• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PANDANGAN BAHASA DAN ULAMA TENTANG JIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II PANDANGAN BAHASA DAN ULAMA TENTANG JIN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PANDANGAN BAHASA DAN ULAMA TENTANG JIN

A. Pandangan Bahasa Tentang Jin

Sebelum penulis menjelaskan pembicaraan al-Qur’an tentang jin, penulis mengingatkan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia sangatlah sedikit dan terbatas. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (QS. al-Isrā’ (17):

85).1 Oleh karena itu, manusia dilarang untuk menyombongkan keilmuan yang dimilikinya.

Pengetahuan yang sedikit tersebut antara lain dianugrahkan Allah kepada makhluknya lewat al- Qur’an al-Karīm. Dan karena jin adalah makhluk halus yang dari pengertianya diartikan sebagai makhluk yang tersembunyi yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata, maka jalan satu-satunya untuk mengetahui seluk beluk tentang jin adalah lewat Al-Qur’an dan Hadis Nabi saw.2 Maka dari itu, dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang analaisis semantik dan semiotik tentang jin. berikut penjelasannya:

1. Analisis Semantik

Menurut Quraish Shihab, dalam al-Qur’an setidaknya ditemukan lima kata yang sering digunakan untuk menunjukan makhluk halus dari golongan jin, yaitu kata jin ( ﺟ ّﻦ ), jān ( ّنﺎﺟ ), jinnah ( ﺔّﻨﺟ ), iblīs ( ﺲﯿﻠﺑإ ), dan syaithān ( نﺎﻄﯿﺷ ).3 Sementara itu, dalam kitab Mu’jam Mufahras Li alfaẓ al-Qur’an kata Jin dengan segala bentuk derivasinya disebutkan sebanyak 39 kali dalam 38 ayat dari 17 surat dengan tiga bentuk, yaitu jin ( ّﻦﺟ ), jān ( ّنﺎﺟ ), dan jinnah ( ﺔّﻨﺟ ).4 Untuk memperjelas dan menemukan makna jin yang lebih mendalam, maka ketiga lafaẓtersebut akan dijelaskan dengan analisis semantik. Berikut penjelasanya:

a. Jin ( ّﻦﺟ )

Dari segi bahasa al-Qur’an, kata Jin berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari tiga huruf, yaitu huruf jim ( ج ), nūn ( ), dan nūn ( نن ). Di mana menurut pakar bahasa, semua

1 Lihat QS. al-Isrā’ (17): 85.

2 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat: Jin dalam al-Qur’an, Cet IV (Jakarta: Lentera Hati, 2013), hlm. 47.

3 Ibid, hlm. 48.

4 M. Fuad ‘Abdul Baqi, Mu’jam Mufahraz li Alfaz Al-Qur’an, Bab al-Jim, (Mesir : Darr al-Kutub al- Mishriyah, tt) , hlm. 179-180.

(2)

kata yang terdiri dari rangkaian ketiga huruf di atas mengandung arti ketersembunyian atau ketertutupan.5

Sementara itu, Imam al-Syibli dalam kitabnya Ahkām al-Marjān fī Ahkam al-Jān menjelaskan bahwa disebut dengan jin karena secara bahasa artinya “yang tertutup”, “yang tersembunyi, dan “yang terhalang”. Sehingga kata jin juga satu akar dengan kata “janin”

atau bayi dalam kandungan. Sebab, bayi dalam kandungan tidak dapat dilihat oleh mata telanjang karena tertutupi atau terhalangi oleh perut. Satu akar kata juga dengan kata

“majnun” atau “orang gila”. Hal ini dikarenakan orang gila adalah orang yang kesehatan akalnya tertutup. Satu akar kata juga d dengan kata “janān” atau “hati”. Hal ini dikarenakan hati tidak dapat dilihat oleh mata telanjang karena tertutupi atau terhalangi oleh raga manusia.6

Sementara itu, menurut terminologi para ulama berbeda pendapat. Raghib al- Asfahani mengartikan jin sebagai makhluk Allah yang tidak bisa dilihat oleh manusia dengan mata telanjang. Selain itu, jin adalah makhluk yang diciptakan dari api yang sangat panas.7 Menurut Ahsin W. Al-Hafidz dalam bukunya Kamus Ilmu Al-Qur’an mendefinisikan jin sebagai makhluk halus yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera biasa. Sementara jenis makhluk ini ada yang kafir dan ada yang mukmin.8 Sedangkan menurut Umar Sulaiman al-Asyqar jin adalah makhluk lain selain manusia dan malaikat.9

Selanjutnya, kata Jin dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 22 kali dalam 22 ayat dari 11 surat, yakni QS. al-An’ām (6): 100, 112, 128, dan 130, QS. al-A’rāf (7): 38 dan 179, QS. al-Isrā’ (17): 88, QS. al-Kahfi (18): 50, QS. an-Naml (27): 17 dan 39, QS. Saba’

(34): 12, 14, dan 41, QS. Fuṣṣilat (41): 25 dan 29, QS. al-Aḥqāf (46): 18 dan 29, QS. ar- Raḥmān (55): 33, QS. aż-Żāriyāt (51): 56, dan QS. al-Jin (72): 1, 5, dan 6. Di mana kesemuanya itu diartikan dengan makhluk halus (jin).10

5 Muhammad bin Mukarram bin Munzur Al-Mishri, Lisan al-Arab, Qāhirah: Dār al-Ma’ārif, hlm. 701-702.

Lihat juga A. Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1997), hlm.

215-216.

6 Muhammad bin Abdullah asy-Syibli al-hanafi, Akām al-Marjān fi Ahkam al-Jān, (Mesir: Dār al-Qur’an, tth), hlm. 9.

7 Al-Raghib al-Asfahani, Mufradat al-Alfadz al-Qur’an, (Mesir : Darr al-Kutub al-Mishriyah, tt), hlm. 314.

8 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an, cet III, Jakarta : Amzah, 2008, hlm. 139.

9 Umar Sulaiman al-Asyqar, Alam Jin dan Setan, Terj. Abu Zaid ar-Royani, (Solo: Al-Qowam, 2015), hlm.

5.

10 M. Fuad ‘Abdul Baqi, Mu’jam Mufahraz li Alfaẓ al-Qur’an... Op.Cit, hlm. 179-180.

(3)

Hal yang menarik yang dibicarakan al-Qur’an tentang jin adalah kebiasaan al- Qur’an yang menyandingkan kata al-Jin dengan kata al-Ins. Di mana kata al-Jin didahulukan dari kata al-Ins seperti dalam QS. QS. al-An’ām (6): 130, QS. al-A’rāf (7): 38 dan 179, QS. an-Naml (27): 17, QS. Fuṣṣilat (41): 25 dan 29, QS. al-Aḥqāf (46): 18, QS.

ar-Raḥmān (55): 33, dan QS. aż-Żāriyāt (51): 56. Untuk sampel, maka hanya diambil tiga ayat, yakni, QS. al-An’ām (6): 130, QS. Fuṣṣilat (41): 25, dan QS. al-Aḥqāf (46): 18 yang berbunyi:

























































Artinya: “Hai golongan jin dan manusia, Apakah belum datang kepadamu Rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat- ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? mereka berkata: "Kami menjadi saksi atas diri Kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-An’ām (6): 130).





















































Artinya: “Dan Kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang bagus apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari jinn dan manusia, Sesungguhnya mereka adalah orang- orang yang merugi.” (QS. Fuṣṣilat (41): 25).





































Artinya: “Mereka Itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi.” (QS. al- Aḥqāf (46): 18).

(4)

Dan terkadang kebalikanya, kata al-Ins didahulukan dari kata al-Jin seperti dalam QS. QS. al-An’ām (6): 112, QS. al-Isrā’ (17): 88 dan QS. al-Jin (72): 5-6. Yang berbunyi:

















































Artinya: “Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah- indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. QS. al-An’ām (6): 112).









































Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS. al-Isrā’ (17): 88).















































Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami mengira, bahwa manusia dan jin sekali- kali tidak akan mengatakan Perkataan yang Dusta terhadap Allah. Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. al-Jin (72): 5-6).

b. Jān ( ّنﺎﺟ )

Para ulama berbeda pendapat tentang maksud kata Jān. M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya menukil pendapatnya Imam al-Jauhari menyatakan bahwa Jān sama dengan jin. Hanya saja jin itu bentuknya mufrad yang ditunjukan untuk makna tuggal, sedangkangkan Jān bentuknya adalah isim jamak yang ditunjukan untuk menunjukan

(5)

sekelompok jin.11 Sementara itu, Imam ath-Thabāri dan al-Qurtubi dalam kitabnya berpendapat bahwa Jān adalah iblīs, dan iblīs adalah bapak jenis jin.12 Sedangkan imam al- Baghawi dalam kitabnya menukil beberapa pendapat shahabat, di antaranya:13

1) Imam Ibn ‘Abbas yang berpendapat bahwa Jān adalah bapak jenis jin sebagaimana Ādam adalah bapak jenis manusia.

2) Imam Qatādah berpendapat bahwa Jān adalah iblīs yang diciptakan sebelum Nabi Ādam.

3) Dan sebagian ulama berpendapat bahwa Jān adalah bapak jenis jin, sedangkan iblīs adalah bapaknya syaithān.

Selanjutnya, dalam al-Qur’an, kata Jān disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat dari 4 surat, yakni QS. al-Ḥijr (15): 27, QS. an-Naml (27): 10, QS. al-Qaṣaṣ (28): 31, dan QS. ar-Raḥmān (55): 15, 39, 56, dan 74.14 Di mana al-Qur’an mengartikan kata Jān dengan dua pengertian. Pertama, kata Jān diartikan dengan arti makhluk halus (Jin), sebagaima Firman Allah dalam QS. al-Ḥijr (15): 27 dan QS. ar-Raḥmān (55): 15 yang berbunyi:

















Artinya: “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. al-Ḥijr (15): 27)















Artinya: “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Qs. ar-Raḥmān (55): 15)

Kedua, kata Jān diartikan dengan arti seekor ular yang gesit, sebagaima Firman Allah dalam QS. an-Naml (27): 10, QS. al-Qaṣaṣ (28): 31 yang berbunyi:

11 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Cet IV (Jakarta: Lentera Hati, 2012), Jil 13, hlm. 290.

12 Muhammad bin Jarīr ath-Thabārī, Jamī’ al-Bayāan fī Ta’wīl al-Qur’an, (Mesir: Muassasah al-Risālah, 2000), Juz 17, hlm. 99. Lihat juga dalam Tafsīr al-Qurthubī, Juz 10, hlm. 23.

13 Abī Muhammad al-Husaīn bin Masūd al-Farra’ al-Baghawī, Tafsīr al-Baghawī, (Beirut: Dār al-Kutub al- Ilmiyah, 1995), Juz 3, hlm. 506.

14 M. Fuad ‘Abdul Baqi, Mu’jam Mufahraz li Alfaz Al-Qur’an... Op.Cit, hlm. 179.

(6)









































Artinya: “Dan lemparkanlah tongkatmu". Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti Dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. "Hai Musa, janganlah kamu takut. Sesungguhnya orang yang dijadikan rasul, tidak takut di hadapan-Ku.”

(QS. an-Naml (27): 10)









































Artinya: “Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah Dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru):

"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. se- sungguhnya kamu Termasuk orang-orang yang aman.” (QS. al- Qaṣaṣ (28): 31)

c. Jinnah ( ﺔّﻨﺟ )

Kata Jinnah, secara bahasa memiliki arti ketersembunyian atau ketertutupan.

Sedangkan secara istilah kata Jinnah diartikan sama halnya jin, yaitu sesuatu yang tidak bisa dilihat secara kasat mata.15 Maka dari itu, kata Jinnah apabila di tinjau dari segi bahasa, satu akar kata juga dengan kata “jannah” atau “surga”. Hal ini dikarenakan hingga saat ini surga masih tersembunyi. Satu akar kata juga d dengan kata “al-Junnah” atau

“prisai. Hal ini dikarenakan prisai menutupi seseorang dari gangguan orang lain, baik secara fisik maupun non fisik.16

Selanjutnya, dalam al-Qur’an, kata Jinnah disebutkan sebanyak 10 kali dalam 9 ayat dari 7 surat, yakni QS. al-A’rāf (7): 184, QS. Hūd (11): 119, QS. al-Mu’minūn (23):

25 dan 70, QS. as-Sajdah (32): 13, QS. Saba’ (34): 8 dan 46, QS. aṣ-Ṣaffāt (37): 158, dan QS. an-Nās (114): 6.17 Sama halnya dengan kata Jān, kata jinnah juga oleh al-Qur’an diartikan dengan dua pengertian. Pertama, kata Jinnah diartikan dengan arti makhluk

15 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat... Op.Cit, hlm. 50.

16 Ibid, hlm. 20

17 M. Fuad ‘Abdul Baqi, Mu’jam Mufahraz li Alfaz Al-Qur’an... Op.Cit, hlm. 180.

(7)

halus (Jin). Berbeda dengan kata Jin yang selalu disandingkan dengan kata Ins, kata Jinnah disini selalu disandingkan dengan kata an-Nās sebagaima Firman Allah dalam QS.

Hūd (11): 119, QS. as-Sajdah (32): 13, QS. aṣ-Ṣaffāt (37): 158, dan QS. an-Nās (114): 6 yang berbunyi:

































Artinya: “Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Hūd (11): 119)



































Artinya: “Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah Perkataan dari padaKu:

"Sesungguhnya akan aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.”(QS. as-Sajdah (32): 13)























Artinya: “Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin.

dan Sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka).” (QS. aṣ-Ṣaffāt (37): 158)









Artinya: “Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. an-Nās (114): 6)

Kedua, kata jinnah diartikan dengan arti penyakit gila, sebagaima Firman Allah dalam QS. al-A’rāf (7): 184, QS. al-Mu’minūn (23): 25 dan 70, dan QS. Saba’ (34): 8 dan 46 yang berbunyi:

























(8)

Artinya: “Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan.” (QS. al-A’rāf (7): 184)























Artinya: “la tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, Maka tunggulah (sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu.” (QS. al-Mu’minūn (23): 25)























Artinya: “Atau (apakah patut) mereka berkata: "Padanya (Muhammad) ada penyakit gila." sebenarnya Dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu.” (QS. al-Mu’minūn (23): 70)



































Artinya: “Apakah Dia mengada-adakan kebohongan terhadap Allah ataukah ada padanya penyakit gila?" (Tidak), tetapi orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh.” (QS.

Saba’ (34): 8)



















































Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras.” (QS.

Saba’ (34): 46) 2. Analisis Semiotik

Perlu diketahui, untuk mengetahui dan menemukan pengertian makna jin dalam al- Qur’an, penulis meminjam teori Theodor Noldeke yang membagi surat-surat dalam al-Qur’an

(9)

menjadi empat periode, yaitu: Periode Makkah Pertama, Periode Makkah Kedua, Periode Makkah Ketiga, dan Periode Madinah. Berdasarkan periodisasi yang dilakukan oleh Noldeke, maka urutan ayat-ayat al-Qur’an yang mengungkap lafaẓjin dengan seluruh bentuk derivasinya menjadi: 18 pertama, periode makkah pertama, alam periode ini, lafaẓjin dengan seluruh bentuk derivasinya disebutkan sebanyak tujuh kali dalam tiga surat dengan tiga bentuk, yaitu: lafaẓjin dalam QS. aż-Żāriyāt (51): 56 dan QS. ar-Raḥmān (55): 33, lafaẓjānn dalam QS. ar-Raḥmān (55): 15, 39, 56, dan 74, dan lafaẓjinnah dalam QS. an-Nās (114): 6. Di mana ketiga lafaẓtersebut bermakna jin dalam arti makhluk halus. Kedua, periode makkah kedua, dalam periode makkah kedua, lafaẓjin dengan seluruh bentuk derivasinya disebutkan sebanyak 13 kali dalam tujuh surat dengan tiga bentuk, yaitu: lafaẓjinnah dalam QS. aṣ-Ṣaffāt (37): 158, dan QS. al-Mu’minūn (23): 25 dan 70, lafaẓjānn dalam QS. al-Ḥijr (15): 27, dan QS. an-Naml (27): 10, dan lafaẓ jin dalam QS. al-Jin (72): 1, 5, dan 6, QS. an-Naml (27): 17 dan 39, QS. al-Isrā’ (17): 88, dan QS. al-Kahfi (18): 50. Dalam periode ini, makna jin diartikan dengan tiga pengertian, yaitu jin, ular, dan penyakit gila.

Ketiga, periode makkah ketiga, dalam periode makkah ketiga, lafaẓjin dengan seluruh bentuk derivasinya disebutkan sebanyak 19 kali dalam delapan surat dengan tiga bentuk, yaitu: lafaẓjinnah dalam QS. as-Sajdah (32): 13, QS. Hūd (11): 119, QS. Saba’ (34): 8 dan 46, dan QS. al-A’rāf (7): 184, lafaẓ jin dalam QS. Fuṣṣilat (41): 25 dan 29, QS. Saba’ (34): 12, 14, dan 41, QS. al-A’rāf (7): 38 dan 179, QS. al-Aḥqāf (46): 18 dan 29, dan QS. al-An’ām (6):

100, 112, 128, dan 130, dan lafaẓjānn dalan QS. al-Qashash (28): 31. Dalam periode ketiga juga, makna jin diartikan dengan tiga pengertian, yaitu jin, ular, dan penyakit gila. Keempat, periode madinah, dalam periode ini, lafaẓjin dengan seluruh bentuk derivasinya tidak dibicarakan dalam al-Qur’an.19 Sehingga dari pembagian periodisasi di atas dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an memperkenalkan lafaẓjin dengan tiga lafadz, yaitu jin ( ّﻦﺟ ), jān ( ّنﺎﺟ ), dan jinnah ( ﺔّﻨﺟ ).

B. Pandangan Ulama Tentang Jin 1. Unsur Kejadian Jin dalam al-Qur’an

18 Taufik Adnan Amal, Sejarah Rekontruksi al-Qur’an, (Yogyakarta: FKBA, 2001), hlm 118-122.

19 Ibid

(10)

Dalam al-Qur’an, ada beberapa ayat yang redaksinya dapat dijadikan dasar untuk membuktikan adanya makhluk halus yang bernama jin. Setidaknya ada tiga ayat al-Qur’an yang mengimformasikan bahwa jin adalah makhluk Allah yang diciptakan dari api, yakni dalam QS. al-A’rāaf (7): 12, QS. al-Ḥijr (15): 27, dan QS. ar-Raḥmān (55): 15. Dalam QS. al- A’rāaf (7): 12, iblīs (jin) mengatakan bahwa dirinya diciptakan oleh Allah dari api, berikut redaksinya:20





































Artinya: “Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. al-A’rāaf (7): 12).

Sementara itu, ditempat lain al-Qur’an menginformasikan bahwa jin diciptakan dari api yang sangat panas. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ḥijr (15): 27 yang berbunyi:

















Artinya: “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. al-Ḥijr (15): 27).

Mengenai penafsiran ( مﻮﻤﺴﻟار ﺎﻧ ) pada ayat di atas, ulama berbeda pendapat. Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya menukil pendapat Ibnu ‘Abbas, Ikrimah, Mujāhid, dan al-Hasan yang berpendapat bahwa ( مﻮﻤﺴﻟار ﺎﻧ ) adalah ujung lidah api. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa ( ﺎﻧ

مﻮﻤﺴﻟار ) adalah api yang murni dan yang paling baik.21 Menurut az-Zamakhsyari, yang dimaksud ( مﻮﻤﺴﻟار ﺎﻧ ) adalah api yang sangat panas yang berjalan lewat rongga-ronga.22 Smentara itu, Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Allah menciptakan dua jenis api yang satu sama lain saling bercampur dan menelan. Itulah yang dimaksud ( ﺎﻧ

مﻮﻤﺴﻟار ). Dlam riwayat lain Imam al-Qurthubi mengutip pendapat Ibn ‘Abbas yang menyatakan bahwa ( مﻮﻤﺴﻟار ﺎﻧ ) adalah apai yang sangat panas dan sangat mematikan.23

20 Aep Saepulloh Darusmanwiati, Mengintip Alam Gaib, (Jakarta: Zaman, 2014), hlm. 73.

21 Abī al-Fidā al-Hāfidz Ibn Katsīr, Tafsīr al-Qur’an al-‘Adzīm, (Beirut: Dār al-Fikr, 1992), Jil. 2, hlm. 669.

22 Abī al-Qāsim Jārullah Mahmūd ibn ‘Umar ibn Muhammad Az-Zamakhsyari, al-Kasysyāf, Beirut: Dār al- Kutub al-Ilmiyah, 1992), Jil. 2, hlm. 554.

23 Abī ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshāri al-Qurtubi, Tafsīr al-Qurtubi, (Beirut: Dār al-Kutub al- Ilmiyah, 1995), Jil 5, hlm. 17.

(11)

Sedangkan Imam Fakhr ad-Dīn ar-Razi dalam kitab tafsirnya mendefinisikan ( مﻮﻤﺴﻟار ﺎﻧ ) sebagai angin panas yang ada pada siang maupun malam hari.24

Selain dalam QS. al-A’rāaf (7): 12 dan QS. al-Ḥijr (15): 27, al-Qur’an juga menginformasikan tentang unsur kejadian jin dalam QS. ar-Raḥmān (55): 15 yang berbunyi:















Artinya: “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Qs. ar-Raḥmān (55): 15).

Sama halnya dengan pemaknaan ( مﻮﻤﺴﻟار ﺎﻧ ), mengenai pemaknaan ( رﺎﻧ ﻦﻣ جرﺎﻣ ) para ulama juga berbeda pendapat. Imam Nawawi dalam kitabnya berpendapat bahwa yang dimaksud ( رﺎﻧ ﻦﻣ جرﺎﻣ ) adalah jilatan atau nyala api yang bercampur dengan hitamnya api.25 Imam az- Zamakhsyari menafsirkan kalimat ( رﺎﻧ ﻦﻣ جرﺎﻣ ) dengan nyala api murni yang tidak berasap.26 Sementara itu, Imam Fakhr ad-Dīn ar-Razi dalam kitab tafsirnya mendefinisikan (رﺎﻧﻦﻣ جرﺎﻣ ) dengan api yang mampu membakar.27 Sedangkan Imam al-Maraghi menafsirkan kalimat ( جرﺎﻣ

رﺎﻧ ﻦﻣ ) dengan kobaran api mulus yang tidak bercampur dengan asap.28

Dalam penjelasan di atas, al-Qur’an menginformasikan bahwa jin adalah makhluk Allah yang diciptakan dari api sebelum manusia diciptakan. adapun untuk rentan waktu penciptaan dari jin ke manusia, penulis tidak menemukan keterangan satupun dalam al- Qur’an. Akan tetapi, penulis menemukan keterangan dalam kitab Luqath al-Marjān fi Ahkam al-Jān karya Imam ash-Shuyuthi yang menjelaskan rentan waktu penciptaan dari jin ke manusia. Di mana Imam ash-Shuyuthi menukil riwayat dari sahabat Ibn ‘Umar yang mengatakan bahwa jin diciptakan dua ribu tahun sebelum manusia. Hanya saja riwayat tersebut oleh sebagian ulama di cap sebagai riwayat yang dha’if.29

2. Jenis dan Macam-macam Jin dalam al-Qur’an

Perlu diketahui, setidaknya ada beberapa ayat al-Qur’an yang redaksinya dapat dijadikan dalil untuk membuktikan bahwa jin juga mempunyai jenis kelamin dan macam- macam rupa atau bentuk seperti halnya manusia. Maka dari itu, penulis mencoba untuk

24 Fakhr ad-Dīn ar-Razi, mafātih al-Ghaīb, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), Jil 7, hlm.143.

25 An-Nawāwi ad-Dimasyqi, Syarah Shahih Muslim, (Beirut: Dār al-Fikr, 1995), Jil 9, hlm.96.

26 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf... Op.Cit, Jil 4, hlm.435.

27 Ar-Razi, mafātih al-Ghaīb... Op.Cit, Jil 15, hlm.77.

28 Ahmad Mustafa al-Marāgi, Tafsīr al-Marāgi, (Beirut: Dār al-Fikr, t.thh), Jil 9, hlm.10.

29 Jalaluddīn as-Suyūthī, Luqath al-marjān fi Ahkām al-Jān, (Mesir: Dār al-Qur’an, t.th), hlm.16.

(12)

menguraikan penjelasan mengenai jenis dan macam-macam jin yang diinformasikan oleh al- Qur’an. Berikut penjelasanya:

a. Jenis Jin

Sebagaimana penjelasan di atas, banyak para ulama yang berpendapat bahwa jin memiliki jenis kelamin, sama halnya seperti semua makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari dua jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan atau jantan betina.30 Pendapat para ulama ini pada hakikatnya sejalan dengan firman Allah dalam QS. Yāsīn (36): 36 yang berbunyi:





























Artinya: “ Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS. Yāsīn (36): 36).

Selanjutnya, dalam QS. al-Jinn (72): 6, al-Qur’an menginformasikan bahwa jin benar-benar memiliki jenis kelamin yang terdiri dari dua jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan, sama halnya manusia. Berikut redaksi ayatnya:

























Artinya: “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungankepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. al-Jinn (72): 6).

Ayat di atas, oleh sebagian ulama dijadikan bukti bahwasanya jin memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Walaupun ada ulama yang tidak meyakini bahwasanya jin memiliki jenis kelamin. Oleh karena itu, penulis sependapat dengan ulama yang mengatakan bahwa jin memiliki jenis kelamin berdasarkan redaksi dalam QS. al-Jinn (72):

6.

Selain ayat-ayat al-Qur’an di atas, ada beberapa hadis yang dapat di jadikan sebagai penguat dan petunjuk tentang adanya jenis kelamin pada makhluk halus yang bernama jin.

Karena salah satu fungsi hadis terhadap al-Qur’an adalah sebagai bayān taqrīr, yaitu menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam al-Qur’an. Di mana fungsi hadis disini hanya memperkokoh isi kandungan al-Quran.31 salah satu hadis yang menjadi

30 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat... Op.Cit, hlm.62.

31 Ahmad Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm.76.

(13)

acuan para ulama dalam menunjukan adanya jenis kelamin pada jin adalah hadis Nabi yang terdapat dalam kitab Shahīh Bukhāri yang diriwayatkan oleh sahabat Anas Ibn Mālik ra, yang berkata bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda:

َلﺎَﻗ ُﮫْﻨَﻋ ُ ﱠﷲ َﻲِﺿَر ٍﻚِﻟﺎَﻣ ِﻦْﺑ ِﺲَﻧَأ ْﻦَﻋ ﱠﻢُﮭﱠﻠﻟا َلﺎَﻗ َء َﻼَﺨْﻟا َﻞَﺧَد اَذِإ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ﱡﻲِﺒﱠﻨﻟا َنﺎَﻛ

ُذﻮُﻋَأ ﻲﱢﻧِإ

ِﺚِﺋﺎَﺒَﺨْﻟاَو ِﺚُﺒُﺨْﻟا ْﻦِﻣ َﻚِﺑ .

Artinya: “Dari Anas Ibn Mālik ra berkata: bahwasanya Nabi Muhammad saw ketika hendak memasuki kamar mandi beliau berkata: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari gangguan al-Khubuts dan al-Khabāits.” (HR.

Bukhāri dalam Kitāb ad-da’āwāt).32

Menurut Imam Ibn Hajar al-Asqalāni dalam kitabnya, Fath al-bāri menjelaskan bahwa kata al-Khubutsi adalah bentuk jamak dari kata Khabīts yang berarti jin laki-laki, sedangkan kata al-Khabāits adalah bentuk jamak dari kata Khabītsah yang berarti jin perempuan.33 b. Macam-macam Jin

Para ulama meyakini, bahwasanya jin memiliki kelompok-kelompok atau kabilah- kabilah. Bahkan masyarakat jin tidak jauh berbeda dengan masyarakat manusia, dalam arti masyarakat jin juga memiliki macam-macam kelompok.34 Dari sekian banyak ayat al- Qur’an yang menjelaskan tentang jin, setidaknya ada beberapa ayat yang dijadikan dalail oleh para ulama untuk menunjukan bahwasanya jin juga memiliki kelompok dan kabilah, di antaranya dalam QS. ar-Raḥmān (55): 33 yang berbunyi:



































Artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” (QS. ar-Raḥmān (55): 33)

32 Abī ‘Abdillah Muhammad bin Isma’īl al-Bukhāri, Shahīh al-Bukhāri, (Beirut: Dār al-Fikr, 2006), Jil 6, hlm.117-118.

33 Ibnu Hajar al-‘Asqalānī, Fath al-Bāri bi Syarh al-Bukhāri, (Mesir: Maktabah Mishri, 2001), Jil 11, hlm.180.

34 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat... Op.Cit, hlm.61.

(14)

Menurut M. Quraish shihab dalam kitabnya,35 kata jamma’ah dalam ayat di atas yang ditunjukan kepada jin dan manusia menunjukan adanya ikatan yang menyatukan anggota-anggotanya di antara masing-masing jenis itu, yakni jin dan manusia. Hal tersebut sejalan juga dengan QS. QS. al-A’rāf (7): 38, yang menyifati baik manusia maupun jin dengan kata umam jamak dari kata ummah yang menunjukan sekelompok makhluk yang memiliki ikatan karena adanya persamaan-persamaan tertentu. Allah berfirman:



















































































Artinya: “Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu.

Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), Dia mengutuk kawannya (menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: “Ya Tuhan Kami, mereka telah menyesatkan Kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka”. Allah berfirman: “Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak Mengetahui”. (QS. al-A’rāf (7): 38).

Selanjutnya, kata qabīlihu dalam QS. al-A’rāf (7): 27 menurut Quraish Shihab dari segi bahasa dapat diartikan dengan sebuah kelompok yang terdiri dari tiga anggota ke atas.

Bahkan Quraish Shihab menambahkan bahwa kata qabīlihu juga dapat diartikan sebagai kelompok yang disatukan oleh ibu dan bapak. Bahkan ada juga yang memahami kata qabīlihu dengan arti pengikut-pengikut jin dari jenis manusia. Namun pendapat ini lemah.36 Allah berfirman:

35 M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāh... Op.Cit, Jil 13, hlm.307.

36 Ibid, Jil 4, hlm.76.

(15)































































Artinya: “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. al-A’rāf (7): 27).

Dari penjelasan ayat di atas mengenai macam-macam kelompok jin, tidak ada ada satu ayat pun yang menjelaskan secara rinci mengenai jumlah kelompok yang ada pada bangsa jin. Oleh karena itu, penulis berusaha untuk merinci penjelasan di atas dengan mengambil rujukan dari hadis Nabi, supaya penjelasan di atas tidak menjadi penjelasan yang rancu. Karena salah satu fungsi hadis terhadap al-Qur’an adalah sebagai bayān tafsīr, yaitu merinci penjelasan yang belum rinci dalam al-Qur’an.37 Setidak ada beberapa hadis yang bisa di jadikan penguat untuk penjelasan di atas, di antaranya hadis yang terdapat dalam kitab Mustadrak Imam Hakīm yang di riwayat oleh sahabat Abī Tsa’labah yang berkata bahwasanya Nabi bersabda:

لﺎﻗ ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ﻲﻨﺸﺨﻟا ﺔﺒﻠﻌﺛ ﻲﺑأ ﻦﻋ :

لﻮﺳر لﺎﻗ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ

: فﺎﻨﺻأ ﺔﺛﻼﺛ ﻦﺠﻟا :

نﻮﻨﻌﻈﯾ و نﻮﻠﺤﯾ ﻒﻨﺻ و بﻼﻛ و تﺎﯿﺣ ﻒﻨﺻ و ءاﻮﮭﻟا ﻲﻓ نوﺮﯿﻄﯾ ﺔﺤﻨﺟأ ﻢﮭﻟ ﻒﻨﺻ .

Artinya: “dari Abī Tsa’labah ra berkata: “Rasulallah saw bersabda: “ Jin terdiri dari tiga kelompok; satu kelompok memiliki sayap dan mereka terbang di udara, satu kelompok berbentuk ular dan anjing, dan satu kelompok tidak menetap dan berpindah-pindah.” (HR. Al-Hakīm dalam Kitāb Tafsīr, Bab Tafsīr Surat al-Aḥqāf, Nomer Hadis 3702)38

M. Quraish Shihab dalam bukunya menjelaskan bahwa hadis di atas selain di riwayat oleh Imam al-Hākim diriwayatkan juga oleh Imam as-Suyuthi dalam al-Jāmī’ ash-

37 M. Alawi al-Māliki, Ilmu Ushul Hadis, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.10.

38 Muhammad bin ‘Abdullah Abū‘Abdullah al-Hākim an-Naisabūri, Mutadrāk ‘Alā Shahīhaīn, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), Jil 2, hlm.495.

(16)

Shaghīr. Di mana keduanya menilai hadis di atas adalah hadis yang snadnya shahih.39 Sehingga dari paparan di atas sudah jelas bahwa hadis di atas merupakan dalil yang menunjukan bahwa jin terdiri dari tiga kelompok. Pertama, kelompok memiliki sayap dan mereka terbang di udara. Kedua, kelompok berbentuk ular dan anjing. ketiga, kelompok yang tidak menetap dan berpindah-pindah.

3. Keagamaam Jin

Dari sekian banyak ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang jin, ada beberapa ayat yang dapat dijadikan bukti bahwasanya jin juga memiliki agama, dalam arti jin tak jauh berbeda dengan manusia. Di antara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir, ada yang salih dan ada pula yang rusak lagi jahat.40 Sebagaimana yang termaktub dalam QS. al-Jin (72):

11 dan 14 yang berbunyi:





















Artinya: “Dan Sesungguhnya di antara Kami ada orang-orang yang saleh dan di antara Kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. adalah Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. al-Jin (72): 11).























Artinya: “Dan Sesungguhnya di antara Kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, Maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.” (QS. al-Jin (72): 14).

Menurut Imam Ibn Katsīr dalam kitabnya Tafsīr al-Qur’an al-‘Adzīm menjelaskan bahwa di antara golongan jin itu, ada yang kafir, jahat dan perusak, ada yang beriman dan ta’at kepada Allah, ada yang sunni, ada golongan Syi’ah, serta ada juga golongan sufi. Di mana Imam Ibn Katsīr mengutip riwayat dari Al-A’masy yang berkata:41

“Jin pernah datang menemuiku, lalu kutanya: ‘Makanan apa yang kalian sukai?’.

Jin menjawab: ‘Nasi.’ Maka kubawakan nasi untuknya, dan aku melihat sesuap nasi diangkat sedang aku tidak melihat siapa-siapa. Kemudian aku bertanya:

‘Adakah di tengah-tengah kalian para pengikut hawa nafsu seperti yang ada di tengah-tengah kami?’. Jin menjawab: ‘Ya.’ Kemudian aku bertanya lagi:

39 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat... Op.Cit, hlm.70.

40 Aep Saepullah, Mengintip Alam Gaib... Op.Cit, hlm.84.

41 Ibnu Katsīr, Tafsīr al-Qur’an al-‘Adzīm... Op. Cit, Jil 4, hlm.451.

(17)

‘Bagaimana keadaan golongan Rafidhah yang ada di tengah kalian?”. Jin menjawab: ‘Merekalah yang paling jelek di antara kami’.”

Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Aku perlihatkan sanad riwayat ini pada guru kami, Al-Hafiẓ Abu al-Hajjaj Al-Mizzi, dan beliau mengatakan: ‘Sanad riwayat ini shahih sampai Al-A’masy’.” Dari keterangan ayat dan hadis di atas, menurut penulis keterangan tersebut sudah cukup untuk dijadikan bukti dan petunjuk bahwasanya jin juga memiliki agama dan aliran ‘aqīdah yang tidak jauh berbeda dengan manusia.

4. Kemampuan Jin

Setiap makhluk yang Allah ciptakan pasti memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

Begitupun dengan jin yang Allah anugrahkan kemampuan yang luar biasa yang tidak Allah berikan kepada makhluk Allah lainya, termasuk manusia. Namun, itu bukan berarti jin lebih mulia dari pada manausia, tentunya manusia juga punya kemampuan luar biasa yang Allah anugrahkan kepadanya yan tidak dimiliki oleh bangsa jin. Sehingga pada akhirnya manusia justru lebih diunggulkan daripada jin.42 Berikut akan dipaparkan beberapa kemampuan jin yang di dokumentasikan oleh al-Qur’an

a. Dapat Mengarungi Angkasa

Perlu diketahui, setidaknya ada beberapa ayat yang menginformasikan bahwa jin dapat mengarungi angkasa dengan mudah tanpa membutuhkan alat bantu apapun.43 Di antara ayat al-Qur’an yang menggambarkan kemampuan jin yang dapat mengarungi angkasa adalah QS. al-Jin (72): 9 yang berbunyi:





























Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). tetapi sekarang Barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (QS. al-Jin (72):

9)

42 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat... Op.Cit, hlm.103.

43 Ibid, hlm.104.

(18)

Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya,44 menjelaskan bahwa dahulu sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw, jin dengan mudah naik ke langit dan dengan leluasa dapat mendengarkan pembicaraan para malaikat. Namun setelah diutusnya Nabi Muhammad saw, jin masih dengan mudah naik ke langit. Namun jin tidak mudah dan leluasa mendengarkan berita yang diperbincangkan oleh para malaikat. Hal itu terjadi karena setiap mereka mendengarkan berita diperbincangkan oleh para malaikat, mereka akan terkena semburan api. Penjelasan tersebut dipertegas kembali dalam QS. al-Ḥijr (15): 17-18 yang berbunyi:





























Artinya: “Dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk. Kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu Dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (QS. al-Ḥijr (15): 17-18).

Ayat di atas menegaskan penjelasan sebelumnya yang megatakan bahwa dahulu jin sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw dengan sangat leluasa mampu mendengarkan berita yang diperbincangkan oleh para malaikat dan kemudian menginformasikan berita tersebut kepada para dukun dan peramal yang menyembah atau tunduk kepada mereka.

Namun semenjak diutusnya Nabi Muhammad saw, kemampuan tersebut sudah sangat terbatas. Hal ini dikarenakan setiap kali jin ingin mencuri berita yang diperbincangkan para malaikat, mereka selalu diusik oleh sambaran api yang sangat panas. Ayat ini juga bisa dijadikan bukti bahwasanya meskipun jin terbuat dari api, mereka akan meresakan panas jika tersambar api. Begitupun juga manusia, walaupun mereka terbuat dari tanah, mereka akan merasa sakit jika dilempari tanah.

b. Ahli Arsitektur dan Menyelam

Selain dianugrahi dapat mengarungi luar angkasa dengan mudah, ternyat jin juga dianugrahkan oleh Allah kemampuan dalam bidang bangunan dan menyelam jauh sebelum manusia bisa menguasainya. Hal tersebut di innformasikan oleh al-Qur’an dalam QS. Shād (38): 36-37 yang berbunyi:45

44 Ibid

45 Lihat QS. Shād (38): 36-37, QS. Saba’ (34): 13, dan QS. al-Anbiyā (21): 82.

(19)





























Artinya: “kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut ke mana saja yang dikehendakiNya. Dan (kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam.” (QS. Shād (38): 36-37).

Ayat di atas menunjukan bahwasanya jin adalah makhluk Allah yang mempunyai kemampuan dalam bidang bangunan (arsitektur) dan penyelaman jauh sebelum manusia bisa menguasainya. Bahkan dalam QS. Saba’ (34): 13 dan QS. al-Anbiyā (21): 82 al- Qur’an mempertegas bahwasanya jin adalah makhluk Allah yang ahli di bidang arsitektur dan penyelaman. Allah berfirman:









































Artinya: “Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakiNya dari gedung-gedung yang Tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku).

Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.” (QS. Saba’ (34): 13).



























Artinya: “Dan Kami telah tundukkan (pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu.” (QS.

al-Anbiyā (21): 82)

Pada QS. Saba’ (34): 13, al-Qur’an menginformasikan bahwa jin mampu menciptakan gedung-gedung yang tinggi dan mampu menciptakan singgasana nabi sulaiman dari kaca yang sangat bening yang dibawahnya dihiasi kolam ikan.46 Hal ini menunjukan bawa jin adalah arsitektur yang handal. Sementara itu, dalam QS. al-Anbiyā (21): 82, al-Qur’an menginformasikan bahwa jin mampu berenang dilautan tanpa

46 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat... Op.Cit, hlm.113-114.

(20)

membutuhkan tabung oksigen dan perlatan renang. Hal ini jauh berbeda dengan manusia yang membutuhkan tabung oksigen dan perlatan renang ketika hendak meyelam dilautan.

Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Majmu’ al-Fatāwa berpendapat bahwa menurut sebagian ulama yang dapat berinteraksi dengan jin mengatakan bahwa sejak dahulu jin sudah dapat membuat kawat dan kaca. Dan mereka kemudian mengajari manusia, dan manusia mengikutinya. Dan bisa jadi manusia belajar arsitektur dan menyelam itu dari jin.47

c. Dapat Bergerak dan Berpindah dengan Cepat

Para ulama meyakini bahwasanya jin memiliki kemampuan untuk bergerak dan berpindah tempat dengan cepat. Di mana para ulama berpacu pada kisah ifrīt yang menawarkan dirinya kepada Nabi Sulaimān untuk memindahkan singgahsana Ratu Bilqis dengan waktu yang sangat cepat, yakni Ifrit mampu memindahkan singgahsana tersebut sebelum Nabi Sulaimān berdiri dari tempat duduknya.48 Hal tersebut di dokumentasikan oleh al-Qur’an dalam QS. an-Naml (27): 39 yang berbunyi:



































Artinya: “Berkata 'Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” (QS. an-Naml (27): 39).

Ayat di atas dapat dijadikan dalil untuk membuktikan bahwa jin mampu bergerak dan berpindah tempat dengan sangat cepat. Sementara itu, M. Quraish Shihab dalam bukunya,49 menyatakan bahwa ayat tersebut memperlihatkan kemampuan ifrīt yang mampu memindahkan singgasana Ratu Bilqis dalam waktu yang cepat, yakni sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempat duduknya. Bakan menurutnya, bisa jadi jin juga sudah mendahului manusia dalam bidang teknologi seperti membuat radio dan televisi.

Selanjutnya, Quraish Shihab juga mengingatkan bahwa meskipun kemampuan jin sangatlah luar biasa, akan tetapi al-Qur’an menginformasikan juga bahwasanya manusia juga memiliki potensi yang sangat besar yang mampu megalahkan kemampuan jin. Hal ini berdasarkan pada lanjutan ayat di atas yang menyatakan bahwa ada manusia yang mampu

47 Aep Saepullah, Mengintip Alam Gaib... Op.Cit, hlm.108.

48 Sulaiman al-Asyqar, Alam Jin dan Setan... Op.Cit, hlm.29.

49 M. Quraish Shihab, Yang Halus dan Tak Terlihat... Op.Cit, hlm.114.

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Kantor Pertanahan Kota Batam memberikan kepada pemohon perpanjangan HGB yang dimohon- kan perpanjangannya dengan ketentuan dan persya- ratannya, yaitu segala akibat, biaya

Penelitian ini dilakukan dengan mengukur daya kirim pada ODP (Optical Distribution Point), daya terima pada ONT (Optical Network Termination) yang ada di

Hasil akhir dari analisis QSPM berupa TAS atau total skor daya tarik yang merupakan penjumlahan hasil perkalian rataan AS atau nilai daya tarik suatu strategi

b. Untuk kegiatan bekerja dipihak ketiga, bekerja mandiri, dan penempatan di LAPAS terbuka dilaksanakan oleh Petugas LAPAS dan atau BAPAS. Pembinaan-pembinaan yang

Disampaikan bahwa sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Pasal 22 ayat 2; Surat Edaran Kepala LKPP RI Nomor: 30 Tahun 2020,

Data yang akan dikumpulkan tersebut yaitu jenis data-data tentang kata- kata dan tindakan yang terdapat dalam perumusan masalah di atas, yang terdiri dari data-data mengenai

mencegah terjadinya penurunan produksi apel kota Batu yaitu (Tim Sintesis Kebijakan BBSDLP, 2008; Ruminta dan Handoko, 2011; Mayasari dan Suroso, 2011) : (a) Merevitalisasi

Berdasarkan hasil dari semua grafik indikator yang telah diperoleh, maka pembelajaran matematika dengan menggunakan model inkuiri terbimbing berbantuan macromedia