• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Sumbatan Hidung pada Deviasi Septum Nasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengukuran Sumbatan Hidung pada Deviasi Septum Nasi."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pengukur an Sumbatan Hidung pada

Deviasi Septum Nasi

Bestari J Budiman, Ade Asyari

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas Padang

Abstr ak

Latar Belakang: Gejala sumbatan hidung meskipun bukan suatu gejala penyakit yang berat, tetapi dapat

menurunkan kualitas hidup dan aktivitas penderita. Penyebab sumbatan hidung dapat ber variasi dari ber bagai penyakit dan kelainan anatomis. Salah satu penyebab dari kelainan anatomi adalah deviasi septum nasi. Tujuan: Untuk

menilai gejala dan derajat sumbatan hidung pada deviasi septum nasi. Tinjauan Pustaka: Diagnosis dar i gejala

sumbatan hidung sangat kompleks dan ber var iasi, selain berdasar kan anamnesis dan pemeriksaan fisik juga diper lukan pemer iksaan penunjang untuk pengukuran sumbatan hidung. Skor sumbatan hidung mer upakan salah satu parameter untuk menilai suatu sumbatan hidung pada deviasi septum nasi. Untuk itu diper lukan pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengevaluasi gejala sumbatan hidung, diantaranya adalah nasal inspir at or y flow met er, r hinomanometr i dan r hinometri akustik. Kesimpulan: Gejala sumbatan hidung pada deviasi septum dapat

dievaluasi dengan pemer iksaan tambahan meliputi nasal inspir at or y flow met er , r hinomanometr i, dan r hinometri akustik.

Kata kunci: sumbatan hidung, deviasi septum, nasal inspiratory flow meter , r hinomanometr i, r hinometri akuistik.

Abstract

Background: Although nasal obst ruct ion is not a severe symptom of t he disease, it can decrease t he qualit y of life and activit y of the pat ient. The et iology of nasal obst ruct ion could be varied from any diseases and anat omical abnormalit ies. One of anat omical abnormalit y cause is septal deviat ion. Purpose: To evaluat e the symptom and the degree of nasal obst ruct ion in septal deviat ion. Review : The diagnosis of nasal obst ruct ion is more complex and varied, based on anamnesis and physical examination, and beside that need addit ional examination to measure t he nasal pat ency. Nasal obst ruction score is one of parameter t o evaluat e the obst ruct ion of nose. Because of that , it needs addit ional examination to diagnose and evaluat e t he nasal obstruction, include nasal inspirat ory flow met er, rhinomanomet ry, acoust ic rhinomet ry. Conclusion: Nasal obst ruct ion in septal deviat ion w it h additional examination, such as nasal inspirat ory flow met er, rhinomanomet ry, acoustic rhinomet ry.

Key Wor ds: Nasal obst r uct ion, sept al deviat ion, nasal inspir at or y flow met er , r hinomanomet r y, acoust ic r hinomet r y

Korespondensi: dr . Ade asyari; adeasyari2@gmail.com

Pendahuluan

Bentuk septum normal adalah lur us di tengah r ongga hidung tetapi pada orang dew asa biasanya septum nasi tidak lurus sempur na ditengah. Angka kejadian septum yang benar-benar lur us hanya sedikit dijumpai, biasanya ter dapat pembengkokan minimal atau ter dapat spina pada septum. Bila kejadian ini tidak menimbulkan gangguan respirasi, maka tidak dikategor ikan sebagai abnormal. Deviasi yang cukup ber at dapat menyebabkan obstr uksi hidung yang mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi atau bahkan menimbulkan gangguan estetik wajah karena tampilan hidung menjadi bengkok.1-5

Gejala sumbatan hidung meskipun bukan suatu gejala penyakit yang berat, tetapi dapat menurunkan kualitas hidup dan aktivitas penderita. Penyebab sumbatan hidung dapat ber var iasi dari ber bagai penyakit dan kelainan anatomis. Salah satu penyebabnya dar i kelainan anatomi adalah deviasi septum nasi. Tidak semua deviasi septum nasi memberikan gejala sumbatan hidung, gejala yang mungkin muncul dapat seper ti hiposmia, anosmia, epistaksis dan sakit kepala, bahkan sebagian penderita deviasi septum nasi tidak memberikan gejala apapun. Untuk itu par a ahli ber usaha membuat klasifikasi

deviasi septum nasi untuk memudahkan diagnosis dan penatalaksanaannya.1,2,3

Deviasi dan dislokasi septum dapat disebabkan oleh gangguan per tumbuhan yang tidak seimbang antara kartilago dengan tulang septum, tr aumatik akibat fraktur fasial, fraktur nasal, fraktur septum atau akibat tr auma saat lahir . Gejala utama adalah hidung ter sumbat, biasanya unilateral dan dapat intermitten, hiposmia atau anosmia dan sakit kepala dengan der ajat yang ber variasi.1,2,5

Diagnosis dari gejala sumbatan hidung sangat kompleks dan bervar iasi, selain ber dasar kan anamnesis dan pemer iksaan fisik juga diper lukan pemer iksaan penunjang untuk pengukuran sumbatan hidung. Skor sumbatan hidung mer upakan salah satu parameter untuk menilai suatu sumbatan hidung. Untuk itu diper lukan pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengevaluasi gejala sumbatan hidung. Diantaranya adalah nasal inspir at or y flow met er , rhinomanometri dan rhinometr i akustik1,4

Anatomi Septum nasi:

(2)

2

per pendikular is os etmoid, vomer , krista nasalis os

maksila dan krista nasalis os palatine. Sedangkan bagian tulang raw an adalah kar tilago septum (lamina kuadrangular is) dan kolumela (gambar 1).1,2,5,6

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luar ya dilapisi oleh mukosa hidung.1,5

Gambar 1. Anatomi sept um nasi 6

Septum nasi adalah bagian paling menonjol pada wajah, paling mudah dan sering terkena trauma. Kelainan septum lebih mudah ter lihat pada ras Caucasian dengan bentuk hidung yang lebih tinggi dibandingkan r as Asia atau Afrika. Sedangkan pada anak kurang dari 5 tahun, kelainan septum tidak mudah ter lihat karena hidung bukan bagian paling menonjol pada wajah anak.1,2,5,7

Str uktur dari septum nasi memungkinkannya ber tindak sebagai “shock absor ber ”. Di bagian poster ior , septum berartikulasi dengan per pendicular plat e of et hmoid, os nasal dan vomer. Ar tikulasi ini ber bentuk panah dan tekanan yang diarahkan pada ujung hidung melewati artikulasi ini dan ditr ansmisikan ke kr anium yang lebih tebal sehingga daerah kr ibifor m akan ter lindungi.2,5,7

Ujung kaudal dari kar tilago kuadr ilateral ter tanam di perikondr ium antar a cr ura medial dari kar tilago low er lateral. Trauma derajat r ingan pada tip hidung mengakibatkan kar tilago low er lateral ber geser melewati ujung kaudal quadrilater al.2,3,5,7

Maksila dibagian anter ior dan os palatum di bagian posterior membatasi kar tilago kuadrilateral di anterior dan vomer dibagian poster ior . Per temuan antara os maksila dan palatina membentuk tonjolan, dimana kartilago kuadrilater al melekat padanya oleh jaringan fibrosa. Pertemuan antar a vomer dan os maksila, pada awal perkembangannya dihubungkan oleh jar ingan fibr osa, tapi kemudian menjadi jaringan tulang.2,5,7

Ujung anterior dar i per pendicular plat e of et hmoid adalah lekukan tempat melekatnya pr osesus nasalis os fr ontalis serta os nasal. Ujung bawah ter letak dalam lekukan pada per mukaan superior dari vomer, ketika ber gabung dengan septum adalah tempat paling tebal dan tidak ada lekukan.2,5,7

Septum nasi didar ahi oleh a.etmodalis anterior dan posterior , a.sfenopalatina, a.palatina mayor dan a.labialis super ior . A.sfenopalatina mendarahi bagian posterior septum nasi dan dinding lateral hidung bagian posterior. A.etmodalis anter ior

dan posterior adalah cabang dar i a.oftalmika yang ber asal dar i a.kar otis inter na. A. ethmoidalis anter ior adalah pembuluh dar ah terbesar kedua yang mendarahi hidung bagian dalam, yang mendarahi kedua bagian anter o-superior dar i septum dan dinding lateral hidung.1,5

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dam ber jalan ber dampingan dengan arter i.5

Etiologi septum deviasi

Umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan biasanya ber hubungan dengan ker usakan pada bagian lain hidung seperti fraktur os nasal.1,5,8

Pada sebagian pasien, tidak didapatkan r iwayat trauma, sehingga Gray (1972) mener angkannya dengan teori bir t h moulding. Posisi intra uterin yang abnormal dapat menyebabkan tekanan pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat ter jadi pergeser an septum. Demikian pula tekanan tor si pada hidung saat kelahiran dapat menambah tr auma pada septum.1,2,5

Dislokasi septum nasi ber dasar kan lokasi :

1. Spina dan krista

Mer upakan penonjolan tajam yang dapat ter jadi pada per temuan vomer dibawah dengan kar tilago septum dan atau os ethmoid diatasnya. Tipe deformitas ini biasanya mer upakan hasil dar i kekuatan kompresi ver tikal. Fraktur kar tilago septum juga menghasilkan tonjolan yang tajam (gambar 2).1,7

Gambar 2. Spi na septum9

2. Deviasi

Lesi ini lebih karakter istik dengan penonjolan berbentuk ‘C’ atau ‘S’ yang dapat ter jadi pada bidang horisontal atau ver tikal dan biasanya mengenai kartilago maupun tulang.1,2,5

3. Dislokasi

Batas bawah kar tilago septum bergeser dari posisi medialnya dan menonjol ke salah satu lobang hidung.Septum deviasi ser ing diser tai dengan kelainan pada str uktur sekitar nya1.2,10,11

Kelainan struktur akibat deviasi septum nasi

1. Dinding lateral hidung

Ter dapat hiper tr opi konka dan bula ethmoidalis. Ini mer upakan kompensasi yang ter jadi pada sisi konkaf septum2,11,12

2. Maksila

(3)

3

pengangkatan lantai kavum nasi, distor si palatum dan

abnormalitas ortodonti. Sinus maksilar is sedikit lebih kecil pada sisi yang sakit.2,13-15

3. Pir amid hidung

Deviasi septum nasi bagian anterior ser ing ber hubungan dengan deviasi pada piramid hidung.2

4. Per ubahan mukosa

Udara inspirasi menjadi terkonsentrasi pada daerah yang sempit menyebabkan efek ker ing sehingga ter jadi pembentukan kr usta. Pengangkatan kr usta dapat menyebabkan ulser asi dan per dar ahkan. Lapisan pr oteksi mukosa akan hilang dan ber kur angnya resistensi terhadap infeksi. Mukosa sekitar deviasi akan menjadi oedem sebagai akibat fenomena Ber nouili yang kemudian menambah derajat obstruksi.2,7

Klasifikasi deviasi septum nasi

Deviasi septum nasi dibagi Mladina atas beberapa klasifikasi ber dasar kan letak deviasi (gambar 3), yaitu:11-13

 Tipe I. Benjolan unilateral yang belum mengganggu alir an udar a.

 Tipe II. Benjolan unilateral yang sudah mengganggu alir an udar a, namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.  Tipe III Deviasi pada konka media (area

osteomeatal dan tur binasi tengah).

 Tipe IV. “S” septum (poster ior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).

 Tipe V. Tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain masih normal.  Tipe VI. Tipe V ditambah sulkus unilateral dar i

kaudal-ventral, sehingga menunjukkan rongga yang asimetr i.

 Tipe VII. Kombinasi lebih dar i satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.

Gambar 3. Kasifi kasi deviasi sept um Mladi na12

Jin RH16 dkk membagi deviasi septum

menjadi 4 (gambar 4), yaitu :

 Deviasi lokal termasuk spina, kr ista dan dislokasi bagian kaudal.

 Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang ter lokalisir.  Lengkungan deviasi dengan deviasi lokal.

 Lengkungan deviasi yang ber hubungan dengan deviasi hidung luar

Gambar 4. Klasifi kasi Devi asi septum Ji n RH 16

Jin RH16 dkk juga membagi deviasi septum

ber dasar kan berat atau ringannya keluhan yaitu : 1. Ringan

Deviasi kurang dar i setengah r ongga hidung dan belum ada bagian septum yang menyentuh dinding lateral hidung.

2. Sedang

Deviasi kurang dar i setangah r ongga hidung tetapi ada sedikit bahagian septum yang menyentuh dinding lateral hidung.

3. Berat

Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral hidung

Dari 65 pasien yang diperiksa oleh Hong-Ryul jin dkk yang member ikan gejala sumbatan hidung paling banyak adalah tipe 2 (77%) diikuti oleh tipe1, tipe3 dan tipe 4 masing-masing 11%, 6% dan 6%.16

Sementara itu Janar ddhan R17 dkk membagi

deviasi septum pada 7 tipe:

 Midline septum atau deviasi r ingan pada bidang vertikal atau horizontal

 Deviasi ver tikal bagian anterior

 Deviasi vertikal poster ior (daerah osteomeatal atau konka media

 Septum “S” poster ior pada satu sisi dan anterior pada sisi lainnya

 Spina horizontal pada satu sisi dengan deviasi tinggi pada sisi kontr alateral

 Tipe 5 dengan dasar yang dalam pada sisi yang konkaf

 Kombinasi lebih dari satu tipe

Dari 100 pasien yang diteliti didapatkan keluhan ter banyak adalah sumbatan hidung yaitu 74 pasien. Keluhan lain adalah lendir pada hidung 41 or ang, sakit kepala 20 orang, ber sin-ber sin sebanyak 15 or ang dan diikuti keluhan lain seperti epistaksis, post nasal dr ip, rasa tidak nyaman di tenggor ok, mendengkur dan anosmia.17

(4)

4

Gejala klinis

Keluhan yang paling ser ing pada deviasi septum ialah sumbatan hidung. Sumbatan dapat unilateral dan dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi ter dapat konka hipotr ofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hiper tr ofi, sebagai akibat mekanisme kompensasi.1,2,5,7

Keluhan lainnya ialah rasa nyer i dikepala dan sekitar mata. Selain itu penciuman dapat terganggu, apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum.5,7

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga mer upakan faktor predisposisi ter jadinya sinusitis.1,7

Pemer iksaan fisik:

Deviasi septum dapat mudah ter lihat pada pemer iksaan r inoskopi anter ior . Penting untuk pertama-tama melihat vestibulum nasi tanpa spekulum, karena ujung spekulum dapat menutupi deviasi bagian kaudal. Pemer iksaan seksama juga dilakukan terhadap dinding lateral hidung untuk menentukan besar nya konka. Piramid hidung, palatum dan gigi juga diperiksa karena str uktur -str uktur ini sering ter jadi gangguan yang ber hubungan dengan deformitas septum. Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk menilai deviasi septum bagian poster ior atau untuk melihat r obekan mukosa. Bila dicur igai ter dapat komplikasi sinus paranasal, dilakukan pemer iksaan X-r ay paranasal.1,5,7

Ter api

Pada septum deviasi r ingan yang tidak menyebabkan gejala, dilakukan obser vasi. Pada septum deviasi yang memberikan gejala obstr uksi dilakukan pembedahan septoplasti.2,7

Sumbatan hidung pada deviasi septum

Keluhan hidung ter sumbat mer upakan keluhan yang sering kita jumpai. Sumbatan hidung dapat disebabkan karena kelainan mukosa, kelainan str uktur jalan nafas hidung seper ti septum deviasi dan kolaps jalan nafas1,18.

Menur ut Bailey seper ti yang dikutip Lin SJ19

dkk, kelainan yang menyebabkan sumbatan hidung adalah septum deviasi, hipertr ofi konka, rinoplasti, septum perfor asi, kolaps valvular , atresia koana, neoplasma, polip nasi, rhinitis aler gi, hematom septum, r hinitis medikamentosa dan rhinitis vasomotor18,20.

Busse W20 menggambar kan patologi yang

ter jadi pada sumbatan jalan nafas meliputi inflamasi jalan nafas, hiper plasi dan hiper tr opi kelenjer mukus, metaplasi dan hiper tr opi sel goblet, hiper tr ofi dar i otot polos jalan nafas, peningkatan pr oliferasi pembuluh darah dan edema jalan nafas.

Jenis sumbatan hidung dapat ditentukan dengan menilai tahanan hidung sebelum dan sesudah pemberian dekongestan topikal. Bila sesudah pemberian dekongestan topikal ter jadi penur unan tahanan lebih dari 35% maka dapat dipastikan sumbatan hidung karena kelainan mukosa. Sebaliknya bila sesudah pemberian topikal ter jadi sedikit penur unan tahanan hidung, terutama bila penur unan tahanan hidung unilateral (asimetr is), maka dapat diduga sumbatan hidung dapat ter jadi karena kelainan str uktur1,19,20.

Kelainan str uktur yang menyebabkan keluhan hidung ter sumbat adalah septum deviasi, konka hipertr opi, stenosis ataupun konka bulosa. Septum deviasi melibatkan tulang septum, kar tilago atau keduanya. Pada pasien dengan kelainan septum, sisi yang sempit akan mengalami siklus sumbatan hidung yang ber beda, yang menyebabkan perbedaan pada tahanan hidung total, sehingga pasien mer asakan sumbatan hidung yang berkala1,18,21.

Septum deviasi juga dapat menyebabkan kolaps dari katup hidung (nasal valve). Katup hidung adalah celah antar a ujung kaudal kar tilago lateral atas dengan septum hidung. Katup hidung ber ada lebih kurang 1,3 cm dar i nares dan merupakan segmen yang ter sempit ser ta tahanan ter besar dari jalan nafas hidung. Dengan memasuki daer ah yang sempit ini akan ter jadi peningkatan aliran dan peningkatan tekanan inter lumen (fenomena ber noulli). Penur unan tekanan akibat deviasi septum akan menyebabkan kolaps nya segmen ini pada saat inspirasi. Kar ena daer ah katup hidung ini sempit maka dengan per ubahan sumbatan atau udema sedikit saja, akan meningkatkan tahanan pada daer ah ter sebut1,21. pasien untuk ber nafas biasa dan menutup mulut, maka dapat dilihat salah satu lubang hidung ter sumbat dibandingkan yang lainnya (gambar 5).22

Gambar 5. Pemer i ksaan dengan spatula22

2 . Peak nasal inspir atory flow meter ( PNIF)

Pada tahun 1980, Youlten memperkenalkan alat ini yang kemudian di modifikasi oleh w right dengan menambahkan sungkup hidung pada alat ini.22,23

Penggunaan PNIF relatif mudah, bisa diulang bila diper lukan, alatnya mudah dibawa kar ena ber ukuran kecil dan mempunyai harga yang murah22

Diper lukan penjelasan penggunaan alat ini pada pasien untuk menggunakannya. Alat ini digunakan dengan meletakan “face mask” menutupi hidung dan mulut. Udara inspir asi di hembuskan melalui hidung dengan memastikan mulut ter tutup (gambar 6).22,23

(5)

5

asma dan penyakit par u obstruksi kr onis (Tabel

1).22,25,26

Tabel 1. Nilai sumbatan hidung pada PNIF22

<50 Obstr uksi hidung berat 50-80 Obstr uksi hidung

moderat/ sedang 80-120 Obstr uksi hidung r ingan >120 Tidak ada obstuksi

Gambar 6. Nasal inspir at or y flow met er22

3 Alir an puncak ekspir asi nasal

Tes ini dahulu telah per nah dilakukan, tetapi sekarang jarang dilakukan karena dapat membuat pasien tidak nyaman pada tuba eustachius dan menghasilkan sekret atau mukus pada sungkup w ajah.22,26

4. Rhinomanometr i

Rhinimanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udar a nasal dengan pengukuran kuantitatif pada alir an dan tekanan udar a nasal. Tes ini ber dasar kan pr insip bahwa alir an udara melalui suatu tabung hanya bila terdapat perbedaan tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dar i usaha r espirasi yang mengubah tekanan ruang poster ior nasal relatif terhadap atmosfir ekster nal dan menghasilkan aliran udara masuk dan keluar hidung.22,27

Pada tahun 1984, t he Eur opean Commit t ee for St andar dizat ion of Rhinomanomet r y menetapkan

rumus aliran udara nasal : R = ΔP:V pada tekanan 150

P.

R = Tahanan terhadap aliran udara (Pa/ cm/ det)

P = Tekanan transnasal (Pa atau CmH2O) V = Alir an udara (Lt/ det atau CmH20)

Dengan adanya standarisasi ini diharapkan memberikan perbandingan hasil dan per bandingan r entang normal.22,27

Rhinomanometr i dapat dilakukan secara aktif atau pasif dan dengan pendekatan anter ior atau poster ior . Rhinomanometri anter ior aktif lebih ser ing digunakan dan lebih fisiologis. Tekanan dinilai pada satu lubang hidung dengan satu kateter yang dihubungkan dengan pita perekat, sementara aliran udar a diukur melalui lubang hidung lain yang ter buka.22,27

Gambar 7. Rhi nomanometr i22

Sungkup wajah yang transparan di pasang menutupi hidung. Alat ini dihubungkan dengan suatu pneumotokografi, amplifier dan perekam. Hasil ini ditampilkan secara grafik sebagai kur va ‘S’ dimana masing-masing lobang hidung dilakukan lima kali pemer iksaan. Kemudian diambil nilai rata-rata lima kali pemeriksaan (gambar 7).22,28

Sebelum diper iksa, pasien harus relaksasi selama 30 menit pada suhu kamar yang tetap. Mesin membutuhkan 30 menit untuk penghangatan dan membutuhkan kalibrasi ter atur.22,28

Gambar 8. Hasil r hi nomanometr y (A) ti dak ter dapat sumbat an hi dung pada lobang hidung kir i dan kanan. (B)ter jadi sumbatan hi dung pada lobang hidung kir i22

Rhinomanometr i relatif menghabiskan w aktu dan hasil dapat ber variasi sampai 20-25% dengan waktu yang dibutuhkan mencapai 15 menit (tabel 2). Rhinomanometri tidak bisa digunakan jika ter jadi sumbatan hidung yang berat atau ketika ter dapat perforasi septum. Alat ini juga tidak dapat menilai lokasi obstruksi.22

Pada r hinomanometr i posterior aktif, kateter dimasukkan melalui mulut dengan bibir ditutup agar dapat mengukur tekanan far ing. Alir an melalui kedua kavum nasi diukur secara ber samaan. Digunakan sungkup hidung transparan yang sama dengan r hinomanometr i anterior . Teknik ini kurang invasif dan cendr ung mendistor si r ongga hidung. Namun satu dari empat pasien tidak dapat mer elaksasi palatum mole dan sebagian pasien tidak memungkinkan untuk memasukkan pipa. Hasil ber var iasi dalam beberapa menit, biasanya antara 15% sampai 20% (gambar 8).22

Rhinometr i akustik

(6)

6

dihasilkan oleh klik elektr onik dan dibangkitkan oleh

tabung suara.22 Alat ini dimasukan ke hidung dan

alir an udara hidung dir efleksikan oleh perubahan lokal pada akuistik impedansi. Bunyi yang direfleksikan ditangkap oleh mikrofon, diter uskan ke komputer dan dianalisa (gambar 9).22,29

Gambar 9. Pemer i ksaan r inometr i akust ik22

Gambar 10. Hasil pemer i ksaan r i nometr i akusti k (A) hubungan lokasi yang ter dapat di hidung (B) Sebebelum dan sesudah oper asi polip hidung. N = nor mal, D = setel ah pember ian dekongestan (C) sebelum dan setel ah pember ian aller gen.22

Ter dapat ber bagai ukur an “nosepiece” untuk menghubungkan tabung suara ke hidung. Sangat per lu untuk menyesuaikan “nosepiece” dengan lubang hidung tanpa menyebabkan defor mitas. Pemer iksaan di ulang lima kali dan dihitung nilai r ata-ratanya.22

Tabel 2. Per bandingan Pemer iksaan Patensi Nasal22

Tes

Spatula PNIF

Rinomanometr i ( Anter ior)

Rinomanometr i ( Poster ior )

Rinometr i Akustik

Har ga Minimal £100 £6000 £6000 £6000

Waktu <1 menit < 5 menit 10 menit + 10 menit + < 5 menit

Kesulitan - + ++ +++ +

Var iabilitas Sedang 10-15% < 20-25% < 20-25% 5-10%

Standar disasi - Clement 1984 Clement 1984 Hilberg 2000

Keuntungan

Dapat digunakan di

r umah

Dapat menunjukkan lokasi obstruksi

Kerugian Membutuhkan

kemampuan ahli

Membutuhkan kemampuan ahli

Membutuhkan kemampuan ahli

Kesimpulan

1. Gejala sumbatan hidung meskipun bukan suatu gejala penyakit yang berat, tetapi dapat menurunkan kualitas hidup dan aktivitas penderita

2. Penyebab sumbatan hidung dapat ber var iasi dari ber bagai penyakit dan kelainan anatomis. Salah satu penyebab dar i kelainan anatomi adalah deviasi septum

3. Ter dapat berbagai klasifikasi defiasi septum untuk memudahkan ahli THT untuk diagnosis dan tatalaksana

4. Diagnosis dari gejala sumbatan hidung sangat kompleks dan ber variasi, selain ber dasar kan anamnesis dan pemer iksaan fisik juga diper lukan pemer iksaan penunjang untuk pengukuran sumbatan hidung

5. Skor sumbatan hidung mer upakan salah satu parameter untuk menilai suatu sumbatan hidung pada deviasi septum.

6. Diper lukan pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengevaluasi gejala sumbatan hidung, diantar anya adalah nasal inspir at or y flow met er, r hinomanometr i dan r hinometr i akustik

7. Gejala sumbatan hidung pada deviasi septum dapat dievaluasi dengan pemer iksaan tambahan meliputi nasal inspir at or y flow met er, r hinomanometr i, dan rhinometr i akustik.

8. PNIF mempunyai keuntungan har ga pemer iksaan yang lebih murah, waktu yang singkat, bisa dilakukan dir umah, variabilitas yang r endah dan tidak sulit untuk diker jakan.

9. Rhinomanometr i mer upakan alat yang telah di standarisasi. Tetapi membutuhkan tenaga ahli untuk menger jakan dan mempunyai har ga beli alat yang relatif mahal.

10. Akustik r hinometri merupakan alat yang dapat menentukan lokasi sumbatan hidung

(7)

7

1. Walsh WE, Kor n RC. Si nonasal anatomy, fungt ion, and evaluat ion. In:Bailey BJ, Johnson JT, Head and Neck Sur ger y- Otolar yngology, Four t h edit ion, Volume one. Philadelphia: Lippi ncott Williams & Wil kins, 2006, p: 307- 334

2. Lee Kj. Essential Otolar yngology Head & Neck Sur ger y, Inter national edit ion, Mc. Gr aw -Hill, 2003 3. Rozsasi A. The Impact of Septor hinoplasty and ant er ior

tur bi noplasty on nasal condit ioni ng. Amer ican Jour nal of Rhinology 2007;21:302-5

4. Chmiel ik M, El iza br ozek-Madr y, Lechoslaw P. Chiemieli k. Infl uence of t he type of septum deviation on some par ameter s the upper air w ays. Bor gis-New Medici ne. 2011;3:1-2

5. Soecipto D, War dani RS. Sumbat an hi dung. Dal am: Soepar di EA, Iskandar N. Buku ajar il mu penyakit Telinga Hidung Tenggor ok. Jakar ta: Bal ai Pener bit FKUI;2007.p.119-22

6. Thibodeau GP. Anatomy and physiology, 5th ed. Louise

Mosby.2003

7. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan hidung. Dalam: Soepar di EA, Iskandar N. Buku ajar il mu penyakit Telinga Hidung Tenggor ok. Jakar ta: Bal ai Pener bit FKUI;2007.p.126-27

8. Behr bohm H., Tar dy M.E Jr , Essential s of Septor hinoplasty, Philosophy-Appr oaches-Techniques, Thieme Medical Publi sher s, Inc., New Yor k, 2004 9. Balasubr amanian, T. 2006. Devi at ed Nasal Sept um.

Accessed:

ht t p:/ / dr t balu.com/ dns.ht ml.Anoni m.2006.ht t p:/ / w ww. obst r uct ednose.com/ nasal_t r eat ment _devi at ed_sept um.h t ml.

10. Seyhan A, Ozaslan U, Azden S. Thr ee-Diment ional Modeli ng of Nasal Septal Deviat ion. Annal s of Plast ic Sur ger y. 2008;60:157-61

11. Stumpe MR , Chanr a RK. Disor der of nasal sept um. In: Stucker FJ, De Souza C. Rhi nology and facial pl ast ic Sur ger y. Ber li n Hei delber g:Spr inge;2009:p.151-53 12. Botr a R, Mathur NN. Compar at ive evaluation of

conventional ver sus endoscopic Septopl asty for li mi ted sept al deviat ion and spur . J Lar yngol Otol 2008;122:1-5 13. Bauman I and Baumann H. A New classi fication of

sept al deviat ions. Rhinology 2007;26:220-2

14. Lam JD, Kathr yn T. James. Weaver EM. Compar at ion of anatomic, physiological, and subjective measur es of the nasal air w ay. Amer ican Jour nal of Rhi nology. 2006;20:463-70

15. Har ar RPS, Chada NK, Roger s G. The Role of septal deviat ion i n adult chr onic r hi nosi nusitis: a study of 500 pati ens. Rhi nology. 2004;42:126-130

16. Jin RH, Lee YJ. New descr iption met hod and calssification system for septal deviation. J Rhi nol 2007;14(1): 27-31

17. Janar dhan RJ. Classification of Nasal Sept al Deviat ions-Relation to Sinonasal Pathology. Indian Jour nal of Otolar yngologyand Head Neck Sur ger y. 2005;57:199-201

18. Jafek BW, Datson BT. Nasal obstr uction. In: Bail ey BJ. Editor . Head and neck sur ger y otolar yngology. Philadelphia: Li ppincon Co, 2 nd ed 2006;371-97 19. Lin SJ. Nasal Aer odynamics. Avail able fr om emedici ne

Speci aliti es. Otolar yngology and Faci al Plast ic Sur ger y.2002.

20. Busse W. Pat hophysiology of congest ion i n Upper air w ay congestion I mpl ication for low er air w ay disease. Amer ican college of Aller gy, Asthma and

Immunology, availabl e fr om

w w w .elsevier healt h.com/ jaci.

21. Cole P, Height JS. Love L. Dynamic component s of nasal r esistance. Am Rev Respir e Dis. 1995;132:122-32. 22. Glenys KS, Valr ie JL. Invest igative r hi nology. London:

Taylor &Fr ancis; 2004 p.71-6

23. Ottaviano G, Gleni s K. Scadding, St uar t C, Lund VJ. Peak nasal inspir ator y flow ; nor mal r ange i n adult population. Rhinology. 2006;44:32-5.

24. Malm L. Measur ement of nasal patency. Aller gy. 2007;52(suppl 40):19-23

25. Zhang G, Solomon P, Rival R, Fenton RS, Cole P. Nasal air w ay volume r esistance to air flow . Amer ican Jour nal of Rhinology. 2008;22:371-75.

26. Wilson AM, Dempsey OJ, Si ms EJ, Couti e WJ, Pat ter son MC, Lipw or th BJ. Evaluation of tr eat ment r esponse in pati ent s w it h seasonal aller gic r hini tis usi ng domicili ar y nasal peak inspir ator y flow .Clin Exper Aller gy.2000;30:833-8

27. Gr ymer LF, Hilber g O, Ole Fi nd afek Peder son. Pr ediction of nasal obstr uction based on cli nical examination and acustic r hi nometr y. Rhinology. 1996; 35-7

28. Tahamiler R, Canakcioglu S, Yi lmaz S, Dir ican A. Expir ator y nasal sound analysis as a new method for evaluat ion of nasal obstr uction in patient s w ith nasal sept al deviat ion: compar at ion of expir ator y nasal sound fr om both devi ation and nor mal nasal cavity. Jour nal of lar yngology 2007;150-4

Gambar

Gambar 3. Kasifikasi deviasi septum Mladina12
Gambar 7. Rhinomanometri22
Gambar 10.  Hasil pemeriksaan rinometri akustik (A) hubungan lokasi yang terdapat di hidung (B)Sebebelum dan

Referensi

Dokumen terkait

cuci hidung dengan larutan salin isotonik terhadap tingkat sumbatan hidung dan kualitas hidup pada penderita rinosinusitis kronik. Mengidentifikasi tingkat sumbatan hidung

Deviasi septum hidung akan menyebabkan aliran udara pada bagian rongga hidung dengan septum yang cekung, akan lebih cepat dari bagian cembung di rongga hidung sisi lain..

Tujuan Khusus : a Menentukan garis tengah nasal pada pasien deviasi septum nasi b Menilai letak deviasi septum menggunakan modalitas CT scan pada pasien deviasi septum nasi c

kejadian 2,85 kali lebih tinggi dengan terjadinya disfungsi tuba Eustachius kanan, sedangkan pada sisi kiri juga didapatkan hubungan yang bermakna yaitu derajat obstruksi

Terdapat penurunan derajat sumbatan hidung yang bemakna pada kelompok perlakuan, terdapat perbedaan yang bermakna antara selisih derajat sumbatan hidung sebelum dan sesudah

Abses septum nasi dapat menyebabkan komplikasi estetis berupa deformitas hidung (lorgnet nose) yang disebabkan oleh karena nekrose kartilago sehingga terjadi kerusakan sebagian besar

Akibat keadaan yang relatif kurang steril di bagian anterior hidung, hematoma septum nasi dapat terinfeksi dan akan cepat berubah menjadi abses septum nasi yang

kejadian 2,85 kali lebih tinggi dengan terjadinya disfungsi tuba Eustachius kanan, sedangkan pada sisi kiri juga didapatkan hubungan yang bermakna yaitu derajat obstruksi