• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahkamah Agung Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Mahkamah Agung Republik Indonesia"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor : 1751/Pid.B/2017/PN.Mks)

Disusun dan diajukan oleh :

MUH TAUFIK MUSAKKIR B111 14 111

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2018

(2)

i HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA

(StudiKasusNomor : 1751/Pid.B/2017/PN.Mks)

OLEH

MUH TAUFIK MUSAKKIR B111 14 111

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan Penelitian Skripsi Pada Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSSAR 2018

(3)

i

(4)

i

(5)

i

(6)

i

(7)

ABSTRAK

MUH TAUFIK MUSAKKIR, B11114111, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Yang Dilakukan Secara Bersama-sama (Studi Kasus Nomor : 1751/Pid.B/2017/PN.Makassar), dibawah bimbingan Abd Asis selaku pembimbing I dan Dara Indrawati selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peneraan hukum terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama pada perkara dengan nomor putusan: 1751/Pid B /2017 /PN. Makassar dan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama pada perkara dengan nomor putusan: 1751/Pid B /2017 /PN. Makassar.

Penelitian ini dilakukan di Kota Makassar, khususnya pada Pengadilan Negri Makassar dengan mengambil data dan melakukan wawancara dengan hakim yang menangani perkara ini serta peneliti juga melakukan studi kepustakaan dengan cara menalaah buku-buku, literatur dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang akan dibahasdalam skripsi ini.

Temuan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1) Kualifikasi perbuatan Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Yang Dlakukan Secara Bersama-sama dalam Putusan nomor : 1751/Pid.B/2017?PN.Makasaar telah sesuai dengan ketentuan hukum pidana baik hukum pidana formil maupun hukum pidana materil dan syarat dapat dipidananya terdakwa, hal ini didasarkan pada pemeriksaan dan fakta-fakt yang terungkap di persidangan, Pengadilan Negri Makassar menyatakan perbuatan terdakwa sesuai dakwan Jaksa Penuntut Umum yaitu pasal 365 ayat (2) Ke-1, Ke-2, Ke-3 KUHPidana. 2) Penerapan hukum materil terhadap tindak pidan pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama pada perkara ini adalah dakwaan Jaksa Penuntut Umum, barang bukti, keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan pertimbangan non-Yuridis berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan.

:

(8)

v KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan kasih dam saying-nya kepada kita, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu, yang kami beri judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA (Studi Kasus 1751/Pid.B/2017/PN Mks)”

Tujuan dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pendidikan pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS) Program Studi Ilmu Hukum.

Didalam pengerjaan skrisi ini telah melibatkan beberapa pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh karena itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-salamnya kepada bapak Dr. Abd Asis S.H M.H dan ibu Dr.

Daraindrawati S.H, MH selaku pembimbing I dan Pembimbing II.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Ibu Prof Dr. dwia Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta jajarannya.

(9)

v 2. Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin beserta jajarannya, Ibu

Prof Dr. Farida Patittingi, SH,. MH selaku Dekan Fakultas Hukum, Bapak Prof Dr. Ahmadi Miru SH,. MH selaku Wakil Dekan I, Bapak Dr syamsuddin Muchtar, SH,. MH selaku Wakil Dekan II, Bapak Prof Dr Hamzah Halim, SH,.MH selaku Wakil Dekan III, terima kasih banyak dan perhatiannya atas kemudahan yang telah diberikan selama ini.

3. Bapak Prof Dr. muhadar SH,.MH, Ibu Dr. Nur Azisa SH,.MH, Ibu Dr. Audyna Mayasari muin SH,.MH selaku penguji atas segala saran dan masukan yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Andi Muhammad Sofyan SH,.MH, Ibu Dr, Haeranah SH,.MH, selaku Ketua dan Sekretaris bagian Hukum Pidana Universitas Hasanuddin.

5. Seluruh Civitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

6. Seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi, bantuan dan doa restunya kepada penulis.

7. Bayu surya laksana SH, selaku teman yang selama ini memberikan masukan, motivasi serta dukungan yamg diberikan selama penyusunan skripsi.

8. Serta seluruh Angkatan Diplomasi 2014 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

(10)

v Terima kasih atas segala bantuan dari semua pihak yang tiada hentinya memberikan dukungan baik materil maupun moril, semoga karya ini dapat bermanfaat, baik kepada penulis maupun kepada semua pihak yang haus akan ilmu, dan terakhir penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dalam bentuk penyajian maupun bentuk penggunaan bahasa, karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Maka dari kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik, saran ataupun masukan yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini kedepannya sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar , agustus 2018

Muh Taufik Musakkir

(11)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

ABSTRAK………..………. iii

DATAR ISI…………..……… iv

KATA PENGANTAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... .... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Pengertian Tinjauan Yuridis ... 7

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 7

1. Unsurs Subjektif……….………... 7

2. Unsur Objektif………..……….. 8

C. Tindak Pidana Pencurian... 9

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian………. 9

2. Jenis-jenis Tindak Pidana Pencurian………. 10

a. Tindak Pidana Pencurian biasa……….... 11

b. Pencurian dengan Pemberatan………..……….. 11

(12)

iv

c. Pencurian Ringan………... 12

d. Pencurian Dalam Kalangan Keluarga………. 12

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian………. 12

a. Unsur Objektif………..…… 12

b. Unsur Subjektif………..……….. 15

D. Pidana dan Pemidanaan... ... 17

1. Pengertian Pidana dan Pemidanaan... ... 17

2. Teori Tujuan Pemidanaan... 19

3. Jenis-jenis Pidana... 21

E. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan ... 28

1. Pertimbangan Yuridis ... 29

2. Pertimbangan Sosiologis ... 32

3. Pertimbangan Subjektif ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Lokasi Penelitian ... 36

B. Teknik Pengumpulan Data ... 36

C. Jenisdan Sumber Data ... 38

D. Teknik Analisis Data ... 38

(13)

v BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. ... 41

A. Kualifikasi Perbuatan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Secara Bersama-sama ... 41 B. Bagaimanakah Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Tindak

pidana pencurian dengan Kekerasan Yang Dilakukan Secara Bersama- sama Dalam Putusan No 1751/Pid.B/2017/PN.Mks

………... 62

DAFTAR PUSTAKA

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara Hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Indonesia sebagai Negara hukum, memiliki karakteristik mandiri yang berarti kemandirian tersebut mandiri yang berarti kemandirian tersebut terlihat dari penerapan konsep atau pola negara hukum yang dianutnya. Konsep yang dianut oleh negara kita disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia yaitu Pancasila.Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara hukum yang berdasarkan pada pancasila, pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu yaitu bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan sebuah negara yang aman, tentram, aman sejahtera, dan tertib dimana kedudukan hukum setiap warga negaranya dijamin sehingga bisa tercapainya sebuah keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perorangan maupun kepentingan kelompok (masyarkat). Namun belakangan ini terjadi krisis moneter yang berpengaruh besar terhadap masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat indonesia mengalami krisis moral. Hal tersebut dilihat dari semakin meningkatnya kejahatan dan meningkat pengangguran, dengan meningkatnya pengangguran sangat berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang rendah cenderung untuk tidak memperdulikan norma atau kaidah hukum yang berlaku. Melihat

(15)

2 kondisi ini untuk memenuhi kebutuhan ada kecenderungan menggunakan segala cara agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Dari cara-cara yang digunakan ada yang melanggar dan tidak melanggar norma hukum

Perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya keterlibatan dan ketentraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejalah sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat dan bahkan bernegara. Kenyataan telah membuktikan, bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit diberantas secara tuntas. Semakin tinggi kemampuan manusia juga dapat menimbulkan dampak negatif, yang antara lain berupa semakincanggihnya kejahatan dilakukan.

Kejahatan bukan saja dilakukan oleh perorangan tetapi sudah bersifat kelompok dan terorganisasi.

Di era kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi yang semakin canggih dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat semestinya mampu merubah cara berfikir dan berprilaku manusia kearah yang lebih baik dan beradab. Namun yang terjadi tidaklah demikian. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan cara berfikir dan prilaku manusia justru semakin tidak baik.

(16)

3 Suatu kebebebasan dalam bertingkah-laku tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang baik. Apalagi kalau kebebasan tingkah-laku seseorang tidak dapat diterima oleh kelompok sosialnya.Oleh karena itu, untuk menciptakan keteraraturan dalam suatu kelompok sosial, baik dalam situasi sosial diperlukan ketentuan-ketentuan.Ketentuan itu untuk membatasi kebebebasan tingkah laku itu.Ketentuan- ketentuan yang di perlukan adalah ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup atas dasar kesadaran dan biasanya dinamakan hukum.Jadi hukum adalah ketentuan- ketentuan yang timbul dari pergaulan hidup manusia.1

Hukum berfungsi untuk mengatur hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dan hubungan antara manusia dengan Negara agar segala sesuatunya berjalan dengan tertib.Oleh karena itu, tujuan hukum adalah untuk mencapai kedamaian dengan mewujudkan kepastian hukum dan keadilan didalam masyarakat.Tetapi kenyataannya masyarakat masih banyak yang berusaha untuk melakukan pelanggaran hukum.

Salah satu bentuk contoh pelanggaran yang sering terjadi ialah kasus pencurian.Tindak pidana pencurian merupakan salah satu tindak pidana yang seringkali dilakukan oleh orang atau kelompok dengan berbagai macam latar dan dorongan yang menjadi penyebabnya.Tindak pidana pencurian dipengaruhi oleh latar belakang tingkat kesejahteraan

1 Abdul Djamali, R., SH., Pengantar Hukum Indonesia. Rajawali pers, Jakarta, 2013, Hlm 1-2

(17)

4 ekonomi, kondisi-kondisi kemiskinan dan pengangguran secara relatif yang dapat memicu seseorang untuk melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Dalam hukum indonesia pencurian itu masuk dalam kategori tindak pidana yang diatur dalam buku II KUHP Indonesia yang membahas tentang kejahatan walaupun sudah diatur dalam KUHP dan juga telah mengatur sanksi yang berat bagi pelaku dalam menjalankan aksinya yang tidak ragu dalam melakukan kekerasan bahkan sampai kematian.

Pencurian diatur dalam KUHP buku II Bab XXII Pasal 362- terbagai menjadi beberapa jenis, diantaranya pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP), pencurian ringan (Pasal 365 KUHP) dan pencurian dalam keluarga (pasal 367 KUHP).

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari keseluruhan hukum yangberlaku di masyarakat atau dalam suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang yang disertai ancaman berupa nestapa atau penderitaan bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.2Aturan-aturan tesebut mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum.Pelanggaran dankejahatan tersebut disertai dengan ancaman berupa pidana atau penderitaan bagi mereka yang melanggar aturan tersebut.

2Moeljatno. 2008. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 1

(18)

5 Dalam upaya perbaikan pembangunan hukum indonesia diharapkan dapat mengurangi angka kriminalitas dalam masyarakat maka diperlukan efek jera yang benar-benar harus dirasakan oleh pelaku yang diberikan terhadap perbuatan pencurian terutama pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama, pihak yang berwenang seperti para penegak hukum polisi, jaksa, dan Hakim harus lebih teliti dalam memberantas tersebut sehingga masyarakat benar-benar dapat merasakan suasana aman dan tentram dalam kehidupannya.

Berdasarkan uraian diatas mendorong keingintahuan penulis untuk mengkaji lebih lanjut tentang pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama Maka dari itu penulis mengangkat judul ‘‘Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Secara Bersama-sama (Studi Kasus Putusan Nomor 1751/Pid.B/2017/PN.Mks.)”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Kualifikasi Perbuatan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan yang Dilakukan Secara Bersama-sama Menurut Hukum Pidana ?

2. Bagaimanakah Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan

Secara Bersama-sama Dalam Putusan No

1751/Pid.B/2017/PN.Mks ?

(19)

6 C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penelitian :

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama

2. Kegunaan Penelitian :

1. Sebagai pendalaman dan pemehaman bagi penulis berkenaaan dengan hukum pidana yang dikaji yaitu tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama

2. Dapat menjadi referensi, kepustakaan, serta bahan kajian lebih lanjut untuk memecahkan masalah terkait bagi rekan – rekan mahasiswa fakultas hukum dan kalangan lain yang berminat.

serta untuk menambah khasanah perpustakaan fakultas hukum universitas hasanuddin.

3. Menjadi bahan bacaan dan sumber pengetahuan bagi masyarakat umum yang mempunyai perhatian dan kepeduliaan terhadap persoalan – persoalan hukum.

(20)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tinjauan Yuridis

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian tinjauan adalah mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan sebagainya).3 Menurut Kamus Hukum, kata yuridis berasal dari kata Yuridisch yang berarti menurut hukum atau dari segi hukum.2 Dapat disimpulkan tinjauan yuridis berarti mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), suatu pandangan atau pendapat dari segi hukum.4

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur-unsur tindak pidana.

Menurt doktrin, unsur-unsur tindak pidana terbagi atas dua unsur, yaitu : 1. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku termasuk didalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

Unsur ini terdiri dari5 :

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

Pada umumnya para pakar telah menyetujui bahwa

“kesengajaan” terdiri atas tiga bentuk, yakni kesengajaan

3Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa (Edisi Keempat), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 1470.

4M. Marwan dan Jimmy P., 2009, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, hlm. 651.

5 Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm 50-51

(21)

8 sebagai maksud (oogmerk), kesengajaan dengan keinsafan pasti (opzet als zekerheidsbewustzijn), dan kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan (dolus evantualis).

b. Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP.

c. Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan- kejahatan.

d. Merencanakan terlebih dahulu.

e. Perasaan takut seperti yang tedapat dalam Pasal 308 KUHP.

b. Unsur Objektif

Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri dari atas6 :

a. Perbuatan manusia, berupa perbuatan aktif atau perbuatan positif (act) dan perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan (omission).

b. Akibat (result) perbuatan manusia.

c. Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan- kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan, dan sebagainya.

6 Leden Marpaung, 2009, Asas-Teori-Praktik hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 9-10

(22)

9 d. Keadaan- keadaan (circumstances). Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan menjadi keadaan pada saat perbuatan dilakukan dan keadaan setelah perbuatan dilakukan.

e. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan pelaku itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Moeljatno menyatakan bahwa unsur atau elemen perbuatan pidana terdiri dari7:

a. Kelakuan dan akibat (perbuatan).

b. Hal ikhwal atau kedaan yang menyertai perbuatan.

c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana.

d. Unsur melawan hukum yang obektif. Unsur melawan hukum yang menunjuk pada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan.

e. Unsur melawan hukum yang subjektif. Unsur melawan hukum terletak di dalam hati seorang pelaku kejahatan itu sendiri. Sifat melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dari hal-hal

7 Djoko Prakoso, 1988, Hukum Penitensier di Indonesia,Liberty, Jakarta, Hlm.104

(23)

10 lahir,tetapi tergantung pada niat seseorang pelaku kejahatan itu sendiri.

C. Tindak Pidana Pencurian

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian

Pencurian di dalam bentuk yang pokok diatur di dalam pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi

“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena kesalahannya melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama- lamanya lima tahun atau denda setinggi tingginya enam puluh rupiah”.(Pasal 362 KUHP).

Melihat dari rumusan pasal tersebut dapat kita ketahui, bahwa kejahatan pencurian itu merupakan delik yang dirumuskan secara formal dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman, dalam hal ini adalah perbuatan yang diartikan “mengambil”. Dalam artian kata “mengambil”

(wegnamen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke lain tempat.8

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata “curi”

adalah mengambil barang milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi. Sedangkan arti “pencurian”

adalah proses, cara dan Perbuatan.

8 Wiryono Projodikoro, 2003, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, Hlm 14

(24)

11 2. Jenis-Jenis Tindak PIdana Pencurian

Menurut R.Soesilo, Jenis pencurian dapat dibagipada beberapa bagian yaitu pencurian biasa, pencurian denganpemberatan, pencurian ringan, pencurian dengan kekerasan danpencurian dalam keluarga. Yang dimaksud dengan pencurian biasa dalam Pasal 362 KUHP adalah barang siapa mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu secara melawan hukum, dihukum karena melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 (lima belas) kali enam puluh rupiah.

a. Tindak Pidana Pencurian biasa

Istilah “pencurian biasa” digunakan oleh beberapa pakar hukum pidana untuk menunjuk pengertian “pencurian dalam arti pokok”. Pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP yang rumusannya sebagai berikut :

‘’Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.

b. Pencurian dengan pemberatan

Istilah “pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doctrinal disebut sebagai “pencurian yang dikualifikasikan”.Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu

(25)

12 atau dalam keadaaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa.Oleh karena pencurian yang dikualifikaskan tersebut merupakan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan membuktikan pencurian dalam bentuk pokoknya.

c. Pencurian Ringan

Pencurian ringan dalam pasal 364 KUHP adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian yang didalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur- unsur lain (yang meringankan) ancaman pidananya menjadi diperingan.

d. Pencurian dalam kalangan keluarga

Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHPidana ini merupakan pencurian dikalangan keluarga.

Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu keluarga, misalnya yang terjadi, apabila seseorang suami atau istri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda istri atau suaminya.

(26)

13 3. Unsur-Unsur Tindak pidana Pencurian

1. Unsur-Unsur Objektif

a. Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)

Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan

“mengambil” barang.Kata “mengambil” (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakan tangan dan jari-jari, memegang barangnnya, dan mengalihkannya ke lain tempat.9

Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil.

Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materill, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang disengaja. Pada umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ke tempat lain atau dalam kekuasaannya. Unsur pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu ke dalam kekuasaannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut ke dalam kekuasaanya secara nyata dan mutlak.

9 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hlm 115-116

(27)

14 Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu perbuatan pencurian yang sempurna.

b. Unsur Benda

Pada objek pencurian, sesuai dengan keterangan dalam Memorie van toelichting (MvT) mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend goed). Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak.Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil.

Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan (Pasal 509 KUHPerdata).Sedangkan benda yang tidak bergerak adalah benda-benda yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, suatu pengertian lawan dari benda bergerak.

c. Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain

Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B

(28)

15 lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).

2. Unsur-Unsur Subjektif A. Maksud Untuk Memiliki

Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertama maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat dibedakan dan dipisahkan satu sama lain.

Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mengisyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan. Pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya.Apabila dihubungkan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri pelaku sudah

(29)

16 terkandung suatu kehendak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.

B. Melawan Hukum

Unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian yaitu10 :

Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditunjukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah sadar memiliki benda orang lain itu adalah bertentangan dengan hukum”.

Karena alasan inilah maka unsur melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif.Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya.

Pendapat-pendapat diatas diambil dari teori-teori di bawah ini;

1. Teori kontrektasi (contrectatie theorie), teori ini mengatakan bahwa untuk adanya suatu perbuatan “mengambil” disyaratkan dengan

10 Zainal Abidin, Hukum Pidana I, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm, 346-347

(30)

17 sentuhan fisik, yakni pelaku telah memindahkan benda yang bersangkutan dari tempatnya semula.

2. Teori ablasi (ablatie theorie), menurut teori ini untuk selesainya perbuatan “mengambil” itu disyaratkan benda yang bersangkutan harus telah diamankan oleh pelaku.

3. Teori aprehensi (apprehensie theorie), berdasdarkan teori ini adanya perbuatan “mengambil” itu disyaratkan bahwa pelaku harus membuat benda yang bersangkutan berada dalam penguasaannya yang nyata.

Oleh sebab itu, berdasarkan keterangan diatas maka jelas kita ketahui bahwa pencurian adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan pihak tertentu, dan dalam mengungkap suatu tindak pidana pencurian, aparat penegak hukum perlu melakukan beberapa tindakan yaitu seperti penyelidikan dan penyidikan.

D. Pidana Dan Pemidanaan

1. Pengertian Pidana Dan Pemidanaan

Membahas mengenai pidana tentunya tidak terlepas dari Hukum Pidana itu sendiri oleh karena tanpa hukum niscaya pidana akan diberlakukan secara sewenang-wenang oleh penguasa pada saat memerintah, oleh karena antara hukum pidana maupun pidana berbeda artinya sehingga diperlukan penegasan dalam membedakannya. Adapun Hukum Pidana adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menentukan

(31)

18 perbuatan apa yang merupakan tindak pidana dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya11

a) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang, dengan disertai ancaman pidana bagi siapa yang melanggarnya;

b) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan dapat dikenakan pidana;

c) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang melanggarnya.

Sedangkan Pompe memberikan definisi bahwa hukum pidana merupakan keseluruhan peraturan yang bersifat umum yang isinya adalah larangan dan keharusan, terhadap pelanggarannya.Negara atau masyarakat hukum mengancam dengan penderitaan khusus berupa pemidanaan, penjatuhan pidana, peraturan itu juga mengatur ketentuan yang memberikan dasar penjatuhan dan penerapan pidana.12

Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut. norma lain itu misalnya norma agama, kesusilaan dan sebagainya.13

11Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 92

12Teguh Prasetyo, 2010, Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 22.

13Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 92.

(32)

19 Menurut Simons, pidana atau straaf itu adalah: Het leed, door de strafwet als gevolg aan de overtrading van de norm verbonden, data an den schuldige bij rechterlijk vonis wordt opgelegd. Artinya suatu penderitaan yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.14

Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan.

Secara letterlijk, kata ”straf” artinya pidana, “baar” artinya dapat atau boleh dan “feit” adalah perbuatan. Sedangkan dalam bahasa Belanda “feit” berarti “sebagian dari suatu kenyataan” dan “strafbaar”

berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit”

dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”.

Dari rumusan mengenai pidana di atas dapat diketahui bahwa pidana sebenarnya hanya merupakan suatu penderitaan atau suatu alat belaka, ini berarti pidana bukan merupakan suatu tujuan dan tidak mungkin dapat mempunyai tujuan

.

14PAF Lamintang dan Theo Lamintang, 2012, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta (selanjutnya disebut PAF Lamintang dan Theo Lamintang I), hlm. 34.

(33)

20 2. Teori Tujuan Pemidanaan

Dalam memberikan efek jera kepada seorang pelaku kejahatansebagai konsekuensi dari perbuatannya maka hukum pidana dapat dikatakan sebagai jalan terakhir yaitu apabila upaya hukum lain selain hukum pidana dianggap tidak mampu dalam memberikan atau menyelenggarakan tata tertib dalam pergaulan masyarakat15

Secara khusus tujuan hukum pidana adalah sebagai upaya pencegahan untuk tidak dilakukannya delik atau mencegah kejahatan,dengan jalan melindungi segenap kepentingan dari pada subyek hukumdari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Perlindungan tersebut diwujudkan melalui pemberian sanksi dengan penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan secara tegas kepada pihak pihak yang telah terbukti melanggar hukum.

Tujuan dasar dari adanya pidana bagi seseorang yang telah

melanggar norma-norma hukum pidana adalah dengan pertimbangan untuk membalas si pelaku delik.

Terdapat berbagai teori yang membahas alasan-alasan yangmembenarkan adanya penjatuhan hukuman (sanksi). Di antaranya teoriabsolut dan teori relatif16

15Waluyadi. 2003. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Djambatan.hlm 30

16Laden marpung 2008. Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. Jakarta :Sinar Grafika.hlm 4

(34)

21 A. Teori absolout

Menurut teori ini, hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasanterhadap para pelaku karena telah melakukan kejahatan yangmengakibatkan kesengsaraan terhadap orang lain atau anggotamasyarakat.

B. Teori relative a). Menjerahkan

Dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau terpidana menjadi jera dan tidak mengulangi lagi

perbuatannya(speciale preventie) serta masyarakat umum mengetahui bahwajika melakukan perbuatan sebagaimana dilakukan terpidana,mereka akan mengalami hukuman yang serupa (generatepreventive).

b). Memperbaiki pribadi terpidana

Berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selamamenjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga iatidak akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna.

c). Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya

Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkanmembuat terpidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan hukuman seumur hidup.

(35)

22 Jadi tujuan penjatuhan hukuman dalam hukum pidana adalah untuk melindungi dan juga memelihara ketertiban hukum guna mempertahankan keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai satu kesatuan.

c. Jenis-Jenis Pidana

Di dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) sesuai Pasal 10, sanksi pidana terdiri dari17:

a) Pidana pokok, antara lain:

Pidana mati Pidana penjara Pidana kurungan.

Denda.

b) Pidana tambahan, antara lain : pencabutan beberapa hak tertentu perampasan beberapa barang tertentu pengumuman putusan hakim.

1. Pidana Pokok a). Pidana Mati

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pidana mati termasuk urutan pertama jenis dari pidana pokok yang dalam prakteknya undang-undang masih memberikan alternatif dengan

17Op. cit.,waluyadi, hal 33-36

(36)

23 hukuman seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun (lihat Pasal 340 KUHP).

b). Pidana Penjara

Pada prinsipnya hukuman penjara ini, baik untuk seumur hidup maupun penjara untuk sementara waktu, merupakan alternatif dari pidana mati.Perihal mengenai hukuman penjara telah diatur dalam Pasal 12KUHP, yang mengatur:

a. Pidana penjara seumur hidup atau sementara

b. Lamanya pidana penjara sementara itu sekurang-kurangnya satu hah dan selama-lamanya lima belas tahun berturut-turut c. Pidana penjara sementara boleh dijatuhkan selama-lamanya

dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan dengan pidana yang menurut pilihan hakim sendiri boleh dipidana dengan pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup dan penjara sementara dan dalam hal masa lima belas tahun itu dilampaui, sebab pidana ditambah, karena ada gabungan kejahatan atau karena berulang melakukan kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52.

d. Lamanya pidana itu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.

Jika berpedoman pada Pasal 12 KUHP tersebut, maka seseorangdapat dipidana sehubungan dengan kejahatan yang telah

(37)

24 dilakukannyaberkisar antara satu hari sampai dengan dua puluh tahun.Satu harimenurut hukum adalah serentetan waktu selama 24(dua puluh empat)jam dan satu bulan berarti 30 (tiga puluh) hari (Pasal 97 KUHP).

c). Pidana Kurungan

Perihal mengenai hukuman kurungan ini telah diatur dalamPasal18 KUHP, yang mengatur:

a. Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya satu tahun.

b. Pidana itu boleh dijatuhkan selama-lamanya satu tahun empat bulan dalam hal hukuman melebihi satu tahun, sebab ditambah karena ada gabungan kejahatan, karena berulang melakukan kejahatan atau karena ketentuan Pasal 52.

c. Pidana kurungan tidak boleh lebih lama dari satu tahun empat bulan.

Hukuman kurungan ialah hukuman yang dijatuhkan di dalampenjara, sama halnya dengan hukuman penjara. Namun terdapatbeberapa perbedaan yang membedakannya dengan hukuman penjara, antara lain:

1. Hukuman penjara dapat dijalankan di dalam penjara mana saja,sedangkan hukuman kurungan dijalankan di daerah di manaterhukum bertempat tinggal waktu hukuman itu dijatuhkan.

(38)

25 2. Orang yang dipidana hukuman kurungan, pekerjaannya

lebihringan daripada orang yang dipidana hukuman penjara.

3. Orang yang dipidana dengan pidana kurungan dapatmemperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri menurut peraturanyang akan ditetapkan dalam perundang-undangan (Pasai 23KUHP).

4. Masa waktu terpendek secara umum bagi hukuman kurunganadalah satu hari dan selama-lamanya satu tahun, dan dapatditambah menjadi satu tahun empat bulan dalam hal gabungandelik, berulangkali melakukan delik, dan bilamana waktumelakukan delik tersebut menyertakan bendera RepublikIndonesia, maka ditambah sepertiganya (Pasal 52 KUHP).

d. Pidana Denda

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bahwahukuman denda yang merupakan urutan keempat dari pidana pokok, tidakselalu berdiri sendiri.Akan tetapi merupakan alternatif dari pidana penjara,pidana kurungan dan juga pelanggaran lalu iintas (untuk pelanggaran lalulintas dan angkutan jalan sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2003).

(39)

26 2. Pidana Tambahan

a. Pencabutan Hak-Hak Tertentu.

Hal-hal yang menyangkut pidana tambahan berupa cencabutan beberapa hak tertentu, di dalam KUHP telah diatur aalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 KUHP.Pencabutan tentang beberapa hak tertentu yang tertuang dalam Pasal 10 KUHP penjatuhannya oleh hakim tidak dapat dijatuhkan secara terpisah (tidak dapat dipisahkan) dengan penjatuhan pidana pokok.Artinya, apabiia hakim hendak menjatuhkan pidana berupa pencabutan beberapa hak tertentu, seorang hakim harus menyertakan di dalamnya pencabutan beberapa hak tertentu bersama dengan pidana pokok.

Dari penjelasan di atas terlihat secara garis besar bahwa apapun jenis kejahatannya maupun pelanggarannya, hakim dapat sekaligus

menyertakan pidana tambahan berupa pencabutan beberapa hak tertentu.

b. Perampasan Barang-Barang Tertentu

Karena putusan suatu perkara mengenai diri terpidana, makabarang yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milikterpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya. Ini sesuaidengan yang tertuang dalam Pasal 39 KUHP, yang mengatur :

(40)

27 1. Barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dengan kejahatan atau yang dengan sengaja telah dipakainya untuk mengerjakan kejahatan, boleh dirampas.

2. Jika seseorang dipidana karena melakukan kejahatan tiada dengan sengaja atau karena melakukan pelanggaran, boleh juga dijatuhkan pidana rampasan itu dalam hal yang ditentukan dalam undang-undang.

3. Pidana rampasan itu boleh juga dijatuhkan atas orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanyalah tentang barang yang sudah disita

Pasal 39 KUHP tersebut merupakan asas umum dari dilakukannyaperampasan barang tertentu, yang menerangkan bahwa pada dasarnyabarang-barang yang dapat dirampas dan perampasannya harusberbarengan dengan dijatuhi hukuman pokok meliputi:

- Benda yang diperoleh dari kejahatan;

- Benda yang dipakai untuk melakukan kejahatan;

- Benda yang dipakai untuk melakukan kejahatan karena tidaksengaja dan atau karena melakukan pelanggaran melaluiundang-undang.

Disini kita bisa membedakan antara perampasan denganpenyitaan, perampasan adalah salah satu bentuk dari pidana atau sanksiyang diatur dalam Pasal 39 KUHP sedangkan penyitaan adalah upayapaksa demi

(41)

28 kelancaran penyidikan. Penuntutan dan sidang pengadilanyang diatur dalam Pasal 38 KUHAP, sesuai dengan penjelasan Pasal 38KUHAP mengenai penyitaan:

1. Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat

2. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamanapenyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untukmendapatkan surat izin lebih dahulu tanpa mengurangiketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanyaatas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkankepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperolehpersetujuannya.

Jadi berbeda dengan antara perampasan dengan penyitaan,

perampasan dilakukan karena adanya hukuman tambahan yang diberikansesuai yang diatur dalam Pasal 39 KUHP sedangkan penyitaan dilakukandemi kepentingan penyidik, penuntutan dan persidangan sesuai yangdiatur dalam Pasal 38 KUHAP.

a. Pengumuman Putusan Hakim

Pasal 195 KUHAP menyatakan bahwa semua putusan pengadilansah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkandisidang terbukauntuk umum. Ketentuan ini, dalam hukum

(42)

29 acara pidanaseringdisebutsebagai asas-asas umum pemeriksaan sidang pengadilan.

Di samping ketentuan Pasal 195 KUHAP yang menegaskan agarsemua putusan diucapkan dalam situasi sidang yang terbuka untuk umum, maka dalam permulaan sidang pun disyaratkan hendaknya dilaksanakan dengan terbuka untuk umum serta menggunakan bahasa Indonesia yang dapat dimengerti oleh terdakwa atau saksi, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 153 KUHAP yang menentukan bahwa :

1. Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang.

2. a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan disidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.

b. la wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban yang tidak bebas.Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang dapat menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwa anak-anak.

3. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan ayat 3 menyebabkan batalnya putusan demi hukum.

(43)

30 4. Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang

e. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

Pertimbangan hakim adalah dasar-dasar yang menjadipertimbangan dalam membuat suatu putusan.Hakim dalam membuatputusan haruslah mempehatikan unsur-unsur subjektif dan unsur-unsurobjektifnya. Apabila unsur-unsur tersebut terpenuhi, selanjutnya hakim mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan dan memberatkanputusan yang akan dijatuhkannya nanti.Pertimbangan hakim dinilai dari faktor hukum dan nonhukum yangkesemuanya itu haruslah disertakan dalam putusan.Faktor hukum sepertipengulangan tindak pidana, tindak pidana berencana, dll.Sedangkanfaktor nonhukum seperti sikap terdakwa dipersidangan dan alasan-alasanlain yang meringankan. Pertimbangan-pertimbangan hukum inilah yangakan dijadikan acuan terhadap putusan hakim nantinya apakah putusantersebut terdapat hal-hal yang memberatkan terdakwa atau hal-hal yangmeringankan terdakwa kesemuanya merupakan peranan tanggung jawabhakim dalam penjatuhan keputusan.

(44)

31 1. Pertimbangan Yuridis

Dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara, terlebih putusan bebas (vrijspraak), hakim harus benar-benar menghayati arti amanah dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masing-masing.

Lilik Mulyadi mengemukakan bahwa18 :

“Hakikat pada pertimbangan yuridis hakim merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu tindak pidana yang dapat menunjukkan perbuatan terdakwa tersebut memenuhi dan sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan oleh penuntut umum sehingga pertimbangan tersebut relevan terhadap amar atau diktum putusan hakim”.

Pertimbangan hakim atau Ratio Decidendi adalah pendapat atau alasan yang digunakan oleh hakim sebagai pertimbangan hukum yangmenjadi dasar sebelum memutus perkara. Dalam praktik peradilan pada putusan hakim sebelum pertimbangan yuridis ini dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti.

18 Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, 2007, hlm. 193., Citra Aditya Bakti, Bandung.

(45)

32 Lilik Mulyadi mengemukakan bahwa pertimbangan hakim dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yakni19 :

“Pertimbangan yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh undang-undang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan.Pertimbangan non-yuridis dapat dilihat dari latar belakang terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, dan agama terdakwa.”

Fakta-fakta persidangan yang dihadirkan berorientasi dari lokasi kejadian (locus delicti), waktu kejadian (tempus delicti) , dan modus operandi tentang bagaimana tindak pidana itu dilakukan. Selain itu, harus diperhatikan akibat langsung atau tidak langsung dari perbuatan terdakwa, barang bukti yang digunakan, dan terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak.Setelah fakta- fakta dalam persidangan telah diungkapkan, barulah putusan hakim mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan oleh penuntut umumyang sebelumnya telah dipertimbangkan korelasi antara fakta-fakta, tindak pidana yang didakwakan, dan unsur-unsur kesalahanterdakwa.Setelah itu, majelis mempertimbangkan dan meneliti apakah terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dan terbukti secara sah meyakinkan menurut

19IbidHal 194

(46)

33 hukum.Pertimbangan yuridis dari tindak pidana yang didakwakan harus menguasai aspek teoretik, pandangan doktrin, yurisprudensi, dan posisi kasus yang ditangani kemudian secara limitatif ditetapkan pendiriannya.

Menurut Lilik Mulyadi setelah diuraikan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, ada tiga bentuk tanggapan dan pertimbangan hakim, antara lain20 :

a. Ada Majelis Hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara detail, terperinci, dan substansial terhadap tuntutan pidanadari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum.

b. Ada Majelis Hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara selintas terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi terdakwa atau penasihat hukum.

c. Ada Majelis Hakim yang sama sekali tidak menanggapi dan mempertimbangkan terhadap tuntutan pidana dari Penuntut Umum dan pledoi dari terdakwa atau penasihat hukum.

Dalam putusan hakim, harus juga memuat hal-hal apa saja yang dapat meringankan atau memberatkan terdakwa selama persidangan berlangsung. Hal-hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak jujur, terdakwa tidak mendukung program pemerintah, terdakwa sudah pernah dipidana sebelumnya, dan lain

20Ibid hal. 196.

(47)

34 sebagainya.Hal-hal yang bersifat meringankan adalah terdakwa belum pernah dipidana, terdakwa bersikap baik selama persidangan, terdakwa mengakui kesalahannya, terdakwa masih muda, dan lain sebagainya.

2. Pertimbangan Sosiologis

Kehendak rakyat Indonesia dalam penegakan hukum ini tertuang dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang rumusannya:

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Sebagai upaya pemenuhan yang menjadi kehendak rakyat ini, maka dikeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan tujuan agar penegakan hukum di negara ini dapat terpenuhi. Salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berkaitan dengan masalah ini adalah :

“Hakim sebagai penegak hukum menurut Pasal 5 (1) UndangUndang No. 48 Tahun 2009 bahwa : “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

(48)

35 Dalam penjelasan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Jadi, hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai- nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat sehingga dia harus turun langsung ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.Dengan demikian, hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Penjatuhan putusan apapun bentuknya akan berpengaruh besar bagi pelaku, masyarakat, dan hukum itu sendiri. Oleh karena itu, semakin besar dan banyak pertimbangan hakim, maka akan semakin mendekati keputusan yang rasional dan dapat diterima oleh semua pihak. Selain itu, harus juga diperhatikan sistem pembuktian yang dipakai di Indonesia, yakni hakim harus berusaha untuk menetapkan hukuman yang dirasakan oleh masyarakat dan oleh terdakwa sebagai suatu hukuman yang setimpal dan adil.

3. Pertimbangan Subjektif

Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undangundang.Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus

(49)

36 memenuhi persyaratan agar dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

a. Harus ada perbuatan, memang benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang.

Kegiatan ini terlihat sebagai suatu perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa.

b. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan hukum. Artinya, perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum yang memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu. Pelakunya benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan pelau wajib mempertanggungjawabkan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan itu. Berkenaan dengan syarat ini, hendaknya dapat dibedakan bahwa ada perbuatan yang tidak dapat dipersalahkan dan pelaku pun tidak perlu mempertanggungjawabkan. Perbuatan yang tidak dipersalahkan itu dapat disebabkan karena dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatan dan dalam keadaan darurat.

c. Harus terjadi adanya kesalahan yang dapat dipertanggung- jawabkan. Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau

(50)

37 beberapa orang tersebut dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum.

d. Harus melawan hukum, artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata atau jelas bertentangan dengan aturan hukum.

e. Harus tersedia ancaman hukumnya, kalau ada ketentuan- ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu dan ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Ancaman hukuman tersebut dinyatakan secara tegas berupa maksimal hukumannya yang harus dilaksanakan oleh pelaku. Apabila dalam suatu ketentuan tidak dimuat ancaman hukuman terhadap suatu perbuatan tertentu dalam tindak pidana, maka pelaku tidak perlu melaksanakan hukuman tertentu

(51)

38 BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di instansi atau lembaga Pengadilan Negeri Makassar yang berada di Kotamadya Makassar.Di samaping itu, Kotamadya Makassar merupakan domisili tetap penulis sehingga memudahkan penulis untuk memperoleh informasi tentang penelitian, sekaligus merupakan kontribusi penulis demi terciptanya penegakan hukum di Kotamadya Makassar.

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data primer maupun sekunder maka penulis menggunakan dua jenis pengumpulan data sebagai berikut:

1. Penelitian kepustakaan

Penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah bahan bahan hukum pustaka yang relevan dengan penelitian berupa literatur- literatur, karya ilmiah (hasil penelitian), peraturan perundang- undangan, majalah, surat kabar, jurnal ilmiah, dokumentasi dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian ini, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kerangka teori dari hasil pemikiran para ahli hal ini dilihat relevansinya dengan fakta yang terjadi dilapangan.

(52)

39 2. Penelitian lapangan

Untuk mengumpulkan data penelitian lapangan maka penulis menggunakan dua cara, yaitu:

a. Observasi, yaitu secara langsung turun ke lapangan untukmelakukan pengamatan guna mendapatkan data yangdibutuhkan baik data primer maupun data sekunder.

b. Wawancara, yaitu pengumpulan data dalam bentuk tanya jawab yang dilakukan secara langsung kepada responden dalam hal ini adalah Hakim.

c. Jenis dan sumber data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian yang bersumber dari responden yang berkaitan dengan penelitian melalui wawancara putusan pengadilan.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dan bersumber dari penelaahan studi kepustakaan berupa literature-literatur, karya ilmiah (hasil penelitian), peraturan perundang-undangan, majalah surat kabar, dokumentasi dari berbagai instansi yang terkait juga bahan- bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

(53)

40 C. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh atau yang dikumpulkan dalam penelitian inibaik data primer maupun data sekunder merupakan data yang sifatnyakualitatif maka teknik analisis data yang digunakanpun adalah analisiskualitatif, dimana proses pengolahan datanya yakni setelah data tersebut

telah terkumpul dan dianggap telah cukup kemudian data tersebut diolahdan dianalisis secara deduktif yaitu dengan berlandaskan kepada dasardasarpengetahuan umum kemudian meneliti persoalan yang bersifat khusus dari adanya analisis inilah kemudian ditarik suatu kesimpulan.

(54)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kualifikasi Perbuatan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Yang Dilakukan Secara Bersama-sama.

Salah satu tindak pidana yang marak terjadi yaitu pencurian.Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda atau disebut dengan offences against property dan possession. Yang dimaksud dengan pencurian, ialah perbuatan mengambil sesuatu barang yang semuanya atau sebagianya kepunyaan orang lain disertai maksud untuk memiliki dan dilakukan dengan melawan hukum.21Jenis-jenis tindak pidana pencurian dimuat dalam Pasal 362 terdapat pada buku ke-2 KUHP yang diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP sebagai berikut:

1. Pencurian Biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP;

2. Pencurian dengan Pemberatan diatur dalam Pasal 363 KUHP;

3. Pencurian Ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP;

4. Pencurian dengan Kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP;

dan

5. Pencurian dalam Keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP.

21Gerson W. Bawengan, 1979, Hukum Pidana di Dalam Teori dan Praktek, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 150

(55)

42 Dalam hal ini, penulis menekankan pada jenis Pencurian dengan Pemberatan .Pencurian dengan Pemberatan adalah jenis pencurian yang memiliki unsur-unsur dari pencurian biasa yang didalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain dengan cara-cara tertentu dan keadaan tertentu (yang memberatkan) sehingga ancaman pidananya menjadi diperberat. Berikut adalah unsur-unsur tindak pidana pencurian:

 Perbuatan mengambil.

 Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari

tempat semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang dibawah kekuasaannya yang nyata.Perbuatan mengambil berarti perbuatan yang mengakibatkan barang berada diluar kekuasaan pemiliknya.Tetapi hal ini tidak selalu demikian, hingga tidak perlu disertai akibat dilepaskan dari kekuasaan pemilik.22

 Yang diambil harus sesuatu barang.Yang dimaksud

dengan barang, tidak sekedar berupa benda belaka, tetapi telah diperluas dengan termasuk hewan, tenaga listrik ataupun gas.23

 Yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain.

22H.A.K. Moch. Anwar, 1977, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung, hlm.

17.

23Op.Cit

(56)

43 Barang harus seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain pada keseluruhannya, sedangkan sebahagian dari barang saja dapat menjadi obyek pencurian.

 Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk

memiliki barang itu dengan melawan hukum.

Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan pencurian. Seseorang menemui barang dijalan kemudian diambilnya.Bila waktu mengambil itu sudah ada maksud untuk memiliki barang itu, masuk pencurian. Jika waktu mengambil barang itu pikiran terdakwa barang akan diserahkan pada polisi, akan tetapi serenta datang dirumah barang itu dimiliki untuk diri sendiri (tidak diserahkan kepada polisi), ia salah, menggelapkan (Pasal 372), karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada ditangannya.24

Unsur yang memberatkan :

Pencurian Ternak.Ternak berarti hewan yang berkuku satu, hewan yang memamah biak dan babi.25 Pencurian

24R.Soesilo, Op.Cit, hlm. 250.

25H.A.K. Moch. Anwar, Op.Cit, hlm. 250

(57)

44 hewan dianggap berat karena hewan milik seorang petani yang terpenting.

 Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir,

gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung api, kapal karena terdampar, kecelakaan kereta api, huru- hara, pemberontakan atau bahaya perang.

 Terjadinya bencana dengan pencurian itu harus ada

hubungannya artinya pencuri betul-betul mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri. Tidak masuk disini misalnya seorang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu dibagian kota ada terjadi kebakaran.26Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau tidak dengan kemauan yang berhak.

Waktu malam menurut Pasal 98 malam berarti waktu diantara matahari terbenam dan matahari terbit.

 Rumah (woning) = tempat yang dipergunakan untuk

berdiam siang-malam, artinya untuk makan, tidur dsb.

Pekarangan tertutup = suatu pekarangan yang sekelilingnya ada tanda-tanda batas yang kelihatannya

26R.Soesilo, Op.Cit, hlm. 251

(58)

45 nyata seperti selokan, pagar bambu, pagar hidup, pagar kawat, dsb. Tidak perlu tertutup rapat-rapat, sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali. Disini pencuri itu harus betul-betul masuk kedalam rumah dsb dan melakukan pencurian disitu.27

 Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

dengan bersekutu.

Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam melakukan tindak pidana pencurian, misalnya mereka bersama-sama mengambil barang- barang dengan kehendak bersama. Tidak perlu ada rancangan bersama yang mendahului, tetapi tidak cukup apabila secara kebetulan pada persamaan waktu mengambil barang-barang.

Bekerja sama atau bersekutu ini misalnya terjadi apabila setelah mereka merancangkan niatnya untuk bekerja sama dalam melakukan pencurian, kemudian hanya seorang yang masuk dan mengambil barang, dan kawannya hanya tinggal di luar rumah untuk menjaga dan memberi tahu kepada yang masuk rumah jika perbuatan mereka diketahui orang lain.

27Ibid.

(59)

46

 Pencurian dengan jalan membongkar, merusak, dan

sebagainya.

Pembongkaran (break) terjadi apabila dibuatnya lubang dalam suatu tembok-dinding suatu rumah, atau perusakan (verbreking) terjadi apabila hanya satu rantai pengikat pintu diputuskan, atau kunci dari suatu peti rusak.

Menurut Pasal 99 KUHP, arti memanjat diperluas sehingga meliputi lubang didalam tanah dibawah tembok dan masuk rumah melalui lubang itu, dan meliputi pula melalui selokan atau parit yang ditujukan atau membatasi suatu pekarangan yang demikian dianggap tertutup.28 Adapun jenis-jenis tindak pidana pencurian beserta unsure-unsur pidana pencurian dalam KUHP:

Pasal 362 :

Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melaan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun

atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,--

.(K.U.H.P.35,364,366,468).

28Andi Hamzah, 1987, Surat Dakwaan, Alumni, Bandung, hlm. 17.

Referensi

Dokumen terkait

Dibandingkan dengan nilai Obs*R-squared White Heteroskedasticity Test sebesar 70.23286, maka dapat disimpulkan bahwa hasil regresi pengaruh stok beras, luas panen,

Pemanfaatan teknologi informasi dalam pembuatan akta notaris secara elektronik tentunya tidak saja memberikan keuntungan, tetapi juga menimbulkan beberapa

Korelasi antara hasil inversi penampang Tahanan Jenis dengan Polarisasi Teriduksi pada lintasan Songgoriti-1 (Gambar 4.10 dan Gambar 4.11) menunjukkan adanya indikasi

Seperti yang terjadi pada PSB Universitas Negeri Jakarta (UNJ), saat mulai didirikan pada tahun 1986 hingga tahun 1999, PSB UNJ dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan

Di dalam takwa terdapat radar hati nurani yang melaluinya, manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, yang lurus dan sesat, dan akan melindungi

Beberapa metode yang dibahas dalam perhitungan daya dukung tiang diantaranya dengan cara statik dan calendring, untuk metode statik menggunakan data triaxial,

Ibu Winda Margareta yang juga sebagai guru Bahasa Inggris yang mengambil tugas tambahan sebagai guru BK, dalam penelitian dimaksudkan untuk meningkatkan peranan guru BK agar

BNN adalah lembaga penyidik dalam tindak pidana narkoba dan lembaga ini dibantu oleh pihak dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), yang pada mulanya penyidik