• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF Al QUR AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF Al QUR AN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai ayat yang berkaitan dengan eksistensi al Quran, disebutkan bahwa Al Qur’an adalah petunjuk, pembeda dan penjelas (hudan,bayan,furqon). Allah member misi kehadiran maanusia sebagai khalifah Nya di muka bumi dengan memberikan potensi Akal pikiran dan al Quran sebagai petunjuk kehidupannya. Rumusan rumusan dasar tentang pendidikan dalam al Quran merupakan gagasan penting yang harus dipikirkan serius para sarjana muslim dalam rangka merumuskan format pendidikan yang mengarah pada pembentukan manusia seutuhnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menggali konsep dasar pendidikan yang diisyaratkan al-Qur’an sehingga mampu mengungkapkan konsep penting yang harus diperhatikan para penggiat pendidikan apalagi pendidikan yang berlabelkan secara kelembagaan menggunakan identitas Islam. Dengan menggunakan metode content analysis (analisis isi), terhadap beberapa ayat ayat yang terdapat dalam al Qur’an dengan menggunakan pendekatan semantic (kebahasaan).

Berdasarkan Hasil kajian terhadap beberapa ayat al-Qur’an ditemukan ada term tarbiyah dan term ta’lim (dengan derivasi katanya) dimana Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata Rabb di dalam Al-Qur’an ditemukan 169 kali dan dihubungkan pada obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam, sesuatu selain Tuhan. Lafad ar-rabb adalah pemilik, Maha memperbaiki, Yang Maha pengatur, Yang Maha mengubah, Yang Maha menunaikan, at-Tanwiyah berarti pertumbuhan dan perkembangan, at-Tarbiyah, rabban, rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh, mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada aspek jasmaniah maupun rohaniah. Sedangkan ta’lim berasal dari kata ‘allama berkonotasi pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan, ta’lim dipahami

(2)

sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas peserta didik (intellectual quotient),

Pengantar

Al-Qur’an mengekpresikan istilah pendidkan melalui kata tarbiyah, ta’lim Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata Rabb di dalam Al-Qur’an ditemukan 169 kali dan dihubungkan pada obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam, sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam Beberapa ahli tafsir memberikan penjelasan seperti al Qurtubi, menyebutkan bahwa lafad ar-rabb adalah pemilik, tua, Maha memperbaiki, Yang Maha pengatur, Yang Maha mengubah, Yang Maha menunaikan, menurut Fahrur Razi, ar-rabb mempunyai arti at-Tanwiyah berarti pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan al Jauhari memberi arti at-Tarbiyah, rabban, rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh.

Naquib Al-Attas,

sebagaimana dikutif Jalaludin

menyebutkan bahwa tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara menjaga dan membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang dan tumbuhan (Jalaluddin, 2003: 115). Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah mengandung arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada aspek jasmaniah maupun rohaniah (Samsul Nizar, 2001, 87).

Dapat disimpulkan bahwa kata tarbiyah menyangkut kepedulian dan kasih sayang secara naluriah yang didalamnya ada asah, asih dan asuh; sedangkan ta’lim berasal dari kata ‘allama berkonotasi pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan, ta’lim dipahami sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas peserta didik (intellectual quotient), proses

(3)

Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 dan 32: yaitu ketika al qur’an menginformasikan tentang penciptaan Adam sebagai cikal bakal manusia yang menerima ilmu pengetahuan langsung dari Allah Ayat ini menginformasikan bahwa manusia dianugerahi potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin dan sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak-anak) bukan dimulai dengan mengajarkan kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu nama-nama (yang mudah), seperti ini papa, ini mama, itu pena, itu pensil dan sebagainya. Itulah sebagian makna yang dipahami oleh para ulama dari firman-Nya: Dia mengajar Adam

nama-nama (benda)

seluruhnya.(Quraish Shihab, vol.1, 2002: 146)

Selain term tersebut ada term

ta’dib tidak dijumpai langsung dalam

al-Qur’an, tetapi pada tingkat operasional, dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah sebagai orang yang diberi

mandate oleh Allah sebagai penerima wahyu. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk menyempurnakan akhlak ( innama buistu liutammima makarima al ahlaq) sehingga ta’dîb diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik atau pengembangan kecerdasan emosional (emotional quotient).

Karena al Qur’an dan hadits menjadi sumber utama dalam Islam, maka kesatuan integral antara

tarbiyah, ta’lim dan ta’dib mesti dan

harus ada dalam proses pendidikan Islam, dimana peningkatan intelektual itu harus berbarengan dengan peningkatan ketauhidan kepada Allah dan akhlakul karimah dari peserta didik, kalau ini yang menjadi tujuan dari pendidikan Islam, maka seluruh komponen yang ada dalam struktur sekolah harus memiliki sistem dan paradigma yang sama, pendidikan akhlak tidak hanya tanggungjawab guru agama tetapi menjadi tanggungjawab bersama.

(4)

A. Beberapa potongan Ayat al-Qur’an yang Berkaitan dengan Pendidikan

Dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 ada beberapa term yang memeliki keterkaitan dengan pendidikan diantaranya terma (أﺮ ﻗا) iqra’ yang terambil dari kata kerja (أﺮﻗ) qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun. Dalam kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut. Antara lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti menghimpun.

Selanjutnya ( ّبر) rabb seakar dengan kata (

ﺔ ﯿ ﺑﺮ ﺗ

) tarbiyah/ pendidikan. Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan serta perbaikan. Kata rabb maupun tarbiyah berasal dari kata (ﺎﺑر

ﻮﺑﺮﯾ

-

) raba’ — yarbû yang dari segi pengertian kebahasaan adalah kelebihan. Dataran tinggi dinamai (ةﻮ ﺑر) rabwah, sejenis roti yang dicampur dengan air sehingga membengkak dan membesar disebut

(ﻮ ﺑ ّﺮ ﻟا) ar-rabw. Kata Rabb apabila sendiri maka yang dimaksud adalah “Tuhan” yang tentu nya antara lain karena Dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan serta perbaikan makhluk ciptaan-Nya.

Begitu juga term (ﻢﻠﻘﻟا) al-qalam terambil dari kata kerja (

ﻢﻠﻗ)

qalama yang berarti memotong ujung sesuatu. Alat yang digunakan untuk menulis disebut qalam karena pada mulanya alat tersebut dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan diperuncing ujungnya. Kata qalam di sini dapat berarti hasil dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa, sering kali menggunakan kata yang berarti “alat” atau “penyebab” untuk menunjuk “akibat” atau “hasil” dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. Misalnya, jika seseorang berkata, ‘saya khawatir hujan”, maka yang dimaksud dengan kata “hujan” adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebab semata.

Dalam hal ini As-Shabuni menyebutkan bahwa pada surat ini,

(5)

terkandung nilai dakwah (ajaran) agar manusia membaca, membaca kitab, dan membaca ilmu pengetahuan, karena budaya membaca merupakan syi'ar agama Islam..

Dalam surat Al-Baqarah ayat 31-32

ditemukan term

(

ﻢﻴﻠﻌﻟا

)

al-‘alîm terambil dari akar kata (

ﻢﻠﻋ

)’ilm

yang menurut pakar-pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Menurut As-Shabuni bahwasanya Allah Swt. telah memberikan keunggulan dan keutamaan kepada Âdam dengan mengalahkan Malaikat yaitu dengan berbagai macam ilmu pengetahuan yang malaikat tidak tahu, yakni dengan pengetahuan yang amat sempurna. Di antara pengetahuannya adalah mengetahui nama-nama benda, jenis-jenis benda dan bahasa. ( Jilid I : hal 82 ) Dengan demikian para Malaikat pada akhirnya mengakui akan kelemahan dan kekurangannya. "Mereka menjawab: Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada

kami, Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana", artinya: kami mensucikan Dzat-Mu Ya Allah dari segala sifat kekurangan, kami tidak akan tahu tentang sesuatu tanpa pengetahuan yang Engkau berikan kepada kami tentang hal itu. Allah Swt. adalah Tuhan yang Maha mengetahui tidak ada kesamaran bagi-Nya baik yang nampak ataupun yang tersembunyi. Dia tidak pernah berbuat tentang sesuatu melainkan sesuatu itu membawa hikmah dan kebaikan buat makhluk-Nya.

Sebagaimana dijelaskan Ar Rifai bahwa Menurut Ibnu Kastir, dalam ayat ini Allah menceritakan Âdam dan kemuliaan-Nya atas Malaikat kerena Dia mengajarinya sesuatu yang tidak di ajarkan kepada Âdam nama-nama (benda) seluruhnya, maksudnya, nama-nama seluruh makhluk, baik yang besar maupun yang kecil.(jilid I hal 106). Ayat ini, menggambarkan bahwa salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuan mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya

(6)

serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga ini mengantarnya “mengetahui”. Di sisi lain, kemampuan manusia merumuskan idea dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.

Menurut Buya Hamka, ayat 31 di atas menerangkan bahwa Allah mengajarkan nama-nama kepada Âdam dan seketika ditanyakan kepada malaikat, malaikat menyembahkan bahwa pengetahuan mereka terbatas hanya sekedar yang diajarkan oleh Allah kepada mereka, lalu Âdam disuruh menerangkan, maka dia pun menerangkan semua nama-nama itu, (Jilid 1 hal 170)

Dari dua ayat di atas (QS. al-Baqarah [2]: 3l—32) dapat ditarik benang merahnya bahwa Allah Swt, telah memberi keunggulan kepada Âdam. Keunggulan pertama, Âdam diberi kecerdasan intelektual, sehingga dia mampu menjelaskan nama-nama benda yang sebelumnya dia tidak tahu. Kedua, Âdam diberi kecerdasan sosial, ilmu yang dia miliki tidak membuatnya dia lupa diri dan sombong akan tetapi dia amalkan

kepada yang lain (malaikat) sehingga pada akhirnya menyadari akan keterbatasan ilmu yang dia ketahui. Ketiga, Âdam diberi oleh Allah kecerdasan spiritual, dia menyadari bahwa ilmu yang dia miliki semata-mata pemberian dari Allah tanpa pertolongan Allah dia pun tidak bisa apa-apa, oleh karena itu dia pun bersyukur dan bertaubat dengan tanpa henti-hentinya.

B. Analisis Konsep Dasar Tarbiyah dan Ta’lim dalam al Qur’an

Dalam al-Mu’jam al-Mufahrs li Alfazh al-Quran. Kosa kata tarbiyah meliputi 4 (empat) lafad dalam bentuk isim dan 2 (dua) lafad dalam bentuk fiil. Lafad-lafad yang termasuk kategori isim, yaitu sebagai berikut:

Pertama, rabb/ar-rabb ( ّبﺮﻟا/ ّبر) terdapat 952 kata dalam al-Qur’an. Kedua, rabbaniyyuna (

َن ْﻮﱡﯿِﻧﺎﱠﺑ َر

) terdapat 2 kali dalam al-Qur’an (QS. Al-Maidah [5]: 44 dan 63). Ketiga, rabbaniyyina (

َﻦْﯿِّﯿِﻧﺎﱠﺑ َر

), terdapat 1 kali dalam al-Qur’an (QS. Ali Imran [3]: 79). Keempat,

(7)

rabbaibukum (

ْﻢُﻜُﺒِﺋﺎَﺑ َر), terdapat satu

kali dalam al-Qur’an (QS. An-Nisa [4]: 23) Kata rabb dalam al-Qur’an menurut al-Maududi mengandung lima makna, yaitu: (1) pendidikan, bantuan, dan peningkatan; (2) menghimpun, memobilisasi, dan mempersiapkan; (3) tanggung jawab, perbaikan, dan pengasuhan; (4) keagungan, kepemimpinan, wewenang, dan pelaksanaan perintah; dan (5) pemilik dan juragan.

Dari kedua fi’il (kata kerja) tentang tarbiyah itu dapat disimpulkan bahwa akar kata tarbiyah adalah rabba-yurabbi yang berarti

namma-yunammi dengan

mengandung konsep bahwa tarbiyah adalah proses mengembangkan, menumbuhkan yang meliputi jasad, ruh, dan akalnya dengan caranya yang lemah lembut penuh kasih sayang sejak usia kanak-kanak sampai usia dewasa.

Jadi, dari uraian di atas tarbiyah dapat didefinisikan sebagai proses pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan, dan perasaan memiliki bagi anak didik

baik jasad, akal, jiwa, bakat, potensi, perasaan, secara berkelanjutan, bertahap, penuh kasih sayang, penuh perhatian, kelembutan hati, menyenangkan, bijak, mudah diterima, sehingga membentuk kesempurnaan fitrah manusia, kesenangan, kemuliaan, hidup mandiri, untuk mencapai ridha Allah swt.

Begitu juga term ta’lim (

ﻢﯿﻠﻌﺗ

) pula dipetik dari kata dasar ‘allama (

ﻢّﻠﻋ), yu‘allimu (

ﻢّﻠﻌﯾ

) dan ta’lim (

ﯿﻠﻌﺗ

). Al-Maraghi menjelaskan bahwa Muhammad saw mengajarkan syari’at dan urusan akal yang dapat menyempurnakan jiwa dan membersihkannya ( Jilid 1 hal 95) Pada bagian lain al-Maraghi telah menjelaskan bahwa ‘allama

menunjukkan pada kegiatan yang dilakukan berulang-ulang atau sering. Sedangkan ath-Thabari menjelaskan bahwa yang dimaksud yu’allimu pada ayat tersebut adalah mengajar mereka tentang al-Kitab dan syari’at, serta perintah dan larangan yang ada di dalamnya.( jilid IV hal 94) Maka makna yu’allimu menunjukkan

(8)

mengajarkan dan menjelaskan secara berulang-ulang.

Dari ayat tersebut juga bisa dimaknai bahwa Rasulullah juga seorang mu’allim, hal ini memperkuat sungguh dari beliau adanya keteladanan, termasuk bagaimana seharusnya menjadi seorang muallim. Dalam kitab Shafwat at-Tafsir, ‘allama pada ayat di atas diartikan

Allah telah mengajarkan baca-tulis dengan kalam (pena), mengajarkan manusia apa-apa yang tidak mereka tidak tahu berupa ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, menjadikan mereka dari situasi kegelapan (kebodohan) ke suasana terang benderang. Ta’lim secara umum hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif semata-mata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa ta’lim hanya mengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim). Misalnya pada surat Yusuf, ayat 6, berarti ilmu pengetahuan yang dimaksud, diajarkan atau dialihkan kepada Nabi adalah tabir mimpi. Sedangkan pada surat Al Maidah ayat 4, ilmu yang dimaksud adalah ilmu berburu.

Berdasarkan beberapa contoh ayat di atas, kata ta’lim dalam al-Qur’an digunakan dalam bentuk fi’il (kata kerja) dan ism (kata benda). Kata yang digunakan berupa fi’il terdapat dua bentuk, yaitu: (1) fi’il madly disebut 25 kali dalam 25 ayat di 15 surat; (2) fi’il mudlari disebut 16 kali dalam 16 ayat di 8 surat. Sementara dalam bentuk isim (kata benda) hanya terdapat 1 kali dalam QS. Ad-Dukhan [44]: 14

Dari uraian di atas, istilah ta'lim dalam al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai pemberitahuan dan penjelasan tentang sesuatu yang meliputi isi dan maksudnya secara berulang-ulang, kontinu, bertahap, menggunakan cara yang mudah diterima, menuntut adab-adab tertentu, bersahabat, berkasih sayang, sehingga muta'alim mengetahui, memahami, dan memilikinya, yang dapat melahirkan amal saleh yang bermanfaat di dunia dan akherat untuk mencapai ridla Allah SWT.

C. Penutup

Dari makna-makna tarbiyah dan ta’lim sebagaimana diuraikan diatas Nampak jelas bagi kita bahwa pendidikan dalam presfektif al Quran

(9)

harus menjadi proses yang holistic/ menyeluruh baik dimensi ruhani maupun ragawi akal dan perasaannya, perilaku dan kepribadiannya, sikap dan pemahamannya, cara hidup dan berfikirnya. proses pendidikan bukan sekedar sesuatu yang bersifat materi tetapi harus meliputi perhatian, pengarahan dan pembantuan yang membantu formasi perilaku individu dan membantu pula pengembangan

aspek-aspek pertumbuhan individu, baik akal, tubuh, sosial, kejiwaan, akhlak dan lainnya. Proses pendidikan tidak hanya kegiatan transfer pengetahuan dari seorang guru kepada peserta didik, tapi proses pendidikan pun harus mampu

mendorong manusia

mengembangkan dan menyantuni potensi diri manusia yang seutuhnya.

(10)

fit-Tafsiril Ma’tsur. Beirut: Dar al-Fikr, 1993.

Abu ‘Ala al-Maududi. 1981. Bagaimana Memahami Al-Qur’an: al-Ilah, Al-Rabb, al-Ibadah, ad-Din. Surabaya, Al-Ikhlas.

Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabari, 1988. Jami al-Bayan ‘an Ta’wil

ayil-Qur’an. Beirut, Dar al-Fikr.

Abul Faraj Abdur Rahman Ibnul Jauzi. 1965. Zadul Masir fi Ilmit Tafsir. Beirut, Al-Maktabul Islami.

Ahmad Ash-Shawi. 1993. Hatsiyatush-Shahwy ‘ala Tafsiril Jalalini. Beirut: Dar al-Fikr.

Ahmad Mushthafa Al-Maraghi. 2001. Tafsir al-Maraghi. Beirut, Dar al-Fikr. Ahmad Musthafa Al-Maraghi. 1985. Tafsir al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar,

Semarang, Toha Putra.

Ahmad Warson Munawir. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya, Pustaka Progressif.

Buya Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta, Pustaka Panji Mas.

Dedeng Rosidin. 2003. Akar-akar Pendidikan dalam al-Qur’an dan al-Hadits, (pengantar: Ahmad Tafsir). Bandung, Pustaka Umat.

M Najib Ar-Rifai. 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta, Gema Insani. M. Dawam Rahardjo. 2002. Ensiklopedi al-Qur'an. Jakarta, Paramadina.

M. Quraish Shihab, 1994. “Membumikan” Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung, Mizan.

M. Quraish Shihab. 2000. Tafsir Mishbâh: Pesan, Kesan, dan Keserasian

(11)

Manna al-Kholil Qattan. 1994. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta, Lintera Antar Nusa.

Miftah Faridl. 1989. Al-Qur’an Sumber Hukum yang Pertama. Bandung, Pustaka. Muhammad Ali as-Shabuny. 1976. Shafwat at-Tafsir. Beirut, Dar al-Fikri.

Muhammad Fuad Abdu’l Baqi. 1992. Al-Mu’jamu’l Mufradat li Alfazhi’-Qurani’l Karim. Beirut, Dar al-Ma’rifah.

Referensi

Dokumen terkait

Bagian A ini leitmotif Ayah sering muncul menandakan berkisah tentang rasa sakit dan perasaan sedih Ayah ketika mengalami sakit hingga pada birama 19–22 pola ritme yang

Jika pelaksanaan proyek memasuki tahun ke-3 dan progres varian masih lebih kecil dari -20, sudah dapat dianggap penyerapan

Semakin cepat putaran auger shaft, maka perpindahan kalor dari air laut ke refrigeran juga semakin cepat karena es yang membentuk tumpukan pada dinding bisa

Berdasarkan uraian pemikiran yang telah disampaikan diatas memberikan landasan dan arah untuk menuju pada penyusunan kerangka pemikiran teoritis, berikut ini kerangka

Berdasarkan observasi penulis dalam pemilihan buku dongeng yang layak dikonsumsi menjadi bahan bacaan maupun pembelajaran untuk usia anak-anak, penulis datang

pengecekan ulang dari pihak quality control (QC). Sedangkan barang-barang yang telah lama dalam gudang dan juga barang-barang yang telah lama dalam gudang dan juga

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa debu dapat menyebabkan penurunan fungsi paru baik secara obstruktif (penurunan FEV1) dan restriktif (penurunan FVC)

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting dalam proses pembelajaran harus mampu memilih media,