• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Objek (Lokasi Penelitian) 1. Kondisi Umum

Luas wilayah Kabupaten Madiun 1.010,86 Km2 atau 101.086 Ha. Secara astronomis terletak pada posisi 7o12’-7o48’Lintang Selatan dan111o25’-111o5’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk,

sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi. Jarak antara Kabupaten Madiun dengan ibukota Propinsi Jawa Timur kurang lebih 175 km kearah timur, sedangkan jarak dengan dengan ibukota negara kurang lebih 775 km.

Kabupaten Madiun dengan ibukotanya Kota Caruban merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Kota Caruban yang selanjutnya disebut Kota Caruban sesuai Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 52 Tahun 2010 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Madiun dari Wilayah Kota Madiun ke Wilayah Kecamatan Mejayan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Madiun, secara geografis sangat mendukung karena kota ini memiliki lokasi strategis yaitu terletak di jalan arteri primer menuju ibukota provinsi yaitu Kota Surabaya dan menghubungkan Kota Solo, sekaligus merupakan kota perbatasan antara Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah.

Kota Caruban merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang diandalkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun. Kota Caruban merupakan Ibukota Kabupaten Madiun sekaligus pusat kota. Lahirnya Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 52 Tahun 2010 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Madiun dari Wilayah Kota Madiun ke Wilayah Kecamatan Mejayan, maka wilayah Kota Caruban meliputi Desa Mejayan, Kelurahan Krajan, Kelurahan Bangunsari, Kelurahan Pandean dengan luas wilayah sebesar 526,09 Ha, sejumlah 15.569 jiwa adalah penduduk Kota Caruban.

(2)

Tabel 5. Luas wilayah dan jumlah penduduk masing- masing kelurahan/ desa di Kota Caruban

Kelurahan/ Desa Luas Wilayah (ha) Jumlah Penduduk (jiwa)

Mejayan 274,66 4.960

Bangunsari 132,46 4.222

Krajan 71,89 4.308

Pandean 47,08 2.079

Jumlah 526,09 15.569

(BPS Kabupaten Madiun, 2016)

Jumlah penduduk yang meningkat pesat akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang. Banyak perkotaan di Indonesia, tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang seringkali diiringi menurunnya kualitas dan kuantitas kawasan hijau di kawasan perkotaan, oleh sebab itu diperlukan upaya mewujudkan penyediaan Ruang Terbuka Hijau mulai dari lingkup terkecil dalam sebuah kawasan. Kebijakan Ruang Terbuka Hijau dilatarbelakangi oleh berbagai hal, diantaranya dorongan kebutuhan ruang publik dan terjaganya ekosistem lingkungan perkotaan.

Salah satu pengembangan ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Caruban adalah dengan pembangunan Taman Kota dan Alun- alun, karena sebelumnya Kota Caruban tidak memiliki area Taman Kota dan Alun- alun. Taman kota Mejayan merupakan alih fungsi lahan dari Pasar Tradisional Caruban. Pasar tersebut merupakan icon yang tampak dari Kota Caruban karena terletak di jantung Kota Caruban dan Jalan Arteri Primer Surabaya- Madiun- Magetan- Surakarta. Pasar tersebut aset milik Pemerintah Kabupaten Madiun, kini sudah beralih menjadi Taman Kota Mejayan Asti. Dan Pasar Caruban berpindah pada lahan sawah milik Pemerintah Kelurahan Bangunsari di sebelah utara pusat Kota Caruban.

Taman dengan luas ± 1,17 hektar dan alun- alun dengan luas ± 2,39 hektar tersebut diharapkan mampu mencukupi kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Caruban. Taman Kota di jantung Kota Caruban, dibangun pada pertengahan tahun 2013. Pada tahun 2015 Taman Kota sudah bisa dinikmati oleh masyarakat, sedangkan Alun- alun dibangun bersamaan dengan Taman Kota. Saat ini masih ada

(3)

pengembangan beberapa bagian bangunan pendukung untuk memperindah tampilan dari Alun- alun tersebut.

Taman kota merupakan suatu kawasan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, sebagai tempat rekreasi secara aktif maupun pasif. Taman kota juga memiliki peranan penting sebagai paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi tanah dan air, serta habitat berbagai flora dan fauna. Luasan tersebut belum memenuhi kebutuhan Ruang Terbuka Hijau.

Informasi mengenai jumlah luasan ruang terbuka hijau juga sangat kurang.

Besaran luasan yang didapat hanya berdasarkan perencanaan pembangunan ruang terbuka hijau berupa taman kota, alun- alun, lapangan, jalur hijau dan sempadan sungai. Informasi di atas, terbatas pada tujuh tempat yang menjadi andalan pemerintah daerah untuk penilaian adipura, yaitu Alun- alun Mejayan, Taman Mejayan Asti, Rest Area Pasar burung Mejayan, Taman lalu lintas, Lapangan Krajan, Jalur hijau Jalan Ahmad Yani dan Sempadan Kali Kembang.

Kota Caruban terdapat 1 desa dan 3 kelurahan di dalamnya, yaitu Desa Mejayan, Kelurahan Krajan, Kelurahan Bangunsari, Kelurahan Pandean. Dengan dibangunnya Ibukota Kabupaten Madiun diperlukan kajian lebih mendalam mengenai kebutuhan dan penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Caruban. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah daerah untuk memperbaiki dan menyehatkan lingkungan Kota Caruban, sehingga Kota Caruban memperoleh penghargaan Adipura kategori kota kecil untuk Kota Caruban selama sembilan tahun berturut- turut mulai tahun 2007 hingga tahun 2015 dan direncanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Madiun untuk tahun 2016 mendapatkan adipura kencana.

2. Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Madiun dan Perpindahan Ibukota Kabupaten Madiun di Kota Caruban

Kabupaten Madiun ditinjau dari pemerintahan yang sah, berdiri pada tanggal paro terang, bulan Muharam, tahun 1568 Masehi tepatnya jatuh hari Kamis Kilwon tanggal 18 Juli 1568/ Jumat Legi tanggal 15 Suro 1487 Be -Jawa Islam. Pangeran Timoer dilantik menjadi Bupati di Purabaya tanggal 18 Juli 1568 berpusat di desa Sogaten. Sejak saat itu secara yuridis formal Kabupaten Purabaya menjadi suatu wilayah pemerintahan di bawah seorang Bupati dan berakhirlah pemerintahan

(4)

pengawasan di Purabaya yang dipegang oleh Kyai Rekso Gati atas nama Demak dari tahun 1518 - 1568.

Pada tahun 1575 pusat pemerintahan dipindahkan dari desa Sogaten ke desa Wonorejo atau Kuncen, Kota Madiun sampai tahun 1590. Pada tahun 1686, kekuasaan pemerintahan Kabupaten Purabaya diserahkan oleh Bupati Pangeran Timoer (Panembahan Rama) kepada putrinya Raden Ayu Retno Dumilah. Tahun 1568 sampai dengan sekarang sudah dipimpin sebanyak 37 orang.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah, Kabupaten Madiun sudah melaksanakan pemilihan umum kepala daerah sebanyak dua kali. Pada pemilihan umum kepala daerah yang pertama Bupati terpilih adalah H. Muhtarom, S.Sos., mulai tahun 2008 sampai dengan 2013 dan pada pemilihan umum kepala daerah yang kedua terpilih kembali H. Muhtarom, S.Sos., menjabat hingga sekarang.

Pada tahun 1990- an Bupati yang pada saat itu menjabat yaitu Ir. S. Kadiono mempunyai gagasan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Madiun ke Wilayah Caruban. Segala bentuk usaha mulai dari diadakannya kajian- kajian ilmiah oleh pegawai yang sedang melanjutkan studi ke jenjang pascasarjana, konsultasi dengan Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri, Pemerintah Daerah tingkat I Provinsi Jawa Timur, jejak pendapat dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dewan Perwakilan Rakyat Derah Provinsi Jawa Timur.

Studi banding pada daerah- daerah yang sedang maupun telah melakukan pengembangan ibukota kabupaten.

Beberapa Pegawai negeri Sipil diutus mengikuti berbagai workshop, seminar dan kegiatan ilmiah lainnya dengan tema pengembangan kota atau pemindahan ibukota kabupaten. Tahun 1998 pergantian Bupati yang kala itu dipimpin oleh KRH.

H. Djunaedi Mahendra, S.H., M.Si., juga melanjutkan gagasan pemindahan ibukota Kabupaten Madiun ke Kota Caruban. Sama halnya pada era kepemimpinan Ir. S.

Kadiono, berbagai usaha telah dilakukan untuk mewujudkan gagasan pemindahan ibukota Kabupaten Madiun ke wilayah Kota Caruban, namun gagasan tersebut belum dapat terwujud karena beberapa faktor selain faktor administratif dan keuangan menjadi alasan utama, ada faktor politis yang sangat mempengaruhi gagasan pemindahan ibukota Kabupaten Madiun ke wilayah Kota Caruban.

(5)

Tahun 2008, pada masa kepemimpinan H. Muhtarom, S. Sos., gagasan tersebut mulai dimunculkan kembali dengan langkah pertama merangkul seluruh elemen masyarakat, terlebih anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Madiun yang terpilih pada pemilihan legislatif tahun 2009.

Perubahan strategi untuk mewujudkan gagasan tersebut mulai dilakukan pada tahun 2009. Berawal dari Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Madiun melakukan kajian dengan pendekatan yuridis, hingga Pemerintah Kabupaten Madiun yang ditugaskan pada Badan Perencanaan Pembangunan melakukan kajian dan penelitian pada beberapa aspek, yaitu aspek sosial, budaya, hukum, keamanan, penataan ruang, dan lingkungan.

Tahun 2010 Pemerintah Daerah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk pusat pemerintahan yang baru yaitu di wilayah Kota Caruban bekerja sama dengan Pusat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga ditemukannya beberapa faktor dan kendala sesuai dengan keilmuan lingkungan dan hasil dari studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Setelah sekian tahun rencana pemindahan ibukota Kabupaten Madiun di wilayah Kota Caruban dilakukan berbagai usaha dan pendekatan, pada akhirnya dikumpulkanlah berbagai elemen masyarakat untuk mengkaji dari hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan tersebut.

Persamaan persepsi akan hajat hidup masyarakat Kabupaten Madiun telah dibangun melalui mediasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Mediasi yang sering dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Madiun, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perwakilan Masyarakat dari berbagai bidang keahlian, seperti Ulama, Tokoh Agama, Sejarawan, Budayawan, Seniman, pelaku Sejarah Perjuangan, Akademisi dan tokoh masyarakat yang lain.

Mediasi tersebut menghasilkan mufakat, bahwa Kabupaten Madiun telah siap melaksanakan pemindahan ibukota Kabupaten, sehingga diajukannya berbagai persyaratan untuk memenuhi rencana tersebut pada Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Rencana tersebut terpenuhi dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2010 tentang pemindahan ibukota Kabupaten Madiun

(6)

dari wilayah Kotamadya Madiun ke Wilayah Mejayan akan tetapi, dalam Peraturan Pemerintah tersebut memerlukan beberapa penjelasan dan peraturan daerah yang lebih mendetail tentang penyediaan dan pengeloaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Kota Caruban pada khususnya dan Kabupaten Madiun pada umumnya. Berikut batas wilayah Kabupaten Madiun.

(7)

Gambar 3. Peta Wilayah Kabupaten Madiun (RTRW 2009-2029)

(8)

B. Suhu Ideal Kota Caruban

Data Suhu diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan Termohygrometer suhu pada 7 lokasi pengamatan di 4 lokasi kelurahan yaitu kelurahan Krajan, Kelurahan Bangunsari dan Kelurahan Pandean, Desa Mejayan. Dilaksanakan hari Minggu (tanggal 11 Desember 2016) sebagai hari tidak ramai dan hari Selasa dan Kamis (tanggal 17 Januari 2017 dan 16 Maret 2017) sebagai hari padat lalu lintas.

Berdasarkan hasil penelitian pengukuran suhu udara yang dimulai mulai pukul 06.00-18.00, diketahui bahwa suhu udara maksimum terjadi pada pukul 14.00 dan minimum pada pukul 06.00. Suhu rata-rata pada siang hari sebesar 31,70C. Sedangkan pada pukul 06.00 suhu rata-rata sebesar 24,80C. Suhu maksimum pada pukul 14.00 dan suhu minimum terjadi pada pukul 06.00 sesuai dengan pendapat Masruroh (2013) yang menyatakan bahwa suhu maksimum udara terjadi pada pukul 13.00-14.00 (jam lokal) dan mencapai titik minimum pada pukul 05.00-06.00 (jam lokal).

Kondisi kenaikan suhu yang dimulai dari pukul 12.00-14.00 kemudian mengalami penurunan hingga pukul 18.00 ini berkaitan radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi. Pada pukul 12.00-14.00 radiasi yang dipancarkan matahari mendekati garis tegak lurus dengan permukaan bumi. Fenomena suhu yang sangat tinggi ketika tengah hari bersifat menyeluruh di seluruh permukaan bumi yang utamanya berada di sekitar khatulistiwa sehingga, kawasan perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan sub urban. Hal ini dikarenakan adanya geliat aktivitas kota dan beberapa sumber panas yang dapat memicu peningkatan suhu udara kota seperti mobilitas kendaraan, aktivitas industri, rumah tangga dan berbagai aktivitas yang melibatkan pembakaran bahan fosil (Masruroh, 2013)

Pada pengukuran yang dilakukan di 7 titik tempat pengamatan di Kota Caruban dapat diketahui bahwa suhu terendah pada siang hari berada di Sempadan Kali Kembang yaitu 26,60C. Sempadan Kali Kembang memiliki jumlah tanaman sebanyak 48 pohon dengan diameter kanopi kurang lebih 4 meter, pengamatan sepanjang 1174,27 m. Pada Sempadan Kali Kembang penutup permukaan terlihat sebagian besar menutupi rumput di bawah kanopi pohon, sehingga dengan jumlah pohon dan perdu yang lebih banyak maka dapat menutupi permukaan rumput di bawah kanopi pohon pada luasan daerah tersebut. Selain itu, di sekitar jalan Agus Salim yang pinggirannya terletak Kali Kembang ada 3 sekolah

(9)

yang sudah menerapkan Green School serta dilarangnya angkutan umum, berat dan mobil memasuki area jalan tersebut menyebabkan suhu di Sempadan Kali Kembang paling rendah. Berikut hasil pengukuran suhu pada 7 tempat di atas. (Tabel 6)

(10)

(Hasil Analisis, 2017)

No. LOKASI PENGAMATAN SUHU0C

SUHU IDEAL KATEGORI PAGI SIANG SORE

1 Taman Lalu Lintas

Minggu, 11 Desember 2016 23,8 29,6 25,8 25,7 Sejuk

Selasa, 17 Januari 2017 24,0 31,8 29,8 26,2 Sejuk

Kamis, 16 Maret 2017 25,0 31,4 27,6 26,3 Sejuk

2 Rest Area Pasar Burung

Minggu, 11 Desember 2016 23,8 31,0 27,8 26,0 Sejuk

Selasa, 17 Januari 2017 23,8 31,2 28,0 26,0 Sejuk

Kamis, 16 Maret 2017 25,6 28,2 27,0 25,8 Sejuk

3 Taman Mejayan Asti

Minggu, 11 Desember 2016 26,6 31,2 25,0 26,6 Sejuk

Selasa, 17 Januari 2017 23,6 32,8 30,2 26,3 Sejuk

Kamis, 16 Maret 2017 24,6 31,6 28,2 26,2 Sejuk

4 Jalan A.hmad Yani (Jalan Arteri Primer)

Minggu, 11 Desember 2016 26,2 36,5 25,8 27,5 Agak Panas

Selasa, 17 Januari 2017 26,4 35,8 28,6 27,4 Agak Panas

Kamis, 16 Maret 2017 26,5 34,8 26,8 27,3 Agak Panas

5 Alun- alun Mejayan

Minggu, 11 Desember 2016 26,8 32,3 28,0 26,8 Sejuk

Selasa, 17 Januari 2017 25,8 33,6 24,8 26,9 Sejuk

Kamis, 16 Maret 2017 24,4 33,8 24,8 26,6 Sejuk

6 Sempadan Kali Kembang Minggu, 11 Desember 2016 24,8 31,8 28,6 26,3 Sejuk

Selasa, 17 Januari 2017 23,8 30,4 24,8 25,8 Sejuk

Kamis, 16 Maret 2017 23,0 26,6 25,8 24,9 Agak Dingin

7 Lapangan Krajan

Minggu, 11 Desember 2016 24,6 31,0 25,2 26,1 Sejuk

Selasa, 17 Januari 2017 24,4 29,8 27,2 25,8 Sejuk

Kamis, 16 Maret 2017 24,2 30,6 25,0 26,0 Sejuk

Suhu rata- rata 24,8 31,7 26,9 26,3

(11)

Jenis tanaman yang terletak di Sempadan Kali Kembang termasuk dalam tingkatan jenis tanaman yang baik dalam penyerapan CO2. Jenis tanaman di Sempadan Kali Kembang antara lain Mangga (Mangifera indica) dan Angsana (Pterocarpus indicus), Beringin (Ficus benjamina), Lamtoro Gung (Leucaena leucocephala). Selain mampu menyerap CO2 yang baik tanaman tersebut mampu menghasilkan O2 dan H2O dalam jumlah yang besar(Nurisjah, 2005).

Adanya Ruang Terbuka Hijau juga erat kaitannya dengan banyaknya pohon yang rindang. Semakin banyak jumlah pohon yang rindang dalam suatu wilayah maka kualitas RTH nya akan baik (Masruroh, 2013). Dengan kondisi Ruang Terbuka Hijua yang baik, maka suhu udara yang berada di tempat tersebut akan lebih terasa sejuk. Hal ini dikarenakan tanaman mampu menyerap energi sinar matahari dan mampu menyerap CO2

untuk fotosintesis. Fotosintesis menghasilkan hasil O2 dan karbohidrat. O2 hasil fotosintesis menambah kandungan udara di sekitarnya sehingga, keadaan lingkungan menjadi lebih nyaman. Jumlah tanaman yang banyak dan rindang mampu menyerap energi sinar matahari dan menyerap CO2maka suhu udara di Sempadan Kali Kembang turun dan udara kaya O2.

Suhu rata-rata tertinggi pada pengukuran yang dilakukan selama 3 hari yaitu berada di Jalan Ahmad Yani. Hal ini disebabkan di Jalan Ahmad Yani penutup lahan hampir 90% berupa tanaman bunga bougenvile, pohon Tanjung sedangkan pohon besar ada 72 pohon, dengan diameter kanopi kurang lebih dari 3 m dalam pengamatan sepanjang 2075,9 m, kurang terdapat tutupan permukaan oleh tanaman perdu ataupun rumput karena struktur jalan berupa aspal dan sayap jalan berupa paving block sehingga proses penyerapan sinar matahari menjadi kurang maksimal.

Kondisi Ruang Terbuka Hijau yang kurang baik pada lokasi tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan suhu. Pada siang hari di lokasi tersebut, suhu udara sangat tinggi sehingga terasa panas dan pada sore hari suhu masih tetap tinggi. Penyebabnya, pada kawasan ini kurang adanya vegetasi yang dapat menyerap panas.

Hasil pengukuran suhu yang dimulai pukul 06.00-18.00 menunjukkan terjadi peningkatan suhu dan penurunan suhu. Terjadinya peningkatan suhu berada pada kisaran pukul 06.00-14.00 sedangkan penurunan suhu berada pada kisaran pukul 14.00-18.00.

Peningkatan dan penurunan suhu yang terjadi pada pukul tersebut karena dipengaruhi oleh radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi. Selain itu, Jalan Ahmad Yani

(12)

merupakan jalan arteri primer menuju ibukota provinsi yaitu Kota Surabaya dan menghubungkan Kota Solo. Sehingga sepanjang hari lalu lintas sangat padat di jalan tersebut.

C. Penutupan Lahan Kota Caruban

Analisis penutupan lahan dilakukan untuk mengetahui luas ketersediaan RTH, lokasi dan penyebarannya. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar analisis selanjutnya, serta sebagai dasar dalam melakukan penyusunan arahan pengembangan RTH. Berdasarkan kenampakan citra Ikonos dan survei lapang, penutupan lahan di Kota Caruban dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas (Gambar 4), yaitu:

1. Lahan bervegetasi pohon atau tanaman keras (17,75%)

2. Lahan bervegetasi semak, rumput, dan tanaman musiman (sawah/ladang) (48,84%) 3. Lahan kosong atau tidak bervegetasi (10,82%)

4. Lahan terbangun, baik berupa pemukiman, bangunan industri, bangunan infrastuktur, dan bentuk lainnya (22,59%).

Gambar 4. Komposisi Penutupan Lahan Kota Caruban Tahun 2016

Kawasan hijau di Kota Caruban secara umum membentuk pola terdistribusi tidak merata. Lahan bervegetasi pohon, yang dicirikan oleh tekstur yang kasar dan berwarna hijau tua sebagian membentuk pola memanjang (jalur) di sepanjang sungai, dan sebagian lainnya membentuk gerombol-gerombol kecil yang tidak saling terhubung. Lahan hijau

semak, rumput, tanaman semusim 48,84%

vegetasi pohon 17,75%

lahan terbangun

22,59%

lahan kosong 10,82%

(13)

yang lainnya berupa lahan bervegetasi semak, rumput, dan tanaman pertanian semusim membentuk pola menyebar atau terdistribusi secara tidak merata (Gambar 5).

(14)

Gambar 5. Peta Ruang Tutupan Lahan Kota Caruban

KOTA CARUBAN

(15)

Kegiatan pertanian di Kota Caruban pada umumnya tidak dilakukan secara intensif.

Kegiatan bercocok tanam lebih sering dilakukan pada saat musim penghujan saja, bahkan pada lahan yang berstatus sawah irigasi teknis. Sehingga lahan-lahan tersebut lebih sering tidak tergarap, ditumbuhi rumput dan belukar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, lahan pertanian tidak diklasifikasikan secara khusus. Adapun hasil analisis penutupan lahan secara rinci disajikan pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Klasifikasi dan Luas Penutupan Lahan Kota Caruban

Kelas Tutupan Lahan

Klasifikasi penutupan lahan (hektar)

Persentase Tutupan Lahan (%) Lahan bervegetasi pohon atau tanaman keras 93,40 17,75 Lahan bervegetasi semak, rumput, dan

tanaman musiman (sawah/ ladang) 256,91 48,84

Lahan kosong atau tidak bervegetasi 56,92 10,82

Lahan terbangun, baik berupa pemukiman, bangunan industri, bangunan infrastuktur, dan bentuk lainnya

118,86 22,59

Jumlah Total 526,09 100

(Hasil analisis, 2017)

Pada Tabel 7 dan Gambar 5 dapat terlihat bahwa wilayah Kota Caruban yang relatif didominasi oleh Lahan bervegetasi semak, rumput, dan tanaman musiman (sawah/

ladang) sebesar 256,91 hektar. Berdasarkan analisis visual, kawasan tersebut masih didominasi oleh lahan pertanian. Kegiatan pertanian di daerah tersebut ditunjang dengan oleh adanya saluran irigasi Kali Kembang. Selain itu di daerah tersebut masih banyak dijumpai pepohonan (tanaman berkayu) yang biasanya merupakan jalur hijau dan atau pohon yang tertanam di pekarangan penduduk bertepatan dengan jalan.

Pepohonan juga terlihat di beberapa tempat di sepanjang aliran Kali Kembang. RTH ini tidak membentuk jalur, namun lebih membentuk kelompok yang terpisah- pisah.

Sedangkan untuk lahan bervegetasi pohon atau tanaman keras sebesar 93,40 hektar dan Lahan terbangun, baik berupa pemukiman, bangunan industri, bangunan infrastuktur, dan bentuk lainnya sebesar 118,86 hektar serta lahan kosong tak bervegatsi seluas 56,92

(16)

hektar. Namun seiring dengan perkembangan penduduk Kota Caruban, lahan- lahan sawah di daerah ini banyak yang mulai dikonversi menjadi pemukiman.

D. Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah Kota Caruban

Dalam KTT Bumi II di Johannesburg, Afrika Selatan disepakati bahwa kota-kota harus menyediakan RTH minimal 30 persen dari luas kota untuk keseimbangan ekologis.

Artinya, penyediaan RTH untuk fungsi keseimbangan ekosistem berguna untuk penyediaan udara bersih, penyerapan karbondioksida sekaligus mengurangi efek rumah kaca dan pemanasan kawasan kota (urban heat island) (Hayati, 2013).

Wacana ini diaktualisasikan menjadi dasar hukum dengan dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam undang- undang tersebut, pada pasal 29 ayat (2) disebutkan bahwa “proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota”, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat.

Tujuan dari penyediaan RTH 30%, disebutkan pada penjelasan dari pasal tersebut yaitu “proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Berdasarkan standar tersebut maka wilayah Kota Caruban, yang memiliki luas 526,09 Hektar, harus memiliki RTH minimum seluas 157,83 Hektar, dengan luas RTH publik seluas 105,22 Hektar. Kebutuhan tersebut relatif tetap di tahun-tahun mendatang, kecuali terjadi perubahan luas wilayah administrasi.

Ketentuan selanjutnya dalam Undang- undang Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 29 ayat (3) adalah “Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota”. Tujuan dari penyediaan RTH publik sejumlah 20%

tersebut disebutkan pada penjelasan ayat 3 yaitu proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal 20 (dua puluh) persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.

Hal ini dapat dipahami karena RTH privat merupakan RTH yang sangat rawan terkonversi menjadi lahan terbangun, terutama karena alasan ekonomi dan pembangunan

(17)

infrastruktur. Hayati (2013) menyebutkan bahwa penampilan fisik kota dari waktu ke waktu terus berubah karena kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kota seiring pertambahan jumlah penduduk. Namun demikian, dengan adanya batasan administratif wilayah kota, pembangunan cenderung memanfaatkan lahan-lahan alami yang masih ada yang sebenarnya mempunyai fungsi-fungsi ekologis. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mempertahankan RTH agar tidak terkonversi. Salah satu caranya adalah dengan menetapkan RTH sebagai RTH publik. Secara rinci, sebaran kebutuhan RTH berdasarkan luas kelurahan/ desa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Caruban

Kelurahan/ Desa Luas (Ha) Kebutuhan RTH (Ha) tahun 2017

Publik Privat Total

Mejayan 274,66 54,93 27,47 82,40

Bangunsari 132,46 26,49 13,25 39,74

Krajan 71,89 14,38 7,19 21,57

Pandean 47,08 9,42 4,71 14,12

Jumlah 526,09 105,22 52,61 157,83

(Hasil analisis, 2017)

E. Kebutuhan RTH berdasarkan Jumlah Penduduk Kota Caruban

Berdasarkan ketentuan yang tersirat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk adalah 20 m2/ kapita. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk Kota Caruban pada tahun 2016 adalah 15.569 jiwa. Pada tahun 2017 Kota Caruban membutuhkan RTH seluas 157,83 Hektar. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk 5 tahun terakhir adalah 1,90% per tahun (BPS, 2016). Sampai sekarang belum ada program khusus dari pemerintah yang ditujukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Proyeksi jumlah penduduk untuk tahun 2021 dan 2026 dilakukan dengan mengalikan laju pertumbuhan dengan jumlah penduduk tahun 2016 lalu dikalikan 5 tahun, dan diperoleh perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2021 adalah 17.048 jiwa, dan tahun 2026 adalah 18.527 jiwa. Jumlah penduduk yang meningkat akan diiringi

(18)

dengan peningkatan kebutuhan RTH. Pada tahun 2021 dan 2026 kebutuhan RTH diproyeksikan meningkat menjadi 34,10 Hektar dan 37,05 Hektar (Tabel 9). Sesuai dengan jumlah penduduk pada tiap kelurahan/ desa, kebutuhan RTH tertinggi dimiliki oleh Desa Mejayan, sedangkan yang terendah adalah Kelurahan Pandean.

Tabel 9. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk pada 3 periode waktu (tahun) Kelurahan/ Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan RTH (Ha)

2016 2021 2026 2016 2021 2026

Mejayan 4.960 5.431 5.902 14,88 16,29 17,71

Bangunsari 4.222 4.623 5.024 12,67 13,87 15,07

Krajan 4.308 4.717 5.127 12,92 14,15 15,38

Pandean 2.079 2.277 2.474 6,24 6,83 7,42

Jumlah 15.569 17.048 18.527 46,71 51,14 55,58 (Hasil Analisis, 2017)

F. Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen di Kota Caruban

Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan merupakan paru-paru kota. Tanaman sebagai unsur utama RTH, merupakan produsen oksigen yang sangat dibutuhkan oleh berbagai aktivitas kehidupan perkotaan. Oksigen yang dihasilkan kemudian akan dikonsumsi oleh manusia. Dengan demikian, kebutuhan akan RTH dapat ditentukan dengan pendekatan kebutuhan oksigen.

Besarnya RTH yang dibutuhkan diperhitungkan berdasarkan kontribusi oksigen oleh tanaman dengan melihat kebutuhan akan oksigen yang digunakan oleh manusia. Metode perhitungan kebutuhan RTH ini menggunakan rumus Gerakis Purwatik (2014) yang mengasumsikan kontribusi oksigen hanya dari tanaman.

Kebutuhan Oksigen untuk Manusia

Menurut Pancawati (2010), manusia mengoksidasi 3.000 kalori per hari dari makanannya, menggunakan 600 liter oksigen dan menghasilkan sekitar 450 liter karbondioksida. Secara normal, manusia membutuhkan 600 liter oksigen atau setara dengan 864 gram oksigen setiap hari. Menggunakan metode proyeksi jumlah penduduk pada pembahasan sebelumnya, diketahui jumlah penduduk Kota Caruban pada tahun 2021 adalah 17.048 jiwa, dan tahun 2026 adalah 18.527 jiwa. Perkalian jumlah penduduk

(19)

dengan standar kebutuhan oksigen per jiwa, maka jumlah kebutuhan oksigen untuk manusia di Kota Caruban dapat diketahui. Tahun 2016 kebutuhan oksigen manusia di Kota Caruban adalah 15.569 jiwa dikali 0,864 kg/ jiwa/ hari, atau sama dengan 13.451,62 kilogram/ hari. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan oksigen pada tahun 2021 dan 2026, meningkat menjadi 14.729,52 dan 16.007,42 kilogram/ hari. Tabel 10 menyajikan data lengkap proyeksi jumlah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia berdasarkan Desa/ Kelurahan di Kota Caruban.

Tabel 10. Kebutuhan Oksigen untuk Manusia di Kota Caruban pada 3 periode waktu (tahun).

(Hasil Analisis, 2017)

Setelah diketahui kebutuhan oksigen bagi manusia dan wilayah, maka dengan menggunakan rumus Gerakis dapat dihitung kebutuhan RTH di Kota Caruban. Tabel 11 menyajikan rangkuman kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen di Kota Caruban.

Tabel 11. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Caruban Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Manusia.

(HasilAnalisis, 2017) Kelurahan

/ Desa

Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Oksigen (Kg/ hari)

2016 2021 2026 2016 2021 2026

Mejayan 4.960 5.431 5.902 4.285,44 4.692,56 5.099,67 Bangunsari 4.222 4.623 5.024 3.647,81 3.994,35 4.340,89 Krajan 4.308 4.717 5.127 3.722,11 4.075,71 4.429,31 Pandean 2.079 2.277 2.474 1.796,26 1.966,90 2.137,54 Jumlah 15.569 17.048 18.527 13.451,62 14.729,52 16.007,42

Desa/

Kelurahan

Kebutuhan O2(kg/ hari) Kebutuhan RTH (Ha)

2016 2021 2026 2016 2021 2026

Mejayan 4.285,44 4.692,56 5.099,67 42,33 46,35 50,37 Bangunsari 3.647,81 3.994,35 4.340,89 36,03 39,45 42,87 Krajan 3.722,11 4.075,71 4.429,31 36,76 40,25 43,75 Pandean 1.796,26 1.966,90 2.137,54 17,74 19,43 21,11 Jumlah 13.451,62 14.729,52 16.007,42 132,86 145,48 158,10

(20)

G. Kebutuhan Pohon Kota Caruban

Perhitungan dengan metode Gerakis pada dasarnya menghitung kebutuhan RTH yang berupa tegakan pohon sebagai produsen oksigen (hutan kota). Kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen di Kota Caruban sebesar 132,86 Hektar, sedangkan jumlah RTH yang bervegetasi pohon di Kota Caruban berdasarkan tutupan lahan sebesar 93,40 Hektar (17,75% dari luas wilayah). Survei lapangan sangat diperlukan untuk mengevaluasi hasil pencitraan satelit yang menghasilkan peta tutupan lahan. Pengecekan lapangan tersebut dilakukan dengan pengambilan data-data primer serta dilakukan wawancara pada instansi terkait. Tabel 12 menunjukkan hasil analisis data yang diperoleh dari lapangan dengan peta tutupan lahan, tabel 13 merupakan selisih dari keduanya.

(21)

Tabel 12. Perbedaan Luas berdasarkan Peta Tutupan Lahan dengan Hasil Pengecekan Lapangan Desa/

Kelurahan

Luas Wilayah

Luas berdasarkan Peta Tutupan Lahan (ha) Pengecekan Lapangan (ha) Lahan

bervegetasi keras/

pohon

Lahan bervegetasi

semak, rumput,

sawah

Lahan kosong

Lahan terbangun

Lahan bervegetasi

keras/

pohon

Lahan bervegetasi

semak, rumput,

sawah

Lahan kosong

Lahan terbangun

Mejayan 274,66 57,81 148,90 39,42 28,53 54,55 171,23 32,06 16,82

Bangunsari 132,46 19,15 42,50 8,40 62,41 17,04 49,8 7,84 57,78

Krajan 71,89 8,32 32,32 7,56 23,69 7,88 41,4 6,36 16,25

Pandean 47,08 8,12 33,19 1,54 4,23 7,73 31,09 2,1 6,16

Jumlah 526,09 93,40 256,91 56,92 118,86 87,20 293,52 48,36 97,01

(Hasil Analisis, 2017)

Tabel 13. Selisih Luas antara Peta Tutupan Lahan dengan Hasil Pengecekan Lapangan Kelas

Tutupan

Hasil

Lahan bervegetasi keras/ pohon

Lahan bervegetasi semak, rumput,

sawah

Lahan kosong Lahan terbangun

Luas RTH berdasarkan Peta Tutupan Lahan (ha)

93,40 256,91 56,92 118,86

Pengecekan Lapangan (ha) 87,20 293,52 48,36 97,01

Selisih (ha) -6,20 36,61 -8,56 -21,85

(Hasil Analisis, 2017)

(22)

Data tersebut menunjukkan, hasil peta tutupan lahan sebaiknya dilakukan pengecekan ulang lapangan disertai data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, untuk keakuratan data yang diperoleh. Secara kuantitas, luas RTH eksisting di Kota Caruban masih mencukupi. Namun secara kualitas, kebutuhan ini belum tentu terpenuhi. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk pada dasarnya bertujuan memberikan kenyamanan lingkungan bagi warga (Pancawati, 2010).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, yang termasuk dalam kategori RTH ini adalah; taman umum pada berbagai tingkat hierarki (Taman Rukun Tetangga hingga Taman Kota), hutan kota, Taman Pemakaman Umum (TPU), jalur hijau sempadan rel, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengaman sumber air baku/ mata air.

Berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dan hasil pengecekan lapangan, RTH di Kota Caruban sebesar 87,20 Hektar.

Ketersediaanya baik di tingkat kota maupun beberapa kelurahan belum dapat memenuhi kebutuhan (Tabel 14). Hasil analisis menunjukkan kekurangan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen sebesar 45,66 hektar Tabel 14 merupakan luasan jenis- jenis RTH di tiap Desa/ Kelurahan.

(23)

Tabel 14. Kecukupan Kebutuhan RTH Di Kota Caruban

Desa/

Kelurahan

Jenis RTH (ha) TPU Taman Jalur Hijau

Jalan

Sepadan

Sungai Lapangan Jumlah Kebutuhan

RTH Selisih

Mejayan 12 4,31 7,45 24,74 6,05 54,55 42,33 12,22

Bangunsari 6,3 2,3 2,36 4,48 1,6 17,04 36,03 -18,99

Krajan 4,2 - 1,87 0,31 1,5 7,88 36,76 -28,88

Pandean 5 1,4 1,18 0,15 - 7,73 17,74 -10,01

Total 27,5 8,01 12,86 29,68 9,15 87,20 132,86 -45,66

(Hasil Analisis, 2017)

(24)

kebutuhan osigen yang dibutuhkan sebesar 132,86 hektar, sehingga kekurangan RTH berdasarkan oksigen sebesar 45,66 hektar. Tingginya kebutuhan luasan RTH merupakan indikasi bahwa perluasan RTH tidak dapat menjadi solusi tunggal dalam masalah ketercukupan oksigen bagi Kota Caruban. Namun demikian, peningkatan kualitas udara tetap harus diupayakan, antara lain dengan menambah jumlah tegakan pohon. Ketersediaan pohon yang ada di Kota Caruban sebanyak 6320 batang pohon.

Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-unsur iklim yang ada di sekitarnya misalnya suhu, kelembapan, angin dan curah hujan, serta menentukan kondisi iklim setempat dan iklim mikro (Hayati, 2013).

Iklim mikro terbentuk di dalam suatu tegakan hutan kota. Elemen iklim mikro dalam hal ini adalah suhu, kelembapan relatif, intensitas cahaya serta arah dan kecepatan angin (Tauhid, 2008). Proses metabolisme atau fisiologis tumbuhan memiliki efek terhadap suhu udara lingkungan sekitarnya.

Menurut Tauhid (2008), proses ekofisiologi yang menyebabkan terbentuknya iklim mikro adalah proses transpirasi dan evaporasi. Zoer’aini (2005) menyatakan bahwa evaporasi merupakan pertukaran antara panas laten dan panas yang terasa (sensibel). Udara sekitar akan kehilangan panas karena terjadinya evaporasi yang menyebabkan suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk. Proses evaporasi (proses fisis perubahan cairan menjadi uap) dari permukaan tanamandisebut transpirasi.

Tauhid (2008) menjelaskan, bahwa penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama untuk menjaga stabilitas suhu tumbuhan). Transpirasi akan menggunakan sebagian besar air yang berhasil diserap tumbuhan dari tanah.

Setiap gram air yang diuapkan akan menggunakan energi sebesar 580 kalori. Karena besarnya energi yang digunakan untuk menguapkan air pada proses transpirasi ini, maka hanya sedikit panas yang tersisa yang akan dipancarkan ke udara sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan suhu udara di sekitar tanaman tidak meningkat secara drastis pada siang hari.

Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara di bawahnya kira-kira 3,5 oC pada siang hari yang terik. Proses fisiologis yang ikut berperan menciptakan iklim mikro dan berjalan secara simultan dengan transpirasi adalah proses fotosintesis.

(25)

oksigen setiap hari, maka dapat dihitung jumlah batang pohon yang dapat mencukupi kebutuhan oksigen Kota Caruban (Tabel 15).

Tabel 15. Jumlah Pohon yang Dibutuhkan untuk Memenuhi Kebutuhan Oksigen di Kota Caruban.

(Hasil Analisis, 2017)

Pemerintah Kabupaten Madiun sejak tahun 2007 telah mulai mengupayakan penghijauan melalui Program Adipura. Dengan rincian menanam 3500 pohon jenis Eucaliptus, Trembesi, Palem Raja, Kepuh, Tanjung, Beringin, Angsana, Pucuk merah dan Mangga. Lokasi penanamannya tersebar Ruang Terbuka Hijau Publik di tiap Desa/ Kelurahan. Dengan maksud area tersebut merupakan area publik yang digunakan untuk penilaian Program Adipura untuk Kategori Kota Kecil. Berikut jumlah pohon yang ditanam melalui program Adipura berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup tahun 2016 dan hasil survei lapangan di 1 Desa dan 3 Kelurahan.

Tabel 16. Jumlah Pohon yang ada di RTH tiap Desa/ Kelurahan pada Tahun 2016

(Hasil analisis, 2017) Desa/

Kelurahan

Kebutuhan Oksigen (kg/hari) Kebutuhan pohon (batang)

2016 2021 2026 2016 2021 2026

Mejayan 4.285,44 4.692,56 5.099,67 2.506 2.744 2.982

Bangunsari 3.647,81 3.994,35 4.340,89 2.133 2.336 2.539

Krajan 3.722,11 4.075,71 4.429,31 2.177 2.383 2.590

Pandean 1.796,26 1.966,90 2.137,54 1.050 1.150 1.250

Jumlah 13.451,62 14.729,52 16.007,42 7.866 8.614 9.361

Desa/

Kelurahan

Jumlah Pohon (batang)

TPU Taman

Jalur Hijau Jalan

Sepadan

Sungai Lapangan Jumlah

Mejayan 804 200 248 558 275 2.085

Bangunsari 632 306 327 375 126 1.766

Krajan 499 - 375 141 275 1.290

Pandean 584 220 290 85 - 1.179

Total 2.519 726 1.240 1.159 676 6.320

(26)

2.519 batang pohon dan paling sedikit di lapangan sejumlah 676 batang pohon, Pemerintah Kabupaten telah menanam 3.500 batang sejak tahun 2007 untuk Program Adipura dengan sisa 2.820 merupakan pohon yang sudah ditanam terlebih dahulu sebelum program adipura tersebut. Jumlah pohon yang ditanam oleh pemerintah Kabupaten Madiun untuk Kota Caruban masih tetap belum mencukupi jumlah kebutuhan pohon. Kekurangan ini dari tahun ke tahun akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.

Tabel 15 menunjukkan pada tahun 2017 kebutuhan pohon berdasarkan oksigen sebanyak 7.866 batang pohon, sampai saat ini pohon yang ada sejumlah 6.320 pohon, sehingga dibutuhkan 1.546 batang pohon. Daya tampung Kota Caruban sebanyak 7.866 batang pohon dengan equivalen produksi oksigen sebesar 13.451,62 kg/ hari untuk memenuhi kebutuhan oksigen penduduk sejumlah 15.569 jiwa, sedangkan daya dukung RTH Kota Caruban hanya tersedia 6.320 batang pohon.

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang serikat pekerja/serikat buruh mengatur tentang perlindungan pekerja/buruh dalam berorganisasi melalui serikat pekerja/serikat buruh dalam Pasal 28 yang

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah yang disingkat dengan BAPEDALDA adalah Badan Pemerintah yang menjadi pembahasan pokok dalam penelitian ini disamping badan-badan

Mitra Priangan dan petani merasa perlu untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan kedua pihak dapat tercapai dan resiko

Orang muda sebenarnya mengalami kekurangan tidur, sehingga banyak diantara mereka yang tertidur di kelas atau terkantuk-kantuk di kantor.Penelitian ini bertujuan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Tim Penelitian Uji

Perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal digambarkan dari berbagai hal berikut; Menurut Piaget tahap ini anak berada pada pra operasional kongkret tahap symbolic

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian pertamakali untuk mengungkap kekayaan jenis herpetofauna di Petungkriyono dari tanggal 10 Juli 2009 hingga 21 Juli 2009.. Daerah

Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Republik