• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan 10 %wt Mg dan Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pengaruh Penambahan 10 %wt Mg dan Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak - Paduan berbasis aluminium (Al) merupakan salah satu paduan yang banyak sekali manfaatnya dalam dunia industri. Aplikasi digunakan sebagai material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi dan sebagainya.

Karena paduan Al mempunyai ketahanan dan mampu tuang yang baik. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode mechanical alloying. Alat yang digunakan pada metode mechanical alloying ini adalah Modification Horizontal Ball Mill.. Paduan Al-Mg dengan komposisi 10 %wt Mg disintesa melalui proses mixing dan milling. Kemudian disintering dengan temperatur 400oC dengan holding time 1 jam. Pengujian dilakukan dengan menggunakan XRD, SEM dan EDX, Mikroskop Optik, dan Hardness. Hasil XRD setelah proses mixing dan milling menunjukan paduan membentuk fasa Al, dimana hal ini ditunjukkan oleh puncak Al yang mengalami pelebaran akibat terlarutnya unsur Mg ke dalam Al dan sebaliknya.

Hasil micro vickers hardness menunjukkan nilai HV rata- rata tertinggi pada paduan Al+10%Mg milling sebesar 45,96 dibandingkan dengan nilai HV rata-rata Al pure milling sebesar 32,23. Hal ini mengindikasikan proses milling dan penambahan unsur Mg berpengaruh terhadap sifat mekanik pada aluminium.

Kata Kunci: Al, Mg, Paduan Al-Mg, Mixing, Mechanical Alloying

I. PENDAHULUAN

luminium merupakan logam ringan, mempunyai ketahanan korosi, hantaran listrik yang baik dan sifat- sifat baik lainnya sebagai sifat logam. Selain itu aluminium juga mempunyai sifat mampu bentuk (Wrought alloy) dimana paduan alumunium ini dapat dikerjakan atau diproses baik dalam pengerjaan dingin maupun pengerjaan panas (dengan peleburan). Karena sifat-sifat inilah maka banyak dilakukan penelitian untuk meningkatkan kekuatan mekaniknya, diantaranya dengan menambahkan unsur-unsur seperti : Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, baik dicampur secara satu persatu maupun secara bersama-sama,

bahan-bahan tersebut juga memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material ini dipergunakan dalam bidang yang sangat luas, bukan saja untuk peralatan rumah tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, kontruksi dan sebagainya. Alumunium merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat di alam. Ditemukan dialam berbentuk oksida yang sangat stabil, sehingga untuk mereduksi nya harus menggunakan teknologi tertentu.

Teknologi untuk memurnikan Alumunium masih tergolong baru, yaitu menggunakan teknik elektrolisa seperti wohler process, hall-herould process, dan proses bayer.[1]

Magnesium (Mg) merupakan logam paling ringan diantara logam yang biasa dipakai dalam suatu struktur. Magnesium merupakan unsur yang termasuk melimpah keberadaannya di bumi. Dari sifat logam alumunium yg baek serta logam magnesium yg melimpah keberadaan ny di bumi, maka banyak penelitian yang membuat paduan AlMg ataupun paduan AlMg dengan logam yang laen misalnya logam besi (Fe).[2]

Paduan aluminum magnesium (AlMg) merupakan salah satu paduan aluminium yang sering digunakan untuk aplikasi teknik dalam bidang industri. Paduan ini banyak digunakan karena mempunyai ketahanan dan mampu tuang yang baik.

Paduan aluminum magnesium dapat ditingkatakan kemampuan mekanisnya dengan cara memberikan penambahan unsur Mg dan Fe, juga unsur penghalus butir. Penambahan kadar Mg dalam jumlah yang besar dapat menaikan kekerasan dan kekuatan tarik pada paduan, tetapi menurunkan regangan.

Dengan panambahan unsur Fe pada paduan AlMg juga dapat menaikkan kekerasan dan kekuatan tarik tapi menurunkan harga regangan. Selain penambahan unsur Mg dan Fe pemberian unsur penghalus butir juga mampu memperbaiki sifat mekanis pada paduan yakni menaikan kekerasan kekuatan tarik dan regangan [3].

Dalam pembuatan paduan logam Alumunium mampu tempa (wrought aluminium), sifat mekaniknya dapat ditingkatkan melaui pengerjaan peleburan dengan menambahkan logam 1,5 persen kedalam leburan Alumunium murni (98,5 persen). Perolehan peningkatan sifat mekanik memanfaatkan unsur-unsur yang terkandung di dalam bahan

Pengaruh Penambahan 10 %wt Mg dan Kecepatan Milling Terhadap Perubahan

Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Al-Mg

Rendy Pramana Putra, Hariyati Purwaningsih

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

A

(2)

baku Alumunium murni yaitu kandungan Si dan Fe yang dikombinasikan dengan logam Magnesium yang ditambahkan [4]. Paduan AlMg sering disebut Hidronalium, merupakan paduan dengan tingkat ketahanan korosi yang paling baik dibandingkan dengan paduan alumunium lainnya.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mensintesis aluminium dengan magnesium, seperti mechanical alloying [5], mechanical milling, solkjaer, mixing, dan lain-lain. Pada penelitian ini digunakan metode mixing dengan penambahan benzene. Penambahan benzene berfungsi untuk menghindari gesekan serbuk Al dan Mg dengan cetakan pada saat di kompaksi. Kompaksi dilakukan dengan beban 150 M pa.

Dalam penelitian ini juga akan dilakukan proses sintering [6]

terhadap paduan setelah dilakukan mixing dan kompaksi.

Sintering sendiri adalah suatu metode metalurgi serbuk yang didasarkan pada difusi atom. Difusi akan terjadi dengan cepat jika dalam keadaan temperatur yang tinggi dibawah titik lebur bahan. Fungsi dari sintering yaitu dapat mengubah sifat dari bahan yang di sintering. Sintering dilakukan dengan temperatur 4000C selama 2 jam.

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap sifat mekanik paduan AlMg, maka dalam penelitian kali ini digunakan 10 % berat Magnesium dan kecepatan milling pada paduan AlMg.

Di harapkan dengan 10 % berat Magnesium dan kecepatan milling dapat diketahui kadar % berat Magnesium yang paling baik jika dtambahkan dengan kecepatan milling pada paduan AlMg, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh Magnesium terhadap perubahan struktur mikro dan sifat mekanik paduan Al-Mg.

II. URAIANPENELITIAN II.1. Bahan

Preparasi awal material menggunakan serbuk Al (Merck, kemurnian 99,7%), Mg (Merck, kemurnian 90%). PCA yang digunakan ketika mixing dan milling adalah benzene. Gas argon digunakan saat proses pemanasan.

II.2. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini sintesa Aluminium dan Magnesium dengan proses metalurgi serbuk dengan proses Mixing dan Milling. Proses Mixing dan Milling dilakukan menggunakan alat cawan penggerus ditambahkan benzene dengan rasio 10 : 1. Furnace yang digunakan adalah model Tube Furnace. Proses pemanasan dilakukan dalam keadaan vakum dengan dialiri gas argon.

II.3. Preparasi Sampel

Pada tahap ini dilakukan penimbangan pada serbuk Al pure dan Al-10Mg. Disiapkan 4 batch untuk penelitian ini masing- masing batch terdiri dari satu sampel.

1. Batch no 1 Al pure (mixing) 2. Batch no 2 Al pure 200 rpm 3. Batch no 3 Al-10Mg (mixing) 4. Batch no 4 Al-10 Mg 200 rpm

yang masing-masing batch memiliki berat 10 gram. Dari perhitungan yang telah dilakukan di atas maka didapatkan berat untuk Al dan Al-10Mg pada batch Al = 10 gr dan batch

Al-10mg = Al 9 gr : Mg 1 gr. Kemudian melakukan penimbangan BPR(Ball to Powder Ratio) dengan rasio perbandingan 10:1 dan untuk bola besar dan bola kecil rasio perbandingannya sebesar 1:2.

II.4 Analisis

Analisa distribusi ukuran partikel setelah proses mixing dilakukan dengan menggunakan Sieving. Analisa perubahan fasa yang terjadi pada serbuk hasil mixing dan sintering dikarakterisasi menggunakan XRD Phillips X’Pert MPD System (X-Ray Diffraction) dengan CuKα sebesar 1.54056 Å dan range sudut sebesar 10o-90o. Hasil XRD dianalisa dengan menggunakan software High Score Plus. Karakterisasi struktur mikro hasil kompaksi dan sintering berupa pellet menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) FEI tipe INSPECT S50, dan Metallografi. Sedangkan analisa sifat mekanik kekerasan menggunakan pengujian Micro Vickers Hardness.

III. DATADANPEMBAHASAN

Serbuk hasil mixing dan milling dilakukan pengujian sieving untuk mengetahui distribusi partikel yang terdapat pada paduan. Tabel 1 adalah hasil pengujian sieving pada spesimen serbuk Al pure mixing, Al pure milling , Al + 10%Mg mixing, dan Al + 10%Mg milling. Dari hasil pengujian sieving pada Tabel 1 menunjukan bahwa proses milling yang dilakukan dapat memperkecil ukuran partikel dari serbuk. Dapat dilihat Serbuk dengan ukuran partikel <140 µm lebih mendominasi dari ukuran lainnya, hal ini mengindikasikan bahwa dengan dilakukannya proses milling maka ukuran serbuk semakin banyak tereduksi menjadi kecil.

Tabel 1.

Distribusi ukuran partikel Ukuran

Partikel Al Pure mixing

(%)

Al Pure milling (%)

Al + 10%

mixing Mg (%)

Al + 10%

milling Mg

> 224 µm 17,2 13,95 36,17 11,04 (%) 140-224

µm 22,5 16,27 19,14 15,33

< 140 µm 60,21 69,76 44,68 73,61 Gambar 1 adalah hasil pengujian XRD pada serbuk setelah dilakukan mixing dan milling. Untuk serbuk Al yang ditunjukkan oleh grafik (a) terdapat peak yang menunjukkan unsur Al dan serbuk Al pure mixing yang ditunjukan oleh grafik (b), terdapat peak yang menunjukan unsur Al. Pada grafik (c) yaitu pada serbuk Al pure milling terdapat peak yang sama seperti Al pure mixing yaitu unsur Al. Pada grafik (d) yaitu pada serbuk Al + 10%Mg mixing terdapat peak untuk Al dan Mg. Pada grafik (e) yaitu serbuk Al + 10% Mg milling menunjukan model yang sama tetapi terdapat peak untuk Mg.

Bila dilihat secara sepintas terlihat memang tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap puncak difaksi dari unsur Al dan Mg, tetapi sebenarnya bila dilihat dengan detail terjadi

(3)

pergeseran dan pelebaran kurva pada kedua puncak difraksi Al dan Mg.

Gambar 1. Hasil Uji XRD Pada serbuk Hasil Mixing dan Milling: (a) Al, (b) Al Pure mixing, (c) Al pure milling, (d) Al

+ 10%Mg mixing, (e) Al + 10%Mg milling.

Gambar 2 menunjukkan bahwa puncak difraksi Al pada setiap variabel mixing dan milling. Terdapat pergeseran kurva dan pelebaran kurva yang dimiliki Al yang semula terdapat pada 2θ = 38,47536º menjadi 2θ sebesar 38,59234º. Pelebaran puncak difraksi ini mengindiasikan terjadi perubahan struktur kristal yang dimiliki Al dimana perubahan struktur kristal ini diakibatkan dari pembentukan fasa baru yaitu Al solid solution Mg atau bisa juga disebut Al(Mg). Mg yang terlarut pada Al mengakibatkan struktur kristal yang dimiliki Al semakin kristalin. Hasil ini sama dengan yang telah dilaporkan Scudino [7] yang mengatakan bahwa Hasil XRD menggunakan panjang gelombang Co Kα menunjukkan terjadi pelebaran puncak difraksi Al seiring dengan penambahan komposisi paduan Mg.

Melebarnya puncak difraksi Al ini menandakan bahwa terbentuk fasa solid solution Al(Mg)ss dimana unsur Mg larut dalam Al.

Gambar 2. Puncak Difraksi Al Pada Setiap Variabel Mixing dan Milling

Gambar 3 menunjukkan analisa single peak unsur Mg yang terdapat pada 2θ = 36,72067º. Dapat dilihat puncak difraksi yang dimiliki oleh Mg pada Al + 10% Mg Milling semakin melebar dan intensitasnya juga semakin berkurang.

Hal ini mengindikasikan semakin lama proses milling dilakukan maka juga telah terjadi perubahan struktur kristal pada unsur Mg. Hal ini juga mengindikasikan telah terbentuk solid solution Mg(Al) dimana kali ini Al larut di dalam Mg.

Untuk pengaruh proses milling dan mixing, pada proses milling dapat dilihat pelebaran puncak difraksi Al dan Mg juga semakin bertambah. Pada puncak difraksi Al, hal ini mengindikasikan bahwa dengan dilakukannya proses milling konsentrasi Mg yang larut dalam Al semakin bertambah sehingga struktur kristal yang dimiliki oleh Al berubah.

Gambar 3. Puncak Difraksi Mg Pada Setiap Variabel Mixing dan milling.

Berdasarkan Tabel 2 pada kolom FWHM untuk masing- masing fasa Al dan Mg menunjukkan perubahan nilai yang signifikan. Perubahan ini mengindikasikan adanya perubahan struktur kristal pada unsur Al dan Mg. Pada tabel diatas dapat dihitung nilai mikrostrain (Ɛ) dari serbuk Al, Al pure mixing, Al pure milling, Al + 10% Mg mixing, Al + 10% Mg milling didapatkan nilai Al sebesar 13,65 x 10-4, Al pure mixing sebesar 31,54 x 10-4, Al pure milling sebesar 19,48 x 10-4, Al + 10% Mg mixing sebesar 10,29 x 10-4 dan Al + 1 0% Mg milling sebesar 39,62 x 10-4.

Sedangkan pada kolom parameter kisi menunjukkan perubahan nilai yang meningkat pada setiap variabel penambahan komposisi berat Mg, pada Al sebesar 4,041, pada Al pure mixing sebesar 4,0488, pada Al pure milling sebesar 4,0497, pada Al + 10% Mg mixing sebesar 4,0510 dan pada Al + 10% Mg mixing nilai parameter kisi meningkat sebesar 4,065. Hal ini mengindikasikan lattice parameter mengalami regangan karena difusi atomik pada setiap.

. Hasil tersebut menunjukan terjadinya perubahan struktur kristal yang terjadi pada proses mechanical alloying seiring dengan dilakukannya proses milling. Perubahan struktur kristal pada unsur Al dan Mg ini yang menunjukkan perubahan fasa Al dan Mg yang telah berubah menjadi solid solution Al-Mg.

(4)

Tabel 2.

Analisa Data XRD Hasil Mixing dan milling.

Gambar 4 adalah hasil pengujian XRD pada serbuk setelah dilakukan sintering dengan Temperatur 400oC, holding time 1 jam. Untuk serbuk Al pure mixing dan Al pure milling yang ditunjukan oleh grafik (a) dan (b), terdapat peak yang menunjukan unsur Al. Pada grafik (c) yaitu pada serbuk Al + 10%Mg mixing terdapat peak untuk Al dan Mg. Pada grafik (d) yaitu serbuk Al + 10% Mg milling menunjukan model yang sama tetapi terdapat peak untuk Mg. Bila dilihat secara sepintas terlihat memang tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap puncak difaksi dari unsur Al dan Mg, tetapi sebenarnya bila dilihat dengan detail terjadi pergeseran dan pelebaran kurva pada kedua puncak difraksi Al dan Mg.

Gambar 4. Hasil Uji XRD Pada serbuk Hasil Proses Mixing dan Milling setelah sintering : (a) Al Pure Mixing, (b)

Al Pure Milling, (c) Al + 10% Mg Mixing, (d) Al + 10% Mg Milling.

Gambar 5 dijelaskan perubahan puncak difraksi Al pada waktu sebelum sintering dan sesudah di sintering. Terlihat perbedaan tinggi intensitas dari serbuk yang sebelum di sintering dan sesudah di sintering. Pada masing-masing serbuk Al pure miixing, Al pure milling, Al + 10% Mg mixing, dan Al + 10% Mg milling menunjukan adanya kenaikan intensitas dari pada spesimen yang sebelum di sintering. Kenaikan intensitas ini seiring dengan penambahan komposisi berat Magnesium pada paduan Aluminium. Hal ini di sebabkan karena adanya reaksi ikatan antar partikel serbuk Al dan Mg pada waktu proses sintering yang mengakibatkan perubahan struktur Kristal, sehingga membentuk fasa baru yaitu solid solution Al-Mg atau bisa juga disebut fasa α. Mg yang terlarut pada Al mengakibatkan struktur kristal yang dimiliki Al semakin kristalin.

Gambar 5. Perbandingan Tinggi Intensitas Puncak Difraksi Al (a) Setelah Proses Sintering 400ºC, (b) Sebelum Proses

Sintering 400ºC..

Gambar 6 menunjukkan analisa single peak unsur Mg setelah proses sintering yang terdapat pada 2 theta = 36,62041º. Dapat dilihat puncak difraksi yang dimiliki oleh Mg hanya terjadi pada serbuk Al + 10% Mg mixing sintering.

Pada Al + 10% Mg milling sintering yang pada grafik sebelum di sinter masih terdapat unsur Mg, pada hasil XRD setelah di sinter unsur Mg hilang, Hal ini disebabkan pada saat proses sintering unsur Mg terlarut pada unsur Al. Sehingga struktur kristal yan dimiliki Al berubah dan terjadi peningkatan struktur kristal Al cubic.

Gambar 6. Perubahan Puncak Difraksi Mg Setelah proses Sintering 400oC dan Sebelum proses Sintering 400oC.

Pada Tabel 3 bila dilihat dari nilai FWHM nya pada setiap penambahan komposisi berat Mg terdapat perbedaan.

Besarnya nilai FWHM ini berpengaruh pada pelebaran kurva setiap fasa. Pada nilai FWHM Al pure mixing sintering dan Al pure milling sintering menunjukkan perubahan yang signifikan . perubahan ini mengindikasikan adanya prubahan struktur kristal pada unsur Al. Selanjutnya pada tabel diatas dapat dihitung nilai mikrostrain (Ɛ) dari Al pure mixing, Al pure milling, Al + 10% Mg mixing, Al + 10% Mg milling yang telah melalui proses sintering. Hasil perhitungan didapatkan Al pure mixing sebesar 4,75 x 10-4, pada Al pure milling sebesar 2,44 x 10-4, pada Al + 10% Mg mixing sebesar 5,89 x 10-4 dan pada Al + 10% Mg milling sebesar 2x10-4. Dari hasil nilai mikrostrain yang berbeda-beda disebabkan pengaruh dari proses sintering yang telah dikompaksi.

Sedangkan pada kolom parameter kisi menunjukkan perubahan nilai yang meningkat pada setiap variabel, pada Al pure mixing sebesar 4,0143, pada Al pure milling sebesar 4,0497, pada Al + 10% Mg mixing sebesar 4,0510 dan pada Al + 10% Mg mixing nilai parameter kisi meningkat sebesar 4,065. Hal ini mengindikasikan lattice parameter mengalami regangan karena difusi atomik pada setiap variable.

(5)

Dari hasil uji XRD setelah proses sintering dapat disimpulkan penambahan 10% Mg tidak merubah struktur kristal dilihat dari 2 theta yang berubah namun tidak signifikan dan dengan dilakukannya proses milling maka mengakibatkan ukuran kristal semakin kecil bisa dilihat pada tabel 3 nilai FWHM pada proses milling lebih kecil dibandingkan dengan proses mixing. Sedangkan fasa yang terbentuk setelah proses sintering terbentuk fasa solid solution Al-Mg.

Tabel 3.

Analisa Data XRD Hasil Mixing dan milling setelah sintering

Gambar 7 dijelaskan hasil uji SEM pellet setelah mixing dan milling. Gambar (a) dan (b) pada Al pure mixing dan milling terlihat morfologi Al berbentuk pipih atau flake. Pada gambar (c) dan (d) dengan penambahan Mg dapat dilihat morfologi unsur Mg berbentuk spherical atau bulat yang menempel pada unsur Al berbentuk pipih atau flake. Hal ini mengindikasikan adanya interaksi antara unsur Al dan Mg setelah melalui proses mixing dan kompaksi.

Gambar 7 Hasil Pengujian SEM Dengan Perbesaran 600X Pelet Setelah Dilakukan Proses Mixing dan Milling (a). Al Pure Mixing, (b). Al Pure Milling (c). Al + 10% Mg mixing

(d). Al + 10% Mg Milling

Gambar 8 dijelaskan hasil SEM pellet setelah proses sintering 400oC, holding time 1 jam. Gambar (a) dan (b) pada Al pure mixing dan Al pure milling terlihat morfologi Al berbentuk pipih atau flake. Pada gambar (c) dan (d) dengan penambahan Mg dapat diketahui bahwa Interaksi antara unsur Al dengan Mg telah mulai banyak terjadi, dengan adanya morfologi bentuk flake yang menempel pada dinding unsur Mg berbentuk spherical atau bulat. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Al dan Mg dimana distribusi terbentuknya solid

solution Al-Mg semakin banyak terjadi bila dibandingkan dengan yang belum melalui proses sintering.

Gambar 8 Hasil Pengujian SEM Dengan Perbesaran 600X Pellet Setelah melalui proses sintering 400oC (a). Al Pure Mixing sintering, (b). Al Pure Milling sintering (c). Al +

10% Mg mixing sintering (d). Al + 10% Mg Milling sintering.

Gambar 9 merupakan hasil Metallografi pada gambar (a) dan (b) Al pure dengan perbesaran 50x terlihat komponen utama Al dengan struktur mikro menunjukkan α-aluminum solid solution matriks dendrit. Sedangkan pada gambar (b) dengan penambahan 10% Mg mixing pada Al terlihat struktur mikro Mg berupa spherical atau bulat pada matriks α- aluminum solid solution. Untuk penambahan 10% Mg milling pada gambar (c) struktur mikro menunjukkan Mg semakin tersebar pada matriks α-aluminum solid solution. Unsur Mg yang tersebar pada matriks α-aluminum dapat meningkatkan sifat mekanik dari paduan Al-Mg. Untuk mengetahui lebih jelas peningkatan sifat mekanik dari paduan Al-Mg dengan penambahan komposisi berat magnesium di lakukan pengujian kekerasan (hardness).

Gambar 9 Struktur mikro (a) Al pure mixing 50X, (b) Al pure milling 50X , (c) Al + 10%Mg mixing 50X, (d) Al +

10%Mg milling 50X.

A B

C D

A A

A A

M

M

A B

C D

A l

A l

A l

Mg

A l

Mg

A

l

A

l

M

g

A

l

M

g

A B

C D

Al

(6)

0 10 20 30 40 50

Al Pure

Mixing Al Pure

Milling Al+10%

Mg Mixing Al+10%

Mg Milling Micro Vickers Hardness

Pada tabel 3 menunjukkan adanya distribusi kekerasan pada Al pure mixing rata-rata sebesar 30,7 HV, Al pure milling rata-rata sebesar 32,23 HV. Untuk paduan Al dengan penambahan 10% Mg mixing menunjukkan peningkatan kekerasan sebesar 41,9 HV. Begitu juga dengan penambahan 10% Mg milling terjadi peningkatan kekerasan sebesar 45,96 HV. Nilai HV rata-rata Al pure milling lebih tinggi dari pada Al pure mixing dalam hal ini mengindikasikan proses mixing dan milling ikut mempengaruhi nilai kekerasan dan pengaruh penambahan unsur Mg pada paduan Al juga dapat meningkatkan nilai kekerasan (sifat mekanik) dari paduan Al- Mg.

Gambar 10. Distribusi Kekerasan IV. KESIMPULAN

1. Proses milling mampu mereduksi ukuran partikel dibandikan pada proses mixing.

2. Hasil proses mixing dan milling setelah proses sintering pada paduan Al + 10% Mg tidak merubah struktur kristal namun yang terbentuk setelah proses sintering adalah solid solution Al-Mg.

3. Proses milling dan penambahan unsur Mg berpengaruh terhadap sifat mekanik pada paduan Alumunium menunjukkan nilai kekerasan semakin meningkat pada Al + 10%Mg milling dengan HV rata-rata sebesar 45,96 lebih tinggi dibandingkan nilai HV rata-rata Al pure milling sebesar 32,23.

DAFTAR PUSTAKA

[1] H.A, Sidney. Introduction to Physical Metallurgy.

Tokyo : McGraw-Hill International Book Company (1982).

[2] U.G. Riphandi. Magnesium murni dan sifat magnesium. Malang : Universitas Brawijaya (2012).

[3] T, Yuan. Pengaruh penambahan Mg terhadap paduan. Bandung : Institut Teknologi Bandung (2001).

[4] S, Yuswono. Pembuatan Paduan Aluminium (Al-Mg) dan Pengaruh Terhadap Reduksi Rol Panas dan Sifat Mekanik. LIPI (2005).

[5] C, Suryanarayana. Mechanical Alloying and Milling.

New York (2003).

[6] F,V, Lenel. Powder Metallurgi Principles and Applications. New Jersey: Metal Powder Industries Federation (1980).

[7] Scudino. Mechanical Alloying and Mechanical Milling of Al-Mg Alloys. Journal of Alloys and Compounds. 493(2009) 2-7 (2009).

Gambar

Gambar 1.  Hasil Uji XRD Pada serbuk Hasil Mixing dan  Milling: (a) Al, (b) Al Pure mixing, (c) Al pure milling, (d) Al
Gambar 4 adalah hasil pengujian XRD pada serbuk setelah  dilakukan sintering dengan Temperatur 400 o C, holding time 1  jam
Gambar 10. Distribusi Kekerasan  IV.  KESIMPULAN

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu pada penelitian ini akan di teliti sifat mekanis dan struktur mikro dari prototype chasiss dengan bahan dasar ADC 12 dengan penambahan unsur Magnesium (Mg),

monoclinic dengan intensitas total dari kedua peak pada grafik sebesar 22.33%. Untuk aging pada temperatur 300ºC dengan waktu tahan 24 jam yang dapat dilihat

Pengujian komposisi fasa dilakukan selain untuk mengetahui struktur mikro dari material dengan perbesaran yang lebih besar dari metalografi juga untuk mengetahui

Pengujian komposisi fasa dilakukan selain untuk mengetahui struktur mikro dari material dengan perbesaran yang lebih besar dari metalografi juga untuk mengetahui

microhardness yang dilakukan menyatakan bahwa kekerasan yang meningkat disebabkan oleh adanya fasa terner Mg 6 Zn 3 Ca 2 dan semakin banyak kandungan fasa tersebut

Pengujian microhardness yang dilakukan menyatakan bahwa kekerasan yang meningkat disebabkan oleh adanya fasa terner Mg 6 Zn 3 Ca 2 dan semakin banyak kandungan fasa

Pengujian komposisi fasa dilakukan selain untuk mengetahui struktur mikro dari material dengan perbesaran yang lebih besar dari metalografi juga untuk mengetahui

Pada penelitian ini pokok permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana pengaruh variasi suhu sintering terhadap struktur mikro dan sifat mekanik