BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Prokrastinasi Akademik
Menurut Ferrari (1995), prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan, yaitu setiap perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas dikarenakan terlalu banyak tugas yang menumpuk dan rasa malas untuk memulai mengerjakan tugas. Ferrari yang menyatakan bahwa prokrastinasi disebabkan oleh tugas yang terlalu banyak dan rasa malas.
1.1.1 Aspek-aspek Prokrastinasi Akademik
Menurut penelitian yang dilakukan Ferrari (1995) menjelaskan bahwa prokrastinasi akademik termanifestasikan dalam beberapa aspek, diantaranya sebagai berikut:
a) Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan tugas
Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas yang dihadapi. Seseorang yang melakukan prokrastinasi ia melakukan penundaan dalam memulai mengerjakan atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika sudah mulai mengerjakan sebelumnya, walaupun ia tahu bahwa tugas tersebut akan segera dikumpulkan.
b) Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan tugas. Seseorang prokrastinator akan menghabiskan waktu lebih lama hanya untuk mempersiapkan diri untuk mengerjakan tugas. Lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri utama dalam prokrastinasi akademik.
c) Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual
Seseorang prokrastinator mempunyai kesulitan dalam melakukan suatu tugas yang diberikan kepadanya. Seseorang yang prokrastinator sebelumnya sudah membuat perencanaan dalam mengerjakan tugas, namun mereka sulit untuk menjalankan perencanaan tersebut, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam penyelesaian tugas secara memadai.
d) Melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan
Melakukan tugas atau kegiatan lain yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan mengerjakan tugas yang harus dikerjakan. Seseorang prokrastinator tidak segera mengerjakan tugas yang menuntut diselesaikan, akan tetapi mereka lebih melakukan aktivitas yang menyenangkan diluar dari tugas tersebut.
1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik
Menurut Risnawita (2012) terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi prokrastinasi akademik, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a) Faktor internal
Faktor internal ini berupa faktor dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi prokrastinasi akademik. Faktor itu meliputi konisi fisik dan kondisi psikologis dari individu.
- Kondisi fisik individu
Faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi prokrastinasi akademik adalah kondisi fisik dan kondisi kesehatan individu.
- Kondisi psikologis individu
Kondisi psikologis seperti trait kepribadian individu merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya prokrastinasi. Kemudian motivasi yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi perilaku prokrastinasi secara negatif. Semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang dalam mengerjakan tugas, maka semakin rendah kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akademik. Selain faktor tersebut, faktor lain yang juga dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi adalah rendahnya kontrol diri yang dimiliki oleh seseorang.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu yang mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik. Faktor tersebut berupa pengasuhan orang tua dan lingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan yang lenient.
- Gaya pengasuhan orang tua
Gaya pengasuhan juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik pada siswa. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidence procrastination menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan melakukan avoidence procrastination juga.
- Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang lenient prokrastinasi akademik lebih banyak di lingkungan yang rendah dalam pengawasan dari pada lingkungan yang penuh dengan pengawasan.
1.2 Motivasi Belajar
Motivasi akademis atau motivasi belajar dinyatakan sebagai kemauan siswa untuk belajar terhadap mata pelajaran tertentu dimana kompetensi siswa tidak ditentukan oleh standar performa akademis ataupun kecerdasan. Peranan motivasi dalam belajar adalah menumbuhkan
gairah, merasa senang, dan semangat belajar. Sehingga siswa yang memiliki motivasi belajar, ia akan meluangkan waktu untuk belajar yang lebih banyak, lebih tekun, akan terdorong untuk memulai aktivitas atas kemauannya sendiri, termasuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan gigih saat menghadapi kesulitan dalam mengerjakan tugas. Motivasi didefinisikan sebagai keadaan internal yang membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku (Santrock, 2007).
1.2.1 Aspek-aspek Motivasi Belajar
Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2004), yaitu :
a) Motivasi Ekstrinsik yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu sebagai insentif untuk mengerjakan tugas, dengan tujuan mengontrol perilaku siswa dan penguasaan materi oleh siswa.
b) Motivasi Intrinsik yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu :
1. Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan ini, mirid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
2. Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakkan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.
1.2.2 Peran Motivasi Belajar
Menurut Santrock (2007), dalam perkembangannya peran motivasi kemudian dikategorikan dalam beberapa perspektif, di antaranya adalah :
a) Perspektif Ilmu Perilaku
Perspektif ilmu perilaku menekankan penghargaan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi seorang siswa. Insentif adalah stimulus atau kejadian positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku seorang siswa. Berdasarkan perspektif ini, penekanannya adalah pada bahwa insentif dapat menambahkan minat atau rangsangan kepada kelas serta mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhi perilaku yang tidak tepat. Contoh insentif yang bisa diberikan antara lain; memberi siswa sertifikat prestasi, memberikan pujian secara verbal, mengizinkan siswa melakukan sesuatu yang istimewa, seperti bermain game komputer sebagai penghargaan atas kerja yang bagus.
b) Perspektif Huministis
Perspektif ini menekankan pada kapasitas siswa untuk pertumbuhan pribadi, kebebasan untuk memilih nasib mereka sendiri, dan kualitas-kualitas positif (seperti bersikap sensitif pada orang lain). Perspektif ini diasosiakan secara dekat dengan hierarki kebutuhan Maslow.
c) Perspektif Kognitif
Menurut perspektif kognitif, pemikiran siswa mengarahkan motivasi mereka. Minat ini berfokus pada gagasan-gagasan seperti motivasi internal siswa untuk berprestasi, atribusi mereka (persepsi mengenai penyebab keberhasilan atau kegagalan, khususnya persepsi bahwa usaha merupakan faktor penting dalam prestasi). Perspektif ini juga menekankan pentingnya penetapan tujuan, perencanaan, dan pemantauan kemajuan menuju suatu sasaran.
d) Perspektif Sosial
Kebutuhan akan afiliasi atau hubungan adalah motif untuk terhubung secara aman dengan orang lain. Hal ini termasuk membangun, mempertahankan, serta memulihkan hubungan pribadi yang hangat dan akrab. Siswa yang berada di sekolah dengan hubungan interpersonal yang penuh perhatian dan dukungan, mempunyai sikap dan nilai akademis yang lebih positif dan merasa lebih puas terhadap sekolah.
1.3 Hubungan antara Motivasi Belajar dengan Prokrastinasi Akademik
Hubungan yang terjadi antara motivasi belajar dengan prokrastinasi akademik adalah ketika motivasi belajar tinggi, tingkat prokrastinasi akademik rendah. Umumnya jika siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi maka siswa tersebut juga mempunyai kecenderungan menunda pekerjaan akademik atau tingkat prokrastinasi yang rendah. Dengan kata lain,
motivasi yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, di mana semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki individu, akan semakin rendah kecenderungannya untuk prokrastinasi (Ferrari, 1995). Motivasi akademik yang positif tidak hanya membantu individu untuk melihat pembelajaran yang bermanfaat, tetapi juga penting dalam semua aspek kehidupan akademik, pekerjaan, dan masyarakat. Individu dengan motivasi akademik yang positif menunjukkan karakteristik memiliki keinginan untuk belajar, suka terkait kegiatan belajar, dan percaya bahwa sekolah itu penting sehingga tingkat prokrastinasinya akan rendah. Sedangkan individu dengan prokrastinasi akademik yang tinggi biasanya merasa tidak termotivasi, tidak merasa senang dengan tugas yang diberikan sehingga tidak ingin mengerjakan tugasnya sebaik mungkin, dan cenderung menunda-nunda sampai batas akhir pengumpulan tugas tersebut.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan dinamika hubungan yang telah diuraikan di atas, peneliti mengajukan hipotesis dalam penelitian ini, terdapat hubungan negatif antara motivasi belajar dengan prokrastinasi akademik, dimana semakin tinggi motivasi belajar maka akan semakin rendah prokrastinasi akademik, begitu pula sebaliknya, bahwa semakin rendah motivasi belajar akan semakin tinggi kecenderungan melakukan prokrastinasi akademik.