• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KEWARGANEGARAAN SISWA : studi quasi eksperimen di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Cicalengka.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KEWARGANEGARAAN SISWA : studi quasi eksperimen di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Cicalengka."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KEWARGANEGARAAN SISWA

(Studi Quasi Eksperimen di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Cicalengka )

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh

RADEN SULIANTI 1302890

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING

DALAM PENDIDIKAN PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN KEWARGANEGARAAN SISWA

(

Studi Quasi Eksperimen di Kelas XI MIA SMA Negeri 1 Cicalengka)

Oleh Raden Sulianti

S.Pd Universitas Pendidikan Indonesia, 2002

Sebuah Tesis yang diajukan untuk msemenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) Sekolah Pascasarjana

© Raden Sulianti 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)
(4)
(5)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

Pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang memikirkan bagaimana menjalani kehidupan sebagai upaya mempertahankan hidup manusia dalam mengemban tugas sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME. Karena dengan pendidikan generasi penerus bangsa dapat membentuk dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, baik dan bertanggung jawab, Ki Hajar Dewantara dalam (diwarta 2013 tanpa halaman) mengungkapkan bahwa:

Pendidikan merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusiaan.

(6)

mementingkan isi daripada proses, serta kurang mengarahkan siswa pada pembelajaran yang menghubungkan dirinya dengan kehidupan sehari-hari. Tugas, metode, bahan pelajaran disajikan secara keseluruhan, keberhasilan siswa ditentukan oleh guru, siswa kurang dilibatkan dalam pemecahan masalah, materi pelajaran tidak mengaitkan isu-isu yang kontemporer.

Isu kontemporer yang terpenting di negara kita sekarang adalah "kreativitas". Kalau kita ingin menuju bangsa yang cerdas, pasti kemampuan untuk mengkritik, menganalisa, sintesis, inovasi, kreativitas, dan lain-lain, sangat penting untuk anak-anak kita. Pada prakteknya penerapan proses pembelajaran kurang mendorong pada pencapaian kreativitas berdasarkan

kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak

berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang

dengan target materi yang luas sehingga guru lebih terfokus pada

penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman guru tentang metode

pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Tujuan Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 (dalam Haryono 2013 tanpa halaman)

Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

(7)

kebangsaan, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan hukum dan hak asasi manusia, serta pendidikan demokrasi.

Menurut Muhammad Nuh selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud, 2014 tanpa halaman) menyatakan bahwa:

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah mata pelajaran yang dirancang untuk membekali siswa dengan keimanan dan akhlak mulia sebagaimana diarahkan oleh falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.

Melalui pembelajaran PPKn, siswa dipersiapkan untuk dapat berperan sebagai warga negara yang efektif dan bertanggung jawab. pembahasannya secara utuh mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Yang diterjemahkan dalam tata cara kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai universal kemanusiaan dalam implementasinya.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) memiliki visi, misi, tujuan, dan struktur keilmuan mata pelajaran. Visi PPKn adalah suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembentuk siswa menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sedangkan misi mata pelajaran PPKn adalah sebagai pendidikan nilai dan moral Pancasila, penyadaran akan norma dan konstitusi UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengembangan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan penghayatan terhadap filosofi Bhinneka Tunggal Ika. Hal itu sejalan dengan tujuan mata pelajaran PKn menurut Somantri (2001, hlm 279) dalam maksum (2011, hlm 51):

(8)

Mengacu pada tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para siswa menjadi warga negara yang cerdas dan baik /to be smart and good citizen berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Warga negara yang dimaksud adalah warga negara yang menguasai pengetahuan /knowledge, sikap dan nilai /attitude and value, keterampilan/kecakapan /Skills, yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air sebagai wujud implementasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Senada dengan hal ini Wahab (2006, hlm 62) mengemukakan bahwa

“…kewarganegaraan yang dikembangkan haruslah mengandung

pengetahuan, keterampilan-keterampilan, nilai-nilai, dan disposisi yang idealnya dimiliki warganegara”. Jika warga negara sudah mencapai aspek -aspek tersebut maka tujuan PPkn sudah dapat dikatakan berhasil.

Dalam pembelajaran PPKn pada prakternya para siswa mempelajari konstitusi, hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, tugas-tugas lembaga negara dan lain-lain hanya bersifat hafalan (by product) dan kurang melibatkan perubahan terhadap perilaku untuk menjadi warga negara yang baik (by process).

Pendidikan Civics pada perkembangannya bukan hanya meliputi “masalah hak dan kewarganegaraan” serta “pemerintahan” saja, akan tetapi berkembang menjadi “Community Civics”, “Economic Civics”, serta “Vocational Civic”.

(9)

Selain gerakan Community Civics, Nu’man Somantri juga mengungkapkan tentang Gerakan Pendidikan Kewarganegaraan, yang ditandai dengan hal-hal dibawah ini:

1. Para pelajar harus terlibat dengan bahan pelajaran.

2. Kegiatan dasar manusia (basic human activities) melandasi bahan pelajaran.

3. Bahan pelajaran Civics harus dikorelasikan atau diintegrasikan dengan bahan-bahan ilmu sosial, sains, teknologi, etika dan agama agar bahan civic education itu fungsional.

4. Bahan pelajaran Civic Education itu harus dapat menumbuhkan berpikir kritis, analitis, kreatif agar para pelajar dapat melatih diri dalam berfikir, bersikap dan berbuat yang sesuai dengan perilaku demokratis, dengan perkataan lain, para pelajar akan dilatih dalam menilai berbagai macam masalah social, ekonomi, politik secara cerdas dan penuh rasa tanggung jawab, agar propaganda serta agitasi politik yang tidak ternilai dapat dihindarkan”. (Tahun 1973, hlm 67).

Berkaitan dengan hal tersebut penerapan model problem based learning dalam proses pembelajaran PPKn sangat tepat sekali karena model problem based learning menurut Depdiknas (2003, hlm 4) dalam komalasari (2013, hlm 59) “…melalui model ini para siswa dapat belajar untuk berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran”. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk memecahkan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai materi pelajaran. Strategi ini mencakup pengumpulan informasi berkaitan dengan pertanyaan, menyintesa, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain.

(10)

dapat mengatasi masalah-masalah komplek dan dengan hasil yang memuaskan.

Pemikiran kreatif dibutuhkan dalam memecahkan masalah. Kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Kedua jenis berpikir tersebut merupakan berpikir tingkat tinggi yang harus selalu dilakukan guna menghasilkan ide-ide baru yang inovatif.

Menurut Bern dan Erikson (2001, hlm 5) menegaskan “…bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem-based-learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.”

Dalam kaitan dengan upaya siswa untuk menemukan dan mencari pemecahan terhadap masalah, John Dewey yang dikutip oleh John U. Michaelis (Tim, 2011, hlm 15) secara rinci mengemukakan pendapatnya mengenai proses pemecahan masalah sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah

2. Membandingkan antara masalah yang dihadapi saat ini dengan pengalaman yang baru lalu.

3. Merumuskan kesimpulan sementara.

4. Mengadakan tes terhadap kesimpulan sementara.

5. Menerima atau menolak kesimpulan tersebut (evaluasi).

Dengan demikian dalam proses belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dibutuhkan kemampuan dari setiap siswa untuk berpikir dan bertindak kritis dan kreatif. Sehingga proses pembelajaran berlangsung secara menyeluruh pada seluruh siswa, tidak hanya pada sebagian siswa saja.

(11)

world. Masalah yang diberikan sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi untuk mengikat rasa ingin tahunya. Seperti yang diutarakan oleh Arends (2008, hlm 12) dalam penelitian rosnawati (2013, hlm 08) bahwa.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah /Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.

Konsep Dasar /Basic Concept dari kegiatan model Problem Based Learning adalah Guru atau fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran tersebut.

(12)

Keunggulan dari model pembelajaran problem based learning ini adalah pola pembelajaran dengan pola learner centred. Dengan pola tersebut diharapkan siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Belajar dan penilaian merupakan hal yang sangat terkait, budaya belajar yang dianggap baik dalam pembelajaran adalah kooperatif, kolaboratif dan saling mendukung. Penekanan pada penguasaan dan penggunaan pengetahuan yang merefleksikan isu baru dan lama serta menyelesaikan masalah konteks kehidupan nyata. Guru sebagai pendorong dan pemberi fasilitas pembelajaran. Guru dan siswa mengevaluasi pembelajaran secara bersama-sama.

Berdasarkan observasi awal di kelas XI MIA SMA Negeri 1 Cicalengka menunjukan bahwa terdapat beberapa kendala dan kelemahan dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) antara lain: 1). Dalam proses pembelajaran PPKn siswa hanya diarahkan pada aspek kognitif saja dibandingkan aspek keterampilan, 2). Waktu pembelajaran PPKn yang terlalu sedikit hanya 2 jam pelajaran dalam seminggu, mengakibatkan guru hanya terpaku pada banyaknya materi yang harus disampaikan, 3). Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru cenderung didaktif dan konvensional, 4). Pembelajaran PPKn di kelas kurang kreatif dan menyenangkan bahkan cenderung menjenuhkan dan membosankan, 5). Kurang menyentuh pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa, 6) kurangnya sarana dan prasarana penunjang pembelajaran menuntut guru harus kreatif dan inovatif dalam menggali keterampilan siswa dengan menggunakan fasilitas yang tersedia.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti tertarik secara khusus meneliti tentang “EFEKTIFITAS MODEL

PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN UNTUK

MENINGKATKAN KETERAMPILAN KEWARGANEGARAAN

(13)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa masalah yang muncul dalam pembelajaran dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam kurikulum 2013 adalah mata pelajaran yang memiliki tujuan mewujudkan warga negara Indonesia yang tahu tentang hak dan kewajiban, serta mampu berkomunikasi, berdiplomasi, dan mengajukan argumentasi yang bisa diterima dalam menghadapi kompetisi di tengah arus globalisasi, namun pada kenyataannya Proses pembelajaran lebih cenderung pada proses hafalan belaka. Hal itu menyebabkan tujuan pembelajaran PPKn tidak tercapai.

2. Proses pembelajaran yang masih diarahkan pada aspek kognitif saja, menekankan pada fakta dan informasi, menghapal, dan lebih mementingkan isi daripada proses, serta kurang mengarahkan siswa pada pembelajaran yang menghubungkan dirinya dengan kehidupan nyata sehari-hari siswa merupakan salah satu masalah yang dihadapi pembelajaran PPkn, untuk itu diperlukan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat, menarik dan kreatif untuk dapat meningkatkan keterampilan kewarganegaraan siswa. Salah satunya dengan menggunakan model problem based learning.

(14)

Berdasar identifikasi masalah penelitian di atas, secara umum rumusan masalah penelitian yaitu apakah terdapat peningkatan keterampilan kewarganegaraan siswa dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan? Rumusan masalah penelitian secara khusus sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan keterampilan intelektual siswa dari kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan kelas kontrol pada pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan?

2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan partisipatori siswa dari kelas yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan kelas kontrol pada pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan?

3. Bagaimana efektivitas model pembelajaran Problem Based Learning dalam meningkatkan keterampilan intelektual siswa di kelas eksperimen? 4. Bagaimana efektivitas model pembelajaran Problem Based Learning

dalam meningkatkan keterampilan partisipatori siswa di kelas eksperimen?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan kewarganegaraan siswa dengan menggunakan model problem based learning (PBL) dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Secara khusus tujuan penelitian yang dicapai adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui perbedaan keterampilan intelektual siswa dari kelas

eksperimen yang menggunakan model Problem Based Learning dengan kelas kontrol pada pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

(15)

kelas kontrol pada pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

3. Mengetahui efektivitas model pembelajaran Problem Based Learning dalam meningkatkan keterampilan intelektual siswa di kelas eksperimen. 4. Mengetahui efektivitas model pembelajaran Problem Based Learning

dalam meningkatkan keterampilan partisipatori siswa di kelas eksperimen.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Pendidikan Kewarganegaraan. Melalui penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana ilmu dan memberikan model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk meningkatkan keterampilan kewarganegaraan

Manfaat Praktis: 1. Bagi Peneliti

Memberi pengetahuan yang sangat berharga untuk mengembangkan keahlian menciptakan pembelajaran yang menarik, yang dapat berguna bagi semua pihak.

2. Bagi Guru

Khususnya guru PPKn, Diharapkan penelitian ini dapat memberikan suatu alternatif cara untuk meningkatkan keterampilan kewarganegaraan siswa. 3. Bagi Siswa

(16)

4. Bagi Sekolah

Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah yang bersangkutan dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas proses belajar-mengajar serta menciptakan siswa yang berkualitas.

E. Struktur Organisasi Tesis

Penulisan tesis ini akan dilakukan dalam lima bab, yaitu Bab 1 berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis. Bab 2 akan diuraikan tinjauan pustaka tentang konsep, landasan, hakikat dan tujuan, visi dan misi, serta ruang lingkup pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, diuraikan juga tentang pengertian, hakikat, tujuan dan ciri-ciri, karakteristik, manfaat, keunggulan dan kelemahan, langkah-langkah problem based learning, keterampilan kewarganegaraan, keterampilan intelektual, dan keterampilan partisipatoris, meningkatan keterampilan kewarganegaraan melalui Problem Based Learning (PBL), penelitian yang relevan, dan kerangka pemikiran, hipotesis penelitian.

Bab 3 akan diuraikan desain penelitian, populasi dan subjek/sampel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan analisis data. Bab 4 akan menguraikan gambaran umum lokasi penelitian, hasil temuan secara deskriptif, pembahasan hasil penelitian: kondisi keterampilan kewarganegaraan siswa, proses pembelajaran problem based learning, perbedaan keterampilan intelektual siswa, perbedaan keterampilan partisipatoris siswa, efektivitas model pembelajaran PBL dalam meningkatkan keterampilan intelektual siswa, dan efektivitas model pembelajaran PBL dalam meningkatkan keterampilan partisipatoris siswa . Bab 5 akan dirumuskan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi penelitian.

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode yang digunakan adalah quasi eksperiment atau eksperimen semu. Penelitian quasi eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik.

Cook and Campbell (1979, tanpa halaman) mendefinisikan bahwa “Quasi eksperiment didefinisikan sebagai eskperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimen namun tidak menggunakan penugasan acak untuk menciptakan perbandingan dalam rangka menyimpulkan perubahan yang disebabkan perlakuan.”

Penelitian ini dipandang yang paling cocok, yaitu yang sesuai dengan masalah yang akan dipecahkan (efektivitas). Pertimbangan lainnya adalah masalah efisiensi, yaitu dengan memperhatikan keterbatasan dana, tenaga, waktu, dan kemampuan. Sehingga, pendekatan penelitian yang baik adalah yang efisien, valid, dan reliabel agar data tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

Menurut Azam Sumarno & Rahmat (2006, tanpa halaman) mengungkapkan bahwa dalam suatu penelitian pendidikan penggunaan quasi experiment sangat disarankan mengingat kondisi objek penelitian yang

(18)

Jenis metode quasi experiment digunakan dalam penelitian ini dikarenakan agar lebih mempermudah dalam proses penelitian, karena dalam penelitian ini hanya memberikan perlakuan dan penelitian terhadap kelas eksperimen saja adapun kelas kontrol hanya untuk membandingkan apakah terjadi perbedaan yang signifikan jika menggunakan model Problem Based Learning (PBL) pada pembelajaran PPKn di sekolah dalam meningkatkan Kecakapan kewarganegaraan siswa.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Pretest and Posttest Control group dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Jika hasil pretest sama atau tidak berbeda secara signifikan, maka kelompok tersebut sudah sesuai dengan kelompok yang akan digunakan untuk eksperimen. Selanjutnya kelompok eksperimen akan menerima perlakuan dengan model problem based learning, dan kelompok kontrol tidak menerima perlakuan. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Table 3.1 Rancangan penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 O4

Dimana:

O1 = Pretest pada kelompok eksperimen O3 = Pretest pada kelompok kontrol O2 = Posttest pada kelompok eksperimen O4 = Posttest pada kelompok kontrol

(19)

Pada bagan diatas terlihat bahwa kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan, keduanya diuji kemampuan awal dan kemampuan akhirnya untuk mengukur perbedaan keterampilan kewarganegaraannya. Dan juga pengujian prettest dan posttest dipergunakan untuk mengukur tingkat keefektivan model problem based learning dalam meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa kelas eksperimen sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

B. Populasi dan Sampel

Subjek populasi dan sampel penelitian adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai populasi dan sampel dalam sebuah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa SMAN 1 Cicalengka Kabupaten Bandung. Dengan jumlah populasi sebanyak 1285 siswa, dengan rincian kelas X berjumlah 426, kelas XI berjumlah 431, dan kelas XII berjumlah 428. Subjek penelitian dalam penelitian ini dilaksanakan di kelas XI, dengan pertimbangan bahwa kelas XI merupakan kelas dengan jumlah populasi terbanyak.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan karakteristik siswa di kelas yang setara dilihat dari jenjang kelas, jurusan, aktivitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran berdasarkan pengalaman peneliti dan guru-guru lain yang mengajar. Maka yang menjadi sampelnya adalah peserta didik kelas XI MIA 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIA 1 sebagai kelas kontrol. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015, selama 3 (tiga) bulan pada hari efektif belajar di sekolah.

C. Instrumen Penelitian 1. Alat Pengumpul Data

(20)

a. Observasi.

Penggunaan teknik observasi ini diharapkan penulis bisa mengumpulkan data secara langsung dan gambaran lebih jelas mengenai efektifitas model pembelajaran PBL dalam pembelajaran PPKn untuk meningkatkan keterampilan kewarganegaraan siswa. Nasution (2003, hlm. 106) mengemukakan bahwa : Observasi merupakan alat pengumpul data yang dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih jelas tentang kehidupan sosial dan diusahakan mengamati keadaan yang wajar dan yang sebenarnya tanpa usaha yang disengaja untuk mempengaruhi, mengatur, atau memanipulasikannya. b. Angket

Angket ialah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang diketahuinya (Suharsini Arikunto, 1998, hlm 140). Secara teknis dikembangkan kuesioner tertutup, artinya responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan. Tujuannya agar calon responden dapat menjawab dengan mudah dan cepat, dan tentunya mempermudah pengolahan data.

(21)

c. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Dalam penelitian ini tes yang digunakan berupa pretest dan posttest yang diberikan kepada kelas eksperimen yang mendapat perlakuan penggunaan model PBL dan kelas kontrol yang tidak mendapat perlakuan. Dengan alat ukur:

(1) Tes keterampilan intelektual yang terdiri dari 1-20 soal pilihan ganda, yang memuat tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran PPKn dengan bahan ajar geopolitik dan wawasan nusantara.

(2) Tes keterampilan partisipasi diukur dengan kemampuan partisipasi umum dari no 1-15 soal, (merujuk pada civics Assesment Database dari NCFLC) dengan skor jawaban 5 = selalu, 4 = baik, 3 = biasa-biasa, 2 = kurang, 1 = kurang baik.

Dan tes keterampilan partisipatori dalam keahlian pemecahan masalah diukur dengan skala likert dari nomor 16-30 soal dengan skor jawaban 5 = sangat setuju, 4 = setuju, 3 = ragu-ragu, 2 = tidak setuju, 1 = sangat tidak setuju

2. Uji Coba Tes

Sebelum melakukan penelitian penulis melakukan uji coba instrument kepada 30 siswa kelas XI MIA 5, dengan tujuan untuk mengetahui validitas dan realibilitas suatu instrument sehingga instrument layak untuk digunakan. Suatu pertanyaan dikatakan valid dan reliabel jika nilai koefisien validitas dengan realibilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,374. Dari hasil uji coba instrument tersebut diperoleh:

a. Validitas Instrumen

1) Uji Validitas Kecakapan intelektual dan partisipasi

(22)

yang valid dan sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto,1998, hlm 160).

Uji validitas yang digunakan untuk instrument intelektual dan partisipasi menggunakan rumus produk moment dari Pearson dengan formula sebagai berikut :

= � ∑ – ∑ ∑

√[� ∑ – ∑ ][� ∑ − ∑ ]

Keterangan :

= Koefisien korelasi antara X dan variabel Y N = Banyaknya peserta tes

X = Nilai hasil uji coba Y = Nilai rata-rata harian

2) Uji signifikansi terhadap validitas dilakukan dengan menggunakan uji-t, yaitu:

ℎ�

=

√ � −

√( −

)

Dengan kriteria : Jika ℎ� � > (alpha 95% dengan derajat kebebasan n-2) maka butir item valid signifikan.

Namun untuk membantu dan mempermudah uji validitas dalam penelitian ini digunakan SPSS 16 seperti pada tabel dibawah ini:

Table 3.2.

Uji Validitas Variabel Intellectual Skills

No item

rxy thitung ttabel ΣVar

Item

Keterangan

1 0.320 1.787 2.017 1.292 Valid

(23)

3 0.783 6.661 2.017 1.720 valid

Dari table diatas diperoleh informasi bahwa semua instrument intellectual skills valid. Hal tersebut dikarenakan memenuhi criteria dimana ℎ� � lebih besar daripada maka butir item valid.

Table.3.3.

Uji Validitas Variabel Participatory Skills

(24)

9 0.678 4.881 2.017 0.621 valid

10 0.629 4.276 2.017 0.455 valid

11 0.630 4.292 2.017 0.441 valid

12 0.608 4.050 2.017 0.714 valid

13 0.803 7.131 2.017 0.626 valid

14 0.751 6.023 2.017 1.076 valid

15 0.259 1.416 2.017 0.299 valid

16 0.333 1.868 2.017 0.282 valid

17 0.430 2.521 2.017 0.420 valid

18 0.526 3.269 2.017 1.444 valid

19 0.473 2.844 2.017 1.289 valid

20 0.640 4.407 2.017 0.409 valid

21 0.633 4.325 2.017 0.254 valid

22 0.561 3.587 2.017 0.685 valid

23 0.501 3.063 2.017 0.309 valid

24 0.404 2.336 2.017 0.631 valid

25 0.803 7.131 2.017 0.626 valid

Dari table diatas diperoleh informasi bahwa semua instrument participatory skills valid. Hal tersebut dikarenakan memenuhi kriteria dimana ℎ� � lebih besar daripada maka butir item valid.

b. Uji Realibilitas Instrumen

Bila alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama hasil yang diperoleh konsisten, maka alat ukur tersebut dapat dikatakan reliable. Uji reliabilitas menunjuk pada tingkat kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur (kuesioner).

(25)

= [ � − ] [ − � ∑ �� ]

Keterangan:

= reliabilitas instrument

� = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑ � = jumlah varians butir

� = varians total Dengan

=

�� = varians butir tiap item

n = jumlah responden uji coba instrument

∑ = jumlah kuadrat jawaban responden dari setiap item ∑ = kuadrat jumlah skor seluruh responden dari setiap item

Varians total dihitung dengan rumus : � = ∑ − ∑�

Dengan :

� = varians total

n = jumlah responden uji coba instrument ∑ = jumlah kuadrat skor responden

∑ = kuadrat jumlah skor seluruh responden dari setiap item

(26)

Tabel.3.4.

Uji Reliabilitas Variabel Intellectual Skills

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.610 .612 20

Dari table di atas, diperoleh informasi bahwa reliabilitas instrument untuk variabel intellectual skills nilai reliabilitas instrument yang dihitung dengan rumus Alpha Cronbach’s diperoleh nilai 0,610. Dengan nilai tersebut maka dapat dikatan reliabel dengan kategori sedang.

Table.3.5.

Uji Reliabilitas Variabel Participatory Skills

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.920 .924 25

Dari table di atas, diperoleh informasi bahwa reliabilitas instrument untuk variabel participatory skills nilai reliabilitas instrument yang dihitung dengan rumus Alpha Cronbach’s diperoleh nilai 0,920. Dengan nilai tersebut maka dapat dikatan reliabel dengan katagori sangat tinggi.

D. Prosedur Penelitian

1. Prosedur penelitian dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah dalam melaksanakan desain penelitian meliputi:

a. Tahap Persiapan Penelitian

(27)

pembelajaran problem based learning, dan civic skill yang meliputi civic intellektual skill, dan civic participatory skills. 2) Menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi analisis KI.1

sampai dengan KI.4, desain pembelajaran, desain penilaian, silabus, dan RPP KD.8.

3) Penyusunan kisi-kisi instrument penelitian dan pemberian skor instrument.

4) Melakukan uji coba instrument penelitian. b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

1) Memberikan pretest terlebih dahulu untuk mendapatkan informasi bahwa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sama atau tidak berbeda secara signifikan.

2) Menetapkan kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dijadikan sample penelitian dengan melihat hasil nilai pretest.

3) Observasi, mengamati proses pembelajaran PPKn dari awal sampai akhir di kelas XI MIA 4 sebagai kelas eksperimen dengan melaksanakan pembelajaran menggunakan model problem based learning.

4) Memberikan post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan instrument yang sama dengan pre test.

5) Menyebarkan instrument tanggapan siswa tentang model problem based learning pada kelas eksperimen.

c. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

1) Memilih dan memisahkan data yang berasal dari responden, kemudian memasukan skor yang diperoleh setiap responden ke dalam table yang sudah disediakan.

(28)

Studi Pendahuluan

Persiapan Penelitian

Menentukan subyek penelitian

Menyusun materi, instrument, uji coba, dan

revisi.

Kelas Kontrol Kelas eksperimen

Pembelajaran dengan menggunakan model

ceramah bervariasi Pembelajaran dengan

menggunakan model Problem

Based Learning (PBL)

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan Analisis Data Menggatikan guru mengajar dan

menerapkan langsung model

Problem Based Learning (PBL)

Post - test

Observasi Siswa

Pre - test Pengolahan dan

(29)

2. Variabel Penelitian

Berdasarkan bagan tersebut dapat ditentukan variabel penelitian yang saling berhubungan atau mempengaruhi. Menurut Hatch dan Farhady (1981, tanpa halaman) dalam Sugiono (2007, hlm 3) variabel sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lain. Pada penelitian ini ada dua variabel yaitu variabel bebas /independent variable, variabel terikat /dependent variable. Variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbul variable terikat. Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007, hlm 3)

Berdasarkan pemaparan diatas, dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitiannya ialah sebagai berikut:

1) Variabel bebas (X), yaitu model Problem Based Learning. 2) Variabel terikat (Y), yaitu Keterampilan Kewarganegaraan

Siswa dengan sub variabel kecakapan intelektual (Y1), dan kecakapan partisipan (Y2)

Gambar 3.2

Hubungan antar variabel Model

Problem Based Learning

(X) Keterampilan Partisiparis

(Y2)

Keterampilan

Intelektual

(Y1)

Keterampilan

Kewarganegaraan

(30)

Tabel. 3.6

Indikator Variabel Penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator

Model Problem

Based Learning ( Variabel X)

Tahapan pembelajaran dengan model Problem Based Learning.

a. Guru menginformasikan tujuan

tujuan pembelajaran.

kebutuhan logistik penting yang menunjang permasalahan.

b.Siswa dalam kelompok terlibat

dalam kegiatan pemecahan

masalah yang mereka pilih

sendiri.

- Guru :

Guru membantu siswa dalam membagi tugas-tugas kelompok untuk membahas suatu masalah.

- Siswa :

Siswa dalam kelompok

menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah itu.

- Guru :

Guru mendorong siswa

mengumpulkan informasi yang

(31)

Tahap 4: merencanakan dan menyiapkan hasil karya.

- Siswa :

Siswa dalam kelompok

menyiapkan bahasan untuk

dipresentasikan yang sesuai dengan

Guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan

proses-proses yang mereka

gunakan.

- Siswa :

Siswa dalam kelompok dibantu

guru melakukan refleksi atas

penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

memahami sebuah konsep

geopolitik dan wawasan

nusantara dan menguraikannya dengan lebih terperinci.

2. Keterampilan Mensintesis

menyatupadukan semua

informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru.

3. Keterampilan Mengenal dan

Memecahkan Masalah

memahami dan menerapkan

konsep-konsep ke dalam

permasalahan atau ruang lingkup baru

4. Keterampilan Menyimpulkan

proses berpikir yang

memberdayakan pengetahuannya

sedemikian rupa untuk

menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru

5. Keterampilan Mengevaluasi

atau Menilai

(32)

aspek-E. Analisis Data

Data penelitian diperoleh merupakan data mentah yang harus diolah agar dapat memberikan gambaran nyata mengenai permasalahan penelitian dan memberikan arah untuk mengkaji lebih lanjut. Dalam penelitian ini data mentah berasal dari angket dan tes (tes intelektual dan tes partisipasi) yang diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Setelah data hasil kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh, maka dilakukan analisis statistik untuk mengetahui perbedaan kelompok tersebut. Hasil perhitungannya dilakukan dengan menggunakan skor gain yang dinormalisasi. Gain yang dinormalisasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus score ternormalisasi dengan rumus Meltzer.

aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep dipahami dari apa yang diamati.

3. Mengumpulkan informasi

Bekerja sama / berinteraksi, Mempengaruhi orang lain, Mengatasi konflik, dan

(33)

Adapun kriteria peningkatan / gain ternormalisasi sebagai berikut: Tabel 3.7. Kriteria Nilai Gain

Kriteria Nilai Gain

Tinggi = 0,7

Sedang 0,3 = N Gain < 0,7

Rendah < 0,3

Sumber : Sundayana (2010, hlm. 92)

Selanjutnya pengolahan dan analisis data menggunakan uji statistik inferensial parametrik sebagai berikut:

1) Menyeleksi data

Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

2) Menentukan bobot nilai

Untuk setiap kemungkinan jawaban pada setiap item variable penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan, kemudian menentukan skornya.

3) Pemberian koding

Untuk setiap jawaban pada angket selanjutnya skor tersebut dijumlahkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden secara umum terhadap setiap variable penelitian.

4) Melakukan analisis secara deskriptif, untuk mengetahui gambaran tanggapan siswa terhadap model Problem Based Learning untuk meningkatkan kecakapan kewarganegaraan siswa, maka dilakukan pengkatagorian dengan cara menjumlahkan skor pernyataan dari setiap variabel, kemudian dicari panjang intervalnya setiap kelas dengan rumus sebagai berikut (Sudjana: 1989, hlm 91)

Dimana,

(34)

� = Nilai terbesar � = Nilai terkecil

� = banyaknya klasifikasi angket (Selalu- Sering- Kadang-kadang-Jarang –Tidak Pernah).

Dalam penelitian ini menggunakan 5 klasifikasi atau 5 pengskoran sesuai dengan skala yang ada pada instrument. Dengan nilai 5,4,3,2,1 dimana skor maksimum 100 persen dan skor minimum 20 persen.

Untuk mengetahui sebaran jawaban responden tentang masing-masing item indikator, dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut (Sugiono, hlm 33) :

P =

� %

Keterangan: P = Persentase

f = Frekuensi Jawaban responden N = Jumlah keseluruhan

Dengan demikian untuk menentukan kriteria persentase skor tanggapan responden terhadap skor ideal dapat dikelompokan dalam tabel berikut ini (Umi, hlm 84)

Tabel 3.8..

Kriteria Presentase Skor Tanggapan Responden terhadap Skor Ideal.

No. % Jumlah Skor Kriteria

1 20.00 – 36.00 Tidak Baik

2 36.00 – 52.00 Kurang Baik

3 52.01 – 68.00 Cukup

4 68.01 – 80.00 Baik

5 80.00 – 100 Sangat Baik

Catatan: Batas bawah 20% diperoleh dari ⁄ 5dan batas atas 100 dari 5 5⁄ .

5) Menghitung skor gain ternormalisasi

(35)

konsep dan keterampilan proses ilmu antara sebelum dan sesudah pembelajaran, dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil penghitungan skor gain yang ternormalisasi.

6) Uji kesamaan dua rata-rata (bebas)

Uji kesamaan dua rata-rata (bebas) jika sebaran data berdistribusi normal dan homogen, dilakukan dengan menggunakan uji parametrik, yaitu uji-t (t-test) satu pihak (pihak kanan). Tujuan dari uji hipotesis adalah untuk mencari gain yang lebih besar antara peningkatan (gain) kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Ada dua tahapan analisis yang dilakukan yaitu:

a. Pertama, menguji apakah asumsi varians populasi kedua sampel tersebut sama ataukah berbeda dengan melihat nilai levene tes. Jika nilai sig > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data memiliki varian homogen.

b. Kedua, dengan melihat nilai t-test untuk menentukan apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata secara signifikan. Dalam uji t independen, terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas varians. Jika varians homogen (p-value > 0,05) maka rumus t hitung yang digunakan adalah:

=

+

� , dengan

=

� − + � −

� + � −

Dimana:

(36)

� : jumlah sampel kelompok sampel 2 s : simpangan baku

: varians (kuadrat simpangan baku) kelompok 1 : varians (kuadrat simpangan baku) kelompok 2

Sedangkan jika varians kedua kelompok data heterogen, maka rumus t yang digunakan adalah:

=

√ /� + /�

Dengan menggunakan SPSS 16 (Statistical Package for Social Scince), varians dinyatakan homogen jika p-value pada uji homogenitas varians ≥ 0,05, dan dinyatakan heterogen jika p-value < 0,05.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Taufik (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Andriati, L. (2011) Pengaruh pembelajaran pendidikan kewarganegaraan terhadap pembinaan siswa sebagai warga negara yang demokratis. Acta Civicus. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 5 (1), hlm. 79-98.

Anonym, (2012), Teori Belajar Berpikir Kritis, terdapat dalam [online]

http://ediconnect.blogspot.com. di unggah pada tanggal (20 juni 2015)

Anonym, (2014), Pengertian kemampan berpikir kritis, terdapat dalam [online] http://www.kajianteori.com. di unggah pada (20 juni 2015)

Arends (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bandono (2008), menyusun model pembelajaran contextual teaching learning-ctl. Terdapat dalam [online] http://bandono.web.id . Diunggah pada tanggal (25 desember 2013)

Branson (1998). The Role of Civic Education, Calabasas:CCE

Budimansyah, D dan Suryadi, K (2008). PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung : Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPS UPI.

Budimansyah, D (2008), Revitalisasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Praktek Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen. Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan 1,(2), 179-198.

(38)

Depdiknas. (2003) Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL), Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Diwarta (2013), pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Terdapat dalam [online] http://www.diwarta.com. Diunggah pada tanggal (30 desember 2013)

Haryono (2013), Tujuan Pendidikan Sering Bersifat Sangat Umum. Terdapat dalam [online] http://haryono10182.wordpress.com. Diunggah pada tanggal

(25 desember 2013)

Herdy (2010), model pembelajaran contextual teaching learning-ctl. Terdapat dalam [online] http://herdy07.wordpress.com. Diunggah pada tanggal (25 desember 2013)

Ian (2010), Pengertian Pembelajaran Kooperatif. Terdapat dalam [online] http://ian43.wordpress.com. Diunggah pada tanggal(1 januari 2014)

Komalasari, K (2011), PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL KONSEP DAN APLIKASI. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung.

Maksum, H. (2011) Model project citizen untuk meningkatkan kecakapan pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan sikap nasionalisme. Acta Civicus. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 5 (1), hlm. 49-58.

Masje, d (2013), berpikir kritis dan berpikir kreatif menurut para ahli”. Terdapat dalam [online] https://dedomasje.wordpress.com. Diunggah pada tanggal (20 juni 2015)

Miftahul Huda (2011), COOPERATIVE LEARNING. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Muklis (2008), kendala-kendala yang dialami guru dalam pembelajaran. Terdapat dalam [online] http://muklis-superband.blogspot.com Diunggah

(39)

Nu’man Somantri, Muhammad (2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

P4TK (2014), Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun 2014. Mata pelajaran Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan SMA/SMK. BPSDM P&K dan Penjaminan Mutu Pendidikan, kemendikbud.

Rahmat, dkk. (2009). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Rosnawati, H. (2013). “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Civic Skill Siswa Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan”. Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan.

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rusmana (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu peril. Untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sanjaya, W (2006). Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sapriya dan Winantaputra (2004). Pendidikan Kewarganegaraan model pengembangan materi dan pembelajaran. Bandung: Lab PKn-FPIPS UPI.

Sudjana, Nana (1989). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Suharsini Arikunto (1998), PROSEDUR PENELITIAN SUATU PENDEKATAN PRAKTEK. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

(40)

Tim Rayon 110 (2011), Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan SMA/SMK. Copyright 2011, Panitia Sertifikasi Guru dalam Jabatan Rayon 110 UPI Wahab. A.A. dan Sapriya (2011). Teori dan Landasan Pendidikan

Kewarganegaraan. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Winataputra, U. (2001). “Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana

Sistemik Pendidikan Demokrasi”. suatu kajian konseptual dalam konteks Pendidikan IPS. Desertasi Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan.

Gambar

Table 3.1 Rancangan penelitian
Table 3.2.
Table.3.3.
Tabel.3.4.
+5

Referensi

Dokumen terkait

DAFTAR PERINGKAT PESERTA YANG MEMENUHI NILAI AMBANG BATAS UNTUK FORMASI UMUM. JABATAN

Tujuan penelitian dan pengembangan ini meliputi: 1) mendesain dan menjelaskan kelayakan buku ajar trampil Basa Jawi piwulang 5 pengalamanku berbasis karakter islam di kelas

Di sini, klaim tua teno atas lahan tertentu yang hak ulayatnya dimiliki oleh tua golo, fenomena keterbatasan lahan, dan kurangnya komunikasi sosial antara aktor

Semakin kecil EAQ menunjukkan semakin kecilnya Aktiva Produktif yang di klasifikasikan (APYD) atau semakin besarnya Total Aktiva Produktif sehingga pendapatan yang dihasilkan

Apabila kondisi tersebut tidak ditanggulangi melalui perawatan berkala kendaraan, maka kondisi tersebut akan meningkat ke arah kerusakan komponen yang bertambah

Seperti yang telah dilakukan oleh lembaga non pemerintah / yaitu nawakamal yogyakarta / dalam usahanya untuk melestarikan keberadaan sumber air / di gunung kidul / khususnya di

18 Saya bertanya kepada pembina atau teman ketika kurang paham dengan materi yang telah diajarkan 19 Di rumah saya selalu mengulang latihan yang.