• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM 62+976 – KM 197+285 ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN JALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - JEMBER ( KM 62+976 – KM 197+285 )."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyar atan dalam memper oleh gelar sarjana ( S-1 ) Program Studi Teknik Sipil

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

J AWA TIMUR

2013

(2)
(3)

PERENCANAAN J ALUR LINTASAN KERETA API DENGAN WESEL TIPE R54 PADA EMPLASEMEN STASIUN ANTARA PASURUAN - J EMBER

( KM 62+976 – KM 197+285 )

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Progam Studi Teknik Sipil FTSP UPN “Veteran” Jawa Timur

Pembimbing Utama

Ibnu Sholichin, ST.,MT. NPT. 3 7109 99 0167 1

Pembimbing Pendamping

Nugroho Utomo, ST.,MT. NPT. 3 7501 04 0195 1

Tim Penguji Penguji I

I Nyoman Dita Pahang Putra, ST.,MT. NPT. 3 7003 00 0175 1

Penguji II

Masliyah, ST.,MT. Penguji III

Ir. Hendrata Wibisana, MT. NIP. 19651208 199103 1 00 1

Mengetahui,

(4)

Dengan segala puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Perencanaan Jalur Lintasan Kereta Api Dengan Wesel Tipe R54 Pada Emplasemen Stasiun Antara Pasuruan – Jember (Km 62+976 – Km 197+285)“.

Dengan selesainya Tugas Akhir ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak dan ibu dosen serta seluruh staff terkait terutama kepada :

1. Ibu Ir. Naniek Ratni Jar., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ibnu Sholichin, ST., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan dosen pembimbing utama.

3. Bapak Nugroho Utomo, ST., MT, selaku dosen pembimbing kedua.

4. Para Dosen dan Staff yang telah memberikan arahan-arahan yang membangun. Dan sebagai akhir kata penulis diharapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Surabaya, 30 Oktober 2013

(5)

Abstrak ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... vii

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Batasan Masalah... 3

1.5. Manfaat Penelitian... 4

1.6. Lokasi Penelitian ... 5

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Umum ... 6

2.2. Jalan Rel ... 6

2.3. Pembebanan Kereta Api ... 7

2.3.1. Rangkaian Kereta Api ... 7

2.3.2. Analisa Perhitungan Pembebanan Kereta Api ... 13

2.4. Sambungan Rel ... 16

2.4.1. Plat Sambungan Rel ... 16

2.4.2. Suhu Pemasangan Rel ... 18

(6)

2.5. Perancangan Wesel ... 25

2.6. Wesel ... 26

2.7. Komponen Wesel ... 30

2.8. Kecepatan Izin dan Sudut Simpang Wesel ... 30

2.9. Desain Geometrid an Perancangan Wesel ... 31

2.9.1. Perhitungan Panjang Jarum ... 33

2.9.2. Perhitungan Wesel Lidah Pegas ... 34

2.9.3. Perhitungan Jari-Jari Lengkung Luar ... 35

2.10.Analisa Kebutuhan Double Track Terhadap Kapasitas Lintas 36 2.11.Kapasitas Lintas ... 37

BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Identifikasi Permasalahan ... 39

3.2. Pengumpulan Data ... 40

3.3. Analisa Data ... 41

3.4. Kesimpulan dan Saran ... 42

3.5. Alur Metodologi Penelitian ... 43

BAB IV Perhitungan Dan Analisa Data 4.1. Pembebanan ... 44

4.1.1. Beban Rangkaian Kereta Api ... 50

(7)

4.2.4. Analisa Terhadap Kuat Plat Sambungan ... 64

4.2.5. Analisa Terhadap Kekuatan Geser Baut ... 66

4.2.6. Analisa Terhadap Kekuatan Tarik Baut ... 68

4.3. Perancangan Wesel ... 70

4.3.1. Perhitungan Panjang Jarum ... 71

4.3.2. Perhitungan Wesel Lidah Pegas ... 73

4.3.3. Perhitungan Jari-Jari Lengkung Luar ... 75

4.4. Analisa Kebutuhan Double Track Terhadap Kapasita Lintas 78 4.4.1. Analisa Frekuensi Kereta Api Barang Tahun 2023 83 4.4.2. Analisa Frekuensi Kereta Api Penumpang Tahun 2023 ... 86

4.4.3. Jumlah Frekuensi KA Penumpang dan Barang Tahun 2023 ... 89

BAB V Kesimpulan Dan Saran 5.1. Kesimpulan ... 92

5.2. Saran ... 93

(8)

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian ... 5

Gambar 2.1. Profil Rel... 11

Gambar 2.2. Distribusi Beban ... 13

Gambar 2.3. Plat Sambungan Rel ... 17

Gambar 2.4. Jarak Baut Pada Sambungan ... 23

Gambar 2.5. Wesel Biasa ... 26

Gambar 2.6. Wesel Dalam Lengkung ... 27

Gambar 2.7. Wesel Tiga Jalan ... 27

Gambar 2.8. Wesel Inggris ... 28

Gambar 2.9. Wesel R25 yang berada di Stasiun Pasuruan ... 28

Gambar 2.10. Wesel R33 yang berada di Stasiun Pasuruan ... 29

Gambar 2.11. Wesel R42 yang berada di Stasiun Probolinggo ... 29

Gambar 2.12. Skema Wesel... 31

Gambar 2.13. Panjang Jarum ... 32

Gambar 2.14. Wesel Lidah Putar ... 33

Gambar 2.15. Jari – Jari Lengkung Luar ... 34

Gambar 4.1. Profil Rel R.54 ... 52

Gambar 4.2. Distribusi Beban ... 56

Gambar 4.3. Beban Lokomotif ... 57

(9)

Gambar 4.8. Jarak Baut Pada Smabungan ... 68

Gambar 4.9. Panjang Jarum ... 71

Gambar 4.10. Wesel Lidah Pegas ... 73

(10)

Tabel 2.1. Profil Rel ... 11

Tabel 2.2 Kelas Jalan Rel ... 12

Tabel 2.3. Dimensi Plat Sambungan ... 17

Tabel 2.4. Batas Suhu Pemasangan Rel Pada Bantalan Kayu ... 18

Tabel 2.5. Batas Suhu Peamasangan Rel Pada Bantalan Beton... 18

Tabel 2.6. Kecepatan Izin Sudut Simpang Wesel ... 31

Tabel 4.1. Rangkaian Kereta Api Bisnis Dan Eksekutif ... 45

Tabel 4.2. Rangkaian Kereta Api Kelas Ekonomi ... 47

Tabel 4.3. Rangkaian Kereta Api Barang ... 48

Tabel 4.4. Profil Rel ... 52

Tabel 4.5. Kelas Jalan Rel ... 53

Tabel 4.6. Dimensi Plat Sambungan ... 61

Tabel 4.7. Batas Suhu Pemasangan Rel Pada Bantalan Kayu ... 62

Tabel 4.8. Batas Suhu Peamasangan Rel Pada Bantalan Beton... 63

Tabel 4.9. Kecepatan Izin Sudut Simpang Wesel ... 77

Tabel 4.10. Kapasitas Lintas ... 81

Tabel 4.11. Jumlah Angkutan Bijih Besi ... 84

Tabel 4.12. Jumlah Angkutan Bijih Besi Tahun 2023 ... 85

Tabel 4.13 Jumlah Angkutan Penumpang ... 86

(11)

ABSTRAK Oleh

SURYO WAHYU PRANOTO NPM : 0853010038

Saat ini pada lintas Pasuruan – Jember kondisi existing wesel di emplasemen masih menggunakan wesel dengan tipe R25, R33, dan R42 dengan sudut 1:10, maka harus direncanakan untuk mengganti wesel tersebut menggunakan wesel dengan tipe rel R54 sudut 1:12 untuk meningkatkan mutu pelayanan transportasi kereta api.

Setelah melakukan analisa data dan perhitungan terhadap perencanaan wesel tipe R54 maka diketahui bahwa rel tipe R54 mampu dan aman untuk digunakan, karena mampu menumpu beban operasional kereta api yang terberat yaitu lokomotif sebesar 7 ton, serta menggunakan plat sambungan tipe fish bold plate yang dapat menahan tegangan tarik sebesar 34937 kg, tegangan geser baut sebesar 773,67 kg, dan tegangan tarik baut sebesar 157,15 kg.

Untuk perencanaan geometri wesel secara keseluruhan juga aman digunakan, karena salah satu persyaratan wesel yaitu jarak antar lidah ke rel lantak sepanjang 4,22m harus lebih pendek dari panjang lidah itu sendiri yaitu 15,92m.

Kebutuhan lintas double track sangat diperlukan pada tahun 2023, karena pada 10 tahun mendatang kapasitas lintas Pasuruan – Jember tidak dapat memenuhi kebutuhan frekuensi kereta api yang beroperasi dengan asumsi adalah 65 KA/hari, sedangkan kapasitas lintas yang disediakan hanya 51 KA/hari.

.

(12)

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang – undang perkeretaapian Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1992 bab II pasal 2 menerangkan bahwa asas dan tujuan perkeretaapian adalah salah satu moda transportasi nasional yang diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, dan percaya diri sendiri. Pada faktanya masyarakat dewasa ini lebih menyebut kereta api sebagai angkutan rakyat karena ditinjau dari segi harganya yang murah, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat sampai dengan kelas menengah ke bawah. Maka demi terselenggaranya angkutan yang aman dan nyaman, perlu diadakan peningkatan fasilitas dan mutu pelayanan.

(13)

Melihat banyaknya kecelakaan kereta api yang ada, seharusnya perlu diadakan peningkatan fasilitas dan prasarana perkeretaapian khusunya di Jawa Timur, yaitu stasiun antara Pasuruan – Jember. Pada lintas tersebut dengan kondisi lapangan saat ini harus ada beberapa peningkatan fasilitas yang perlu dilakukan, yaitu dengan melakukan pergantian rel wesel. Dengan kondisi wesel di lapangan yang saat ini masih menggunakan R25, R33, dan R42 dengan sudut 1:10 maupun track lintas Pasuruan - Jember yang keausannya sudah mencapai fatigue (lelah), maka seharusnya dilakukan pergantian dengan rel wesel tipe R.54 dengan sudut 1:12, karena dengan dilakukan pergantian ini maka akan dapat meningkatkan kecepatan kereta api saat berbelok dan mempermudah perawatan wesel tersebut (PT.Daya Cipta Dianrancana, 2012).

Kebutuhan jalur ganda atau double track pada lintas tersebut pada masa mendatang mungkin perlu untuk dikaji, hal ini dikarenakan kebutuhan kereta api barang sangat banyak yaitu kereta barang bijih besi dan keretaa barang batu bara dan dimungkinkan pada beberapa tahun mendatang kapasitas lintas pada saat ini tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan angkutan tersebut (PT.Daya Cipta Dianrancana, 2012).

(14)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan kondisi lapangan, maka permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut:

1. Apakah wesel dengan rel tipe R54 mampu menahan beban kereta api yang beroperasi pada lintas Pasuruan - Jember ?

2. Apakah sambungan pada rel tipe R54 dapat menahan beban rangkaian kereta api yang beroperasi pada lintas Pasuruan - Jember ?

3. Apakah perhitungan geometri wesel dengan tipe rel R54 dapat digunakan bila direncanakan dengan sudut 1:12 ?

4. Bagaimana kebutuhan fasilitas double track pada tahun 2023 terhadap kapasitas lintas dan frekuensi kereta api yang ada ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tugas akhir ini sebagai berikut:

1. Mengetahui kekuatan dan keamanan wesel rel tipe R54 terhadap beban kereta api yang beroperasi pada lintas Pasuruan – Jember.

2. Mengetahui kekuatan plat sambungan pada rel tipe R.54.

3. Mengetahui desain geometri wesel rel dengan tipe rel R54 apabila direncanakan dengan sudut 1:12.

(15)

1.4. Batasan Penelitian

Agar penulisan Tugas Akhir ini tidak menyimpang dari tujuan awal penulisan, maka dilakukan batasan penelitian berikut ini yaitu:

1. Obyek penelitian adalah emplasemen stasiun antara Pasuruan – Jember. 2. Penelitian adalah mengenai pergantian wesel rel dengan tipe R54 dengan

sudut 1:12.

3. Di sertakan pula analisa perhitungan untuk kebutuhan double track pada tahun 2023 terhadap kapasitas lintas dan frekuensi kereta api yang ada. 4. Tidak membahas mengenai perhitungan struktur di bawah rel yaitu ballas,

penambat, bantalan, dan subgrade.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Sebagai referensi bagi pemerintah, terutama Ditjen Perkeretaapian agar dapat lebih memperhatikan mutu pelayanan angkutan kereta api.

2. Memberikan himbauan kepada masyarakat agar cenderung menggunakan jasa angkutan kereta api.

(16)

U

Skala: 1 : 1.350.000 1.6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah dari Pasuruan sampai Jember. Di bawah ini adalah gambar lokasi dengan rute yang telah di beri tanda merah.

Dari rute tersebut terdapat stasiun – stasiun yaitu Pasuruan, Rejoso, Grati, Bayeman, Probolinggo, Leces, Malasan, Ranuyoso, Klakah, Randuagung, Jatiroto, Tanggul, Bangsalsari, Rambipuji, Mangli, Jember.

Gambar 1.1. Lokasi penelitian

(17)

2.1. Umum

Kereta api adalah transportasi angkutan penumpang maupun barang yang berjalan di atas rel dan terdiri dari beberapa rangkaian gerbong serta ditarik atau didorong oleh lokomotif. Struktur rel menjadi sangat penting karena berkaitan dengan keselamatan transportasi kereta api. Untuk meningkatkan fasilitas dan prasarana kereta api pada lintas Pasuruan – Jember karena jika mengingat kondisi lapangan pada lintas tersebut rel dan wesel yang digunakan masih dengan tipe lama, dengan diubahnya rel dan wesel pada lintas tersebut maka banyak keuntungan yang dapat diperoleh penumpang maupun perusahaan kereta api, karena dapat meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan transportasi (PT.Daya Cipta Dianrancana, 2012).

2.2. J alan Rel

(18)

Saat struktur jalan rel akan memasuki area emplasemen stasiun maka terdapat percabangan–percabangan, dan percabangan tersebut disebut wesel. Dalam studi ini akan membahas mengenai pergantian wesel tipe lama menjadi wesel tipe R54 dengan sudut 1:12 pada lintas antara Pasuruan – Jember.

Wesel tersebut strukturnya terlihat hampir sama dengan rel biasa, hanya saja wesel memiliki mesin penggerak untuk menggerakkan rel di mana rel tersebut mengarah dari satu lintasan ke lintasan yang lain.

2.3. Pembebanan Kereta Api

Kereta api memiliki beberapa rangkaian gerbong yang terdiri dari lokomotif, gerbong penumpang, gerbong barang, kereta makan, dan kereta pembangkit. Agar rangkaian kereta api dapat berjalan dengan aman, maka struktur track dibawahnya juga harus kuat dalam hal ini adalah rel, untuk merencanakan rel tersebut utamanya wesel terlebih dahulu harus diketahui beban yang berada di atasnya. (Utomo, 1997)

2.3.1. Rangkaian Kereta Api

(19)

1. Lokomotif

Saat ini hanya ada 2 jenis lokomotif di Indonesia yaitu lokomotif dengan bogie

terdiri dari 2 gandar yaitu lokomotif tipe BB, dan yang ke 2 adalah lokomotif tipe CC 201 dan 203 yang pada masing-masing bogie terdiri dari 3 gandar.

Dibawah ini adalah penjelasan mengenai perhitungan beban gandar ( axle load ) dan beban roda pada masing-masing jenis lokomotif.

a. Lokomotif BB, beban lokomotif adalah 56 ton Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2

Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 Gaya roda ( Ps ) = Ps / 2

b. Lokomotif CC, beban lokomotif adalah 84 ton Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2

Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 3 Gaya roda ( Ps ) = Ps / 2

2. Kereta Penumpang

Kereta penumpang berfungsi untuk mengangkut penumpang. Kereta ini memiliki karakteristik kenyamanan dan kecepatan yang tinggi, kereta ini memiliki 2 bogie

dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar berat kereta (berisi penumpang) ialah sekitar 40 ton.

(20)

3. Kereta Makan

Kereta makan berfungsi untuk restorasi bagi penumpang. Kereta ini memiliki karakteristik sama seperti gerbong penumpang, kereta ini terdapat 2 bogie, dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar, berat kereta ialah sekitar 41 ton.

Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2 Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2

4. Kereta Bagasi

Kereta bagasi berfungsi untuk mengangkut barang. Kereta ini memiliki karakteristik seperti cargo, kereta ini memiliki 2 bogie dan masing-masing bogie

terdapat 2 gandar, berat kereta ialah sekitar 43 ton. Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2

Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2

5. Kereta Barang

Kereta barang berfungsi untuk mengangkut barang. Di lintas Pasuruan – Jember kereta barang yang beroperasi hanyalah 2 jenis yaitu kereta api batu bara dan bijih besi, kereta ini memiliki 2 bogie dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar berat kereta (berisi muatan) ialah sekitar 35 ton.

(21)

6. Kereta Pembangkit

Kereta pembangkit berfungsi untuk gerbong penyimpanan mesin diesel dan bahan bakar. Kereta ini memiliki 2 bogie dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar berat kereta ialah sekitar 42 ton.

Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2 Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2

(22)

Tabel 2.1. Profil Rel

Besaran Geometrui Wesel Tipe Rel

R.42 R.50 R.54 R.60

H (mm) 138,00 153,00 159,00 172,00

B (mm) 110,00 127,00 140,00 150,00

C (mm) 68,50 65,00 72,20 74,30

D (mm) 13,50 15,00 16,00 16,50

E (mm) 40,50 49,00 49,40 51,00

F (mm) 23,50 30,00 30,20 31,50

G (mm) 72,00 76,00 74,97 80,95

R (mm) 320,00 500,00 508,00 120,00

A (cm2) 54,26 64,20 69,34 76,86

W (kg/m) 42,59 50,40 54,43 60,34

Yb (mm) 68,50 71,60 76,20 80,95

Ix (cm4) 1,263 1,860 2,345 3,066

A : Luas penampang

W : Berat rel per meter

Yb : Jarak kaki rel ke sumbu x

I : Jarak tepi bawah rel ke garis netral Sumber: Utomo (1997)

(23)

Untuk menghitung pembebanan terlebih dahulu harus diketahui kelas jalan, kecepatan maksimum, beban maksimum, tegangan dasar, dan tegangan izin. Di bawah ini adalah kelas jalan rel yang ditunjukkan pada tabel 2.2. berikut.

Tabel 2.2. Kelas Jalan Rel Kelas Daya angkut

lintas V rencana P maks Jenis jalan (ton/tahun) (km/jam) gandar

(ton) (kg/cm

a. Kelas Jalan : Klasifikasi jalan Kereta Api yang di urutkan berdasar daya angkut lintas.

b. Daya angkut lintas : Jumlah angkutan yang dapat dicapai oleh Kereta Api yang beroperasi pada petak jalan tersebut.

c. V maks : Kecepatan maksimum Kereta Api yang diizinkan. d. P maks gandar : Beban maksimum yang diizinkan

(24)

f. Tegangan dasar rel : Tegangan yang biasa terjadi pada rel.

g. Tegangan izin : Tegangan maksimum yang diperbolehkan pada lintas tersebut.

2.3.2. Analisa Perhitungan Pembebanan Kereta Api

Untuk merencanakan wesel tipe R54 yang nantinya akan dipasang pada lintas Pasuruan - Jember ditinjau dari segi kemampuan dan keamanan untuk menerima beban kereta api, maka diperlukan tahapan perhitungan sebagai berikut:

1. Distribusi Beban

Akibat beban kereta api yang melaju di atas rel, maka akan terjadi momen yang diterima oleh rel. Di bawah ini adalah sketsa pendistribusian beban yang diakibatkan oleh kereta api.

Gambar 2.2. Distribusi Beban Sumber: Utomo (1997)

Pr

Ma

Gaya yang di akibatkan oleh beban roda

(25)

2. Dumping Factor

Akibat defleksi dan momen yang diakibatkan roda pada rel, maka diperlukan persamaan dumping factor (Utomo, 1997).

λ

= 4

3. Perhitungan Beban Dinamik

Sebelum menentukan momen yang diterima oleh rel akibat kereta api, terlebih dulu harus diketahui beban dinamik yang terjadi. Beban dinamik adalah transformasi dari beban statis roda menjadi beban roda dinamik. Di bawah ini adalah persamaan untuk menghitung beban dinamik (Kramadibrata, 1996).

Pd = Pr + 0,01.Pr (Vr – 5) (2.2)

Dimana:

Pd : Beban dinamik

Pr : Beban roda statis, dari penjelasan sub bab 2.3.1.Rangkaian kereta api di atas diketahui bahwa lokomotif tipe CC 201 dan 203 yang terbesar yaitu dengan (Pr) sebesar 7ton

Vr : Kecepatan rencana (Tabel 2.2. Kelas Jalan Rel)

(26)

4. Perhitungan Momen Akibat Beban Lokomotif

Karena dari seluruh rangkaian kereta api yang memiliki beban terbesar adalah lokomotif, maka untuk mengetahui momen yang terjadi pada rel dilakukan perhitungan momen (Utomo, 1997).

Ma =

5. Tegangan Pada Rel

Akibat dari momen yang ditimbulakan Lokomotif, maka terjadi tegangan pada rel. Untuk mengetahui tegangan yang terjadi, maka diperlukan perhitungan tegngan pada rel (Utomo, 1997).

σx =

(27)

6. Periksa Tegangan.

Pemeriksaan tegangan dimaksudkan untuk membandingkan antara tegangan yang terjadi dengan tegangan izin.

σx < σ (2.5)

Dimana:

σx : Tegangan pada rel (kg/cm2) σ : Tegangan izin (kg/cm2)

2.4. Sambungan Rel

Sambungan pada rel berfungsi untuk menahan rel agara tidak terlepas dari satu rel dengan rel lainnya, sambungan rel ini biasanya terletak tidak jauh dari posisi wesel dalam lintas Pasuruan – Jember rencananya rel yang akan digunakan adalah rel dengan tipe R54. Untuk merencanakan sambungan rel terlebih dulu harus mengetahui komponen –komponen sambungan di bawah ini.

2.4.1. Plat Sambungan Rel

Di Indonesia saat ini semua kebutuhan rel di suplai oleh produksi China untuk plat sambungan mutu baja menggunakan BJ 33 (DED SINTEL PASURUAN –

JEMBER). Tipe plat penyambung yang digunakan untuk rel tipe R54 sama dengan

tipe plat penyambung dengan rel tipe R42, R50, dan R60 yatu plat penyambung fish

bold plate, dengan karakteristik yang ditunjukkan pada tabel 2.3. Dimensi plat

(28)

Tabel 2.3. Dimensi Plat Sambungan

Dimensi Plat Penyambung Tipe Rel R.54

Besaran Dimensi Dimensi

P (mm) 560

L (mm) 79,4

T (mm) 20

Ø (mm) 24

Sumber: Peraturan Dinas No.10 PJKA (1968)

Di bawah ini adalah gambar plat sambungan yang digunakan dengan dimensi yang sudah tertera pada keterangan di atas. Di bawah ini adalah gambar plat sambungan rel rel tipe R.54 yang ditunjukkan pada gambar 2.3. berikut.

(29)

2.4.2. Suhu Pemasangan Rel

Suhu Pemasangan batas suhu minimum dan maksimum yang ditetapkan sesuai dengan kondisi cuaca dan iklim di Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mengetahui perbedaan suhu yang terjadi saat suhu mencapai tingkat tertinggi dan terendah sehingga dapat memperhitungkan gaya tarik yang terjadi akibat pemuaian rel Batas suhu pemasangan rel yang dikategorikan berdasar pada jenis bantalan akan dijelaskan dengan dua tabel yang ditunjukkan pada tabel 2.4. dan 2.5.

Tabel 2.4. Batas Suhu Rel Pada Bantalan Kayu

Tipe Rel Suhu ( C⁰ )

Minimum Maksimum

R.42 28 46

R.50 30 48

R.54 30 48

R.60 32 48

Sumber: Utomo (1997)

Tabel 2.5. Batas Suhu Rel Pada Bantalan Beton Tipe Rel

Suhu ( C⁰ )

Minimum Maksimum

R.42 22 46

R.50 24 46

R.54 24 46

R.60 26 46

(30)

2.4.3. Kekuatan Plat Sambungan

Analisa kekuatan pada plat sambungan diperlukan untuk mengetahui kekuatan pada rel yang saling berpotongan dan dikaitkan dengan plat sambungan, karena hal ini berkaitan dengan keamanan pada saat kereta api melintas tetpat pada sambungan rel rel tersebut. Di bawah ini adalah tahapan perhitungan untuk mengetahui kekuatan pada sambungan rel tersebut.

a. Gaya Longitudinal

Gaya longitudinal adalah gaya yang terjadi akibat rem dan gesekan roda, gaya percepatan kereta api dan temperatur udara sehingga mempengaruhi temperatur udara, gaya ini terjadi ke sepanjang arah rel. Gaya longitudinal dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut (Alamsyah, 2001).

N = E. A. λ. Δ t (2.6)

Dimana:

N : Gaya longitudinal (kg)

E : Modulus elastisitas rel (2,1 . 106kg/cm2)

A : Luas penampang rel (cm2) (Tabel 2.1. Profil Rel) λ : Koef pemuaian (1,2 x 10-5)

(31)

b. Pengurangan Luas Plat Akibat Pemasangan Baut

Pemasangan baut pada plat pasti mengurangi area luas dari plat tersebut, untuk mengetahui seberapa besar luas yang berkurang dilakukan perhitungan seperti berikut.

Ø baut x tebal plat x ∑ baut (2.7)

Untuk mengetahui diameter baut dan tebal plat, ditinjau kembali pada tabel 2.3. Dimensi Plat Sambungan

c. Luas Bersih (An)

Dari pengurangan luas plat, perhitungan selanjutnya adalah menghitung luas bersih (An) plat sambungan. Perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut.

An = (Pplat – Tplat) – pengurangan luas plat (2.8) Dimana:

Pplat : Panjang plat (mm) (Tabel 4.3. Dimensi Plat Sambungan) Tplat : Tebal plat (mm) (Tabel 4.3. Dimensi Plat Sambungan)

d. Tegangan Tarik Izin Plat

Tegangan tarik izin adalah tegangan tarik maksimum yang dapat ditahan oleh plat sambungan. Apabila tegangan tarik lebih besar dari tegangan yang diizinkan maka plat sambungan akan mengalami putus.

σN = 0,75 x σ x An (2.9)

Dimana:

(32)

An : Luas bersih plat (mm2)

0,75 : Faktor reduksi terhadap kuat tarik

e. Periksa Tegangan Tarik Plat

Periksa tegangan tarik plat bertujuan untuk membandingkan tegangan yang dialami plat dengan tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh plat. Kontrol tersebut dapat diketahui dengan persamaan berikut:

N < σN (2.10)

Dimana:

N : Gaya longitudinal/gaya tarik (kg/cm2) σN : Kuat tarik izin (kg/cm2)

2.4.4. Kekuatan Geser Baut

Pemasangan baut pada plat sangat diperhatikan karena berdampak pada keselamatan kereta api, pasangan baut pada plat dapat bergeser karena beban bergerak pada rel baut dapat bergeser dan lepas dari sambungan apabila tidak kuat menahan beban kereta api untuk itu dilakukan tahapan perhitungan seperti berikut:

a. Tegangan Geser

(33)

Dimana

D : Tegangan geser ( kg/cm2 ) Pd : Beban roda kereta api (Kg )

b. Tegangan Geser Izin Baut

Tegangan geser izin adalah kuat geser maksimum yang dapat dapat diterima oleh baut, untuk mengetahui kuat geser maksimum yang dapat diterima oleh baut dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut.

σD = 0,6 x σ (2.12)

Dimana:

σD : Tegangan geser izin ( kg/cm2 ) σ : Mutu baja BJ 33( kg/cm2 )

0,6 : Faktor reduksi terhadap kuat geser

c. Periksa Tegangan Geser Baut

Pemeriksaan tegangan geser dimaksudkan untuk memebandingkan tegangan yang dialami baut dengan kuat maksimum baut agar baut tidak terlepas dari sambungan. Pemeriksaan tersebut dapat diketahui dengan persamaan berikut.

D < σD (2.13)

Dimana:

(34)

2.4.5. Analisa Terhadap Kekuatan Tarik Baut

Untuk menganalisa kuat tarik yang dapat ditahan oleh baut maka harus dilakukan tahapan perhitungan momen, tegangan tarik, dan periksa tegangan tarik izin pada baut, berikut adalah tahapan perhitungan yang harus dilakukan.

a. Perhitungan Momen

Perhitungan momen yang terjadi di atas sambungan yang diakibatkan oleh beban kereta api pada beban terbesar dari seluruh rangkaian kereta api yaitu lokomotif.dengan Pr 7 ton..Untuk mengitung momen terlebih dulu harus mengetahui jarak baut pada sambungan yang dijelaskan pada gambar 2.4. berikut:

Gambar 2.4. Jarak Baut Pada Sambungan Sumber: (Peraturan Dinas PJKA, 1986)

Perhitungan momen pada sambungan plat dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut (Peraturan Dinas PJKA, 1986)

M = Pd lok x e (2.14)

Dimana

(35)

Setelah dilakukan perhitungan momen di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan dengan persamaan seperti berikut (Alamsyah, 2001).

Km=

M : Momen akibat beban dinamis (kg.cm)

d1 : 2x jarak baut ke as plat (cm) (Gambar 2.4. Jarak Baut Plat Sambungan)

b. Tegangan Tarik Baut

Pada pemasangan baut perlu diketahui tegangan tarik pada baut kerana jika baut tidak mampu menahan tegangan tersebut maka baut dapat putus, untuk mengetahui besar tegangan maka dibuat persamaan berikut (Alamsyah, 2001). T =

2,4 : Diameter baut (cm) (Gambar 2.4. Jarak Baut Plat Sambungan)

c. Tegangan Tarik Izin Baut

Tegangan tarik izin adalah tegangan tarik maksimun yang dapat ditahan oleh baut, apabila tegangan yang terjadi melampaui kuat tarik maksimum baut maka baut akan terputus, untuk mendapatkan kuat maksimum baut maka dibuat persamaan berikut.

(36)

Dimana:

σT : Tegangan tarik izin

σ : Mutu baja BJ 33 (1333kg/cm2) 0,7 : Faktor reduksi

d. Periksa Tegangan Tarik Baut

Pemeriksaan tegangan tarik baut untuk membandingkan tegangan tarik yang dialami dengan kuat tarik maksimum baut, agar baut tidak putus maka tegangan yang dialami harus lebih kecil dari kuat tarik maksimum baut hal itu dapat diketahui dengan persamaan berikut

T < σT (2.18)

Dimana:

T : Tegangan tarik baut (kg/cm2) σT : Tegangan tarik izin (kg/cm2)

Dari semua tahapan perhitungan yang dilakukan pada sambungan rel akan diketahui kekuatan yang dapat ditahan oleh plat sambungan dan baut dari beban kereta api yang melintas pada jalur tersebut.

2.5. Perancangan Wesel

(37)

2.6 Wesel

Wesel adalah perangkat pada track kereta api yang menghubungkan dua jalur yang saling bersimpangan. Sebuah rangkaian kereta api dapat bergerak melewati dari satu lintasan ke lintasan yang lain dengan melewati wesel dan persilangan dari arah kedua lintasan. Penggunaan wesel di Indonesia ada beberapa macam jenis, yaitu wesel biasa yang terdiri dari jalur lurus dan belok, wesel dalam lengkung yang ke dua jalur sama-sama mengarah belok, wesel 3 jalan yang memiliki 3 jalur sekaligus, dan yag terakhir adalah wesel inggris yang memiliki banyak cabang jalur, wesel inggris ini adalah wesel yang terumit di antara semua wesel yang digunakan diseluruh Indonesia.

Wesel biasa

Wesel biasa merupakan wesel sederhana yang membagi lintasan antara lintasan lurus dengan lintasan belok. Di bawah ini adalah wesel biasa yang ditunjukkan dalam gambar 2.5.

(38)

Wesel dalam lengkung

Wesel dalam lengkung adalah wesel jalur lengkung dan jalur belok yang membentuk sudut terhadap jalur beloknya. Di bawah ini adalah wesel dalam lengkung yang ditunjukkan dalam gambar 2.6.

Gambar 2.6. Wesel dalam lengkung Sumber: Alizar (2013)

Wesel tiga jalan

Wesel tiga jalan adalah wesel denga 3 jalur lintasan. Di bawah ini adalah wesel tiga jalan yang ditunjukan dalam gambar 2.7.

(39)

Wesel inggris

Wesel inggris adalah wesel yang merupakan perpotongan dua jalur sekaligus. Di bawah ini adalah wesel inggris yang ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Wesel inggris Sumber: Alizar (2013)

Wesel tipe R25

Wesel tipe R25 adalah rel wesel yang berukuran paling kecil. Di bawah ini adalah wesel tipe R25 yang berada di Stasiun Pasuruan yang ditunjukan dalam gambar 2.9.

(40)

Wesel tipe R33

Wesel tipe R33 atau biasa disebut dengan wesel tipe R3 saat ini sudah jarang digunakan. Di bawah ini adalah wesel tipe R33 yang berada di Stasiun Pasuruan yang ditunjukkan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10. Wesel tipe R33 di Stasiun Pasuruan Sumber: PT. Daya Cipta Dianrancana (2012)

Wesel tipe R42

Wesel tipe R42 rencananya akan diganti dengan wesel tipe R54. Di bawah ini adalah wesel tipe R42 yang berada di Stasiun Probolinggo yang ditunjukkan pada gambar 2.11.

(41)

2.7 Komponen Wesel

Agar wesel berfungsi dengan baik, maka bagian–bagian wesel harus dalam kondisi yang optimal, adapun bagian–bagian wesel sebagai berikut:

a). Lidah wesel atau ujung lidah adalah bagian dari wesel yang dapat berputar atau pegas. Ujung lidah wesel dapat digeser dengan suatu pembalik wesel untuk menghubungkan antara jalur lurus dan belok. b). Rel lantak adalah rel induk tetap, sebagai sandaran lidah wesel.

c). Jarum dan Sayap adalah bagian wesel untuk memungkinkan flens roda kereta api agar berjalan melalui perpotongan rel dalam.

d). Rel paksa adalah rel yang berfungsi untuk menahan flens roda kereta api. e). Penggerak wesel adalah alat penarik untuk menggeser lidah wesel.

2.8 Kecepatan Izin dan Sudut Simpang Wesel

Pada saat kereta api melewati wesel ada kecepatan maksimum tertentu yang diizinkan tergantung pada sudut weselnya hal ini bertujuan agar kereta api tidak keluar atau terlempar dari jalurnya karena besarnya benturan antara rel dan flens roda akibat kecepatan yang yang sangat tinggi.

(42)

Tabel 2.6. Sudut wesel dan kecepatan izin

Tg α 1:8 1:10 1:12 1:14 1:16 1:20

Nomor Wesel W8 W10 W12 W14 W16 W20

Kec izin (km/jam)

25 35 45 50 60 70

Sumber: Utomo (1997)

2.9. Desain Geometri dan Perancangan Wesel

(43)

Sebelum memasuki tahap perhitungan komponen-komponen wesel tersebut terlebih diulu mengetahui skema wesel yang di tunjukkan pada gambar 2.12. berikut.

Gambar 2.12. Skema Wesel Sumber: Utomo (1997)

(44)

B + C P

2 tg (α/2)

=

- d

2.9.1. Perhitungan Panjang J arum

Panjang jarum berfungsi sebagai pusat percabangan. Di bawah ini adalah skema panjang jarum wesel yang ditunjukkan pada gambar 2.13. berikut.

Gambar 2.13. Panjang Jarum Sumber: Utomo (1997)

Dari gambar 2.13. di atas tentang perhitungan panjang jarum, maka di dapatkan model perhitungan seperti berikut (Utomo, 1997).

(2.19)

Dimana:

P : Panjang jarum (m)

B : Lebar kaki rel (Tabel 2.1. Profil Rel) C : Lebar kepala rel (Tabel 2.1. Profil Rel)

(45)

2.9.2. Perhitungan Wesel Lidah Pegas

Panjang lidah pegas bergantung pada besarnya sudut tumpu, lebar kepala rel. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai wesel lidah putar yang diterangkan pada gambar 2.14. berikut.

Gambar 2.14. Wesel Lidah Pegas Sumber: Utomo (1997)

Dari gambar 2.6. di atas tentang perhitungan wesel lidah putar, maka di dapatkan model perhitungan seperti berikut (Utomo, 1997).

t > C cotg β (2.20)

Dimana:

t : Panjang lidah

(46)

2.9.3. Perhitungan J ar i – J ar i Lengkung Luar

Untuk memperhitungkan belokan pada wesel maka harus memperhatikan jari–jari lengkung luar. Besarnya jari–jari lengkung luar dipengaruhi oleh lebar lintasan, sudut tumpu, sudut simpang arah. Berikut adalah keterangan jari – jari lengkung luar yang dijelaskan pada gambar 2.15. berikut.

Gambar 2.15. Jari–jari lengkung luar Sumber: Utomo (1997)

Dari gambar 2.7. di atas tentang perhitungan jari-jari lengkung luar, maka di dapatkan model perhitungan seperti berikut (Utomo, 1997).

Dimana:

R : Jari–jari lengkung luar (m) S : Lebar lintasan

s – t sin β – P sin α R1

cos β – cos α

(47)

P : Panjang jarum (m) β : Sudut tumpu

α : Sudut simpang arah (Tabel 2.6. Sudut Wesel dan Kec Izin)

Dengan batasan bahwa jari–jari lengkung luar tidak boleh lebih dari besarnya jari – jari yang dihitung dengan persamaan berikut (Utomo, 1997).

Di mana:

R : Jari–jari lengkung luar (m)

V : Kecepatan izin pada wesel (Tabel 2.6. Sudut Wesel dan Kec Izin)

2.10. Analisa Kebutuhan Double Track Terhadap Kapasitas Lintas

Analisa kebutuhan double track dimaksudkan untuk meningkatkan fasilitas dan prasarana dalam meningkatkan mutu pelayanan transportasi kereta api. Untuk menganalisa kebutuhan double track terlebih dulu harus mengetahui jumlah frekuensi kereta api pada saat ini, hal ini di dasarkan pada volume penumpang dan kebutuhan angkutan barang.

Pada lintas Pasuruan – Jember kebutuhan kereta api barang lebih besar daripada kereta api penumpang, kereta api yang beroperasi antara lain kereta api barang angkutan batu bara dan bijih besi. Dalam penelitian ini akan dihitung analisa

V2 R

7,8

(48)

kebutuhan double track terhadap kapsitas lintas untuk 10 tahun mendatang yaitu dari tahun 2013 – 2023.

Apabila PT. Kereta Api dalam hal ini DAOP IX Jember untuk 10 tahun mendatang sudah tidak bisa lagi melayani frekuensi penumpang dan barang yang sangat banyak dengan fasilitas yang ada sekarang, maka perlu untuk di bangunnya fasilitas single track menjadi double track pada stasiun antara Pasuruan – Jember.

2.11. Kapasitas Lintas

Dalam melayani kebutuhan penumpang dan barang setiap Daerah Operasi (DAOP) atau Divisi Regional (DIVRE) harus mengetahui apakah fasilitas dan prasarana yang dimiliki sudah cukup memadai untuk melayani kebutuhan penumpang serta barang, maka perlu diperhitungkan kapasitas lintasnya. Kapasitas lintas adalah frekuensi kereta api per-hari yang dapat ditampung oleh suatu area dalam hal ini adalah stasiun antara Pasuruan – Jember. Dari perhitungan ini akan dapat di sinkronkan dengan kebutuhan penumpang dan barang.

Jika kebutuhan penumpang atau barang sudah tidak bisa terpenuhi lagi, maka pada stasiun antara Pasuruan – Jember perlu diadakan penambahan fasilitas double

track tergantung pada peningkatan volume penumpang. Berikut adalah perhitungan

kapasitas dengan menggunakan rumus scott (PT. Daya Cipta Dianrancana, 2012) 24 x 60

N

T1 + (C1 + C2)

(49)

Di mana:

N : Frekuensi KA (Jumlah KA/hari) T : Waktu tempuh rata-rata KA (menit) C1 : Waktu pelayanan blok (menit) -2 menit untuk blok manual

C2 : Waktu pelayanan untuk perangkat sinyal -2,5 menit untuk pelayanan sinyal mekanik

ƞ : Faktor efesiensi (0,5 – 0,75) diambil 0,6

(50)

Metodologi penelitian merupakan suatu metode yang digunakan dalam suatu penelitian berupa rancangan yang berisi langkah–langkah dalam melakukan studi tugas akhir, sehingga dapat terencana dengan baik agar tujuan dan arah permasalahan tidak menyimpang. Metodologi penelitian berisi tentang bagaimana mendapatkan data–data yang diperlukan, metode yang digunakan dalam pengolahan data, dan menarik kesimpulan serta saran–saran yang dapat diberikan dari hasil yang diperoleh.

Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dulu harus memahami tujuan penelitian yang akan dikaji dan langkah–langkah apa yang harus digunakan dalam melaksanakan penelitian tersebut, guna memperoleh hasil yang maksimal.

Pada bab ketiga ini akan dijelaskan secara detail langkah–langkah yang akan dilakukan selama penelitian dilaksanakan, sehingga didapatkan hasil penelitian yang diharapkan. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini meliputi:

1. Identifikasi permasalahan. 2. Pengumpulan data.

3. Analisa data.

(51)

3.1. Identifikasi Per masalahan

Tahap awal pengerjaan tugas akhir ini adalah dengan mengidentifikasi permasalahan, dimana permasalahan tersebut adalah:

Mengidentifikasi permasalahan mengenai perencanaan pergantian wesel, dalam hal ini adalah mengganti wesel tipe kecil dengan tipe yang lebih besar yaitu tipe R54 dengan sudut 1:12. Serta menganalisa kebutuhan double track untuk 10 tahun mendatang yaitu pada tahun 2023.

3.2. Tahapan Perhitungan

1. Perhitungan pembebanan kereta api 2. Perhitungan sambungan pada rel

3. Analisa terhadap kekuatan plat sambungan 4. Analisa terhadap kekuatan geser baut 5. Analisa terhadap kekuatan tarik baut 6. Perhitungan panjang jarum

7. Perhitungan wesel lidah pegas 8. Perhitungan jari-jari lengkung luar

9. Analisa kebutuhan double track terhadap kapasitas lintas 10.Analisa frekuensi kereta api barang tahun 2023

(52)

3.3. Analisa Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data pendukung sekunder yang diperoleh dari jasa Konsultan DED yang merencanakan desain track layout di stasiun antara Pasuruan – Jember dan sebagian lagi dari PT. Kereta Api Indonesia.. Kegiatan pengumpulan data sekunder meliputi data–data sebagai berikut:

1). Data Rangkaian Kereta Api

Data ini rangkaian didapatkan dari PT. Kereta Api Indonesia, hal ini dibutuhkan untuk mengetahui jenis-jenis kereta api penumpang maupun barang yang beroperasi pada lintas Pasuruan – Jember. Dengan adanya data ini juga akan dapat mengetahui jumlah rangkaian pada kereta tersebut.

2). Data Kapasitas Lintas

Data kapasitas lintas juga didapat dari grafik perjalanan kereta api (GAPEKA) PT. Kereta Api Indonesia data ini dibutuhkan untuk mengetahui letak kilometer atau jarak antar stasiun pada lintas Pasuruan – Jember.

3). Data Angkutan Penumpang dan Barang

(53)

3.4. Kesimpulan dan Saran

(54)

3.5. Alur Metodologi Penelitian

START

Identifikasi Permasalahan :

• Wesel dengan kondisi eksisting di lapangan yaitu wesel dengan tipe rel R25, R33, dan R42 dengan sudut 1:10 dari segi pelayanan kecepatan masih dinilai kurang daripada wesel tipe R54 sudut 1:12.

• Kapasitas lintas yang tersedia saat ini di lintas Pasuruan – Jember, mungkin pada masa mendatang perlu diadakan penambahan menjadi double track karena mengingat kebutuhan transportasi kereta api yang terus meningkat.

Pengumpulan Data

• Gambar rencana wesel dengan rel tipe R54 sudut 1:12

• Gambar eksisting rel tpe R25, R33, dan R42 sudut 1:10

• Analisa double track tahun 2023 Data Sekunder : • Data rangkaian

kereta api

• Data kapasitas lintas • Data Angkutan

Perhitungan kapasitas lintas pada tahun 2023

(55)

BAB IV

PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

4.1. Pembebanan

Bertujuan agar rangkaian kereta api dapat berjalan dengan aman, maka struktur track dibawahnya juga harus kuat, untuk merencanakan track tersebut utamanya wesel terlebih dahulu harus diketahui beban yang berada diatasnya. Beban ini tergantung pada rangkaian kereta api yang melintas pada track tersebut.

(56)

No. Nama Kereta Api Lintas Rangkaian J umlah

1. Mutiara Timur Siang Surabaya Gubeng Banyuwangi

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 7 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong

2. Mutiara Timur Siang Banyuwangi Surabaya Gubeng

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 7 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong

3. Mutiara Timur Malam Surabaya Gubeng Banyuwangi

Lokomotif 1 Lok

(57)

No. Nama Kereta Api Lintas Rangkaian J umlah

4. Mutiara Timur Malam Banyuwangi Surabaya

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 7 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong Sumber: PT KAI (2013)

Tabel 4.2. Rangkaian Kereta Api Kelas Ekonomi

No. Nama Kereta Api Lintas Rangkaian J umlah

1. Logawa Jember Surabaya

Lokomotif 1 Lok

(58)

No. Nama Kereta Api Lintas Rangkaian J umlah

2. Logawa Surabaya Jember

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 6 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong

3. Sritanjung Banyuwangi Surabaya

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 6 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong

4. Sritanjung Surabaya Banyuwangi

Lokomotif 1 Lok

(59)

No. Nama Kereta Api Lintas Rangkaian J umlah

5. Tawangalun Pasuruan Banyuwangi

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 7 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong

6. Tawangalun Banyuwangi Pasruan

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 6 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong

7. Pandanwangi Banyuwangi Probolinggo

Lokomotif 1 Lok

(60)

No. Nama Kereta Api Lintas Rangkaian J umlah

8. Pandanwangi Probolinggo Banyuwangi

Lokomotif 1 Lok

Gb. Penumpang 6 Gerbong Gb. Makan 1 Gerbong Gb. Barang 1 Gerbong Sumber: PT KAI (2013)

Tabel 4.3. Rangkaian Kereta Api Barang

No. Nama Kereta Api Lintas Rangkaian J umlah

1. Kereta Api Bijih Besi Leces Probolinggo

Lokomotif 1 Lok

Gb. Barang 20 Gerbong

2. Kereta Api Batu Bara Klakah Jember

Lokomotif 1 Lok

(61)

Dari uraian tabel diatas di ketahui setiap kereta api penumpang dari kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi masing-masing memiliki rangkaian dari lokomotif, kereta penumpang, kereta makan, kereta pembangkit, kereta bagasi dan untuk khusus kereta barang sendiri hanya terdapat rangkaian lokomotif dan gerbong barang saja. Dan dari semua KA yang beroperasi di lintas Pasuruan – Jember KA baranglah yang memiliki rangkaian gerbong terbanyak, yaitu 20 gerbong dengan 1 lokomotif

4.1.1. Beban Rangkaian Kereta Api 1. Lokomotif

PT. Kereta Api Indonesia pada saat ini hanya menggunakan 2 jenis lokomotif yaitu lokomotif yang pada masing-masing bogie terdiri dari 2 gandar yaitu lokomotif tipe BB, dan yang ke 2 adalah lokomotif tipe CC tipe 201 dan 203 yang pada masing-masing bogie terdiri dari 3 gandar. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai perhitungan beban gandar ( axle load ) dan beban roda pada masing-masing jenis lokomotif.

a. Lokomotif BB, beban lokomotif ( Wlok ) = 56 ton

Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2 = 56 / 2 = 28 ton Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 = 28 / 2 = 14 ton Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2 = 14 / 2 = 7 ton

b. Lokomotif CC, beban lokomotif ( Wlok ) = 84 ton

(62)

2. Kereta Penumpang

Kereta penumpang berfungsi untuk mengangkut penumpang. Kereta ini memiliki karakteristik kenyamanan dan kecepatan yang tinggi, kereta ini memiliki 2 bogie, dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar, berat kereta (berisi penumpang) ialah sekitar 40 ton.

Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2 = 40 / 2 = 20 ton Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 = 20 / 2 = 10 ton Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2 = 10 / 2 = 5 ton

3. Kereta Makan

Kereta makan berfungsi untuk restorasi bagi penumpang. Kereta ini memiliki karakteristik seperti kereta penumpang, memiliki 2 bogie dan masing-masing

bogie terdapat 2 gandar, berat kereta (berisi penumpang) ialah sekitar 41 ton.

Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2 = 41 / 2 = 20,5 ton Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 = 20,5 / 2 = 10,25 ton Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2 = 10,25 / 2 = 5,125 ton

4. Kereta Bagasi

Kereta bagasi berfungsi untuk mengangkut barang. Kereta ini memiliki karakteristik seperti cargo, memiliki 2 bogie dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar, berat kereta (termasuk barang) ialah sekitar 43 ton.

(63)

5. Kereta Barang

Kereta barang berfungsi untuk mengangkut barang. Di lintas Pasuruan – Jember kereta barang yang beroperasi hanyalah 2 jenis yaitu kereta api batu bara dan bijih besi, kereta ini 2 bogie dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar berat kereta (berisi muatan) ialah sekitar 35 ton.

Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2 = 35 / 2 = 17,5 ton Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 = 17,5 / 2 = 8,75 ton Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2 = 8,75 / 2 = 4,325 ton

6. Kereta Pembangkit

Kereta pembangkit berfungsi untuk gerbong penyimpanan mesin dan bahan bakar. memiliki 2 bogie dan masing-masing bogie terdapat 2 gandar, berat kereta ialah sekitar 42 ton.

Gaya bogie ( Pb ) = Wlok / 2 = 42 / 2 = 21 ton Gaya gandar ( Pg ) = Pb / 2 = 21 / 2 = 10,5 ton Gaya roda ( Pr ) = Pg / 2 = 10,5 / 2 = 5,25 ton

(64)

Tabel 4.4. Profil Rel

Besaran Geometrui Wesel Tipe Rel

R.42 R.50 R.54 R.60

H (mm) 138,00 153,00 159,00 172,00

B (mm) 110,00 127,00 140,00 150,00

C (mm) 68,50 65,00 72,20 74,30

D (mm) 13,50 15,00 16,00 16,50

E (mm) 40,50 49,00 49,40 51,00

F (mm) 23,50 30,00 30,20 31,50

G (mm) 72,00 76,00 74,97 80,95

R (mm) 320,00 500,00 508,00 120,00

A (cm2) 54,26 64,20 69,34 76,86

W (kg/m) 42,59 50,40 54,43 60,34

Yb (mm) 68,50 71,60 76,20 80,95

Ix (cm4) 1,263 1,860 2,345 3,066

A : Luas penampang

W : Berat rel per meter

Yb : Jarak kaki rel ke sumbu x

I : Jarak tepi bawah rel ke garis netral Sumber: Utomo (1997)

(65)

Untuk menghitung pembebanan terlebih dahulu harus diketahui kelas jalan, kecepatan maksimum, beban maksimum, tegangan dasar, dan tegangan izin. Pada tabel 4.5. di bawah ini menerangkan tentang penjelasan kelas jalan rel.

Tabel 4.5. Kelas Jalan Rel Kelas Daya angkut

lintas V rencana P maks Jenis jalan (ton/tahun) (km/jam) gandar

(ton) (kg/cm

a. Kelas Jalan : Klasifikasi jalan kereta api yang diurutkan berdasar daya angkut lintas.

b. Daya angkut lintas : Jumlah angkutan yang dapat dicapai oleh kereta api yang beroperasi pada petak jalan tersebut.

c. V rencana : Kecepatan yang direncanakan pada kelas jalan. d. P maks gandar : Beban maksimum yang diizinkan.

(66)

f. Tegangan dasar rel : Tegangan yang biasa terjadi pada rel.

g. Tegangan izin : Tegangan maksimum yang diperbolehkan pada lintas tersebut.

4.1.2. Perhitungan Pembebanan Kereta Api

Untuk merencanakan wesel tipe R54 yang nantinya akan dipasang di petak jalan antara Pasuruan - Jember ditinjau dari segi kemampuan dan keamanan untuk menerima beban kereta api, maka diperlukan data dan perhitungan sebagai berikut: a. Kelas jalan : Kelas jalan I (Tabel 4.5. Kelas jalan rel)

b. Profil R54 W ( Berat ) : 54,43 kg/cm2 (Tabel 4.4. Profil Rel) I : 2.345 cm4 (Tabel 4.4. Profil Rel) Yb : 76,20 mm (Tabel 4.4. Profil Rel) c. Modulus elastisitas rel : 2,1 x 106 kg/cm2

d. Tegangan izin (σ ) : 1325 kg/cm2 (Tabel 4.5. Kelas jalan rel) e. V rencana : 150 km/jam (Tabel 4.5. Kelas jalan rel) g. Pr Lokomitif : 7000 kg

h. Jarak antar rel : 1067 mm

(67)

1. Distribusi Beban

Akibat beban kereta api yang melaju di atas rel, maka akan terjadi momen yang diterima oleh rel. Di bawah ini adalah sketsa pendistribusian beban yang diakibatkan oleh kereta api.

Gambar 4.2. Distribusi Beban Sumber: Utomo (1997)

2. Dumping Factor

Akibat defleksi dan momen yang diakibatkan roda pada rel, maka diperlukan

dumping factor sebagai berikut (Utomo, 1997).

λ =

I : Jarak tepi bawah rel ke garis netral 2,345cm4 (Tabel 4.4. Profil Rel) k : Modulus elastisitas track (180 kg/cm2)

Pd

Ma

Gaya yang di akibatkan oleh beban roda

Distribusi momen yang diterima rel

(68)

3. Perhitungan Beban Dinamik

Sebelum menentukan momen yang diterima oleh rel akibat kereta api, terlebih dulu harus diketahui beban dinamik yang terjadi. Beban dinamik adalah transformasi dari beban statis roda menjadi beban roda dinamik dalam hal ini adalah lokomotif yaitu dengan beban roda sebesar 7 ton, di bawah ini adalah gambar 4.3. beban lokmotif..

Gambar 4.3. Beban Lokomotif Sumber: Konsep Original

Beban roda lokomotif adalah sebesar 7 ton, untuk menghitung beban dinamik maka beban roda harus harus dikonversi menjadi 7000kg. Di bawah ini adalah persamaan mengenai beban dinamik (Kramadibrata, 1996).

Pd = Pr + 0,01.Pr (Vr – 5) (4.2)

Pd = 7000 + 0,01 . 7000 (150-5) Pd = 17.150 kg

Dimana:

Pd : Beban dinamik

(69)

4. Perhitungan Momen Akibat Beban Lokomotif

Karena dari seluruh rangkaian kereta api yang memiliki beban terbesar adalah lokomotif, maka untuk mengetahui momen yang terjadi pada rel di lakukan perhitungan sebagai berikut (Utomo, 1997).

Ma = Pd : Beban dimanis lokomotif (17.150 kg)

λ : Dumping factor (0,05)

Dari hasil perhitungan diatas diketahui besaran momen yang ditimbulkan akibat beban dinamis lokomotif. Hasil perhitungan tersebut maka dapat ditunjukkan pada gambar 4.4. Momen akibat beban dinamis berikut.

(70)

5. Tegangan Pada Rel

Akibat dari momen yang ditimbulakan Lokomotif, maka akan terjadi tegangan yang dialami rel. Untuk mengetahui tegangan yang terjadi, maka diperlukan perhitungan sebagai berikut (Utomo, 1997).

σx =

Ma : Momen akibat lokomotif (85.750 kg.cm)

yb : Jarak kaki rel ke sumbu x 2.346 cm4 (Tabel 4.4. Profil Rel)

I : Jarak tepi bawah rel ke garis netral 2,345cm4 (Tabel 4.4. Profil Rel)

6. Periksa Tegangan

Pada tabel 4.5. Kelas Jalan Rel PJKA – 1968 , lintas Pasuruan – Jember diketahui memiliki kategori dengan kelas jalan I, didapatkan tegangan izin (σ) sebesar 1325 kg/cm2. Maka harus dilakukan control tegangan seperti berikut:

Kontrol Tegangan:

σx < σ (4.5)

(71)

Dimana:

σx : Tegangan pada rel 278,52 kg/cm2

σ : Tegangan izin 1325 kg/cm2 ( Tabel 4.5. Kelas Jalan Rel)

Dari hasil perhitungan di atas diketahui tegangan izin sebesar 1325 kg/cm2 masih lebih besar dari tegangan yang ditimbulkan oleh lokomotif sebesar 278,52 kg/cm2. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat diperjelas dengan gambar 4.5. Tegangan Pada Rel berikut.

Gambar 4.5. Tegangan Pada Rel Sumber: Konsep Original

Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa wesel rel tipe R54 dapat digunakan, karena kekuatan rel wesel tipe R.54 masih dapat menahan beban rangkaian kereta api yang terbesar yaitu lokomotif.

4.2. Sambungan Rel

(72)

biasanya terletak tidak jauh dari posisi wesel, pada lintas Pasuruan – Jember rel rencana yang akan digunakan adalah rel dengan tipe R.54.

Plat penyambung untuk rel R.54 menurut “Pd-10 Konstruksi Jalan Rel 1986

pasal 1” memiliki lubang baut sebanyak 4 buah lubang yang pada setiap lubang

bautnya memiliki ukuran diameter 24mm dan memiliki jarak tertentu pada setiap lubang bautnya, karakteristik plat penyambung rel R.54 dan R.60 berbeda dengan karakteristik plat penyambung tipe rel lainnya yang berukuran lebih kecil. Untuk merencanakan sambungan rel terlebih dulu harus mengetahui komponen –komponen plat sambungan rel.

4.2.1. Plat Sambungan Rel

Di Indonesia saat ini semua kebutuhan rel di suplai oleh produksi China untuk plat sambungan mutu baja menggunakan BJ 33 (DED SINTEL PASURUAN –

JEMBER). Tipe plat penyambung yang digunakan untuk rel tipe R.54 yaitu plat

penyambung fish bold plate, dengan karakteristik yang ditunjukkan pada tabel 4.6. Dimensi Plat Sambungan di bawah ini.

Tabel 4.6. Dimensi Plat Sambungan

Dimensi Plat Penyambung Tipe Rel R.54

Besaran Dimensi Dimensi

P (mm) 560

L (mm) 79,4

(73)

Dari tabel di atas sudah ditunjukkan untuk dimensi plat sambungan, maka selanjutnya dimensi dari plat sambungan rel dapat ditunjukkan pada gambar 4.6. Plat sambungan Rel berikut.

Gambar 4.6 Plat Sambungan Rel Sumber: (Peraturan Dinas PJKA, 1986)

4.2.2. Suhu Pemasangan Rel

Suhu pemasangan adalah besarnya suhu pada saat rel dipasang. Batas suhu minimum dan maksimum yang ditetapkan sesuai dengan kondisi cuaca dan iklim di Indonesia. Di bawah ini adalah batas suhu pemasangan rel yang dikategorikan berdasar pada jenis bantalan yang ditunjukkan pada tabel 4.7. dan 4.8. berikut.

Tabel 4.7. Batas Suhu Rel Pada Bantalan Kayu

Tipe Rel Suhu ( C⁰ )

Minimum Maksimum

R.42 28 46

R.50 30 48

R.54 30 48

R.60 32 48

(74)

Tabel 4.8. Batas Suhu Rel Pada Bantalan Beton Tipe Rel

Suhu ( C⁰ )

Minimum Maksimum

R.42 22 46

R.50 24 46

R.54 24 46

R.60 26 46

Sumber: Utomo (1997)

Dalam penelitian ini tipe rel yang digunakan adalah R54 dengan bantalan beton, dari penjelasan tabel di atas didapatkan suhu minimum adalah 24 Co dan suhu maksimum adalah 46 Co, maka untuk perubahan suhu pada rel R54 adalah suhu maksimum di kurangi suhu minimum yaitu sebesar 20 Co.

4.2.3. Perhitungan Sambungan Pada Rel

Untuk merencanakan kekuatan sambungan pada rel tipe R.54 sebelumnya harus diketahui data-data sebagai berikut.

a. Luas Penampang rel (A) = 69,34 cm2 (Tabel 4.4. Profil Rel) b. Dimensi Plat

(75)

c. Mutu baja = Baja yang digunakan adalah produksi China dengan mutu baja BJ 33 ( Ϭ = 1333 kg/cm2 )

d. Mod elastisitas rel (E) = 2,1 x 106 kg/cm2 e. Koef Pemuaian (λ) = 1,2 x 10-5

f. Perubahan suhu (Δ t) = 20 Co (Tabel 4.7. Batas Suhu Rel)

Gambar 4.7. Gaya Pada Sambungan Sumber: Utomo (1997)

4.2.4. Analisa Terhadap Kekuatan Plat Sambungan

Seperti yang telah diketahui berdasarkan data-data di atas perhitungan plat sambungan dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

a. Gaya Longitudinal

Gaya longitudinal adalah gaya yang terjadi akibat rem dan gesekan roda, gaya ini terjadi ke sepanjang arah rel. Gaya longitudinal dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut (Alamsyah, 2001).

N = E. A. λ. Δ t (4.6)

(76)

Dimana:

N : Gaya longitudinal (kg/cm2)

E : Modulus elastisitas (2,1 x 106 kg/cm2)

A : Luas penampang rel 69,34 cm2 (Tabel 4.4. Profil Rel)

λ : Koef pemuaian (1,2 x 10-5)

Δ t : Perubahan suhu 20 Co (Tabel 4.8. Batas Suhu Rel)

b. Pengurangan Luas Plat Akibat Pemasangan Baut

= Ø baut x Tplat x ∑ baut (4.7)

= 24 x 20 x 4

= 1920 mm2

Dimana:

Ø baut : 24mm (Tabel 4.6. Dimensi Plat Sambungan)

Tplat : 20 mm (Tabel 4.6. Dimensi Plat Sambungan)

∑ baut : 4baut (Gambar 4.6. Plat Sambungan Rel)

c. Luas Bersih (An)

(Pplat – Tplat) – pengurangan luas plat (4.8)

An = (560 – 20) – 1920

= 9280 mm2

≈ 928 cm2

(77)

d. Tegangan Tarik Izin Plat

σN = 0,75 x σ x An (4.9)

= 0,75 x 1333 x 928

= 92776,8 kg

Dimana:

σN : Tegangan tarik izin (kg)

σ : Mutu baja BJ 33 (1333kg/cm2)

An : Luas bersih plat (928 cm2)

0,75: Faktor reduksi terhadap kuat tarik

e. Periksa Tegangan Tarik Plat

N < Σn (4.10)

34937,36 kg/cm2 < 92776,8 kg/cm2

Dimana:

N : Gaya longitudinal/gaya tarik (34937,36 kg/cm2)

σN : Kuat tarik izin (92776,8 kg/cm2)

Jadi plat sambungan fish bold plate untuk rel R54 memenuhi persyaratan untuk digunakan, karena gaya longitudinal yang terjadi pada plat sambungan masih lebih

lebih kecil dari kuat tarik izin plat.

4.2.5. Analisa Terhadap Kekuatan Geser Baut

Untuk menganalisa kuat geser yang dapat ditahan oleh baut maka dilakukan

(78)

a. Tegangan Geser

P : Beban roda lokomotif diatas sambungan rel (7000Kg )

b. Tegangan Geser Izin Baut

σD = 0,6 x σ (4.12)

0,6 : Faktor reduksi terhadap kuat geser

c. Periksa Tegangan Geser Baut

D < σD (4.13)

773,67 kg/cm2 < 799,8 kg/cm2

(79)

Dimana:

D : Tegangan geser baut (773,67 kg/cm2)

σD : Tegangan geser izin baut (799,8 kg/cm2)

Jadi dari hasil analisa perhitungan kuat geser baut dapat disimpulkan bahwa baut

dapat dipakai, karena memenuhi pesyaratan yaitu tegangan geser baut yang terjadi

masih lebih kecil dari tegangan geser izin baut.

4.2.6. Analisa Terhadap Kekuatan Tarik Baut

Untuk menganalisa kuat tarik yang dapat ditahan oleh baut maka dilakukan

perhitungan seperi berikut:

a. Perhitungan Momen

Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui momen yang terjadi di atas

sambungan dengan beban kereta lokomotif. Untuk mengihtung momen terlebih

dulu harus mengetahui jarak baut pada sambungan yang dijelaskan pada gambar

4.6. berikut.

Gambar 4.8. Jarak Baut Pada Sambungan

(80)

1. Momen yang terjadi pada celah sambungan (Peraturan Dinas PJKA, 1986).

P : Beban roda lokomotif (7000kg)

e : Jarak baut dengan as plat 8cm (Gambar 4.6. Jarak Baut Pada Sambungan)

2. Momen pada plat (Alamsyah, 2001).

Km=

d1 : 2x jarak baut ke as plat 16cm (Gambar 4.8. Jarak Baut Pada Sambungan)

b. Tegangan Tarik Baut

(81)

a. Tegangan Tarik Izin Baut

Tegangan tarik izin adalah kuat tarik maksimun yang dapat ditahan oleh baut.

σT = 0,7 x σ (4.17)

= 0,7 x 1333 kg/cm2

= 933,1 kg/cm2

Dimana:

σT : Tegangan tarik izin (kg/cm2)

σ : Mutu baja BJ 33 (1333kg/cm2)

0,7 : Faktor reduksi

b. Periksa Tegangan Tarik Baut

T < σṪ (4.18)

157,15 kg cm2 < 933,1 kg/cm2

Dimana:

T : Tegangan tarik baut (157,15 kg cm2)

σT : Tegangan tarik izin (< 933,1 kg/cm2)

Jadi dari hasil analisa perhitungan kuat tarik baut dapat disimpulkan bahwa

tegangan tarik baut yang terjadi masih lebih kecil dari tegangan tarik izin baut.

4.3. Perancangan Geometri Wesel

Perancangan geometri wesel dibutuhkan untuk dapat menentukan berapa

dimensi dan ukuran wesel tersebut, bila menggunakan rel tipe R54 dengan sudut

(82)

4.3.1. Perhitungan Panjang J arum

Panjang jarum pada wesel tergantung pada lebar kepala rel, lebar kaki rel,

besarnya celah antar jarum, dan sudut simpang arah.

Gambar 4.9. Panjang Jarum

Sumber: Utomo (1997)

Dari gambar 4.9. tentang perhitungan panjang jarum, maka didapatkan model

perhitungan seperti berikut (Utomo, 1997).

P = d

Dari persamaan di atas didapatkan keterangan sebagai berikut:

(83)

Dalam penelitian ini perhitungan panjang jarum menggunakan wesel tipe 1:12 dan

rel tipe R54 dengan data sebagai berikut:

a. C ( Lebar kepala rel ) = 72,20 mm ≈ 0,0722 m (Tabel 4.4. Profil Rel)

(84)

4.3.2. Perhitungan Wesel Lidah Pegas

Pada lintas Pasuruan – Jember lidah wesel menggunakan wesel lidah pegas.

Panjang lidah pegas bergantung pada besarnya lebar kepala rel dan sudut tumpu.

Gambar 4.10. Wesel Lidah Pegas

Sumber:Utomo (1997)

Dari gambar 4.10. di atas tentang perhitungan wesel lidah putar, maka di dapatkan

model perhitungan seperti berikut (Utomo, 1997).

t > C cotg β (4.20)

Dimana:

t : Panjang lidah

B : Lebar kaki rel

(85)

Pada perhitungan wesel lidah pegas diketahui panjang lidah pegas untuk wesel tipe

R54 dengan sudut 1:12 adalah 3,02 meter dan untuk sudut tumpu adalah 1:35. Dari

persamaan di atas, maka diperlukan data-data sebagai berikut:

a. Panjang lidah (t) yaitu sebesar 15,59 m.

b. C ( Lebar kepala rel ) = 72,20 mm ≈ 0,0722 m (Tabel 4.4. Profil Rel)

c. Β, yaitu 1:35

= 1 : 35

tg β = 1/35

β = arc tan 1/35

β = 1,63o

Agar panjang lidah tidah lebih besar dari celah antara rel lantak dan lidah wesel,

maka digunakan persamaan berikut:

t > C cotg β

15,59 > 0,0722 cotg 1,63

15,59 m > 4,22 m

Jadi untuk panjang lidah wesel dengan rel tipe R54 dan dengan sudut 1:12 dapat

dioperasikan karena memenuhi persyaratan, yaitu lidah wesel masih lebih panjang

(86)

4.3.3. Perhitungan J ar i – J ar i Lengkung Luar

Untuk memperhitungkan belokan pada wesel maka harus memperhatikan

jari–jari lengkung luar (R1). Besarnya jari–jari lengkung luar dipengaruhi oleh lebar

lintasan, sudut tumpu, sudut simpang arah.

Gambar 4.11. Jari–jari lengkung luar

Sumber: Utomo (1997)

Dari gambar 4.11. di atas tentang perhitungan jari-jari lengkung luar, maka di

dapatkan model perhitungan seperti berikut (Utomo, 1997).

(87)

Perhitungan jari-jari lengkung luar harus dilengkapi data sebagai berikut:

Lebar lintasan di Indonesia menggunakan 1067 mm ≈ 1,067 m

a. Panjang lidah (t) yaitu sebesar 15,59 m.

b. P ( panjang jarum ) = 3,02 m

Dari data di atas dapat dilakukan perhitungan seperti berikut.

R1 =

Jadi untuk panjang lengkung luar wesel ( R1 ) tipe R54 didapatkan 203,25 m.

Dengan batasan bahwa jari–jari lengkung luar tidak boleh lebih dari besarnya jari –

jari lengkung dalam. Perhitungan jari-jari lengkung dalam dapat dijelaskan sebagai

(88)

a. Perhitungan J ari – J ar i Lengkung Dalam

Dari tabel 4.9. di bawah diketahui bahwa wesel dengan sudut 1:12 memiliki

persyaratan kecepatan izin maksimum 45 km/jam (Utomo, 1997).

Rd =

Tabel 4.9. Sudut Wesel dan Kecepatan Izin

(89)

Dimana:

R1 : Jari-jari lengkung luar (203,25 m)

Rd : Jari-jari lengkung dalam (259,61 m)

Jadi perancangan untuk wesel tipe R54 dengan sudut 1:12 dapat digunakan, karena

memenuhi persyaratan yaitu jari-jari lengkung luar (R1) harus lebih kecil daripada

jari-jari lengkung dalam (Rd).

4.4. Analisa Kebutuhan Double Track Terhadap Kapasitas Lintas

Untuk menganalisa kebutuhan double track pada tahun 2023 di lintas

Pasuruan –Jember terlebih dahulu harus mengetahui apakah kapasitas lintas pada

petak jalan tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan frekuensi kereta api yang

dibutuhkan.

Karena pada lintas Pasuruan - Jember sistem persinyalan menggunakan sinyal

mekanik dan sistem pelayanan blok menggunakan pelayanan blok manual, maka

untuk menghitung kapasitas lintas kereta api pada lintas Pasuruan – Jember dapat

dilakukan dengan tahapan perhitungan kecepatan, waktu tempuh, dan kapasitas

(90)

a. Kecepatan Rata-Rata

Sebagai contoh perhitungan, misalkan stasiun antara Pasuruan – Rejoso. (PT.

Daya Cipta Dianrancana, 2012).

Diketahui:

V (KA Penumpang) = 60 km/jam

V (KA Barang) = 40 km/jam

V rata-rata = 60 + 40 = 100 km/jam

= 100/2 = 50 km/jam

b. Waktu Tempuh Rata-Rata (Menit) :

T =

T : Waktu tempuh rata-rata (menit)

Vr : Kecepatan rata-rata (km/jam)

S : Jarak tempuh pada petak jalan antara 2 stasiun

(91)

c. Kapasitas Lintas (KA/Hari):

Kapasitas lintas dilakukan dengan persamaan sebagai berikut (PT. Daya Cipta

Dianrancana, 2012):

Jadi untuk kapasitas lintas antara stasiun Pasuruan – Rejoso saat ini adalah 57 KA

per hari, untuk kapasitas lintas di petak antara stasiun Rejoso hingga stasiun Jember

akan dijelaskan dalam tabel kapasitas lintas 4.10. berikut 24 x 60

N

T + (C1 + C2)

(92)

Gambar

Gambar 2.4. Jarak Baut Pada Sambungan Sumber: (Peraturan Dinas PJKA, 1986)
gambar 2.5.
Gambar 2.7. Wesel tiga jalan
Gambar 2.8. Wesel inggris Sumber: Alizar (2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait