DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR GRAFIK ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 7
E. Definisi Operasional ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PISA ... 8
1. Pengertian PISA... 8
2. Pengembangan dan Implementasi PISA... 9
B. Literasi Matematis... ... 10
BAB III METODE PENELITIAN A. Model dan Desain Penelitian ... 22
B. Populasi dan Sampel ... 23
C. Instrumen Penelitian ... 24
D. Prosedur Penelitian ... 24
E. Teknik Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 26
1. Gambaran Umum ... 26
Secara Keseluruhan ... 26
3. Deskripsi Pencapaian Kemampuan Literasi Matematis Siswa SMP Klaster 1, Klaster 2, dan Klaster 3 Berdasarkan Level Penilaian PISA ... 52
4. Deskripsi Pencapaian Kemampuan Literasi Matematis Siswa SMP Klaster 1, Klaster 2, dan Klaster 3 Berdasarkan Komponen Konteks, Konten, dan Kompetensi pada Penilaian PISA ... 63
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 58
B. Rekomendasi ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak digunakan
dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah. Hal ini dikarenakan matematika ada dalam
setiap kehidupan. Selain itu, matematika memegang peranan penting dalam upaya
peningkatan sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi. Hal ini
sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah sebagaimana diungkapkan dalam GBPP matematika
(Suherman, dkk.,2003:58) sebagai berikut :
1. Mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan di
dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir
matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan.
Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, sistem pendidikan nasional harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan dan juga mampu
meningkatkan mutu pendidikan dengan melakukan pembaharuan pendidikan
secara terencana, terarah dan berkesinambungan, untuk mewujudkan tujuan
tersebut, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional
melakukan berbagai evaluasi, diantaranya dengan cara mengkuti berbagai jenis
program penilaian proses pendidikan. Hal ini juga dilakukan sebagai sarana agar
dapat memetakan posisi hasil pendidikan bangsa kita dibandingkan dengan
bangsa lain.
Berbagai jenis tes berskala internasional telah diikuti Indonesia, salah
satunya adalah dengan mengikuti Programme for International Student
Assessment (PISA) dan Trends in International Mathematics and Science Study
program pendidikan di negara Indonesia dibandingkan dengan negara-negara
peserta lainnya.
PISA adalah penilaian standar internasional yang dikembangkan bersama
oleh partisipan ekonomi dan dikelola untuk anak sekolah yang berumur 15 tahun.
PISA diadakan oleh negara-negara OECD (Organization of Economic
Cooperation Development) yang berpusat di Australia. OECD adalah forum
khusus di mana pemerintah dari 30 negara demokrasi bekerja sama untuk
membahas ekonomi, sosial, dan tantangan lingkungan dalam era globalisasi.
OECD juga berada di garis terdepan dalam usaha memahami dan membantu
respon pemerintah untuk perkembangan baru menyangkut perusahaan milik
negara, informasi ekonomi dan tantangan populasi yang terus meningkat.
Organisasi ini menyediakan keadaan di mana pemerintah dapat membandingkan
kebijakan masing-masing, mencari jawaban untuk masalah umum,
mengidentifikasi praktek dan kerja nyata untuk mengkoordinasikan kebijakan
lokal dan internasional. Penilaian sejauh ini telah dilaksanakan pada tahun 2000,
2003, 2006, 2009 dan 2012. Pengujian biasanya diberikan kepada antara 4.500
dan 10.000 siswa di setiap negara. (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika).
Pengakuan PISA di banyak negara telah mendorong minat siswa dalam
mengikuti tes soal PISA. Publikasi ini meneliti hubungan antara persyaratan tes
PISA dan kinerja siswa. Fokus ditempatkan pada proporsi siswa yang menjawab
pertanyaan benar di berbagai tingkat kesulitan dari mudah, cukup sulit dan sulit.
Pertanyaan-pertanyaan diklasifikasikan berdasarkan konten, kompetensi, konteks
dan format serta dianalisis untuk melihat koneksi apa yang ada.
Analisis ini telah dilakukan dalam upaya untuk menghubungkan hasil
PISA untuk program dan struktur kulikuler di negara-negara yang berpartisipasi.
Hasil dari penilaian mencerminkan perbedaan dalam kinerja negara dalam hal
konten, kompetensi, konteks, dan format pertanyaan tes. Temuan ini penting
untuk perencana kurikulum, pembuat kebijakan dan khususnya guru-guru
terutama guru-guru matematika sekolah menengah pertama dan sekolah
PISA bertujuan untuk mengukur seberapa jauh pencapaian siswa dalam
mengikuti pendidikan wajib yang diperoleh dalam bidang pengetahuan dan
keterampilan yang penting untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Tujuan
utama PISA adalah memonitoring hasil dari sistem pendidikan dalam pencapaian
siswa untuk menyediakan informasi yang telah diasah yang akan membantu
dalam pengambilan keputusan kebijakan. PISA dikelola oleh perwakilan dari
negara-negara partisipan melalui badan pemerintah PISA.
PISA berdiri dalam tradisi studi sekolah internasional, dilakukan sejak
akhir 1950-an oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan
(IEA). Sebagian besar metodologi PISA yang mengikuti contoh TIMSS (TIMSS,
dimulai pada 1995), yang pada gilirannya sangat dipengaruhi oleh US National
Assessment of Educational Progress (NAEP). Komponen membaca PISA
terinspirasi oleh Kemajuan IEA dalam International Reading Literacy Study
(PIRLS). PISA bertujuan untuk menguji keaksaraan (Literacy) di tiga bidang
kompetensi, yaitu: membaca, matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Tes PISA matematika menuntut siswa untuk menerapkan pengetahuan
matematika mereka untuk memecahkan masalah yang diatur dalam berbagai
konteks dunia nyata. Untuk memecahkan masalah tersebut siswa harus
mengaktifkan sejumlah kompetensi matematika serta berbagai pengetahuan
konten matematika. Oleh TIMSS, di sisi lain, langkah-langkah lebih banyak pada
konten kelas tradisional seperti pemahaman tentang pecahan dan desimal dan
hubungannya (pencapaian kurikulum). PISA berguna untuk mengukur aplikasi
pendidikan pada masalah-masalah kehidupan nyata dan belajar seumur hidup
(pengetahuan tenaga kerja). PISA merupakan studi internasional dalam rangka
penilaian hasil belajar siswa usia 15 tahun atau siswa yang baru saja
menyelesaikan pendidikan dasar, yang berpusat pada membaca, matematika, ilmu
pengetahuan alam dan pemecahan masalah, penilaian ini tidak hanya memastikan
siswa dapat mereproduksi apa yang telah mereka pelajari, tetapi juga memeriksa
sejauh mana siswa dapat memperhitungkan apa yang telah mereka pelajari dan
mengaplikasikan pengetahuan tersebut ke dalam keadaan tidak biasa yang terjadi
baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Pendekatan ini merefleksikan
kepada individu bukan karena apa yang mereka ketahui, tetapi karena apa yang
bisa mereka lakukan dengan apa yang mereka ketahui.
Indonesia mengikuti PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2012 dengan
hasil yang tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap keikutsertaannya.
Pada PISA tahun 2003, dalam bidang matematika, Indonesia berada di peringkat
38 dari 41 negara dengan rataan skor 360. Pada tahun 2006 rataan skor siswa naik
menjadi 391 dengan peringkat 50 dari 57 negara. Pada tahun 2009 Indonesia
menempati peringkat 61 dari 65 negara dengan rataan turun menjadi 371
sementara rataan skor internasiol adalah 496. Pada tahun 2012 Indonesia berada di
peringkat kedua terbawah hanya unggul dari negara Peru dengan skor 375 yaitu
berada pada peringkat 62 dari 63 negara yang mengikuti tes (PISA 2012 result
overview). Hasil dari beberapa kali mengikuti tes tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia selalu berada di posisi bawah dalam setiap keikutsertaannya. Hal ini
menunjukkan bahwa mutu dari pendidikan di Indonesia masih rendah jika dilihat
dari kacamata penilaian PISA. Sedangkan untuk tes TIMSS 2007, Indonesia
berada di peringkat 39 dari 41 negara. Dan pada tahun 2011, Indonesia berada di
peringkat 38 dari 42 negara dengan skor 386. Berdasarkan hasil kedua tes
Internasional tersebut, banyak faktor yang menyebabkan kemampuan matematika
siswa di Indonesia masih rendah, salah satunya karena siswa Indonesia kurang
terlatih dalam menyelesaikan masalah-masalah tidak rutin yang membutuhkan
kemampuan literasi matematis yang merupakan salah satu bidang yang diujikan
dalam PISA.
Istilah "literacy" yang digunakan pada kerangka kerja PISA menekankan
bahwa pengetahuan dan keterampilan matematika yang telah ditetapkan dalam
kurikulum matematika di sekolah di setiap negara bukan merupakan fokus utama
penilaian. Sebaliknya, penilaian PISA berfokus pada pengetahuan matematika
siswa seperti yang dimanfaatkan secara fungsional dalam konteks yang bervariasi
dan dengan cara reflektif yang mungkin memerlukan wawasan luas dan
kreativitas. Namun, kegunaan matematika didasarkan pada pengetahuan dan
keterampilan yang dipelajari dan dipraktekkan melalui jenis masalah yang muncul
dalam buku pelajaran sekolah dan ruang kelas. Secara Internasional, sistem
yang berbeda pada aplikasi, harapan yang berbeda untuk penggunaan kekakuan
matematika dan bahasa dan praktek pengajaran dan penilaian yang berbeda.
Literasi matematis secara etimologi dapat diartikan sebagai melek matematika.
PISA (2000) mendefinisikan literasi matematis sebagai :kemampuan seseorang
untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan
menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan,
atau memprediksi kejadian. Literasi matematis sangat berkaitan dengan dunia
nyata, oleh karena itu dalam literasi matematis siswa dituntut untuk memahami
peranan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Literasi matematis juga
melibatkan kemampuan untuk mengubah permasalahan dari dunia nyata ke dalam
bentuk matematika dan sebaliknya, yaitu menafsirkan suatu hasil atau model
matematika ke dalam permasalahan aslinya. Literasi matematis menjadi hal yang
penting untuk dimiliki oleh siswa. Hal ini dikarenakan kemampuan literasi
matematis dipandang sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk dapat
menempuh kehidupan dalam aspek finansial, sosial, ekonomi dalam budaya, dan
peradaban modern.
Berdasarkan data OECD (2010), dalam setiap konten yang diujikan di
studi PISA, rata-rata siswa Indonesia menduduki peringkat dua dari bawah. Hal
tersebut mengisyaratkan bahwa literasi matematis siswa di Indonesia masih
rendah. Berdasarkan observasi di lapangan sebelumnya, siswa terbiasa dengan
pola belajar dengan siklus guru menerangkan materi dan memberikan contoh soal,
selanjutnya siswa diberi latihan soal yang sesuai dengan contoh. Hal ini
menyebabkan siswa menjadi kurang kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan
soal, karena siswa terbiasa dengan langkah pengerjaan soal sesuai contoh.
Langkah pengerjaan siswa menjadi monoton, dan ketika siswa diberi soal yang
berbeda dengan contoh atau soal yang tidak rutin yang biasanya bersifat
open-ended, siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Hal
ini terkait dengan kemampuan bernalar, berargumentasi, komunikasi, pemodelan,
koneksi, dan pemecahan masalah matematis itu sendiri serta kemampuan
merepresentasikan yang belum dimiliki oleh siswa di Indonesia. Kemampuan
membantu individu untuk mengenal peran matematika di dunia nyata dan sebagai
dasar pertimbangan dan penentuan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Pemeriksaan hasil yang berkaitan dengan literasi matematis dari PISA
2003 di negara-negara peserta memungkinkan untuk mengidentifikasi beberapa
asosiasi antara tingkat terkait prestasi dan praktik instruksional yag ditemukan
dalam negara-negara tersebut. Informasi tersebut akan menarik langsung
komunitas pendidik termasuk guru, pengembang kurikulum, penilaian spesialis,
peneliti, dan pembuat kebijakan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian model survey yang berjudul “Uji Coba Soal PISA untuk Mengetahui
Tingkat Kemampuan Literasi Matematis pada Siswa SMP (Model Survey)”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tingkat kemampuan literasi matematis siswa SMP yang
mengikuti uji coba soal PISA?
2. Bagaimana pencapaian kemampuan literasi matematis siswa SMP klaster
1, klaster 2, dan klaster 3 berdasarkan level penilaian PISA?
3. Bagaimana pencapaian kemampuan literasi matematis siswa SMP klaster
1, klaster 2, dan klaster 3 berdasarkan komponen konteks, konten, dan
kompetensi pada penilaian PISA?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sejauh apa tingkat kemampuan literasi matematis siswa SMP
yang mengikuti uji coba soal PISA
2. Mengetahui sejauh apa pencapaian kemampuan literasi matematis siswa
SMP klaster 1, klaster 2, dan klaster 3 berdasarkan level penilaian PISA
3. Mengetahui sejauh apa pencapaian kemampuan literasi matematis siswa
SMP klaster 1, klaster 2, dan klaster 3 berdasarkan komponen konteks,
D. Manfaat/ Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan yang terlibat
dalam dunia pendidikan, terutama:
1. Bagi siswa
Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa, dan
memberikan pengalaman baru dalam pembelajaran matematika.
2. Bagi guru
Menjadi masukan untuk merancang berbagai macam tes sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa.
3. Bagi peneliti
Sebagai wahana dalam menerapkan metode ilmiah secara sistematis dan
terkontrol, dalam upaya menemukan dan menghadapi
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan proses pembelajaran matematika. Selain
itu juga peneliti akan memperoleh pengalaman dari penelitian yang dilakukan.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan pemahaman dari tujuan penelitian ini,
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini memiliki definisi sebagai berikut:
1. Programme for International Student Assessment (PISA) adalah penilaian
standar internasional yang dikembangkan bersama oleh partisipan
ekonomi dan dikelola untuk anak sekolah yang berumur 15 tahun. PISA
diadakan oleh negara-negara OECD (Organization of Economic
Cooperation Development) yang berpusat di Australia. Penilaian sejauh ini
telah dilaksanakan pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan
2012. Pengujian biasanya diberikan kepada antara 4.500 dan 10.000 siswa
di setiap negara. (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Matematika).
2. Literasi matematis merupakan kemampuan individu untuk merumuskan,
menggunakan, menafsirkan matematika dalam berbagai konteks,
melakukan penalaran secara matematis, menggunakan konsep, prosedur,
fakta, sebagai alat untuk mendeskripsikan, menerangkan, dan memprediksi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Model dan Desain Penelitian
Survey research designs are procedures in quantitative research in which
investigators administer a survey to a sample or to the entire population of people
to describe the attitudes, opinions, behaviors, or characteristics of the
population. (Creswell, 2012: 376). Penelitian survey digunakan untuk
mengumpulkan data atau informasi tentang populasi yang besar dengan
menggunakan sampel yang relatif kecil.
Model survey paling sering digunakan sebagai laporan penelitian (Gay,
1987). Model ini memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mengumpulkan
data dari populasi untuk menentukan status populasi yang berkenaan dengan satu
atau lebih variabel. Model telah digunakan di berbagai bidang seperti ilmu politik,
pendidikan dan ekonomi.
Model survey adalah metodologi penelitian yang konstruktif dan dapat
dianggap sebagai alat pengumpulan data yang sistematis yang digunakan dalam
penyelidikan skala besar (Borg dan Gall, 1989; Smith et al., 1994). Instrumen
survey termasuk kuesioner dan wawancara individu. Informasi yang dikumpulkan
oleh metode tersebut sering kuantitatif (Borg dan Gall, 1989). Dalam melakukan
survey, beberapa alat dapat digunakan baik sendiri, dalam kombinasi atau
triangulasi. Alat yang paling umum digunakan dalam penelitian survey adalah
sebagai dikirimkan kuesioner, tatap muka wawancara, dan wawancara telepon
(Gay, 1987). Metode lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi
meliputi catatan pemeriksaan. Apapun alat yang digunakan, tujuan utama dari
penelitian survei adalah untuk memperoleh informasi standar dari semua subjek
penelitian dalam sampel untuk menggenerdigeneralisasikan (Gall et al., 1996).
Ada dua jenis survei menurut Borg dan Gall (1989) yaitu survey
cross-sectional dan survey longitudinal. Dalam survey cross-cross-sectional data
dikumpulkan dari sampel dari populasi yang telah ditentukan (Borg dan Gall,
1989). Informasi dikumpulkan pada satu titik waktu meskipun sebenarnya waktu
atau satu bulan. Umumnya, hal itu dapat dianalisis dalam dua cara, yaitu deskripsi
tunggal variabel dan eksplorasi hubungan. Dalam deskripsi variabel tunggal, data
mencerminkan hasil dari total sampel yang didistribusikan mencakup banyak
tanggapan alternatif dalam kuesioner tunggal.
Dalam tipe kedua, survey longitudinal digunakan untuk mengeksplorasi
hubungan antara dua atau lebih variabel (Borg dan Gall, 1989). Kuesioner bisa
merujuk kepada fenomena masa lalu, sekarang dan masa depan. Dalam survey
longitudinal, data dikumpulkan pada berbagai titik dalam waktu (Borg dan Gall,
1989). Tujuan dari survey tipe ini adalah untuk memungkinkan perubahan atau
asosiasi waktu pada saat pembelajaran. Sementara studi cross-sectional dibatasi
oleh faktor waktu, survey longitudinal tidak. Sebagai Akibatnya, data tidak
terdistorsi oleh ingatan yang rusak dari responden (Borg dan Gall, 1989).
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
penelitian survey cross-sectional.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII dari tiga SMP yang
mewakili masing-masing klaster. Sekolah tersebut adalah SMPN 14 Bandung
mewakili klaster 1, SMPN 15 Bandung mewakili klaster 2 dan SMP Raksanagara
Bandung mewakili klaster 3. Dari masing-masing sekolah akan diambil satu kelas
untuk dijadikan sampel uji coba soal PISA. Kelas tersebut dipilih secara acak.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang
diberikan untuk mengukur atau mengetahui perubahan kemampuan literasi
matematis siswa dalam uji coba soal PISA. Tipe tes yang diberikan berbentuk
pilihan ganda, isian singkat dan essay sejalan dengan pernyataan Suherman (2003 : 77), “Tes essay amat baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan atau fakta-fakta yang telah mengendap dalam struktur kognitif siswa dengan pengertian materi yang sedang dipikirkannya.”
Soal PISA yang diujicobakan diambil langsung dari sample questions for
sesuai dengan standar PISA. Soal PISA tersebut terdiri dari 20 soal dengan rincian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Penyusunan proposal
b. Konsultasi dengan pembimbing mengenai proposal
c. Seminar proposal
d. Perijinan pelaksanaan survey dengan sekolah yang bersangkutan
e. Menyusun instrumen penelitian berupa tes soal PISA
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini dilakukan dengan mengujicobakan soal PISA
kepada tiga kelas sampel yang telah dipilih dari masing-masing sekolah.
3. Tahap Analisis, Refleksi, dan Evaluasi
Pada tahap ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
c. Menyimpulkan hasil penelitian.
d. Menyusun laporan hasil penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan data
kualitatif. Analisis kemampuan literasi matematis siswa diperoleh dari hasil
jawaban siswa melalui uji coba soal PISA. Data diolah dengan menggunakan
Microsoft Office Excel 2007 untuk mengetahui skor dan persentase pencapaian
siswa dalam menjawab tes soal-soal PISA. Hasil pengolahan data tersebut
kemudian digabungkan dengan jawaban siswa berupa proses pengerjaan soal yang
dideskripsikan untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami soal-soal PISA
dan mengetahui letak kesalahan yang dilakukan siswa pada sata menjawab soal
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan mengenai uji coba soal PISA
untuk mengetahui kemampuan literasi matematis pada siswa SMP diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata tingkat pencapaian kemampuan literasi matematis siswa SMP
klaater 1 sebesar 82%, klaster 2 sebesar 58,2%, dan klaster 3 sebesar 36,6%.
Rata-rata tingkat pencapaian kemampuan literasi matematis siswa secara
keseluruhan adalah 58,9%.
2. Persentase pencapaian kemampuan literasi matematis siswa SMP klaster 1
lebih tinggi daripada dua klaster lainnya pada setiap level dengan perbedaan
yang cukup signifikan kecuali pada level 5.
3. Persentase pencapaian kemampuan literasi matematis siswa klaster 1 lebih
tinggi daripada dua klaster lainnya pada setiap konteks, terutama pada
konteks ilmiah dengan perbedaan yang sangat signifikan.
4. Persentase pencapaian kemampuan literasi matematis siswa klaster 1 lebih
tinggi daripada dua klaster lainnya pada setiap konten, kecuali pada konten
ruang dan bentuk di mana pencapaian kemampuan literasi matematis siswa
SMP klaster 2 lebih tinggi daripada dua klaster lainnya.
5. Persentase pencapaian kemampuan literasi matematis siswa klaster 1 lebih
tinggi daripada dua klaster lainnya pada setiap kompetensi, terutama pada
kompetensi refleksi.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh mengenai uji
coba soal PISA dan kemampuan literasi matematis siswa, berikut ini beberapa hal
yang perlu direkomendasikan untuk berbagai pihak terkait.
1. Siswa diharapkan dapat membiasakan diri dengan soal-soal matematika yang
tidak rutin dan lebih kompleks serta berhubungan dengan kehidupan
2. Guru matematika memberikan soal atau tes matematika yang lebih variatif
dengan berbagai macam penyelesaian, sehingga siswa menjadi lebih kreatif
dan terasah wawasan matematikanya. Soal yang disusun hendaknya
merupakan soal aplikasi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Soal yang diuji cobakan diharapkan lebih representatif dan disesuaikan
dengan semua komponen yang ada dalam penilaian PISA dengan jumlah soal
yang sama, sehingga data yang diperoleh lebih akurat dan dapat diolah
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah- Siti Hawa. (2001). “Quantitative and Qualitative Research Methods:
Some Strengths and Weaknesses. Jurnal Pendidik dan Pendidikan. 17, 121.
Aini, I. N. (2013) Meningkatkan Literasi Matematis Siswa melalui Pendekatan
Keterampilan Proses Matematis. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Al Bani, A. (2013). Penelitian Survei [Online]. Tersedia:
http://aldialbani.blogspot.com/2013/01/penelitian-survei.html
Close-Sean. (2009). “Gender and PISA Mathematics: Irish result in context”.
European Educational Research Journal. 8(1), 20-21.
Levenberg-Ilana, I. (2015). “Literacy in Mathematics with “Mother Goose””.
International Journal of Learning & Development. 5(1), 27-28.
Maryanti, E. (2012) Peningkatan Literasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan
Metacognitive Guidance. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
OECD. (2006) PISA Realesed Items Mathematics. [Online]. Tersedia:
releasedPISAItems_Maths.doc
OECD. (2010) Preparing Students For PISA. [Online]. Tersedia:
www.oecd.org/publishing.
OECD. (2012) Learning Mathematics For Life : a View Perspective From PISA.
[Online]. Tersedia: www.oecd.org/publishing.
OECD. (2012) Measuring Up : Canadian Results Of The OECD PISA Study.
[Online]. Tersedia: www.oecd.org/publishing.
OECD. (2012) PISA Realesed Items- Mathematics. [Online]. Tersedia:
releasedPISAItems_Maths.doc
OECD. (2012) Take the Test Sample Questions From OECD’s PISA Assessments.
[Online]. Tersedia: www.oecd.org/publishing/corrigenda.
OECD. (2012). PISA 2012 Result In Focus What 15-Year-Olds Know and What
They Can Do With What They Know. [Online]. Tersedia:
Ojose-Bobby. (2011). “Mathematics Literacy: Are We Able To Put The
Mathematics We Learn Into Everyday Use?”. Journal of Mathematics
Education. 4(1), 90-99.
Saragih, M. J. (2014) Meningkatkan Literasi Matematis Dan Motivasi Belajar
Siswa Dengan Strategi Pembelajaran SQ3R. Tesis PPS UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Sastradipoera, K. (2005) Mencari Makna di Balik Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi. Bandung : Kappa-Sigma.
Silverman, D. (2005) Doing Qualitative Research Second Edition. Trowbridge
Wiltshire : The Crornwell Press.
Stacey-Kaye. (2010). “Mathematical and Scientific Around The World”. Journal
of Science and Mathematics Education in Southeast Asia. 33(1), 7-12.
Sugandi, M. M. (2013). Penerapan Model Osborn Untuk Meningkatkan Literasi
Matematis Dan Disposisi Matematis Siswa SMP. Tesis PPS UPI Bandung:
Tidak diterbitkan.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika untuk Guru dan
Mahasiswa Calon Guru Matematika. Bandung: JICA.
Turmudi, Permanasari A, Vismaia. (2015). “Mathematic Literacy for Junior Secondary Students in Bandung, Indonesia: a Survey using PISA-like
Problems”. SPS UPI Bandung : (Inpress).
Wardono. (2015). “The Realistic Scientific Humanist Learning With Character Education To Improve Mathematics Literacy Based On PISA”. International Journal of Education and Research. 3(1), 351-353.
Wirartha, I M. (2006). Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis.