapat petunjuk untuk menghadapi segala kendala yang ditemukan dalam penyusunan

skripsi ini.

Dalam proses bimbingan penulis mendapatkan beberapa masukan dari Pembimbing I dan

Pembimbing II di antaranya mengenai redaksional judul skripsi, penajaman latar belakang

masalah, pengarahan fokus masalah yang lebih spesifik serta masukan untuk membaca

beberapa sumber literatur yang beliau sarankan berkenaan dengan penulisan skripsi ini. Penulis

beranggapan bahwa kegiatan bimbingan ini sangat diperlukan untuk dapat menemukan langkah

yang paling tepat dalam proses penyusunan skripsi. Kegiatan bimbingan yang dilakukan

dengan cara diskusi dan bertanya mengenai permasalahan yang sedang dikaji serta untuk

mendapatkan petunjuk atau arahan mengenai penulisan skripsi maupun dalam melaksanakan

proses penelitian. Setiap hasil penelitian dan penulisan diajukan pada pertemuan dengan

masing-masing pembimbing dan tercatat dalam lembar bimbingan.

3.2 Pelaksanaan Penelitian.

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tahapan sesuai dengan metode penelitian yang

digunakan yaitu metode historis. Agar penelitian yang akan dilaksanakan lebih sistematis,

penulis menggunakan metode penelitian sejarah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut ini.

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik).

Tahap ini merupakan langkah awal bagi penulis dalam proses mencari dan

(23)

yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini. Sumber sejarah merupakan segala sesuatu

yang langsung maupun tidak langsung menceritakan atau memberikan gambaran kepada kita

tentang suatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lampau (Sjamsuddin, 2007:73).

Untuk mempermudah dalam pengumpulan sumber yang berkaitan dengan “Peranan Pesantren

Fauzan Dalam Pendidikan di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut Tahun 1984-1995”, maka

pengumpulan sumber tersebut dilakukan melalui dua tahapan yaitu mencari dan

mengumpulkan sumber tertulis dan sumber lisan.

3.2.1.1. Sumber Tertulis.

Pada tahapan ini, penulis berusaha untuk mencari dan mengumpulkan sumber-sumber

tertulis berupa buku-buku dan dokumen yang diperoleh dari berbagai tempat, diantaranya

adalah:

1. Badan Pusat Statistik (BPS) Garut, penulis memperoleh data geografis dan jumlah

penduduk Desa Sukaresmi, serta peta Kabupaten Garut.

2. Kantor Pemerintahan Desa Sukaresmi, penulis memperoleh data mengenai letak dan

kondisi geografis Desa Sukaresmi serta kehidupan sosial dan tingkat pendidikan

penduduk Desa Sukaresmi tahun 1984-1995.

3. Kantor Kearsipan Pesantren Fauzan, penulis memperoleh data mengenai latar belakang

berdirinya Pesantren Fauzan, profil keseluruhan dari Pesantren Fauzan dari mulai data

umum, lokasi, fasilitas, profil, data santri, metode pembelajaran di pondok pesantren,

(24)

4. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), penulis memperoleh buku yang

mengkaji mengenai pola pendidikan pesantren, tradisi dan elemen-elemen pesantren. Di

samping itu, penulis juga memperoleh buku yang mengkaji kurikulum pendidikan Islam

dan pendidikan Nasional, yang terdiri dari tujuan, materi, metode dan evaluasi dalam

pendidikan Islam dan pendidikan Nasional.

5. Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, penulis memperoleh

buku yang mengkaji tenang pola pendidikan pesantren, unsure-unsur pesantren, dan

peranan pesantren dalam masyarakat.

3.2.1.2. Sumber lisan.

Pada tahapan ini, penulis mulai mencari pelaku yang dianggap dapat memberikan

informasi untuk menjawab permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian skripsi. Teknik

pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan beberapa tokoh yang dianggap

memiliki informasi mengenai peranan Pesantren Fauzan. Teknik wawancara adalah suatu cara

untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber sebagai pelengkap sumber tertulis

(Kuntowijoyo, 2003: 74). Teknik wawancara ini berkaitan erat dengan penggunaan sejarah

lisan (oral history), seperti yang diungkapkan oleh Kuntowijoyo bahwa:

Sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula sebagai bahan dokumenter. Sebagai metode tunggal sejarah lisan tidak kurang pentingnya jika dilakukan dengan cermat. Banyak sekali permasalahan sejarah bahkan zaman modern ini yang tidak tertangkap dalam dokumen-dokumen. Dokumen hanya menjadi saksi dari kejadian-kejadian penting menurut kepentingan pembuat dokumen dan zamannya, tetapi tidak melestarikan kejadian-kejadian individual dan yang unik yang dialami oleh seseorang atau segolongan… selain sebagai metode, sejarah lisan juga dipergunakan sebagai sumber sejarah (Kuntowijoyo, 2003: 28-30).

Adapun proses wawancara yang dilakukan penulis adalah wawancara langsung yaitu

(25)

dipilih mengingat kesibukan narasumber yang berbeda satu sama lainnya, sehingga kurang

memungkinkan untuk dilaksanakannya wawancara secara simultan.

Pada umumnya pelaksanaan wawancara dibedakan dua jenis, yaitu:

1. Wawancara terstruktur atau berencana yaitu wawancara yang berdasarkan pada pedoman wawancara yang terdapat dalam instrumen penelitian, terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya dengan maksud untuk mengontrol dan mengukur isi wawancara supaya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan. Semua responden yang diseleksi untuk diwawancarai diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan tata urutan yang seragam.

2. Wawancara tidak terstruktur atau tidak terencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang tetap yang harus dipatuhi peneliti (Koentjaraningrat, 1994:138).

Kebaikan penggabungan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur adalah tujuan

wawancara lebih terfokus, data lebih mudah diperoleh serta narasumber lebih bebas untuk

mengungkapkan segala sesuatu yang diketahuinya. Dalam teknis pelaksanaannya, penulis

menggabungkan kedua cara tersebut yaitu dengan mencoba menyususun daftar pertanyaan

yang telah dipersiapkan sebelumnya, kemudian diikuti dengan wawancara yang tidak

terstruktur yaitu penulis memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan pertanyaan

sebelumnya dengan tujuan untuk mencari jawaban dari setiap pertanyaan yang berkembang

kepada tokoh atau pelaku sejarah yang terkait dengan Pesantren Fauzan dalam kurun waktu

1984-1995.

Dalam menentukan narasumber pelaku atau saksi yang akan diwawancara, maka penulis

melakukan penjajakan dan pemilihan sumber informasi yang diperkirakan dapat dijadikan

sebagai sumber dalam penelitian skripsi ini. Menurut Kartawiriaputra (1994: 41), ada beberapa

(26)

(kesehatan), perilaku (kejujuran dan sifat sombong), kelompok usia yaitu umur yang cocok,

tepat dan memadai.

Narasumber yang diwawancarai adalah mereka yang benar-benar melihat dan mengalami

kejadian tersebut. Narasumber ini dikategorikan menjadi dua, yaitu pelaku dan saksi. Pelaku

adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian, seperti Kiai yang

mengikuti perkembangan Pesantren Fauzan dari waktu ke waktu. Saksi adalah mereka yang

melihat bagaimana peristiwa itu terjadi, seperti pejabat pemerintahan daerah, dan tokoh agama

atau masyarakat di Kecamatan Sukaresmi. Narasumber yang diwawancarai berjumlah 8 orang

yang terdiri dari para Kiai dan staf pengajar di Pesantren Fauzan, pihak pemerintah dari Kantor

Desa Sukaresmi dan pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Garut, tokoh agama

dan masyarakat biasa seperti para alumni yang pernah mengenyam pendidikan di Pesantren

Fauzan dan santri. Kedelapan orang narasumber tersebut mewakili pelaku dan saksi dalam

perkembangan Pesantren Fauzan. Asumsi memilih narasumber-narasumber tersebut adalah

dengan melihat tingkat keterlibatan dan pengetahuan/wawasan akan perkembangan Pesantren

Fauzan. Berikut adalah deskripsi para nasumber.

Narasumber pertama yang penulis kunjungi ialah KH. Muchtar Fauzi berusia 35 tahun,

beliau merupakan cucu dari alm Syeh Umar Basri (48 tahun). Dari beliau penulis mengetahui

banyak hal mengenai awal mula berdiri sampai pada perkembangan Pesantren Fauzan. Beliau

juga memperkenalkan penulis ke Pimpinan Pesantren Fauzan yang lainnya seperti KH. Umar

Alam (60 tahun), KH. Muhammad Ali (46 tahun), KH. Husen Abdussalam (43 tahun), yang

masih merupakan cucu dari Syeh Muhammad Umar Basri. Wawancara dengan Beliau

dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada tanggal 05 Desember 2010, 21 Januari 2011, 09 Mei

(27)

yang masih muda dan beliau merupakan wakil pengurus Pesantren Fauzan saat ini. Pertanyaan

yang penulis ajukan terhadap narasumber adalah sejarah berdirinya Pesantren Fauzan, seputar

perkembangan Pesantren Fauzan, dan bagaimana beliau mengembangkan Pesantren Fauzan

semasa pimpinan beliau.

Narasumber kedua adalah KH. Aceng Aam Umar A’lam berusia 60, beliau merupakan

kakak kandung dari KH Muchtar Fauzi. Penulis melakukan wawancara dengan KH. Umar

Alam pada tanggal 15 Maret 2012 di rumah KH. Aceng Aam Umar A’lam. Alasan penulis

memilih KH. Umar Alam karena beliau sebagai pimpinan Pondok Pesantren Fauzan dan pada

saat beliau menjabat sebagai pemimpin di Pesantren Fauzan KH. Umar Alamlah yang

melakukan perubahan pada sistem pendidikan di Pesantren Fauzan, dengan memasukan sistem

pendidikan umum ke dalam sistem pendidikan pesantren, sehingga dapat pula diajukan

pertanyaan-pertanyaan mulai dari sejarah berdirinya dan perkembangan Pesantren Fauzan

hingga sekarang. Di samping itu, penulis juga mengajukan pertanyaan mengenai kurikulum dan

implementasi pendidikan Pesantren Fauzan pada kurun waktu 1984-1995 dan

perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi dalam sistem pendidikan Pesantren Fauzan, serta bagaimana

gambaran kehidupan Pesantren Fauzan (pondok, mesjid, kiai, santri, dan sarana pendidikan

pesantren).

Narasumber ketiga adalah KH. A Abdul Mujib berusia 36 Tahun, penulis melakukan

wawancara pada tanggal 16 Maret 2012 di Yayasan Fauzanniyah. Alasan penulis memilih KH.

A Abdul Mujib karena beliau merupakan Ketua di Yayasan Fauzaniyyah. Alasan penulis

memilih KH. A Abdul Mujib karena beliau merupakan Ketua Yayasan dari Fauzanniyah saat

ini. Di samping itu juga penulis mengajukan pertanyaan mengenai kurikulum dan implementasi

(28)

terjadi dalam sistem pendidikan Pesantren Fauzan serta bagaimana dampak positif dan negatif

dari perubahan sistem pendidikan tersebut.

Narasumber keempat penulis melakukan wawancara ke Dinas Pendidikan Kabupaten

Garut, tokoh pendidikan yang penulis wawancara ialah yang menjabat sebagai kepala bagian

di bidang pendidikan di SMA, SMP dan pesantren. Beliau adalah bapak Dr. H. Sukandar. M.

Pd berusia 48 tahun. Penulis melakukan wawancara dengan bapak H Sukandar pada tanggal 16

Februari 2012 di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Pertanyaan yang penulis ajukan

mengenai kerjasama antara pihak Pesantren Fauzan dengan pemerintah, program khusus

pendidikan bagi pesantren untuk meningkatkan kualitasnya dan sistem pendidikan umum yang

masuk kedalam sistem pendidikan pesanren itu sendiri.

Narasumber kelima penulis melakukan wawancara ke Departemen Agama Kanbupaten

Garut, tokoh agama yang penulis wawancara ialah yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pondok

Pesantren. Beliau adalah Bapak H. Edi Imroni, SH berusia 49 tahun. Penulis melakukan

wawancara dengan bapak H. Edi Imroni pada tanggal 16 Februari 2012 di Kantor Departemen

Agama Kabupaten Garut. Pertanyaan yang penulis ajukan terhadap narasumber banyak

berkaitan mengenai gambaran umum mengenai pesantren, sistem pendidikan Pesantren,

masuknya sistem pendidikan umum kedalam sistem pendidikan pesantren.

Narasumber keenam adalah beberapa orang alumi Pesantren Fauzan dari beberapa

generasi, diantaranya Bapak Udin Komaludin (alumni angkatan 80-an) dan Dedi Mahmudin

(alumni angkatan tahun 90-an). Pertanyaan yang penulis ajukan terhadap narasumber banyak

berkaitan dengan bagaimana gambaran kehidupan Pesantren Fauzan (pondok, mesjid, kiai,

santri dan sarana pendidikan pesantren) ketika mereka jadi peserta didik. Mereka juga

(29)

kondisi dan kebiasaan masyarakat Sukaresmi, khususnya karena peranan dari keberadaan

Pesantren Fauzan.

Narasumber ketujuh adalah masyarakat Desa Sukaresmi yang berada di sekitar Pesantren

Fauzan. Pertanyaan yang diajukan terhadap narasumber adalah mengenai keberadaan Pesantren

Fauzan di Desa Sukaresmi Kabupaten Garut dari tahun 1984-1995-an terhadap masyarakat

sekitar.

Narasumber kedelapan adalah beberapa orang peserta didik Pesantren Fauzan. Pertanyaan

yang penulis ajukan terhadap narasumber berkaitan dengan minat peserta didik masuk ke

Pesantren Fauzan dan bagaimana pendapat dari peserta didik mengenai pembelajaran di

Pesantren Fauzan.

Beberapa narasumber tersebut merupakan tokoh-tokoh yang terkait dengan Pesantren

Fauzan. Oleh karena itu, sangat cocok jika penulis mengajukan pertanyaan mengenai

bagaimana latar belakang berdirinya Pesantren Fauzan, Bagaimanakah sistem pendidikan yang

dikembangkan oleh pesantren Fauzan tahun 1984-1995 dan perubahan-perubahan kurikulum

yang terjadi dalam sistem pendidikan Pesantren Fauzan. Bagaimana gambaran kehidupan

Pesantren Fauzan (pondok, mesjid, kiai, santri dan sarana pendidikan pesantren), serta dampak

sistem pendidikan nasional terhadap sistem pendidikan yang telah dijalankan oleh pesantren.

3.2.2 Kritik Sumber.

Kritik sumber merupakan tahapan mengenai data dan informasi yang telah diperoleh,

diselidiki kesesuaian, keterkaitan, dan keobjektifannya. Sebelum sumber-sumber tersebut dapat

diperoleh dan dipergunakan paling tidak ada lima pertanyaan, adapun lima pertanyaan tersebut

(30)

1) Siapa yang mengatakan itu?

2) Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?

3) Apakah sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya?

4) Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi mata yang kompeten, apakah ia mengetahui fakta itu?

5) Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu? (Sjamsuddin, 2007:13).

Kritik sumber dilakukan karena tidak semua sumber terkumpul merupakan data yang

sesuai dengan kebutuhan penulisan skripsi, dan yang terpenting adalah dapat

dipertanggungjawabkan. Kritik sumber menyangkut verivikasi sumber yaitu pengajian

mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber tersebut, dalam metode sejarah dikenal dengan

kritik eksternal dan internal.

Dengan demikian dapat dibedakan yang benar dan tidak benar, serta yang mungkin dan

yang meragukan. Berikut adalah penjelasan dari kritik eksternal dan internal dalam penulisan

skripsi oleh penulis

3.2.2.1 Kritik Eksternal.

Kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas

catatan atau peninggalan itu sendiri. Hal itu untuk mendapatkan semua informasi yang

mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah

diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak (Sjamsuddin, 2007:134). Sumber kritik eksternal

harus menerangkan fakta dan kesaksian bahwa,

Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang itu atau pada waktu itu (authenticity

atau otensitas).

 Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan,atau

(31)

Kritik eksternal dilakukan guna menilai kelayakan sumber tersebut sebelum mengkaji isi

sumber. Peneliti melakukan kritik eksternal dalam sumber tertulis, seperti dengan cara

melakukan penelusuran dan pengumpulan informasi diantaranya memuat nama penulis buku,

tahun terbit, judul buku, tempat diterbitkannya dan penerbit. Kritik eksternal terhadap sumber

tertulis bertujuan untuk melakukan penelitian asal-usul sumber, terutama yang berbentuk

dokumen seperti buku, artikel surat kabar dan sebagainya.

Sumber tertulis yang diperoleh yaitu berupa buku dan artikel dari internet. Buku-buku

yang menjadi sumber tulisan sebagian besar ditulis dari tahun 1990 sampai 2000-an, sehingga

tampilan buku kondisinya masih baik dan mudah dibaca. Selain itu ejaan yang digunakan pun

sudah menggunakan ejaan yang disempurnakan. Adapun buku yang didapat penulis sebelum

tahun 1990 antara lain buku yang berjudul Tradisi Pesantren (1982) karya Zamakhsyari

Dhofier. Sumber buku utama yang dijadikan bahan referensi oleh penulis dinilai penulis cukup

berkompeten hal ini dilihat dari riwayat hidup para penulis yang secara langsung pernah

berkecimpung di dunia pesantren, seperti halnya buku Potret Dunia Pesantren karya

Mahpuddin Noor, beliau merupakan ketua Pokja Pondok Pesantren Salafiyah Tahun

2003-2004. Begitu juga dengan Nurchalis Madjid dengan bukunya Bilik-Bilik Pesantren, kredibilitas

Nurchalis Madjid tentang kemampuannya mengenai dunia Islam dan pesantren tidak dapat

diragukan lagi. Namun satu kelemahan dari buku-buku tersebut adalah terletak pada penerbit

yang kurang begitu ternama dan kompeten sehingga penulis sedikit meragukan sistematika

penulisan dan editoringnya. Tidak jarang penulis menemukan kesalahan dalam penulisannya

sehingga sedikit menyulitkan penulis dalam memaknai isinya.

Adapun kritik eksternal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara mengidentifikasi

(32)

dalam penelitian. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dari narasumber adalah mengenai usia,

kesehatan baik mental maupun fisik, serta kejujuran narasumber. Upaya verifikasi sumber yang

penulis lakukan dengan kritik eksternal terhadap beberapa narasumber dapat dilihat dalam

uraian berikut ini.

Narasumber yang dipilih penulis adalah pimpinan, pengelola Pesantren Fauzan yang

bernama KH Umar Alam. Beliau lahir tahun 1952, berarti kini usianya 60 tahun. Dengan

melihat usianya, beliau sezaman dengan tahun kajian penelitian ini yaitu dari tahun 1984-1995.

Beliau merupakan generasi penerus pimpinan Pesantren Fauzan yang kelima. Beliau

merupakan putra dari KH Muhammad (alm). Memperhatikan kondisi fisik, kemampuan

ingatan beliau masih kuat, yakni beliau masih dapat mendeskripsikan informasi mengenai

Pesantren Fauzan dari awal berdirinya Pesantren Fauzan sampai perkembangan Pesantren

Fauzan dengan mengadakan pendidikan formal.

Narasumber dari masyarakat yaitu alumni dari Pesantren Fauzan di Desa Sukaresmi yaitu

Bapak Udin Komaludin berusia 53 (alumni angkatan 80-an) dan Dedi Mahmudin berusia 35

(alumni angkatan tahun 90-an). Melihat perbedaan usia dan angakatan beliau mengenyam

pendidikan di Pesantren Fauzan yang berbeda, justru dapat memberikan perspektif informasi

data dari dua generasi yang berbeda. Bapak Udin Komaludin memberikan informasi mengenai

sistem pendidikan yang Pesantren Fauzan pada saat beliau menjadi santri yang pada saat itu

hanya mempelajari kitab kuning karena setelah beliau lulus dari pesantren, Pesantren Fauzan

pada tahun 1984 baru mendirikan formal. Sedangkan Bapak Dedi Mahmudin dapat

memberikan informasi mengenai adanya sistem pendidikan formal yang dilakukan oleh

Pesantren Fauzan karena menurut beliau ada perubahan jadwal kegiatan para santri setelah

(33)

Narasumber selanjutnya dari instansi pemerintah dari dinas pendidikan Kabupaten Garut,

tokoh pendidikan yang penulis wawancara ialah yang menjabat sebagai kepala bagian di

bidang pendidikan di SMA, SMP dan pesantren. Beliau adalah bapak Dr. H. Sukandar. M. Pd

berusia 48 tahun. Informasi yang penulis dapatkan dari beliau yaitu mengenai kerjasama antara

pihak Pesantren Fauzan dengan pemerintah, program khusus pendidikan bagi pesantren untuk

meningkatkan kualitasnya dan sistem pendidikan umum yang masuk kedalam sistem

pendidikan pesanren itu sendiri.

Jika melihat usia para narasumber di atas, maka rata-rata usianya adalah 40-50 tahun

meskipun ada juga yang berada di atas rata-rata usia tersebut. Berdasarkan taraf usia dan

kondisi fisik yang masih baik, narasumber masih memiliki ingatan yang kuat untuk

menuturkan masa lalu. Hal itu terlihat pada saat wawancara dilakukan, pemaparan narasumber

disampaikan secara kronologis.

Namun, terdapat beberapa narasumber yang kurang konsisten dalam menjawab

pertanyaan penulis. Pertanyaan mengenai awal berdirinya Pesantren Fauzan dan masuknya

pendidikan formal di lingkungan pesantren. Guna memperoleh jawaban dari pertanyaan

tersebut, penulis bandingkan dengan kesaksian narasumber lainnya yang lebih konsisten

menjawab.

3.2.2.2 Kritik Internal.

Kritik internal menekankan kegiatannya pada pengujian terhadap aspek-aspek dalam dari

setiap sumber. Kritik internal dilakukan untuk mengetahui isi sumber sejarah tersebut atau

tingkat kredibilitas isi informasi dari narasumber. Kritik internal dilakukan pada sumber tertulis

atau lisan. Dalam sumber tertulis kritik internal dilakukan dengan cara membandingkan antara

(34)

sumber yang relevan dan akurat dengan permasalahan yang dikaji. Kritik intern atau kritik

“dalam” bertujuan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, tanggung

jawab dan moralnya. Isinya dinilai dengan membandingkan kesaksian-kesaksian dari sumber

satu dengan kesaksian-kesaksian dari sumber lain. Untuk menguji kredibilitas sumber (sejauh

mana dapat dipercaya) diadakan penilaian terhadap sumber dengan mempersoalkan hal-hal

tersebut. Kemudian dipunguti fakta-fakta sejarah melalui perumusan data yang di dapat, setelah

diadakan penelitian terhadap evidensi-evidensi dalam sumber (Ismaun, 2005: 50).

Contok kritik yang dilakukan oleh penulis terhadap buku sumber rujukan adalah pada

buku Bilik-bilik Pesantren Karya Nurchalis Madjid yang mengatakan bahwa kondisi pesantren

saat ini dilihat dari segi keadaan santri yang kumuh dan memiliki penyakit kulit seperti kudis,

pengaturan tata ruang yang tidak beraturan serta sistem pendidikan yang belum maksimal.

Namun, bagi penulis semua kondidi itu terjadi dulu ketika belum sadarnya pesantren akan

kesehatan dan pendidikan. Sekarang banyak pesantren yang telah berubah dan bersaing dengan

lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Kondisi pesantren sekarang ini sudah semakin baik,

sebagaimana dinyatakan Azyumardi Azra yang dikutip oleh Mahpuddin Noor (2006: 163)

bahwa pesantren sekarang sudah berubah dengan pesantren yang dulu, pesantren hendaknya

dapat terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial kemanusiaan dan menjadi agen perubahan sosial.

Dalam buku Mahpuddin Noor juga penulis harus lebih teliti karena Secara umum buku ini

memberikan pengetahuan namun karena sifat keumumannya ini juga penulis merasa untuk

lebih teliti lagi dalam mengkritisi substansi dari buku ini karena pembahasanya mencakup

seluruh elemen pesantren di Indonesia tanpa menfokuskan pada daerah-daerah atau

(35)

Kritik internal terhadap sumber lisan yaitu dengan cara membandingkan hasil wawancara

dari narasumber yang satu dengan narasumber yang lainnya. Tujuannya untuk mendapatkan

kecocokan dari fakta-fakta yang ada untuk meminimalisir subjektivitas narasumber. Hal yang

perlu diperhatikan disini adalah kredibilitas narasumber dalam menyampaikan informasi.

Sebagaimana yang dipaparkan Lucey (Sjamsuddin, 2007: 150) bahwa “kredibilitas narasumber

dikondisikan oleh kualifikasi-kualifikasinya seperti usia (muda, sebaya, tua, pikun), watak

(sinis, optimis, pesimis), pendidikan, dan kedudukan (pejabat, pemerintah, pegawai, majikan

buruh)”.

Dalam kritik internal ini, penulis mendeskripsikan kesaksian dari pemaparan narasumber

berkaitan dengan latar belakang berdirinya Pesantren Fauzan. Mengenai latar belakang awal

berdirinya Pesantren Fauzan, ketika penulis bertanya kepada 4 narasumber ternyata hanya 3

orang yang mengetahuinya yaitu KH Umar Alam sebagai pimpinan dari Pesantren Fauzan, KH

Abdul Mujib sebagai Ketua Yayasan Fauzanniyah dan KH Muchtar Fauzi sebagai pengurus

dari Pesantren Fauzan yang merupakan adik dari KH Umar Alam dan KH Abdul Mujib.

Berdasarkan penuturan KH Umar Alam, bahwa awal berdirinya Pesantren Fauzan pada

mulanya didirikan oleh As-Syaikh Umar Basri yang ingin sekali mengajarkan pendidikan

agama Islam kepada masyarakat sekitar dengan mendirikan sebuah mesjid untuk beribadah

Shalat berjamaah dan sebagai tempat mengkaji tentang agama Islam secara mendalam.

Sedangkan berdasarkan kesaksian KH Abdul Mujib Pesantren Fauzan didirikan selain ingin

memberikan pendidikan agama Islam tetapi juga As-Syaikh Umar Basri pun pada saat itu juga

sangat menentang para penjajah kolonial Belanda yang menguasai Indonesia. Sehingga, selain

(36)

kepada para muridnya bila sewaktu-waktu para penjajah melakukan peyerangan mereka sudah

siap menghadapi serangan para penjajah tersebut.

Terakhir, penuturan KH Muchtar Fauzi hampir sama dengan kesaksian para narasumber

di atas. Beliau menyatakan bahwa pada awalnya pendirian Pesantren Fauzan guna memberikan

pengetahuan mengenai agama Islam kepada masyarakat dengan mendirikan sebuah mesjid dan

pada saat itu bangsa Indonesia sedang dijajah oleh Kolonial Belanda maka tanpa sepengetahuan

Belanda As-Syaikh Umar Basri pun dengan diam-diam memberikan pengajaran kepada para

santrinya tentang cinta tanah air (hubbul wathan) serta menanamkan sikap patriotik dengan

mengajarkan pelatihan Beladiri kepada para muridnya. Beliau pun menjelaskan bahwa

Pesantren Fauzan merupakan pesantren tertua di daerah Garut karena Pesanten Fauzan sampai

sekarang sudah berdiri selama 160 tahun.

Berdasarkan keempat kesaksian tersebut, keempatnya mendekati kebenaran dan terdapat

kaitan antara kesaksian yang satu dengan yang lainnya. Kemudian penulis bandingkan dengan

beberapa sumber buku mengenai pesantren salah satu contohnya yaitu buku yang ditulis oleh

Mahpuddin Noor yang berjudul Potret Dunia Pesantren guna memperoleh fakta kebenaran

yang diperlukan penulis dalam penelitian. Dari buku tersebut penulis diinformasikan bahwa

Islam masuk ke Indonesia secara sistematis baru pada abad ke-14, berpapasan dengan suatu

kebudayaan besar yang telah menciptakan suatu sistem politik, nilai-nilai estetika dan

kehidupan sosial keagamaan yang sangat maju.

Kehadiran orang-orang barat di kepulauan Indonesia, lembaga-lembaga pendidikan Islam

ini tetap bertahan dengan jiwa dan semangat kemandiriannya, itulah sebutan Pesantren, yaitu

tempat para santri menimba agama Islam. Semasa pemjajahan Belanda, lembaga ini tetap hidup

(37)

pemerintah kolonial Belanda. Bagi pemerintah Belanda, lembaga ini bukan hanya tidak

bermanfaat bagi tujuan kolonial, akan tetapi dipandang amat berbahaya, karena pondok

pesantren ini tempat persemaian yang amat subur bagi kader-kader yang menentang penjajahan

di muka bumi ini (Noor, 2006: 11-12).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kritik internal digunakan untuk meneliti

kebenaran kesaksian yang diutarakan oleh narasumber. Setelah penulis bandingkan, kesaksian

narasumber yang satu dengan kesaksian narasumber yang lain sama. Maka dapat diperoleh

kesimpulan bahwa kesaksian tersebut benar adanya dan dapat dijadikan fakta sejarah.

Kemudian fakta tersebut dikritisi kembali dengan membandingkannya melalui sumber lain.

3.2.3 Interpretasi (Penafsiran Sumber).

Tahap ini merupakan tahap penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah disaring dan

diidentifikasikan melalui proses kritik ekstern dan intern yaitu berupa fakta. Fakta yang telah

didapatkan tersebut kemudian ditafsirkan oleh peneliti sehingga peneliti dapat menguji

kebenarannya. Peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang telah dikritik dan

menetapkan makna dan fakta-fakta dari data-data yang saling berhubungan dari sumber-sumber

sejarah yang didapat. Setelah kebenaran didapatkan, maka peneliti menggabungkan atau

merekonstruksi fakta tersebut menjadi sebuah satu kesatuan yang dibantu dengan “historical

thingking”, hal tersebut dilakukan dengan memikirkan kembali masa lalu seolah-olah penulis

mengalami dan menjadi pelaku pada peristiwa yang terjadi pada masa lalu, sehingga penulis

dapat memperoleh gambaran tentang permasalahan yang dikaji.

Langkah awal yang dilakukan oleh penulis dalam tahap ini adalah mengolah, menyusun,

dan menafsirkan fakta yang telah teruji kebenarannya. Kemudian fakta yang telah diperoleh

(38)

peristiwa yang satu dimasukan kedalam konteks peristiwa-peristiwa lain yang melingkupinya.

Dengan kegiatan ini maka akan diperoleh suatu gambaran terhadap pokok-pokok permasalahan

yang dibahas dalam penelitian. Makna yang kedua dari interpretasi ialah memberikan

eksplanasi terhadap fenomena sejarah. Interpretasi menjelaskan argumentasi-argumentasi

jawaban peneliti terhadap pertanyaan-pertanyaan kausal, mengapa dan bagaimana

peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala di masa lampau terjadi.

Dalam tahap interpretasi ini, penulis melakukan penafsiran terhadap data yang

mengemukakan mengenai sistem pendidikan yang dijalankan oleh Pesantren Fauzan serta

masuknya pendidikan formal dilingkungan Pesantren Fauzan. Berdasarkan dari informasi KH

Umar Alam dan KH Abdul Mujib mengatakan bahwa Pesantren Fauzan merupakan pesantren

yang berbentuk Salafiyah yaitu pesantren yang menyelenggarakan pengajaran Al-Quran dan

ilmu-ilmu agama Islam, serta kegiatan pendidikan dan pengajarannya sebagaimana yang

berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran yang diajarkan di Pesantren Fauzan

yaitu mempelajari kitab kuning dengan menggunakan metode Sorogan dan Bandongan.

Peranan Pesantren Fauzan sebagai tempat untuk belajar agama Islam juga mengadakan

pendidikan formal, hal ini terlihat keinginan dari Pesantren untuk memajukan pendidikan di

Kecamatan Sukaresmi. Pesantren Fauzan mengerti akan pentingnya pendidikan di zaman

sekarang ini. Tantangan yang dihadapi oleh pesantren semakin hari semakin besar, kompleks

dan mendesak sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan pembangunan dan kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Tantangan ini menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran

nilai di pesantren, baik nilai yang menyangkut sumber belajar maupun nilai yang menyangkut

(39)

Dari informasi yang didapat kemudian penulis bandingkan salah satu sumber buku yang

ditulis oleh Hasbullah yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Pendidikan yang mengatakan bahwa

bangsa Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam telah bersepakat dan bertekad

untuk membentuk suatu negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945, bukan berdasarkan Islam. Namun, Pancasila dan UUD 1945 menjamin

kemerdekaan bagi umat Islam untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan Islam.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan

undang-undang yang mengatur penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional sebagaimana

dikehendaki UUD 1945. Melalui proses yang panjang, sejak Indonesia merdeka hingga tahun

1989 dengan kelahiran UU Nomor 2 Tahun1989, dan kemudian disempurnakan menjadi UU

Nomor 20 tahun 2003, merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan pendidikan Islam ke

dalam sistem pendidikan Nasional. Dengan demikian berarti UU Nomor 20 Tahun 2003

merupakan wadah formal terintegrasinya pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional

dan dengan adanya wadah tersebut, pendidikan Islam mendapatkan peluang serta kesempatan

untuk terus dikembangkan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Pesantren Fauzan sebagai lembaga

pendidikan Islam merupakan bagian dari realitas masyarakat dan bangsa, dituntut untuk tidak

hanya sekedar mengurusi masalah internal kepesantrenan, pendidikan dan pengajaran kepada

santrinya, tetapi pondok pesantren dituntut pula untuk mulai masuk pada wilayah sosial

kemasyarakatan. Ini dibuktikan dengan keterlibatan pesantren secara praktis dalam kehidupan

masyarakat. Oleh karena itu, Pesantren Fauzan berusaha untuk senantiasa meningkatkan

kualitas sumber daya manusia melalui program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun,

(40)

Proses interpretasi merupakan proses kerja yang melibatkan berbagai aktivitas mental

seperti seleksi, analisis, komparasi, serta kombinasi yang bermuara pada sintesis. Oleh karena

itu, interpretasi merupakan proses analisis-sintesis terhadap fakta. Fakta yang disusun dan

ditafsirkan hingga memiliki makna dan memiliki keterhubungan satu dengan yang lainnya.

Selain itu, fakta-fakta tersebut dapat menjadi satu rangkaian peristiwa sejarah yang logis dan

kronologis yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat menjawab dan menjelaskan

permasalahan penelitian.

Dalam melakukan interpretasi hasil kesaksian sumber lisan, penulis menggunakan

pendekatan interdisipliner untuk menganalisis kejadian yang diberitakan. Dengan pendekatan

interdisipliner, masalah dapat dipecahkan dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut

pandang dari ilmu sosial. Alat analisis yang digunakan dengan meminjam konsep-konsep dari

ilmu Sosiologi dan Antropologi. Konsep-konsep yang dipinjam dari ilmu sosiologi seperti,

konsep masyarakat, inovasi, status sosial, peranan sosial, dan perubahan sosial. Sedangkan

konsep yang dipinjam dari ilmu Antropologi adalah konsep kebudayaan dan tradisi.

Penggunaan berbagai konsep tersebut agar penulis dapat memperoleh gambaran yang jelas

mengenai masalah yang dikaji dan mempermudah proses penafsiran.

3.3 Penulisan Laporan Penelitian (Historiografi)

Historiografi merupakan tahapan akhir yang dilakukan dalam prosedur penelitian ini.

Tahapan ini merupakan langkah penyusunan hal-hal yang telah penulis dapatkan dalam bentuk

penulisan skripsi. Historiografi berarti pelukisan sejarah, gambaran sejarah tentang peristiwa

yang terjadi pada waktu yang telah lalu yang disebut sejarah (Ismaun, 2005: 28). Pada

(41)

dipahami serta dimengerti secara mendalam sehingga sehingga penulis dapat menjawab segala

permasalahan yang ada dalam penelitian yang telah dilakukan.

Berbagai penafsiran yang telah didapatkan dikaitkan menjadi beberapa fakta, disusun ke

dalam sebuah skripsi. Di dalam skripsi ini tertuang berbagai hal yang telah dilakukan dan

dihadapi oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Selain itu, dituangkan pula berbagai

informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Fakta yang didapat oleh penulis

tidak hanya ketika melakukan penelitian saja, namun peneliti juga mendapatkannya ketika

penulisan laporan ini sedang disusun. Fakta baru ini memberikan informasi dan kontribusi yang

penting sehingga penulisan laporan ini menjadi lebih baik lagi. Fakta baru juga dicari oleh

penulis ketika merasa ada yang kurang dalam penelitian ini.

Skripsi ini ditulis dengan menggunakan sistematika y

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen penelitian pada metode wawancara yakni pedoman wawancara mencakup daftar pertanyaan kepada guru Bahasa Indonesia terkait data yang diperoleh yaitu

Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan sukrosa tembakau transgenik yang membawa gen SPS tebu lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol, seperti tampak pada Gambar

vitro ekstrak metanol daun P. Perbedaan nilai IC 50 dalam beberapa penelitian tersebut kemungkinan disebabkan karena perbedaan cell line yang digunakan. angulata Linn.)

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui perilaku dan partisipasi politik kiai di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak dalam Pemilihan Bupati

ISLAM PUBLIK DAN GERAKAN SOSIAL BARU DI ERA DEMOKRASI: Pergumulan Pesantren dalam Gerakan Anti Tambang di Paseban, Jember, Jawa Timur IAIN Jember 40.000.000 11

Observasi pembelajaran di kelas dilakukan pada tanggal 26 Februari 2016, bersama guru pembimbing. Adapun kelas yang menjadi objek observasi adalah kelas VIII A. Pada

Pengaruh Produksi, Harga, dan Nilai Tukar Terhadap Volume Ekspor (Studi pada Volume Ekspor Biji Kakao Indonesia Periode Januari 2010

Mendapatkan penilaian para responden mengenai faktor-faktor strategik internal maupun eksternal pemasaran, yaitu memberian bobot terhadap seberapa besar faktor