• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan, peneliti menemukan penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi dan sumber acuan bagi penelitian yang saat ini sedang dikerjakan, terdapat berbagai bidang yang meneliti mengenai content marketing dan customer engagement, antara lain bidang ilmu komunikasi, marketing manajemen, administrasi bisnis serta ekonomi.

Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian sejenis yang memiliki beberapa kesamaan baik dari variabel penelitian, teori dan konsep, metode penelitian, operasionalisasi konsep dan lain sebagainya.

Terdapat sepuluh penelitian terdahulu yang ditemukan untuk dijadikan referensi, beberapa penelitian memiliki variabel penelitian yang sama antara lain penelitian yang dilakukan oleh Banyu Bening & Lucia Kurniawati (2019) yang saat itu meneliti mengenai pengaruh content marketing Tokopedia terhadap customer engagement Tokopedia di Yogyakarta, kemudian penelitian yang dilakukan oleh Nailli Suraya M. Yanis, Rahmat Hidayat & Harrie Luthfi (2019) yang meneliti mengenai pengaruh instagram content marketing Elzatta terhadap customer engagement Elzatta Bandung, ada pula penelitian yang dilakukan oleh Moses Frans Romual Silitonga & Hifni Alifahmi (2017) yang meneliti mengenai implementasi

(2)

11 content marketing yang dilakukan oleh e-commerce berbasis komunitas, serta penelitian yang dilakukan oleh Fachrizal Abiyyuansyah, Andriani Kusumawati, dan Ari Irawan (2017) yang meneliti mengenai implementasi strategi content marketing yang dilakukan oleh Amistridam Coffee Malang dalam meningkatkan customer engagement.

Ada pula beberapa penelitian yang menambahkan variabel lain selain content marketing dan customer engagement dalam penelitiannya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Johan Ardi Limandono & Diah Dharmayanti (2017) yang memasukkan variabel independen lainnya yaitu event marketing dan variabel moderasi yaitu social media dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Content Marketing dan Event Marketing terhadap Customer Engagement dengan Social Media Marketing sebagai variabel Moderasi di Pakuwon City”. Selain itu ada pula beberapa penelitian yang memasukkan variabel brand awareness dalam penelitiannya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewanti Pertiwi dan Henni Gusfa (2018) yang meneliti mengenai pengaruh content marketing instagram Kalbis Institute pada brand awareness, juga penelitian Lea Aprilia, Diah Ayu Candraningrum, dan Nigar Pandrianto (2019) yang meneliti mengenai strategi content marketing pada video aftermovie Djakarta Warehouse Project untuk membangun brand awareness. Pada penelitian yang dilakukan Hermawan (2017) menggunakan variabel online customer engagement pada blog kosmetik sebagai variabel independen dan purchase intention sebagai variabel dependennya.

Apabila dilihat dari teori dan konsep yang digunakan, dari kesepuluh penelitian terdahulu yang menjadi sumber referensi peneliti, tidak ada penelitian

(3)

12 yang menggunakan teori, melainkan hanya mencantumkan konsep-konsep saja.

Benyak penelitian yang menggunakan konsep content marketing, customer engagement, digital marketing, event marketing, social media, brand engagement, brand awareness, dan online community

Berdasarkan operasionalisasi variabel, beberapa penelitian yang menggunakan variabel content marketing menggunakan dimensi content marketing yang diambil dari Karr (2016) yang terdiri atas lima dimensi yaitu reader cognition, sharing motivation, persuasion, decision making dan factors (Johan Ardi Limandono & Diah Dharmayanti (2017) ; Banyu Bening & Lucia Kurniawati (2019) ; Nailli Suraya M. Yanis, Rahmat Hidayat & Harrie Luthfi (2019)).

Sementara ada pula yang menggunakan dimensi content marketing yang dikemukakan oleh Calacanis dalam Roper Public Affairs yaitu design, current event, reading experience, timing dan tone (Dewanti Pertiwi & Henni Gusfa, 2018).

Kemudian, untuk variabel customer engagement, umumnya hampir seluruh penelitian menggunakan dimensi yang dikemukakan oleh Hollebeek, dkk (2011) yaitu dimensi kognitif, emosional dan perilaku (Johan Ardi Limandono & Diah Dharmayanti, 2017 ; Nailli Suraya M. Yanis, Rahmat Hidayat & Harrie Luthfi, 2019 ; Hermawan, 2017 ; Fachrizal Abiyyuansyah, Andriani Kusumawati & Ari Irawan, 2019 ; John Denham Smith & Pontus Hardvisson, 2017). Berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Banyu Bening &

Lucia Kurniawati (2019) menggunakan dimensi customer engagement yang dikemukakan oleh Brodie (2013) yaitu learning, sharing, advocating, socializing dan co-developing.

(4)

13 Kemudian, jika dilihat dari metode penelitiannya, lima dari kesepuluh penelitian terdahulu ini merupakan penelitian kuantitatif yang hendak mengukur pengaruh antar variabel. Pada penelitian yang dilakukan oleh Johan Ardi Limandono & Diah Dharmayanti (2017) menggunakan metode kuantitatif dengan path analyses. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Banyu Bening & Lucia Kurniawati (2019) dan Dewanti Pertiwi dan Henni Gusfa (2018) menggunakan metode analisis regresi. Dari keseluruhan penelitian kuantitatif yang dijadikan sebagai referensi ini, seluruhnya menggunakan metode survei sebagai metode pengumpulan data, dan keseluruhan hasil dari penelitian-penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang cukup signifikan antar variabel yang diuji.

Tidak hanya metode kuantatif, berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan, peneliti juga menemukan lima penelitian terdahulu yang menggunakan metode kualitatif yang memiliki tujuan untuk menggambarkan strategi dan implementasi dari sebuah konsep. Adapun penelitian kualitatif ini menunjukkan beberapa dimensi yang harus dimiliki oleh sebuah content marketing, contohnya pada penelitian yang dilakukan oleh John Denham Smith & Pontus Hardvisson (2017) yang mencocokan konsep content marketing yang dikemukakan oleh Moran (2016) yaitu credibility, targeted, differentiated, dan measureable dengan strategi pemasaran perusahaan-perusahaan yan diteliti. Kemudian ada pula penelitian yang dilakukan oleh Moses Frans Romual Silitonga & Hifni Alifahmi (2017) yang menggunakan konsep pembuatan content marketing yang dikemukakan oleh Ooden (2012) yang terdiri atas objective audience, content plan, promotion, engagement, dan measurement. Dari kelima penelitian terdahulu

(5)

14 dengan metode kualitatif ini, seluruhnya menggunakan wawancara mendalam dengan narasumber juga observasi sebagai metode pengumpulan data. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, beberapa penelitian menunjukkan strategi content marketing yang dilakukan dengan step yang baik memperoleh hasil yang baik pula, namun masih ada pula beberapa penelitian yang menunjukkan penggunaan content marketing dapat lebih dikembangkan lagi supaya hasil yang diperoleh dapat lebih signifikan seperti apa yang dikatakan oleh Nigar Pandrianto & Gregorius Genep Sukendro (2018) yang meneliti mengenai instagram Pasar Papringan.

Dari kesepuluh penelitian terdahulu yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini, antara lain penelitian ini bersifat kuantitatif eksplanatif yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel X dan variabel Y. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh content marketing Shopee Live sebagai variabel X terhadap customer engagement sebagai variabel Y. Kemudian pada penelitian ini, peneliti juga menggunakan teori Elaboration Likelihood Model yang menjabarkan mengenai proses penerimaan dan pengolahan pesan bernada persuasif pada seorang individu, serta menggunakan uji regresi linier sederhana sebagai teknik analisis data. Penelitian ini menggunakan dimensi penelitian content marketing dari Karr (2016) yang terdiri dari reader cognition, sharing motivation, persuasion, decision making, dan factors. Serta menggunakan dimensi penelitian customer engagement yang dipaparkan oleh Hollebeek, dkk (2011) yang terdiri dari kognitif, emosional, dan perilaku.

(6)

15 No. Judul Penelitian Tujuan Penelitian Teori/Konsep Metode Penelitian Hasil Penelitian

1. Pengaruh Content Marketing dan Event Marketing terhadap Customer Engagement dengan Social Media Marketing sebagai variabel Moderasi di Pakuwon City

Johan Ardi Limandono, Diah Dharmayanti (2017)

Menganalisa pengaruh content marketing dan event marketing terhadap customer engagement dengan sosial media marketing sebagai variabel moderasi di Pakuwon City.

Content marketing, event marketing, social media marketing, dan customer engagement

 Kuantitatif deskriptif

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa content marketing serta event marketing memiliki pengaruh signifikan terhadap customer engagement. Sedangkan sosial media marketing tidak memoderasi hubungan content marketing terhadap customer engagement tetapi sosial media marketing berhasil memoderasi event marketing terhadap customer engagement.

2. The Influence of Content Marketing toward the Customer Engagement of Tokopedia Users in Yogyakarta

Banyu Bening dan Lucia Kurniawati (2018)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

 Pengaruh positif content marketing terhadap customer engagement pada pengguna

Tokopedia

Content marketing dan customer engagement

 Kuantitatif deskriptif Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

 Terdapat pengaruh positif content marketing terhadap customer engagement pada pengguna Tokopedia 3. Analisis Strategi Pesan

Content Marketing Untuk Mempertahankan Brand Engagement

Nigar Pandrianto, Gregorius Genep Sukendro (2018)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat

bagaimana strategi pesan content marketing Pasar Papringan di media digital untuk

Content marketing, brand engagement dan pesan persuasif

 Kualitatif deskriptif Hasil penelitian

memperlihatkan strategi konten yang dipilih oleh akun Pasar

Papringan masih bersifat informatif, dan belum relevan dengan audiens.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

(7)

16 memelihara

engagement target market.

4. Pengaruh Content Marketing Instagram terhadap Customer Engagement (Studi Kasus pada Elzatta Bandung tahun 2019)

Nailli Suraya M. Yanis, Rahmat Hidayat, Harrie Luthfi (2019)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh content marketing (X) Instagram terhadap customer engagement (Y) studi kasus pada Elzatta Bandung tahun 2019.

Content marketing dan customer engagement

Jenis penelitian ini adalah metode penelitian kuantitaf. Teknik

analisis data yang kami lakukan adalah regresi linier sederhana. Dengan responden sebanyak 110 orang yang mengetahui dan follow Instagram Elzatta.

Hasil dari penelitian ini adalah adanya pengaruh dari content marketing Instagram terhadap customer

engagement Elzatta dengan hasil uji t sebesar content marketing (X) 2,501 > 1,66.

Dan kontribusi content marketing sebesar 68.4 % yang dimana 31.6%

dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis seperti faktor tempat, promosi, harga, dan lain-lain.

5. Pengaruh Content Marketing terhadap Pembentukan Brand Awareness pada Kalbis Institute

Dewanti Pertiwi dan Henni Gusfa (2018)

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan mengukur sejauh mana content

marketing pada Instagram Kalbis Institute dapat berpengaruh terhadap pembentukan brand awareness

Komunikasi pemasaran dalam media baru, content marketing, dan brand awareness

 Kuantitatif

.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh antara content marketing pada Instagram Kalbis Institute terhadap brand awareness Kalbis Institute.

6. Strategi Content Marketing Untuk Membangun Brand Awareness (Studi Kasus Video Aftermovie Djakarta Warehouse Project)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan strategi content marketing Ismaya Live untuk membangun brand

Media sosial, content marketing dan brand awareness

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian studi kasus.

Hasil dari penelitian ini adalah melalui kelima pilar yang ada pada video membuat video aftermovie DWP sebagai bentuk content marketing berhasil

membangun brand

(8)

17 Lea Aprilia, Diah Ayu

Candraningrum, dan Nigar Pandrianto (2019)

awareness melalui video aftermovie DWP.

awareness terhadap festival Djakarta Warehouse Project

7. Efektivitas Online Customer Engagement melalui Blog di Industri Kosmetik Indonesia Hermawan (2017)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah online customer engagement melalui blog di industri kosmetik Indonesia efektif atau tidak.

Online Customer Engagement, Brand awareness, dan Purchase intetion

 Kuantitatif

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa online customer engagement melalui blog adalah efektif.

Secara umum, hasil menunjukkan bahwa responden memiliki brand awareness dan purchase intention pada merek tertentu setelah merujuk pada blog.

8. Analisis Implementasi Strategi Content Marketing dalam

Meningkatkan Customer Engagement (Studi Kasus pada Strategi Content Marketing Amstirdam Coffee Malang)

Fachrizal Abiyyuansyah, Andriani Kusumawati, dan Ari Irawan (2019)

Penelitian ini bertujuan untuk :

 Mengetahui dan menjelaskan implementasi strategi Content Marketing

Amstirdam Coffee Malang

Digital marketing, content marketing, dan customer engagement

Pеnеlitiаn ini mеrupаkаn pеnеlitiаn

explanatory dеngаn pеndеkаtаn

kuаlitаtif.

Hasil dari penelitian ini adalah implementasi strategi Content Marketing

Amstirdam Coffee Malang sudah sesuai dengan alur Content Marketing menurut para ahli.

9. Content Marketing’s Effection on Customer Engagement – A

qualitative study using a multidimensional approach

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana content marketing

mempengaruhi customer engagement

Content marketing, social media marketing, brand engagement dan customer

engagement

 Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa customer engagement merupakan keadaan psikologis yang sulit dijangkau oleh

perusahaan/merk apapun.

(9)

18 John Denham Smith dan

Pontus Hardvisson (2017)

dari perspektif konsumen.

10. The Implementation of Narrative Content Marketing

Communications Strategy for Community Based E- Commerce Products

Moses Frans Romual Silitonga & Hifni Alifahmi (2017)

Penelitian ini bertujuan untuk :

 Mengeksplorasi bagaimana narrative content dibangun dan disusun dalam e- commerce berbasis komunitas pada www.japanesestatio n.com dan

www.simamaung.co m

Communication strategy, content marketing, narrative content dan online community

 Kualitatif deskriptif

Studi ini menunjukkan bahwa adanya strategi komunikasi pemasaran konten naratif yang dapat diterapkan melalui media digital untuk memasarkan produk e-commerce berbasis komunitas.

Sumber : Data Olahan Peneliti

(10)

19 2.2 Teori dan Konsep

Untuk meneliti dan mengetahui jawaban dari fenomena yang sedang diteliti, peneliti membutuhkan beberapa teori dan konsep untuk membantu memberikan penjelasan, menarik spekulasi serta mengamati hasil dari variabel yang diteliti.

Teori dan konsep yang digunakan peneliti antara lain : 1.) Elaboration Likelihood Model ; 2.) digital marketing ; 3.) content marketing ; 4.) customer engagement yang akan dijabarkan lebih lengkap sebagai berikut :

2.2.1 Elaboration Likelihood Model

Elaboration Likelihood Model merupakan teori yang ditemukan oleh Richard Petty dan John Cacioppo yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986. Teori ini menggambarkan proses penerimaan dan pengolahan informasi khususnya yang bernada persuasi pada seorang individu (Donovan, 2010, hal. 102).

Oleh sebab itu, teori ini juga diharapkan dapat dijadikan landasan teori untuk penelitian-penelitian yang menggunakan topik pesan persuasi (Griffin, 2019, hal.

183). Berdasarkan disertasi yang dilakukan oleh Petty dan Cacioppo pada saat itu, mereka menemukan terdapat dua proses kognisi yang dilalui seorang individu dalam menyerap pesan persuasi, yaitu rute sentral dan rute periferal.

Petty dan Cacioppo dalam (Donovan, 2010, hal. 102) menjelaskan bahwa rute sentral merupakan sebuah kondisi dimana seseorang melibatkan pertimbangan yang luas atau mengelaborasikan argumen yang terdapat dalam pesan persuasi yang diterima. Proses rute sentral ini dapat dilakukan apabila seseorang memiliki motivasi atau dorongan sebelumnya terhadap topik pesan yang sedang disampaikan. Rute sentral ini juga dapat dilakukan apabila seseorang memiliki

(11)

20 kapasitas untuk memperhatikan konten pesan secara lebih dekat. Kondisi ini biasanya dapat terjadi apabila isu atau pesan berkaitan erat dengan secara personal dengan penerima pesan serta dirasa memiliki pengaruh yan besar terhadap kehidupan individu tersebut. Individu akan memberikan perhatian yang lebih apabila pesan tersebut berkaitan dengan kehidupan mereka secara langsung dibandingkan dengan pesan yang memiliki keterkaitan maupun pengaruh yang kecil bagi hidup mereka (Petty dan Cacioppo dalam Donovan, 2010, hal. 103).

Rute kedua yang dijelaskan pada teori ini adalah rute periferal. Rute periferal ini terjadi apabila seorang individu tidak melibatkan pertimbangan yang luas atau elaborasi terhadap pesan yang diterima, tetapi justru lebih terpengaruh terhadap beberapa faktor seperti kesukaan atau ketidaksukaan dengan musik latar yang mengiringi pesan tersebut, atau isyarat-isyarat lainnya yang tidak secara langsung berkaitan dengan isi pesan. Proses secara periferal ini meliputi proses pengambilan keputusan secara heuristik, dimana pengambilan keputusan dilakukan secara cepat dengan hanya menggunakan pedoman umum dan sebagian informasi saja. Proses ini dapat mengakibatkan adanya kemungkinan bias, dan ketidakakuratan dalam mengambil keputusan. Pengambilan keputusan ini hanya bergantung pada pertimbangan yang kurang rasional, seperti adanya keinginan

“mendapatkan penerimaan dari orang lain”, “mengikuti saran para ahli”, atau sebuah keyakinan “apabila sebuah pesan mampu ditayangkan dalam iklan berkali- kali, maka perusahaan atau produk ini bisa dipercaya” (Donovan, 2010, hal. 102).

Robert Cialdini dalam (Griffin, 2019, hal. 183) menyebutkan enam isyarat yang memicu seseorang secara otomatis menggunakan rute periferal dalam menerima

(12)

21 pesan persuasif, antara lain : 1.) Reciprocation (pertukaran) : “Kamu berutang padaku” ; 2.) Consistency (konsistensi) : “Kita selalu melakukan ini dengan cara seperti ini” : 3.) Social proof (bukti sosial) : “Semuanya melakukan ini” 4.) Liking (kesukaan) : “Cintai aku, cintai ideku” ; 5.) Authority (otoritas) : “Karena aku bilang tidak” : 6.) Scarcity (kelangkaan) : “Cepatlah, sebelum mereka hilang”

Perbedaan antara rute sentral dan rute periferal dapat dicontohkan apabila seorang professional hendak membeli sebuah kamera, maka individu ini akan mencari tau informasi teknisnya lebih banyak, segala aspek dapat dijadikan pertimbangan, orang ini menggunakan rute sentral dalam pengambilan keputusan yang akan ia lakukan. Berbeda dengan seorang amatir yang lebih terfokus pada hal- hal yang kurang relevan seperti endorser, ataupun style kamera, dan tidak teralalu mementingkan teknis informasi dari kamera tersebut, inilah yang disebut sebagai rute periferal (Donovan, 2010, hal. 103).

Model persuasi elaboration likelihood model ini menyarankan relevansi personal, ketertarikan pada isu, dan pengetahuan mengenai wilayah yang akan dijadikan sebagai target market sasaran merupakan hal-hal yang penting untuk dijadikan pertimbangan sebelum menyampaikan pesan persuasi dan dapat dijadikan ukuran efektifitas penyampaian pesan persuasi tersebut (Donovan, 2010, hal. 104).

2.2.2 Digital Marketing

Adanya perkembangan internet dan penggunaan sosial media menyebabkan adanya perubahan perilaku konsumen (Kingsnorth, 2016, hal. 6).

Saat ini, setiap brand/perusahaan telah memiliki departermen digital marketing

(13)

22 yang terintegrasi dengan seluruh aktivitas marketing, meliputi public relations, pengarah kreatif, merek, customer relationship management, pengembangan produk, harga, komunikasi dan seluruh komponen marketing mix (Kingsnorth, 2016, hal. 6-7). Digital marketing memiliki ragam bentuk, antara lain, online marketing yang terdiri dari berbagai content marketing yang termuat dalam website, email marketing, online advertising, viral marketing, blog/forum, social media dan mobile marketing (Kotler dan Armstrong, 2018, 488).

Menurut Kotler dan Armstrong (2018, hal. 488), pemasaran yang dilakukan secara langsung melalui digital memungkinkan adanya keterlibatkan langsung antara customer secara personal maupun komunitas (dalam jumlah yang lebih banyak) terhadap brand/perusahaan, sekaligus berdampak langsung terhadap hubungan yang terjalin antara brand/perusahaan dengan customernya-nya. Selain itu, informasi yang bisa didapatkan di digital juga sangat beragam, hal ini dapat membantu dalam mengindentifikasi target market yang sesuai dengan yang diinginkan oleh brand/perusahaan. Kotler dan Keller (2016, hal. 275) menjabarkan terdapat hal-hal yang mampu kita ketahui dari pemasaran secara digital, antara lain ada berapa banyak orang yang melakukan “klik” pada konten atau iklan yang ditampilkan oleh brand/perusahaan, berapa lama mereka menghabiskan waktu mengkonsumsi konten maupun iklan tersebut, apa saja yang mereka lakukan dengan konten itu, dan kemana mereka pergi setelah melihat konten tersebut. Hal ini pastinya akan menjadi data yang bermanfaat bagi brand/perusahaan guna menyusun strategi dan menyasar target market yang sesuai, sehingga usaha yang dilakukan berdampak langsung bagi peningkatan penjualan.

(14)

23 Komponen-komponen yang mampu mengidentifikasi perilaku konsumen seperti yang telah dijabarkan diatas disebut sebagai analytics. Selain mampu membuat brand/perusahaan mengetahui perilaku konsumennya, melalui analytics, brand/perusahaan juga mampu mengetahui demografi dan kesukaan dari konsumennya (Kingsnorth, 2016, hal. 6). Selain memeberikan keuntungan bagi pihak brand/perusahaan, digital marketing juga ternyata memberikan keuntungan bagi konsumen. Menurut Kotler dan Armstrong (2018, hal. 510) bagi konsumen, digital marketing merupakan sebuah kenyamanan karena mudah digunakan dan bersifat privat. Melalui digital marketing, konsumen dapat memiliki akses untuk mendapatkan informasi yang tidak terbatas mengenai beragam jenis produk. Pada akhirnya, digital marketing menjadikan konsumen memiliki rasa kedekatan dan kepemilikan terhadap brand/perusahaan yang ia gunakan.

Oleh sebab itu, Ryan (2014, hal.12) menyatakan bahwa satu kunci yang harus diperhatikan dari pembuatan konten digital marketing bukan hanya teknologi saja, sama seperti pemasaran tradisional, pemasaran secara digital juga bertujuan untuk membangun hubungan yang baik antara konsumen dengan brand/perusahaan. Teknologi mungkin menyediakan platform/sarana baru bagi marketer dari suatu brand/perusahaan, cara baru yang menyenangkan untuk mengkomunikasikan produknya kepada orang banyak, namun digital marketing tidak hanya berbatas pada teknologi saja, melainkan lebih kepada bagaimana marketer lebih memahami orang. Bagaimana orang-orang menggunakan teknologi tersebut dan bagaimana cara seorang marketer mampu memanfaatkan informasi tersebut untuk menjangkau audiens yang lebih besar secara efektif. Mempelajari

(15)

24 teknologi memang penting, namun memahami audiens yang akan menjadi target market merupakan kunci keberhasilan dari penggunaan digital marketing (Ryan, 2014, hal. 12).

2.2.3 Content Marketing

Content marketing menurut Pullizi (2014, hal. 4) adalah sebuah proses pemasaran untuk menciptakan dan mendistribusikan konten-konten yang menarik dan bermakna dalam upaya menarik, memperoleh dan melibatkan target audience yang dituju sehingga mendorong pelanggan melakukan tindakan yang menguntungkan. Selain itu, menurut Kotler, Kertajaya, Setiawan (2017, hal. 121) menyebutkan bahwa content marketing merupakan sebuah pendekatan pemasaran yang melibatkan pembuatan, kurasi distibusi, dan pengangkatan konten yang menarik, relevan, dan bermanfaat bagi target audiens yang dituju dengan jelas yang bertujuan untuk menciptakan percakapan mengenai konten tersebut.

Berdasarkan dua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa content marketing merupakan upaya pembuatan dan pendistribusian konten-konten yang menarik dan bermakna bagi target audiens yang dituju sehingga menimbulkan percakapan mengenai konten tersebut diantara target audiens yang dituju dan mendorong target audiens ini melakukan tindakan yang menguntungkan bagi brand/perusahaan. Pullizi (2014, hal. 5-6) juga menyebutkan bahwa tujuan content marketing pada umumnya adalah untuk menjangkau pelanggan baru dan meningkatkan loyalitas pelanggan yang sudah ada.

(16)

25 Content marketing telah menjadi kata kunci dalam beberapa tahun terakhir dan dipredikasi akan menjadi masa depan “periklanan” dalam dunia ekonomi digital. Transapransi yang dibawa dalam intenet menjadi ide awal adanya content marketing. Konektifitas di internet memicu pelanggan untuk berkomunikasi dan menemukan kebenaran mengenai brand (Kotler, Kertajaya, Setiawan, 2017 hal.

121). Content marketing sebenarnya berlawanan dari iklan, content marketing lebih terfokus pada bagaimana cara meraih customer dengan cara yang mereka inginkan, yang juga didalamnya terdapat brand purposes perusahaan. Hal ini dapat membantu brand meraih customer yang tepat yang diinginkan perusahaan.

Singkatnya, content marketing merupakan evolusi dari iklan berubah menjadi sesuatu yang lebih efektif, efisien dan tidak vulgar (Keith Blanchard dalam Maczuga et al, 2015, hal. 6).

Dari dua pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa content marketing berbeda dari iklan, dikarenakan content marketing lebih menjangkau audiensnya dengan cara yang memang diinginkan audiens. Transparansi yang ada di internet juga membuat khalayak lebih mudah untuk berkomunikasi dan mencari informasi serta kebenaran mengenai brand. Oleh sebab itu, content marketing seringkali disebuat sebagai evolusi maupun masa depan dari iklan dalam dunia perekonomian digital, karena mampu menjadikan pesan brand lebih efektif dan efisien manjangkau audiens.

Banyak perusahaan seringkali menghabiskan banyak waktu untuk membuat dan mempromosikan konten yang dibuat bagi pelanggannya. Namun seringkali,perusahaan juga melupakan dan tidak memperhatikan anggaran yang

(17)

26 dikeluarkan bagi konten yang diproduksi. Oleh sebabnya seorang ahli content marketing, Jay Baer dalam (Karr, 2016, hal. 9-10) menyebutkan lima dimensi yang harus dimiliki sebuah content marketing agar mampu menjangkau pelanggan dan menghabiskan anggaran lebih efektif. Dimensi tersebut terdiri atas lima dimensi yaitu 1.) reader cognition ; 2.) sharing motivation ; 3.) persuasion : 4.) decision making ; 5.) factors.

Pertama, reader cognition mendefinisikan mengenai setiap audiens yang dituju memiliki cara yang beragam dalam mencerna suatu informasi. Oleh sebabnya, keragaman cara penyampaian konten juga dibutuhkan baik dari segi interaksi secara visual, audio maupun kinestetik agar dapat menjangkau semua target audiens. Kedua, sharing motivation dimana berbagi merupakan salah satu cara untuk menjangkau audiens dalam skala sosial yang lebih besar. Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang ingin membagikan konten yang mereka dapatkan kepada orang lain. Umumnya, seseorang akan membagikan konten yang ia konsumsi untuk meningkatkan nilai mereka di hadapan orang lain, menciptakan identitas daring, melibatkan diri mereka dalam komunitas mereka, memperluas koneksi yang dimiliki serta membawa kesadaran mengenai topik tersebut. Ketiga, persuasion dimana Robert Cialdini telah mengidentifikasi enam prinsip dari persuasi, antara lain kesukaan, pertukaran, konsesus, kelangkaan, konsistensi, dan otoritas. Hal ini merujuk pada bagaimana perusahaan membujuk audiensnya untuk berpindah dari satu pilihan ke pilihan lainnya dalam proses perjalanan mereka menjadi pelanggan.

(18)

27 Keempat, decision making menjelaskan bahwa setiap individu memiliki pertimbangan yang berbeda-beda sebelum membuat sebuah keputusan.

Kepercayaan, fakta, emosi dan efisiensi memiliki peranan masing-masing dalam mendukung suatu pengambilan keputusan. Oleh sebab itu konten yang baik adalah konten didasarkan pada keseimbangan antar faktor pengambilan keputusan diatas.

Kelima, factors yang mana saat menulis sebuah konten, perusahaan jarang memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi audiens diluar konten yang ditulis perusahaan. Setiap keputusan yang dibuat perusahaan seharusnya tidak hanya memperhatikan evaluasi dari sisi audiens melainkan memperhatikan pula hal-hal yang dipengaruhi oleh teman, keluarga, juga lingkungan sosialnya.

Untuk mengakomodir keragaman audiens dalam mencerna suatu informasi, terdapat beberapa bentuk content marketing yang disampaikan oleh Heidi Cohen dalam (Maczuga et al, 2015, hal. 6) yang menyebutkan bahwa content marketing menggunakan beberapa media seperti teks, video, fotografi, audio, presentasi, buku elektronik, dan infografis untuk memberitahu cerita mengenai brand maupun perusahaan, konten-konten ini dapat dilihat melalui beberapa alat, seperti komputer, tablet, smartphone, dan lainnya. Distribusi konten ini biasanya dilakukan oleh brand/perusahaan, pihak ketiga maupun platform media sosial, yang juga menyediakan hasil yang terukur melalui gimmick yang berisi ajakan “call to action”

maupun melalui kode promo.

Menurut (Kingsnorth, 2016, hal. 232-235) content marketing juga harus memiliki beberapa kriteria sehingga bisa disebut sebagai content marketing yang

(19)

28 baik. Kriteria tersebut terdiri atas : 1.) credible ; 2.) shareable : 3.) useful or fun ; 4.) interesting ; 5.) relevant ; 6.) different ; 7.) on brand.

Pada kriteria pertama yaitu credible dijelaskan bahwa sebuah konten harus bisa dipercaya oleh audiensnya. Konten yang dapat dipercaya tidak harus selalu memuat data yang sangat lengkap. Konten yang kredibel berarti setiap pernyataan yang dimuat dalam konten tersebut harus berbobot dan bisa dipercaya. Kemudian terdapat kriteria shareable yang menjelaskan bahwa konten yang baik adalah konten yang dapat dinikmati oleh banyak orang. Pembuat konten dapat mengetahui kontennya akan dapat dinikmati banyak orang atau tidak melalui pertanyaan

“akankah audiens membagikan konten ini?”. Salah satu konten yang mudah dibagikan (shareable) salah satunya dengan memberikan tips dan trik maupun tutorial yang bermanfaat bagi ataupun tutorial membuat sesuatu yang bermanfaat bagi banyak orang. Dengan begitu audiens yang sudah menonton akan merasa perlu membagikan konten terebut kepada orang lain.

Selanjutnya, pada kriteria useful or fun, konten harus dibuat berguna maupun menyenangkan namun akan lebih baik apabila marketer dapat menggabungkan keduanya, contohnya dengan membuat permainan maupun alat yang menyenangkan untuk seorang user mendapatkan sesuatu. Cara ini akan membuat customer mencari jawabannya sekaligus menikmati proses mencarinya yang menyenangkan, dengan begitu sebuah konten dapat dinilai sebagai konten yang berguna juga menyenangkan. Pada kriteria keempat terdapat kriteria interesting yang menjelaskan bahwa sebuah konten yang menarik harus dibuat dengan luar bisa sehingga dapat menghasilkan konten yang benar-benar menarik.

(20)

29 Jangan hanya menilai sebuah konten menarik atau tidak hanya berdasar pada perspektif marketer saja, karena apa yang menarik menurut marketer belum tentu menarik bagi konsumen. Oleh sebabnya, penting untuk melihat dari perspektif customer sebelum membuat sebuah konten. Kemudian pada kriteria relevant dijelaskan bahwa relevansi merupakan salah satu pondasi yang krusial dalam pembuatan sebuah content marketing. Marketer tidak dapat membuat sebuah konten sebelum memahami karakteristik audiensnya terlebih dahulu. Marketer harus membuat konten yang relevan dengan audiens.

Pada kriteria keenam yaitu different, dijelaskan bahwa konten yang baik adalah konten yang dibuat berbeda dari pihak lain. Dua pertanyaan dasar dapat dilakukan untuk memeriksa sebuah konten sudah cukup berbeda atau belum dari pihak lain, yaitu melalui pertanyaan : “apakah konten seperti ini sudah ada sebelumnya” atau “apakah ide ini cukup unik bagi audiens saya?”. Kemudian pada kriteria terakhir yaitu on brand, dijelaskan bahwa sangat mudah untuk membuat sebuah konten, namun apakah konten tersebut sudah sesuai dengan brand yang kita jual. Terkadang banyak perusahaan yang melupakan hal tersebut. Oleh sebabnya, konten yang dibuat harus memiliki keteraitan dengan brand yang dijual, hal itulah yang diharapkan konsumen, sehingga tidak menimbulkan kebingungan juga bagi konsumen.

2.2.4 Customer Engagement

Customer engagement menurut Hollebeek,dkk (2011, hal. 260) adalah keadaan psikologis yang terjadi berdasarkan pengalaman interaktif dan kreatif pelanggan dengan suatu brand/jasa yang digunakan. Hal tersebut bergantung pada

(21)

30 konteks tertentu sehingga menghasilkan tingkat customer engagement yang berbeda-beda antar pelanggan. Customer engagement memainkan peran yang cukup besar dalam hubungan antara brand dengan pelanggan, contohnya dalam hal keterlibatan dan loyalitas pelanggan yang terjadi berdasarkan proses customer engagement. Selain itu, menurut Viviek & Morgan (2012, 127) menyatakan bahwa customer engagement merupakan intensitas partisipasi individu dan hubungannya dengan penawaran serta aktivitas brand/perusahaan yang diselenggarakkan.

Berdasarkan dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa customer engagement merupakan sebuah keadaan psikologis seseorang yang berkaitan dengan hubungannya dengan brand atau perusahaan yang dapat tercermin pada tingkat keterlibatan maupun loyalitas pelanggan. Lebih lanjut, Viviek & Morgan (2012, 127) mengatakan bahwa tingkat partisipasi dari pelanggan yang sudah ada maupun calon pelanggan sebagai dasar terbentuknya customer engagement.

Sementara, nilai, kepercayaan, komitmen afektif, word of mouth, loyalitas, dan keterlibatan brand community sebagai konsekuensi potensial yang bisa didapatkan oleh brand/perusahaan.

Selanjutnya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Viviek & Morgan (2012, 131) kepada beberapa pebisnis yang telah sukses melakukan engagement dengan pelanggannya menyarankan agar memberikan makna dalam setiap komunikasi yang dilakukan brand/perusahaan kepada pelanggannya, hal ini sangat penting dilakukan untuk menciptakan engagement antara brand/perusahaan dengan pelanggan. Lebih jauh, mereka juga mengatakan bahwa konten komunikasi yang

(22)

31 dibuat harus sejalan dengan kebutuhan pelanggan, dengan begitu konten yang disampaikan akan lebih mengena bagi pelanggan.

Customer engagement menurut Hollebeek, dkk (2011, hal. 260) juga membicarakan bahwa terdapat dimensi yang menjadi ekspresi dari customer engagement yang terdiri dari : 1.) Dimensi kognitif (cognitive) merupakan sesuatu yang muncul dalam diri seseorang yang bersifat informatif berkaitan dengan pengetahuan dan ekspektasi. ; 2.) Dimensi emosional (emotional) berkaitan dengan perasaan juga sikap seseorang yang dipengaruhi oleh suasana hatinya. ; 3.) Dimensi perilaku (behavioral) yang berkaitan dengan kehadiran seseorang dan bagaimana cara seseorang berinteraksi dengan orang lain.

Untuk memberikan gambaran dimensi lebih detail, Patterson et al dalam (Hollebeek, 2011, 255) menjabarkan empat spesifikasi customer engagement yaitu : 1.) Absorption merupakan tingkat konsentrasi seseorang terhadap brand/perusahaan, hal ini merupakan cerminan dari dimensi kognitif. : 2.) Dedication yaitu rasa memiliki yang timbul dalam diri seseorang terhadap brand/perusahaan, hal ini berkaitan dengan dimensi emosional ; 3.) Vigor yaitu tingkat energi seseorang dan ketahanan mentalnya saat melakukan interaksi dengan brand/perusahaan.; 4.) Interaction yaitu komunikasi dua arah yang terjalin antara seseorang dengan brand/perusahaan, hal ini termasuk di dalam dimensi perilaku.

(23)

32 2.3 Kerangka Pemikiran

Pada penelitian ini, content marketing menjadi variabel (X) yang diukur melalui dimensi yang dipaparkan oleh Karr (2016) dan customer engagement menjadi variabel (Y) yang diukur melalui dimensi yang dipaparkan oleh Hollebeek, dkk (2011).

2.4 Hipotesis Teoritis

Berdasarkan kerangka teori dan konsep yang telah dijabarkan sebelumnya, maka peneliti dapat menarik hipotesis yaitu, terdapat pengaruh antara content marketing terhadap customer engagement.

Content Marketing (Karr,2016) :

1. Reader Cognition 2. Sharing

Motivation 3. Persuassion 4. Decision Making 5. Factors

Customer Engagement (Hollebeek, dkk, 2011) :

1. Kognitif 2. Emosional 3. Perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Analisis penentuan prioritas komoditas unggulan buah-buahan perlu dilakukan agar daerah Kabupaten Sigi bisa menentukan komoditas buah-buahan yang bisa dijadikan

ekosistem pedesaan di Indonesia, apalagi di setiap kawasan hutan alam yang masih utuh, seperti kawasan taman nasional, memiliki keanekaragaman hayati pangan dan obat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Profitabilitas, Opini Audit tahun Sebelumnya, Pertumbuhan

Pemberian tugas terstruktur berbasis aktivitas pada metode diskusi diharapkan dapat memberikan alternatif strategi pembelajaran matematika untuk meningkatkan

a) Lemak yang tidak tersabunkan adalah lemak netral/trigliserida netral yang tidak bereaksi selama proses penyabunan atau yang sengaja ditambahkan untuk mendapatkan basil

Judul penelitian “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Menggunakan Model Quantum Learning Pada Siswa Kelas V SDN Karangkandri 04 Cilacap”. Adapun tujuan dari

Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi- tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada tanggal 1 Januari 2011 dan atau yang memenuhi ketentuan Peraturan

Perlindungan hukum terhadap anggota penyimpan dana pada koperasi CU Khatulistiwa Bakti belum sepenuhnya terakomodir dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang