• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS MONITORING FREKUENSI RADIO MICROWAVE PADA SISTEM JARINGAN SELULER KABUPATEN TANA TORAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS MONITORING FREKUENSI RADIO MICROWAVE PADA SISTEM JARINGAN SELULER KABUPATEN TANA TORAJA"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS MONITORING FREKUENSI RADIO MICROWAVE PADA SISTEM JARINGAN SELULER

KABUPATEN TANA TORAJA

NURFITRI ULFAH

10582 00914 11 10582 00917 11

PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017

(2)

ANALISIS MONITORING FREKUENSI RADIO MICROWAVE PADA SISTEM JARINGAN SELULER

KABUPATEN TANA TORAJA

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Teknik Telekomunikasi

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik

Disusun dan diajukan oleh

NURFITRI ULFAH

10582 00914 11 10582 00917 11

PADA

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH MAKASSAR 2017

(3)
(4)
(5)

Nurfitri¹, Ulfah²

¹Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unismuh Makassar Email: nurfitribuhari93@gmail.com

² Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Unismuh Makassar Email: ulfahhumairah@gmail.com

ABSTRAK

Abstrak ; Nurfitri dan Ulfah : (2016) “Analisis Monitoring Frekuensi Radio Microwave Pada Sistem Jaringan Seluler Kabupaten Tana Toraja)” (2011).

Dibimbing oleh Zahir Zainuddin dan Rahmania. Spektrum Frekuensi Radio merupakan sumber daya alam yang terbatas, dimana penggunaannya perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian untuk mewujudkan penggunaan frekuensi radio yang teratur, tertib, efektif, efisien dan optimal, serta tidak saling mengganggu (interferensi). Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :1) Untuk mengetahui hasil dari Pengukuran Parameter Teknis Microwave Link di Kabupaten Tana Toraja. 2) Untuk Mengidentifikasi penggunaan frekuensi radio ilegal (tidak memiliki ISR) pada Stasiun Radio Microwave Link yang berada di wilayah Kabupaten Tana Toraja.

Kegiatan penelitian terdiri atas dua tahap yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Analisis data dilakukan dengan pendekatan analisis dekriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 wilayah yang menjadi objek pengukuran, 5 Perusahaan penyelenggara yang melakukan pengukuran tempat pada lokasi pemancar yang berbeda serta memiliki frekuensi, level daya serta bandwith yang berbeda-sesuai dengan lokasi dan nama penyelenggara pengukuran. Selain itu dari hasil analisis deskriptif yang tampak tampak bahwa frekuensi radio microwave yang terdaftar di SIMS sebanyak 9 penyelenggara sedangkan frekuensi radio microwave yang tidak terdaftar atau belum terdaftar di SIMS sebanyak 1penyelenggara di wilayah Makale Rembong.

Kata Kunci : Frekuensi Radio, Microwave Link, Interferensi, Dekriptif .

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dan dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan Akademik yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir ini adalah : “Analisis Monitoring Frekuensi Radio Microwave Pada Sistem Jaringan Seluler Kabupaten Tana Toraja”

Dalam penyusunan tugas akhir ini berbagai hambatan dan keterbatasan dihadapi oleh penulis mulai dari tahap persiapan sampai dengan penyelesaian tulisan namun berkat bantuan, bimbingan dan kerja sama berbagai pihak, hambatan dan kesulitan tersebut dapat teratasi.

Skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada:

1. Bapak Ir. Hamzah Al Imran, ST., MT, sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Umar Katu, ST., MT, sebagai Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(7)

v

3. Bapak Dr. Ir. Zahir Zainuddin, M. Sc. Selaku pembimbing I dan Ibu Rahmania, ST., MT. Selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan kesempannya dalam membimbing kami.

4. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.

5. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala limpahan kasih sayang, dukungan, do’a dan pengorbanannya terutama dalam bentuk mater dalam menyelesaikan kuliah.

6. Saudara-saudaraku, sahabat serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik terkhusus untuk Angkatan 2011 yang dengan keakraban dan persaudaraannya banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga bantuan, bimbingan, dukungan maupun pengorbanan yang telah diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, rekan-rekan masyarakat serta bangsa dan Negara. Amin.

Makassar, 2017

Penulis

(8)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... ….. 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Batasan Masalah... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

F. Sistematika Penuisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Monitoring Spektrum Frekuensi Radio ... 5

B. Pendalaman Tentang Spektrum Frekuensi Radio ... 7

C. Microwave Link ... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Umum ... 21

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

C. Schedule Penelitian ... 22

D. Skema Penelitian ... 23

E. Blog Diagram ... 24

(9)

vii

F. Metode Pengumpulan Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Analisa Pengukuran ... 30

B. Validasi Data pengukuran ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... …… 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

Lampiran ... 46

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal penelitian ... 22 Tabel 4.1 hasil pengukuran di wilayah Mendetek, kec. Makale untuk

frekuensi 6 – 8 GHz. ... 31 Tabel 4.2 hasil analisis deskriptif berdasarkan nama penyelenggara .. 31 Tabel 4.3 hasil analisis deskriptif berdasarkan lokasi pemancar ... 32 Tabel 4.4 hasil analisis deskriptif berasarkan frekuensi Tx (MHz) ... 32 Tabel 4.5 hasil analisis deskriptif berdasarkan frekuensi Fx (MHz) ... 32 Tabel 4.6 hasil analisis deskriptif berdasarkan level daya Tx (dBm) .. 33 Tabel 4.7 hasil analisis deskriptif berdasarkan Bandwith (MHz) ... 33 Tabel 4.8 hasil pengukuran di wilayah mendetek, kec. Makale untuk

frekuensi 6 – 16 GHz ... 33 Tabel 4.9 hasil analisis deskriptif berdasarkan nama penyelenggara pada

frekuensi 6 – 16 GHz ... 34 Tabel 4.10 hasil analisis deskriptif berdasarkan lokasi pemancar ... 34 Table 4.11 hasil analisis deskriptif berdasarkan frekuensi Tx (MHz) ... 34 Tabel 4.12 hasil analisis deskriptif berdasarkan frekuensi Rx (MHz) .. 35 Tabel 4.13 hasil analisis deskriptif berdasarkan level daya Tx (dBm) .. 35 Tabel 4.14 hasil analisis deskriptif berdasarkan Bandwith (MHz) ... 35 Tabel 4.15 hasil pengukuran di wilayah Makale Rembong untuk rentang

frekuensi 13 – 16 GHz ... 36 Tabel 4.16 hasil pengukuran di wilayah poros Rembong untuk rentang

frekuensi 14 – 18 GHz ... 37

(11)

viii

Tabel 4.17 hasil pengukuran di wilayah Ratte Tolange untuk rentang

frekuensi 6 – 10 GHz ... 38 Tabel 4.18 hasil penugukuran di wilayah Bittuang Butto Limbong untuk

rentang frekeunsi 14 – 18 GHz ... 39 Tabel 4.19 hasil pengukuran parameter teknis di Kabupaten Tana Toraja 40 Tabel 4.20 hasil validasi monitoring spektrum frekuensi radio microwave link

di Kabupaten Tana Toraja ... 41 Tabel 4.21 hasil analisis deskriptif status validasi monitoring spektrum

frekuensi radio microwave link di Kabupaten Tana Toraja . 42

(12)

ix

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Pembagian Wilayah Itu ... 11 Gambar 2.2 Pembagian Spektrum Frekuensi Dalam Pengembangan

Teknologi Komunikasi ... 15 Gambar 2.3 Arsitektur Jaringan Seluler ... 20 Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian Monitoring Spektrum Frekuensi Radio

Microwave Link Di Kabupaten Tana Toraja ... 23 Gambar 3.2 Log Diagram Pengukuran Parameter Teknis Monitoring

Spektrum Frekuensi Radio Mokrowave Link Di Kabupaten

Tana Toraja ... 24 Gambar 3.3 Antena Horn Merk Schwarzbeck Tipe Bbha9120d Untuk

Pengukuran Range Frekuensi 1 – 18 Ghz ... 25 Gambar 3.4 Antena Horn Merk Schwarzbeck Tipe Bbha9170d Untuk

Pengukuran Range Frekuensi 15 – 40 Ghz ... 26 Gambar 3.5 Lna Merk Schwarzbeck Tipe Bbv9718 Untuk Pengukuran

Dengan Range Frekuensi 0,5 – 18 Mhz ... 27 Gambar 3.6 Lna Merk Schwarzbeck Tipe Bbv9719 Untuk Pengukuran

Dengan Range Frekuensi 12 – 28 Ghz Dihubungkan Dengan Antena Horn Merk Schwarzbeck Tipe Bbha9170d Dan

Adapter ... 27 Gambar 3.7 Sa Merk Agilent Tipe N9344c Yang Mampu Bekerja

Di Rentang Frekuensi 1 Mhz – 20 Ghz ... 29

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spektrum Frekuensi Radio merupakan sumber daya alam yang terbatas, dimana penggunaannya perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian untuk mewujudkan penggunaan frekuensi radio yang teratur, tertib, efektif, efisien dan optimal, serta tidak saling mengganggu (interferensi). Hal ini dapat terwujud jika pengguna frekuensi radio menggunakan frekuensi radio setelah memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) dan menggunakan frekuensi radionya sesuai dengan izin yang diberikan dan peruntukannya, memperhatikan ketentuan/persyaratan teknis dari stasiun radionya, serta menggunakan perangkat yang telah distandarisasi (disertifikasi).

Tujuan monitoring spektrum adalah untuk membantu dalam mengatasi interferensi, dalam memastikan kualitas penerimaan televisi dan radio, dan untuk menyediakan informasi monitoring pada manajemen spektrum. Cakupan pekerjaan monitoring (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013) termasuk mengidentifikasi transmisi sinyal yang tidak sesuai dengan persyaratan baik karena transmisi yang tidak berijin (unlicensed) ataupun karena ketidaksesuaian secara teknis dengan aturan dan regulasi nasional.

Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Makassar, sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika yang mempunyai Tugas dan Fungsi (Tusi) melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan Frekuensi Radio di wilayah

(14)

2 Provinsi Sulawesi Selatan, diantaranya melalui kegiatan Monitoring dan Observasi, Pengukuran Parameter Teknis, Validasi Data Pengguna Frekuensi Radio, Penanganan Gangguan, Pengamanan Frekuensi pada event-event tertentu dan melakukan Penertiban Pengguna Spektrum Frekuensi Radio.

Memperhatikan program kerja dan tupoksi Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Makassar sebagai pengawas dan pengendali terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio khususnya di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan serta untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan dan ketidaksesuaian tersebut di atas, maka dilaksanakanlah kegiatan Pengukuran Parameter Teknis Frekuensi Radio khususnya Stasiun Radio Microwave Link milik Penyelenggara Telekomunikasi Seluler yang berada di wilayah Kabupaten TANA TORAJA.

Berdasarkan hal tersebut maka penyusun tertarik untuk mengambil judul

“Analisis Monitoring Frekuensi Radio Microwave Pada Sistem Jaringan Seluler Kabupaten Tana Toraja”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisis hasil dari Pengukuran Parameter Teknis Microwave Link di Kabupaten TANA TORAJA ?

2. Bagaimana Mengidentifikasi penggunaan frekuensi radio ilegal (tidak memiliki ISR) pada Stasiun Radio Microwave Link yang berada di wilayah Kabupaten TANA TORAJA ?

(15)

3 1.3 Tujun Penelitian

1. Untuk mengetahui hasil dari Pengukuran Parameter Teknis Microwave Link di Kabupaten TANA TORAJA.

2. Untuk Mengidentifikasi penggunaan frekuensi radio ilegal (tidak memiliki ISR) pada Stasiun Radio Microwave Link yang berada di wilayah Kabupaten TANA TORAJA.

1.4 Batasan Masalah

Dalam melekukan penyusunan tugas akhir ini, agar pembahasan menjadi terarah, penyususn akan membatasi masalah dalam penelitian mengenai “ Pengukuran Parameter Teknis Frekuensi Radio Microwave Link Seluler Kabupaten Tana Toraja”.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan penulis mengenai Spektrum Frekuensi Radio.

2. Mengetahui lebih dalam tentang Microwave Link.

3. Menjadi bahan informasi/referensi bagi peneliti lain yang hendak mengadakan pengembangan penelitian lebih lanjut.

1.6 Sistematika Penulisan

Uraian selanjutnya adalah pemilihan secara sistematika bab, dimana setiap bab terbagi atas sub bagian yang untuk selanjutnya sebagai berikut :

(16)

4 Bab I Pendahuluan : Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, serta maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan serta sistematika penulisan dari laporan hasil penilitian.

Bab II Tinjauan Pustaka : Bab ini menjelaskan tentang teori-teori pendukung yang berkaitan dengan judul penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian : Bab ini menjelaskan tetang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, diagram balok dan gambar rangkaian penelitian, serta metode penelitian yang berisi langkah-langkah dalam proses melakukan penelitian.

Daftar Pustaka : Berisi tentang daftar sumber referensi penulis dalam memilih teori yang relevan dengan judul penelitian.

(17)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Monitoring Spektrum Frekuensi Radio 1. Pengertian Monitoring Spektrum Frekuensi Radio.

Monitoring spektrum frekuensi radio adalah proses operasi pemantauan yang terus menerus dan tidak boleh berhenti. Dukungan infrastruktur teknologi yang digunakan juga harus lebih dinamis dan mampu dimanfaatkan secara menyeluruh oleh para petugas operasional. Mengingat perkembangan teknologi yang cepat dan perangkat yang digunakan cepat usang, terdapat kemungkinan komponen/modul lama sudah tidak diproduksi lagi.

Apabila organisasi lalai dalam memanfaatkan perangkat, maka organisasi- organisasi UPT Balai Monitor Spektrum akan kehilangan momen dalam mengendalikan penggunaan spektrum yang semakin meningkat. Kerugian dalam menghasilkan informasi yang akurat tentang pendudukan spektrum frekuensi radio berakibat pada perencanaan spektrum dan penetapan spektrum frekuensi radio yang tidak tepat, sehingga akan banyak menimbulkan pengguna frekuensi liar dan gangguan terhadap pengguna yang berizin. Sistem Informasi Monitoring yang dihimpun dalam basis data monitoring merupakan masukan dalam sistem Manajemen spektrum frekuensi radio yang setiap saat diharapkan dapat berinteraksi dan saling membutuhkan. Intensitas integrasi ini semakin cepat sebagai akibat perkembangan teknologi di lapangan belum dapat segera dipantau keberadaannya.

(18)

6 Berangkat dari kebijakan Managemen Spektrum Frekuensi untuk membangun suatu sistem pengelolaan spektrum frekuensi yang terintegrasi di semua wilayah di Indonesia dimana secara fungsional adanya integrasi antara stasiun monitor tetap dan bergerak dengan sistem managemen frekuensi radio, diperlukan penguatan sumber daya manusia, kehandalan perangkat monitor dan kemudahan sistem aplikasi.

Perkembangan infrastruktur perangkat monitoring spektrum frekuensi radio di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1981 hingga sekarang sehingga diharapkan setiap titik geografis di Indonesia telah dapat dipantau dan pengguna spektrum frekuensi radio dapat dilindungi dari sinyal yang tidak diinginkan. Siklus hidup dari suatu sistem perangkat akan menjadi usang setelah lima tahun dan masa pengimplementasian dan pengembangannya terlalu pendek. Belum selesai sebuah sistem diimplementasikan sudah ada sistem dan perangkat yang kemampuannya lebih tinggi dilihat dari segi kecepatan maupun dari segi kemampuan memori penyimpanannya. Disamping itu, dalam layanan sistem monitoring frekuensi radio dan Sistim Informasi Manajemen Spektrum Frekuensi radio (sistem basis data frekuensi radio nasional), suatu yang selalu berdampingan akhirnya bisa terintegrasi dan menjadi suatu kebutuhan.

2. Sistem Monitoring Internasional dan Nasional

Sistem Monitoring secara internasional harus mampu mencakup wilayah global dengan menggunakan stasiun monitoring dan dilengkapi dengan kemampuan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh ITU. Resolusi ITU R-23

(19)

7 mempersyaratkan sistem Monitoring internasional dalam skala global sebagai berikut:

a. Semua elemen yang berpartisipasi dalam sistem monitoring Internasional harus secara berkala terus didorong untuk terus berpartisipasi aktif dan secara kontinyu bisa menyediakan data kepada Pusat Monitoring internasional

b. Lembaga yang belum aktif dalam sistem Monitoring internasional perlu didorong untuk bergabung dengan sistem monitoring internasional

c. Kerjasama antar stasiun monitor internasional perlu didorong dan ditingkatkan dalam proses pertukaran informasi monitoring internasional dalam menangani pancaran teresterial, luar angkasa dan penyelesaian interferensi bagi stasiun radio yang sulit diketahui dan diidentifikasi d. Lembaga monitoring dengan fasilitas yang kurang memadai perlu

didorong untuk meningkatkan fasilitas monitoring untuk keperluan lembaga negaranya, sehingga dengan kemampuan yang meningkat akan dapat didorong kemampuan monitoring internasional

e. Lembaga monitoring yang sudah memiliki kemampuan lebih perlu didorong untuk membantudalam proses program pelatihan teknis monitoring bagi lembaga lainnya.

2.2 Pendalaman Tentang Spektrum Frekuensi Radio 1. Karakteristik Dasar Spektrum Frekuensi Radio

(20)

8 Spektrum Frekuensi Radio selanjutnya disingkat dengan SFR adalah sumber daya alam yang terbatas, menurut Robertson, spektrum frekuensi radio memiliki karakteristik yang membuatnya menjadi sumber daya yang unik sebagai berikut :

1) SFR bersifat non homogen, frekuensi yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda. Seperti diperlihatkan pada tabel pita spektrum frekuensi radio, terlihat bahwa masing-masing pita memiliki layanan spesifik.

2) SFR bersifat terbatas. Untuk layanan komunikasi, terdapat batasan dari rentang frekuensi yag digunakan.

3) SFR bersifat non-depletable. Spektrum frekuensi radio yang digunakan tidak tergantung pada waktu. Penggunaan hari ini tidak akan mempengaruhi ketersediaan besok sehingga ketersediaan sumber daya selalu tetap.

4) SFR bertsifat non-storable, bukan merupakan sumber daya yang dapat disimpan.

Menurut David Robertson, eksklusifitas spektrum frekuensi radio terletak pada keunikan dari pita frekuensi dimana terdapat tiga karakteristik yang dimiliki oleh frekuensi yang berbeda yaitu pengaruh propogasi, interferensi dan lebar pita.

Seperti dijelaskan sebelumnya propogasi merujuk kepada kemampuan jangkauan yang dapat dicapai oleh frekuensi tersebut. Pita frekuensi yang lebih rendah memiliki jangkauan yang lebih tinggi. Lebar pita merujuk kepada kemampuan kanal dalam membawa informasi.

Secara umum lebar pita yang lebih lebar mampu memberikan informasi yang lebih banyak. Interferensi merujuk kepada kemampuan penerima radio komunikasi untuk memilah sinyal yang diharapkan dari sinyal yang tidak

(21)

9 diharapkan. Untuk mencegah interferensi terutama pada sistem FDM maka digunakan frekuensi quard band.

Penggunaan SFR dalam sistem komunikasi, komunikasi bergerak teresterial dan sistem komunikasi bergerak seluler diawali dengan sistem konvensional (large zone) yang mempunyai jangkauan base stasiun yang sangat luas sekitar 40 km serta mempunyai keuntungan relatif mudah dalam hal switching, charging dan transmisi. Namun, sistem ini mempunyai kekurangan dalam hal pelayanan yang terbatas, daya yang dipancarkan harus besar dan antena harus tinggi. Selain itu, area pelayanan dibatasi kelengkungan bumi. Ketika pengguna sedang melakukan pembicaraan dan keluar dari suatu wilayah layanan, maka pembicaraan akan terputus karena tidak memiliki fasilitas handoff dan harus inisiliasi ulang. Unjuk kerja pelayanan kurang baik karena sistem konvensional hanya memiliki jumlah kanal sedikit sehingga blocking menjadi sangat besar, tidak efisien dalam penggunaan lebar pita, dan tidak menggunakan pengulangan frekuensi sehingga jumlah kanal yang dialokasikan pada setiap sel akan sangat kecil.

2. Pengaturan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.

Gelombang radio merambat di ruang angkasa tanpa mengenal batas wilayahteritorial negara. Di setiap daerah perbatasan antar dua negara, penggunaanalokasi frekuensi radio untuk teknologi komunikasi radio baru memerlukansuatu koordinasi yang erat antar dua negara tersebut untuk mencegah adanya saling gangguan (harmful interference).

(22)

10 Secara internasional penggunaan spektrum frekuensi radio diatur oleh suatu hukum internasional yang bersifat mengikat (treaty) dalam bentuk Radio Regulations ITU, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari konstitusi dan konvensi ITU. Radio Regulations ITU membentuk suatu kerangka kerja dasar internasional di mana setiap negara anggota mengalokasikan dan melakukan penataan spektrum pada tingkat yang lebih rinci. (Koperasi Ditjen Postel, 2003)

Kerangka umum pengaturan spektrum Frekuensi radio adalah sebagai berikut :

A. Internasional

a) International Telecommunication Union (ITU).

1. World Radio communication Conference (WRC).

2. Radio Regulation (RR).

b) Asia Pacific Telecommunity (APT).

c) ASEAN Telecommunication Regulatory Council (ATRC).

d) Koordinasi Bilateral antar negara B. Nasional

a) Perundang-undangan tingkat Nasional.

b) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi.

c) Peraturan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi.

d) Peraturan sektor lain yang terkait.

3. World Radio Communication Conference

Secara umum, penggunaan spektrum frekuensi radio diatur oleh badankhusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di bidang telekomunikasi, yaitu

(23)

11 International Telecommunication Union (ITU). Indonesia telah menjadi anggota ITU sejak tahun 1950. Sebagai penandatangan Konstitusi dan Konvensi ITU, Indonesia memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa kegiatan pengelolaan spektrum frekuensi radio sesuai dengan Radio Regulations ITU.

Radio Regulation ITU dan Tabel Alokasi Frekuensi diperbaharui pada sidang komunikasi radio sedunia/World Radiocommunication Conference (WRC) yang diadakan satu kali setiap kurang lebih 3 sampai 4 tahun. Di dalam persiapan WRC, setiap Administrasi yang berada dalam region yang sama berusaha untuk mengharmonisasikan posisinya di dalam region tersebut. ITU telah membagi tiga region berbeda seperti terlihat pada gambar berikut ini :

GAMBAR 2.1. Pembagian Wilayah ITU

Di dalam wilayah Asia Pasifik (Region-3), Asia Pacific Telecommunity (APT) mengorganisasikan pertemuan-pertemuan kelompok persiapan (APG/APT Preparatory Group) untuk menyusun posisi bersama di antara negara-negara anggota sebagai masukan bagi sidang WRC. Pada tingkat nasional, Ditjen Postel mendiskusikan masalah-masalah yang dibahas di dalam WRC dengan stakeholder dan pihak terkait dalam pertemuan kelompok kerja persiapan WRC, seperti

(24)

12 penyelenggara jaringan telekomunikasi, operator satelit, instansi pemerintah terkait (Ditjen Perhubungan Laut, Ditjen Perhubungan Udara, LAPAN, Institusi pertahanan keamanan, BMG, dsb.), manufaktur/vendor, ORARI, pakar dan sebagainya. Anggota tim kelompok kerja tersebut dapat berpartisipasi dalam sidang WRC sebagai Delegasi Indonesia yang dikoordinasikan oleh Ditjen Postel.

Hasil pembahasan dan keputusan dari sidang WRC adalah perubahan dari Radio Regulation, meliputi perubahan alokasi frekuensi, tata cara dan prosedur koordinasi, maupun notifikasi, baik untuk sistem komunikasi radio satelit maupun terrestrial, serta ketentuan-ketentuan teknis lainnya, yang nantinya memberikan suatu ketentuan hukum internasional serta panduan dan arah bagi industri telekomunikasi di seluruh dunia dalam melakukan investasi dan perencanaan riset, pengembangan maupun penerapan teknologi “wireless” (nirkabel) di seluruh dunia.

4. Radio Regulations

“ITU Radio Regulation” memiliki 4 “volume” (jilid), yang terdiri dari Artikel, Appendiks, Rekomendasi dan Resolusi dan Pencantuman berdasarkan Referensi.

Volume I Radio Regulation, yaitu Artikel, memiliki 9 “chapter” (bab), meliputi :

1) Terminologi dan karakteristik teknis.

2) Frekuensi (alokasi frekuensi).

3) Koordinasi, notifikasi dan pencatatan penetapan Frekuensi dan modiifikasi Rencana (Plan).

(25)

13 4) Interferensi.

5) Ketentuan Administrasi.

6) Ketentuan untuk “Services” (dinas/layanan) dan “Stations” (stasiun radio).

7) .“Distress and Safety Communications” (Komunikasi Marabahaya dan Keselamatan).

8) “Aeronautical Services” (Dinas Penerbangan).

9) “Maritime Services” (Dinas Maritim).

Volume 2, Appendiks, meliputi hampir seluruh tugas rinci di dalam Radio Regulations terdapat pada 42 Appendiks. Appendiks juga memuat hasil perencanaan pada Konferensi Dunia untuk Servis Maritim, Penerbangan dan Satelit.

Volume 3, terdiri dari Resolusi dan Rekomendasi. Pada Radio Regulation edisi terakhir tahun 2008, terdapat 142 Resolusi dan 23 Rekomendasi. Dimana Resolusi adalah kesepakatan dalam konferensi untuk melakukan suatu tindakan dalam cara tertentu. Resolusi tidak memiliki kekuatan kecuali terkait dengan Volume 1. Sedangkan, Rekomendasi adalah masukan atau saran dari suatu konferensi kepada pengguna atau administrasi. Suatu rekomendasi tidak memiliki status regulasi.

Volume 4, Pencantuman berdasarkan Referensi, meliputi sejumlah banyak prosedur dalam Radio Regulations yang merujuk kepada Rekomendasi Study Group ITU-R untuk rincian proses. Proses ini memungkinkan Radio Regulations menggunakan data dan proses terakhir dengan perubahan pada regulasi yang

(26)

14 sesungguhnya. Pada Radio Regulation edisi terakhir tahun 2008, terdapat 38 Referensi.

5. Koordinasi Frekuensi Radio Dengan Negara Lain

Koordinasi dalam penggunaan spektrum frekuensi radio dengan negara lain dapat dibagi menjadi dua macam yaitu koordinasi frekuensi terrestrial dan koordinasi satelit. Koordinasi frekuensi terrestrial meliputi koordinasi frekuensi

”service” (dinas) penyiaran (broadcast), bergerak darat (sellular), HF Broadcast maupun HF Fixed dan Mobile, microwave link (point-to point), satelit, dsb.

Hampir semua koordinasi frekuensi terrestrial menyangkut pada wilayah perbatasan antara suatu negara dengan negara lain. Beberapa wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara lain dan perlu dilakukan koordinasi penggunaan spektrum frekuensi, antara lain :

1) Pantai Sumatera Bagian Timur Utara berbatasan dengan Malaysia.

2) Batam, Bintan dan Tanjung Balai - Kepulauan Riau, berbatasan dengan Malaysia dan Singapura.

3) Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, berbatasan dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia.

4) Sangihe-Talaud berbatasan dengan Mindanao-Filipina.

5) NTT dan Maluku berbatasan dengan Timor Leste.

6) Papua berbatasan dengan Papua Nugini.

Koordinasi frekuensi terrestrial lainnya seperti koordinasi frekuensi HF Broadcast (HFBC) dilakukan melalui forum koordinasi frekuensi yang dikoordinasikan oleh Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) di Kuala Lumpur,

(27)

15 sekitar bulan Agustus setiap tahun. Hal ini berdasarkan ketentuan Artikel 12 Radio Regulation ITU. Untuk penggunaan frekuensi HF lainnya, hendaknya dilakukan koordinasi frekuensi bilateral dengan negara lain yang kemungkinan terganggu sebelum dinotifikasi ke ITU. Khusus penggunaan frekuensi LF/MW untuk Radio Siaran AM diatur melalui perjanjian internasional GE-75, yang diberlakukan untuk negaranegara Region 1 dan 3, termasuk Indonesia. Modifikasi dan penambahan kanal di luar ”allotment plan” (rencana penjatahan) setiap negara, maka perlu dilakukan koordinasi frekuensi dengan negara lain dan dilakukan proses notifikasi ke ITU. (Denny Setiawan, 2010).

6. Kebijakan Dan Perencanaan Spektrum Frekuensi Radio.

Manajemen spektrum yang baik memerlukan banyak sekali perencanaan pita frekuensi untuk mencegah situasi interferensi dan untuk mendorong penggunaan spectrum frekuensi radio yang efektif dan efisien. Secara khusus,

“Fixed Services” (Dinas Tetap) dan “Mobile Service” (Dinas Bergerak) memerlukan perencanaan yang baik.

Berikut ini ada gambar pembagian spektrum frekuensi yang sering digunakan dalam pengembangan teknologi komunikasi.

GAMBAR 2.2. Pembagian Spektrum Frekuensi dalam pengembangan teknologi komunikasi

(28)

16 Terdapat tiga range frekuensi umum dalam transmisi wireless, yaitu sebagai berikut :

1) Frekuensi microwave dengan range 2-40 Ghz, cocok untuk transmisi point- to- point. Microwave juga digunakan pada komunikasi satelit.

2) Frekuensi microwave dalam range 30 Mhz-1 Ghz, cocok untuk aplikasi omnidirectional. Range ini ditujukan untuk range broadcast radio.

3) Range frekuensi lain yaitu antara 300-200000 Ghz, untuk aplikasi local, adalah spectrum infra merah. Infra merah sangat berguna untuk aplikasi point-to-point dan multipoint dalam area terbatas seperti sebuah ruangan.

2.3 Microwave Link

1. Perencanaan Microwave Link

Saluran (link) microwave beroperasi antara frekuensi 2 – 58 GHz.

Semakin tinggi frekuensi, semakin pendek pula jarak link transmisi. Karena rentang frekuensi yang lebar, saluran microwave dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori utama :

1) Long Haul

Frekuensi kerja link ini adalah 2-10 GHz. Pada kondisi iklim dan frekuensi kerja optimal, jarak yang bisa ditempuh mencapai rentang 80 km hingga 45 km.

Link ini terperangaruh oleh multipath fading. Frekuensi yang dipergunakan adalah 2,7 dan 10 GHz.

2) Medium Haul

Frekuensi kerja dari link ini adalah dari 11-20 GHz. Panjang hop bervariasi

(29)

17 antara 40 km dan 20 km, tergantung dari kondisi iklim dan frekuensi yang dipergunakan. Multipath fading dan redaman hujan berpengaruh pada performasi link ini. Frekuensi yang biasa dipergunakan adalah 13,15dan 18 GHz.

3) Short Haul

Beroperasi pada range frekuensi tinggi (23-58 GHz) dan menjangkau jarak paling pendek. Pada penggunaannya, untuk frekuensi yang lebih rendah dalam rentang frekuensi ini terpengaruh oleh multipath fading dan redaman hujan sekaligus. Pada rentang frekuensi yang lebih tinggi dan panjang hop hanya beberapa kilometer, multipath tidak begitu berpengaruh, namun redaman hujan mengakibatkan atenuasi yang cukup mengganggu sebesar 3-7 dB/km pada curah hujan 20 mm/h. Frekuensi kerja yang dipergunakan adalah 23, 26, 27, 38, 55 dan 58 GHz.

Komponen utama dari sebuah link microwave adalah : 1) Indoor Unit (IDU)

Selain berfungsi sebagai modulator-demodulator sinyal. IDU juga berfungsi sebagai forward error correction (FEC), multiplexing user data, control unit (monitoring dan controlling radio unit melalui NMS) dan berfungsi sebagai kanal komunikasi antara NMS dan ODU. Daya ke perangkat radio microwave dicatu melalui IDU. Indoor unit biasanya ditempatkan di kabinet atau gedung yang tertutup agar tidak terpapar kondisi luar ruangan seperti ODU.

2) Outdoor Unit (ODU)

Berfungsi mengkonversi sinyal digital termodulasi yang mempunyai

(30)

18 frekuensi rendah ke frekuensi tinggi. Terdiri dari atas pengirim (transmitter) dan penerima (receiver), karena itu disebut juga radio transceiver. Sinyal yang diterima demodulasi menjadi sinyal intermediate frequency (IF) atau base band (BB) sebelum diteruskan ke IDU. Daya ODU dicatu dari IDU melalui kabel koaksial.

3) Antena

Antena merupakan struktur yang mentransfer energi elektromagnetik dari ruang bebas menuju saluran transmisi dan sebaliknya

4) Waveguide

Meminimalisir redaman (loss) merupakan salah satu kunci dari perancangan link microwave. Kabel dan waveguides berpengaruh terhadap redaman yang terjadi. Dibawah frekuensi 2GHz, digunakan kabel koaksial karena alasan ekonomis. Untuk frekuensi diatas 2 GHz digunakan waveguide. Dielektrik yang digunakan pada kabel koaksial adalah foam dielectric dengan diameter ½, 7/8, dan 5/8 inci. Semakin kecil diameternya, maka atenuasinya akan meningkat.

Jika feeder loss yang digunakan adalah dielektrik udara karena mempunyai atenuasi yang lebih rendah dibanding foam dielectric

5) Menara Microwave

Terdapat beberapa macam tipe menara yang digunakan untuk menempatkan antena microwave (MW). Untuk antena yang berukuran lebih kecil dapat ditempatkan diatas gedung menggunakan pole dengan panjang 5 meter. Untuk penempatan dengan jumlah antena yang banyak digunakan menara dengan struktur berpenguat sendiri (self-supporting tower). Jumlah antena dan beban

(31)

19 total harus benar-benar diperhitungkan agar tidak melampaui kapasitas beban (load bearing capacity) dari menara.

2. Microwave Link Design

Tujuan utama dari perencanaan link microwave adalah untuk memastikan bahwa jaringan microwave dapat beroperasi dengan kinerja yang tinggi pada segala tipe kondisi atmosfir. Perencanaan link microwave mencakup 4 langkah penting :

1) Perhitungan lintasan (path calculations).

2) Perhitungan tinggi antena

3) Perencanaan frekuensi dan perhitungan interferensi 4) Perhitungan kinerja (performance calculations)

Perencanaan link microwave sangat tidak terduga, segala faktor yang memungkinkan terjadinya redaman harus diperhitungkan dengan teliti. Untuk itu dalam merencanakannya memerlukan pengetahuan tentang sifat-sifat atmosfir.

3. Sistem Komunikasi Terrestrial Microwave

Secara umum microwave link merupakan sistem komunikasi yang menggunakan frekuensi antara 1-60 GHz. Dalam pembahasan dan kaitannya dengan potensi interferensi sinyal satelit, sistem komunikasi terrestrial microwave dibatasi pada sistem komunikasi yang dipergunakan dalam kaitan pelayanan komunikasi seluler antara Central, BTS dan BSC karena menggunakan pita frekuensi yang sama dengan pita frekuensi yang dialokasikan untuk penggunaan komunikasi satelit observasi bumi pada pita frekuensi X antara 7700 - 8500 MHz.

Arsitektur sistem komunikasi seluler dapat dilihat pada Gambar 2.3

(32)

20 Gambar 2.3 : Arsitektur Jaringan Seluler

Dalam arsitektur jaringan komunikasi seluler seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.3, jaringan GSM dibagi menjadi 3 sistem utama yaitu Switching System (SS), Base Station System (BSS) dan Operation and Support System (OSS) Dalam sistem jaringan GSM ini dapat dilihat bahwa seluruh fungsi radio terjadi di BSS dimana terjadi komunikasi antara Mobile Station (MS) dan Base Transceiver System (BTS) dan dari BTS ke Base Station Controller (BSC).

Komunikasi radio antara MS ke BTS (GSM900, GSM1800 dll) sedangkan komunikasi radio (suara, data, gambar, video) antara BTS ke BSC menggunakan kanal Microwave Link yang bekerja pada pita frekuensi 7700-8500 MHz sesuai yang diatur dan dialokasikan Negara (Kemenkominfo).

Karena posisi MS dapat berada dilokasi manapun dan selalu bergerak, maka BTS dan BSC juga dibangun hampir di seluruh lokasi hingga di daerah pelosok (remote area). Dengan ketinggian BTS antara 19-92 meter dengan jarak minimal 5-20 km dan maksimum daya pancar 100 watt, maka potensi gangguan interferensi penggunaan frekuensi yang sama dan berdekatanakan sangat tinggi.

(33)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Pengukuran Parameter Teknis dari suatu Stasiun Radio dimaksudkan untuk memastikan dan menjamin bahwa karakteristik pancaran yang dilakukan oleh pengguna frekuensi radio (Stasiun Radio) tersebut masih dalam batas–batas yang ditentukan dan dipersyaratkan serta tidak saling mengganggu dan menimbulkan interferensi terhadap pengguna frekuensi radio atau stasiun radio lainnya.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun waktu dan tempat pelaksanaan penelitian yang kami lakukan yaitu : Waktu : Maret – April 2016

Tempat : di Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Makassar

(34)

22 3.3 Schedule Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Keterangan :

Studi Literatur

Penulisan Proposal

Penelitian / Pengambilan Data

Penulisan Analisisa Hasil

Penyusunan Tugas Akhir

Ujian Hasil

Selesai

Jan Feb Mar Apr Mei Jun

(35)

23 3.4 Skema Penelitian

Adapun skema penelitian ditampilkan dalam bentuk bagan alir sebagai berikut ;

Mulai

Mengumpulkan database pengguna frekuensi radio

microwave link

Pengukuran parameter teknis (frekuensi dan koordinat)

Identifikasi hasil pengukuran dengan database SIMS

Selesai

Mendapatkan data pemancar yang tidak sesuai SIMS dan

membuat kesimpulan Pengolahan hasil pengukuran

Gambar 3.1Bagan alir penelitian monitoring spektrum frekuensi radio microwave link di Kabupaten Tana Toraja

Penelitian dimulai dengan mengumpulkan database pengguna radio yang telah memiliki Izin Stasiun Radio (ISR), yaitu database SIMS Ditjen Postel. Kemudian dilakukan pengukuran parameter teknis di lokasi penelitian untuk mendapatkan data rentang frekuensi dari spectrum analyzer dan titik koordinat dari GPS. Hasil

(36)

24 pengukuran lalu diolah agar dapat dilakukan identifikasi dengan data pada database SIMS Ditjen Postel. Data yang tidak sesuai dengan database adalah data pemancar yang illegal atau tidak memiliki ISR. Terakhir, dari data tersebut dapat dibuat kesimpulan penelitian.

3.5 Blok Diagram

Blok diagram berikut menampilkan konfigurasi alat-alat yang digunakan untuk pengukuran parameter teknis monitoring spektrum frekuensi radio microwave link di Kabupaten Tana Toraja.

Low Noise Amplifier Antenna

DC Power Supply

Spectrum Analyzer GPS Receiver

Data Recorded

Gambar 3.2 Blok diagram pengukuran parameter teknis monitoring spektrum frekuensi radio microwave link di Kabupaten Tana Toraja

Berikut penjelasan masing-masing komponen blok:

1. Antena

Antena adalah salah satu elemen penting yang harus ada pada semua alat komunikasi nirkabel. Sebuah antena adalah bagian vital dari suatu pemancar atau penerima yang berfungsi untuk menyalurkan sinyal radio ke udara. Fungsi antena

(37)

25 adalah untuk mengubah sinyal listrik menjadi sinyal elektromagnetik, lalu meradiasikannya (pelepasan energi elektromagnetik ke udara/ruang bebas).

Antena juga dapat berfungsi untuk menerima sinyal elektromagnetik (penerima energi elektromagnetik dari ruang bebas) dan mengubahnya menjadi sinyal listrik.

Pada radar atau sistem komunikasi satelit, sering dijumpai antena yang melakukan kedua fungsi (peradiasi dan penerima) sekaligus.

Bentuk antena bermacam macam sesuai dengan desain, pola penyebaran dan frekuensi dan gain. Pada skripsi ini digunakan antena jenis antena horn, Nama antena horn berasal dari bentuknya yang khas. Bagian horn dapat segi empat, rectangular, silindris atau mengerucut. Antena horn biasanya digunakan bersama dengan feed waveguide.

Antena yang digunakan pada pengukuran adalah antena horn merk Schwarzbeck tipe BBHA9120D untuk pengukuran range frekuensi 1 – 18 GHz dan tipe BBHA9170D untuk pengukuran range frekuensi 15 – 40 GHz. Keduanya adalah double ridged horn antenna yang memiliki polarisasi linear.

Gambar 3.3 Antena horn merk Schwarzbeck tipe BBHA9120D untuk pengukuran range frekuensi 1 – 18 GHz

(38)

26 Gambar 3.4 Antena horn merk Schwarzbeck tipe BBHA9170D untuk

pengukuran range frekuensi 15 – 40 GHz

2. Low Noise Amplifier

Salah satu dari kunci blok diagram dalam alur penerima dari sistem nirkabel adalah low noise amplifier (LNA). LNA merupakan suatu bentuk dari penguat elektronik atau penguat yang digunakan dalam sistem telekomunikasi untuk menguatkan sinyal yang sangat lemah yang diterima oleh suatu antena.

Lokasi LNA berada sangat dekat dengan antena sehingga rugi-rugi dalam feedline menjadi sedikit berkurang. LNA merupakan komponen kunci yang diletakkan diujung-ujung rangkaian penerima radio. Dengan menggunakan LNA, noise dari seluruh tahapan selanjutnya berkurang dengan gain yang diperoleh dari LNA.

Pada skripsi ini digunakan LNA merk Schwarzbeck tipe BBV9718 untuk pengukuran dengan range frekuensi 0,5 – 18 GHz dan tipe BBV9719 untuk pengukuran dengan range frekuensi 12 – 28 GHz. Keduanya mampu meningkatkan sensitivitas saat digunakan untuk field strength measurement.

(39)

27 Untuk menghubungkan LNA dengan antenna digunakan kabel coaxial dengan konektor N-male dan SMA. LNA membutuhkan catu daya DC yang dapat diperoleh menggunakan inverter AC-DC dan adapter.

Gambar 3.5 LNA merk Schwarzbeck tipe BBV9718 untuk pengukuran dengan range frekuensi 0,5 – 18 GHz

Gambar 3.6 LNA merk Schwarzbeck tipe BBV9719 untuk pengukuran dengan range frekuensi 12 – 28 GHz dihubungkan dengan Antena horn merk

Schwarzbeck tipe BBHA9170D dan adapter

(40)

28 3. Spectrum Analyzer

Spectrum Analyzer (SA) adalah sebuah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui distribusi energi dari suatu spektrum frekuensi dari sebuah sinyal listrik yang diukur. Dengan mengetahui distribusi energy sepanjang spektrum frekuensi, maka akan diperoleh informasi lainnya seperti bandwidth. Sinyal input SA adalah sinyal listrik. Dengan menganalisis spektrum sinyal listrik, karakteristik lainnya dari sinyal dapat diamati dalam bentuk gelombang.

Parameter ini berguna dalam karakterisasi perangkat elektronik, seperti pemancar nirkabel. Analisis dari SA dapat digunakan untuk menentukan apakah pemancar nirkabel bekerja sesuai dengan regulasi yang diterapkan pemerintah. SA juga bermanfaat dalam perencanaan dan pengujian rangkaian radio frekuensi.

Tampilan SA memiliki frekuensi pada sumbu horisontal dan amplitudo ditampilkan pada sumbu vertikal. Secara umum SA tampak seperti sebuah osiloskop dan, pada kenyataannya, beberapa instrumen laboratorium dapat berfungsi baik sebagai osiloskop atau SA. Pada pengukuran ini digunakan SA merk Agilent tipe N9344C yang mampu bekerja di rentang frekuensi 1 MHz – 20 GHz. SA ini memiliki keunggulan dalam field-strength measurement, yaitu portabel, ringan, tampilan jelas ketika siang dan malam, dan baterai mampu bertahan selama 4 jam. SA ini juga mampu menghemat waktu pengaturan menjadi 95% lebih cepat dengan adanya pengaturan otomatis.

(41)

29 Gambar 3.7 SA merk Agilent tipe N9344C yang mampu bekerja di rentang

frekuensi 1 MHz – 20 GHz

4. GPS Receiver

Global Positioning System (GPS) adalah sistem untuk menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit.

Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan letak, kecepatan, arah, dan waktu

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian studi literatur yang berhubungan dengan penelitian dan pengumpulan data penelitian langsung di lapangan :

1. Penelitian pustaka yakni pengumpulan data teoritis dengan mempelajari berbagai buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang di bahas.

2. Penelitian lapangan yaitu pengumpulan data lapanagan dengan teknik wawancara untuk mendapatkan data yang diperlukan.

(42)

30 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran paramater teknis berupa data spektrum frekuensi yang didapatkan dari spectrum analyzer dan titik koordinat dari GPS. Dimana GPS merupakan kependekan dari Global Positioning System, yang memiliki makna bahwa suatu sistem radio navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu.

Selain itu Global Positioning System (GPS) adalah sistem untuk menentukan posisi di permukaan bumi dengan bantuan sinkronisasi sinyal satelit.

Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di permukaan dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan, arah, dan waktu.

Data pengukuran yang diambil merupakan hasil pengukuran di tiap wilayah di Kabupaten Tana Toraja. Berikut merupakan hasil pengukuran di tiap wilayah di Kabupaten Tana Toraja.

1. Wilayah Mandetek, Kec. Makale

Data hasil pengukuran spectrum analyzer pada wilayah Mandetek, Kec.Makale untuk rentang frekuensi 6 – 8 GHz pada titik koordinat: 30 04' 14"

S1190 51' 47.4" E, dapat dijelaskan bahwa dengan menggunakan fasilitas marker trace pada spectrum analyzer, didapatkan beberapa titik frekuensi. Dimana pada

(43)

31 marker trace merupakan frekuensi kerja pemancar (transmitter, Tx) dan penerima (receiver, Rx) dari stasiun radio yang terdeteksi pada titik pengukuran.

Dari hasil pengukuran spectrum analyzer kita dapat mengetahui level daya (amplitude) dan bandwidth dari masing-masing stasiun, dimana bandiwidth dapat diukur dari lebar rentang frekuensi atas dan bawah dari masing-masing stasiun.

Agar lebih mudah dalam melakukan analisa, data-data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. dimana nama penyelenggara dan lokasi stasiun dapat diidentifikasi dari label yang tercantum pada stasiun radio.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran di wilayah Mandetek, Kec. Makale untuk frekuensi 6 – 8 GHz Nama

Penyelenggara

Lokasi Pemancar

(Stasiun Name)

Frekuensi Tx (MHz)

Frekuensi Rx (MHz)

Level Daya Tx (dBm)

Band- width (MHz) PT. XL Axiata,

Tbk

XL TTOR 231D285

7413 7247 -69.83 7

PT. Telkomsel MLE 7304 7147 -54.93 14

PT. Telkom Flexi

Sabugan Makale

7500 7673 -73.87 14

Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.1 dapat dijelaskan secara statistik dengan melihat tabel distribusi frekuensi berdasarkan nama penyelenggara dengan wilayah pengukuran yaitu Mandetek, Kec. Makale pada frekuensi 6 – 8 GHz, hasil analisis dapat dilhat seperti berikut:

Tabel 4.2 Hasil analisis deskriptif berdasarkan nama penyelenggara Frequency

Valid PT.XL Axiata, Tbk 1

PT. Telkomsel 1

PT. Telkom Flexi 1

Total 3

(44)

32 Selain dari informasi yang ditampilkan diatas terdapat hasil analisis lain yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan lokasi pemancar (Stasiun Name).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Hasil analisis deskriptif berdasarkan lokasi pemancar Frequency

Valid XL TTOR 231D285 1

MLE 1

Sabugan Makale 1

Total 3

Kemudian, selain dari informasi yang ditampilkan diatas terdapat hasil analisis lain yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Frekuensi Tx (MHz).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Frekuensi Tx (MHz) Frequency

Valid 7304.00 1

7413.00 1

7500.00 1

Total 3

Selain dari itu, terdapat hasil analisis lain yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Frekuensi Rx (MHz). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Frekuensi Rx (MHz) Frequency

Valid 7147.00 1

7247.00 1

7673.00 1

Total 3

Kemudian daripada itu, hasil analisis yang lain dalam penelitian ini masih terdapat hal yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Level daya Tx (dBm).

(45)

33 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Level Daya Tx (dBm) Frequency

Valid -73.87 1

-69.83 1

-54.93 1

Total 3

Berdasarkan hasil analisis yang tampak sebelumnya, hasil analisis yang lain dalam penelitian ini masih terdapat hal yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Bandwidth (MHz). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Bandwith (MHz) Frequency

Valid 7.00 1

14.00 2

Total 3

Selain hasil analisis yang tampak sebelumnya, dengan menggunakan metode yang sama seperti pada pengukuran pada frekuensi 6–8 GHz, juga dilakukan pengukuran pada frekuensi 6 – 16 GHz dengan wilayah yang sama yaitu wilayah Mandetek, Kec. Makale. Lebih jelasnya, data tersebut dapat ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 4.8 Hasil pengukuran di wilayah Mandetek, Kec. Makale untuk frekuensi 6–16 GHz Nama

Penyelenggara

Lokasi Pemancar (Stasiun Name)

Frekue nsi Tx (MHz)

Frekuen si Rx (MHz)

Level Daya (dBm)

Bandwi dth (MHz)

PT. Telkomsel MLE 7756 8067.32 -64.90 29.650

PT. XL Axiata, Tbk

XL TTOR 231D285

8156 7839 -50.43 29.650 PT. Smartfren

Telecom, Tbk

MSC010 13017 12751 -71.45 28

(46)

34 Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.8 dapat pula dijelaskan secara statistik dengan melihat tabel distribusi frekuensi berdasarkan nama penyelenggara dengan wilayah pengukuran yaitu Mandetek, Kec. Makale pada frekuensi 6 – 16 GHz, hasil analisis dapat dilhat seperti berikut:

Tabel 4.9 Hasil analisis deskriptif berdasarkan nama penyelenggara pada frekuensi 6 – 16 GHz

Frequency

Valid PT.Telkomsel 1

PT. XL Axiata, Tbk 1

PT. Smartfren Telecom, Tbk

1

Total 3

Kemudian, selain dari informasi yang ditampilkan diatas terdapat hasil analisis lain yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan lokasi pemancar (Stasiun Name). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10 Hasil analisis deskriptif berdasarkan lokasi pemancar Frequency

Valid MLE 1

XL TTOR 231D285 1

MSC010 1

Total 3

Kemudian, selain dari informasi yang ditampilkan diatas terdapat hasil analisis lain yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Frekuensi Tx (MHz).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Frekuensi Tx (MHz) Frequency

Valid 7756.00 1

8156.00 1

13017.00 1

Total 3

(47)

35 Selain dari itu, terdapat hasil analisis lain yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Frekuensi Rx (MHz). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.12 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Frekuensi Rx (MHz) Frequency

Valid 7839.00 1

8067.32 1

12751.00 1

Total 3

Hasil analisis yang lain dalam penelitian ini masih terdapat hal yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Level daya Tx (dBm). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Level Daya Tx (dBm) Frequency

Valid -71.45 1

-64.90 1

-50.43 1

Total 3

Berdasarkan hasil analisis yang tampak sebelumnya, hasil analisis yang lain dalam penelitian ini masih terdapat hal yang perlu diketahui yaitu hasil analisis berdasarkan Bandwidth (MHz). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14 Hasil analisis deskriptif berdasarkan Bandwith (MHz) Frequency

Valid 28.00 1

29.65 2

Total 3

(48)

36 2. Wilayah Makale Rembong

Data hasil pengukuran spectrum analyzer pada wilayah Mandetek, Kec.Makale untuk rentang frekuensi 13 – 16 GHz pada titik koordinat: 30 04' 56" S 1190 50' 6.4" E dapat dijelaskan bahwa dengan menggunakan fasilitas marker trace pada spectrum analyzer, didapatkan beberapa titik frekuensi.

Dimana pada marker trace merupakan frekuensi kerja pemancar (transmitter, Tx) dan penerima (receiver, Rx) dari stasiun radio yang terdeteksi pada titik pengukuran.

Dari hasil pengukuran spectrum analyzer kita dapat mengetahui level daya (amplitude) dan bandwidth dari masing-masing stasiun, dimana bandiwidth dapat diukur dari lebar rentang frekuensi atas dan bawah dari masing-masing stasiun.

Agar lebih mudah dalam melakukan analisa, data-data tersebut juga ditampilkan pada tabel 4.15. dimana nama penyelenggara dan lokasi stasiun dapat diidentifikasi dari label yang tercantum pada stasiun radio.

Tabel 4.15 Hasil pengukuran di wilayah Makale Rembong untuk rentang frekuensi 13 – 16 GHz

Nama Penyelenggara

Lokasi Pemancar

(Stasiun Name)

Frekuensi Tx (MHz)

Frekuensi Rx (MHz)

Level Daya (dBm)

Bandwidth (MHz)

PT. Telkomsel Makale Rembong

14747 15250 -56.48 -

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 4.15 tampak bahwa nama penyelenggara yang melakukan pengukuran adalah PT.Telkomsel dengan lokasi pemancar Makale rembong pada frekuensi kerja pemancar/TX (MHz) 14747 dan frekuensi

(49)

37 penerima/ Rx (MHz) 15250 serta pada level daya (dBm) -56.48 pada wilayah Makale Rembong pada frekuensi 13 – 16 GHz.

3. Wilayah Poros Rembon

Data hasil pengukuran spectrum analyzer pada wilayah Poros Rembon untuk rentang frekuensi 14 – 18GHz pada titik koordinat: 30 05' 12.7" S 1190 47' 59.3" E, dapat dijelaskan bahwa dengan menggunakan fasilitas marker trace pada spectrum analyzer, didapatkan beberapa titik frekuensi. Dimana pada marker trace merupakan frekuensi kerja pemancar (transmitter, Tx) dan penerima (receiver, Rx) dari stasiun radio yang terdeteksi pada titik pengukuran.

Dari hasil pengukuran spectrum analyzer kita dapat mengetahui level daya (amplitude) dan bandwidth dari masing-masing stasiun, dimana bandiwidth dapat diukur dari lebar rentang frekuensi atas dan bawah dari masing-masing stasiun.

Agar lebih mudah dalam melakukan analisa, data-data tersebut ditampilkan pada tabel 4.16. dimana nama penyelenggara dan lokasi stasiun dapat diidentifikasi dari label yang tercantum pada stasiun radio.

Tabel 4.16 Hasil pengukuran di wilayah Poros Rembon untuk rentang frekuensi 14 – 18GHz,

Nama Penyelenggara

Lokasi Pemancar (Stasiun Name)

Frekuensi Tx (MHz)

Frekuensi Rx (MHz)

Level Daya (dBm)

Bandwidth (MHz) PT. Telkomsel MLE072_PASA

R REMBON

15043 14565 -52.44 28

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 4.16 tampak bahwa nama penyelenggara yang melakukan pengukuran adalah PT.Telkomsel dengan lokasi pemancar MLE072_PASAR REMBON pada frekuensi kerja pemancar/TX (MHz) 15043 dan

(50)

38 frekuensi penerima/ Rx (MHz) 14565 pada level daya (dBm) -52.44 serta pada bandwith 28 untuk wilayah Poros Rembon frekuensi 14 – 18GHz.

4. Wilayah Ratte Tolange

Data hasil pengukuran spectrum analyzer pada wilayah Ratte Tolange untuk rentang frekuensi 6 – 10 GHz pada titik koordinat: 30 03' 35.4" S 1190 46' 8.4" E dapat dijelaskan bahwa dengan menggunakan fasilitas marker trace pada spectrum analyzer, didapatkan beberapa titik frekuensi. Dimana pada marker trace merupakan frekuensi kerja pemancar (transmitter, Tx) dan penerima (receiver, Rx) dari stasiun radio yang terdeteksi pada titik pengukuran.

Dari hasil pengukuran spectrum analyzer kita dapat mengetahui level daya (amplitude) dan bandwidth dari masing-masing stasiun, dimana bandiwidth dapat diukur dari lebar rentang frekuensi atas dan bawah dari masing-masing stasiun.

Agar lebih mudah dalam melakukan analisa, data-data tersebut juga ditampilkan pada tabel 4.17. dimana nama penyelenggara dan lokasi stasiun dapat diidentifikasi dari label yang tercantum pada stasiun radio.

Tabel 4.17 Hasil pengukuran di wilayah Ratte Tolange untuk rentang frekuensi 6 – 10 GHz

Nama Penyelenggara

Lokasi Pemancar (Stasiun Name)

Frekuensi Tx (MHz)

Frekuensi Rx (MHz)

Level Daya (dBm)

Band- width (MHz) PT. Telkomsel MLE D 43/Ratte

Tolange

7295 7134 -66.63 7

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 4.17 tampak bahwa nama penyelenggara yang melakukan pengukuran adalah PT.Telkomsel dengan lokasi pemancar MLE D 43/Ratte Tolange pada frekuensi kerja pemancar/TX (MHz) 7295 dan frekuensi

(51)

39 penerima/ Rx (MHz) 7134 pada level daya (dBm) -66.63 serta pada bandwith 7 untuk wilayah Ratte Tolange frekuensi 6 – 10 GHz.

5. Wilayah BittuangButtu Limbong

Data hasil pengukuran spectrum analyzer pada wilayah Ratte Tolange untuk rentang frekuensi 6 – 10 GHz pada titik koordinat: 20 59' 27.9" S 1190 41' 48.75" E dapat dijelaskan bahwa dengan menggunakan fasilitas marker trace pada spectrum analyzer, didapatkan beberapa titik frekuensi. Dimana pada marker trace merupakan frekuensi kerja pemancar (transmitter, Tx) dan penerima (receiver, Rx) dari stasiun radio yang terdeteksi pada titik pengukuran.

Dari hasil pengukuran spectrum analyzer kita dapat mengetahui level daya (amplitude) dan bandwidth dari masing-masing stasiun, dimana bandiwidth dapat diukur dari lebar rentang frekuensi atas dan bawah dari masing-masing stasiun.

Agar lebih mudah dalam melakukan analisa, data-data tersebut juga ditampilkan pada tabel 4.18. dimana nama penyelenggara dan lokasi stasiun dapat diidentifikasi dari label yang tercantum pada stasiun radio.

Tabel 4.18 Hasil pengukuran di wilayah Bittuang Buttu Limbong Untuk rentang frekuensi 14 – 18 GHz

Nama Penyelenggara

Lokasi Pemancar (Stasiun Name)

Frekuensi Tx (MHz)

Frekuensi Rx (MHz)

Level Daya (dBm)

Band- width (MHz) PT. Hutchison 3

Indonesia 212464B 14521 15011 -72.88 7

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 4.18 tampak bahwa nama penyelenggara yang melakukan pengukuran adalah PT. Hutchison 3 Indonesia dengan lokasi pemancar 212464B pada frekuensi kerja pemancar/TX (MHz) 14521 dan

(52)

40 frekuensi penerima/ Rx (MHz) 15011 pada level daya (dBm) -72.88 serta pada bandwith 7 untuk wilayah Ratte Tolange frekuensi 14 – 18 GHz.

4.2 Validasi Data Pengukuran

Dari data pengukuran pada sub-bab sebelumnya terdapat 5 wilayah 10 lokasi pemancar yang menjadi fokus sampel penelitian yang telah memiliki hasil pengukuran seperti data berikut ini:

Tabel 4.19 Hasil pengukuran parameter teknis di Kabupaten Tana Toraja

Wilayah Nama Penyelenggara

Lokasi Pemancar

(Stasiun Name)

Frek.

Tx (MHz)

Frek.

Rx (MHz)

Level Daya Tx (dBm)

Band- width (MHz)

Mandete k, Kec.

Makale

PT. XL Axiata, Tbk

XL TTOR

231D285 7413 7247 -69.83 7

PT. Telkomsel MLE 7304 7147 -54.93 14

PT. Telkom Flexi

Sabugan

Makale 7500 7673 -73.87 14

PT. Telkomsel MLE 7756 8067.32 -64.90 29.650 PT. XL Axiata,

Tbk

XL TTOR

231D285 8156 7839 -50.43 29.650 PT. Smartfren

Telecom, Tbk MSC010 13017 12751 -71.45 28 Makale

Rembon g

PT. Telkomsel Makale

Rembong 14747 15250 -56.48 - Poros

Rembon PT. Telkomsel

MLE072_

PASAR REMBON

15043 14565 -52.44 28 Ratte

Tolange PT. Telkomsel

MLE D 43/Ratte Tolange

7295 7134 -66.63 7

Bittuang Buttu Limbong

PT. Hutchison 3

Indonesia 212464B 14521 15011 -72.88 7 Data pada tabel di atas kemudian divalidasi dengan data pengguna stasiun radio yang memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) dari database SIMS Ditjen Postel.

(53)

41 Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi stasiun radio ilegal yang tidak memiliki ISR dan melanggar peraturan. Hasil dari validasi data ditampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.20 Hasil validasi monitoring spektrum frekuensi radio microwave link di Kabupaten Tana Toraja

Wilayah

Nama Penyeleng

-gara

Lokasi Pemancar

(Stasiun Name)

Frek Tx (MHz)

Fre Rx (MHz)

Level Daya Tx (dBm)

Band- width (MHz)

Status Validasi

Mandetek , Kec.

Makale

PT. XL Axiata, Tbk

XL TTOR

231D285 7413 7247 -69.83 7 Terdaftar di SIMS PT.

Telkomsel MLE 7304 7147 -54.93 14 Terdaftar

di SIMS PT.

Telkom Flexi

Sabugan

Makale 7500 7673 -73.87 14 Terdaftar di SIMS PT.

Telkomsel MLE 7756 8067.32 -64.90 29.650 Terdaftar di SIMS PT. XL

Axiata, Tbk

XL TTOR

231D285 8156 7839 -50.43 29.650 Terdaftar di SIMS PT.

Smartfren Telecom,

Tbk

MSC010 13017 12751 -71.45 28 Terdaftar di SIMS Makale

Rembong

PT.

Telkomsel

Makale

Rembong 14747 15250 -56.48 -

Tidak terdaftar di SIMS Poros

Rembon

PT.

Telkomsel

MLE072_

PASAR REMBON

15043 14565 -52.44 28 Terdaftar di SIMS Ratte

Tolange

PT.

Telkomsel

MLE D 43/Ratte Tolange

7295 7134 -66.63 7 Terdaftar di SIMS Bittuang

Buttu Limbong

PT.

Hutchison 3 Indonesia

212464B 14521 15011 -72.88 7 Terdaftar di SIMS

(54)

42 Dari data validasi pada tabel di atas, dapat diambil analisa bahwa masih terdapat pelanggaran yang dilalukan oleh instansi penyelenggara jaringan telekomunikasi radio, khususnya untuk microwave link di wilayah Kabupaten Toraja. Untuk melengkapai pada tabel 4.20 hasil analisis untuk status validasi secara desriptif dapat dilihat seperti pada tabel 4.21:

Tabel 4.21 Hasil analisis deskriptif status validasi monitoring spektrum frekuensi radio microwave link di Kabupaten Tana Toraja

Frequency Valid Terdaftar di SIMS 9

Tidak terdaftar di SIMS

1

Total 10

Dari hasil analisis deskriptif yang tampak pada Tabel 4.21 diatas, tampak bahwa frekuensi radio microwave yang terdaftar di SIMS sebanyak 9 penyelenggara sedangkan frekuensi radio microwave yang tidak terdaftar di SIMS sebanyak 1 penyelenggara yaitu PT. Telkomsel di wilayah Makale Rembong.

Melihat kenyataan yang ada, jika terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh instansi penyelenggara jaringan telekomunikasi radio, khususnya untuk microwave link, sehingga harus segera diberi peringatan oleh badan terkait untuk segera menyelesaikan izin penggunaan spektum frekuensi mereka. Apabila sampai batas waktu tertentu izin masih belum dimiliki, maka upaya penertiban secara tegas harus dilakukan oleh aparat terkait.

Jika setelah pemberian teguran/peringatan masih ditemukenali penggunaan frekuensi radio yang tidak memiliki ISR dan tidak sesuai ketentuan yang dipersyaratkan akan dijadikan bahan masukan ke PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Balmon SFR Kelas II Makassar untuk dijadikan Target Operasi (TO) pada

Referensi

Dokumen terkait