PENGGUNAAN METRONOM LAMPU UNTUK
MENINGKATKAN KOORDINASI GERAK TARI
SISWA TUNARUNGU
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebahagian dari Syarat untuk
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
OLEH:
NOVIARDI TUPAN
NIM 1104498
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PENGGUNAAN METRONOM LAMPU UNTUK
MENINGKATKAN KOORDINASI GERAK TARI
SISWA TUNARUNGU
Oleh
Noviardi Tupan, S.Pd S.Pd, UPI Bandung, 2005
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus
© Noviardi Tupan 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ii
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
This thesis entitled "The Use of Light Metronome to Improve the Coordination of the Motion of Dance of Students with Hearing Impairment". The study is based on the fact that students with hearing impairment have difficulty in dancing to the rhythm. The purpose of this study is to investigate the use of a metronome lights in improving the coordination aspects of dance motion, which includes: 1) The accuracy of dance motion coordination with the rhythm, 2) The harmony of dance motion coordination with the rhythm. The research method used is a Single Subject Research (SSR) with AB research design. The subjects of the study were DK, a 10 years and 11 months child with hearing impairmaent who studied at grade 5 of SDLB Hasrat Mulia, along with FD, an 11 years and 7 months child with hearing impairment who studied at grade 6 of SDLB Hasrat Mulia. The results of the study showed an increase in both aspects of dance motion coordination in each subject. It can be seen from the chart display changes in the baseline stage to interventions in a good level.The graphic display on the accuracy of the dance motion at baseline stage was ascending, that means the opposite or worsening (-), whereas at the intervention stage the graphic display was descending or improved (+). The graphic display on the harmony of the dance motion at baseline stage was ascending, that means the opposite or worsening (-), whereas at the intervention stage the graphic display was descending or improved (+). Therefore, this study proves that the use of light metronome can improve the coordination of the motion of dance to the rhythm of students with hearing impairment. The light metronome can be an alternative learning media in helping teachers improve the coordination of motion to the rhythm on students with hearing impairment.
iii
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Tesis ini berjudul “Penggunaan Metronom Lampu Untuk Meningkatkan
Koodinasi Gerak Tari Siswa Tunarungu”. Penelitian ini berdasarkan pada pengalaman dilapangan bahwa siswa tunarungu mempunyai kesulitan menari mengikuti irama, dan terlihat kaku ketika menari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan metronom lampu dalam meningkatkan aspek koordinasi gerak tari, yang meliputi: 1) Ketepatan koordinasi gerak tari dengan irama, 2) Keselarasan koordinasi gerak tari dengan irama. Metode yang digunakan penelitian ini adalah Single Subject Research (SSR) dengan desain A-B. Subjek penelitiannya adalah DK siswa tunarungu berusia 10 tahun 11 bulan yang duduk di kelas 5, beserta FD berusia 11 tahun 7 bulan yang duduk di kelas 6 SDLB Hasrat Mulia Kabupaten Bandung. Hasil dari penelitian menunjukkan peningkatan kedua aspek koordinasi gerak tari pada masing-masing subyek. Hal ini dapat dilihat dari perubahan tampilan grafik pada tahapan
baseline ke tahapan intervensi dengan level yang baik. Grafik aspek ketepatan
koordinasi gerak pada tahapan baseline menaik yang berarti sebaliknya atau memburuk (-), kemudian pada tahapan intervensi menurun atau membaik (+). Sedangkan grafik aspek keselarasan koordinasi gerak pada tahapan baseline menurun/memburuk (-), kemudian pada tahapan intervensi menaik/membaik (+). Dengan demikian, penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama. Metronom lampu dapat menjadi media pembelajaran alternatif dalam membantu guru meningkatkan koordinasi gerak pada siswa tunarungu.
viii
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...8
BAB II KAJIAN TEORITIS B. Prosedur Penelitian……….………33
C. Setting Materi, dan Subyek Penelitian……….……….……36
D. Teknik Pengumpulan Data………40
ix
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
E. Jadwal Penelitian………48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……......………...…..…………50
1. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama……….……....51
2. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama………..….…...…54
B.Analisis Data……...57
1. Analisis Dalam Kondisi Subyek DK Pada Ketepatan Koordinasi Gerak……...…...57
2. Analisis Antar Kondisi Subyek DK Pada Ketepatan Koordinasi Gerak……...……64
3. Analisis Dalam Kondisi Subyek FD Pada Ketepatan Koordinasi Gerak……...……68
4. Analisis Antar Kondisi Subyek FD Pada Ketepatan Koordinasi Gerak………...….74
5. Analisis Dalam Kondisi Subyek DK Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…….…..77
6. Analisis Antar Kondisi Subyek DK Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…………84
7. Analisis Dalam Kondisi Subyek FD Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…….…...87
8. Analisis Antar Kondisi Subyek FD Pada Keselarasan Koordinasi Gerak…….……93
C.Pembahasan……...97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..………...100
B. Saran………..…………..…….……..103
DAFTAR PUSTAKA………..……….…….….105
x
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ketunarunguan merupakan gangguan yang terdapat pada indera
pendengaran. Siswa tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan
pendengaran, sehingga memiliki keterbatasan dalam aktifitas sehari-harinya
termasuk dalam pembelajaran. Berikut kutipan Somad dan Hernawati (1995: 27)
menyatakan bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan
atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran,
sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks.
Gangguan pendengaran juga menyebabkan siswa tunarungu mengalami hambatan
pada perkembangan motoriknya sepeti yang diungkapkan Ittyerah & Sharma
(1997) dalam Alimin (2008), bahwa anak tunarungu memiliki kesulitan dalam hal
kesimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
memerlukan kecepatan serta gerakan-gerakan yang kompleks. Sangat diperlukan
bimbingan dan pendidikan khusus untuk melayani kebutuhan belajar hingga
terpenuhi kebutuhan hidupnya baik lahir maupun batin.
Kehilangan/gangguan pendengaran akan mengakibatkan manusia
kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Karena informasi
2
berkomunikasi dan berinteraksi dengan sekitarnya. Dengan kehilangan/mengalami
gangguan dalam pendengarannya, akan menyebabkan siswa tunarungu
mengandalkan kemampuan penglihatannya untuk berkomunikasi dan berinteraksi
dalam segala aktifitasnya.
Indera penglihatan merupakan indera utama siswa tunarungu dalam
menerima informasi data, hal ini menjadi suatu pembiasaan bagi siswa tunarungu
dalam menyerap kegiatan pembelajaran yang sebagian besar melalui proses
melihat/visual. Misalnya seni tari yang mempelajari tentang keindahan gerakan
yang dihasilkan oleh koordinasi gerakan yang terpola secara sistematis. Seperti
kutipan dari Atmadibrata (1979:8) yang mengungkapkan definisi tari adalah:
“ungkapan perasaan manusia yang digambarkan melalui gerakan yang teratur
untuk dapat memberikan kepuasan dan penyampaian jenis informasi kepada
penonton”. Dapat dijabarkan bahwa Seni tari merupakan cabang kesenian yang
penyajiannya adalah hasil dari koordinasi gerakan dari seluruh anggota tubuh
yang terpola, memiliki ketepatan dan keselarasan, serta mencerminkan suatu
maksud atau tujuan tertentu yang disampaikan penari kepada para penonton.
Seni tari merupakan pembelajaran seni gerak yang biasa di berikan kepada
siswa tunarungu di Sekolah Luar Biasa. Mereka mampu menerima pembelajaran
seni tari, dan dalam prosesnya mereka termasuk yang cepat menyerap
pembelajaran tari. Seperti contoh pengakuan dari Wayan Suatra seorang guru tari
SLB-B N PTN Jimbaran Bali yang dikutip dari www.erabaru.net, “untuk
mengajar tari bagi tuna rungu harus mengandalkan hati dan perasaan untuk
3
menganggap susah untuk mengajari anak-anak yang tuna rungu. Suatra malah
berkata sebaliknya, ia merasa lebih mudah mengajari anak yang tunarungu
dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Karena mereka bisa lebih
berkonsentrasi dan lebih serius dalam menerima pelajaran, “dan kebanyakan
mereka pintar-pintar”, tambah Suatra. Kutipan tersebut diperkuat lagi oleh
pendapat Siregar-1985 dalam Sadjaah-2006, yang menjelaskan tentang psikolog
yang bekerja menangani anak-anak tunarungu mengungkapkan, bahwa mereka
(siswa tunarungu) menunjukkan kemampuan dalam bidang motorik mekanika
serta integelensi konkrit walaupun memiliki keterbatasan dalam intelegensi
verbal. Dapat disimpulkan, siswa tunarungu tidak bermasalah dalam melakukan
kegiatan motorik apapun termasuk menari. Mereka memiliki keterbatasan
berkomunikasi dengan gurunya, namun cepat memahami informasi dari gurunya
jika diberikan langsung secara nyata (dapat dilihat).
Lebih lanjut menurut Sadjaah-2006, bahwa seni tari tidak hanya diberikan
kepada siswa tunarungu yang mempunyai bakat ataupun yang tidak berbakat.
Yang diutamakan adalah dalam belajar tari, siswa memahami makna-makna unsur
kebaikan dan keindahan dari tari tersebut. Karena tujuan luas dari pendidikan tari
antara lain sebagai berikut:
a. Pendidikan didalam mengajarkan seni tari, untuk guru harus pandai
memilih gerakan yang sesuai dengan kemampuan anak dan mempunyai
sifat mendidik, tanpa disadari wawasan anak tentang sesuatu yang
mempunyai nilai positif bertambah, sebagai contoh konkrit, tarian
4
b. Melatih perasaan; dengan menari diharapkan anak dapat menjiwai tarian
tersebut misalnya gerakan-gerakan yang gembira, ekspresi wajah akan
terlihat ceria dan gerakan-gerakan yang menyiratkan kesedihan ekspresi
wajahnya akan terlihat sedih. Dengan cara membiasakan diri menjiwai
gerakan dalam tarian, daya jiwa anak akan berkembang.
c. Melatih Ingatan: untuk dapat membawakan suatu tarian, anak perlu hapal
gerakan-gerakannya, dengan menghapal suatu tarian daya ingat anak akan
terlatih.
d. Mengembangkan potensi: bagi anak yang mempunyai bakat dalam seni
tari, dengan mengikuti pelajaran-pelajaran menari secara kontinyu bakat
yang dimiliki anak akan berkembang.
Keempat poin di atas juga didukung oleh kurikulum seni tari untuk siswa
tunarungu. Di sekolah luar biasa, kurikulum seni tari untuk siswa tunarungu ada
di setiap jenjang pendidikan dari SDLB hingga SMALB. Materi yang diberikan
sama dengan sekolah reguler yang meliputi seni tari tradisional dan modern. Para
siswa tunarungu diberikan stimulus ritmis untuk mengatualisasikan dirinya
melalui gerak.
Tak dapat dipungkiri besar kendala yang dialami guru dalam
memberikan materi pelajaran seni tari untuk siswa tunarungu. Kemampuan guru
sangat diuji dalam melatih koordinasi gerak tari siswa tunarungu agar tepat dan
luwes sesuai hitungan dan irama. Selama ini pembelajaran seni tari terhadap siswa
tunarungu masih dilakukan secara konvensional. Materi karya tari pada umumnya
5
gerakan dan hitungan yang diberikan guru. Hal ini akan membutuhkan waktu
yang lebih lama, karena guru menemui kesulitan dalam mengatur koordinasi
gerak dan hitungan secara bersamaan. Seperti ketika salah satu pola koordinasi
gerak tarinya melakukan gerakan menghadap arah belakang, guru harus cepat
bergerak ke posisi depan para siswanya karena kontak visual harus selalu terjadi.
Pada pembelajaran secara berpasangan atau berkelompok, guru akan kesulitan
ketika pola koordinasi gerak tarinya berupa sebuah ornamen (variasi gerakan)
berupa canon/pengulangan, guru harus mampu mengatur waktu yang tepat kapan
kondisi siswa bergerak melakukannya. Hal ini akan membutuhkan kesabaran dan
tenaga ekstra dari guru untuk bermobilisasi tinggi. Guru harus mampu setiap saat
berada di hadapan siswa, untuk menjaga ritme/irama gerakan agar selalu
harmonis/selaras.
Besar kendala yang dialami siswa tunarungu dalam melakukan koordinasi
gerak tari adalah menyesuaikan gerakan dengan irama dari karya tari. Karena
keterbatasannya membuat individu tidak merasakan hitungan/ketukan dari irama,
sehingga dalam menafsirkan gerakan tari akan tidak sama dan kurang berkualitas.
Pada kasus tari berkelompok, siswa memiliki kecenderungan melihat dan
mengikuti gerakan teman yang berada di sebelahnya, atau selalu menoleh ke arah
gurunya untuk mengetahui isyarat hitungan atau gerakan dari gurunya. Tentu saja,
semua hal tersebut akan mempengaruhi kualitas gerakan yang siswa sajikan.
Hasilnya akan bertolak belakang dengan esensi dari seni tari sendiri, yaitu seni
6
Dapat disimpulkan untuk penyelenggaraan yang baik selama proses serta
pada saat pentas tari secara individu, berpasangan, maupun berkelompok, sangat
membutuhkan banyak pemandu sign/isyarat. Bahkan di luar negeri pembelajaran
tari untuk siswa tunarungu menggunakan layar lebar dan pemandu yang
berjumlah hingga enam orang. Ada juga pemberian stimulus ketukan dengan alat
musik yang cara kerjanya getaran suara yang dihasilkan dari alat tersebut
merangsang kulit siswa, siswa tunarungu diharuskan memiliki kepekaan pada
indera rabanya.
Beberapa permasalahan di atas menjadi dasar peneliti untuk
menggunakan perangkat/media yang membantu mengkoordinasikan gerak tari
siswa tunarungu. Media bantu ini berupa metronom lampu yang dapat
mengidikasikan cepat dan lambatnya tempo suatu irama, dengan menandai
hitungan/ketukan dari irama musik melalui kedipan cahaya lampu.
Metronom lampu ini di setting untuk birama 4/4 dalam bentuk boks
yang berisi empat lampu sorot dengan warna-warna berbeda. Hitungan satu
menggunakan lampu berwarna merah, hitungan kedua menggunakan lampu
berwarna biru, hitungan ketiga menggunakan lampu berwarna kuning, dan
hitungan keempat menggunakan lampu berwarna hijau. Pada bentuk yang lain,
metronom lampu ini di desain menjadi rangkaian lampu bohlam yang disusun di
empat sisi luar pada area/tempat menari. Lampu-lampu yang berada pada setiap
sisi luar area sudah terdiri dari empat lampu yang berbeda warna.
Pada penelitian ini, metronom lampu sebagai media/strategi pengganti
7
terhadap siswa tunarungu. Produk dari media ini berupa kedipan cahaya, sehingga
diharapkan dapat menyesuaikan dengan kondisi siswa tunarungu yang
menggunakan visualnya sebagai alat utama dalam pembelajaran. Dari segi
keefesienan, penggunaan media ini diharapkan tidak memerlukan lagi bantuan
pemandu sign/isyarat. Untuk setting panggung, diharapkan menambah keindahan
panggung pentas, karena didesain berupa lampu-lampu yang menyala
kerlap-kerlip.
Pada saat proses pelaksanaan pembelajaran tari, siswa tunarungu
mengikuti/menyesuaikan gerakannya dengan hitungan kedipan cahaya yang
dihasilkan oleh metronom lampu tersebut.
Dengan pemberian perlakuan/intervensi menggunakan metronom lampu,
pada akhir tujuan pembelajarannya, siswa tunarungu diharapkan mengalami
peningkatan pada koordinasi gerak tarinya yang meliputi ketepatan koordinasi
gerak tari dengan irama, beserta keselarasan koordinasi gerak tari dengan irama.
B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN
1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
”Apakah penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan koordinasi
8 2. Pertanyaan Penelitian
Agar penelitian ini terfokus pada masalah tertentu, maka penelitian ini
dibatasi pada hal-hal berikut:
a) Apakah penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan ketepatan
koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama?
b) Apakah penggunaan metronom lampu dapat meningkatkan keselarasan
koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini dapat menemukan informasi dalam
hal-hal sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui penggunaan metronom lampu dalam meningkatkan
ketepatan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama
b) Untuk mengetahui penggunaan metronom lampu dalam meningkatkan
keselarasan koordinasi gerak tari siswa tunarungu dengan irama
2. Manfaat
a) Secara teoritis
Untuk menambah wawasan dan teori pembelajaran tari siswa tunarungu,
tentang bagaimana melakukan koordinasi gerak tari baik secara individu,
9
b) Secara Praktis
Penggunaan metronom lampu dapat menjadi suatu media strategi efektif
yang membantu guru mengkoordinasikan gerak tari pada siswa
31
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Suatu penelitian dapat terlaksana dengan baik, jika menggunakan metode
penelitian yang tepat. Metode penelitian akan membantu peneliti dalam
mendapatkan data sesuai tujuan yang diharapkan peneliti. Seperti kutipan dari
Sugiyono (2004:1) yang menyatakan:
“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis”.
Secara rasional dapat diartikan; menurut pemikiran yang baik dan
pertimbangan yang logis. Empiris berarti; berdasarkan pengalaman terutama yang
diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan yg telah dilakukan. Sedangkan
Sistematis yaitu; teratur dengan menggunakan sistem; atau cara yang telah diatur
baik-baik dari awal hingga akhir. Dengan pemilihan metode penelitian yang tepat,
maka tujuan dari penelitian dapat terwujud.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan Kuantitatif dengan
Metode Eksperimen dalam bentuk Penelitian dengan Subjek Tunggal/ Single
Subject Research
A. Desain Penelitian
Penelitian dengan subyek tunggal adalah penelitian eksperimen yang
dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari suatu perlakuan
(treatment) yang diberikan kepada subyek secara berulang-ulang dalam waktu
32
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sunanto (2005: 56) menerangkan bahwa “disain subyek tunggal ini memfokuskan pada data individu sebagai sampel penelitian.” Pada disain subyek
tunggal pengukuran variabel terikat dilakukan berulang-ulang dalam periode
waktu tertentu. Perbandingan dilakukan pada subyek yang sama dengan kondisi
berbeda. Kondisi yang dimaksud disini adalah kondisi baseline dan kondisi
intervensi. Kondisi baseline adalah kondisi dimana pengukuran target behaviour
dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi. Kondisi
eksperimen adalah kondisi dimana suatu intervensi telah diberikan dan target
behaviour diukur dibawahkondisi tersebut.
Desain penelitian yang digunakan berpola A - B. Desain penelitian A - B
merupakan desain dasar dari penelitian di bidang prilaku dengan subjek tunggal
(Sunanto, 2006:42). Berikut ini merupakan rincian desain A - B yang digunakan
dalam penelitian.
(1) A adalah kondisi baseline. Baseline merupakan perkiraan terbaik dari apa
yang terjadi ketika perlakuan/intervensi belum diberikan. Waktu yang di
gunakan untuk melakukan pengukuran pada sesi baseline ini selama 4
menit.
(2) B adalah kondisi intervensi. Kondisi intervensi adalah kondisi ketika suatu
intervensi telah diberikan dan perilaku sasaran diukur di bawah kondisi
tersebut. Intervensi yang digunakan pada siswa adalah dengan
menggunakan metronom lampu. Waktu yang digunakan dalam intervensi
33
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Desain A-B dipilih sebagai desain dalam penelitian ini, dilatarbelakangi
oleh terbatasnya waktu yang tersedia. Alternatif yang dilakukan untuk mengatasi
keterbatasan tersebut adalah dengan menggunakan desain A - B.
Contoh grafik penelitian subyek tunggal dengan desain A – B dapat dilihat
sebagai berikut:
Gambar 3.1. Grafik desain AB
B. Prosedur Penelitian
Dapat diartikan bahwa secara umum dokumentasi merupakan suatu
catatan otentik atau dokumen asli yang dapat dijadikan bukti dalam penelitian.
Selama proses penelitian kita sangat perlu sekali dalam mendokumentasikan apa
apa yang telah kita lakukan saat meneliti.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pendokumentasian,
peneliti menggunakan alat dokumentasi berupa camcoder/kamera video digital.
34
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
software video editing yang mampu memberikan keterangan frame-perframe
gambar di dalam satuan waktu.
1. Tahapan baseline (A)
Untuk menentukan kondisi baseline, pertama-tama yang dilakukan adalah
membuat dokumentasi berupa rekaman video siswa ketika melakukan koordinasi
gerak dari sebuah model/karya tari yang telah diberikan. Kegiatan ini
dilaksanakan di dalam sebuah ruangan yang berukuran 5 X 10 m. Selama
pendokumentasian siswa ditempatkan pada posisi yang sudah ditentukan dengan
area panggung sekitar 5 x 5 m.
Pada kondisi baseline ini, siswa melakukan koordinasi gerak dari sebuah
model/karya tari hasil kreasi dari peneliti sendiri. Untuk dapat melakukan tarian
dari model tersebut, siswa terlebih dahulu diajarkan gerak tari secara
konvensional. Pemberian materi tari dilakukan secara langsung oleh peneliti yang
disertai dengan bantuan media video berupa rekaman gerak tari dari awal hingga
akhir, agar siswa lebih cepat menerima materinya.
Pada kondisi baseline, aspek-aspek yang diukur di dalam koordinasi gerak
siswa meliputi ketepatan gerak serta keselarasan gerak siswa. Jumlah sesi pada
kondisi baseline akan ditentukan setelah kondisi subjek pada tahap ini mengalami
kejenuhan atau pada pengukuran grafiknya menunjukkan kestabilan.
Dalam mengukur aspek ketepatan koordinasi gerak dengan irama, peneliti
membandingkan kesesuaian hitungan gerak siswa dengan irama musik dari karya
tari. Setting tempo dari irama model tari bernilai 100 bpm (beat per minute).
35
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sedangkan untuk mengukur aspek keselarasan koodinasi gerak dengan
irama, peneliti dibantu tiga orang ahli seni tari untuk mengamati koordinasi gerak
siswa dari awal hingga akhir materi karya tari. Pengamatan dilakukan berdasar
data rekaman video pada tiap-tiap sesi.
Tahapan intervensi (B)
Dalam menentukan target behaviour subjek, peneliti melakukan intervensi
dengan penggunaan metronom lampu pada tiap-tiap aspek. Diharapkan dengan
pemberian intervensi ini, koodinasi gerak siswa dapat meningkat pada tiap
aspeknya. Pemberian intervensi ini dilakukan sebanyak 8 sesi.
Adapun pengukuran pada aspek ketepatan koordinasi gerak tari dengan
irama, peneliti membandingkan kesesuaian hitungan/beat gerak siswa dengan
hitungan yang dihasilkan dari metronom lampu. Setting tempo dari metronom
lampu bernilai 100 bpm (beat minute persecond). Alat ukur yang digunakan
peneliti sama dengan kondisi baseline, yakni penggunaan media video editor
dengan cara kerja penyesuaian kondisi siswa melakukan gerak dengan kedipan
lampu dari metronom.
Pada aspek keselarasan koordinasi gerak tari ketika pelaksanaan
intervensi, pengamatan dilakukan berdasar data rekaman video pada tiap-tiap
sesi. Data yang diamati dari tiga ahli tersebut diolah apakah mengalami
36
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Setting, Materi, Subjek Penelitian
1. Setting
Praktek percobaan koodinasi gerak dilakukan dalam 15 kali sesi sesuai
dengan program kegiatan yang telah disusun pada tabel. Percobaan awal
dilakukan di dalam sebuah ruangan (5 m x 10 m). Di dalam ruangan tersebut,
anak di posisikan di area lantai dengan ukuran bentangan 5 x 5 m yang digunakan
selama melakukan kordinasi gerak., sementara lampu-lampu metronom
dibentangkan di sekitar luar area lantai tersebut membentuk persegi empat.
Jumlah keseluruhan lampu pada metronom lampu ada 16 buah. Dengan tiap sisi
bentangan terdiri dari empat buah lampu merah, biru, kuning, dan hijau. Mesin
metronom di simpan di luar area bentangan lampu metronom. Tepatnya di sisi
kanan depan bersama tape recoder dan laptop. Semua sesi direkam menggunakan
kamera video yang di letakkan di posisi depan panggung.
2. Materi
Materi yang diberikan pada koordinasi gerak ini meliputi perpaduan gerak
sederhana, misalnya: antara kepala dengan tangan, tangan dengan badan, badan
dengan tangan dan kaki, dan sebagainya. Gerakan-gerakan tersebut diberikan pada
siswa secara per-part (bagian) secara menyeluruh. Sebelum menentukan baseline,
anak harus menguasai dulu materi dari karya tari yang diberikan.
Materi koordinasi gerakan tari diambil dari tari kreasi sinanggar tulo.
37
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
minute (100 hitungan per menitnya). Durasi karya berkisar 4 menit saja.
Koordinasi gerakan di dalam karya tari terdiri dari gerakan yang bernilai 1
hitungan, 2 hitungan, dan 4 hitungan.
Gambar 3.2. Gerak dasar tari Sinanggar tulo
Berikut rincian gerakan tari yang menjadi materi dalam koordinasi gerak
tari:
38
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a) Pola 1, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Tangan menghormat dan maju
empat langkah, kemudian digoyangkan ke kanan dan ke kiri, kemudian
tangan dibuka. (terlampir)
b) Pola 2, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Gerakan dasar tarian yang
mengayunkan tangan ke atas ke bawah, dengan posisi badan, kepala, serta
tangan menyerong ke kanan, tengah, kiri, kmbali ke tengah. (terlampir)
c) Pola 3, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Melakukan gerakan dasar dengan
melangakah maju ke depan empat langkah dan ke belakang empat
langkah. (terlampir)
d) Pola 4, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan) Mengayunkan lengan kanan dan
kiri masing-masing empat hitungan sebanyak dua kali bergantian.
(terlampir).
e) Pola 5, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Mengayunkan lengan kanan dan
kiri masing-masing empat hitungan sebanyak dua kali bergantian, sambil
berpindah tempat ke arah nya masing-masing sesuai dengan koreografi tari
( terlampir).
f) Pola 6, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Gerakan dasar tarian yang
mengayunkan tangan ke atas ke bawah, dengan posisi badan, kepala, serta
tangan menyerong ke kanan, tengah, kiri, kmbali ke tengah. (ada dalam
lampiran)
g) Pola 7, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Sama dengan pola 2, melakukan
39
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kembali lagi empat langkah, sesuai dengan koreografinya masing-masing.
(terlampir)
h) Pola 8, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan), Melakukan gerak berpasangan
dengan menempelkan masing-masing tangan kanannya ke pasangannya,
sambil melakukan gerak ke arah berlawanan. (terlampir)
i) Pola 9, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Melakukan gerak berpasangan
dengan menempelkan masing-masing tangan kanannya ke pasangannya,
sambil melakukan gerak ke arah berlawanan. (terlampir)
j) Pola 10, terdiri dari 5 bar (5x4 hitungan). Melakukan gerak dasar sambil
berputar mengelilingi area tari. (terlampir)
k) Pola 11, terdiri dari 4 bar (4x4 hitungan). Melakukan gerakan dasar,
kemudian sambil mundur empat langkah, Pada ketukan empat bertepuk.
Dan terakhir memberi hormat. (terlampir)
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang siswa di SLB Hasrat Mulia
Kabupaten Bandung.
a) Subjek pertama berinisial DK, jenis kelamin laki-laki dan berusia 11
tahun 05 bulan. DK dipilih untuk penelitian ini karena dia merupakan
anak tunarungu dengan klasifikasi tunarungu berat. DK memiliki
intelegensi yang normal dengan perkembangan motorik yang baik. DK
sangat cepat menangkap pengetahuan melalui visualnya. DK memiliki
40
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menari memiliki kekurangan dari gerakannya yang masih kaku dalam
melakukan gerakan tarian. DK termasuk cepat mengerti dalam
berkomunikasi secara verbal, sehingga memudahkan Peneliti dalam
memberikan materi.
b) Subjek kedua berinisial FD, jenis kelamin laki-laki dan berusia 12 tahun
03 bulan. FD dipilih untuk penelitian ini karena dia merupakan anak
tunarungu dengan klasifikasi tunarungu berat. FD memiliki intelegensi di
bawah DK, dan untuk perkembangan motorik cukup baik. FD kurang
cepat menangkap pengetahuan melalui visualnya. FD juga memiliki
keterampilan yang baik di bidang olahraga, namun untuk keterampilan
menari memiliki kekurangan dari gerakannya yang masih kaku dalam
melakukan gerakan. FD termasuk cepat mengerti dalam berkomunikasi
secara verbal, sehingga memudahkan peneliti dalam memberikan materi.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi dan Pengukuran
Pengambilan data pada tiap sesi diperoleh dengan observasi lewat
perekaman dengan menggunakan camcoder, karena memudahkan peneliti untuk
menganalisis dan mengolah data, selanjutnya mengambil pengukuran dari data
hasil observasi tersebut.
Pengukuran kondisi baseline pada aspek ketepatan koordinasi gerak
41
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
waktu antara gerak dengan beat irama lagu, sedangkan pada kondisi intervensi
mengukur selisih waktu antara gerak dengan beat pada metronom lampu. Untuk
aspek keselarasan koordinasi gerak tari dengan irama, pengukuran dilakukan oleh
observer/pengamat yang menilai data rekaman pada tiap-tiap sesi berdasar pada
unsur-unsur penunjang keindahan gerak tersebut.
Adapun format pengukuran kriteria ketepatan koordinasi gerak tari
dengan irama pada tiap sesi ditunjukkan pada tabel berikut:
No Kategori Hitungan/ Beat
1 Pola 1
2 Pola 2
3 Pola 3
4 Pola 4
5 Pola 5
6 Pola 6
7 Pola 7
8 Pola 8
9 Pola 9
10 Pola 10
11 Pola 11
Tabel 3. 1. Kriteria pengukuran Ketepatan Koordinasi Gerak Tari dengan Irama
42
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Banyak Data
Keterangan :
Penilaian berdasarkan terjadinya selisih waktu antara gerak dengan beat irama lagu atau metronom lampu
Pemberian nilai langsung dituliskan di dalam kotak
Adapun format pengukuran kriteria keselarasan gerak tari dengan irama
pada tiap sesi ditunjukkan pada tabel berikut:
NO INDIKATOR
SESI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 WIRASA
2 WIRAGA
TOTAL
Tabel 3.2. Kriteria pengukuran Keselarasan Koordinasi Gerak dengan Irama
Skor = Jumlah Data Banyak Data
Keterangan :
43
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sebelum skor diberikan diperlukan tiga orang ahli sebagai
observer/pengamat untuk dapat menilai pada aspek keselarasan koordinasi gerak
dengan irama. Kemudian dilakukan kesesuaian penilaian dari para pengamat.
Kesesuaian antara para pengamat dihitung dengan jalan mengambil mean/rata-rata
nilai tiap-tiap sesi dari ketiga pengamat. Contoh format untuk kesesuaian antar
pengamat adalah seperti pada tabel di bawah:
Tabel 3.3 Kesesuaian Antar Pengamat
2. Teknik Analisis Data
Data yang sudah terkumpul diolah dan dianalisis ke dalam statistik
deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas dalam jangka
waktu tertentu. Penyajian data diolah dengan menggunakan grafik atau diagram.
Penggunaan analisis grafik ini diharapkan dapat lebih memperjelas gambaran dari
pelaksanaan eksperimen, sebelum diberi perlakuan maupun pada saat setelah
diberikan perlakuan dan pelaksanaan pengukuran data dilakukan selama kurang
lebih satu setengah bulan yaitu mulai tanggal 17 Oktober 2013 sampai dengan
tanggal 3 Desember 2013. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tawney dan
Gast (1995:143) dalam Sania (2004:41) bahwa terdapat beberapa fungsi grafik
diantaranya:
Sesi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pengamat 1
Pengamat 2
Pengamat 3
44
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Membantu untuk mengumpulkan data selama dalam proses pengumpulan data
yang pada akhirnya dapat juga lebih memudahkan pengevaluasian yang
bersifat formatif.
2. Memudahkan untuk mengambilkan kesimpulan secara numerik sehingga
analisis data dengan menggunakan grafik adalah suatu cara yang efisien di
dalam menyimpulkan data (Sunanto dkk., 2006:29).
Pada dasarnya bentuk grafik itu bermacam-macam namun bentuk grafik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah grafik garis (Sunanto, dkk, 2006:29).
Adapun langkah-langkah yang dapat diambil dalam menganalisis data
dengan menggunakan grafik menurut Sumanto (1995:152) sebagai berikut:
a. Menskor hasil pengukuran baseline dari subjek.
b. Menskor hasil pengukuran pada fase tretment/intervensi.
c. Membuat tabel perhitungan skor-skor pada fase baseline dan fase intervensi.
d. Membandingkan skor-skor pada fase baseline dengan skor-skor pada fase
intervensi.
e. Membuat analisis dalam bentuk grafik sehingga dapat terlihat secara langsung
perubahan yang terjadi dari kedua fase tersebut. Analisis grafik dibuat dari
subjek penelitian.
Beberapa komponen penting dalam grafik menurut (Sunanto, et al,
2006:30) adalah: (1) Absis, absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu
mendatar dan menunjukkan satuan waktu (misalnya sesi hari dan tanggal).
45
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
karena perbandingan ini dianggap paling sedikit mengandung kesalahan persepsi.
Grafik dengan ordinat terlalu panjang menyebabkan arah grafik yang menaik atau
menurun kelihatan terlalu tajam, sedangkan kalau absis yang terlalu panjang
menyebabkan sebaliknya kenaikan atau penurunan grafik tidak terlalu tampak, (2)
Variabel terikat, Variabel terikat atau perilaku sasaran (target behavior) selalu
diletakkan pada ordinat (sumbu y). Dengan demikian pada ordinat akan tertulis
nama variabel terikat atau prilaku sasaran, dalam hal ini jumlah kemampuan (3)
Judul dan Kondisi, judul grafik harus dibuat dengan pertimbangan agar hubungan
antara variabel terikat dan bebas tampak jelas oleh pembaca. Di samping itu,
antara variabel terikat dan bebas harus dapat segera diketahui, (4) Penampilan
data, Tampilan data pada grafik harus menggunakan bentuk tertentu, misalnya
lingkaran, segitiga, atau kotak yang dapat dibedakan secara jelas untuk
masing-masing data, (5) Jejak data, Jejak data adalah garis yang menghubungkan antara
satu data dengan data yang lain. Garis yang digunakan sebagai jejak data adalah
garis penuh bukan putus-putus untuk menunjukkan bahwa setiap data
berhubungan secara kontinu. Bila garis putus-putus digunakan berarti
menunjukkan bahwa pada saat itu tidak terjadi kontinuitas, (6) Label dan kondisi,
Label kondisi digunakan untuk menunjukkan kondisi baseline dan kondisi
intervensi. Label yang digunakan adalah A untuk baseline dan B untuk intervensi,
(7) Garis perubahan kondisi, untuk menunjukkan perubahan kondisi eksperimen
dibatasi dengan garis vertikal berbentuk garis penuh atau putus-putus. Garis ini
dibuat vertikal ke atas dan berada antara dua sesi. Data yang berada di depan dan
46
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
E. Variabel Penelitian
1. Definisi Konsep Variabel
a. Koordinasi Gerak Tari
Konsep koordinasi gerak tari diungkapkan oleh P.Sidiq Nugraha (2013:7)
yang menyatakan bahwa, koordinasi gerak dalam tari merupakan penggabungan
dari beberapa gerak anggota tubuh, sebagai contoh gerak tangan yang dipadukan
dengan gerak kaki, gerak badan yang dipadukan dengan gerak kepala yang
dilakukan secara tepat. Namun pengertian koordinasi gerak dalam tari
mendapatkan penambahan keindahan/keselarasan pada gerak-gerak tersebut.
Seperti yang diungkap Soedarsono bahwa gerak dalam tari memiliki gerak ritmis
yang indah, pola dan struktur dari alur gerakan lebih berirama, porsi alur gerak
anggota tubuh diselaraskan dengan bunyi musik. Dapat disimpulkan gerak yang
dilakukan memiliki keselarasan dengan iramanya. Maksud selaras di sini adalah
adanya sikap lepas dalam melakukan gerak; tidak ragu-ragu; atau percaya diri
dalam melakukan gerak. Sehingga menghasilkan gerakan yang tidak kaku, dan
tidak melakukan kesalahan gerak pada karya tarinya.
Dalam penelitian ini, koordinasi gerak tari meliputi dua target behaviour
yang meliputi aspek ketepatan dan keselarasan.
b. Metronom Lampu
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008;953, mendefinisikan bahwa
metronom dapat diartikan sebagai alat mekanis (seperti pada jam) yang dapat
dipergunakan untuk mengatur tempo dengan tepat. Alat mekanis ini dapat
47
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menghasilkan suara klik dari ayunan bandulnya. Sedangkan lampu adalah sebuah
peranti yang memproduksi cahaya. Kata "lampu" dapat juga berarti bola lampu.
Sehingga pengertian metronom lampu adalah sebuah mekanik dari lampu yang
berfungsi mengindikasikan tempo secara tepat dan teratur melalui cahaya lampu.
2. Definisi Operasional Variabel
Agar terhindar dari kesalahan penafsiran serta keraguan pada
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut dijelaskan dua variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel pertama adalah variabel bebas yang
dikenal dengan istilah intervensi atau perlakuan dalam penelitian dengan subyek
tunggal. Sedangkan variabel terikat dikenal dengan istilah target behavior atau
perilaku sasaran. (Sunanto et al, 2002:120).
a. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas/Intervensi dalam penelitian ini adalah metronom lampu.
Alat mekanis ini berfungsi menandai hitungan dari irama musik yang ditampilkan
berupa kedipan cahaya lampu. Alat ini di desain berupa seperangkat lampu
berjumlah 16 buah yang menghasilkan cahaya merah, biru, kuning, dan hijau,
serta alat pengatur temponya. Setiap satu warna lampu berjumlah empat lampu
(merah = 4, biru = 4, kuning = 4, hijau = 4), kemudian lampu-lampu di pasang di
empat sisi area tari. Tiap sisi area tari diwakili empat warna lampu yang berbeda.
48
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kedipan lampu warna merah, hitungan kedua diubah jadi kedipan lampu warna
biru, hitungan ketiga diubah jadi kedipan lampu warna kuning, dan hitungan
keempat diubah jadi kedipan lampu warna hijau. Dalam penggunaannya, siswa
tunarungu melakukan koordinasi gerak tari dengan mengikuti kedipan cahaya
lampu.
b. Variabel terikat (target behavior)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah koordinasi gerak tari yang
meliputi aspek ketepatan dan keselarasan, yaitu:
1) Aspek ketepatan koordinasi gerak
Kesesuaian dalam waktu antara gerak dengan hitungan irama. Semakin
akurat/tidak memiliki selisih waktu antara gerak dengan iramanya, maka semakin
baik nilainya. Misalnya ketika posisi subyek berdiri, melakukan gerak
mengayunkan pergelangan jari tangan yang terbuka dari bawah ke atas,
bersamaan dengan kaki melakukan gerak menekuk kemudian berdiri lurus. Jika
ayunan jari tangan di atas, beserta kaki berdiri lurus sesuai dengan hitungan, maka
dinilai tepat. Sebaliknya, jika ayunan gerakkan tersebut tidak
sesuai/terlambat/mendahului, maka dinilai tidak tepat karena memiliki selisih
waktu lebih dari 0 detik.
Untuk pengukurannya menggunakan software video editor, yang mampu
menampilkan gerak gambar per frame dengan ukuran waktu 0,0 detik. Untuk
penilaian diambil dari keseluruhan selisih waktu antara gerakkan dengan hitungan
49
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2) Aspek keselarasan koordinasi gerak
Keselarasan adalah ketika siswa melakukan gerakan secara percaya
diri/lepas, sehingga menghasilkan gerakan yang bertenaga serta tidak kaku.
Untuk pengukuran aspek keselarasan koordinasi gerak ini, peneliti dibantu
tiga orang ahli seni tari yang mengukur sepenuhnya dengan mengamati data
video koordinasi gerak tari yang dilakukan oleh kedua subyek subyek pada tiap
sesi.
F. Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 17 Oktober 2013 sampai
dengan tanggal 3 Desember 2013 adapun jadwal kegiatan penelitian sebagai
berikut:
No Hari Tanggal Waktu
Kegiatan
Uraian Pelaksanaan
Kegiatan Keterangan
1. Kamis 17-10-2013 10.30-11.00 Siswa diberikan materi Catatan lapangan 2. Sabtu 19-10-2013 10.30-11.00 Siswa diberikan materi Catatan
lapangan 3. Selasa 22-10-2013 10.30-11.00 Pemahaman birama4/4 Catatan
lapangan 4. Kamis 24-10-2013 10.30-11.00 Pemberian materi
dengan praktek birama 4/4
Catatan lapangan
5. Sabtu 26-10-2013 10.30-11.00 Berlatih materi karya Catatan lapangan 6. Selasa 29-10-2013 10.30-11.00 Berlatih materi karya Catatan
lapangan 7. Kamis 31-10-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman
Camcoder 8. Sabtu 2-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman
Camcoder 9. Selasa 5-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman
50
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10. Kamis 7-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman Camcoder 11. Sabtu 9-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman
Camcoder 12. Selasa 12-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman
Camcoder 13. Kamis 14-11-2013 10.30-10.35 Menentukan baseline Perekaman
Camcoder 14. Sabtu 16-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
Camcoder 15. Selasa 19-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
Camcoder 16. Kamis 21-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
Camcoder 17. Sabtu 23-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
Camcoder 18. Selasa 26-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
Camcoder 19. Kamis 28-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
Camcoder 20. Sabtu 30-11-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
Camcoder 21. Selasa 3-12-2013 10.30-10.35 Pemberian Intervensi Perekaman
100
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan seluruh hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa
subyek DK dan FD adalah anak tunarungu dengan gangguan pendengaran berat
yang mengalami hambatan dalam koordinasi gerak tarinya sebelum diberikan
intervensi dengan metronom lampu yang meliputi aspek ketepatan koordinasi
gerak dengan irama, serta keselarasan koordinasi gerak dengan irama. Berikut ini
kesimpulan dari kedua subyek pada kondisi baseline:
1. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :
Data pertama, yaitu pada aspek ketepatan gerak dengan irama dari
metronom lampu, data menunjukkan bahwa ketepatan gerak yang
dilakukan subyek DK masih jauh dari baik, karena belum sesuai dengan
beat dari irama lagu. Grafik menunjukkan skor rata-rata dari tiap sesi
memiliki selisih waktu yang terpaut jauh dari akurat. Hal ini dapat dilihat
saat subyek DK melakukan gerak sering mengalami keterlambatan atau
lebih cepat dari beat lagu.
2. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :
Sedangkan pada aspek yang kedua, yaitu pada keselarasan gerak tari data
grafikpun menunjukkan rendahnya kemampuan subyek DK pada aspek
ini. Hal ini dapat dilihat ketika subyek DK tidak bersemangat dalam
melakukan gerak, dikarenakan kurangnya minat terhadap materi yang
101
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kaku, serta penempatan posisi anggota tubuh secara keseluruhan masih
tidak pas dengan koreografi dari karya tari.
3. Ketepatan Koordinasi Gerak tari Dengan Irama Pada siswa FD :
Data pada aspek ketepatan gerak dengan irama dari menunjukkan bahwa
ketepatan gerak yang dilakukan subyek FD juga masih jauh dari baik.
Gerak yang dilakukan FD belum sesuai dengan beat yang dihasilkan dari
lagu, sehingga mengakibatkan aspek ketepatan gerak tarinya masih tidak
baik. Grafikpun menunjukkan skor rata-rata tiap sesi yang didapat subyek
FD masih jauh dari akurat. Hal ini pun dapat dilihat saat subyek FD sering
mengalami keterlambatan atau melakukan gerak mendahului iramanya.
4. Ketepatan Koordinasi Gerak tari Dengan Irama Pada siswa FD :
Pada aspek ini data grafikpun menunjukkan rendahnya kemampuan
subyek FD. Hal ini dapat dilihat ketika subyek FD sama halnya dengan
subyek DK yang kurang bersemangat dalam melakukan gerak. Hal ini
dikarenakan kurangnya minat pada materi, sehingga beberpa kali lupa
akan gerakkan. Akibatnya keselarasan gerak yang dilakukan subyek FD
juga tidak baik, gerakan masih lemah, serta penempatan posisi anggota
102
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Setelah diberikan intervensi dengan penggunaan metronom lampu sebagai
alat bantu koordinasi gerak tari bagi siswa tunarungu, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :
Pada aspek pertama, yaitu aspek ketepatan gerak dengan irama, data
menunjukkan peningkatan, meskipun belum mencapai akurat namun dapat
dinilai baik. Hal ini dapat dilihat ketika subyek DK lebih tepat dalam
melakukan gerak tarinya dengan beat. DK juga mengalami peningkatan
konsentrasi terhadap geraknya yang dipandu dengan metronom lampu,
sehingga ketepatan geraknya dengan beat lagu jauh lebih baik dari
sebelum diberikan intervensi.
2. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :
Sedangkan pada aspek kedua, yaitu keselarasan gerak tari, data grafikpun
menunjukkan peningkatan kemampuan subyek pada aspek ini. Hal ini
dapat dilihat ketika subyek DK terlihat sangat bersemangat dan bertenaga
dalam melakukan gerak. Kondisi DK yang bersemangat dikarenakan gerak
yang dilakukannya memiliki alur atau panduan dari metronom lampu,
sehingga dalam melakukan gerak lebih bertenaga, lebih berkualitas, dan
terjadi peningkatan pula pada kehapalan akan koreografinya.
3. Ketepatan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek FD :
Pada aspek pertama, yaitu pada aspek ketepatan gerak dengan irama, data
menunjukkan peningkatan, meskipun masih belum akurat. Hal ini dapat
103
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan irama. Subyek FD juga mengalami peningkatan konsentrasi
terhadap geraknya dengan hitungan yang dipandu dengan metronom
lampu, sehingga ketepatan geraknya lebih baik dibandingkan sebelum
diberikan intervensi.
4. Keselarasan Koordinasi Gerak Dengan Irama Pada subyek DK :
Sedangkan pada aspek yang kedua, yaitu keselarasan gerak tari, data
grafikpun menunjukkan peningkatan kemampuan subyek pada aspek ini.
Hal ini dapat dilihat ketika subyek FD terlihat bersemangat dan bertenaga
dalam melakukan gerak. Keselarasan gerak yang dilakukan subyek FD
bersemangat dikarenakan gerak yang dilakukannya memiliki alur atau
panduan dari metronom lampu, sehingga dalam melakukan gerak lebih
bertenaga, lebih ekspresif, dan terjadi peningkatan pula pada hapalan
koreografinya.
B. Saran
Atas dasar hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Diharapkan guru di sekolah dapat menggunakan metronom lampu sebagai
alat bantu media koordinasi gerak tari bagi siswa tunarungu, atau juga bisa
104
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Peneliti selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar lebih menyempurnakan
kekurangan yang ada pada media metronom ini, seperti halnya dapat
mensinkronkan antara beat suatu irama lagu dengan beat dari metronom
lampu secara otomatis. Terakhir, pada penelitian yang lain untuk
mengunakan metode penelitian lain, sehingga dapat diketahui
105
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Bompa, Tudor ).(1994) Theory and Methodology of Training. Kendal. Iowa: Hunt Publishing Company
Edja Sadjaah. 2003. Pendidikan Bahasa Bagi Anak gangguan Pendengaran
dalam Keluarga. Jakarta: Depdiknas Dirjend. Pend. Tinggi Direktorat
Pembinaan Pend.Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Edja Sadjaah-2006 .Penguasaan Keterampilan Menari Melalui Latihan
Kelenturan Gerak pada Anak Tunarungu. Jakarta
Enoch Atmadibrata, (1979), Seni Tari dalam Pendidikan. Buletin Kebudayaan Jawa Barat Bandung, NV. Duta Baru
Harsono, 1988, Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching.. C.V. Tambak Kusuma, Jakarta.
Karen A. Kaufmann. 2006. Inclusive Creative Movement and Dance. USA: University Of Montana
Leni Bunawan. 2000. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta : Yayasan Santi Rama
Moh. Muttaqin, dkk. 2008. Seni Musik Klasik Untuk SMK. Jakarta: Depdiknas
Permanarian Somad & Tati Hernawati. (1995). Orthopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud.
___________. (1996). Orthopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud.
Prof. DR. RM. Soedarsono. 1996. Tari Tradisional Indonesia. Jakarta : Yayasan Harapan Kita
Prof. Dr. Sugiono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Alfabeta Bandung
P.Sidik Nugraha BP. 2013. Mengenal Berbagai Macam Variasi Gerak di Tempat. Modul Seni P4TK Seni dan Budaya Yogyakarta
106
Noviardi Tupan, 2014
Penggunaan metronom lampu untuk meningkatkan koordinasi gerak tari siswa Tunarungu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sardjono.1997. Orthopaedagogiek Tuna Rungu I (Seri Pendidikan bagi Anak
Tuna Rungu). UNS Press
Sutjihati Sumantri.1996. Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta : Depdikbud
Suharno HP. (1982). Ilmu Coaching Umum (diktat). Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
Sunanto. J : (2005) Pengantar Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung. UPI
Yulia Hendrilianti. 2009. Seni Tari untuk SMA. Jakarta. Kementrian Pendidikan Nasional.
Pete C. (2013). Practicing with a metronome (Online) Tersedia:http://www.practicingmusician.com/2011/09/practicing-with-a-metronome-some-pros-cons-and-tips/ (20 November 2013)