iv ABSTRAK
Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, tidak ada satupun syarat yang mengharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis, sehingga suatu perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya dan tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat, karena setiap perjanjian berkonsekuensi yuridis sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata). Dalam perkembangannya,
perjanjian secara lisan tidak hanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tertentu, akan tetapi juga banyak dilakukan oleh individu-individu di dalam kalangan masyarakat, baik itu kalangan masyarakat menengah ke atas, maupun kalangan masyarakat menengah ke bawah. Permasalahannya adalah apakah semua perjanjian itu sah dengan hanya dilakukan secara lisan saja, dan bagaimana kekuatan hukum perjanjian secara lisan itu sendiri.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis yaitu melalui pendekatan yuridis normatif serta menggunakan data berupa bahan primer yaitu dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 2381/K/Pdt/2011 sebagai salah satu putusan pengadilan tentang sengketa Perjanjian Lisan, yang dianalisis dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara yuridis kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dan wawancara.