• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam tahap pra-produksi proyek, Penulis kembali dipercayakan untuk merancang storyboard, kali ini untuk video jasa PGN Rely On, yaitu sebuah layanan dan aplikasi yang disediakan oleh PGN untuk memudahkan pihak pelanggan maupun pekerja PGN dalam melaporkan, mendeteksi eligibilitas, serta melakukan pemasangan saluran pipa gas ke rumah pelanggan. Dari penjabaran tersebut, dapat dilihat bahwa konten yang diangkat dalam video sebagian besar akan berkisar seputar pemaparan panduan langkah-langkah penggunaan layanan PGN Rely On itu sendiri. Karena itu, penggambaran storyboard kali ini lebih mengedepankan akurasi dari visualisasi langkah-langkah eksekusi layanan, termasuk juga hasil yang akan muncul atau didapatkan pelanggan dan pekerja dari penggunaan jasa PGN Rely On tersebut, sehingga informasi yang hendak disampaikan tidak disalahartikan oleh calon konsumen. Tentunya, visualisasi adegan tersebut tetap harus ditata ke dalam layout yang wajar dan nyaman untuk dilihat juga.

Gambar 3.33. Gambaran dari adegan 7 dalam tahap storyboard

Gambar 3.34. Gambaran dari adegan 9 dalam tahap storyboard

Gambar 3.35. Gambaran dari adegan 14 dalam tahap storyboard

Gambar 3.36. Gambaran dari adegan 15 dalam tahap storyboard

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, mayoritas dari adegan yang digambarkan dalam storyboard video PGN Rely On merupakan visualisasi dari kejadian nyata yang akan terpenuhi sebagai bagian dari proses pemenuhan layanan yang disediakan. Mulai dari tampilan aktual situs atau aplikasi yang akan dipergunakan baik pelanggan maupun pekerja, langkah-langkah yang harus dijalankan oleh pekerja saat tiba di rumah pelanggan, hingga proses pemasangan pipa gas mulai dijalankan. Meskipun penggambaran adegan didasarkan atas situasi yang bersifat faktual atau nyata, beberapa informasi tetap harus disampaikan dengan menghadirkan ikon-ikon penanda, atau dengan menyederhanakan elemen visual yang tampil di dalam frame, mengingat sifat video yang berdurasi singkat dan tidak menyertakan informasi verbal dalam bentuk apapun. Salah satu contohnya dapat dilihat pada adegan 9, di mana Penulis menghadirkan penanda visual berupa ikon tanda centang di atas objek kompor di dalam setting rumah pelanggan, sebagai penghantar informasi bahwa rumah pelanggan tersebut telah memenuhi salah satu syarat pemasangan pipa gas. Sementara itu, adegan 14 menampilkan penyederhanaan layout rumah serta aliran pipa yang menjalar di sepanjangnya, sehingga keseluruhan adegan dapat tampil di dalam satu frame, memungkinkan penonton untuk menangkap keseluruhan

informasi tanpa membutuhkan pergerseran atau perubahan shot.

Namun, terlepas dari simplifikasi layout tersebut, aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing pekerja di dalam adegan tetap berbasis faktual, atau didasarkan atas pekerjaan yang sesungguhnya akan mereka lakukan di kehidupan nyata.

Gambar 3.37. Gambaran dari adegan 4 dalam tahap storyboard

Gambar 3.38. Gambaran dari adegan 5 dalam tahap storyboard

Gambar 3.39. Gambaran dari adegan 10 dalam tahap storyboard

Meskipun video PGN Rely On didominasi oleh runtutan adegan yang bersifat faktual, masih ada beberapa bagian dari video yang mengusung materi abstrak atau tidak memiliki wujud konkrit, seperti menggambarkan cara kerja aplikasi saat tengah memproses perintah yang dikirimkan oleh pelanggan, ilustrasi proses pembayaran layanan, dan sebagainya. Pendekatan yang Penulis ambil untuk mengemas potongan-potongan informasi inipun kurang lebih sama dengan pendekatan yang telah dipaparkan sebelumnya, yaitu dengan menyederhanakan konten informasi yang hendak disampaikan ke dalam bentukan visual yang mudah diterima oleh kaum awam, misalnya dengan menggunakan bantuan simbol atau ikon yang maknanya telah diakui secara universal. Beberapa contoh yang Penulis angkat termasuk adegan 4, yang mengilustrasikan cepatnya pendistribusian data menggunakan metode-metode yang menjadi bagian dari layanan PGN Rely On; adegan 5, yang menyampaikan informasi bahwa jasa pemasangan hanya dapat diberlakukan kepada calon pelanggan yang tinggal atau berlokasi di dekat saluran pipa gas;

dan penggambaran informasi mengenai cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh pelanggan melalui minimarket, ATM, ataupun PPOB, pada adegan 10.

B. Produksi (PGN Sinergi)

Beralih dari perancangan storyboard untuk video PGN Rely On, Penulis justru diberikan peran dalam eksekusi motion graphic untuk video PGN Sinergi dalam tahap produksi. Hal ini dikarenakan oleh tenggat waktu untuk video PGN Sinergi yang akan dirilis dalam gelombang pertama. Video PGN Sinergi sendiri digagaskan untuk menggabungkan teknik rekaman nyata atau live-action dengan elemen grafis digital dalam rupa animasi motion graphic. Namun, Penulis dan beberapa rekan motion graphic artist lainnya hanya ditugaskan untuk mengerjakan bagian dari elemen motion graphic saja, sementara perkara penggabungan antara kedua elemen tersebut, yang melibatkan proses tracking video dan juga rotoscoping, dialihkan seluruhnya kepada salah satu personil motion graphic artist senior. Dalam pembagian antara bagian-bagian motion graphic tersebut, Penulis mendapatkan tanggung jawab atas tiga adegan, yakni adegan 5, adegan 9, dan adegan 11.

Gambar 3.40. Elemen motion graphic yang dirancang untuk adegan 5

Gambar 3.41. Elemen motion graphic yang dirancang untuk adegan 9

Gambar 3.42. Elemen motion graphic yang dirancang untuk adegan 11

Secara keseluruhan, proses produksi elemen motion graphic untuk video PGN Sinergi ini tidak melibatkan teknik lain di luar yang telah disediakan oleh program Adobe After Effects, sehingga proses pengerjaannya dapat dikatakan bersifat lebih ringkas. Namun, tentunya tetap ada tantangan yang muncul dalam proses eksekusi, terutama menyangkut banyaknya elemen desain yang terdapat di dalam setiap komposisi motion graphic yang harus dianimasikan.

Lebih lanjut lagi, mengingat elemen-elemen tersebut nantinya akan digabungkan dengan rekaman live-action, maka animasi dari setiap elemen visual yang tampil pun harus dibuat secara mendetail juga.

Hal pertama yang dilakukan Penulis untuk memulai proses produksi pun adalah memisahkan setiap elemen visual yang terdapat di dalam masing-masing komposisi menjadi layer tersendiri, untuk memastikan agar setiap elemen tersebut dapat dianimasikan secara independen.

Tahapan ini dapat dikatakan sebagai tahapan dalam proses produksi

yang memakan waktu paling banyak, mengingat sebegitu kayanya elemen yang tersedia, dan harus dipilah menjadi runtutan layer tersendiri. Di samping itu, pengelolaan layer juga harus dilakukan dengan saksama, untuk memastikan agar posisi dari setiap layer tidak saling tumpang tindih, sementara ukuran dari setiap elemen harus dijaga agar tetap sesuai dengan komposisi yang telah dirancang.

Setelah melewati proses tersebut, maka eksekusi animasi terhadap masing-masing elemen pun dapat dijalankan, sebelum pada akhirnya dikomposisikan ke dalam rekaman live-action yang telah tersedia.

Gambar 3.43. Tampilan akhir adegan 5 dalam video PGN Sinergi

Gambar 3.44. Tampilan akhir adegan 9 dalam video PGN Sinergi

Gambar 3.45. Tampilan akhir adegan 11 dalam video PGN Sinergi

C. Revisi

Tidak banyak tuntutan revisi yang diterima oleh perusahaan untuk proyek Perusahaan Gas Negara ini, baik pada tahap pra-produksi maupun produksi. Dalam kasus rancangan storyboard video PGN Rely On, mengingat pengerjaannya yang secara langsung dikerjakan di bawah supervisi perwakilan klien, maka beberapa susunan adegan yang tidak disetujui atau kurang akurat secara langsung diubah di tempat sebelum memasuki tahap finalisasi, sehingga hambatan hanya muncul pada saat storyboard masih berada di tengah tahap proses sketsa, dan tidak menumpuk usai storyboard telah mencapai tahap final. Begitu juga dengan proses produksi video PGN Sinergi, yang proses perancangan storyboard dan asetnya juga dilakukan di lokasi kantor PGN, meskipun di bawah tanggung jawab personil lain dan tidak melibatkan Penulis secara langsung, sehingga ketika memasuki tahap produksi motion graphic, revisi yang bermunculan hanya berfokus pada aspek-aspek minor, seperti panjangnya durasi tiap adegan, ataupun pergerakan animasi dari elemen tertentu. Selain itu, terdapat satu perubahan spesifik untuk layout dari elemen motion graphic adegan 9, yang mengalami penyesuaian tata letak dan ukuran ketika dikomposisikan ke dalam rekaman live-action, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.44. di atas.

3.3.2. Kendala yang Ditemukan

Selama menjalani proses magang, tentunya Penulis menghadapi berbagai macam kendala, baik yang menyangkut proses produksi dalam konteks teknis, maupun yang berkaitan dengan keseluruhan praktik kerja magang di dalam perusahaan.

Berikut adalah penjabaran dari beberapa kendala yang Penulis temukan terkait dengan dua aspek tersebut.

3.3.2.1. Kendala Proyek

Salah satu kendala terbesar yang Penulis rasakan dalam mengeksekusi proyek-proyek yang dilimpahkan oleh perusahaan adalah seringnya muncul feedback yang kurang konsisten dari pihak klien. Hal ini disebabkan oleh banyaknya personil perwakilan pihak klien yang terlibat di dalam proyek-proyek tertentu, sementara proses peninjauan perkembangan atau update produksi proyek jarang dilakukan secara bersamaan oleh keseluruhan personil tersebut, sehingga informasi mengenai revisi yang diminta pun tidak disampaikan kepada perusahaan sekaligus. Permasalahan lebih lanjut muncul ketika masukan dari satu personil perwakilan klien terhadap satu bagian produk berbentrokan dengan masukan dari personil lainnya pada bagian yang sama, meskipun masukan tersebut disampaikan dalam waktu yang berbeda, sehingga terkadang tim produksi diharuskan melakukan proses revisi pada bagian yang sama berulang kali. Kendala semacam itu memunculkan kesulitan dalam proses produksi yang tidak hanya mempengaruhi waktu pengerjaan, tetapi juga berpotensi memunculkan situasi di mana terjadi beberapa kali pengulangan aspek-aspek tertentu dalam proses produksi untuk mengikuti arus feedback dari pihak klien yang terus berdatangan. Gagasan kreatif yang telah dirancang sedemikian rupa oleh perusahaan pun sering disisihkan untuk memenuhi minat klien.

Dari sisi internal, salah satu kendala terbesar terdapat pada pengelolaan timeline proyek, terutama pada saat-saat tertentu di mana perusahaan harus menanggung beberapa proyek sekaligus dalam rentang

waktu yang sama. Walaupun Penulis tidak secara langsung terlibat dalam proses pengelolaan timeline, tetapi hal tersebut tetap berdampak kepada beberapa aspek, seperti singkatnya waktu pengerjaan proyek, atau munculnya beban multitasking di tengah berjalannya proyek tertentu, sehingga menyebabkan proses pengerjaan menjadi kurang terfokus. Selain kendala yang telah dipaparkan di atas, terkadang muncul juga permasalahan minor di lokasi kantor, seperti putusnya koneksi internet ataupun server, pemadaman listrik yang terjadi secara mendadak, kegagalan proses render video mendekati tenggat waktu, berkas yang hilang atau rusak, dan berbagai kendala teknis lainnya yang secara langsung menghambat waktu efektif pengerjaan proyek.

Terakhir, terdapat pula beberapa kendala yang Penulis temukan dari segi teknis, umumnya menyangkut proses pengerjaan dan juga penguasaan program. Kendala ini muncul baik dari pihak eksternal, maupun secara internal pribadi Penulis. Dari sisi eksternal, Penulis kerap menemukan aset dari tim kreatif dan desain yang masih belum siap untuk dianimasikan oleh tim produksi. Masalah ini paling sering muncul dalam konteks susunan layer dari aset-aset tersebut, yang sering disatukan dalam proses desainnya sebagai satu kesatuan elemen saja, sehingga motion graphic artist diwajibkan untuk secara pribadi memisahkan elemen-elemen yang menyusun objek tertentu ke dalam susunan layer yang sesuai untuk dianimasikan. Hal seperti ini tentunya mampu memperlambat waktu proses produksi yang sering bersifat terbatas. Sementara itu, dari pribadi Penulis sendiri, tidak jarang dihadapkan dengan kendala yang menyangkut permasalahan teknis, terutama penguasaan aplikasi Adobe After Effects yang berperan sebagai program utama yang digunakan dalam proses produksi video motion graphic. Penulis menyadari bahwa masih banyak teknik, trik, ataupun jalan pintas dalam program tersebut yang tidak pernah diajarkan secara formal sebelumnya, yang dalam praktiknya dapat membantu beberapa aspek dalam proses pengerjaan secara signifikan.

Selain itu, ada pula beberapa teknik animasi yang baru diperkenalkan oleh

pembimbing lapangan ketika praktik kerja magang dimulai, melingkupi tools, efek, atau bahkan teknik motion graphic yang akan terus diterapkan dalam tahapan produksi di minggu-minggu selanjutnya. Singkatnya rentang waktu yang dapat Penulis gunakan untuk mempelajari teknik tersebut cukup menjadi hambatan untuk pribadi Penulis, terutama pada beberapa minggu pertama periode kerja magang, di mana Penulis sama sekali belum menguasai atau memahami intisari dari materi tersebut.

3.3.2.2. Kendala Praktik Kerja Magang

Menyangkut praktik kerja magang sendiri secara keseluruhan, Penulis tidak banyak mengalami kendala yang cukup signifikan. Namun, berkaitan dengan banyaknya proyek yang harus dikerjakan oleh tim produksi pada saat tertentu, Penulis sering kurang mampu mengikuti waktu lembur yang ditetapkan oleh banyak rekan pegawai lainnya, yang kerap mencapai dan bahkan melebihi waktu tengah malam, mengingat standar jam kerja kantor yang baru berakhir pada pukul delapan malam. Hal ini menjadi sedikit kendala bagi Penulis yang kurang terbiasa dengan budaya kerja yang diterapkan oleh rekan-rekan pegawai tersebut, dan juga memunculkan permasalahan bagi Penulis yang harus menggunakan jasa transportasi setiap harinya untuk pulang ke rumah.

3.3.3. Solusi Atas Kendala yang Ditemukan

Kendala-kendala yang dihadapi oleh Penulis selama menjalani praktik kerja magang sebagian besar berhasil diselesaikan dengan memperkuat komunikasi antara sesama rekan kerja, baik itu untuk menanggulangi masalah yang bersifat internal maupun eksternal. Tidak jarang keterbatasan waktu yang dihadapi oleh perusahaan untuk menanggapi respon atau masukan dari klien mendorong keseluruhan tim untuk bersepakat dan mengesampingkan kreativitas ataupun pandangan idealisme pribadi demi mengakomodir permintaan klien. Kesepakatan ini tentunya hanya mungkin dicapai dengan komunikasi yang baik antara tim produksi, yang harus menyaring perubahan mana yang mampu dan tidak mampu dilakukan sesuai dengan rentang waktu yang disediakan, dengan personil atasan

seperti produser, Creative & Design Director, dan juga CEO perusahaan, yang memiliki tanggung jawab untuk berkomunikasi dengan pihak klien, serta memberi keputusan akhir untuk pengembangan proyek. Jika ada bagian tertentu yang tidak memungkinkan untuk dicapai oleh tim produksi tepat dengan tenggat waktu, maka kesepakatan internal akan disampaikan kepada klien untuk dinegosiasikan bersama, demi hasil akhir yang lebih baik dan juga masuk akal untuk dilakukan.

Sementara itu, untuk mengakomodir waktu lembur yang tidak sesuai dengan kemampuan pribadi Penulis, maka Penulis memilih untuk mendedikasikan waktu luang di rumah untuk menyelesaikan atau mencicil pekerjaan yang telah dipertanggungjawabkan kepada Penulis. Terakhir, untuk mengatasi kendala-kendala yang menyangkut hal teknis, Penulis berusaha untuk memaksimalkan kesempatan yang diberikan oleh praktik kerja magang ini untuk terus menambah wawasan secara langsung dengan melakukan praktik lapangan, sembari terus menerima ajaran dan masukan dari pembimbing lapangan maupun rekan kerja lainnya.

Dokumen terkait