GURU PEMBELAJAR
MODUL
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK)
Kelompok Kompetensi I
Profesional
: Aliran-aliran Linguistik
Pedagogik
: Pemanfaatan dan Pelaporan Hasil
Penilaian
Penulis:
Endang Kurniawan, M. Pd., dkk.
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Penulis
1. Endang Kurniawan, M. Pd. HP. 081314544113,
e-mail: kangendangk@yahoo.com
2. Ernawati, S.Pd., M.Pd. Hp. 085793846974 e-mail:
ernawatikhatulistiwa112@gmail.com
3. Sumiati, M. Pd. HP. 085252660815
e-mail: sumiatisyafiuddin@gmail.com
Penelaah:
1. Dr. Yeti Mulyati, M.Pd HP. 087821486596,
e-mail:yetimulya@yahoo.com
2. Drs. Krisanjaya, M.Hum. HP. 0818157653
e-mail:ksanjaya@yahoo.com
Copyright © 2016
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Bahasa, Direktorat Jederal Guru dan Tenaga Kependidikan
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
i
iii
KOMPETENSI PROFESIONAL
ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
vii
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN ... i
KATA PENGANTAR ... Iii DAFTAR ISI ... Vii PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 1
C. Peta Kompetensi ... 1
D. Ruang Lingkup ... 2
E. Cara Penggunaan Modul ... 2
KEGIATAN PEMBELAJARAN : ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK ... 5
A. Tujuan ... 5
B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Tujuan ... 5
C. Uraian Materi ... 5
D. Aktivitas Pembelajaran ... 36
E. Latihan/ Kasus/Tugas ... 38
F. Rangkuman ... 40
G. Umpan Balik/ Tindak Lanjut ... 40
H. Kunci Jawaban Latihan/ Kasus/Tugas ... 41
PENUTUP ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 49
GLOSARIUM ... 51
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul ini ditujukan untuk peserta diklat guru pembelajar bagi guru bahasa
Indonesia SMA pada kelompok kompetensi I. Modul ini pada dasarnya
adalah sarana peningkatan kompetensi guru, khususnya salah satu
kompetensi profesional dengan merujuk pada Permendiknas No. 16 Tahun
2007 tentang Standar Kompetensi Guru.
Kegiatan belajar pada topik ini dirancang dengan menggunakan pendekatan
angragogi dengan metode diskusi dan penugasan. Semua kegiatan tersebut
dapat dilakukan baik dalam pembelajaran langsung maupun tidak langsung.
B. Tujuan
Setelah mempelajari seluruh kegiatan pembelajaran pada modul ini, Anda
diharapkan mampu memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran
linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa.
C. Peta Kompetensi
Kompetensi yang akan dicapai atau ditingkatkan melalui modul ini mengacu
pada kompetensi Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 sebagai berikut.
Kompetensi
Utama Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Guru Mapel (KG)
Profesional 20. Menguasai materi,
struktur, konsep, dan pola
pikir keilmuan yang
mendukung mata
pelajaran yang diampu.
20.1. Memahami konsep, teori,
dan materi berbagai
aliran linguistik yang
terkait dengan
pengembangan materi
2 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembelajaran pada bagian ini adalah pemahaman terhadap
aliran-aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi ajar
pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu aliran struktural, fungsional, dan
deskripti. Pembelajaran diawali dengan penjabaran tujuan, kompetensi dan
indkator. Selanjutnya, agar tujuan tersebut dapat dicapai dengan maksimal,
modul ini menjabarkan materi dan bagaimana pembelajarannya dalam
bentuk aktivitas pembelajaran yang dilengkapi dengan lembar kerja atau
tugas. Di akhir pembelajaran modul ini disajikan evaluasi berupa tes untuk
mengukur ketercapaian atau hasil belajar.
E. Cara Penggunaan Modul
Modul ini pada dasarnya disusun sebagai pedoman bagi Anda untuk
mempelajari materi pedagogik, khususnya pemanfaatan hasil penilaian
dalam upaya meningkatkan kemampuan diri dan memperbaiki kualitas
pembelajaran,baik dilakukan dalam kegiatan tatap muka maupun kegiatan
mandiri.
Cara menggunakan modul ini adalah sebagai berikut.
1. Gunakan modul ini secara berurutan bagian per bagian dimulai dari
pengantar, pendahuluan, kegiatan-kegiatan hingga glosarium.
2. Bacalah pendahuluan modul ini, cermatilah setiap tujuan, peta
kompetensi dan ruang lingkupnya.
3. Ikutilah langkah-langkah aktivitas pembelajaran dan model/teknik
pembelajaran yang digunakan pada setiap kegiatan pembelajaran dalam
modul ini.
4. Gunakan LK-LK yang telah disediakan untuk menyelesaikan setiap
tugas/latihan/studi kasus yang diminta. Melalui kegiatan-kegiatan
pembelajaran yang dilakukan, Anda diharapkan dapat menghasilkan produk
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 3 a. portofolio hasil belajar
b. rencana tindak lanjut untuk pelaksanaan PKB Guru.
c. evaluasi akhir setiap modul
Pada prinsipnya aktivitas pembelajaran dalam modul ini menuntut partisipasi
aktif Anda agar alur kegiatan belajar dapat dilaksanakan. Tujuan yang
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 5
KEGIATAN PEMBELAJARAN
ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK
A. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat memahami dan
mengembangkan materi pembelajaran bahasa berdasarkan aliran struktural,
deskriptif, dan fungsional.
B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi Guru Indikator
20.1. Memahami
konsep, teori,
dan materi
berbagai aliran
linguistik yang
terkait dengan
pengembangan
materi
pembelajaran
bahasa.
20.1.1 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran
struktural yang terkait dengan pengembangan
materi pembelajaran bahasa.
20.1.2 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran
deskriptif yang terkait dengan pengembangan
materi pembelajaran bahasa.
20.1.3 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran
fungsional yang terkait dengan pengembangan
materi pembelajaran bahasa.
20.1.4 Mengembangkan materi pembelajaran bahasa
berdasarkan aliran struktural.
20.1.5 Mengembangkan materi pembelajaran bahasa
berdasarkan aliran deskriptif.
20.1.6 Mengembangkan materi pembelajaran bahasa
berdasarkan aliran fungsional.
C. Uraian Materi
1. Aliran Struktural
Aliran linguistik struktural mempunyai asumsi dan hipotesis tentang bahasa
berdasarkan pada hasil pemakaian yang otonom. Asumsi dan hipotesis
6 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
maupun yang tertulis. Teori kebahasaan struktural lebih mendasarkan diri
pada data-data bahasa yang empiris. Hal Ini berarti dapat dimulai dari
perekaman bahasa yang diujarkan.
Pada awal abad XX di Perancis lahir aliran linguistik struktural. Aliran ini
lahir bersamaan dengan diluncurkannya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure tahun 1916. Ferdinad de Saussure(1857-1913) yang juga dikenal sebagai Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak
Linguistik Modern dengan pandangan-pandangan yang dimuat dalam
bukunya. Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai
konsep: (1) telaah sinkronik (mempelajari bahasa dalam kurun waktu
tertentu saja) dan diakronik (telaah bahasa sepanjang masa), (2)
perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda
yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu
masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan parole sifatnya konkret
karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang
yang satu dengan orang lain, (3) membedakan signifiant dan signifie.
Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul
dalam alam pikiran (bentuk), signifie adalah pengertian atau kesan makna
yang ada dalam pikiran kita (makna), (4) Hubungan sintagmatik dan
paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara
unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara
berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik adalah hubungan
antara unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan
unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan
(Chaer, 2003:346). Tokoh-tokoh lain yang merupakan penganut teori ini
adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason,
Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy,
Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
1.1 Ciri-ciri Aliran Struktural
Berdasarkan asumsi dan hipotesis umum yang melandasi teori
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 7 a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini
berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (
stimulus-response).
b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk
dalam bahasa.
c. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang
arbitrer dan konvensional. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa
pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan
signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda
yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga
makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang
berupa bunyi ujar.
d. Bahasa merupakan kebiasaan (habit), dalam hal ini pengajaran
bahasa menggunakan metode drill and practice yakni suatu
bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan, dan
berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
e. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.
f. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang
morfem sampai menjadi kalimat.
g. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
h. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
i. Analisis bahasa secara deskriptif.
Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung, yaitu unsur
yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat
model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett,
model Nelson, dan model Wells.
1.2 Pernyataan Pokok Aliran Struktural
Asumsi Ferdinand De Saussure yang terkenal dan merupakan dasar
kajian ailran struktural adalah bahwa bahasa merupakan realitas
8 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga
pendekatannya sering disebut Structural Linguistics. Hal tersebut
dikembangkan ke dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu (a)
dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form) dan
substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan
Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik
dan hubungan paradigmatik.
Ferdinand de Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai
fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah istilah dari pendiri sosiologi,
untuk mengacu pada fenomena gagasan-gagasan ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu yang berada di luar fenomena
psikologis maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau
aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional adalah
kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan
bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah sistem
hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem
hukum atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena
fisikal atau parole, sedangkan sistem umumnya adalah langue atau
‘bahasa’. Data konkret parole diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa setiap orang
berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri
seseorang tetapi lengkap dan secara sempurna bahasa hanya di
dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa
minda kolektif maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh
Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu
pendekatan ‘individualisme metodologis’ yang berseberangan
dengan pendekatan Durkheim‘kolektivisme metodologis’.
1.3 Enam Dikotomi tentang Bahasa 1.3.1 Sinkronik-Diakronik
Gagasan Ferdinad de Saussure dapat digunakan sebagai
acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 9 dilakukan agar dapat memotret pada suatu waktu tertentu
diperlukan pemahaman tentang bahasa itu untuk satu
rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat ditelaah dari
“keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan
waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu
sederhana karena hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa
yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang
lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.
1.3.1.1 Sinkronik
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang
berarti dengan, dan khronos yang berarti waktu/masa.
Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari
bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah
rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat
horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa
pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya mempelajari
bahasa Indonesia di masa reformasi saja.
Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara
sinkronis amat perlu, meskipun beliau banyak
berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian
sinkronis bahasa mengandung kesistematisan tinggi,
sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian sinkronis justru
lebih serius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’ seperti sistem permainan catur. Setiap buah catur
(setara dengan suatu unit bahasa) memiliki tempat
tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan buah
catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri.
1.3.1.2 Diakronik
Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang
berarti melalui, dan khronos yang berarti waktu, masa.
10 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa.
Linguistik diakronis adalah semua yang memiliki ciri
evolusi. Ada berbagai contoh untuk melukiskan
dualisme intern (sinkronis dan diakronis),
Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa,
maka yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet
“peristiwa” dan merupakan parole. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara
unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran
kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang
lain tanpa membentuk sistem di antara mereka.
Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi
hubungan-hubungan logis dan psikologis yang
menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan
membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran
kolektif yang sama.
1.3.2 Bentuk-substansi
Dikotomi antara bentuk dengan substansi menekankan bahwa
kajian linguistik harus ditinjau dari segi bentuk dan substansi.
Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih penting.
Oleh karena itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur
(langsung atau tidak langsung) sangat bergantung pada nilai
unsur lain.
1.3.3 Signifie-signifiant
Bahasa adalah alat komunikasi di dalam masyarakat yang
menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara
konvensional oleh anggota masyarakat bahasa tersebut. Tanda
bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur
citra akustik (signifiant/petanda) dan unsur konsep
(signifie)/penanda). Hubungan kedua unsur ini didasari
konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur ini terdapat di
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 11 Saussure berpendapat bahwa bahasa meliputi suatu himpunan
tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi
ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu tidak dapat
dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya
kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa
tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat
dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada
ataupun konsep-konsep yang ada.
1.3.3.1 Signifie
Signifie adalah makna suatu bahasa. Signifie (penanda)
merupakan pengertian atau kesan makna yang ada
dalam pikiran kita. Setiap tanda tidak dapat dipisahkan
dari tanda yang lain baik lafal maupun maknanya.Dari
segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran
dalam jiwa manusia. Dari segi fisik, bahasa adalah
getaran udara yang lewat suatu tabung dalam alat
bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan
antara totalitas pikiran dalam jiwa dan getaran yang
dibuat manusia melalui alat-alat bicaranya. Misalnya
gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia),
table (Inggris).Apabila ada orang berujar meja dan kita
mendengar rentetan bunyi /m, e, j, a/ itulah yang disebut
signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah
meja disebut signifienya, yaitu sebuah prabot rumah
tangga/kantor berkaki, permukaannya datar, bisa
berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya
tentang meja.
1.3.3.2 Signifiant
Bahasa adalah sistem lambang dan lambang itu sendiri
12 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
(signifie). Signifiant merupakan bentuk bahasa yang
terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga
sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud
dasar sistem fonologi suatu bahasa. Jadi, signifiant
(penanda) merupakan citra bunyi atau kesan psikologis
bunyi yang timbul dalam pikiran kita.
1.3.4 Individu-sosial
Dikotomi antara individu dan sosial, Saussure mengatakan
bahwa perilaku berbahasa anggota masyarakat sangat
ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri perilaku berbahasa
masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya.
Perbedaan perilaku individu tidak akan menyimpang dari
perilaku kolektif yang ada pada kelompok.
1.3.5 Langue-parole
Dikotomi antara langue dan parole sebagai bukti bahwa bahasa
merupakan realitas sosial. Sebagai realitas sosial bahasa
sangat terikat oleh collective mind bukan individual mind.
Sebagai collective mind, bahasa merupakan perpaduan antara
parole dan langue. Parole mengacu pada tindak ujar dalam
situasi yang sesungguhnya oleh masing masing individu.
Langue ialah sistem bahasa yang dipakai secara
bersama-sama oleh masyarakat penuturnya yang membedakan
kompetensi dari performance. Pembedaan tersebut tampak ada
kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh
Saussure. Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan konsep
Linguistic Competence yang diperkenalkannya dengan konsep
langue. Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut
berbeda.
Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak. Sistem ini
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 13 suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan
suatu sistem peraturan yang umum dan mendasari semua
ujaran nyata. Langue merupakan totalitas dari sekumpulan
fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa
dan merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak
setiap individu.
Langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang
diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat
bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan
menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan
masyarakat serta bersenyawa dengan kehidupan masyarakat
secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole
merujuk pada cara pembicara menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan dirinya. Jadi, masyarakat merupakan pihak
pelestari langue.
Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut.
Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret;
tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna
rungu). Langue adalah suatu sistem tanda yang
mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini,
gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata
pergi! dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan
abjad tuna rungu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda
militer.
Langue seperti permainan catur, apabila buah caturnya
dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau,
demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah,
maka akan menimbulkan makna yang lain. Misalnya: saya
makan nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya,
maka akan menjadi rancu.
Langue perlu agar parole dapat saling dipahami; dan parole
14 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!”
adalah parole, tetapi ia juga termasuk langue karena sistem
tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir
secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di
dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus yang eksemplarnya
identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi,
langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu.
Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan
konvensional. Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan secara sama oleh
orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua
masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah langue adalah tata
bahasa + kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil
dan sistematis.
Parole merupakan bahasa tuturan, bahasa sehari-hari, artinya
parole merupakan keseluruhan dari apa yang diajarkan orang,
termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari
pilihan penutur dan pengucapan-pengucapan yang diperlukan
untuk menghasilkan konstruksi individu berdasarkan pilihan
bebas juga. Parole perwujudan langue pada individu. Parole
merupakan manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan
fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang
sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur.
Parole bersifat heterogen. Unsur-unsur parole dibedakan
kedalam beberapa bagian, seperti : (1) kombinasi-kombinasi
kode bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk
mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang,
kataku, perang! Kalimat ini jika diucapkan oleh orang yang
sama pun, hasilnya akan berbeda dalam penyampaiannya
karena pelafalannya pun berbeda, kata perang pertama
dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua; (2)
mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 15 membuat langue berubah. Jadi, antara langue dan parole
saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Parole
dapat dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan dilafalkan secara berbeda, baik orang yang
sama maupun oleh banyak orang.
1.3.6 Sintakmatik-Paradigmatik
Hubungan sintakmatik ialah hubungan dalam rantai ujaran yang
ada dan nyata dalam tutur. Hubungan ini paling kurang dua atau
lebih unit bahasa. Dalam hubungan ini kata-kata bersatu demi
kesinambungan, hubungan didasari pada tuturan yang linier.
Perhatikan contoh kalimat berikut!
Kuda dibeli paman.
Kalimat tersebut terbentuk dari unsur-unsur kata. Unsur-unsur
itu mempunyai hubungan yang tetap. Kita tidak dapat
menempatkan unsur-unsur kata itu semau kita. Kita tidak
pernah mendengar orang mengatakan:
Kuda dibeli paman
Paman dibeli kuda
Kuda paman dibeli
Hubungan yang terdapat antara unsur-unsur kata dalam
contoh di atas adalah hubungan yang terdapat dalam tataran
kalimat. Hubungan sintakmatik diuji dengan cara
permutasi, yaitu perubahan urutan satuan-satuan unsur
bahasa. Hubungan sintagmatik dapat terjadi pada setiap
tataran analisis bahasa. Hubungan sintagmatik
menunjukkan hubungan makna dan fungsi antara satuan
bahasa sesuai tataran.
a. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi
Urutan fonem dalam kata pada umumnya tidak dapat
diubah. Di sini ada hubungan sintagmatik tertentu antara
16 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
ina i / n / a
ana a / n / a
ika i / k / a
eka e /k / a
Urutan fonem pada kata ina, ani, ika, eka tidak bertukar
posisi karena akan mengubah makna. Jadi urutan fonem
pada kata tersebut harus tetap.
b. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi
Contoh hubungan sintakmatik pada tataran morfologi dapat
dilihat dari bentuk morfem. Urutan morfem dalam kata pada
umumnya tidak dapat diubah, contohnya:
meN-panggil tidak dapat diubah urutannya menjadi
panggil-meN
meN-suruh dak dapat diubah urutannya menjadi suruh-meN
meN-kirim tidak dapat diubah urutannya menjadi kirim-meN
meN-sampaikan tidak dapat diubah urutannya menjadi
sampaikan –meN
c. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis
Unsur-unsur kalimat pada pertanyaan di atas
mempunyai hubungan yang tetap, polanya tidak bisa
diubah.
Kalimat ’Ina memanggil Nana’ tidak dapat dipermutasi, yaitu diubah urutan satuan-satuan unsur bahasanya.
Tidak bisa menjadi Nana memanggil Ina.
Begitu juga pada kalimat
Ana menyuruh Eno.
Ika mengirim barang.
Eka menyampaikan surat.
Namun, dapat pula urutan kata dalam kalimat boleh diubah
tanpa mengubah arti, bergantung pada adanya
hubung-an sintagmatik. Lihat contoh berikut:
Kemarin dia datang.
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 17 Dia kemarin datang.
Keterjalinan hubungan pada tataran sintaksis ditentukan
oleh letak hubungan antarunsurnya. Dalam kaitan dengan
peran dan fungsi gramatikal pada satu pihak dan makna
gramatikal pada pihak yang lain, kita dapat mengajukan dua
kemungkinan. Pertama, hubungan sintagmatik itu telah
menemukan peran dan fungsi gramatikal bentuk-bentuk
bahasa itu. Ini berarti perubahan letak hubungan akan
membawa perbedaan dalam peran dan fungsi gramatikal.
Jadi, letaknya tidak boleh ditukar-tukar.
Contoh:Ina memanggil Nana dan Nana memanggil Ina.
Perubahan tempat Ina dan Nana sudah membawa peran
dan fungsi yang lain. Dan ini membawa pula perbedaan
makna. Ini berarti hubungan sintagmatik ini telah baku dan
konstan. Ia bersifat tertutup dan tetap. Kedua, hubungan
sintagmatik bersifat labil. Ini berarti tempat unsur-unsur itu
dapat ditukar-tukar tanpa membawa perbedaan makna yang
esensial. Ia hanya membawa perbedaan makna dalam
bentuk pementingan atau penekanan atau pengutamaan.
Umpamanya kalimat Kemarin dia datang dan Dia datang
kemarin biasanya unsur yang dapat ditukar-tukarkan
tempatnya itu adalah unsur-unsur yang berada di luar pola
dasar.
Di samping hubungan sintakmatik, analisis bahasa dapat
dikaji dengan hubungan paradigmatik. Hubungan
paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan
adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu
lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik
(horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya
kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang
lebih besar.Contoh. Budi menendang bola adalah deretan
18 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa
Indonesia, tetapi hubungan sintaksis subjek—predikat-objek. Meskipun urutan itu diubah, fungsi gramatikal tetap misalnya
Bola-Budi-tendang; Tendang-bola-Budi.
Pada kalimat Budi menendang bola terbentuk dari unsur
Budi, menendang, bola yang masing-masing menempati
ruang kosong yang kemudian disebut gatra. Kaidah (langue)
bahasa Indonesia gatra dapat diisi dengan unsur bahasa
tertentu saja. Jadi, gatra adalah ruang kosong yang terdapat
sebelum, di tengah, dan sesudah tanda hubung.
Pada contoh kalimat di atas, dapat kita sebut gatra [1] - [2] -
[3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan
dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi oleh kata tertentu
sesuai dengan kaidah. Dalam contoh yang sama
Budi-menendang-bola, gatra [1] yang diisi Budi bisa diisi Ali,
Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu
tidak dapat berada di ruang dan waktu yang sama. Kata-kata
itu hanya bisa diasosiasikan secara in absentia. Hubungan
itu dikatakan hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada
dalam relasi asosiatif. Kata-kata yang mengisi gatra
tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam paradigma
yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata
menendang bisa diisi kata mengambil, melempar,
menyembunyikan, membuang; bola bisa isi dengan kata
batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut
relasi paradigmatik.
Pada tataran langue setiap penutur bahasa menguasai
semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang
tergolong-golong dalam paradigma dan unsur-unsur itu
saling membedakan. Jejaring inilah yang disebut sebagai
sistem bahasa. Berikut ini analisis hubungan paradikmatik.
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 19 Fonem /i/ dalam kataina mempunyai hubungan
para-digmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya,
seperti fonem /a/ pada kata ana begitu juga fonem /i/
dalam kata ika mempunyai hubungan paradigmatik
dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti
fonem /e/ pada kata eka.
Contoh lain : fonem /t/ padakata tari dapat digantikan oleh
fonem seperti fonem /d/, /c/, dan /j/ pada kata
t tari
d dari
c cari
j jari
e. Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi
memanggil
menyuruh
mengirim
menyampaikan
Morfem meN- dalam kata memanggil mempunyai hubungan
paradigmatik dengan morfem men pada kata memanggil,
menyuruh, mengirim dan menyampaikan . Contoh lain morfem
meN- berelasi paradigmatik dengan morfem di-, ter-,
ataupe- pada kata
meN- melukis
di- dilukis
ter- terlukis
pe- pelukis
f. Hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis
Ina memanggil Nana
Ana menyuruh Eno
Ika mengirim barang
20 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
Kata ina dalam kalimat di atas mempunyai hubungan
paradigmatik dengan kata-kata ina, ana, ika, dan eka.
Kata-kata yang lain mempunyai hubungan
paradigmatik adalah memanggil dan menyuruh, kata
mengirim dan menyampaikan. begitu juga kata Nana dan
Eno , kata barang dan surat.
Dengan mempelajari hubungan sintagmatik dan hubungan
paradigmatik antara tiap satuan seperti tersebut di atas, kita
dapat menguji distribusi masing-masing satuan tersebut.
Dengan kata lain kita dapat memberikan tempat hadirnya
masing-masing satuan dalam keseluruhan struktur bahasa
yang dianalisis.
Tokoh aliran linguistik struktural yang lain adalah Leonard
Bloomfield. Bloomfield salah seorang ahli bahasa Amerika
yang paling besar sumbangannya dalam menyebarluaskan
prinsip-prinsip dan metode-metode yang biasa disebut
“Strukturalisme Amerika”. Hal baru dalam teori Bloomfiled adalah adanya penekanan filosofis dalam status linguistik
sebagai sains. Teori Bloomfiled tentang bahasa sangat
berbau behaviorism. Aliran Bloomfield ini berkembang pesat
di Amerika pada tahun tiga puluhan sampai akhir tahun lima
puluhan.
Ada beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini dapat
berkembang pesat, yaitu pertama, pada masa itu para
linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu
banyak bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan.
Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu dengan
cara baru, yaitu secara sinkronik. Kedua, sikap Bloomfield
yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang
berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat
behaviorisme. Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa
aliran strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada
kenyataan-Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 21 kenyataan yang dapat diamati. Ketiga, diantara
linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The
Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah
Language wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat
yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem
sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat
fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan
pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur
bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum
strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.
Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan
linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu
kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif
dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum
Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi
penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield
berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan
bidang mandiri dan tidak berhubungan. Seorang tokoh
linguistik Amerika yang pada awalnya tidak mempunyai
perhatian pada bidang linguistik, bercita-cita menjadi
seorang akademikus dan mau mengabdikan diri pada ilmu
pengetahuan. Namun setelah bertemu dengan temannya
yaitu Prokosch dan berbincang-bincang tentang tata bahasa,
lalu memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya dalam
bidang linguistik. Dalam analisa bahasa, Bloomfield
menekankan bahwa bahasa harus bersifat deskriptif ilmiah.
Keilmiahan itu berarti bahwa setiap definisi bahasa yang
diberikan harus dalam istilah-istilah fisik yang diambil dari
kenyataan yang ada. Selain itu, Bloomfield memperluas
bidang linguistik dalam beberapa aspek.
Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai
22 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang
memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata
bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut
pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen.
Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan
yang disebut tagmem.
1.4 Keunggulan Aliran Struktural
Aliran struktural memiliki beberapa keunggulan, yaitu:
a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa
berdasarkan kebiasaan.
c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah
diterima masyrakat awam.
d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase,
klausa, dan kalimat.
Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
1.5 Kelemahan Aliran Struktural
Aliran struktural memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan,
kesabaran, dang sangat menjemukan.
c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap
berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan
mesin.
d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumumam, suatu kaidah
yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.
e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis
bahasa.
f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 23
2. Aliran Deskriptif
2.1 Konsep Aliran Deskriptif
Menurut bahasa, linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau
menelaah tentang tata bahasa, sedangkan deskriptif adalah
menggambarkan apa adanya. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia
apa adanya. Linguistik deskriptif, artinya mendeskripsikan bahasa
secara apa adanya. Objek kajian linguistik deskriptif adalah fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik.
Aliran deskriptif adalah aliran yang memberikan deskripsi (pemerian)
dan analisis bahasa. Aliran lahir pada akhir abad ke XIX dan
permulaan abad XX ketika Saussure sedang mengajukan ide-idenya di
Eropa, muncul linguistik sinkronis di Amerika di bawah pelopor Franz
Boas. Dalam aliran ini muncul beberapa tokoh penting seperti Franz
Boas dan Leonard Bloomfield. Boas dan teman-temannya memberikan
perhatian yang besar pada penguraian struktur bahasa-bahasa Indian.
Oleh sebab itu, mereka disebut juga golongan deskriptif. Kaum
deskriptif ini berusaha keras membangun teori-teori bahasa yang
abstrak dan bersifat umum berdasarkan hasil-hasil penelitian yang
dilakukannya. Menurut Boas, tidak ada satu bahasa yang merupakan
bahasa ideal yang menjadi ukuran bahasa-bahasa lainnya. Selain itu,
sekelompok pemakai bahasa tertentu tidak berhak mengatakan bahwa
bahasa yang digunakan oleh kelompok lainnya tidak rasional. Yang
benar adalah pada setiap bahasa terdapat kategori-kategori logis
tertentu yang harus digunakan pada bahasa tersebut. Bagi Boas
bahasa hanyalah merupakan tuturan artikulasi, yaitu bunyi-bunyi yang
dihasilkan oleh alat-alat artikulasi. Kunci dasar pemikiran Boas terletak
pada kesadarannya, yang muncul dalam masa perjalananya (ke Tanah
Baffin pada 1883-1844).Karyanya berupa buku Handbook of American
Indian Languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di
dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna
dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna.
Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal
24 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
Saussure ialah terletak pada hakikat tentang bahasa. Saussure
mengikat perhatian kepada para sarjana dengan menemukan cara
baru untuk mengamati fenomena yang sudah lama dikenal dan sudah
tidak lagi mengherankan bagi mereka. Boas dan rekan-rekannya
berhadapan dengan masalah-masalah praktis untuk menghasilkan
bagaimana bentuk struktur yang ada dalam berbagai bahasa yang
diucapkannya.
Aliran deskriptif bertujuan untuk memikirkan pembuat teori linguistik
yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi
bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses. Salah satu ciri dari aliran
yang dipelopori oleh Boas adalah relativisme. Menurut aliran ini tidak
ada bahasa yang ideal, di mana bahasa-bahasa yang sebenarnya
lebih dekat atau agak jauh hubungannya. Boas juga berusaha keras
membantah aliran Romantis abad XIX yang menganggap bahwa
bahasa adalah kerangka jiwa suatu bangsa.Bahwa bangsa dalam arti
keturunan, bahasa dan kebudayaan adalah tiga masalah terpisah yang
jelas berjalan bersama-sama.
Berikut adalah ide-ide Boas: (1) kategori gramatikal, setiap bahasa
memiliki sistem gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem
fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna oleh karena itu,
unit dasar bahasa adalah kalimat.; (2) pronomina kata ganti, tidak ada
orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak tetap; (3) verba
memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata pada berbagai
bahasa di sana.
Selain Boas, Seorang linguis Inggris yang bernama John Ruperth
Firthpada tahun 1994 mendirikan sekolah linguistik deskriptif di
London.Menurutnya dalam kajian linguistik yang paling penting adalah
konteks. Menurutnya, bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu
tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik.
2.2 Keunggulan Aliran Deskriptif
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 25 a. Aliran ini sudah memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru
secara sinkronis.
b. Menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang
pada masa itu yaitu behaviorisme.
c. Aliran ini sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal dan
pronomina kata ganti.
d. Terjadinya hubungan yang baik antar sesama linguis.
e. Mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pentingnya data yang
objektif untuk memerikan suatu bahasa.
2.3 Kelemahan Aliran Deskriptif
Aliran deskriptif memiliki kekurangan hanya memperhatikan akan
makna dan arti karena aliran ini lebih cenderung menganalisis
fakta-fakta secara objektif dan nyata.
3. Aliran Fungsional
3.1 Konsep Aliran Fungsional
Aliran Linguistik fungsional dipelopori oleh Roman Jakobson dan
Andre Martinet, kehadirannya sangat berarti dalam upaya
menjembatani kesenjangan (gap) antara linguistik struktural Amerika
dan Eropa.Linguistik struktural (Eropa) banyak dipengaruhi oleh
gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran Praha.
Trubeckoj terkenal mengembangkan metode-metode deskripsi
fonologi, maka R. Jakobson terkenal karena telah menyatakan dengan
pasti pentingnya fonologi diakronis yang mengkaji kembali
dikotomi-dikotomi F. de Saussure antara lain dikotomi-dikotomi yang memisahkan
dengan tegas sinkronis dan diakronis.
Andre Martinet banyak mengembangkan teori-teori aliran Praha.
Dengan tulisannya tentang netralisasi dan segmentasi dan telah
memperkaya dalam pengembangan studi linguistik, terutama fonologi
26 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
ia menerapkan metode dan linguistik modern,ia juga menaruh
perhatian yang luar biasa pada kenyataan bahasa aktual.
Gagasan Jakobson merupakan pengembangan dari
pemikiran-pemikiran aliran Praha. Selain fungsi linguistik sebagai ciri khas
sekolah Praha, Jakobson juga menyoroti fungsi-fungsi unsur tertentu
dan fungsi-fungsi aktivitas linguistik itu sendiri. Jakobson memandang
suatu tindak linguistik dari enam sudut, yaitu (1) dalam hubungan
dengan pembicara, (2) pendengar, (3) konteks, (4) kontak, (5) kode,
dan (6) pesan. Sehingga ditemukan enam fungsi, yaitu: (a) ekspresif,
berpusat pada pembicara, yang ditujukan oleh interjeksi-interjeksi; (b)
konatif, berpusat pada pendengar, yang ditujukan oleh vokatif dan
imperatif; (c) denotatif, berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh
pernyataan-pernyataan faktual, dalam pelaku ketiga, dan dalam
suasana hati indikatif; (d) phatic, berpusat pada kontak, yang ditujukan
oleh adanya jalur yang tidak terputus antara pembicara dan
pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan melalui telepon, kata-kata
‘hello, ya..ya…, heeh’ yang dipergunakan untuk membuat jelas bahwa
seseorang masih mendengarkan dan menunjukan jalur percakapan
tidak terputus; (e) metalinguistik, berpusat pada kode; yang berupa
bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus
atau lambang tertentu; dan (f) puitis, berpusat pada pesan.
Selanjutnya, gagasan dan pandangan Jakobson lain adalah telaah
tentang aphasia dan bahasa kanak-kanak. Aphasia yang dimaksud
adalah gejala kehilangan kemampuan menggunakan bahasa lisan baik
sebagian maupun seluruhnya, sebagai akibat perkembangan yang
salah. Gangguan afasik dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: (1)
similarity disorders, yang mempengaruhi seleksi dan subtitusi item,
dengan stabilitas kombinasi dan konstektur yang bersifat relatif; dan
(2) contiguity disorders, yang seleksi dan subtitusinya secara relatif
normal sedangkan kombinasi rusak dan tidak gramatikal, urutan kata
kacau, hilangnya infleksi dan preposisi, konjungsi, dan sebagainya
Jakobson juga menekankan pentingnya korelasi-korelasi fonologis
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 27 buku Jakobson dan Halle Fundamentals of Language, 1956,
menyatakan ciri-ciri expressive, configurative, dan distinctive:
expressive, meletakan tekanan pada bagian ujaran yang berbeda atau
pada ujaran yang berbeda; menyarankan sikap emosi
pembicara;configurative, menandai bagian ujaran ke dalam
satuan-satuan gramatikal, dengan memisahkan ciri kulminatif satu persatu,
atau dengan memisahkan membatasinya (ciri-ciri
demarkatif);Distinctive, bertindak untuk memperinci satuan-satuan
linguistik, ciri-ciri itu terjadi secara serempak dalam untaian, yang
berujud fonem. Fonem-fonem dirangkaikan ke dalam urutan; pola
dasar urutan serupa itu berujud suku kata. Dalam setiap suku kata
terdapat bagian yang lebih nyaring yang berupa puncak. Puncak itu
berisi dua fonem atau lebih, maka salah satu darinya adalah puncak
fonem atau puncak suku kata.
Andre Maertinet, mengembangkan teori-teori mengenai fonologi
deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum merupakan
sumbangan pemikiran bagi linguistik modern. Fonologi sebagai fonetik
fungsional harus berdasarkan fakta-fakta dasar atau mengetahui
fungsi-fungsi perbedaan bunyi bahasa sebagaimana mestinya.
Martinet mencurahkan perhatian pada fonologi diakronis, dengan
mencoba membuat deskripsi murni, fonologisasi dan defonologisasi
direkam, disertai keterangan tentang perubahan-perubahan menurut
prinsip-prinsip umum. Kriterium interpretasi dasar diberikan oleh dua
unsur yang berlawanan: (1) efisiensi dalam komunikasi, dan (2)
tendensi pada upaya yang minimum. Ia juga menyatakan analisis
fonem ke dalam ciri-ciri distingtif mengungkapkan adanya
korelasi-korelasi sebuah fonem yang terintegrasi dalam untaian korelatif akan
menjadi stabil. Selain itu, dikembangkan pula artikulasi rangkap yang
menarik dan menggarisbawahi pada fungsi sintaksis sebagai gagasan
yang sentral.
Gagasannya ini berupa kelanjutan wawasan fungsional yang telah
disarankan oleh Sekolah Praha. Fungsi-fungsi bahasa dan
28 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
unsur-unsur, dipelajari untuk menjelaskan perbedaan bahasa dengan
sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam suatu cara
yang sama tetapi tak dapat memiliki fungsi-fungsi yang sama seperti
bahasa. Pandangan struktural itu dapat dirujukkan kembali dengan
pandangan fungsional, tetapi hal itu bagi Martinet adalah pelengkap
logisnya. Pilihan nama fungsional sebagai pengganti struktural,
menunjukkan bahwa aspek fungsional paling membuka pikiran, dan
hal itu tidak mesti dipelajari secara terpisah dari yang lain.
Kemunculan aliran fungsionalisme dalam bidang linguistik merupakan
kontribusi dari berbagai bidang ilmu diantaranya adalah antropologi,
sosiologi, dan psikologi yang menganut strukturalisme. Hal ini dapat
dilihat dari pengaruh besar Saussure hingga Chomsky.
Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Struktural Fungsional.
Fungsionalisme adalah gerakan dalam linguistik yang berusaha
menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya dan
beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan
konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari mekanisme itu
sendiri. Wujud bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat
dipisahkan dari tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar.Konsep
utama dalam fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam
bahasa. Sikap fungsionalistis terhadap fungsi bahasa sebagai berikut.
a. Analisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk.
b. Sudut pandang pembicara menjadi perspektif analisis.
c. Deskripsi yang sistematis dan menyeluruh tentang hubungan antara
fungsi dan bentuk.
d. Pemahaman atas kemampuan komunikatif sebagai tujuan analisis
bahasa.
e. Perhatian yang cukup pada bidang interdisipliner, misalnya
sosiolinguistik dan penerapan linguistik pada masalah praktis,
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 29
3.1 Keunggulan Linguistik Fungsional
Aliran lingustik fungsional memiliki keunggulan sebagai berikut.
a. Pada khasanah kebahasaan, linguistik Fungsional, sangat
mempengaruhi tata bahasa dalam khasanah perkembangan
linguistik sebelumnya, sekaligus membuka cakrawala baru agar
aspek fungsional menjadi pertimbangan penelitian bahasa. Dengan
menelurkan istilah fungsional, praktis landasan yang digunakan
dalam melihat bahasa berdasarkan fungsi, khususnya tataran
fonologi, morfem, dan sintaksis.
Keunggulan aliran ini adalah kita dapat mengetahui bahwa setiap
fonem (bunyi) itu memiliki fungsi, sehingga dapat, membedakan arti.
Setiap monem (istilah Martinet) yang diartikulasikan memiliki isi dan
ekspresi, dengan begitu dapat dilihat fungsinya. Kemudian pada
tataran yang lebih besar yaitu sintaksis, aliran ini menekankan pada
fungsi preposisi dan struktur kalimat, maksudnya unsur linguistik
dalam sebuah kalimat dapat dijelaskan dengan merujuk pada fungsi
sehingga ditemukan pemahaman logis yang utuh. Jadi, aliran ini
telah berhasil melihat setiap komponen bahasa berdasarkan fungsi
dan menginspirasi gagasan adanya relasi antara struktur dan fungsi
bahasa.
b. Sementara dalam dunia sastra, gagasan Jakobson tentang enam
fungsi bahasa menjadi pijakan dalam menelaah karya sastra.
Idenya tersebut melahirkan istilah model komunikasi sastra, yang
memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya sastra.
Model ini banyak diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam
wacana baik wacana ilmiah maupun non ilmiah, sastra maupun non
sastra.
3.2 Kelemahan Linguistik Fungsional
Aliran lingustik fungsional memiliki kelemahan sebagai berikut.
a. Gagasan fungsional tidak menyentuh secara mendalam komponen
fungsional untuk menentukan makna dalam penelitian bahasa,
seperti pada tataran sintaksis hanya menyebutkan adanya fungsi
30 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
apa saja yang tercakup di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana
menyusun kalimat yang benar berdasarkan fungsi pun tidak jelas.
Demikian halnya pada tataran fonologi dan morfologi. Jadi,
kelemahan aliran ini adalah tidak mampu menguraikan fungsi unsur
linguistik lebih rinci, khsususnya .pada tataran sintaksis. Dalam
struktur kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen
apa saja yang tercakup dalam aspek fungsional pada kalimat.
Sebagaimana kita ketahui ada fungsi lain dalam kalimat yaitu fungsi
semantis dan fungsi pragmatis.
b. Sementara dalam dunia sastra, fungsi bahasa yang dinyatakan oleh
Jakobson, ketika diterapkan dalam menganalisis karya sastra
memiliki kekurangan. Model komunikasi sastra Jakobson tidak
memperhatikan potensi kebahasaan yang lain seperti mengabaikan
relevansi sosial budaya. Padahal, sosial budaya memainkan
peranan penting dalam memahami makna bahasa, terlebih dalam
karya sastra karena di dalamnya melibatkan aspek sosio cultural
yang sangat kental. Mengacu pada model komunikasi sastra, karya
sastra hanya bertumpu pada pesan yang disampaikan, padahal
pemahaman karya sastra sangat tergantung pada pemahaman
pembaca. Adanya unsur keterkaitan intertektualitas dan
intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu diperhatikan,
karena setiap karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri.
4. Pengembangan Materi Berdasarkan Aliran Linguistik
Struktural, Deskriptif, dan Fungsional dalam Pembelajaran
Bahasa
a. Aliran Linguistik Struktural
1) Signifiant dan Signifie
Hubungan antara signifiant dan signifie sangat erat, karena keduanya
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 31 Contoh:m/, /e/, /j/, /a/
(signifiant)
Meja (tanda linguistik)
‘sejenis perabot rumah tangga/kantor
(signifie)
2) Hubungan sintagmatik dan paradigmatik
a) Hubungan sintagmatik dalam tataran fonologi tampak pada urutan
fonrm-fonem dalam sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa
merusak makna kata itu.
Contoh : /k, i, t, a/ ; /a/t/i/k ; /t/i/k/a/ ; /k/a/t/I; /i/t/a/k/
Apabila urutannya diubah maka maknanya akan berubah, atau
tidak bermakna sama sekali.
b) Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan
morfem-morfem pada suatu kata. Ada kemungkinan maknanya
berubah tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali.
Contoh : segitiga ≠ tigasegi; barangkali ≠ kalibarang; tertua ≠tuater.
c) Hubungan sintakmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan
kata yang mungkin dapat diubah tetapi mungkin juga tidak dapat
ubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut atau menyebabkan
tak bermakna sama sekali.
Contohnya:
Evi membeli tas baru
Evi baru membeli tas
Membeli Evi tas baru
Baru Evi membeli tas
32 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
contoh :antar bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata
rata, kata, bata, mata, dan data.
e) Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi
contoh : prefiks me-di-, pe-,dan te- yang terdapat pada kata-kata
merawat, dirawat, perawat, dan terawat.
f) Hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis dapat dilihat pada
contoh antara kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat,
dan objek.
Contoh : Ani menulis surat
Ani makan bakso
Dia memakai sepatu
Berikut ini contoh analisis kalimat berdasarkan aliran struktural
a. Model Nida
1) Saya membuka pintu
Saya membuka pintu
2) Ibu membuat bolu
Ibu membuat bolu
3) Saya menyampaikan pesan kepada adik
Saya menyampaikan pesan kepada adik
Saya menyampaikan pesan kepada adik
Saya menyampaikan pesan kepada kami
4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
5) Kita mengerjakan tugas linguistik
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 33 Kita mengerjakan tugas linguistik
b. Model Hockett
1) Saya membuka pintu.
Saya Membuka Pintu
membuka pintu
Saya membuka pintu
2) Ibu membuat bolu.
Ibu Membuat Bolu
membuat bolu
Ibu membuat bolu
3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.
Saya menyampaikan pesan kepada Adik
Saya menyampaikan pesan kepada adik
Saya menyampaikan pesan kepada adik
Saya menyampaikan pesan kepada adik
4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi.
Kita kuliah Dalam rangka meningkatkan Kompetensi
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
5) Kami mengerjakan tugas linguistik.
Kami Mengerjakan tugas Linguistik
Kami Mengerjakan tugas linguistik
Kami mengerjakan tugas linguistik
Kami mengerjakan tugas linguistik
c. Model Nelson
34 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I {[(saya)[(membuka)(pintu)]]}
2) Ibu membuat bolu.
{[(Ibu)[ (membuat)( bolu)]]}
3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.
{[[(Saya)[( menyampaikan) (pesan)]][(kepada) (adik)]]}
4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi.
{[(Kita)[(kuliah) [[(dalam) (rangka)] [(meningkatkan)
(kompetensi)]]]]}
5) Kami mengerjakan tugas linguistik.
{[(Kami)[[(mengerjakan) (tugas)] (linguistik)]]}
d. Model Wells
1) Saya membuka pintu.
2) Ibu membuat bolu.
3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.
4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi.
5) Kami mengerjakan tugas linguistik.
b. Aliran Linguistik Deskriptif
Menurut lingustik struktural, linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau
menelaah tentang tata bahasa, sedangkan lingustik deskriptif adalah
menggambarkan apa adanya.
Contoh:
1) Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kurikulum Nasional mulai
berdatangan.
2) Dodi Kusmayadi berlibur ke Hawai
3) Ayah pergi
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 35 5) Peserta didik kelas XII mengikuti seminar.
c. Aliran Linguistik Fungsional
Lingustik fungsionalisme merupakan aliran linguistik yang berusaha
menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya. Aliran ini
beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan
konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari mekanisme itu sendiri. Wujud
bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari
tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar.Konsep utama dalam
fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa. Berikut ini
diuraikan pengembangan materi bahasa Indonesia berdasarkan aliran
linguistik fungsional.
Fonologi Morfologi Sintaksis
<baku> /b/, /a/, /k/, /u/
<saku> /p/, /a/, /k/, /u/
Me + tulis
Pe + tulis
Letusan Gunung
Merapi itu telah
menewaskan 200
orang.
1) Jika dilihat dari contoh fonologi, penggunaan fonem /b/ pada kata
<baku> dan /p/ pada <paku> tidak mempunyai makna. Namun karena
diposisikan bersama sebagai pasangan minimal (minimal pairs),
dimana keduanya daerah artikulasi yang sama yakni bilabial, maka
penggunaan fonem /b/ dan /p/ menjadi memiliki fungsi pembeda
makna.
2) Dari aspek morfologi dapat dilihat contoh penggunaan awalan me- dan
pe-. Awalan me-tulis dan pe-tulis memiliki fungsi pembeda. me-tulis
menjadi ‘menulis’ sebagai kata kerja dan pe-tulis menjadi ‘penulis’. Penggunaan morfem bebas atau kata dasar yang sama namun
didahului oleh morfem terikat yang berbeda maka fungsinya pun
menjadi berbeda.
3) Selanjutnya dari tataran sintaksis, kalimat tersebut memiliki struktur
36 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
Merapi/, /menewaskan/, dan /200 orang/. Pemenggalan struktur
kalimat dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unsur.
4) Kemudian penerapan fungsi bahasa menurut Jakobson dapat kita
aplikasikan dalam analisis wacana baik berupa teks maupun non-teks.
Penerapan aliran fungsional dalam bahasa Indonesia tidak
sepenuhnya dapat diterima. Selain adanya konsep bahasa yang
berbeda, namun juga sulit mencari padanan istilah dalam bahasa
Indonesia. Namun, demikian aliran ini sangat mempengaruhi dalam
perkembangan tata bahasa bahasa Indonesia. Dengan mengenal
fungsional maka kita mengetahui fungsi bahasa bukan hanya sebagai
sistem ‘langue’ (istilah Sassure), tetapi juga dalam bentuk tuturan ‘parole’.
5) Dalam ranah kesusastraan, enam fungsi bahasa dapat dimanfaatkan
untuk menelaah karya sastra. Model komunikasi sastra yang lebih
dikenal dengan model komunikasi Jakobson dapat digunakan dalam
kajian, puisi, novel, drama, dan hal lain yang menggunakan bahasa.
Jadi, sebagai pijakan awal dalam mengkaji bahasa baik dalam sastra
mapun linguistik, enam fungsi bahasa dapat diterapkan dalam analisis
bahasa Indonesia. Kendati demikian, sangat diperlukan adanya
pengembangan konsep dan gagasan yang dapat menjawab
problematika kebahasaan secara tuntas.
D. Aktivitas Pembelajaran
1.
Pendahuluan
Silakan Anda pahami tujuan, kompetensi, dan indikator pencapaian
kompetensi pada kegiatan pembelajaran ini supaya pembelajaran lebih
terarah dan terukur.
2.
Curah Pendapat
Pada kegiatan ini Anda diminta untuk menanyakan berbagai masalah
yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Sebagai langkah
awal dan agar kegiatan curah pendapat berjalan dengan baik, Anda dapat
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 37
3. Telaah Materi
Peserta dibagi menjadi tiga kelompok besar dan diberi nama sesuai aliran
lingusitik yang akan dipelajari, yaitu kelompok struktural, kelompok
deskriptif, dan kelompok fungsional. Kelompok kesatu membaca,
mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan alian
struktural. Kelompok kedua membaca, mengkaji, dan menelaah sumber
belajar yang berhubungan dengan alian deskriptif. Kelompok ketiga
membaca, mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan
dengan alian fungsional. Setelah itu, setiap kelompok membaca,
mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan hal
yang ingin dipahami tersebut. Adapun sumber belajar yang dirujuk adalah
bahan bacaan yang terdapat pada bagian uraian materi dan sumber
belajar lainnya yang relevan. Setelah itu, setiap kelompok memilih dua
orang juru bicara untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada kelompok
lain. Anggota kelompok lainnya berkeliling menemui kelompok lainnya
untuk memahami aliran lingusitik yang didiskusikan oleh kelompok
tersebut. Selanjutnya, setiap kelompok mendiskusikan kembali hasil
penjelasan dari kelopok lain dan membuat laporan secara utuh tentang
aliran-aliran linguistik. Silakan Anda kerjakan LK 1.1 sebagai laporan hasil
diskusi.
4. Laporan dan Konfirmasi
Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi dan kelompok lain
bertanya atau memberikan tanggapan. Setelah itu, peserta menyimak
penguatan dari fasilitator.
• Masihkah Anda ingat apa yang dimaksud dengan aliran linguistik? Coba
Anda sebutkan!
• Perlukah guru bahasa Indonesia mengetahui aliran-aliran
linguistik?Mengapa?
• Bagaimanakan pengembangan materi pembelajaran bahasa berdasarkan
38 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I
5. Diskusi Kasus
Bacalah kembali contoh analisis pengembangan materi beberapa aliran
linguistik. Setelah itu, silakan Anda diskusikan kasus yang terdapat pada
LK 1.2
6. Laporan dan Konfirmasi Kasus
Masing-masing kelompok menukarkan hasil diskusinya. Secara
bergantian masing-masing kelompok membacakan hasil diskusi kelompok
lain dan mengomentarinya. Kelompok lain ikut mengomentari. Kelompok
asal menanggapi. Setelah itu, peserta menyimak penguatan dari
fasilitator. Hasil kerja atau diskusi dikembalikan ke kelompok asal dan
diperbaiki sesuai dengan masukkan.
7. Penutup
Setelah mengerjakan semua LK, Anda dapat mencocokan jawaban
dengan kunci jawaban yang tersedia untuk mengukur dan menilai
ketuntasan pembelajaran. Langkah terakhir silakan Anda melakukan
kegiatan refleksi dengan menjawab pertanyaan pada bagian umpan balik
dan tindak lanjut.
E. Latihan/Kasus/Tugas
LK 1.1 Pemahaman Konsep
Diskusikan dan isilah pertanyaan-pertanyaan berikut
No Pertanyaan Jawaban
1 Tulislah lima tokoh
aliran struktural !
2 Jelaskan tiga ciri-ciri
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 39 3 Jelaskan pokok-pokok
pandangan aliran
deskriptif menurut
Boas!
4 Jelaskan kelebihan
dan kekurangan aliran
deskriptif!
5 Jelaskan enam fungsi
bahasa dalam
linguistik fungsional!
6 Jelaskan hubungan
antara signifiant dan
signifie sehingga
menunjukkan
kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan
disertai dengan
contoh!
7 Jelaskan hubungan
sintagmatik dan
pa