• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Bina SMA-SMK KK I Prof

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modul Bina SMA-SMK KK I Prof"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

GURU PEMBELAJAR

MODUL

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK)

Kelompok Kompetensi I

Profesional

: Aliran-aliran Linguistik

Pedagogik

: Pemanfaatan dan Pelaporan Hasil

Penilaian

Penulis:

Endang Kurniawan, M. Pd., dkk.

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(2)

Penulis

1. Endang Kurniawan, M. Pd. HP. 081314544113,

e-mail: kangendangk@yahoo.com

2. Ernawati, S.Pd., M.Pd. Hp. 085793846974 e-mail:

ernawatikhatulistiwa112@gmail.com

3. Sumiati, M. Pd. HP. 085252660815

e-mail: sumiatisyafiuddin@gmail.com

Penelaah:

1. Dr. Yeti Mulyati, M.Pd HP. 087821486596,

e-mail:yetimulya@yahoo.com

2. Drs. Krisanjaya, M.Hum. HP. 0818157653

e-mail:ksanjaya@yahoo.com

Copyright © 2016

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Bahasa, Direktorat Jederal Guru dan Tenaga Kependidikan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(3)

i

(4)
(5)

iii

(6)
(7)

KOMPETENSI PROFESIONAL

ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(8)
(9)

vii

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ... i

KATA PENGANTAR ... Iii DAFTAR ISI ... Vii PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 1

C. Peta Kompetensi ... 1

D. Ruang Lingkup ... 2

E. Cara Penggunaan Modul ... 2

KEGIATAN PEMBELAJARAN : ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK ... 5

A. Tujuan ... 5

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Tujuan ... 5

C. Uraian Materi ... 5

D. Aktivitas Pembelajaran ... 36

E. Latihan/ Kasus/Tugas ... 38

F. Rangkuman ... 40

G. Umpan Balik/ Tindak Lanjut ... 40

H. Kunci Jawaban Latihan/ Kasus/Tugas ... 41

PENUTUP ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

GLOSARIUM ... 51

(10)
(11)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Modul ini ditujukan untuk peserta diklat guru pembelajar bagi guru bahasa

Indonesia SMA pada kelompok kompetensi I. Modul ini pada dasarnya

adalah sarana peningkatan kompetensi guru, khususnya salah satu

kompetensi profesional dengan merujuk pada Permendiknas No. 16 Tahun

2007 tentang Standar Kompetensi Guru.

Kegiatan belajar pada topik ini dirancang dengan menggunakan pendekatan

angragogi dengan metode diskusi dan penugasan. Semua kegiatan tersebut

dapat dilakukan baik dalam pembelajaran langsung maupun tidak langsung.

B. Tujuan

Setelah mempelajari seluruh kegiatan pembelajaran pada modul ini, Anda

diharapkan mampu memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran

linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa.

C. Peta Kompetensi

Kompetensi yang akan dicapai atau ditingkatkan melalui modul ini mengacu

pada kompetensi Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 sebagai berikut.

Kompetensi

Utama Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Guru Mapel (KG)

Profesional 20. Menguasai materi,

struktur, konsep, dan pola

pikir keilmuan yang

mendukung mata

pelajaran yang diampu.

20.1. Memahami konsep, teori,

dan materi berbagai

aliran linguistik yang

terkait dengan

pengembangan materi

(12)

2 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pembelajaran pada bagian ini adalah pemahaman terhadap

aliran-aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi ajar

pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu aliran struktural, fungsional, dan

deskripti. Pembelajaran diawali dengan penjabaran tujuan, kompetensi dan

indkator. Selanjutnya, agar tujuan tersebut dapat dicapai dengan maksimal,

modul ini menjabarkan materi dan bagaimana pembelajarannya dalam

bentuk aktivitas pembelajaran yang dilengkapi dengan lembar kerja atau

tugas. Di akhir pembelajaran modul ini disajikan evaluasi berupa tes untuk

mengukur ketercapaian atau hasil belajar.

E. Cara Penggunaan Modul

Modul ini pada dasarnya disusun sebagai pedoman bagi Anda untuk

mempelajari materi pedagogik, khususnya pemanfaatan hasil penilaian

dalam upaya meningkatkan kemampuan diri dan memperbaiki kualitas

pembelajaran,baik dilakukan dalam kegiatan tatap muka maupun kegiatan

mandiri.

Cara menggunakan modul ini adalah sebagai berikut.

1. Gunakan modul ini secara berurutan bagian per bagian dimulai dari

pengantar, pendahuluan, kegiatan-kegiatan hingga glosarium.

2. Bacalah pendahuluan modul ini, cermatilah setiap tujuan, peta

kompetensi dan ruang lingkupnya.

3. Ikutilah langkah-langkah aktivitas pembelajaran dan model/teknik

pembelajaran yang digunakan pada setiap kegiatan pembelajaran dalam

modul ini.

4. Gunakan LK-LK yang telah disediakan untuk menyelesaikan setiap

tugas/latihan/studi kasus yang diminta. Melalui kegiatan-kegiatan

pembelajaran yang dilakukan, Anda diharapkan dapat menghasilkan produk

(13)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 3 a. portofolio hasil belajar

b. rencana tindak lanjut untuk pelaksanaan PKB Guru.

c. evaluasi akhir setiap modul

Pada prinsipnya aktivitas pembelajaran dalam modul ini menuntut partisipasi

aktif Anda agar alur kegiatan belajar dapat dilaksanakan. Tujuan yang

(14)
(15)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 5

KEGIATAN PEMBELAJARAN

ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK

A. Tujuan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat memahami dan

mengembangkan materi pembelajaran bahasa berdasarkan aliran struktural,

deskriptif, dan fungsional.

B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian Kompetensi

Kompetensi Guru Indikator

20.1. Memahami

konsep, teori,

dan materi

berbagai aliran

linguistik yang

terkait dengan

pengembangan

materi

pembelajaran

bahasa.

20.1.1 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran

struktural yang terkait dengan pengembangan

materi pembelajaran bahasa.

20.1.2 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran

deskriptif yang terkait dengan pengembangan

materi pembelajaran bahasa.

20.1.3 Menjelaskan konsep, teori, dan materi aliran

fungsional yang terkait dengan pengembangan

materi pembelajaran bahasa.

20.1.4 Mengembangkan materi pembelajaran bahasa

berdasarkan aliran struktural.

20.1.5 Mengembangkan materi pembelajaran bahasa

berdasarkan aliran deskriptif.

20.1.6 Mengembangkan materi pembelajaran bahasa

berdasarkan aliran fungsional.

C. Uraian Materi

1. Aliran Struktural

Aliran linguistik struktural mempunyai asumsi dan hipotesis tentang bahasa

berdasarkan pada hasil pemakaian yang otonom. Asumsi dan hipotesis

(16)

6 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

maupun yang tertulis. Teori kebahasaan struktural lebih mendasarkan diri

pada data-data bahasa yang empiris. Hal Ini berarti dapat dimulai dari

perekaman bahasa yang diujarkan.

Pada awal abad XX di Perancis lahir aliran linguistik struktural. Aliran ini

lahir bersamaan dengan diluncurkannya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure tahun 1916. Ferdinad de Saussure(1857-1913) yang juga dikenal sebagai Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak

Linguistik Modern dengan pandangan-pandangan yang dimuat dalam

bukunya. Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai

konsep: (1) telaah sinkronik (mempelajari bahasa dalam kurun waktu

tertentu saja) dan diakronik (telaah bahasa sepanjang masa), (2)

perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda

yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu

masyarakat bahasa, sifatnya abstrak, sedangkan parole sifatnya konkret

karena parole tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang

yang satu dengan orang lain, (3) membedakan signifiant dan signifie.

Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul

dalam alam pikiran (bentuk), signifie adalah pengertian atau kesan makna

yang ada dalam pikiran kita (makna), (4) Hubungan sintagmatik dan

paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan antara

unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara

berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik adalah hubungan

antara unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan

unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan

(Chaer, 2003:346). Tokoh-tokoh lain yang merupakan penganut teori ini

adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason,

Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy,

Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.

1.1 Ciri-ciri Aliran Struktural

Berdasarkan asumsi dan hipotesis umum yang melandasi teori

(17)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 7 a. Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini

berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (

stimulus-response).

b. Bahasa berupa ujaran artinya hanya ujaran saja yang termasuk

dalam bahasa.

c. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang

arbitrer dan konvensional. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa

pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan

signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda

yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga

makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang

berupa bunyi ujar.

d. Bahasa merupakan kebiasaan (habit), dalam hal ini pengajaran

bahasa menggunakan metode drill and practice yakni suatu

bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan, dan

berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.

e. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.

f. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi mulai dari yang

morfem sampai menjadi kalimat.

g. Analisis dimulai dari bidang morfologi.

h. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik

i. Analisis bahasa secara deskriptif.

Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung, yaitu unsur

yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat

model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett,

model Nelson, dan model Wells.

1.2 Pernyataan Pokok Aliran Struktural

Asumsi Ferdinand De Saussure yang terkenal dan merupakan dasar

kajian ailran struktural adalah bahwa bahasa merupakan realitas

(18)

8 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga

pendekatannya sering disebut Structural Linguistics. Hal tersebut

dikembangkan ke dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu (a)

dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form) dan

substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan

Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik

dan hubungan paradigmatik.

Ferdinand de Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai

fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah istilah dari pendiri sosiologi,

untuk mengacu pada fenomena gagasan-gagasan ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu yang berada di luar fenomena

psikologis maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau

aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional adalah

kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan

bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah sistem

hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem

hukum atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena

fisikal atau parole, sedangkan sistem umumnya adalah langue atau

‘bahasa’. Data konkret parole diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan bahasa setiap orang

berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri

seseorang tetapi lengkap dan secara sempurna bahasa hanya di

dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa

minda kolektif maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh

Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu

pendekatan ‘individualisme metodologis’ yang berseberangan

dengan pendekatan Durkheim‘kolektivisme metodologis’.

1.3 Enam Dikotomi tentang Bahasa 1.3.1 Sinkronik-Diakronik

Gagasan Ferdinad de Saussure dapat digunakan sebagai

acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik

(19)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 9 dilakukan agar dapat memotret pada suatu waktu tertentu

diperlukan pemahaman tentang bahasa itu untuk satu

rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat ditelaah dari

“keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan

waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu

sederhana karena hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa

yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang

lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.

1.3.1.1 Sinkronik

Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang

berarti dengan, dan khronos yang berarti waktu/masa.

Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari

bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah

rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat

horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa

pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya mempelajari

bahasa Indonesia di masa reformasi saja.

Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara

sinkronis amat perlu, meskipun beliau banyak

berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian

sinkronis bahasa mengandung kesistematisan tinggi,

sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian sinkronis justru

lebih serius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’ seperti sistem permainan catur. Setiap buah catur

(setara dengan suatu unit bahasa) memiliki tempat

tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan buah

catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri.

1.3.1.2 Diakronik

Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang

berarti melalui, dan khronos yang berarti waktu, masa.

(20)

10 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa.

Linguistik diakronis adalah semua yang memiliki ciri

evolusi. Ada berbagai contoh untuk melukiskan

dualisme intern (sinkronis dan diakronis),

Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa,

maka yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet

“peristiwa” dan merupakan parole. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara

unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran

kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang

lain tanpa membentuk sistem di antara mereka.

Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi

hubungan-hubungan logis dan psikologis yang

menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan

membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran

kolektif yang sama.

1.3.2 Bentuk-substansi

Dikotomi antara bentuk dengan substansi menekankan bahwa

kajian linguistik harus ditinjau dari segi bentuk dan substansi.

Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih penting.

Oleh karena itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur

(langsung atau tidak langsung) sangat bergantung pada nilai

unsur lain.

1.3.3 Signifie-signifiant

Bahasa adalah alat komunikasi di dalam masyarakat yang

menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami secara

konvensional oleh anggota masyarakat bahasa tersebut. Tanda

bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur

citra akustik (signifiant/petanda) dan unsur konsep

(signifie)/penanda). Hubungan kedua unsur ini didasari

konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur ini terdapat di

(21)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 11 Saussure berpendapat bahwa bahasa meliputi suatu himpunan

tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (bunyi

ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu tidak dapat

dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya

kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa

tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat

dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada

ataupun konsep-konsep yang ada.

1.3.3.1 Signifie

Signifie adalah makna suatu bahasa. Signifie (penanda)

merupakan pengertian atau kesan makna yang ada

dalam pikiran kita. Setiap tanda tidak dapat dipisahkan

dari tanda yang lain baik lafal maupun maknanya.Dari

segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran

dalam jiwa manusia. Dari segi fisik, bahasa adalah

getaran udara yang lewat suatu tabung dalam alat

bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan

antara totalitas pikiran dalam jiwa dan getaran yang

dibuat manusia melalui alat-alat bicaranya. Misalnya

gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia),

table (Inggris).Apabila ada orang berujar meja dan kita

mendengar rentetan bunyi /m, e, j, a/ itulah yang disebut

signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah

meja disebut signifienya, yaitu sebuah prabot rumah

tangga/kantor berkaki, permukaannya datar, bisa

berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya

tentang meja.

1.3.3.2 Signifiant

Bahasa adalah sistem lambang dan lambang itu sendiri

(22)

12 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

(signifie). Signifiant merupakan bentuk bahasa yang

terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga

sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud

dasar sistem fonologi suatu bahasa. Jadi, signifiant

(penanda) merupakan citra bunyi atau kesan psikologis

bunyi yang timbul dalam pikiran kita.

1.3.4 Individu-sosial

Dikotomi antara individu dan sosial, Saussure mengatakan

bahwa perilaku berbahasa anggota masyarakat sangat

ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri perilaku berbahasa

masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya.

Perbedaan perilaku individu tidak akan menyimpang dari

perilaku kolektif yang ada pada kelompok.

1.3.5 Langue-parole

Dikotomi antara langue dan parole sebagai bukti bahwa bahasa

merupakan realitas sosial. Sebagai realitas sosial bahasa

sangat terikat oleh collective mind bukan individual mind.

Sebagai collective mind, bahasa merupakan perpaduan antara

parole dan langue. Parole mengacu pada tindak ujar dalam

situasi yang sesungguhnya oleh masing masing individu.

Langue ialah sistem bahasa yang dipakai secara

bersama-sama oleh masyarakat penuturnya yang membedakan

kompetensi dari performance. Pembedaan tersebut tampak ada

kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh

Saussure. Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan konsep

Linguistic Competence yang diperkenalkannya dengan konsep

langue. Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut

berbeda.

Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak. Sistem ini

(23)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 13 suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan

suatu sistem peraturan yang umum dan mendasari semua

ujaran nyata. Langue merupakan totalitas dari sekumpulan

fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa

dan merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak

setiap individu.

Langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang

diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat

bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan

menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan

masyarakat serta bersenyawa dengan kehidupan masyarakat

secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole

merujuk pada cara pembicara menggunakan bahasa untuk

mengekspresikan dirinya. Jadi, masyarakat merupakan pihak

pelestari langue.

Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut.

Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret;

tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna

rungu). Langue adalah suatu sistem tanda yang

mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini,

gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata

pergi! dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan

abjad tuna rungu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda

militer.

Langue seperti permainan catur, apabila buah caturnya

dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau,

demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah,

maka akan menimbulkan makna yang lain. Misalnya: saya

makan nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya,

maka akan menjadi rancu.

Langue perlu agar parole dapat saling dipahami; dan parole

(24)

14 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!”

adalah parole, tetapi ia juga termasuk langue karena sistem

tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir

secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di

dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus yang eksemplarnya

identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi,

langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu.

Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan

konvensional. Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan secara sama oleh

orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua

masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah langue adalah tata

bahasa + kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil

dan sistematis.

Parole merupakan bahasa tuturan, bahasa sehari-hari, artinya

parole merupakan keseluruhan dari apa yang diajarkan orang,

termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari

pilihan penutur dan pengucapan-pengucapan yang diperlukan

untuk menghasilkan konstruksi individu berdasarkan pilihan

bebas juga. Parole perwujudan langue pada individu. Parole

merupakan manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan

fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang

sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur.

Parole bersifat heterogen. Unsur-unsur parole dibedakan

kedalam beberapa bagian, seperti : (1) kombinasi-kombinasi

kode bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk

mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang,

kataku, perang! Kalimat ini jika diucapkan oleh orang yang

sama pun, hasilnya akan berbeda dalam penyampaiannya

karena pelafalannya pun berbeda, kata perang pertama

dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua; (2)

mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang

(25)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 15 membuat langue berubah. Jadi, antara langue dan parole

saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Parole

dapat dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan dilafalkan secara berbeda, baik orang yang

sama maupun oleh banyak orang.

1.3.6 Sintakmatik-Paradigmatik

Hubungan sintakmatik ialah hubungan dalam rantai ujaran yang

ada dan nyata dalam tutur. Hubungan ini paling kurang dua atau

lebih unit bahasa. Dalam hubungan ini kata-kata bersatu demi

kesinambungan, hubungan didasari pada tuturan yang linier.

Perhatikan contoh kalimat berikut!

Kuda dibeli paman.

Kalimat tersebut terbentuk dari unsur-unsur kata. Unsur-unsur

itu mempunyai hubungan yang tetap. Kita tidak dapat

menempatkan unsur-unsur kata itu semau kita. Kita tidak

pernah mendengar orang mengatakan:

Kuda dibeli paman

Paman dibeli kuda

Kuda paman dibeli

Hubungan yang terdapat antara unsur-unsur kata dalam

contoh di atas adalah hubungan yang terdapat dalam tataran

kalimat. Hubungan sintakmatik diuji dengan cara

permutasi, yaitu perubahan urutan satuan-satuan unsur

bahasa. Hubungan sintagmatik dapat terjadi pada setiap

tataran analisis bahasa. Hubungan sintagmatik

menunjukkan hubungan makna dan fungsi antara satuan

bahasa sesuai tataran.

a. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi

Urutan fonem dalam kata pada umumnya tidak dapat

diubah. Di sini ada hubungan sintagmatik tertentu antara

(26)

16 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

ina i / n / a

ana a / n / a

ika i / k / a

eka e /k / a

Urutan fonem pada kata ina, ani, ika, eka tidak bertukar

posisi karena akan mengubah makna. Jadi urutan fonem

pada kata tersebut harus tetap.

b. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi

Contoh hubungan sintakmatik pada tataran morfologi dapat

dilihat dari bentuk morfem. Urutan morfem dalam kata pada

umumnya tidak dapat diubah, contohnya:

meN-panggil tidak dapat diubah urutannya menjadi

panggil-meN

meN-suruh dak dapat diubah urutannya menjadi suruh-meN

meN-kirim tidak dapat diubah urutannya menjadi kirim-meN

meN-sampaikan tidak dapat diubah urutannya menjadi

sampaikan –meN

c. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis

Unsur-unsur kalimat pada pertanyaan di atas

mempunyai hubungan yang tetap, polanya tidak bisa

diubah.

Kalimat ’Ina memanggil Nana’ tidak dapat dipermutasi, yaitu diubah urutan satuan-satuan unsur bahasanya.

Tidak bisa menjadi Nana memanggil Ina.

Begitu juga pada kalimat

Ana menyuruh Eno.

Ika mengirim barang.

Eka menyampaikan surat.

Namun, dapat pula urutan kata dalam kalimat boleh diubah

tanpa mengubah arti, bergantung pada adanya

hubung-an sintagmatik. Lihat contoh berikut:

Kemarin dia datang.

(27)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 17 Dia kemarin datang.

Keterjalinan hubungan pada tataran sintaksis ditentukan

oleh letak hubungan antarunsurnya. Dalam kaitan dengan

peran dan fungsi gramatikal pada satu pihak dan makna

gramatikal pada pihak yang lain, kita dapat mengajukan dua

kemungkinan. Pertama, hubungan sintagmatik itu telah

menemukan peran dan fungsi gramatikal bentuk-bentuk

bahasa itu. Ini berarti perubahan letak hubungan akan

membawa perbedaan dalam peran dan fungsi gramatikal.

Jadi, letaknya tidak boleh ditukar-tukar.

Contoh:Ina memanggil Nana dan Nana memanggil Ina.

Perubahan tempat Ina dan Nana sudah membawa peran

dan fungsi yang lain. Dan ini membawa pula perbedaan

makna. Ini berarti hubungan sintagmatik ini telah baku dan

konstan. Ia bersifat tertutup dan tetap. Kedua, hubungan

sintagmatik bersifat labil. Ini berarti tempat unsur-unsur itu

dapat ditukar-tukar tanpa membawa perbedaan makna yang

esensial. Ia hanya membawa perbedaan makna dalam

bentuk pementingan atau penekanan atau pengutamaan.

Umpamanya kalimat Kemarin dia datang dan Dia datang

kemarin biasanya unsur yang dapat ditukar-tukarkan

tempatnya itu adalah unsur-unsur yang berada di luar pola

dasar.

Di samping hubungan sintakmatik, analisis bahasa dapat

dikaji dengan hubungan paradigmatik. Hubungan

paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan

adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu

lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik

(horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya

kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang

lebih besar.Contoh. Budi menendang bola adalah deretan

(28)

18 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa

Indonesia, tetapi hubungan sintaksis subjek—predikat-objek. Meskipun urutan itu diubah, fungsi gramatikal tetap misalnya

Bola-Budi-tendang; Tendang-bola-Budi.

Pada kalimat Budi menendang bola terbentuk dari unsur

Budi, menendang, bola yang masing-masing menempati

ruang kosong yang kemudian disebut gatra. Kaidah (langue)

bahasa Indonesia gatra dapat diisi dengan unsur bahasa

tertentu saja. Jadi, gatra adalah ruang kosong yang terdapat

sebelum, di tengah, dan sesudah tanda hubung.

Pada contoh kalimat di atas, dapat kita sebut gatra [1] - [2] -

[3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan

dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi oleh kata tertentu

sesuai dengan kaidah. Dalam contoh yang sama

Budi-menendang-bola, gatra [1] yang diisi Budi bisa diisi Ali,

Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu

tidak dapat berada di ruang dan waktu yang sama. Kata-kata

itu hanya bisa diasosiasikan secara in absentia. Hubungan

itu dikatakan hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada

dalam relasi asosiatif. Kata-kata yang mengisi gatra

tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam paradigma

yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata

menendang bisa diisi kata mengambil, melempar,

menyembunyikan, membuang; bola bisa isi dengan kata

batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut

relasi paradigmatik.

Pada tataran langue setiap penutur bahasa menguasai

semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang

tergolong-golong dalam paradigma dan unsur-unsur itu

saling membedakan. Jejaring inilah yang disebut sebagai

sistem bahasa. Berikut ini analisis hubungan paradikmatik.

(29)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 19 Fonem /i/ dalam kataina mempunyai hubungan

para-digmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya,

seperti fonem /a/ pada kata ana begitu juga fonem /i/

dalam kata ika mempunyai hubungan paradigmatik

dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti

fonem /e/ pada kata eka.

Contoh lain : fonem /t/ padakata tari dapat digantikan oleh

fonem seperti fonem /d/, /c/, dan /j/ pada kata

t tari

d dari

c cari

j jari

e. Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi

memanggil

menyuruh

mengirim

menyampaikan

Morfem meN- dalam kata memanggil mempunyai hubungan

paradigmatik dengan morfem men pada kata memanggil,

menyuruh, mengirim dan menyampaikan . Contoh lain morfem

meN- berelasi paradigmatik dengan morfem di-, ter-,

ataupe- pada kata

meN- melukis

di- dilukis

ter- terlukis

pe- pelukis

f. Hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis

Ina memanggil Nana

Ana menyuruh Eno

Ika mengirim barang

(30)

20 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

Kata ina dalam kalimat di atas mempunyai hubungan

paradigmatik dengan kata-kata ina, ana, ika, dan eka.

Kata-kata yang lain mempunyai hubungan

paradigmatik adalah memanggil dan menyuruh, kata

mengirim dan menyampaikan. begitu juga kata Nana dan

Eno , kata barang dan surat.

Dengan mempelajari hubungan sintagmatik dan hubungan

paradigmatik antara tiap satuan seperti tersebut di atas, kita

dapat menguji distribusi masing-masing satuan tersebut.

Dengan kata lain kita dapat memberikan tempat hadirnya

masing-masing satuan dalam keseluruhan struktur bahasa

yang dianalisis.

Tokoh aliran linguistik struktural yang lain adalah Leonard

Bloomfield. Bloomfield salah seorang ahli bahasa Amerika

yang paling besar sumbangannya dalam menyebarluaskan

prinsip-prinsip dan metode-metode yang biasa disebut

“Strukturalisme Amerika”. Hal baru dalam teori Bloomfiled adalah adanya penekanan filosofis dalam status linguistik

sebagai sains. Teori Bloomfiled tentang bahasa sangat

berbau behaviorism. Aliran Bloomfield ini berkembang pesat

di Amerika pada tahun tiga puluhan sampai akhir tahun lima

puluhan.

Ada beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini dapat

berkembang pesat, yaitu pertama, pada masa itu para

linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu

banyak bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan.

Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu dengan

cara baru, yaitu secara sinkronik. Kedua, sikap Bloomfield

yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang

berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat

behaviorisme. Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa

aliran strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada

(31)

kenyataan-Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 21 kenyataan yang dapat diamati. Ketiga, diantara

linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The

Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah

Language wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.

Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat

yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem

sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat

fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan

pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur

bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum

strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.

Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan

linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu

kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif

dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum

Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi

penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield

berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan

bidang mandiri dan tidak berhubungan. Seorang tokoh

linguistik Amerika yang pada awalnya tidak mempunyai

perhatian pada bidang linguistik, bercita-cita menjadi

seorang akademikus dan mau mengabdikan diri pada ilmu

pengetahuan. Namun setelah bertemu dengan temannya

yaitu Prokosch dan berbincang-bincang tentang tata bahasa,

lalu memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya dalam

bidang linguistik. Dalam analisa bahasa, Bloomfield

menekankan bahwa bahasa harus bersifat deskriptif ilmiah.

Keilmiahan itu berarti bahwa setiap definisi bahasa yang

diberikan harus dalam istilah-istilah fisik yang diambil dari

kenyataan yang ada. Selain itu, Bloomfield memperluas

bidang linguistik dalam beberapa aspek.

Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai

(32)

22 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang

memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata

bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut

pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen.

Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan

yang disebut tagmem.

1.4 Keunggulan Aliran Struktural

Aliran struktural memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

a. Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.

b. Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa

berdasarkan kebiasaan.

c. Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah

diterima masyrakat awam.

d. Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase,

klausa, dan kalimat.

Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.

1.5 Kelemahan Aliran Struktural

Aliran struktural memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

a. Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.

b. Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan,

kesabaran, dang sangat menjemukan.

c. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap

berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan

mesin.

d. Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumumam, suatu kaidah

yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.

e. Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis

bahasa.

f. Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek

(33)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 23

2. Aliran Deskriptif

2.1 Konsep Aliran Deskriptif

Menurut bahasa, linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau

menelaah tentang tata bahasa, sedangkan deskriptif adalah

menggambarkan apa adanya. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia

apa adanya. Linguistik deskriptif, artinya mendeskripsikan bahasa

secara apa adanya. Objek kajian linguistik deskriptif adalah fonologi,

morfologi, sintaksis, dan semantik.

Aliran deskriptif adalah aliran yang memberikan deskripsi (pemerian)

dan analisis bahasa. Aliran lahir pada akhir abad ke XIX dan

permulaan abad XX ketika Saussure sedang mengajukan ide-idenya di

Eropa, muncul linguistik sinkronis di Amerika di bawah pelopor Franz

Boas. Dalam aliran ini muncul beberapa tokoh penting seperti Franz

Boas dan Leonard Bloomfield. Boas dan teman-temannya memberikan

perhatian yang besar pada penguraian struktur bahasa-bahasa Indian.

Oleh sebab itu, mereka disebut juga golongan deskriptif. Kaum

deskriptif ini berusaha keras membangun teori-teori bahasa yang

abstrak dan bersifat umum berdasarkan hasil-hasil penelitian yang

dilakukannya. Menurut Boas, tidak ada satu bahasa yang merupakan

bahasa ideal yang menjadi ukuran bahasa-bahasa lainnya. Selain itu,

sekelompok pemakai bahasa tertentu tidak berhak mengatakan bahwa

bahasa yang digunakan oleh kelompok lainnya tidak rasional. Yang

benar adalah pada setiap bahasa terdapat kategori-kategori logis

tertentu yang harus digunakan pada bahasa tersebut. Bagi Boas

bahasa hanyalah merupakan tuturan artikulasi, yaitu bunyi-bunyi yang

dihasilkan oleh alat-alat artikulasi. Kunci dasar pemikiran Boas terletak

pada kesadarannya, yang muncul dalam masa perjalananya (ke Tanah

Baffin pada 1883-1844).Karyanya berupa buku Handbook of American

Indian Languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di

dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna

dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna.

Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal

(34)

24 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

Saussure ialah terletak pada hakikat tentang bahasa. Saussure

mengikat perhatian kepada para sarjana dengan menemukan cara

baru untuk mengamati fenomena yang sudah lama dikenal dan sudah

tidak lagi mengherankan bagi mereka. Boas dan rekan-rekannya

berhadapan dengan masalah-masalah praktis untuk menghasilkan

bagaimana bentuk struktur yang ada dalam berbagai bahasa yang

diucapkannya.

Aliran deskriptif bertujuan untuk memikirkan pembuat teori linguistik

yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi

bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses. Salah satu ciri dari aliran

yang dipelopori oleh Boas adalah relativisme. Menurut aliran ini tidak

ada bahasa yang ideal, di mana bahasa-bahasa yang sebenarnya

lebih dekat atau agak jauh hubungannya. Boas juga berusaha keras

membantah aliran Romantis abad XIX yang menganggap bahwa

bahasa adalah kerangka jiwa suatu bangsa.Bahwa bangsa dalam arti

keturunan, bahasa dan kebudayaan adalah tiga masalah terpisah yang

jelas berjalan bersama-sama.

Berikut adalah ide-ide Boas: (1) kategori gramatikal, setiap bahasa

memiliki sistem gramatikal dan sistem fonetik masing-masing. Sistem

fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna oleh karena itu,

unit dasar bahasa adalah kalimat.; (2) pronomina kata ganti, tidak ada

orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak tetap; (3) verba

memiliki sifat arbitrari dan berkembang tidak merata pada berbagai

bahasa di sana.

Selain Boas, Seorang linguis Inggris yang bernama John Ruperth

Firthpada tahun 1994 mendirikan sekolah linguistik deskriptif di

London.Menurutnya dalam kajian linguistik yang paling penting adalah

konteks. Menurutnya, bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu

tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik.

2.2 Keunggulan Aliran Deskriptif

(35)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 25 a. Aliran ini sudah memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru

secara sinkronis.

b. Menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang

pada masa itu yaitu behaviorisme.

c. Aliran ini sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal dan

pronomina kata ganti.

d. Terjadinya hubungan yang baik antar sesama linguis.

e. Mimiliki cara kerja yang sangat menekankan pentingnya data yang

objektif untuk memerikan suatu bahasa.

2.3 Kelemahan Aliran Deskriptif

Aliran deskriptif memiliki kekurangan hanya memperhatikan akan

makna dan arti karena aliran ini lebih cenderung menganalisis

fakta-fakta secara objektif dan nyata.

3. Aliran Fungsional

3.1 Konsep Aliran Fungsional

Aliran Linguistik fungsional dipelopori oleh Roman Jakobson dan

Andre Martinet, kehadirannya sangat berarti dalam upaya

menjembatani kesenjangan (gap) antara linguistik struktural Amerika

dan Eropa.Linguistik struktural (Eropa) banyak dipengaruhi oleh

gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran Praha.

Trubeckoj terkenal mengembangkan metode-metode deskripsi

fonologi, maka R. Jakobson terkenal karena telah menyatakan dengan

pasti pentingnya fonologi diakronis yang mengkaji kembali

dikotomi-dikotomi F. de Saussure antara lain dikotomi-dikotomi yang memisahkan

dengan tegas sinkronis dan diakronis.

Andre Martinet banyak mengembangkan teori-teori aliran Praha.

Dengan tulisannya tentang netralisasi dan segmentasi dan telah

memperkaya dalam pengembangan studi linguistik, terutama fonologi

(36)

26 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

ia menerapkan metode dan linguistik modern,ia juga menaruh

perhatian yang luar biasa pada kenyataan bahasa aktual.

Gagasan Jakobson merupakan pengembangan dari

pemikiran-pemikiran aliran Praha. Selain fungsi linguistik sebagai ciri khas

sekolah Praha, Jakobson juga menyoroti fungsi-fungsi unsur tertentu

dan fungsi-fungsi aktivitas linguistik itu sendiri. Jakobson memandang

suatu tindak linguistik dari enam sudut, yaitu (1) dalam hubungan

dengan pembicara, (2) pendengar, (3) konteks, (4) kontak, (5) kode,

dan (6) pesan. Sehingga ditemukan enam fungsi, yaitu: (a) ekspresif,

berpusat pada pembicara, yang ditujukan oleh interjeksi-interjeksi; (b)

konatif, berpusat pada pendengar, yang ditujukan oleh vokatif dan

imperatif; (c) denotatif, berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh

pernyataan-pernyataan faktual, dalam pelaku ketiga, dan dalam

suasana hati indikatif; (d) phatic, berpusat pada kontak, yang ditujukan

oleh adanya jalur yang tidak terputus antara pembicara dan

pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan melalui telepon, kata-kata

‘hello, ya..ya…, heeh’ yang dipergunakan untuk membuat jelas bahwa

seseorang masih mendengarkan dan menunjukan jalur percakapan

tidak terputus; (e) metalinguistik, berpusat pada kode; yang berupa

bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus

atau lambang tertentu; dan (f) puitis, berpusat pada pesan.

Selanjutnya, gagasan dan pandangan Jakobson lain adalah telaah

tentang aphasia dan bahasa kanak-kanak. Aphasia yang dimaksud

adalah gejala kehilangan kemampuan menggunakan bahasa lisan baik

sebagian maupun seluruhnya, sebagai akibat perkembangan yang

salah. Gangguan afasik dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: (1)

similarity disorders, yang mempengaruhi seleksi dan subtitusi item,

dengan stabilitas kombinasi dan konstektur yang bersifat relatif; dan

(2) contiguity disorders, yang seleksi dan subtitusinya secara relatif

normal sedangkan kombinasi rusak dan tidak gramatikal, urutan kata

kacau, hilangnya infleksi dan preposisi, konjungsi, dan sebagainya

Jakobson juga menekankan pentingnya korelasi-korelasi fonologis

(37)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 27 buku Jakobson dan Halle Fundamentals of Language, 1956,

menyatakan ciri-ciri expressive, configurative, dan distinctive:

expressive, meletakan tekanan pada bagian ujaran yang berbeda atau

pada ujaran yang berbeda; menyarankan sikap emosi

pembicara;configurative, menandai bagian ujaran ke dalam

satuan-satuan gramatikal, dengan memisahkan ciri kulminatif satu persatu,

atau dengan memisahkan membatasinya (ciri-ciri

demarkatif);Distinctive, bertindak untuk memperinci satuan-satuan

linguistik, ciri-ciri itu terjadi secara serempak dalam untaian, yang

berujud fonem. Fonem-fonem dirangkaikan ke dalam urutan; pola

dasar urutan serupa itu berujud suku kata. Dalam setiap suku kata

terdapat bagian yang lebih nyaring yang berupa puncak. Puncak itu

berisi dua fonem atau lebih, maka salah satu darinya adalah puncak

fonem atau puncak suku kata.

Andre Maertinet, mengembangkan teori-teori mengenai fonologi

deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum merupakan

sumbangan pemikiran bagi linguistik modern. Fonologi sebagai fonetik

fungsional harus berdasarkan fakta-fakta dasar atau mengetahui

fungsi-fungsi perbedaan bunyi bahasa sebagaimana mestinya.

Martinet mencurahkan perhatian pada fonologi diakronis, dengan

mencoba membuat deskripsi murni, fonologisasi dan defonologisasi

direkam, disertai keterangan tentang perubahan-perubahan menurut

prinsip-prinsip umum. Kriterium interpretasi dasar diberikan oleh dua

unsur yang berlawanan: (1) efisiensi dalam komunikasi, dan (2)

tendensi pada upaya yang minimum. Ia juga menyatakan analisis

fonem ke dalam ciri-ciri distingtif mengungkapkan adanya

korelasi-korelasi sebuah fonem yang terintegrasi dalam untaian korelatif akan

menjadi stabil. Selain itu, dikembangkan pula artikulasi rangkap yang

menarik dan menggarisbawahi pada fungsi sintaksis sebagai gagasan

yang sentral.

Gagasannya ini berupa kelanjutan wawasan fungsional yang telah

disarankan oleh Sekolah Praha. Fungsi-fungsi bahasa dan

(38)

28 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

unsur-unsur, dipelajari untuk menjelaskan perbedaan bahasa dengan

sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam suatu cara

yang sama tetapi tak dapat memiliki fungsi-fungsi yang sama seperti

bahasa. Pandangan struktural itu dapat dirujukkan kembali dengan

pandangan fungsional, tetapi hal itu bagi Martinet adalah pelengkap

logisnya. Pilihan nama fungsional sebagai pengganti struktural,

menunjukkan bahwa aspek fungsional paling membuka pikiran, dan

hal itu tidak mesti dipelajari secara terpisah dari yang lain.

Kemunculan aliran fungsionalisme dalam bidang linguistik merupakan

kontribusi dari berbagai bidang ilmu diantaranya adalah antropologi,

sosiologi, dan psikologi yang menganut strukturalisme. Hal ini dapat

dilihat dari pengaruh besar Saussure hingga Chomsky.

Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan

sebutan Struktural Fungsional.

Fungsionalisme adalah gerakan dalam linguistik yang berusaha

menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya dan

beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan

konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari mekanisme itu

sendiri. Wujud bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat

dipisahkan dari tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar.Konsep

utama dalam fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam

bahasa. Sikap fungsionalistis terhadap fungsi bahasa sebagai berikut.

a. Analisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk.

b. Sudut pandang pembicara menjadi perspektif analisis.

c. Deskripsi yang sistematis dan menyeluruh tentang hubungan antara

fungsi dan bentuk.

d. Pemahaman atas kemampuan komunikatif sebagai tujuan analisis

bahasa.

e. Perhatian yang cukup pada bidang interdisipliner, misalnya

sosiolinguistik dan penerapan linguistik pada masalah praktis,

(39)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 29

3.1 Keunggulan Linguistik Fungsional

Aliran lingustik fungsional memiliki keunggulan sebagai berikut.

a. Pada khasanah kebahasaan, linguistik Fungsional, sangat

mempengaruhi tata bahasa dalam khasanah perkembangan

linguistik sebelumnya, sekaligus membuka cakrawala baru agar

aspek fungsional menjadi pertimbangan penelitian bahasa. Dengan

menelurkan istilah fungsional, praktis landasan yang digunakan

dalam melihat bahasa berdasarkan fungsi, khususnya tataran

fonologi, morfem, dan sintaksis.

Keunggulan aliran ini adalah kita dapat mengetahui bahwa setiap

fonem (bunyi) itu memiliki fungsi, sehingga dapat, membedakan arti.

Setiap monem (istilah Martinet) yang diartikulasikan memiliki isi dan

ekspresi, dengan begitu dapat dilihat fungsinya. Kemudian pada

tataran yang lebih besar yaitu sintaksis, aliran ini menekankan pada

fungsi preposisi dan struktur kalimat, maksudnya unsur linguistik

dalam sebuah kalimat dapat dijelaskan dengan merujuk pada fungsi

sehingga ditemukan pemahaman logis yang utuh. Jadi, aliran ini

telah berhasil melihat setiap komponen bahasa berdasarkan fungsi

dan menginspirasi gagasan adanya relasi antara struktur dan fungsi

bahasa.

b. Sementara dalam dunia sastra, gagasan Jakobson tentang enam

fungsi bahasa menjadi pijakan dalam menelaah karya sastra.

Idenya tersebut melahirkan istilah model komunikasi sastra, yang

memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya sastra.

Model ini banyak diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam

wacana baik wacana ilmiah maupun non ilmiah, sastra maupun non

sastra.

3.2 Kelemahan Linguistik Fungsional

Aliran lingustik fungsional memiliki kelemahan sebagai berikut.

a. Gagasan fungsional tidak menyentuh secara mendalam komponen

fungsional untuk menentukan makna dalam penelitian bahasa,

seperti pada tataran sintaksis hanya menyebutkan adanya fungsi

(40)

30 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

apa saja yang tercakup di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana

menyusun kalimat yang benar berdasarkan fungsi pun tidak jelas.

Demikian halnya pada tataran fonologi dan morfologi. Jadi,

kelemahan aliran ini adalah tidak mampu menguraikan fungsi unsur

linguistik lebih rinci, khsususnya .pada tataran sintaksis. Dalam

struktur kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen

apa saja yang tercakup dalam aspek fungsional pada kalimat.

Sebagaimana kita ketahui ada fungsi lain dalam kalimat yaitu fungsi

semantis dan fungsi pragmatis.

b. Sementara dalam dunia sastra, fungsi bahasa yang dinyatakan oleh

Jakobson, ketika diterapkan dalam menganalisis karya sastra

memiliki kekurangan. Model komunikasi sastra Jakobson tidak

memperhatikan potensi kebahasaan yang lain seperti mengabaikan

relevansi sosial budaya. Padahal, sosial budaya memainkan

peranan penting dalam memahami makna bahasa, terlebih dalam

karya sastra karena di dalamnya melibatkan aspek sosio cultural

yang sangat kental. Mengacu pada model komunikasi sastra, karya

sastra hanya bertumpu pada pesan yang disampaikan, padahal

pemahaman karya sastra sangat tergantung pada pemahaman

pembaca. Adanya unsur keterkaitan intertektualitas dan

intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu diperhatikan,

karena setiap karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri.

4. Pengembangan Materi Berdasarkan Aliran Linguistik

Struktural, Deskriptif, dan Fungsional dalam Pembelajaran

Bahasa

a. Aliran Linguistik Struktural

1) Signifiant dan Signifie

Hubungan antara signifiant dan signifie sangat erat, karena keduanya

(41)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 31 Contoh:m/, /e/, /j/, /a/

(signifiant)

Meja (tanda linguistik)

‘sejenis perabot rumah tangga/kantor

(signifie)

2) Hubungan sintagmatik dan paradigmatik

a) Hubungan sintagmatik dalam tataran fonologi tampak pada urutan

fonrm-fonem dalam sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa

merusak makna kata itu.

Contoh : /k, i, t, a/ ; /a/t/i/k ; /t/i/k/a/ ; /k/a/t/I; /i/t/a/k/

Apabila urutannya diubah maka maknanya akan berubah, atau

tidak bermakna sama sekali.

b) Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan

morfem-morfem pada suatu kata. Ada kemungkinan maknanya

berubah tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali.

Contoh : segitiga ≠ tigasegi; barangkali ≠ kalibarang; tertua ≠tuater.

c) Hubungan sintakmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan

kata yang mungkin dapat diubah tetapi mungkin juga tidak dapat

ubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut atau menyebabkan

tak bermakna sama sekali.

Contohnya:

Evi membeli tas baru

Evi baru membeli tas

Membeli Evi tas baru

Baru Evi membeli tas

(42)

32 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

contoh :antar bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata

rata, kata, bata, mata, dan data.

e) Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi

contoh : prefiks me-di-, pe-,dan te- yang terdapat pada kata-kata

merawat, dirawat, perawat, dan terawat.

f) Hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis dapat dilihat pada

contoh antara kata-kata yang menduduki fungsi subjek, predikat,

dan objek.

Contoh : Ani menulis surat

Ani makan bakso

Dia memakai sepatu

Berikut ini contoh analisis kalimat berdasarkan aliran struktural

a. Model Nida

1) Saya membuka pintu

Saya membuka pintu

2) Ibu membuat bolu

Ibu membuat bolu

3) Saya menyampaikan pesan kepada adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

Saya menyampaikan pesan kepada kami

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

5) Kita mengerjakan tugas linguistik

(43)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 33 Kita mengerjakan tugas linguistik

b. Model Hockett

1) Saya membuka pintu.

Saya Membuka Pintu

membuka pintu

Saya membuka pintu

2) Ibu membuat bolu.

Ibu Membuat Bolu

membuat bolu

Ibu membuat bolu

3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.

Saya menyampaikan pesan kepada Adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

Saya menyampaikan pesan kepada adik

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi.

Kita kuliah Dalam rangka meningkatkan Kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi

5) Kami mengerjakan tugas linguistik.

Kami Mengerjakan tugas Linguistik

Kami Mengerjakan tugas linguistik

Kami mengerjakan tugas linguistik

Kami mengerjakan tugas linguistik

c. Model Nelson

(44)

34 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I {[(saya)[(membuka)(pintu)]]}

2) Ibu membuat bolu.

{[(Ibu)[ (membuat)( bolu)]]}

3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.

{[[(Saya)[( menyampaikan) (pesan)]][(kepada) (adik)]]}

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi.

{[(Kita)[(kuliah) [[(dalam) (rangka)] [(meningkatkan)

(kompetensi)]]]]}

5) Kami mengerjakan tugas linguistik.

{[(Kami)[[(mengerjakan) (tugas)] (linguistik)]]}

d. Model Wells

1) Saya membuka pintu.

2) Ibu membuat bolu.

3) Saya menyampaikan pesan kepada adik.

4) Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi.

5) Kami mengerjakan tugas linguistik.

b. Aliran Linguistik Deskriptif

Menurut lingustik struktural, linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau

menelaah tentang tata bahasa, sedangkan lingustik deskriptif adalah

menggambarkan apa adanya.

Contoh:

1) Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kurikulum Nasional mulai

berdatangan.

2) Dodi Kusmayadi berlibur ke Hawai

3) Ayah pergi

(45)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 35 5) Peserta didik kelas XII mengikuti seminar.

c. Aliran Linguistik Fungsional

Lingustik fungsionalisme merupakan aliran linguistik yang berusaha

menjelaskan fenomena bahasa dengan segala manifestasinya. Aliran ini

beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan

konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari mekanisme itu sendiri. Wujud

bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari

tujuan berbahasa, sadar atau tidak sadar.Konsep utama dalam

fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa. Berikut ini

diuraikan pengembangan materi bahasa Indonesia berdasarkan aliran

linguistik fungsional.

Fonologi Morfologi Sintaksis

<baku> /b/, /a/, /k/, /u/

<saku> /p/, /a/, /k/, /u/

Me + tulis

Pe + tulis

Letusan Gunung

Merapi itu telah

menewaskan 200

orang.

1) Jika dilihat dari contoh fonologi, penggunaan fonem /b/ pada kata

<baku> dan /p/ pada <paku> tidak mempunyai makna. Namun karena

diposisikan bersama sebagai pasangan minimal (minimal pairs),

dimana keduanya daerah artikulasi yang sama yakni bilabial, maka

penggunaan fonem /b/ dan /p/ menjadi memiliki fungsi pembeda

makna.

2) Dari aspek morfologi dapat dilihat contoh penggunaan awalan me- dan

pe-. Awalan me-tulis dan pe-tulis memiliki fungsi pembeda. me-tulis

menjadi ‘menulis’ sebagai kata kerja dan pe-tulis menjadi ‘penulis’. Penggunaan morfem bebas atau kata dasar yang sama namun

didahului oleh morfem terikat yang berbeda maka fungsinya pun

menjadi berbeda.

3) Selanjutnya dari tataran sintaksis, kalimat tersebut memiliki struktur

(46)

36 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

Merapi/, /menewaskan/, dan /200 orang/. Pemenggalan struktur

kalimat dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unsur.

4) Kemudian penerapan fungsi bahasa menurut Jakobson dapat kita

aplikasikan dalam analisis wacana baik berupa teks maupun non-teks.

Penerapan aliran fungsional dalam bahasa Indonesia tidak

sepenuhnya dapat diterima. Selain adanya konsep bahasa yang

berbeda, namun juga sulit mencari padanan istilah dalam bahasa

Indonesia. Namun, demikian aliran ini sangat mempengaruhi dalam

perkembangan tata bahasa bahasa Indonesia. Dengan mengenal

fungsional maka kita mengetahui fungsi bahasa bukan hanya sebagai

sistem ‘langue’ (istilah Sassure), tetapi juga dalam bentuk tuturan ‘parole’.

5) Dalam ranah kesusastraan, enam fungsi bahasa dapat dimanfaatkan

untuk menelaah karya sastra. Model komunikasi sastra yang lebih

dikenal dengan model komunikasi Jakobson dapat digunakan dalam

kajian, puisi, novel, drama, dan hal lain yang menggunakan bahasa.

Jadi, sebagai pijakan awal dalam mengkaji bahasa baik dalam sastra

mapun linguistik, enam fungsi bahasa dapat diterapkan dalam analisis

bahasa Indonesia. Kendati demikian, sangat diperlukan adanya

pengembangan konsep dan gagasan yang dapat menjawab

problematika kebahasaan secara tuntas.

D. Aktivitas Pembelajaran

1.

Pendahuluan

Silakan Anda pahami tujuan, kompetensi, dan indikator pencapaian

kompetensi pada kegiatan pembelajaran ini supaya pembelajaran lebih

terarah dan terukur.

2.

Curah Pendapat

Pada kegiatan ini Anda diminta untuk menanyakan berbagai masalah

yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Sebagai langkah

awal dan agar kegiatan curah pendapat berjalan dengan baik, Anda dapat

(47)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 37

3. Telaah Materi

Peserta dibagi menjadi tiga kelompok besar dan diberi nama sesuai aliran

lingusitik yang akan dipelajari, yaitu kelompok struktural, kelompok

deskriptif, dan kelompok fungsional. Kelompok kesatu membaca,

mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan alian

struktural. Kelompok kedua membaca, mengkaji, dan menelaah sumber

belajar yang berhubungan dengan alian deskriptif. Kelompok ketiga

membaca, mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan

dengan alian fungsional. Setelah itu, setiap kelompok membaca,

mengkaji, dan menelaah sumber belajar yang berhubungan dengan hal

yang ingin dipahami tersebut. Adapun sumber belajar yang dirujuk adalah

bahan bacaan yang terdapat pada bagian uraian materi dan sumber

belajar lainnya yang relevan. Setelah itu, setiap kelompok memilih dua

orang juru bicara untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada kelompok

lain. Anggota kelompok lainnya berkeliling menemui kelompok lainnya

untuk memahami aliran lingusitik yang didiskusikan oleh kelompok

tersebut. Selanjutnya, setiap kelompok mendiskusikan kembali hasil

penjelasan dari kelopok lain dan membuat laporan secara utuh tentang

aliran-aliran linguistik. Silakan Anda kerjakan LK 1.1 sebagai laporan hasil

diskusi.

4. Laporan dan Konfirmasi

Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi dan kelompok lain

bertanya atau memberikan tanggapan. Setelah itu, peserta menyimak

penguatan dari fasilitator.

Masihkah Anda ingat apa yang dimaksud dengan aliran linguistik? Coba

Anda sebutkan!

Perlukah guru bahasa Indonesia mengetahui aliran-aliran

linguistik?Mengapa?

Bagaimanakan pengembangan materi pembelajaran bahasa berdasarkan

(48)

38 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I

5. Diskusi Kasus

Bacalah kembali contoh analisis pengembangan materi beberapa aliran

linguistik. Setelah itu, silakan Anda diskusikan kasus yang terdapat pada

LK 1.2

6. Laporan dan Konfirmasi Kasus

Masing-masing kelompok menukarkan hasil diskusinya. Secara

bergantian masing-masing kelompok membacakan hasil diskusi kelompok

lain dan mengomentarinya. Kelompok lain ikut mengomentari. Kelompok

asal menanggapi. Setelah itu, peserta menyimak penguatan dari

fasilitator. Hasil kerja atau diskusi dikembalikan ke kelompok asal dan

diperbaiki sesuai dengan masukkan.

7. Penutup

Setelah mengerjakan semua LK, Anda dapat mencocokan jawaban

dengan kunci jawaban yang tersedia untuk mengukur dan menilai

ketuntasan pembelajaran. Langkah terakhir silakan Anda melakukan

kegiatan refleksi dengan menjawab pertanyaan pada bagian umpan balik

dan tindak lanjut.

E. Latihan/Kasus/Tugas

LK 1.1 Pemahaman Konsep

Diskusikan dan isilah pertanyaan-pertanyaan berikut

No Pertanyaan Jawaban

1 Tulislah lima tokoh

aliran struktural !

2 Jelaskan tiga ciri-ciri

(49)

Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Profesional I 39 3 Jelaskan pokok-pokok

pandangan aliran

deskriptif menurut

Boas!

4 Jelaskan kelebihan

dan kekurangan aliran

deskriptif!

5 Jelaskan enam fungsi

bahasa dalam

linguistik fungsional!

6 Jelaskan hubungan

antara signifiant dan

signifie sehingga

menunjukkan

kesatuan yang tidak

dapat dipisahkan

disertai dengan

contoh!

7 Jelaskan hubungan

sintagmatik dan

pa

Referensi

Dokumen terkait

Keyakinan mahasiswa/i tunanetra yang sedang menyusun skripsi di perguruan tinggi untuk bertahan dalam menghadapi rintangan atau hambatan yang berkaitan dengan target kerja

Adat kain berkat ini adalah suatu ketentuan atau aturan adat sebagai wujud ucapan terima kasih dari seorang laki-laki ketika menikah dengan seorang perempuan yang

[r]

Dalam segi hasil, siswa-siswi yang mengikuti ekstrakurikuler itu cenderung lebih respon atau tanggap terhadap guru- guru, dan yang lebih penting yakni mempunyai

Cacins $nan nenesang pdsd penring dalm proses dekonposisi melalui pBrofrbalm naren orgdi!, mehnetbaiki porosns bnan, nreninelatko re si sena .rcncdrpurk&amp; ddr

[r]

Keuangan merupakan sumber dana yang sangat diperlukan sekolah sebagai alat untuk melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran di sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru,

Menurut Ditjen PUDNI (2013: 6) hasil yang diharapkan dari program pendampingan SKB di PKBM ini dapat dilihat dari 1) tercapainya pemberdayaan perempuan melalui