• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Pragmatik. Kajian pragmatik ialah kajian mengenai bahasa yang tidak bisa lepas dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Pragmatik. Kajian pragmatik ialah kajian mengenai bahasa yang tidak bisa lepas dari"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

12 2.1 Kajian Pragmatik

Kajian pragmatik ialah kajian mengenai bahasa yang tidak bisa lepas dari fungsi bahasa secara langsung karena digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi. Menurut Grice (dalam Ristiawan, 2017: 100) saat melakukan interaksi berkomunikasi diperlukan kerjasama terhadap partisipan agar terciptanya komunikasi dengan baik dan lancar. Levinson menjelaskan bahwa pragmatik yaitu studi tentang ilmu bahasa dan didalamnya memuat hubungan bahasa beserta konteksnya (Rahardi, 2009: 48). Dalam hal ini, konteks yang dimasud ialah konteks yang terikat dengan struktur bahasanya. Parker juga mengatakan pragmatik merupakan ilmu mengenai bahasa yang menjelaskan juga mempelajari struktur luar bahasa atau disebut secara eksternal. Maka dari itu, pragmatik dikatakan satuan lingual yang sering dipakai orang-orang dalam kegiatan berkomunikasi (Rahardi, 2009: 48).

Pragmatik ialah cabang ilmu bahasa membahas mengenai penggunaan dari bahasa saat berkomunikasi dan ditentukan oleh konteks situasi bahasanya (Rahardi, 2009: 48). Konteks sosial tersebut meliputi dua bagian, yaitu konteks bersifat sosial dan bersifat sosietal. Konteks sosial timbul dalam bentuk akibat terjadinya hubungan sosial antara masyarakat satu dengan lainnya. Beda halnya dengan konteks sosietal yang ditentukan oleh faktor status masyarakat dan budayanya dalam berkomunikasi. Kajian pragmatik memiliki konsentrasi yang perlu diperhatikan, ialah kajian ilmu bahasa, pragmatik ujaran, wacana, dan pragmatik budaya (Djajasudarma, 2012: 77).

(2)

Kajian ilmu bahasa yaitu keseluruhan tanda, bunyi bahasa serta makna harus bercampur dengan sistem leksikon, fonologi, morfologi, dan juga sintaksis. Kajian pragmatik ujaran memiliki acuan dalam konteks secara langsung. Konteks tersebut semacam tema tema, fokus latar, dan fokus kontras. Sedangkan, kajian pragmatik wacana berbicara mengenai satuan paling lengkap di dalam bahasa mencakup unsur dieksis dan perihal kesantunan (masalah harga diri, percakapan, kata bukan sebenarnya dan imakna yang bertentangan). Terakhir, kajian pragmatik budaya yaitu melihat penggunaan bahasa secara luas mengenai konteks nilai budaya, kejiwaan, dan sosial hubungannya dengan pragmatik ujaran mengenai perihal yang dibahas.Ilmu Pragmatik merupakan kajian menunjuk langsung tentang makna, hasil kesesuaian penutur dan konteks tuturannya, hingga dapat dipahami maksud yang disampaikan oleh si penutur. Pemahaman mengenai perspektif pragmatik didasari melalui ekspresi dari si penutur, hal ini dilakukan agar penutur bisa memikirkan baik-baik apa yang mau diungkapkan dan tidak mau diungkapkan.

Dalam mengkaji makna, ilmu pragmatik sejajar dengan ilmu semantik (Salutfiyanti, 2018: 13). Akan tetapi, makna yang terkandung dalam ilmu pragmatik jauh berbeda dengan makna yang ada dalam ilmu semantik.

Perbedaannya tampak jelas dalam kedua ilmu tersebut, jika ilmu pragmatik mengkaji makna bahasa secara ekternal, maka semantik mengkaji makna bahasa secara internal. Makna dalam ilmu pragmatik memiliki sifat yang terikat dengan konteks si penutur, sedangkan ilmu semantik memiliki sifat yang tidak terikat dengan konteksnya.

(3)

2.2 Prinsip Kerjasama Grice

Semua komunikasi bahasa melibatkan tindak dan kajian tindak tutur sehingga perlu disadari bahwa dalam peristiwa tutur terdapat prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh setiap peserta tutur. Bentuk kerjasama yang dimaksud adalah prinsip kerjasama Grice. Prinsip kerjasama Grice ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang tindakan penutur dan lawan tutur dalam percakapan dapat tercapai dalam situasi sosial umum. prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh setiap peserta tutur.

Bentuk kerjasama yang dimaksud adalah prinsip kerjasama Grice. Maksim merupakan kaidah yang mengatur tindakan dalam penggunaan bahasa. Pertama maksim kuantitas, kedua maksim kualitas, ketiga maksim relevansi, keempat maksim cara Grice, 1978 (dalam Sailan, 2014:14). Prinsip kerjasama Grice ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang tindakan penutur dan lawan tutur dalam percakapan dapat tercapai dalam situasi sosial umum. Yule (1996:37) mengemukakan bahwa dalam prinsip kerjasama, penutur harus memberikan kontribusi yang sesuai dengan keperluan saat peristiw tutur terjadi, hal ini bertujuan untuk mengetahui reaksi dari lawan tutur dalam percakapan. Percakapan dalam prinsip kerjasama Grice memiliki beberapa maksim.

a. Maksim kuantitas berkaitan dengan kuantitas informasi yang disampaikan oleh penutur dan menghendaki seiap peserta pertuturan memberikan kontribusi secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicara.

Sehingga dalam maksim kuantitas tuturan yang tidak boleh melibihi informasi yang dibutuhkan oleh lawan tutur. Tuturan yang disampaikan oleh penutur apabila mengandung informasi yang berlebihan maka tuturan

(4)

tersebut telah melakukan pelanggaran maksim kuantitas (rahardi, 2009:

24). Grice mengemukakan bahwa dalam maksim kuantitas memiliki kriteria utama yaitu setiap peserta tutur harus memberikan jumlah informasi yang tepat.

b. Maksim Kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal sebenarnya dan kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai, sehingga setiap tuturan harus pada bukti-bukti yang jelas, konkrit, nyata, dan terukur. Grice mengemukakan maksim kualitas memiliki kriteria utama yaitu setiap peserta tutur harus melakukan dua hal prinsip sebagai berukut, pertama jangan katakan apa yang anda yakini sebagai palsu, kedua jangan mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.

c. Maksim Relevansi

Tujuan dari maksim relevansi agar terjalin kerjasama yang baik antara penutur dan lawan tutur, sehingga masing-masing memberikan kontribusi yang relevan mengenai hal yang dituturkan. Jadi, dalam maksim relevansi seseorang mencba untuk menjadi relevan dan mengatakan hal-hal yang berhubungan dengan diskusi. Grice mengemukakan bahwa dalam maksim relevansi pada prinsip kerjasama Grice memiliki kriteria utama yaitu setiap peserta tutur harus bertutur dengan relevan mengenai apa yang sedang dibicarakan.

d. Maksim cara bukan mengatur apa yang dikatakan tetapi bagaimana yang dikatakan seharusnya dikatakan, artinya bahwa dalam maksim cara yang menjadi perhatian yaitu pelaksanaan tuturan oleh peserta tutur dalam peristiwa tutur. Grice mengemukakan bahwa dalam maksim cara memiliki

(5)

kriteria utama yaitu setiap peserta tutur dalam bertutur harus mudah dimengerti oleh peserta tutur. Jadi, dalam maksim cara peserta tutur harus melakukan empat hal sebeagi berikut, pertama hindari pernyataan- pernyataan yang sama, kedua hindarilah ketaksaan,ketiga usahakan agar ringkas serta keempat usahkan agar bserbicara dengan teratur.

2.3 Makna Maksim Relevansi

Grice,1978 (dalam Sailan, 2014:14) hanya menyatakan satu aturan dalam maksim relevansi, yakni “Be relevant”, yang dapat diartikan sebagai ‘Jadilah relevan’. Maksim relevansi berkaitan dengan hubungan atau kesesuaian (Suyono, 1990: 15). Maksim ini mengharuskan setiap peserta tutur untuk memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan (Wijana, 1996: 49). Berikut ini merupakan contoh pematuhan dan pelanggaran maksim relevansi.

(1) A : “Indah, ambilkan kacamata Ibu di ruang guru!”

B : “Kaki saya sakit, Bu.”

A : “Apa kakimu sakit sekali?”

B : “Tidak, Bu.”

(2) A : “Apa kamu sudah membuat cerpen?”

B : “Saya suka makan bakso.”

Contoh pematuhan maksim relevansi dapat dilihat pada wacana (1) karena B telah memberikan informasi yang relevan kepada A, meskipun secara sepintas tuturan A dan B terlihat tidak berhubungan. Tuturan B mengimplikasikan bahwa B tidak bisa mengambilkan kacamata A di ruang guru karena kakinya sedang sakit. Secara tidak langsung, B menginginkan agar A mengambilnya sendiri atau menyuruh orang lain. Sebagai siswa yang baik, seharusnya B tetap mengambilkan

(6)

kacamata A karena kakinya juga tidak terlalu sakit. Adapun contoh pelanggaran maksim relevansi dapat dilihat pada wacana (2) karena jawaban B tidak ada relevansinya terhadap pertanyaan A. Hal ini terlihat dari tuturan B yang menyatakan “Saya suka makan bakso.” B membahas masalah makanan pada saat A membahas masalah cerpen. Jawaban B ini tentunya tidak sesuai dengan topik pembicaraan.

Topik-topik yang berbeda di dalam proses komunikasi dapat menjadi relevan jika mempunyai kaitan. Di dalam hubungannya dengan maksim relevansi, kaitan ini dapat dilihat sebagai pembatas. Ungkapan yang terdapat di awal kalimat seperti omong-omong atau ngomong-ngomong merupakan pembatas yang memenuhi maksim relevansi (Kushartanti, 2009: 108; Yule, 2014: 66). Peserta tutur dapat menggunakan pembatas ini untuk mengubah atau mengalihkan topik pembicaraan tanpa harus melanggar maksim relevansi. Berikut ini merupakan contoh penggunaan pembatas maksim relevansi.

(3) A : “Kenapa baru datang?”

B : “Tadi ada urusan sebentar.”

A : “Ngomong-ngomong, apa kamu sudah mengerjakan tugas?”

B : “Belum, aku menunggumu.”

(4) A : “Bagaimana ujianmu? Apa berjalan lancar?”

B : “Alhamdulillah. Omong-omong, kamu sudah makan?”

A : “Belum.”

B : “Ayo kita makan di luar! Saya yang traktir.”

A : “Oke!”

Maksim Relevansi menghendaki peserta tutur untuk memberikan kontribusi yang relevan dengan sesuatu yang sedang dipertuturkan. Jadi, dapat disimpulkan

(7)

bahwa maksim relevansi menghendaki setiap peserta tutur untuk memberikan informasi yang relevan atau sesuai dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas atau dibicarakan.

Oleh sebab itu, sebuah tuturan disebut maksim relevansi apabila tuturannya memiliki unsur bahasa bersifat relevan atau sesuai dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas atau dibicarakan.Austin mengatakan untuk dapat menghasilkan sebuah ujaran, harus dibedakan antara aksi lokusinya ialah pengetahuan untuk mengerti tetang aksi perlokusi dan aksi ilokusi (Djajasudarma, 2012: 93). Aksi lokusi ialah kata atau kalimat yang terdapat dalam struktur bahasa biasanya mengacu pada makna dan acuan tertentu mengenai bunyi bahasa (Djajasudarma, 2012: 93).

Kajian pragmatik ialah suatu ujaran yang memiliki unsur penting (Djajasudarma, 2012: 73). Kajian ini menurut teori artinya tuturan yang memiliki dua makna. Makna pertama ialah makna proposional yang artinya makna dasar diterangkan melaui kata dan struktur tertentu. Makna kedua ialah makna ilokusi yaitu akibat dari suatu tuturan atau tulisan kepada si pembaca ataupun pendengar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Rahardi (2005: 56) yang menyatakan bahwa maksim relevansi menghendaki peserta tutur untuk memberikan kontribusi yang relevan dengan sesuatu yang sedang dipertuturkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa maksim relevansi menghendaki setiap peserta tutur untuk memberikan informasi yang relevan atau sesuai dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas atau dibicarakan.

Dengan adanya penelitian ini, bahasa gaul akan berguna dengan baik ketika digunakan dengan lawan bicara yang frekuensi serta pemikirannya cenderung

(8)

sama. Penggunaan bahasa slang tidak selamanya salah karena dapat disesuaikan dengan konteks pembicaraan serta mitra tuturnya. Penggunaan yang tepat tidak akan berdampak buruk terhadap eksisensi bahasa Indonesia itu sebagai bahasa kesatuan bangsa. Dalam berbahasa latar belakang dan lingkungan manusia itu sangat berbeda, maka bahasa yang digunakan juga akan berbeda atau bervariasi.

Dalam hal ini ada kaitannya dengan sosiolinguistik, dimana sosiolinguistik ini berhubungan dengan lingkungan dan bahasa. Sosiolinguitik merupakan studi bahasa yang berhubungan dengan penutur bahasa sebagai anggota masyarakat, atau mempelajari aspek-aspek kemasyarakatan bahasa khususnya variasi-variasi yang terdapat di dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan atau sosial (Isnaniah, 2015: 270-284). Suatu bahasa akan cepat tersebar melalui komunikasi salah satunya di media sosial ini. Sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dengan masyarakat, khususnya masyarakat penutur bahasa itu (Abdurrahman, 2011).

Maka dari itu maksim relevansi berperan penting untuk meyeseukaian konteks pembicaraan agar tidak terjadi kesalahfahamn, dengan menggunakan makna ilokusi sebagai teori tindak tutur maksim relevansi. makna dari maksim relevansi pada pemakaian bahasa slang di analisa menggunakan teori tindak tutur ilokusi karena kajiannya berupa dampak dari suatu ujaran atau tulisan. Prayitno (2017:51) menyatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah dimaksudkan untuk menyatakan sesuatu dan melalakukan sesuatu. Hal tersebut selaras dengan objek kajian juga konteksnya yaitu wacana bahasa slang. Kajian makna tuturan wajib dikaji sesuai dengan konteksnya yang terdapat dalam wacana. Kajian yang memiliki unsur penting ini ialah tuturan yang memuat bahasa slang atau gaul, maka makna yang dikaji harus didasari adanya pengertian dari maksim relevansi

(9)

itu sendiri serta bahasa slang agar maknanya bisa diketahui. Tujuan dari maksim relevansi pada pemakaian bahasa slang yaitu agar dapat diketahui maknanya.

2.4 Variasi Bahasa

Sebagai sebuah langue sebuah bahasa memiliki sistem dan subsistem yang dipahami oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut meski berada dalam masyarakat tutur tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen,wujud bahasa yang konkret disebut parole, menjadi tidak seragam.

Bahasa itu beragam dan bervariasi. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, melainkan juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap kegiatan menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Dalam hal variasi atau ragam bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragamaan sosial penutur bahasa itudan keragamaan fungsi bahasa itu. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Hartman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan beberapa kriteria, yakni: 1)Latar belakang geografi dan sosial penutur; 2)Medium yang digunakan; dan 3)Pokok pembicaraan. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Hartman dan Stork, setiap masyarakat dan golongan tertentu dipastikan mempunyai ciri bahasa tersendiri yang membedakannya dengan masyarakat lain. Hal ini sebagai ciri khas atau identitas masyarakat tutur tersebut.

2.5 Bentuk Pemakaian Bahasa Slang

Bentuk ujaran tersebut mengandung kesinambungan penutur menggunakan bahasa slang yang relevan serta peserta tutur memberikan kontribusi yang relevan

(10)

dengan topik yang sedang dibicarakan. Penggunaan bahasa yang lebih dari satu akan tersebut maka akan terdapat bentuk maksim relevansi dalam pemakaian bahasa slang. Budiman, A. 2006 (dalam Sutami, H. dan Malagina) dalam bahasa gaul, unsur yang paling penting adalah kosakatanya. Sebagian besar kosakata bahasa gaul dibentuk melalui proses penyingkatan (abbreviation) dan penyerapan (borrowing), Penyingkatan di sini maksudnya meliputi akronim dan pemendekan.

Peminjaman meliputi kata dan frasa dialek sosial dan regional yang nonformal serta bahasa kata dan frasa pinjaman dari bahasa asing, terutama bahasa Inggris.

a. Singkatan

Menurut Kridalaksana (2008: 222) Singkatan adalah hasil proses penyingkatan. Penyingkatan yaitu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, maupun yang tidak dieja huruf demi huruf. Contoh seperti jbjb, rl, rp, ff, tl. b.

b. Pemenggalan

Pemenggalan adalah proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari leksem. Teknik analisis pembentukan kata dengan cara memilah kata yang mengalami proses pemendekan dengan mengekalkan salah satu bagian depan atau belakang (Kridalaksana, 2008: 178). Contoh seperti jan (jangan), nget (banget), leh (boleh), gak (enggak/tidak), tar (entar/nanti), jing (anjing), sa (bisa).

c. Kontraksi

Menurut Kridalaksana (2008: 135), kontraksi adalah proses pemendekan yang meringkas leksem dasar atau gabungan leksem, seperti sendratari, rudal, berdikari. Contoh dalam bahasa gaul seperti palbis, pansos, cogan, cecan.

(11)

d. Akronim

Menurut Kridalaksana (2008: 5), Akronim adalah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian yang ditulis dan dilafalkan sebagai kata yang sesuai dengan kaidah fonotaktik bahasa bersangkutan. Data yang didapat dari hasil screenshots oleh fans Kpop pada akun twitter, dari bentuk akronim yang ditemukan sebanyak 2 kosakata. Contoh seperti LOL, PAP.

Beda halnya dengan aksi perlokusi yang menggunakan bahasa sebagai alat melalui aksi ilokusi dalam unsur dari luar (eksternal). Aksi ilokusi berarti merupakan pengertian dari kondisi kontekstual dari aksi lokusi secara unsur internal. Dapat dikatakan maksim relevansi pada pemakaian bahasa slang jika bentuk kebahasaannya berupa kata, gabungan dua kata atau lebih dan kalimat yang memuat bahasa alay atau slang.

2.5.1 Kata

Kata adalah satuan terkecil dalam bahasa dan hanya mempunyai satu pengertian saja (Chaer, 2007: 162). Kata hanya memiliki satu unsur fonem saja yang tidak bisa diubah maupun ditambahkan dengan fonem yang lain. Hal ini juga disetujui oleh sumber lainnya yang mengatakan kata ialah satuan terkecil dan bebas (Ramlan, 1978: 34). Secara umum, kata hanya dapat mengandung makna yang bisa berdiri sendiri dan membentuk sebuah frasa, klausa dan kalimat jika menggabungkan beberapa kata.

2.5.2 Frasa

Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang memiliki sifat non prediktif (Rahardi, 2009: 67). Dengan hal ini, frasa mempunyai makna gramatikal

(12)

yang sifatnya tergantung konteks yang dimaksud. Frasa tidak bisa membentuk kalimat sempurna, hal ini dikarenakan frasa belum mempunyai predikat.

2.5.3 Kalimat

Kalimat adalah satuan dari sintaksis yang tersusun melalui konstituen dasar dan berwujud kalusa, dilengkapi dengan konjungsi dan diakhiri dengan intonasi final (Chaer, 2007: 240). Didukung dengen pendapat lainnya menyatakan kalimat merupakan unsur terkecil, digunakan saat berbicara (Hamid, 1993: 126). Ide dan pikiran yang dituangkan dalam kalimat, kemudian disampaikan kepada pendengar kalau dituliskan. Berdasarkan penjelasan ini, dapat disimpulkan jika kalimat adalah satuan dari unsur bahasa terdiri atas gabungan dua kata atau lebih yang menghasilkan satu pengertian utuh.

Referensi

Dokumen terkait

Parfum Laundry Gunungsitoli Selatan Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik.. BERIKUT INI JENIS PRODUK

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui data yang didapatkan dalam sasaran yakni mengidentifikasi tingkat, bentuk dan proses partisipasi masyarakat dalam

Tidak adanya hubungan antara keterikatan teman sebaya dengan perilaku konsumsi rokok remaja kemungkinan dapat dijelaskan dengan tingginya persentase keterikatan

Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti dan memahami apa yang diperolehnya sehingga dapat menerangkan dan menjelaskan kembali serta memanfaatkan

Pembelajaran aktif adalah belajar yang meliputi berbagai cara untuk siswa aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memahami resiliensi ekonomi rumah tangga petani dalam pengelolaan Ume Talang di Desa Lebung Gajah Kecamatan Tulung

Tahap mengumpulkan data yang perlu dilaksanakan, yaitu membuat rencana atau scenario dalam penelitian, menentukan latar atau tempat untuk melakukan penelitian,

Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Panjang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga