• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH AGING 140 o C, 160 o C, 180 o C, DAN 200 o C SELAMA 3 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM PADUAN TEMBAGA 2,5%

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH AGING 140 o C, 160 o C, 180 o C, DAN 200 o C SELAMA 3 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM PADUAN TEMBAGA 2,5%"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH AGING 140 oC, 160 oC, 180 oC, DAN 200 oC SELAMA 3 JAM TERHADAP SIFAT MEKANIS ALUMINIUM PADUAN TEMBAGA 2,5%

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Diajukan oleh:

STEPANUS DHIPA ABHIRAMA NIM : 145214019

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2018

i

(2)

THE EFFECT OF AGING 140 oC, 160 oC, 180 oC, AND 200 oC DURING 3 HOURS TOWARDS MECHANICAL PROPERTIES

OF ALUMINIUM 2,5 % COPPER ALLOY FINAL PROJECT

As Partial Fulfillment of the Requirement

To Obtained The Sarjana Teknik Degree In Mechanical Engineering

By

STEPANUS DHIPA ABHIRAMA Student Number: 145214019

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2018

ii

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Tujuan ... 2

1.5 Manfaat ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II DASAR TEORI 2.1 Aluminium ... 5

2.2 Sifat-sifat Aluminium ... 5

2.3 Paduan Aluminium ... 7

2.3.1 Paduan Aluminium (Al)-Tembaga (Cu) ... 7

2.3.2 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium ... 8

2.4 Pengujian Tarik ... 9

2.5 Pengujian Kekerasan ... 12

2.5.1 Pengujian Kekerasan Brinell ... 13

xi

(12)

2.5.2 Pengujian Kekerasan Rockwell ... 15

2.5.3 Pengujian Kekerasan Vikers ... 17

2.6 Heat Treatment ... 19

2.6.1 Perlakuan Panas Aluminium Paduan ... 20

2.7 Tinjauan Pustaka ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur ... 25

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 26

3.2.1 Bahan penelitian ... 26

3.2.2 Alat Penelitian ... 26

3.3 Metode Persiapan Pengecoran Aluminium Paduan Tembaga ... 34

3.4 Metode Peleburan dan Pengecoran Aluminium Paduan Tembaga ... 34

3.5 Pembuatan Spesimen ... 35

3.5.1 Spesimen Uji Tarik ... 35

3.5.2 Spesimen Uji Kekerasan ... 37

3.6 Pengambilan Spesimen ... 37

3.7 Metode Aging ... 37

3.8 Metode Pengujian Spesimen ... 38

3.8.1 Pengujian Kekerasan ... 38

3.8.2 Pengujian Tarik ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Aluminium Paduan Tembaga ... 40

4.1.1 Data Penelitian Uji Kekerasan ... 41

4.1.2 Data Penelitian Uji Tarik ... 43

4.2 Pembahasan ... 44

4.2.1 Pembahasan Pengujian Kekerasan ... 45

4.2.2 Pembahasan Pengujian Tarik ... 46

xii

(13)

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 48 5.2 Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA ... 50 LAMPIRAN

xiii

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium (Al) ... 6

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium ... 6

Tabel 4.1 Rata-rata Diameter Pijakan Setiap Titik ... 42

Tabel 4.2 Nilai Rata-rata BHN Material Al-Cu 2,5% ... 42

Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Kekuatan Tarik Material Al-Cu 2,5% ... 44

xiv

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Cu ... 7

Gambar 2.2 Hubungan Tegangan dan Regangan ... 11

Gambar 2.3 Alat uji tarik ... 12

Gambar 2.4 Proses uji kekerasan dengan alat uji Rockwell ... 16

Gambar 2.5 Metode Uji Kekerasan Rockwell ... 17

Gambar 2.6 Proses uji kekerasan dengan alat uji Vikers ... 19

Gambar 2.7 Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu ... 21

Gambar 2.8 Al-Mg dengan kadar Mg kurang dari 17,1 % ... 22

Gambar 2.9 Diagram Fasa Al-Si ... 22

Gambar 2.10 Diagram paduan Al-Cu ... 23

Gambar 3.1 Diagram Alur ... 25

Gambar 3.2 Aluminium ... 26

Gambar 3.3 Tembaga ... 26

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik ... 27

Gambar 3.5 Mesin Uji Kekerasan Brinell ... 27

Gambar 3.6 Mesin Bubut ... 28

Gambar 3.7 Tabung Gas ... 28

Gambar 3.8 Kompor ... 29

Gambar 3.9 Gergaji ... 29

Gambar 3.10 Tang Jepit ... 30

Gambar 3.11 Kowi ... 30

Gambar 3.12 Stopwatch ... 31

Gambar 3.13 Palu ... 31

Gambar 3.14 Kikir ... 31

Gambar 3.15 Oven ... 32

Gambar 3.16 Kunci Pas ... 32

Gambar 3.17 Cetakan Uji Tarik ... 33

xv

(16)

Gambar 3.18 Cetakan Uji Kekerasan ... 33

Gambar 3.19 Thermocouple ... 33

Gambar 3.20 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar ... 35

Gambar 3.21 Spesimen Standar ASTM A370 ... 36

Gambar 3.22 Spesimen setelah dicetak ... 36

Gambar 3.23 Spesimen Uji Tarik ASTM A370 ... 36

Gambar 3.24 Spesimen Uji Kekerasan ... 37

Gambar 4.1 Komposisi Aluminium ... 40

Gambar 4.2 Grafik Kekerasan (BHN) Material Al-Cu 2,5% ... 45

Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Kekuatan Tarik (MPa) Material Al-Cu 2,5% .... 46

Gambar 4.4 Grafik Rata-rata Regangan (Ԑ) Material Al-Cu 2,5% ... 47

xvi

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar-gambar grafik tegangan regangan ... 51 Lampiran 2 Sertifikat Komposisi Aluminium ... 57

xvii

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengecoran logam merupakan salah satu teknologi manufaktur tertua dan sampai saat ini masih banyak dimanfaatkan didalam industri karena mampu memproduksi komponen-komponen yang rumit dan sangat ekonomis. Hal ini menyebabkan proses pengecoran berperan penting dalam industri manufaktur.

Aluminium (Al) merupakan jenis logam non ferro yang memiliki sifat kuat, ringan dan tahan korosi yang baik. Penggunaan aluminium khususnya di dunia permesinan dan industri baik industri kecil maupun industri besar untuk menunjang proses fabrikasi telah banyak diterapkan oleh berbagai perusahaan material.

Aluminium digunakan dalam bidang yang luas, bukan hanya untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut dan konstruksi-konstruksi yang lain. Namun kekuatan dari aluminium murni tidak sebaik logam-logam lainnnya. Hal ini dapat diatasi dengan memadukan aluminium dengan logam-logam lainnya seperti: Tembaga (Cu), Mangan (Mg), Silicon (Si), dan sebagainya. Paduan aluminium dapat menghasilkan coran yang baik. Paduan aluminium dan tembaga memiliki kekerasan dan kekuatan tarik yang baik.

Material-material yang terdapat didunia permesinan dan industri tentunya sering kali juga mendapatkan perlakuan khusus. Material-material yang mendapatkan perlakuan khusus misalnya dilakukan perlakuan normalizzing, aging, heat treatment. Perlakuan khusus tersebut dimaksudkan agar material-material tersebut kembali kefase awal dan selain itu juga agar sifat kekerasannya menjadi tinggi. Aging merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan pada suatu bahan atau material-material untuk meningkatkan sifat kekerasannya dengan cara mengkombinasikan antara pemanasan diatas suhu kamar dengan waktu pemanasan.

1

(19)

2

Penelitian ini dilaksanakan secara berkelompok. Dalam kelompok ini penulis melakukan pengujian 2,5 % tembaga yang dicampur dengan aluminium pada saat proses pengecoran. Proses pengecoran dan pengujian spesimen aluminium paduan akan dilakukan di Laboratorium Material Teknik, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. Spesimen aluminium paduan ini akan dilakukan pengujian tarik dan pengujian kekerasan. Sebelum spesimen diuji, spesimen tersebut akan mendapat perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180oC dan 200 oC selama 3 jam.

1.1 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh aluminium paduan tembaga 2,5 % yang mendapat perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200oC selama 3 jam terhadap kekuatan tarik?

2. Bagaimana pengaruh aluminium paduan tembaga 2,5 % yang mendapat perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200oC selama 3 jam terhadap kekerasan?

1.2 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang ada di dalam penelitian ini adalah:

1. Bahan yang diuji adalah aluminium paduan tembaga 2,5 % yang mendapat perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200

oC selama 3 jam.

2. Pengujian yang dilakukan adalah uji tarik dan uji kekerasan.

3. Pengujian dilakukan di Laboratorium Material Teknik, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh aluminium paduan tembaga 2,5 % yang mendapat perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC selama 3 jam terhadap kekuatan tarik.

(20)

2. Mengetahui pengaruh aluminium paduan tembaga 2,5 % yang mendapat perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC selama 3 jam terhadap kekerasan.

1.4 Manfaat

Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:

1. Dengan penelitian ini dapat menerapkan ilmu dari teori yang dipelajari dengan praktek langsung dalam pengecoran aluminium.

2. Mampu memberi pengetahuan tentang hasil penelitian aluminium paduan tembaga yang telah dilakukan guna referensi penelitian selanjutnya.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari proposal skripsi ini adalah:

1. BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini akan dibahas tentang pengetahuan singkat aluminium dan tembaga serta mengetahui alasan dan latar belakang untuk tugas akhir, tujuan dan manfaat tugas akhir dan rumusan masalah serta batasan masalah tugas akhir.

2. BAB II Dasar Teori

Dalam bab ini akan dibahas pengetahuan secara mendalam tentang aluminium dan tembaga serta sejarah awal mula ditemukannya aluminium. Dalam bab ini juga dibahas mengenai sifat dan karakteristik dari alumunium dan paduannya.

3. BAB III Metodologi Penelitian

Dalam bab ini akan dibahas diagram alur penelitian, langkah-langkah penelitian, alat dan bahan penelitian.

4. BAB IV Pembahasan

Dalam bab ini dibahas hasil dari penelitian yang sudah dilakukan dengan metode penelitian yang telah disusun.

(21)

4

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Dalam bab ini dibahas point-point yang dianggap penting dari keseluruhan hasil dari penelitian.

(22)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Aluminium

Aluminium (Al) ditemukan pada tahun 1825 oleh ahli fisika dari Denmark yaitu Hans Christian Oersted. Tahun 1827 aluminium diakui secara pasti oleh F. Wohler.

Biji utama pembuatan aluminium ini adalah bauksit. Penggunaan aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka kapal terbang, mobil dan berbagai produk peralatan rumah tangga.

Aluminium adalah unsur kimia dengan nomor atom 13 dan massa atom 26,9815. Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 dapat meluruhkan sinar dengan waktu paruh 105 tahun. Aluminium berwarna putih keperakan, mempunyai titik lebur 659,7oC dan titik didih 2.057oC serta berat jenisnya 2,699 gr/cm3 (pada temperatur 20oC). Alumunium adalah unsur terbanyak ketiga yang ditemukan dibumi setelah oksigen dan silikon. Jumlahnya sekitar 7,6%

dari berat kerak bumi. Aluminium mudah dilengkungkan dan dibuat mengkilat, serta larut dalam asam klorida dan asam sulfat berkonsentrasi diatas 10% tetapi tidak larut dalam asam organik.

2.2 Sifat–sifat Aluminium

Aluminium mempunyai sifat keuletan yang tinggi maka menyebabkan logam tersebut mudah dibentuk dan mempunyai sifat bentuk yang baik. Aluminium juga mempunyai sifat tahan korosi karena merupakan kelompok logam non ferro dan mempunyai kerapatan yang tinggi, penghantar panas dan listrik yang baik.

Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi sekitar 60% dari daya hantar tembaga dan tidak beracun. Aluminium juga mempunyai sifat mudah berbentuk (formability) yaitu dapat dibentuk dengan mudah.

Aluminium juga mempunyai sifat mudah ditempa (machinability) yang memungkinkan aluminium dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis. Titik lebur

5

(23)

6

aluminium relatif rendah yaitu 660oC sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan biaya operasional lebih murah.

Aluminium juga mempunyai kekurangan yaitu kekuatan dan kekerasan yang rendah dibandingkan dengan logam lain seperti besi dan baja.

Tabel 2.1 menunjukan sifat-sifat fisik Al dan Tabel 2.2 menunjukkan sifat- sifat mekanik aluminium.

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium

Sifat-sifat Kemurnian Al (%))

99,996 >99,0

Masa jenis (20°C) 2,6989 2,71

Titik cair 660,2 653-657

0,2226 0,2297

Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)

Tahanan listrik koefisien temperatur (/°C)

0,00429 0,0115

Koefisien pemuaian (20-100°C) 23,86 x 10-6

23,5 x 10- Jenis kristal , konstanta kisi fcc, a = 4,013 kX fcc, a = 4,04

kX (Sumber: Surdia , T., Saito, S.: PengetahuanBahan Teknik, 135)

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium

Sifat-sifat

Kemurnian

99.996 >99.0

Dianil 75% dirol dingin

Dianil H18

Kekuatan tarik (kg/mm2) 4.9 11.6 9.3 16.9

Kekuatan mulur (0.2%) (kg/mm2) 1.3 11.0 3.5 14.8

Perpanjangan (%) 48.8 5.5 35 5

Kekerasan Brinell 17 27 23 44

(Sumber: Surdia , T., Saito, S.: Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

(24)

2.1 Paduan Aluminium

2.1.1 Paduan Aluminium (Al)-Tembaga (Cu)

Paduan aluminium (Al)-tembaga (Cu) sering diaplikasikan hanya berkisar 2%-6% tembaga. Karena pada fase paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan dan mudah terjadi keretakan. Gambar 2.1. menunjukkan diagram fase aluminium tembaga.

Gambar 2.1. Diagram Fasa Al-Cu (Sumber: Sidney, H.A., 1974)

Kelarutan maksimum dari tembaga pada alumunium adalah 5,65% pada 1018oF. Suhu 572oF kelarutannya turun menjadi 0,45%. Paduan yang mengandung tembaga 2,5-5% dapat mengalami perlakuan panas dengan pengerasan penuaan.

Fase theta (ș) adalah fase menengah paduan yang komposisinya mendekati senyawa CuAl2. Perlakuan kelarutan dilakukan dengan memanaskan paduan pada daerah fase tunggal kappa (K) yang diikuti dengan pendinginan secara cepat. Penuaan selanjutnya baik alami maupun buatan akan mengakibatkan presipitasi pada fase (ș) sehingga memperkuat paduan tersebut. Paduan ini mungkin mengandung sejumlah kecil silicon, besi, magnesium, mangan serta seng.

(25)

8

2.1.2 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium

Unsur paduan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat paduan aluminium paduan, sebagai contoh tembaga.

Aluminium banyak digunakan karena mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan dengan logam yang lainnya, antara lain:

1. Ringan (massa jenisnya 2,4 g/cm3 sampai 2,7 g/cm3 2. Temperature cair yang rendah

3. Ketahanan terhadap korosi

4. Sifat mekanik yang bervariasi (kekuatan, kekerasan dan keuletan) 5. Mampu bentuk yang baik

6. Mampu mesin yang baik 7. Mampu cor yang baik

Paduan aluminium cor merupakan paduan yang banyak dipakai dan mempunyai kegunaan yang luas. Faktor-faktor yang menguntungkan adalah:

1. Sifat mampu alir yang baik

2. Temperature cair yang rendah (660oC)

3. Perpindahan panas yang cepat dari logam cair kecetakan 4. Tidak rentan terhadap cacat

5. Mempunyai kestabilan yang baik 6. Permukaan coran yang halus

7. Mempunyai nilai dekoratif dan arsitektual yang baik 8. Mempunyai ketahanan korosi yang baik

9. Tidak beracun 10. Harga lebih murah

Tembaga merupakan logam yang banyak digunakan karena ketersediaan dan sifat-sifat yang dimilikinya, yaitu:

1. Sifat mampu dibentuk

(26)

2. Daya hantar listrik yang baik 3. Konduktivitas panas yang baik 4. Ketahanan korosi yang baik

5. Mempunyai massa jenis sekitar 8,9 g/cm3 6. Modulus elastisitas 115 Gpa

7. Temperature cair 1083 oC

Penambahan unsur-unsur paduan seperti Zn, Sn, Be, Al, Pb, Mn, Ni, dan Fe bertujuan untuk meningkatkan kekuatan tarik dan kekerasan. Pengaruh pemaduan pada paduan tembaga yaitu:

Kelebihan:

1. Meningkatkan kekuatan tarik 2. Menaikkan kekerasan

3. Meningkatkan ketahanan aus Kekurangan:

1. Menurunkan daya tahan korosi 2. Mengurangi keuletan bahan

3. Menurunkan kemampuan dibentuk dan dirol 2.4 Pengujian Tarik

Uji tarik merupakan salah satu pengujian destruktif (pengujian yang bersifat merusak benda uji). Pengujian dilakukan dengan memberikan beban tarik pada beban uji secara perlahan-lahan sampai putus. Maka akan terlihat batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas diukur dari benda uji. Pelaksanaan pengujian sebagai berikut:

• Ukuran dan nomor benda uji dicatat.

• Benda uji dipasang pada grip (penjepit) atas dan bawah pada mesin uji, dan dinaikan atau diturunkan grip bawah dengan kecepatan sedang sehingga

(27)

10

penjepitan benda uji dalam posisi yang tepat. Kedudukan benda uji harus vertikal dan setelah itu kedua penjepit dikencangkan secukupnya.

• Power printer dihidupkan dan kertas mili meter blok dipasang pada printer.

• Mesin dijalankan dan catat angka yang ditampilkan pada data display sampai benda uji patah.

Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang disertai pengecilan penampang benda uji. Dari data yang diperoleh dari pengujian tarik, dapat dilakukan perhitungan untuk cari nilai dari tegangan maksimum dan regangan dari benda uji tersebut, perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

1. Kekuatan Tarik :

𝜎𝜎𝑢𝑢 = 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑚𝑚𝑚𝑚� 2 ... (2.1) dimana:

𝜎𝜎𝑢𝑢 = Ultimate tensile strength atau kekuatan tarik maksimum (kg/mm2) Pmax = Beban maksimal (kg)

A = Luas penampang mula–mula (mm2) 2. Regangan :

𝜀𝜀 = 𝐿𝐿−𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑥𝑥 100% = ∆𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑥𝑥 100% ... (2.2) dimana:

𝜀𝜀 = Regangan

Lo = Panjang ukur awal (mm) 𝐿𝐿 = Panjang ukur akhir (mm)

∆𝐿𝐿 = Pertambahan panjang (mm)

Semakin besar panjang ukur, semakin besar pula nilai regangan karena pertambahan panjang akan semakin besar, dan rumus dari regangan sendiri berbanding lurus dengan berubahan panjang dan berbanding terbalik dengan panjang ukur awal benda uji. Pengujian tarik akan dilakukan untuk setiap bahan.

Dari pengujian tarik dapat disimpulkan sifat mekanik dari suatu bahan yaitu:

(28)

a. Semakin tinggi kemampuan kekuatan tarik suatu bahan maka akan lebih kuat juga bahan tersebut dapat menerima kekuatan tarik, namun semakin rendah kemampuan kekuatan tarik suatu bahan maka akan lebih lemah bahan dapat menerima kekuatan tarik.

b. Semakin tinggi regangan maka bahan tersebut semakin mudah dibentuk, dan sebaliknya semakin kecil regangan maka bahan tersebut akan sulit dibentuk.

Gambar 2.2. menunjukkan grafik hubungan antara tegangan (stress) dan regangan (strain). Melalui grafik ini dapat dijelaskan bahwa grafik tegangan dan regangan merupakan gambaran karakteristik suatu bahan yang mengalami tarikan.

Grafik tegangan dan regangan dapat diamati bahwa sesudah garis linear muncul daerah luluh dan selanjutnya garis membentuk lengkungan sampai putus. Garis melengkung inilah merupakan modulus elastisitas.

Gambar 2.2. Hubungan Tegangan dan Regangan (Sumber: www.alatuji.com/article/detail/2/uji-tarik)

Gambar 2.3. adalah alat uji tarik yang akan digunakan dalam pengujian spesimen. Berdasarkan gambar alat uji tarik tersebut dapat dilihat bahwa pengujian ini dilakukan pada spesimen atau benda uji yang dimaksudkan untuk mengetahui kegetasan atau keuletan dari suatu benda uji dengan cara ditarik.

(29)

12

Gambar 2.3. Alat uji tarik

(Sumber:http://www.infometrik.com/wp-content/uploads/2009/09/image0011.jpg) 2.5 Pengujian Kekerasan

Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi pada daerah lokal dan permukaan material. Khusus untuk logam deformasi yang dimaksud adalah deformasi plastis. Pengertian kekuatan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis secara global. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Kekuatan suatu material berbanding lurus dengan kekerasannya, semakin keras suatu material maka semakin kuat material tersebut.

Didalam aplikasi manufaktur, material dilakukan pengujian dengan dua pertimbangan yaitu untuk mengetahui karakteristik suatu material baru dan melihat mutu untuk memastikan suatu material memiliki spesifikasi kualitas tertentu.

Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan empat macam metode pengujian kekerasan, yakni:

1. Uji kekerasan Brinnel

(30)

2. Uji kekerasan Rockwell 3. Uji kekerasan Vikers

4. Uji kekerasan Micro Hardness

2.5.1 Pengujian Kekerasan Brinell

Metode uji kekerasan yang diajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan dan disusun pembakuannya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk Brinell berbentuk bola berstandar internasional dengan diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm. Bola Brinell yang standar internasional tersebut terdapat 2 bahan pembuatannya, yaitu terbuat dari baja yang di keraskan atau dilapis chrom dan terbuat dari tungsten carbide. Tungsten carbide lebih keras dibandingkan baja.

Tungsten carbide biasanya dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika pengujiannya terlebih dahulu menggunakan metode Rockwell dengan menggunakan indentor kerucut intan yang bertujuan untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang diketahui bahwa intan adalah logam yang paling keras saat ini dan intan tidak akan rusak jika diindentasikan ke material yang keras. Bahan atau material pengujian Brinell harus disiapkan terlebih dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda). Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak.

Adapun cara atau metode pengujian Brinell, yaitu:

A. Alat dan bahan pengujian dipersiapkan.

 Mesin uji kekerasan Brinell (Brinell Hardness Test)

 Indentor bola ( bola baja atau bola carbide)

 Benda uji yang sudah di gerinda

 Amplas halus

 Stopwatch

(31)

14

 Mikroskop pengukur

B. Benda uji ditempatkan dimesin penguji Brinell (stage)

C. Indentor ditekankan ke benda uji atau material dengan gaya tertentu (untuk base ferro biasanya menggunakan 3000kgf)

D. Setelah kurang lebih 10 detik sampai 30 detik gaya dibebaskan dan indentor dilepaskan dari benda uji

E. Diameter lekukan kemudian diukur menggunakan mikroskop pengukur (ukur beberapa kali di beberapa tempat dan posisi kemudian ambil nilai rata-ratanya)

F. Data-data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam rumus Berikut rumus perhitungan pengujian metode Brinell:

𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝜋𝜋𝜋𝜋(𝜋𝜋−√𝜋𝜋2𝑃𝑃2−𝑑𝑑2) ... (2.3)

dimana:

BHN = Brinell Hardness Number

P = Beban yang diberikan (kgf) D = Diameter indentor (mm)

d = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi

Untuk mencari beban, digunakan persamaan sebagai berikut:

𝑃𝑃 = 𝐶𝐶 𝑥𝑥 𝐷𝐷2 ... (2.4) dimana:

P = Beban yang diberikan (kgf)

C = Konstanta bahan yang akan diuji

D = Diameter indentor

(32)

Dalam pengujian kekerasan terutama pengujian kekerasan Brinell ini tentunya terdapat kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan pengujian Brinell.

Kelebihan pengujian Brinell:

 Sangat dianjurkan untuk material-material atau bahan-bahan uji yang bersifat heterogen

Kekurangan pengujian Brinell:

 Membutuhkan ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi

 Pengujian menyita waktu selama lima menit dan belum termasuk persiapan dan perhitungannya

2.5.2 Pengujian Kekerasan Rockwell

Proses pengujian kekerasan Rockwell adalah sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Ketika gaya tertentu diberikan tekanan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi/perubahan. Pengujian ini dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap benda yang menerima pembebanan tersebut. Gambar 2.4.

menunjukkan proses uji kekerasan dengan menggunakan alat uji Rockwell.

(33)

16

Gambar 2.4. Proses uji kekerasan dengan alat uji Rockwell

Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan menggunakan metode pengujian Rockwell, yaitu:

1. Cara untuk pengujian kekerasan Rockwell

Rockwell ini memiliki sebuah indentor, indentor itulah yang akan memberikan pembebanan terhadap benda uji. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Pengujian Rockwell yang umumnya di pakai ada tiga jenis yaitu: HRA, HRB dan HRC.

2. Cara untuk penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell

Indentor terlebih dahulu dipasang sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan benda yang akan diuji kekerasannya di tempat mesin Rockwell dan mensetting beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial indicator pointer. Gambar 2.5. menunjukkan metode uji kekerasan Rockwell.

(34)

Gambar 2.5. metode uji kekerasan Rockwell

(Sumber: https://metallurgistwannabe.wordpress.com/2015/07/29/sifat- mekanik-material2-kekerasan-hardness/)

Adapun rumus untuk mencari besarnya kekerasan Rockwell:

𝐵𝐵𝐻𝐻 = 𝐸𝐸 – 𝑒𝑒 ... (2.5) dimana:

e = Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0,002 mm

E = jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line yang untuk tiap jenis indentor

2.5.3 Pengujian Kekerasan Vikers

Uji kekerasan ini menggunakan indentor berbentuk piramida intan dengan berbentuk dasar bujur sangkar dengan besar sudut 136o terhadap kedua sisi yang berhadapan. Besar sudut itu digunakan karena merupakan perkiraan rasio terideal

(35)

18

indentasi diameter bola pada uji Brinnel. Besar beban indentor bervarisai antara 1kg sampai 20kg yang disesuaikan dengan tingkat kekerasan material spesimen.

Adapun cara atau metode pengujian kekerasan Vikers, yaitu:

A. Alat dan bahan pengujian disiapkan

 Mesin uji kekerasan Vikers ( Vikers Hardness Test)

 Indentor piramida intan (diamond pyramid)

 Benda uji yang sudah di gerinda

 Amplas kasar dan halus

 Stopwatch

 Mikroskop pengukur

B. Benda uji ditempatkan dimesin penguji Vikers (stage)

C. Indentor ditekankan ke benda uji dengan gaya tertentu (rentang micro 10g sampai 1000g dan 1kg sampai 100kg)

D. Setelah kurang lebih hingga 10 detik sampai 20 detik, gaya dibebaskan dan indentor dilepaskan dari benda uji

E. Dua diagonal lekukan persegi (belah ketupat) kemudian diukur menggunakan mikroskop pengukur dengan teliti

F. Data-data yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam rumus untuk menentukan nilai rata-ratanya

𝑉𝑉𝐵𝐵𝐵𝐵 = 2𝑃𝑃 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 (𝜃𝜃2)

𝑑𝑑2 = 1,854 𝑃𝑃 𝑃𝑃

𝑑𝑑2 ... (2.6) dimana:

VHN = Vickers Hardness Number P = Beban yang diberikan (kgf)

d = Panjang diagonal rata-rata hasil indentasi (mm)

𝜃𝜃 = Sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 136o Dalam pengujian kekerasan terutama pengujian kekerasan Vikers ini tentunya terdapat kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan pengujian Vikers.

(36)

Kelebihan pengujian Vikers:

 Dianjurkan untuk pengujian material yang sudah diproses case hardening dan proses pelapisan dengan logam lain yang lebih keras.

 Tidak merusak karena hasil indentasi sangat kecil dan biasanya bahan uji bisa dipakai kembali.

Kekurangan pengujian Vikers:

 Butuh ketelitian pada saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi.

 Waktu pengujian bisa sampai lima menit. Belum termasuk persiapan dan proses perhitungannya.

Gambar 2.6. menunjukkan proses uji kekerasan dengan menggunakan alat uji Vikers.

Gambar 2.6. Proses uji kekerasan dengan alat uji Vikers

(Sumber:http://ujimaterial.weebly.com/uploads/2/5/4/1/25418571/7006351orig.jpg)

2.6 Heat treatment

Heat treatment merupakan suatu proses pemanasan dan pendinginan yang terkontrol, dengan tujuan mengubah sifat fisik dan sifat mekanis dari suatu bahan atau logam sesuai dengan yang dinginkan. (Kamenichny, 1969: 74). Proses dalam

(37)

20

heat treatment meliputi heating, holding, dan cooling. Adapun tujuan dari masing- masing proses yaitu:

1. Heating: proses pemanasan sampai temperatur tertentu dan dalam periode waktu. Tujuannya untuk memberikan kesempatan agar terjadinya perubahan struktur dari atom-atom dapat menyeluruh.

2. Holding: proses penahanan pemanasan pada temperatur tertentu, bertujuan untuk memberikan kesempatan agar terbentuk struktur yang teratur dan seragam sebelum proses pendinginan.

3. Cooling: proses pendinginan dengan kecepatan tertentu, bertujuan untuk mendapatkan struktur dan sifat fisik maupun sifat mekanis yang diinginkan.

2.6.1. Perlakuan Panas Aluminium Paduan

Perlakuan panas pada aluminium paduan dilakukan dengan memanaskan sampai terjadi fase tunggal kemudian ditahan beberapa saat dan diteruskan dengan pendinginan cepat hingga tidak sempat berubah ke fase lain. Jika bahan tadi dibiarkan untuk jangka waktu tertentu maka terjadilah proses penuaan (aging).

Perubahan akan terjadi berupa presipitasi (pengendapan) fase kedua yang dimulai dengan proses nukleasi dan timbulnya klaster atom yang menjadi awal dari presipitat. Presipitat ini dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasannya. Proses ini merupakan proses age hardening yang disebut natural aging. Jika setelah dilakukan pendinginan cepat kemudian dipanaskan lagi hingga di bawah temperatur solvus (solvus line) kemudian ditahan dalam jangka waktu yang lama dan dilanjutkan dengan pendinginan lambat di udara disebut proses penuaan buatan (artificial aging). Gambar 2.7. menunjukkan diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu.

(38)

Gambar 2.7. Diagram fasa perubahan mikrostruktur paduan Al-Cu.

Sumber : William K. Dalton : 259.

Proses dari pemanasan awal hingga pendinginan cepat disebut proses perlakuan pelarutan (solution treatment), dan proses sesudahnya disebut proses perlakuan pengendapan (precipitation treatment).

Paduan Aluminium lainnya yang dapat di perlakukan panas sebagaimana diagram fasa di bawah ini:

1. Paduan Al-Mg dengan kadar Mg kurang dari 17,1% termasuk yang heat treatable karena jika dipanaskan di atas garis solvus mampu mencapai fasa tunggal. Gambar 2.8. menunjukkan Al-Mg dengan kadar Mg kurang dari 17,1%.

(39)

22

Gambar 2.8. Al-Mg dengan kadar Mg kurang dari 17,1%

2. Paduan Al-Si masuk kategori non heat tretable, tetapi untuk paduan Al-Si dengan kadar Si kurang dari 1,6. Gambar 2.9. menunjukkan diagram fasa yang masih memungkinkan Al-Si mencapai fasa tunggal jika dipanaskan diatas garis solvus. Hal ini memungkinkan untuk di heat treatment.

Gambar 2.9. Diagram fasa Al-Si

(40)

3. Paduan Al-Cu dengan kadar Cu kurang dari 5,65 % juga heat treatable.

Gambar 2.10. menunjukkan diagram paduan Al-Cu.

Gambar 2.10. Diagram paduan Al-Cu 2.7. Tinjauan Pustaka

Adapun tinjauan pustaka dari proposal skripsi ini adalah:

1. Prayitno, A. (2007), meneliti tentang aluminium paduan Al, Si, Cu dengan cetakan pasir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aluminium paduan dengan cetakan pasir dan logam terhadap sifat fisis dan mekanis. Disimpulkan bahwa hasil tegangan tarik rata–rata 72,36 (MPa), regangan rata–rata 2,48%, Modulus Elastisitas rata–rata 3073,3 (MPa), Kekakuan rata–rata 124989,66 (MPa), harga kekerasan rata–rata 78,8 kg/mm², energi yang diserap rata–rata dua Joule, harga impak rata–rata 0,025 (J/mm²), hasil pengujian komposisi kimia didapatkan yang dominan adalah Al = 83,69%, Si = 4,83%, Cu = 7,44%, Zn = 2,01%, Fe = 1,14%.

Pada pengujian struktur mikro terlihat bahwa unsur Si terlihat panjang didalam kelompok yang sedikit.

(41)

24

2. Samson dkk (2013), telah melakukan penelitian dengan mengkombinasikan temperatur tuang dan heat treatment untuk meningkatkan kekuatan tarik aluminium 6063. Samson dkk memvariasikan temperatur tuang dari 700- 780°C dengan perlakuan berbeda secara heat treatment pada lembaran aluminium 6063. Kekuatan tarik meningkat dengan meningkatnya temperatur tuang dan maksimum 183 MPa pada 740°C yang terjadi pada R3 yang diperlakukan secara homogenesis, aged dan deformasi sebelum akhirnya menurun sampai 141 Mpa pada suhu tuang 780°C, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan aluminium dengan cold rolling yang sebelumnya dilakukan solution treatment akan berdampak secara signifikan terhadap bertambah besarnya kekuatan tarik.

3. Adeosun dkk (2014), dengan memvariasikan presentase penambahan Ti pada aluminium kemudian tiap variasi diberi perlakuan panas yang berbeda.

Penelitian tersebut bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik aluminium.

Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan sifat mekanik terbesar yaitu dari perlakuan secara cold rolling, heat treatment lalu quench-tempering yang terdiri dari titanium 1,7%-2,2%, tensile strength meningkat 28%, modulus elastisitas 38,3% dan micro hardness 20,5%. Hal ini menunjukkan bahwa heat treatment lalu quenching sangat efektif untuk meningkatkan sifat mekanik Al-Ti.

4. Taufiq dan Akhmad (2010), telah meneliti pengaruh temperatur aging dan orientasi butiran terhadap sifat mekanik paduan AL 2014. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa spesimen yang mendapat perlakuan aging pada temperatur 150oC selama 12 jam diperoleh nilai kekerasan optimum, yaitu 118,4 VHN.

5. Zulfia dkk (2010), melakukan penelitian tentang proses penuaan (aging)pada paduan aluminium AA 333 hasil proses sand casting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses aging pada temperatur 180oC dengan waktu tahan 8 jam menghasilkan nilai kekerasan yang tertinggi.

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur

Gambar 3.1 Diagram Alur Persiapan

Bahan

Aluminium (Al)

Proses Pengecoran

Pembentukan Spesimen

Aging 140oC, 160oC, 180oC dan 200oC selama 3 jam

Pengujian Tarik dan Kekerasan

Analisis Data

Kesimpulan Cek Komposisi

Tembaga (Cu)

25

(43)

26

3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam membuat benda uji guna untuk penelitian ini adalah aluminium (Al) dan tembaga (Cu). Pengecoran bahan tersebut akan menghasilkan aluminium paduan tembaga 2,5% dan di aging selama 3 jam dengan suhu 00C, 1400C, 1600C, 1800C, 2000C dan akan dilakukan uji kekerasan dan uji tarik. Berikut adalah Gambar 3.2 aluminium dan Gambar 3.3 tembaga.

Gambar 3.2 Aluminium

Gambar 3.2 adalah aluminium murni dengan kandungan 99,90 % dan berat kurang lebih 21 kg yang akan dilebur dan dicampur dengan tembaga sebesar 2,5%.

Gambar 3.3 Tembaga

Gambar 3.3 adalah tembaga dengan panjang 30 cm yang akan dicampur dengan aluminium. Sebelum dilakukan pencampuran, tembaga ini akan dibubut agar memudahkan dalam menghitung kandungan tembaga yang akan dicampurkan pada aluminium.

3.1.2 Alat-Alat Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:

(44)

1. Mesin Uji Tarik

Mesin ini digunakan untuk mengetahui nilai kegetasan atau keuletan suatu spesimen dengan cara menarik spesimen sampai putus.

Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik 2. Mesin Uji Kekerasan Brinell

Mesin uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat kekerasan suatu spesimen dengan cara indentor berbentuk bola ditekankan pada spesimen dengan beban dan waktu yang sudah ditentukan. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Mesin Uji Kekerasan Brinell 3. Mesin Bubut

Mesin ini digunakan untuk mengurangi ukuran diameter benda yang awalnya berbentuk tabung kemudian dibentuk sesuai dengan ukuran ASTM A370. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.6.

(45)

28

Gambar 3.6 Mesin Bubut

Adapun alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain:

1. Tabung Gas

Tabung yang berisi gas ini digunakan untuk bahan bakar dalam peleburan aluminium dan tembaga. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Tabung Gas 2. Kompor

Alat ini digunakan untuk memanaskan kowi yang berisi aluminium dan tembaga sampai mencair dan kemudian ditungkan kedalam cetakan.

Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.8.

(46)

Gambar 3.8 Kompor 3. Gergaji

Alat ini digunakan untuk memotong aluminium dan tembaga sebelum dilakukan proses peleburan dan digunakan untuk memotong benda uji atau spesimen yang sudah ditentukan ukurannya. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Gergaji 4. Tang Jepit

Alat tersebut digunakan untuk menjepit tungku pada saat proses pengecoran dan digunakan untuk menjepit benda uji atau spesimen yang masih panas agar tidak membahayakan tangan. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.10.

(47)

30

Gambar 3.10 Tang Jepit 5. Kowi

Alat ini biasa disebut kowi dan digunakan untuk tempat atau wadah aluminium dan tembaga dipanaskan sampai mencair. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Kowi 6. Stopwatch

Alat ini digunakan untuk menghitung berapa lama waktu yang diperlukan pada proses peleburan aluminium dan tembaga sampai mencair. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.12.

(48)

Gambar 3.12 Stopwatch 7. Palu

Alat ini dipergunakan untuk memukul benda uji atau spesimen ketika benda uji atau spesimen sulit dilepaskan dari cetakan. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13 Palu 8. Kikir

Alat ini digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan bagian benda uji yang terlihat runcing atau tajam. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Kikir

(49)

32

9. Oven

Alat ini digunakan untuk normalizing spesimen selama satu jam dengan suhu 550 oC dan proses aging spesimen selama tiga jam dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15 Oven 10. Kunci Pas

Alat ini digunakan untuk memasang dan melepas baut pada cetakan cor yang berbentuk persegi panjang dengan pengunci yang berjumlah enam lubang. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16 Kunci Pas

11. Cetakan spesimen uji tarik aluminium paduan tembaga

Alat ini digunakan untuk mencetak aluminium paduan tembaga yang berbentuk menyerupai tabung dengan ukuran panjang 13 cm dan diameter 12 cm. Cetakan ini berbentuk persegi panjang dengan jumlah lubang cetakan 21 buah. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.17.

(50)

Gambar 3.17 Cetakan uji tarik

12. Cetakan spesimen uji kekerasan aluminium paduan tembaga

Alat ini digunakan untuk mencetak spesimen yang akan diuji kekerasan. Cetakan ini berukuran dengan panjang 22 cm dan lebar 11 cm. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18 Cetakan uji kekerasan 13. Thermocouple

Alat ini digunakan untuk melihat suhu yang disambungkan pada oven pada saat proses normalizzing dan aging. Alat ini dapat dilihat pada Gambar 3.19.

Gambar 3.19 Thermocouple

(51)

34

3.2 Metode Persiapan Pengecoran Aluminium paduan Tembaga Adapun metode persiapan pengecoran logam antara lain:

1. Aluminium diukur dan dikelompokkan menurut komposisinya.

2. Aluminium dipotong-potong kecil sesuai dengan tinggi kowi, agar setelah melunak tidak tumpah keluar kowi.

3. Tembaga dibubut agar menjadi potongan kecil-kecil supaya mudah pada saat ditimbang.

4. Tembaga ditimbang sesuai komposisinya.

5. Siapkan tabung gas, kompor dan tungku.

6. Selang yang tersambung dengan kompor disambungkan dengan tabung gas dan atur regulator pada tabung gas.

3.3 Metode Peleburan dan Pengecoran Aluminium paduan Tembaga Adapun metode peleburan dan pengecoran logam antara lain:

1. Aluminium dan tembaga yang sudah ditimbang dan dikelompokkan disiapkan.

2. Aluminium dimasukkan ke dalam kowi sesuai dengan komposisinya.

3. Kompor dinyalakan dan atur besar kecilnya api pada regulator yang terdapat pada tabung gas.

4. Kowi yang berisi aluminium diletakkan didalam tungku dengan nyala api yang sudah diatur dengan bantuan tang jepit.

5. Cetakan diberi batu kapur supaya benda uji pada saat dituangkan dapat mengalir dengan lancar dan tidak menempel pada cetakan ketika dilepaskan dari cetakan.

6. Aluminium mulai melunak sekitar 35–40 menit.

7. Kowi ditutup agar tidak ada panas yang terbuang.

8. Aluminium yang sudah terlihat mencair segera dimasukkan tembaga dan diaduk secara merata agar tercampur dengan baik.

9. Aduk sekitar 10 menit agar bahan terlebur dan tercampur sempurna.

10. Kowi dapat diangkat dari tungku dengan tang penjepit selanjutnya

(52)

dituang ke dalam cetakan yang sudah dipersiapkan.

11. Penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 30–40 detik.

3.4 Pembuatan Spesimen 3.4.1 Spesimen uji tarik

1. Hasil coran berjumlah 13 buah yang semula berukuran dengan panjang 130 mm dan diameter 12 mm selanjutnya masuk proses cnc dimana hasil coran tersebut dibuat sesuai dengan ukuran standar ASTM A370. Berikut adalah Gambar 3.20 tabel standar tes tegangan dengan spesimen bundar, Gambar 3.21 spesimen standar ASTM A370, Gambar 3.22 spesimen setelah dicetak dan Gambar 3.23 spesimen uji tarik ASTM A370.

Gambar 3.20 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar (Sumber: ASTM A370.: Standard Test Method)

(53)

36

Gambar 3.21 Spesimen Standar ASTM A370

Gambar 3.22 Spesimen setelah dicetak

Gambar 3.23 Spesimen Uji Tarik ASTM A370

2. Spesimen yang telah jadi sesuai dengan ukuran standar ASTM A370 selanjutnya masuk proses normalizing dimana spesimen tersebut dipanaskan didalam oven selama satu jam dengan suhu 550 oC.

3. Spesimen yang telah masuk proses normalizing selanjutnya di aging selama tiga jam dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC. Akan tetapi, terdapat satu spesimen yang tidak mendapatkan perlakuan aging.

4. Proses aging selesai selanjutnya spesimen dapat diuji tarik untuk memperoleh data.

(54)

3.4.2 Spesimen uji kekerasan

1. Hasil spesimen yang masih berbentuk utuh selanjutnya dipotong persegi panjang dan dipotong kotak-kotak kecil. Berikut Gambar 3.24 spesimen uji kekerasan.

Gambar 3.24 Spesimen Uji Kekerasan

2. Spesimen yang sudah jadi kotak-kotak kecil dan berjumlah lima buah selanjutnya di normalizing dengan suhu 550 oC selama satu jam.

3. Spesimen yang berjumlah lima buah dan sudah mendapat perlakuan normalizing selanjutnya di aging selama tiga jam dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC. Akan tetapi, terdapat satu spesimen yang tidak mendapatkan perlakuan aging.

4. Proses aging selesai selanjutnya spesimen dapat diuji tarik untuk memperoleh data.

3.6 Pengambilan Spesimen

Spesimen yang sudah dituangkan dalam cetakan baik cetakan uji tarik maupun cetakan uji kekerasan didiamkan dulu kurang lebih selama 30–40 detik.

Cetakan spesimen uji tarik dibuka dengan bantuan kunci pas untuk melepas pengunci yang terdapat pada cetakan tersebut. Spesimen uji tarik bisa diambil menggunakan tang jepit atau dengan palu dan spesimen bisa langsung masuk pada proses cnc. Sedangkan untuk spesimen uji kekerasan hanya dipotong kotak kecil dan masuk proses milling.

3.7 Metode Aging

Adapun metode aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC selama 3 jam antara lain:

1. Oven dan thermocouple disiapkan terlebih dahulu.

(55)

38

2. Spesimen Al-Cu 2,5 % yang telah dibentuk sesuai dengan ukuran standart ASTM A370 dimasukkan dan ditata didalam open.

3. Open ditutup dan dinyalakan dengan menekan tombol ON pada open dan pasang thermocouple pada open guna untuk mengatur suhu.

4. Spesimen dengan jumlah tiga buah dimasukkan kedalam open dan di aging dengan suhu awal 140 oC dan selanjutnya setelah selesai proses aging selama 3 jam, spesimen tersebut dikeluarkan dan diganti dengan spesimen berikutnya dengan jumlah yang sama akan tetapi suhu aging diubah menjadi 160 oC dan seterusnya sampai suhu aging terakhir yaitu 200 oC.

5. Spesimen yang sudah di aging sebaiknya di angin-anginkan saja tidak perlu langsung dibasahi dengan air karena sama saja spesimen akan mendapatkan perlakuan quenching.

3.8 Metode Pengujian Spesimen 3.8.1 Pengujian Kekerasan

Uji kekerasan (hardness testing) adalah salah satu jenis pengujian untuk mengetahui sifat mekanik suatu bahan. Pengujian ini menggunakan metode pengujian Brinell. Pengujian ini dilakukan dengan cara memberi penekanan pada bidang spesimen dengan menggunakan indentor bola baja dengan diameter 5 mm dengan beban 125 kg selama 30 detik dan untuk satu spesimen terdapat sembilan titik yang mendapat perlakuan pengujian Brinell.

3.8.2 Pengujian Tarik

Pengujian tarik adalah pengujian yang dimaksudkan untuk mengetahui sifat- sifat mekanis suatu benda uji terlebih untuk mengetahui nilai tegangan, regangan dan modulus elastisitas.

Langkah-langkah untuk menentukan pengujian tarik ini adalah sebagai berikut:

1. Tombol power pada mesin uji tarik dihidupkan.

2. Benda uji dipasang pada grip (penjepit) atas dan bawah pada mesin uji tarik dengan menaikkan atau menurunkan grip bagian bawah, sehingga benda uji berada pada posisi betu-betul vertikal dan grip atas dan bawah

(56)

dapat dikencangkan.

3. Benda uji yang telah betul-betul pada posisi vertikal dan grip atas dan bawah sudah dikencangkan selanjutnya berikan beban tarik sehingga benda uji akan mengalami pertambahan panjang sampai benda uji tersebut putus. Perpatahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur dari benda uji yang telah ditentukan atau yang telah diberi tanda.

Tetapi apabila patah terjadi di luar panjang ukur benda uji yang telah ditentukan, pengujian tersebut dapat dikatakan gagal.

4. Selama pengujian tarik berlangsung, catat data yang ada (pertambahan panjang dan pertambahan beban) pada Operating Control System dengan interval waktu yang sudah ditentukan.

5. Benda uji akan mengalami putus dan catat nilai beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum ketika benda uji sudah putus.

6. Benda uji yang sudah patah akan mengalami pertambahan panjang, catat nilai pertambahan panjang tersebut.

(57)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Aluminium Paduan Tembaga

Pembuatan dan pengujian spesimen ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma kurang lebih selama lima bulan. Spesimen uji kekerasan berjumlah sembilan buah dengan bentuk kotak-kotak kecil dan setiap benda mendapat perlakuan uji kekerasan sembilan titik. Spesimen uji tarik berjumlah 13 buah dengan bentuk dan ukuran sesuai dengan ASTM A370. Masing-masing spesimen uji kekerasan dan uji tarik sebelum dilakukan pengujian akan di normalizing terlebih dahulu selama satu jam dengan suhu 550 oC dan selanjutnya setelah spesimen selesai di normalizing selama satu jam, spesimen tersebut di aging selama tiga jam dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180

oC dan 200 oC. Akan tetapi, diambil satu spesimen yang tidak mendapatkan perlakuan aging. Berikut adalah tabel komposisi aluminium (Al) yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Komposisi Aluminium

40

(58)

4.1.1 Data Penelitian Uji Kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan dengan komposisi berat aluminium sebesar 975 gram dan kandungan tembaga sebesar 2,5 %. Uji kekerasan menggunakan pengujian Brinell dengan diameter indentor 5 mm dan beban 125 kg selama 30 detik. Pengujian kekerasan diperoleh data dengan perhitungan sebagai berikut:

P = 125 kg

D = 5 mm

d = Y x 0,02

= 93 x 0,02 = 1,86 mm

Ket: Y adalah rata-rata diameter pijakan setiap titik pada spesimen 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 2𝑃𝑃

𝜋𝜋𝜋𝜋(𝜋𝜋 − �𝜋𝜋2− 𝑑𝑑2)

= 2 𝑥𝑥 125

𝜋𝜋 5 (5 − �52 𝑥𝑥 1,862)

= 44,35 kg/mm2

𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 = 44,35 + 43,38 + 42,43 3

= 43,39 kg/mm2

(59)

42

Hasil pengujian kekerasan pada material Al-Cu 2,5% dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Rata-rata diameter pijakan setiap titik

Tabel 4.2 Nilai Rata-rata BHN Material Al-Cu 2,5%

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Rata2

93 94 92 93

Tanpa Aging 93 94 95 94

96 95 95 95

140 86 86 85 86

87 87 86 87

87 86 88 87

160 77 78 78 78

77 79 76 77

80 77 79 79

180 74 72 74 73

76 74 75 75

78 76 77 77

200 69 71 70 70

72 70 73 72

72 73 76 74

Diameter Pijakan Perlakuan Material

Perlakuan Material d(mm) P (kg) D (mm) BHN

1,86 125 5 44,35

Tanpa Aging 1,88 125 5 43,38

1,9 125 5 42,43

43,39

1,72 125 5 52,16

140 1,74 125 5 50,93

1,74 125 5 50,93

51,34

1,56 125 5 63,77

160 1,54 125 5 65,48

1,58 125 5 62,12

63,79

1,46 125 5 73,04

180 1,5 125 5 69,11

1,54 125 5 65,48

69,21

1,4 125 5 79,58

200 1,44 125 5 75,13

1,48 125 5 71,03

75,25 Rata-Rata

Rata-Rata Rata-Rata

Rata-Rata

Rata-Rata

(60)

4.1.2 Data Penelitian Uji Tarik

Uji tarik ini dilakukan pada spesimen alumunium paduan tembaga sebesar 2,5%. Spesimen ini berjumlah 13 buah dan mendapatkan perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC, 200 oC selama tiga jam dan terdapat satu spesimen yang tidak mendapatkan perlakuan aging. Uji tarik mendapatkan nilai beban tarik (kg), elongasi atau pertambahan panjang (mm), grafik hubungan beban dan pertambahan panjang (kg/mm2). Perhitungan kekuatan tarik dengan rumus:

D = 6 mm

Lo = 25 mm A = 𝜋𝜋

4𝑥𝑥 𝑑𝑑2 = 28,27 mm2 Ԑ = ∆𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑥𝑥 100%

= 1,57

25 x 100%

= 6,28 %

Pmax = 334,70 kg

∆L = 1,57 mm

σ = 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴 = 334,70

28,27 kg/mm2 = 11,84 kg/mm2

= 9,8 m/s2 x 11,84 kg/mm2

= 116,13 MPa

(61)

44

Berikut hasil pengujian tarik pada material Al-Cu 2,5% dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Nilai Rata-Rata Kekuatan Tarik Material Al-Cu 2,5%

4.2 Pembahasan

Proses peleburan dan pengecoran aluminium paduan tembaga ini dilakukan di Laboratorium Material, Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma dan dilakukan secara manual menggunakan kompor gas yang diatur besar kecilnya nyala api dengan menggunakan regulator pada tabung gas yang kemudian material yang sudah mencair selanjutnya dituangkan pada cetakan yang sudah tersedia. Akan tetapi, sebelum cetakan digunakan terlebih dahulu diberi batu kapur dengan cara dioleskan pada cetakan. Proses pembentukan spesimen ini menggunakan alat mesin bubut, gergaji besi dan alat mesin cnc dan menghasilkan 26 spesimen Al-Cu 2,5% yang terdiri dari 13 spesimen untuk uji kekerasan dan 13 spesimen untuk uji tarik. Terdapat empat spesimen yang tidak mendapatkan perlakuan aging dan 22 spesimen yang akan mendapatkan perlakuan aging selama tiga jam dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC.

Perlakuan Material D (mm) Lo (mm) Pmax (kg) ∆L (mm) A (mm2) ε (%) σ(kg/mm2) σ (Mpa)

6,00 25 334,70 1,57 28,27 6,28 11,84 116,13

Tanpa Aging 6,02 25 312,40 1,89 28,46 7,56 10,98 107,67

6,04 25 296,20 1,21 28,65 4,84 10,34 101,41

6,23 11,05 108,40

6,04 25 464,70 1,20 28,65 4,80 16,22 159,10

140 6,04 25 344,80 1,50 28,65 6,00 12,03 118,05

6,04 25 312,60 1,30 28,65 5,20 10,91 107,03

5,33 13,05 128,06

6,02 25 420,40 1,30 28,46 5,20 14,77 144,89

160 6,04 25 449,20 0,90 28,65 3,60 15,68 153,80

6,02 25 337,60 1,65 28,46 6,60 11,86 116,36

5,13 14,10 138,35

6,02 25 335,60 1,40 28,46 5,60 11,79 115,67

180 6,04 25 393,30 1,20 28,65 4,80 13,73 134,66

6,02 25 453,90 1,00 28,46 4,00 15,95 156,44

4,80 13,82 135,59

6,04 25 366,90 1,40 28,65 5,60 12,81 125,62

200 6,04 25 396,50 1,00 28,65 4,00 13,84 135,75

6,04 25 298,60 0,90 28,65 3,60 10,42 102,23

4,40 12,35 121,20 Rata-Rata

Rata-Rata

Rata-Rata

Rata-Rata

Rata-Rata

(62)

4.2.1 Pembahasan Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan ini menggunakan uji kekerasan Brinell. Setiap spesimen yang akan diuji diberi beban 125 kg selama 30 detik dan menggunakan indentor berbentuk bola dengan ukuran diameter 5 mm. Al dengan penambahan unsur Cu sebesar 2,5% menghasilkan kekerasan sebesar 43,39 BHN tanpa aging, 51,34 BHN dengan perlakuan aging dengan suhu 140 oC, 63,79 BHN dengan perlakuan aging dengan suhu 160 oC, 69,21 BHN dengan perlakuan aging dengan suhu 180 oC dan 75,25 BHN dengan perlakuan aging dengan suhu 200 oC selama tiga jam. Berikut adalah grafik pengujian kekerasan Al-Cu 2,5% yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik Kekerasan (BHN) Material Al-Cu 2,5%

Dari Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa dengan penambahan unsur Cu sebesar 2,5% tanpa mendapatkan perlakuan aging dan mendapatkan perlakuan aging dengan suhu yang sudah ditentukan selama tiga jam sangat mempengaruhi tingkat kekerasan pada aluminium. Terlihat jelas pada Gambar 4.2 tingkat kekerasan material Al-Cu mengalami peningkatan.

43,39

51,34

63,79 69,21 75,25

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Perlakuan Material

Kekerasan (BHN)

Perlakuan Material Tanpa Aging 140 160 180 200

(63)

46

4.2.2 Pembahasan Pengujian Tarik

Pelaksanaan pengujian tarik ini, setiap uji tarik terdapat tiga buah spesimen dengan ukuran standart ASTM A370. Setiap spesimen mendapatkan perlakuan aging selama tiga jam dengan suhu 140 oC, 160 oC, 180 oC dan 200 oC, akan tetapi terdapat juga spesimen tanpa mendapatkan perlakuan aging. Berikut grafik yang menunjukkan nilai kekuatan tarik (MPa) dan nilai regangan (Ԑ) yang dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.

Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Kekuatan Tarik (MPa) Material Al-Cu 2,5%

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kekuatan tarik (MPa) terhadap material Al-Cu dengan kandungan Cu sebesar 2,5% yang awalnya tanpa mendapatkan perlakuan aging yaitu sebesar 108,40 MPa mengalami peningkatan kekuatan tarik pada suhu 140 oC yaitu sebesar 128,06 MPa selanjutnya mengalami peningkatan pada suhu 160 oC yang paling tinggi diantara suhu-suhu yang lain yaitu sebesar 138,35 MPa selanjutnya mengalami penurunan kekuatan tarik pada suhu 180 oC yaitu sebesar 135,59 MPa dan pada suhu 200 oC yaitu sebesar 121,20 MPa.

108,40

128,06 138,35 135,59

121,20

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Kekuatan Tarik (MPa)

Perlakuan Material

Tanpa Aging 140 160 180 200

(64)

Gambar 4.4 Grafik Rata-rata Regangan (Ԑ) Material Al-Cu 2,5%

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata regangan (Ԑ) terhadap material Al-Cu dengan kandungan Cu sebesar 2,5% mengalami penurunan dari suhu ke suhu. Terlihat jelas pada grafik rata-rata regangan (Ԑ) diatas mula-mula tanpa mendapatkan perlakuan aging yaitu sebesar 6,23 % selanjutnya dari suhu ke suhu mengalami penurunan secara perlahan yaitu pada suhu 140 oC sebesar 5,33 % dan pada suhu 160 oC sebesar 5,13 % selanjutnya pada suhu 180 oC mengalami penurunan yaitu sebesar 4,80 % dan pada suhu 200 oC yaitu sebesar 4,40 %.

6,23

5,33 5,13

4,80 4,40

0 1 2 3 4 5 6 7

Regangan (Ԑ)

Perlakuan Material

Tanpa Aging 140 160 180 200

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya tanggung jawab yang harus dijalani pada malam hari juga menimbulkan beban kerja khususnya beban psikologi yang berdampak pada timbulnya stress yang

Yakın zamanlarda icat edilerek bir müddet kullanıldıktan sonra şimdi artık batmağa başlıyan Haınparsum notası da bazı bilgi pintilerinin elinde bir sır

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya pada tahun 2010 pada 45 orang subjek bergigi di Amerika, yang menyebutkan bahwa nilai rerata inklinasi

Fagan és Greenberg (1988) rámutat, hogy a korrekciós eljárások bármelyikét csak akkor szabad használni, ha más út nem járható, például nem lehetséges már kiegészít ő

Dalam pelaksanaan suatu program, kadangkala terdapat penyebaran tanggung jawab diantara beberapa unit kerja maupun instansi. Sehingga dibutuhkan adanya koordinasi dan

UJI KEKUATAN LASAN SPOT WELDING DENGAN METODE KOMBINASI KETEBALAN PLAT SAMBUNGAN (STUDI KASUS PADA MATERIAL STAINLESS STEEL

Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pembentukan,

Berdasarkan hasil analisis rasio keuangan variabel kebijakan hutang pada sub sektor perdagangan besar yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2010-2014 yang