Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work
non-commercially, as long as you credit the origin creator
and license it on your new creations under the identical
terms.
BAB III
PELAKSANAAN KERJA MAGANG
Kedudukan dan Koordinasi
Posisi Penulis sebagai salah satu motion graphic artist di Cuatrodia Creative menempatkan Penulis di bawah divisi produksi, mengingat bidang proyek yang difokuskan oleh perusahaan adalah menyangkut perancangan video motion graphic. Namun, pada praktiknya, peran Penulis tidak hanya terbatas pada proses produksi video saja, melainkan juga dilibatkan dalam tahap pra-produksi, umumnya dalam penyusunan alur cerita maupun storyboard dari video yang nantinya akan diproduksi. Hal ini ditentukan oleh pembimbing lapangan dengan tujuan untuk membuat Penulis lebih familiar dengan proyek yang nantinya akan direalisasikan, sehingga Penulis telah menerima sedikit gambaran menyeluruh mengenai proyek ketika proses produksi dimulai.
1. Kedudukan
Di Cuatrodia Creative, Penulis menjalankan praktik magang sebagai bagian dari divisi produksi, tepatnya sebagai salah satu motion graphic artist.
Namun, karena posisi Head of Production yang seharusnya menjadi pengawas divisi yang ditempati Penulis sedang kosong pada saat dijalankannya praktik kerja magang, maka koordinasi Penulis lakukan secara langsung dengan rekan-rekan divisi senior, yang tentunya memiliki lebih banyak pengalaman, dan juga lebih akrab dengan proses eksekusi proyek perusahaan. Selain itu, Penulis juga berada di bawah bimbingan Creative &
Design Director Cuatrodia Creative, Calvin Chandra, yang merangkap sebagai koordinator utama dari keseluruhan produksi proyek pada saat itu, sekaligus pembimbing lapangan untuk karyawan magang.
2. Koordinasi
Koordinasi proyek yang dijalankan oleh Cuatrodia Creative tentunya bermula dari pihak klien, dengan briefing atau penjelasan mendetail seputar proyek yang akan dikerjakan. Informasi ini akan ditanggapi oleh CEO, Creative &
Design Director, dan juga Account & Administration Director dalam tahap negosiasi, yang melingkupi proses pitching atau presentasi gagasan eksekusi yang dirancang oleh perusahaan, sekaligus diskusi mengenai anggaran, harga proyek, dan perkara finansial lainnya.
Gambar 3.1. Bagan alur koordinasi dalam Cuatrodia Creative
Setelah persetujuan antara perusahaan dan pihak klien dicapai dalam tahap negosiasi, maka proses perencanaan secara internal pun dimulai. Sesuai dengan tugasnya, Produser diberikan wewenang untuk mengawasi alur pekerjaan antara divisi-divisi internal, maupun terhadap pihak klien. Briefing kreatif pun disampaikan kepada tim kreatif dan desain, yang dapat secara langsung memulai pengerjaan menyangkut aset visual yang akan dipergunakan dalam proses produksi. Umumnya, bagian ini juga mencakup aset pra-produksi video seperti storyboard, walaupun dalam praktiknya, bagian tersebut sering dialihkan kepada tim produksi, tergantung kepada kuantitas atau sifat proyek yang dikerjakan. Secara umum, peranan tim produksi sendiri pada tahap ini adalah untuk melakukan grading dari video rekaman live-action yang akan digunakan. Namun, jika proyek yang bersangkutan sepenuhnya dibuat dengan menggunakan teknik motion graphic, maka, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tim produksi akan dilibatkan dalam pembuatan aset pra-produksi seperti storyboard sebagai gantinya. Setelah persiapan produksi proyek telah selesai, informasi mengenai pekerjaan yang harus dilakukan oleh Penulis sebagai bagian dari divisi produksi atau motion graphic pun dikomunikasikan melalui pembimbing lapangan. Dari situ, Penulis terus memberikan update mengenai perkembangan proses produksi kepada pembimbing lapangan, dan menerima masukan apakah bagian yang dikerjakan sudah disetujui untuk dikumpulkan,
atau masih butuh diperbaiki. Begitu seterusnya, hingga keseluruhan bagian produksi yang menjadi tanggung jawab Penulis telah mendapatkan persetujuan final dari pembimbing lapangan, dan juga pihak klien.
Tugas yang Dilakukan
No. Minggu Proyek Keterangan
1. 1-2 Video efek parallax untuk PT. Jababeka, Tbk.
Peran utama Penulis adalah menyusun layer dari aset berupa foto-foto yang ditampilkan di dalam video. Selain itu,
Penulis juga mengeksekusi beberapa elemen motion graphic minor, meskipun akhirnya bagian ini tidak terpakai di dalam produk video final.
2. 3
Pra-produksi Laporan Perekonomian Indonesia
2016 untuk Bank Indonesia.
Perancangan keseluruhan storyboard untuk video Laporan Perekonomian Indonesia 2016 yang berdurasi kurang
lebih lima menit, di bawah arahan Creative Director dan juga Art
Director.
3. 4
Pra-produksi Video produk Rely On untuk Perusahaan Gas Negara
(PGN).
Perancangan storyboard untuk satu dari keseluruhan empat video yang dikomisikan oleh Perusahaan Gas Negara, masing-masing dirancang untuk mewakili suatu layanan yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.
Dilaksanakan langsung di kantor Perusahaan Gas Negara, sehingga proses perancangan juga dilakukan di
bawah supervisi klien yang bersangkutan.
4. 5-8
Produksi Laporan Perekonomian Indonesia
2016 untuk Bank Indonesia.
Mencakup eksekusi motion graphic yang mayoritas dirancang menggunakan aplikasi Adobe After Effects. Di samping itu, Penulis juga membuat beberapa elemen atau aset tambahan menggunakan teknik animasi
2 dimensi digital, dan juga 3 dimensi.
5. 9
Produksi video produk Sinergi untuk Perusahaan
Gas Negara (PGN).
Eksekusi elemen-elemen motion graphic yang nantinya akan dikombinasikan dengan video rekaman
yang bersifat live-action.
6. 10-11
Revisi internal video Laporan Perekonomian
Indonesia 2016.
Penyempurnaan dari video Laporan Perekonomian Indonesia 2016 yang telah dibuat pada minggu 5-8, untuk disertakan dalam portfolio internal
perusahaan.
Tabel 3.1. Daftar pekerjaan yang dilakukan Penulis selama praktik kerja magang
Uraian Pelaksanaan Kerja Magang 3.3.1. Proses Pelaksanaan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pekerjaan yang didapatkan oleh Penulis umumnya berkisar seputar produksi video berbasis motion graphic, tetapi ada kalanya juga Penulis dilibatkan dalam tahap pra-produksi, misalnya dalam perancangan storyboard, untuk proyek-proyek tertentu. Berikut adalah pembahasan spesifik mengenai dua proyek utama yang Penulis kerjakan selama periode praktik magang di Cuatrodia Creative.
3.3.1.1. Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Dalam proyek yang diberikan oleh Bank Indonesia ini, Penulis dipercayakan untuk memegang peranan sebagai perancang storyboard dalam tahap pra-produksi, salah satu dari tiga motion graphic artist utama
yang menjalankan proses produksi video, dan juga secara pribadi merevisi keseluruhan video untuk tahap revisi internal, yaitu revisi terakhir karya yang dilakukan setelah diserahkan kepada klien, untuk kepentingan portfolio internal perusahaan. Proyek ini mulai Penulis kerjakan di tengah minggu ke-3 dari periode praktik kerja magang yang dijalankan, tepatnya pada tanggal 29 Maret 2017.
A. Pra-Produksi
Laporan Perekonomian Indonesia 2016 mengangkat konten utama dalam rupa rekapitulasi berbagai macam data, kejadian, maupun fenomena yang berpengaruh secara signifikan kepada situasi perekonomian negara Indonesia dalam periode waktu yang telah ditentukan, yaitu dari awal hingga penghujung tahun 2016. Karena sifat kontennya yang informatif dan mayoritas berbasis kepada statistik, maka pihak klien hanya menyediakan kumpulan informasi yang harus disampaikan, beserta urutan penyampaiannya di dalam briefing proyek, tanpa banyak memberikan tuntutan menyangkut metode eksekusi dari keseluruhan adegan yang menyusun video, baik dalam konteks naratif maupun visual. Pihak klien hanya memberikan satu perintah spesifik mengenai pengemasan konten video, yaitu untuk menghadirkan bentuk fisik dari buku Laporan Perekonomian Indonesia 2016 itu sendiri, sebagai indikator bahwa keseluruhan konten yang disajikan di dalam video merupakan rangkuman dari materi yang terdapat di dalam buku tersebut. Karena minimnya detail mengenai ketentuan atau kriteria konten yang diberikan oleh pihak klien tersebut, maka proses brainstorming yang dilakukan secara internal ditargetkan untuk melingkupi keseluruhan aspek yang menyusun video, dari segi struktur naratif, hingga gaya visual yang akan diterapkan.
Dalam praktiknya, diskusi antara Penulis dengan pembimbing lapangan dan juga perwakilan dari divisi kreatif pertama-tama
meletakkan perhatian kepada perjemahan kumpulan data yang telah disediakan oleh pihak klien. Bagian ini sangat penting, mengingat banyaknya potongan informasi yang melibatkan istilah finansial, statistik, ataupun berbagai konsep lainnya yang bersifat abstrak dan tidak memiliki bentukan visual yang konkrit. Sifat-sifat tersebut menjadikan proses penerjemahan data ke dalam bentuk visual yang dapat dilihat secara nyata dan juga dimengerti oleh penonton sebagai sebuah tantangan tersendiri. Lebih lanjut lagi, tentunya proses translasi visual tersebut tidak berhenti sampai ditemukannya gambaran visual yang bersifat representatif terhadap istilah tertentu saja, tetapi Penulis sebagai perancang storyboard juga memiliki tanggung jawab untuk menyusun elemen-elemen visual yang telah digagaskan tersebut ke dalam runtutan frame. Proses penggambaran ini sendiri menuntut cara pikir yang dinamis, baik dari segi penataan layout dalam satu adegan, maupun aliran dan kontinuitas dari satu adegan ke adegan lainnya.
Gambar 3.2. Adegan pembukaan video Laporan Perekonomian Indonesia 2016 dalam tahap storyboard
Gambar 3.3. Adegan penutup video Laporan Perekonomian Indonesia 2016 dalam tahap storyboard
Adegan pembukaan dan penutup dari video Laporan Perekonomian Indonesia 2016 pertama-tama menampilkan tampilan fisik dari buku laporan tersebut, di mana buku ditampilkan bergerak membuka di dalam adegan pembukaan, dan juga sebaliknya. Selain untuk memenuhi perintah klien yang menghendaki keberadaan wujud fisik buku di dalam video, hal ini juga dilakukan untuk memberikan indikator bagi penonton mengenai perjalanan durasi video; buku yang membuka menampilkan kesan yang seakan-akan mengajak penonton untuk menengok isi yang ditawarkan, sementara saat buku ditutup, penonton akan menangkap informasi bahwa penghujung video sudah dekat. Selanjutnya, memasuki badan utama dari video, Penulis ditugaskan untuk menghadirkan translasi visual dari kumpulan data yang harus disampaikan, sebelum mulai melakukan penyusunan layout dari setiap adegan, untuk membuat keseluruhan elemen visual yang hadir di dalam frame jelas dan nyaman untuk dilihat, sekaligus mudah dicerna oleh penonton.
Secara konsep pengemasan data, tidak ada acuan spesifik yang dijadikan tema visual untuk mendikte metode translasi visual yang dapat diterapkan di keseluruhan video, di samping pemilihan palet warna yang sudah diwajibkan untuk diterapkan kepada setiap Laporan Perekonomian Indonesia dari tahun ke tahunnya, yaitu paduan antara warna biru dan merah. Namun, kurangnya tema visual yang spesifik ini justru sedikit memudahkan proses penerjemahan informasi yang harus dilakukan oleh Penulis, mengingat konten laporan yang memiliki cakupan lingkup informasi yang luas, sehingga dibutuhkan jangkauan visual yang juga sama luasnya, dan tidak terpaku kepada satu tema atau aliran.
Gambar 3.4. Gambaran dari adegan 4 dalam tahap storyboard
Gambar 3.5. Gambaran dari adegan 15 dalam tahap storyboard
Gambar 3.6. Gambaran dari adegan 41 dalam tahap storyboard
Pendekatan yang Penulis ambil umumnya adalah dengan mengasosiasikan fenomena atau gagasan utama yang disadur oleh setiap adegan dengan gambaran yang secara umum disetuji atau sering dikaitkan dengan gagasan tersebut, sehingga konsep-konsep tersebut dapat disajikan dalam bentukan visual yang bersifat harafiah.
Contohnya, pada adegan 4, ide utama yang hendak ditampilkan adalah tiga tantangan ekonomi utama yang dihadapi oleh dunia. Untuk mengilustrasikan hal tersebut, maka Penulis menghadirkan sesosok karakter yang menyerupai tokoh mitologi Atlas, yaitu tokoh yang kerap diasosiasikan dengan peran sebagai penopang beban dunia.
Namun, mengingat “beban dunia” yang dibahas pada adegan ini berada dalam ranah permasalahan ekonomi, meliputi hal-hal seperti perkembangan ekonomi, harga komoditas, dan juga ketidakstabilan di pasar keuangan, maka Penulis menghadirkan kumpulan objek yang juga berperan sebagi representasi dari ketiga poin tersebut, dengan gedung-gedung yang bertumbuh sebagai gambaran dari perkembangan ekonomi, tumpukan barang-barang sembako sebagai perwakilan komoditas, dan juga uang yang bergerak naik turun di sepanjang jalur roller coaster sebagai ilustrasi harafiah dari nilai mata uang yang tidak stabil.
Contoh lain dapat dilihat pada rancangan storyboard untuk adegan 19 dan adegan 41. Adegan 19 berkisar seputar perpaduan dari beberapa kebijakan yang dicanangkan oleh Bank Indonesia untuk menjaga dan meningkatkan sistem yang dinilai telah berjalan dengan baik. Fenomena inipun dikemas ke dalam ilustrasi yang menampilkan seperangkat peralatan kimiawi yang digunakan untuk mencampurkan beberapa elemen cairan, sementara sebuah layar yang menampilkan gambaran grafik yang meningkat berperan sebagai indikator hasil positif yang dicapai oleh campuran ramuan tersebut. Sementara itu, adegan 41 membahas tentang momentum perekonomian Indonesia yang diperkirakan akan terus membaik untuk ke depannya. Untuk
menangkap kemajuan dan prestasi yang baik ini, maka Penulis mengasosiasikan adegan tersebut dengan ilustrasi pesawat ulang-alik Indonesia yang lalu bergerak melesat ke langit.
Gambar 3.7. Gambaran dari adegan 8 dalam tahap storyboard
Gambar 3.8. Gambaran dari adegan 37 dalam tahap storyboard
Meskipun begitu, proses visualisasi yang menggunakan pendekatan asosiatif tersebut tidak selalu diterapkan kepada setiap adegan; tentunya, penyajian konten pun harus tetap relatif terhadap masing-masing materi yang diangkat. Maka dari itu, terdapat pula beberapa adegan yang menampilkan konten dari informasi yang bersangkutan secara langsung dan harafiah, seperti pada adegan 8 yang membahas tentang hasil Pemilihan Umum Amerika Serikat yang
kurang menguntungkan, sehingga sosok Donald Trump pun ditampilkan secara eksplisit. Begitu juga dengan adegan 37, yang menampilkan sekumpulan orang yang berpakaian sesuai dengan profesi masing-masing, untuk mendampingi statistik mengenai turunnya jumlah pengangguran di Indonesia.
Gambar 3.9. Gambaran transisi antara adegan 3 hingga adegan 8 dalam tahap storyboard
Gambar 3.10. Gambaran transisi antara adegan 33 hingga adegan 36 dalam tahap storyboard
Gambar 3.11. Gambaran transisi antara shot dari adegan 10 dalam tahap storyboard
Gambar 3.12. Gambaran transisi antara shot dari adegan 13 dalam tahap storyboard
Untuk beberapa bagian dari konten video, elemen visual yang dihadirkan sengaja dirancang untuk memiliki kesamaan antar adegan, demi menciptakan transisi dan kontinuitas yang bersifat mulus, atau tidak selalu bergantung pada pemotongan menuju adegan selanjutnya.
Rancangan yang dibuat sendiri mayoritas berkisar seputar menetapnya satu objek di dalam frame, di mana objek tersebut kemudian dapat berpindah tempat, atau bahkan berubah wujud menjadi objek lain yang akan muncul di shot atau adegan selanjutnya. Contohnya dapat dilihat pada transisi antara adegan 3 hingga adegan 8, di mana objek bola dunia bergerak jatuh, sembari berubah menjadi bentuk kotak.
Kotak ini lalu mengeluarkan deretan prajurit Inggris, sebagai representasi visual akan keluarnya negara Inggris dari kesatuan Uni Eropa dalam fenomena yang dikenal sebagai Brexit. Terakhir, pada adegan 7, objek kotak yang sama pun berganti peran menjadi kotak suara pemilihan umum, untuk menyambut munculnya sosok Donald Trump pada adegan 8. Pendekatan yang serupa juga diterapkan untuk transisi antara adegan 33 hingga 36, di mana semua objek berbentuk lingkaran yang ditandai dengan warna merah pada storyboard dimaksudkan sebagai satu objek yang terus berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan setiap adegan, menggiring transisi dari satu adegan ke adegan lainnya, sementara objek-objek di sekitarnya bergantian. Di samping metode transisi tersebut, terdapat juga beberapa perpindahan shot yang dilakukan hanya dengan pergeseran kamera. Metode ini diterapkan kepada beberapa adegan tertentu dengan susunan objek dan
elemen yang telah ditata sedemikian rupa di dalam satu bidang.
Misalnya, adegan 10 menggambarkan sebuah area perkotaan yang juga memiliki aliran sungai di sampingnya, di mana masing-masing elemen tersebut tetap berperan sebagai representasi tertentu dari materi yang diangkat oleh adegan yang bersangkutan. Sama halnya dengan adegan 13, di mana berbagai kumpulan objek, seperti struktur benteng, kompleks pasar, dan rel kereta api dimunculkan di dalam satu area yang sama. Pengemasan adegan semacam ini tidak hanya membantu tim produksi secara teknis dalam proses transisi animasi, tetapi juga mampu memperkuat unsur kontinuitas antara elemen visual, serta memungkinkan penyampaian banyak materi sekaligus dalam durasi yang relatif lebih singkat.
Gambar 3.13. Gambaran dari adegan 4 dalam tahap storyboard awal
Gambar 3.14. Gambaran dari adegan 13 dalam tahap storyboard awal
Gambar 3.15. Gambaran dari adegan 20 dalam tahap storyboard awal
Gambar 3.16. Gambaran dari adegan 37 dalam tahap storyboard awal
Storyboard untuk video Laporan Perekonomian Indonesia 2016 ini sendiri mengalami beberapa kali revisi dalam proses pembuatannya. Salah satu aspek utama yang diubah dari versi awal storyboard yang Penulis rancang adalah diminimalisirnya porsi munculnya objek buku laporan secara signifikan, sehingga pada akhirnya hanya tampak pada adegan pembukaan, penutup, dan juga beberapa bagian perpindahan segmen video. Ini berbeda dengan rancangan awal storyboard yang digagaskan oleh pembimbing lapangan Penulis, seperti dapat dilihat pada gambar-gambar yang dicantumkan di atas, di mana objek buku semulanya hampir muncul di setiap adegan, meskipun hanya sebagai elemen latar. Tidak jarang pula bagi objek buku laporan tersebut untuk diperlakukan sebagai
objek yang dapat diajak berinteraksi oleh elemen lainnya yang muncul di dalam adegan tertentu pada awalnya. Namun, pihak klien pada akhirnya kurang menyetujui gagasan tersebut, dan keputusan pun akhirnya dicapai untuk mengurangi porsi kemunculannya di dalam video.
Gambar 3.17. Perbandingan antara versi awal (kiri) dan versi akhir (kanan) adegan 37 dalam tahap storyboard
Gambar 3.18. Perbandingan antara versi awal (kiri) dan versi akhir (kanan) adegan 41 dalam tahap storyboard
Di samping itu, terdapat juga beberapa revisi yang secara total mengubah konsep dasar dari beberapa adegan tertentu. Dua contoh signifikan yang akan Penulis bahas adalah perubahan pada adegan 15 dan adegan 41. Pada adegan 15, konsep utama yang diangkat dari kedua versi visualisasi sebenarnya masih sama secara garis besar, dengan ilustrasi pencampuran bahan kimia seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Namun, feedback dari pihak klien menginginkan ilustrasi yang ada untuk dipadukan dengan unsur teknologi modern, sehingga bagian tombol dan juga layar monitor pun pada akhirnya ditambahkan kepada perangkat tersebut.
Sementara itu, adegan 41 pada awalnya dirancang untuk menggambarkan objek bendera Indonesia yang bergerak naik di sepanjang tiangnya, sebagai representasi dari kedudukan Indonesia yang meningkat di dalam konteks topik yang dibahas. Konsep ini kemudian ditolak oleh pihak klien, yang merasa bahwa visual yang ditampilkan secara keseluruhan terkesan kurang megah, dan tidak cukup mewakili kata kunci “momentum” yang menjadi titik tumpu adegan. Atas dasar kritik tersebut, maka adegan pun dirancang ulang untuk menggambarkan sebuah pesawat ulang-alik yang akan lepas landas, mengilustrasikan konsep peningkatan yang dicapai oleh negara dengan cara yang lebih fantastis. Visualisasi ini lalu diperkuat dengan penempatan kamera dari sudut yang rendah, sehingga objek pesawat ulang-alik yang menjadi sorotan utama terlihat lebih besar dan juga megah dari perspektif penonton.
B. Produksi
Setelah storyboard selesai dirancang, proses pengerjaan pun mulai memasuki tahapan produksi, walaupun pada praktiknya, terdapat jeda kurang lebih satu minggu di antara kedua tahapan ini, dikarenakan adanya jadwal proyek lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Di periode waktu jeda ini, produksi aset dari tim desain dan kreatif pun tetap berjalan, sehingga di minggu selanjutnya, tim produksi dapat langsung memulai proses produksi motion graphic video. Pengerjaan produksi pun dibagi secara rata antara Penulis dan dua motion graphic artist lainnya, dengan pengecualian seluruh adegan yang melibatkan objek buku Laporan Perekonomian Indonesia 2016, yang harus dibuat dengan menggunakan bantuan program Cinema 4D, sehingga dialihkan kepada salah satu pekerja lepas Cuatrodia Creative. Dari hasil pembagian tersebut, Penulis dilimpahkan tanggung jawab atas total sebelas adegan, tidak termasuk pembuatan stok aset tambahan
yang harus dilakukan menggunakan teknik animasi dua dimensi digital, dan juga modeling objek tiga dimensi.
Gambar 3.19. Tampilan akhir adegan 4 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Gambar 3.20. Tampilan akhir adegan 10 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Gambar 3.21. Tampilan akhir adegan 13 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Secara teknis, produksi video motion graphic ini mayoritas dieksekusi dengan menggunakan aplikasi Adobe After Effects, sementara animasi karakter humanoid didukung dengan bantuan plug- in Duduf Inverse Kinematic, atau DuIK secara singkatnya. Adegan- adegan yang dikerjakan oleh Penulis pun sebagian besar terdiri atas paduan animasi elemen visual, tipografi, dan animasi karakter menggunakan DuIK. Untuk menjaga konsistensi di keseluruhan durasi video, Penulis dan motion graphic artist lainnya yang terlibat pun selalu menjaga komunikasi dalam proses produksi, dan menyepakati untuk menyamakan animasi dari beberapa elemen visual yang muncul berulang-ulang di sepanjang video, seperti gedung, awan, asap, gelombang air, pepohonan, dan sebagainya. Untuk menanggapi hal ini, maka Penulis dan rekan-rekan motion graphic artist menciptakan kumpulan stok aset yang telah dianimasikan dari objek-objek yang telah disebutkan di atas, sehingga saat dibutuhkan, aset tersebut tinggal ditata ke dalam komposisi adegan yang bersangkutan. Strategi ini jelas cukup membantu dalam segi kepraktisan proses produksi, mengingat banyaknya jumlah dari elemen visual tersebut yang dihadirkan di dalam komposisi setiap frame.
Gambar 3.22. Sosok karikatur Donald Trump yang muncul di adegan 8 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Gambar 3.23. Elemen ombak yang muncul di adegan 13 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Gambar 3.24. Tampilan stok aset asap (kiri) dan awan (kanan) yang digunakan dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Di samping mengerjakan produksi motion graphic, Penulis juga ditugaskan untuk mengerjakan beberapa bagian yang membutuhkan teknik animasi dua dimensi digital. Bagian ini mencakup dua adegan, yaitu adegan 8 yang menampilkan sosok Donald Trump di tengah pidatonya, dan juga animasi ombak yang menerpa struktur benteng pada adegan 13. Selain itu, stok aset asap dan awan juga membutuhkan eksekusi dengan teknik yang sama. Untuk memproduksi bagian-bagian ini, Penulis memutuskan untuk menggunakan bantuan aplikasi Toon Boom Harmony, yaitu salah satu program komputer yang khusus diciptakan untuk memudahkan produksi animasi dua dimensi berbasis vector maupun bitmap.
Penggabungan final antara elemen-elemen yang dibuat dengan teknik berbeda inipun tetap dilakukan dengan menggunakan program Adobe After Effects, di mana hasil animasi dari aplikasi Toon Boom Harmony tersebut pertama-tama diekspor menjadi runtutan gambar dengan format Portable Network Graphics (PNG), sebelum diimpor ke dalam Adobe After Effects, dan dicocokkan dengan susunan elemen visual yang sudah ada.
Gambar 3.25. Tampilan akhir adegan 18 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Gambar 3.26. Tampilan akhir adegan 28 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Gambar 3.27. Tampilan akhir adegan 40 dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
Terakhir, Penulis juga menyumbang kontribusi dalam merancang aset model dan animasi tiga dimensi objek uang koin dari berbagai mata uang, yang dirancang dengan menggunakan bantuan aplikasi Autodesk 3DS Max. Proses pembuatan aset ini tentunya dimulai dari tahap modeling objek, dilanjutkan dengan penerapan material sesuai dengan yang telah didesain oleh tim kreatif.
Selanjutnya, objek koin tersebut pun dianimasikan dalam sebuah loop, atau terus berulang di satu tempat, baik berputar di sumbu horizontal, maupun terlempar secara vertikal. Teknik looping ini diterapkan atas dasar kepraktisan, agar perancangan aset hanya perlu dilakukan sekali,
tetapi dapat digunakan berulang-ulang untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Hal inipun sedikit membantu mempercepat proses produksi, terutama mengingat proses render tiga dimensi yang memakan waktu cukup lama, dan juga karena objek koin muncul di dalam tiga adegan yang berbeda, yaitu adegan 18, adegan 28, dan adegan 40. Barulah, ketika seluruh proses tersebut telah selesai, animasi yang telah diciptakan pun kemudian juga dijadikan runtutan gambar dengan format PNG, sebelum dimasukkan ke dalam program Adobe After Effects, di mana aset koin yang sudah diciptakan dapat dimodifikasi lebih lanjut, misalnya dari segi perpindahan posisi, maupun kecepatan gerak.
C. Revisi
Proses revisi untuk mayoritas proyek yang dikerjakan oleh Cuatrodia Creative terdiri atas dua tahap revisi, yaitu revisi untuk klien, dan juga revisi internal. Revisi untuk klien tentunya dilakukan atas dasar laporan tinjauan yang dikirimkan oleh klien kepada perusahaan.
Namun, pada praktiknya, tidak banyak perubahan signifikan yang diminta oleh pihak klien untuk revisi pada tahap ini, mengingat perubahan-perubahan menyangkut komposisi visual maupun adegan telah banyak dilakukan pada tahap pra-produksi atau perancangan storyboard. Mayoritas dari poin revisi yang disampaikan oleh pihak klien untuk proyek ini hanya bersifat rincian, seperti pergeseran timing, penyesuaian animasi dengan narasi voice-over, serta penambahan beberapa stok aset visual pada beberapa komposisi yang dianggap terlalu kosong.
Sementara itu, revisi internal merupakan tahap revisi yang dilakukan setelah versi produk akhir video yang didasarkan atas permintaan klien disetujui dan dikirimkan kepada pihak klien. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pembagian tugas untuk tahap revisi internal seluruhnya dilimpahkan kepada satu orang saja, yaitu
Penulis sendiri. Tahap revisi internal sendiri baru dimulai pada minggu ke-10 dari periode magang Penulis, meskipun proses produksinya telah berakhir dari minggu ke-8. Hal ini disebabkan oleh adanya proyek lain yang harus ditangani oleh Cuatrodia Creative usai produksi video Laporan Perekonomian Indonesia 2016 ini, sementara perusahaan juga masih harus menunggu konfirmasi persetujuan final dari pihak klien mengenai versi video yang telah melewati tahap revisi untuk klien. Karena itu, tahap revisi internal ini menjadi salah satu proyek terakhir yang melibatkan Penulis selama periode praktik kerja magang di Cuatrodia Creative ini. Dari segi teknis, poin-poin yang harus dipenuhi untuk revisi internal berkisar seputar penyempurnaan dari keseluruhan elemen yang membangun video, berdasarkan kreativitas dan standar idealisme yang telah ditetapkan oleh Creative & Design Director dan juga CEO perusahaan. Hal ini umumnya dicapai di antaranya melalui pembetulan aset grafis, penambahan elemen baru, pembersihan detail, modifikasi animasi, penambahan transisi, dan juga pengembalian konten yang tadinya disisihkan oleh klien.
Beberapa contoh dari proses revisi internal yang dieksekusi oleh Penulis adalah sebagai berikut:
Gambar 3.28. Perbandingan antara animasi wajah Donald Trump sebelum (kiri) dan sesudah direvisi (kanan) dalam video Laporan Perekonomian
Indonesia 2016
i. Animasi wajah karikatur Donald Trump yang dibuat menjadi lebih intens, serta dibuat tengah mengutarakan
slogannya, yaitu, “Make America Great Again!” pada adegan 8.
Gambar 3.29. Perbandingan antara animasi ombak sebelum (kiri) dan sesudah direvisi (kanan) dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
ii. Pengembalian aset vector ombak yang telah dirancang oleh tim kreatif dan desain untuk adegan 13, dengan sedikit tambahan stok aset animasi dua dimensi untuk elemen percikan ombak.
Gambar 3.30. Perbandingan antara bentukan badan air sebelum (kiri) dan sesudah direvisi (kanan) dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
iii. Merapikan bentukan badan air yang keluar dari struktur bendungan pada adegan 16, agar lebih sesuai dengan desain mock-up yang sebelumnya telah dirancang oleh tim kreatif dan desain.
Gambar 3.31. Penambahan ornamen visual dan juga efek bayangan pada objek koin dalam video Laporan Perekonomian Indonesia 2016
iv. Penambahan bayangan dan juga ornamen visual di sekitar model objek koin tiga dimensi pada adegan 18. Pada versi sebelumnya, kedua elemen tersebut harus disisihkan karena keterbatasan waktu.
Gambar 3.32. Perbandingan antara animasi karakter sebelum (kiri) dan sesudah direvisi (kanan) dalam video Laporan Perekonomian Indonesia
2016
v. Modifikasi animasi pada karakter ayah, ibu, dan anak dalam adegan 25, dengan menambahkan animasi walk cycle atau siklus berjalan pada pergerakan karakter yang awalnya bersifat statis.
3.3.1.2. Perusahaan Gas Negara
Perusahaan Gas Negara (PGN) mengkomisikan pembuatan empat buah video yang masing-masing mewakili satu dari empat program atau produk yang akan diluncurkan oleh perusahaan tersebut, yaitu PGN Anytime, Anywhere, PGN 360, PGN Sinergi, dan PGN Rely On. Karena banyaknya jumlah video yang harus diproduksi, maka pembagian tugas pun tidak
dilakukan secara merata, di mana Penulis sendiri mendapatkan tanggung jawab untuk bagian pra-produksi video PGN Rely On, sekaligus berkontribusi untuk proses produksi video PGN Sinergi. Sebagian dari proses pra-produksi untuk proyek ini dilakukan secara remote di lokasi gedung kantor PGN, sehingga proses pengerjaannya pun, di samping didampingi oleh pembimbing lapangan, juga secara langsung berada di bawah pengawasan perwakilan dari pihak klien. Penulis mulai terlibat dalam proses pengerjaan proyek ini mendekati akhir minggu ke-4 dari periode praktik kerja magang yang dijalankan, tepatnya pada tanggal 6 April 2017.
A. Pra-Produksi (PGN Rely On)
Dalam tahap pra-produksi proyek, Penulis kembali dipercayakan untuk merancang storyboard, kali ini untuk video jasa PGN Rely On, yaitu sebuah layanan dan aplikasi yang disediakan oleh PGN untuk memudahkan pihak pelanggan maupun pekerja PGN dalam melaporkan, mendeteksi eligibilitas, serta melakukan pemasangan saluran pipa gas ke rumah pelanggan. Dari penjabaran tersebut, dapat dilihat bahwa konten yang diangkat dalam video sebagian besar akan berkisar seputar pemaparan panduan langkah-langkah penggunaan layanan PGN Rely On itu sendiri. Karena itu, penggambaran storyboard kali ini lebih mengedepankan akurasi dari visualisasi langkah-langkah eksekusi layanan, termasuk juga hasil yang akan muncul atau didapatkan pelanggan dan pekerja dari penggunaan jasa PGN Rely On tersebut, sehingga informasi yang hendak disampaikan tidak disalahartikan oleh calon konsumen. Tentunya, visualisasi adegan tersebut tetap harus ditata ke dalam layout yang wajar dan nyaman untuk dilihat juga.
Gambar 3.33. Gambaran dari adegan 7 dalam tahap storyboard
Gambar 3.34. Gambaran dari adegan 9 dalam tahap storyboard
Gambar 3.35. Gambaran dari adegan 14 dalam tahap storyboard
Gambar 3.36. Gambaran dari adegan 15 dalam tahap storyboard
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, mayoritas dari adegan yang digambarkan dalam storyboard video PGN Rely On merupakan visualisasi dari kejadian nyata yang akan terpenuhi sebagai bagian dari proses pemenuhan layanan yang disediakan. Mulai dari tampilan aktual situs atau aplikasi yang akan dipergunakan baik pelanggan maupun pekerja, langkah-langkah yang harus dijalankan oleh pekerja saat tiba di rumah pelanggan, hingga proses pemasangan pipa gas mulai dijalankan. Meskipun penggambaran adegan didasarkan atas situasi yang bersifat faktual atau nyata, beberapa informasi tetap harus disampaikan dengan menghadirkan ikon-ikon penanda, atau dengan menyederhanakan elemen visual yang tampil di dalam frame, mengingat sifat video yang berdurasi singkat dan tidak menyertakan informasi verbal dalam bentuk apapun. Salah satu contohnya dapat dilihat pada adegan 9, di mana Penulis menghadirkan penanda visual berupa ikon tanda centang di atas objek kompor di dalam setting rumah pelanggan, sebagai penghantar informasi bahwa rumah pelanggan tersebut telah memenuhi salah satu syarat pemasangan pipa gas. Sementara itu, adegan 14 menampilkan penyederhanaan layout rumah serta aliran pipa yang menjalar di sepanjangnya, sehingga keseluruhan adegan dapat tampil di dalam satu frame, memungkinkan penonton untuk menangkap keseluruhan
informasi tanpa membutuhkan pergerseran atau perubahan shot.
Namun, terlepas dari simplifikasi layout tersebut, aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing pekerja di dalam adegan tetap berbasis faktual, atau didasarkan atas pekerjaan yang sesungguhnya akan mereka lakukan di kehidupan nyata.
Gambar 3.37. Gambaran dari adegan 4 dalam tahap storyboard
Gambar 3.38. Gambaran dari adegan 5 dalam tahap storyboard
Gambar 3.39. Gambaran dari adegan 10 dalam tahap storyboard
Meskipun video PGN Rely On didominasi oleh runtutan adegan yang bersifat faktual, masih ada beberapa bagian dari video yang mengusung materi abstrak atau tidak memiliki wujud konkrit, seperti menggambarkan cara kerja aplikasi saat tengah memproses perintah yang dikirimkan oleh pelanggan, ilustrasi proses pembayaran layanan, dan sebagainya. Pendekatan yang Penulis ambil untuk mengemas potongan-potongan informasi inipun kurang lebih sama dengan pendekatan yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu dengan menyederhanakan konten informasi yang hendak disampaikan ke dalam bentukan visual yang mudah diterima oleh kaum awam, misalnya dengan menggunakan bantuan simbol atau ikon yang maknanya telah diakui secara universal. Beberapa contoh yang Penulis angkat termasuk adegan 4, yang mengilustrasikan cepatnya pendistribusian data menggunakan metode-metode yang menjadi bagian dari layanan PGN Rely On; adegan 5, yang menyampaikan informasi bahwa jasa pemasangan hanya dapat diberlakukan kepada calon pelanggan yang tinggal atau berlokasi di dekat saluran pipa gas;
dan penggambaran informasi mengenai cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh pelanggan melalui minimarket, ATM, ataupun PPOB, pada adegan 10.
B. Produksi (PGN Sinergi)
Beralih dari perancangan storyboard untuk video PGN Rely On, Penulis justru diberikan peran dalam eksekusi motion graphic untuk video PGN Sinergi dalam tahap produksi. Hal ini dikarenakan oleh tenggat waktu untuk video PGN Sinergi yang akan dirilis dalam gelombang pertama. Video PGN Sinergi sendiri digagaskan untuk menggabungkan teknik rekaman nyata atau live-action dengan elemen grafis digital dalam rupa animasi motion graphic. Namun, Penulis dan beberapa rekan motion graphic artist lainnya hanya ditugaskan untuk mengerjakan bagian dari elemen motion graphic saja, sementara perkara penggabungan antara kedua elemen tersebut, yang melibatkan proses tracking video dan juga rotoscoping, dialihkan seluruhnya kepada salah satu personil motion graphic artist senior. Dalam pembagian antara bagian-bagian motion graphic tersebut, Penulis mendapatkan tanggung jawab atas tiga adegan, yakni adegan 5, adegan 9, dan adegan 11.
Gambar 3.40. Elemen motion graphic yang dirancang untuk adegan 5
Gambar 3.41. Elemen motion graphic yang dirancang untuk adegan 9
Gambar 3.42. Elemen motion graphic yang dirancang untuk adegan 11
Secara keseluruhan, proses produksi elemen motion graphic untuk video PGN Sinergi ini tidak melibatkan teknik lain di luar yang telah disediakan oleh program Adobe After Effects, sehingga proses pengerjaannya dapat dikatakan bersifat lebih ringkas. Namun, tentunya tetap ada tantangan yang muncul dalam proses eksekusi, terutama menyangkut banyaknya elemen desain yang terdapat di dalam setiap komposisi motion graphic yang harus dianimasikan.
Lebih lanjut lagi, mengingat elemen-elemen tersebut nantinya akan digabungkan dengan rekaman live-action, maka animasi dari setiap elemen visual yang tampil pun harus dibuat secara mendetail juga.
Hal pertama yang dilakukan Penulis untuk memulai proses produksi pun adalah memisahkan setiap elemen visual yang terdapat di dalam masing-masing komposisi menjadi layer tersendiri, untuk memastikan agar setiap elemen tersebut dapat dianimasikan secara independen.
Tahapan ini dapat dikatakan sebagai tahapan dalam proses produksi
yang memakan waktu paling banyak, mengingat sebegitu kayanya elemen yang tersedia, dan harus dipilah menjadi runtutan layer tersendiri. Di samping itu, pengelolaan layer juga harus dilakukan dengan saksama, untuk memastikan agar posisi dari setiap layer tidak saling tumpang tindih, sementara ukuran dari setiap elemen harus dijaga agar tetap sesuai dengan komposisi yang telah dirancang.
Setelah melewati proses tersebut, maka eksekusi animasi terhadap masing-masing elemen pun dapat dijalankan, sebelum pada akhirnya dikomposisikan ke dalam rekaman live-action yang telah tersedia.
Gambar 3.43. Tampilan akhir adegan 5 dalam video PGN Sinergi
Gambar 3.44. Tampilan akhir adegan 9 dalam video PGN Sinergi
Gambar 3.45. Tampilan akhir adegan 11 dalam video PGN Sinergi
C. Revisi
Tidak banyak tuntutan revisi yang diterima oleh perusahaan untuk proyek Perusahaan Gas Negara ini, baik pada tahap pra-produksi maupun produksi. Dalam kasus rancangan storyboard video PGN Rely On, mengingat pengerjaannya yang secara langsung dikerjakan di bawah supervisi perwakilan klien, maka beberapa susunan adegan yang tidak disetujui atau kurang akurat secara langsung diubah di tempat sebelum memasuki tahap finalisasi, sehingga hambatan hanya muncul pada saat storyboard masih berada di tengah tahap proses sketsa, dan tidak menumpuk usai storyboard telah mencapai tahap final. Begitu juga dengan proses produksi video PGN Sinergi, yang proses perancangan storyboard dan asetnya juga dilakukan di lokasi kantor PGN, meskipun di bawah tanggung jawab personil lain dan tidak melibatkan Penulis secara langsung, sehingga ketika memasuki tahap produksi motion graphic, revisi yang bermunculan hanya berfokus pada aspek-aspek minor, seperti panjangnya durasi tiap adegan, ataupun pergerakan animasi dari elemen tertentu. Selain itu, terdapat satu perubahan spesifik untuk layout dari elemen motion graphic adegan 9, yang mengalami penyesuaian tata letak dan ukuran ketika dikomposisikan ke dalam rekaman live-action, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.44. di atas.
3.3.2. Kendala yang Ditemukan
Selama menjalani proses magang, tentunya Penulis menghadapi berbagai macam kendala, baik yang menyangkut proses produksi dalam konteks teknis, maupun yang berkaitan dengan keseluruhan praktik kerja magang di dalam perusahaan.
Berikut adalah penjabaran dari beberapa kendala yang Penulis temukan terkait dengan dua aspek tersebut.
3.3.2.1. Kendala Proyek
Salah satu kendala terbesar yang Penulis rasakan dalam mengeksekusi proyek-proyek yang dilimpahkan oleh perusahaan adalah seringnya muncul feedback yang kurang konsisten dari pihak klien. Hal ini disebabkan oleh banyaknya personil perwakilan pihak klien yang terlibat di dalam proyek-proyek tertentu, sementara proses peninjauan perkembangan atau update produksi proyek jarang dilakukan secara bersamaan oleh keseluruhan personil tersebut, sehingga informasi mengenai revisi yang diminta pun tidak disampaikan kepada perusahaan sekaligus. Permasalahan lebih lanjut muncul ketika masukan dari satu personil perwakilan klien terhadap satu bagian produk berbentrokan dengan masukan dari personil lainnya pada bagian yang sama, meskipun masukan tersebut disampaikan dalam waktu yang berbeda, sehingga terkadang tim produksi diharuskan melakukan proses revisi pada bagian yang sama berulang kali. Kendala semacam itu memunculkan kesulitan dalam proses produksi yang tidak hanya mempengaruhi waktu pengerjaan, tetapi juga berpotensi memunculkan situasi di mana terjadi beberapa kali pengulangan aspek-aspek tertentu dalam proses produksi untuk mengikuti arus feedback dari pihak klien yang terus berdatangan. Gagasan kreatif yang telah dirancang sedemikian rupa oleh perusahaan pun sering disisihkan untuk memenuhi minat klien.
Dari sisi internal, salah satu kendala terbesar terdapat pada pengelolaan timeline proyek, terutama pada saat-saat tertentu di mana perusahaan harus menanggung beberapa proyek sekaligus dalam rentang
waktu yang sama. Walaupun Penulis tidak secara langsung terlibat dalam proses pengelolaan timeline, tetapi hal tersebut tetap berdampak kepada beberapa aspek, seperti singkatnya waktu pengerjaan proyek, atau munculnya beban multitasking di tengah berjalannya proyek tertentu, sehingga menyebabkan proses pengerjaan menjadi kurang terfokus. Selain kendala yang telah dipaparkan di atas, terkadang muncul juga permasalahan minor di lokasi kantor, seperti putusnya koneksi internet ataupun server, pemadaman listrik yang terjadi secara mendadak, kegagalan proses render video mendekati tenggat waktu, berkas yang hilang atau rusak, dan berbagai kendala teknis lainnya yang secara langsung menghambat waktu efektif pengerjaan proyek.
Terakhir, terdapat pula beberapa kendala yang Penulis temukan dari segi teknis, umumnya menyangkut proses pengerjaan dan juga penguasaan program. Kendala ini muncul baik dari pihak eksternal, maupun secara internal pribadi Penulis. Dari sisi eksternal, Penulis kerap menemukan aset dari tim kreatif dan desain yang masih belum siap untuk dianimasikan oleh tim produksi. Masalah ini paling sering muncul dalam konteks susunan layer dari aset-aset tersebut, yang sering disatukan dalam proses desainnya sebagai satu kesatuan elemen saja, sehingga motion graphic artist diwajibkan untuk secara pribadi memisahkan elemen- elemen yang menyusun objek tertentu ke dalam susunan layer yang sesuai untuk dianimasikan. Hal seperti ini tentunya mampu memperlambat waktu proses produksi yang sering bersifat terbatas. Sementara itu, dari pribadi Penulis sendiri, tidak jarang dihadapkan dengan kendala yang menyangkut permasalahan teknis, terutama penguasaan aplikasi Adobe After Effects yang berperan sebagai program utama yang digunakan dalam proses produksi video motion graphic. Penulis menyadari bahwa masih banyak teknik, trik, ataupun jalan pintas dalam program tersebut yang tidak pernah diajarkan secara formal sebelumnya, yang dalam praktiknya dapat membantu beberapa aspek dalam proses pengerjaan secara signifikan.
Selain itu, ada pula beberapa teknik animasi yang baru diperkenalkan oleh
pembimbing lapangan ketika praktik kerja magang dimulai, melingkupi tools, efek, atau bahkan teknik motion graphic yang akan terus diterapkan dalam tahapan produksi di minggu-minggu selanjutnya. Singkatnya rentang waktu yang dapat Penulis gunakan untuk mempelajari teknik tersebut cukup menjadi hambatan untuk pribadi Penulis, terutama pada beberapa minggu pertama periode kerja magang, di mana Penulis sama sekali belum menguasai atau memahami intisari dari materi tersebut.
3.3.2.2. Kendala Praktik Kerja Magang
Menyangkut praktik kerja magang sendiri secara keseluruhan, Penulis tidak banyak mengalami kendala yang cukup signifikan. Namun, berkaitan dengan banyaknya proyek yang harus dikerjakan oleh tim produksi pada saat tertentu, Penulis sering kurang mampu mengikuti waktu lembur yang ditetapkan oleh banyak rekan pegawai lainnya, yang kerap mencapai dan bahkan melebihi waktu tengah malam, mengingat standar jam kerja kantor yang baru berakhir pada pukul delapan malam. Hal ini menjadi sedikit kendala bagi Penulis yang kurang terbiasa dengan budaya kerja yang diterapkan oleh rekan-rekan pegawai tersebut, dan juga memunculkan permasalahan bagi Penulis yang harus menggunakan jasa transportasi setiap harinya untuk pulang ke rumah.
3.3.3. Solusi Atas Kendala yang Ditemukan
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Penulis selama menjalani praktik kerja magang sebagian besar berhasil diselesaikan dengan memperkuat komunikasi antara sesama rekan kerja, baik itu untuk menanggulangi masalah yang bersifat internal maupun eksternal. Tidak jarang keterbatasan waktu yang dihadapi oleh perusahaan untuk menanggapi respon atau masukan dari klien mendorong keseluruhan tim untuk bersepakat dan mengesampingkan kreativitas ataupun pandangan idealisme pribadi demi mengakomodir permintaan klien. Kesepakatan ini tentunya hanya mungkin dicapai dengan komunikasi yang baik antara tim produksi, yang harus menyaring perubahan mana yang mampu dan tidak mampu dilakukan sesuai dengan rentang waktu yang disediakan, dengan personil atasan
seperti produser, Creative & Design Director, dan juga CEO perusahaan, yang memiliki tanggung jawab untuk berkomunikasi dengan pihak klien, serta memberi keputusan akhir untuk pengembangan proyek. Jika ada bagian tertentu yang tidak memungkinkan untuk dicapai oleh tim produksi tepat dengan tenggat waktu, maka kesepakatan internal akan disampaikan kepada klien untuk dinegosiasikan bersama, demi hasil akhir yang lebih baik dan juga masuk akal untuk dilakukan.
Sementara itu, untuk mengakomodir waktu lembur yang tidak sesuai dengan kemampuan pribadi Penulis, maka Penulis memilih untuk mendedikasikan waktu luang di rumah untuk menyelesaikan atau mencicil pekerjaan yang telah dipertanggungjawabkan kepada Penulis. Terakhir, untuk mengatasi kendala- kendala yang menyangkut hal teknis, Penulis berusaha untuk memaksimalkan kesempatan yang diberikan oleh praktik kerja magang ini untuk terus menambah wawasan secara langsung dengan melakukan praktik lapangan, sembari terus menerima ajaran dan masukan dari pembimbing lapangan maupun rekan kerja lainnya.