• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1227/B/PK/PJK/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1227/B/PK/PJK/2016"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PUTUSAN

Nomor 1227/B/PK/PJK/2016

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal GS Nomor 40-42, Jakarta XXXX0, dalam hal ini memberikan kuasa kepada:

1. AA, jabatan Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;

2. BB, jabatan Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

3. CC, jabatan Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

4. DD, jabatan Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-1788/PJ./2015, tanggal 15 Mei 2015;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat;

melawan:

PT KLM INDONESIA, beralamat di FG Industrial Park Plot 6J-2, Lemahabang, Cikarang Selatan, Bekasi 17550;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Tergugat, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59501/PP/M.XB/99/2015, tanggal 11 Februari 2015, yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Penggugat, dengan posita perkara sebagai berikut:

Menimbang, bahwa Penggugat dalam Surat Gugatannya, pada pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Bahwa merujuk pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan dan Pasal 40 sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dengan ini Penggugat mengajukan permohonan gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 sebagaimana dimaksud dalam perihal di atas dengan uraian sebagai berikut:

KETENTUAN FORMAL

Bahwa Penggugat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan ketentuan formal, seperti tersebut di bawah ini;

Bahwa Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang, b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak,

c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26, atau

d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak;

Bahwa ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak mengatur tentang gugatan sebagai berikut,

(2)

a. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. [Pasal 40 ayat (1)];

b. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.

[Pasal 40 ayat (2)];

c. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. [Pasal 40 ayat (3)];

d. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan. [Pasal 40 ayat (6)];

DASAR PENERBITAN SURAT KETETAPAN TERGUGAT

Bahwa Surat Ketetapan Tergugat diterbitkan berdasarkan hasil penelitian atas permohonan pembatalan Penggugat atas STP PPN Masa Januari-Maret 2012 tersebut memutuskan:

Menolak Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Penggugat dalam suratnya Nomor 004/XII/HI/TAX-2010/2013 tanggal 17 Desember 2013;

Mempertahankan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak Nomor 00354/107/12/052/13 tanggal 19 November 2013 Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2012;

Rincian Perhitungan Pajak Kurang Bayar menurut Surat Keputusan Tergugat;

Uraian Semula

(Rp)

Ditambah/

(dikurangi) (Rp)

Menjadi (Rp) a. Pajak harus dibayar/ditagih

kembali

0,00 0,00 0,00

b. Telah dibayar 0,00 0,00 0,00

c. Kurang dibayar 0,00 0,00 0,00

d. Sanksi administrasi 667.383.432,00 0,00 667.383.432,00

e. Jumlah pajak yang masih harus dibayar

667.383.432,00 0,00 667.383.432,00

URAIAN PENGGUGAT

Aspek Formal Penerbitan Surat Tagihan Pajak;

Bahwa Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang- Undang KUP) menyebutkan bahwa sanksi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak dikenakan atas Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;

Bahwa Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai menyebutkan bahwa Faktur Pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat,

a. Nama, alamat, NPWP Wajib Pajak,

b. Nama, alamat, NPWP pembeli atau penerima jasa,

c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual dan potongan harga, d. PPN yang dipungut,

e. PPnBM yang dipungut,

f. Kode, nomor seri, dan tanggal Faktur Pajak,

g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Bahwa Pasal 7 huruf e Peraturan Menteri Keuangan (PerMenkeu) Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak menyebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan setelahnya dalam hal pengusaha yang telah

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, selain,

a. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang PPN; atau

b. identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;

Bahwa kriteria Faktur Pajak yang dianggap cacat menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 juncto PER-13/PJ/2010;

Pasal 8

"Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian Kode dan Nomor Seri, maka Faktur Pajak yang

(3)

diterbitkan merupakan Faktur Pajak cacat";

Bahwa kalimat "pengisian Kode dan Nomor Seri" adalah sebagai rujukan atas Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Direktur Jenderal Pajak, di mana hanya pada pasal ini yang sangat jelas dan tegas menerangkan klasifikasi Kode dan Nomor Seri;

Bahwa dengan demikian Faktur Pajak dianggap cacat apabila salah dalam pengisian, bukan pengurutan, dengan demikian Pasal 8 pada Pereraturan Direktur jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 juncto PER-13/PJ/2010 hanya berlaku untuk Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (3);

Pasal 7 ayat (7)

"Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

1. tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau ayat (5), maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Cacat;

2. menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan Kode Cabang selain dari Kode Cabang yang telah ditetapkan, maka Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak Cacat";

Bahwa Pasal 9 ayat (8) menyatakan:

"Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak tidak dimulai dari Nomor Urut 0000000X, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat";

Pasal 9 ayat (10)

"Dalam hal sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak mulai dari Nomor Urut 0000000X sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), namun Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat

menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan Masa Pajak Desember atau sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat";

Pasal 10 ayat (6)

"Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat";

Uraian Penggugat atas Penomoran Faktur Pajak yang Dianggap Cacat;

Bahwa Penggugat sampaikan bahwa penomoran Faktur Pajak sudah berurutan meski tanggal penerbitan faktur tidak berurutan, berikut ini uraian atas penomoran Faktur Pajak tersebut;

Penggugat adalah Perusahaan berdasarkan Job Order, sehingga Penggugat sangat percaya akan Purchase Order (PO) pembelian dari customer Pemohon Banding;

Penggugat setiap hari sudah menyiapkan jadwal pengiriman ke masing-masing customer dengan memasukkan data-data Delivery Order ke sistem, begitu juga dengan Invoice dan Nomor Faktur Pajaknya;

Namun demikian, sering terjadi Urgent Delivery yaitu customer yang tidak ada dalam jadwal pengiriman atau jadwal pengirimannya tidak pada hari itu, meminta pengiriman barang, pada saat bersamaan, barang yang akan dikirimkan ke customer yang sudah terjadwal, ternyata belum selesai diproduksi, sehingga terjadilah Nomor Faktur Pajak yang tidak urut, berikut ilustrasi kondisi ini:

Bahwa berdasarkan PO yang Penggugat terima jadwal pengiriman tanggal 6 adalah sebagai berikut:

Tgl Customer Barang Qty DO No Inv. No FP No

6 B PS 1.000 123 123 4

6 C PP 2.000 124 124 5

6 D ABS 300 125 125 6

6 A OT 500 126 126 7

Bahwa pengiriman ke customer C dibatalkan karena barang belum selesai diproduksi dan pada saat bersamaan ada Urgent Delivery dari customer E sehingga pengiriman aktual pada tanggal 6 adalah faktur Nomor 4,8,6 dan 7 sebagai berikut,

Tgl Customer Barang Qty DO No Inv. No FP No

6 B PS 1.000 123 123 4

6 E PB 750 127 127 8

6 D ABS 300 125 125 6

6 A OT 500 126 126 7

(4)

bahwa barang customer C selesai diproduksi namun baru dikirim tanggal 7 dengan nomor faktur 5, padahal Faktur Pajak Nomor 5 ini disiapkan untuk pengiriman tanggal 6;

Tgl Customer Barang Qty DO No Inv. No FP No

7 C PP 2.000 124 124 5

7 7 7

Bahwa mengenai penomoran Faktur Pajak tersebut, Penggugat juga sampaikan bahwa beberapa pelanggan Penggugat menginginkan pengiriman untuk semua Invoice, Delivery Order (DO), Faktur Pajak dan Nomor Bea Cukai dikirim paling lambat dua hari setelah akhir bulan, bila hal tersebut tidak dilakukan, pelanggan Penggugat akan melakukan penundaan pembayaran, padahal setiap bulan diterbitkan rata-rata 314 lembar DO yang semua dibuat secara manual, untuk mengantisipasi tertundanya pembayaran yang akan berakibat negatif pada Cashflow Perusahaan, Penggugat membuat Invoice, BC, dan Faktur Pajaknya pada hari DO dibuat, sehingga saat ada penundaan pengiriman seperti Penggugat uraikan di atas, penomoran Faktur Pajak menjadi tidak berurutan dengan tanggal penebitan Faktur Pajak;

Bahwa merujuk pada SPT Masa Januari 2012, penomoran Faktur Pajak dimulai dengan Nomor 000000X sehingga alasan pemeriksa yang menyatakan bahwa penomoran Faktur Pajak tidak dimulai dengan Nomor 000000X pada bulan Januari tidak terbukti;

Bahwa Penggugat juga telah menerbitkan Faktur Pajak tepat pada waktunya;

Bahwa sesuai uraian di atas dan merujuk pada kategori Faktur Pajak cacat menurut PerDirjen Nomor PER-65/PJ/2010 juncto PER-13/PJ/2010, penerbitan dan penomoran Faktur Pajak yang Penggugat lakukan telah sesuai dengan ketentuan, sehingga tidak termasuk dalam kategori Faktur Pajak cacat;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59501/PP/M.XB/99/2015, tanggal 11 Februari 2015, yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

MENGADILI

Menyatakan membatalkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C, atas nama, PT KLM

Indonesia, NPWP 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di FG Industrial Park Plot 6J-2 LB, Cikarang Selatan, Bekasi XXXX0;

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT.59501/PP/M.XB/99/2015, tanggal 11 Februari 2015, diberitahukan kepada Tergugat pada tanggal 04 Maret 2015, kemudian terhadapnya oleh Tergugat dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU- 1788/PJ./2015, tanggal 15 Mei 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 25 Mei 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 25 Mei 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan Peninjauan Kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 23 September 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 21 Oktober 2015;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI

Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) mengajukan Peninjauan Kembali atas sengketa berikut:

“Sengketa Terkait Penerbitan Surat Pemohon PK (semula Tergugat) Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c atas nama

(5)

Termohon PK (semula Penggugat)”; yang dibatalkan Majelis Hakim Pengadilan Pajak;

II. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali

Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.59501/PP/M.XB/99/2015 Tanggal 11 Februari 2015, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Gugatan di Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyampaikan pendapat sebagaimana tertuang dalam halaman 30 sampai dengan 33 putusan a quo antara lain sebagai berikut:

bahwa berdasarkan keterangan dalam berkas sengketa, penjelasan Penggugat dan Tergugat serta peraturan terkait, Majelis berpendapat sebagai berikut,

Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang KUP, secara jelas menyatakan ”Gugatan Wajib Pajak atau

Penanggung Pajak terhadap keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26";

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014 merupakan Keputusan Tergugat yang terkait dengan Keputusan Tergugat sebelumnya yaitu Surat Tagihan Pajak Nomor

00354/107/12/052/13 tanggai 19 November 2013 Masa Pajak Januari sampai dengan Maret 2012, sehingga termasuk dalam pengertian keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan;

Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014 merupakan jawaban atas surat Penggugat Nomor 004/XfI/HI/TAX-2010/2013 tentang Permohonan Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar, yang diajukan Penggugat berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP;

Keputusan Nomor KEP-1448/WPJ.07/20I4 tanggal 23 Juni 2014 a quo, bukan merupakan keputusan yang ditetapkan dalam Pasai 25 ayat (1) dan Pasal 26 Undang-Undang KUP, sehingga berdasarkan Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang KUP a quo, dapat diajukan gugatan;

Ketentuan Pasal 36 ayat (la) Undang-Undang KUP mengatur bahwa permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib pajak paling banyak 2 (dua) kali, jadi tidak mewajibkan agar permohonan harus dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, dengan demikian walaupun pengajuan permohonan pembatalan surat tagihan pajak hanya diajukan 1 (satu) kali, Majelis berpendapat sudah memenuhi prosedur yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP, sehingga atas keputusan Tergugat sudah dapat diajukan gugatan;

Penggugat mengajukan permohonan pembatalan STP Nomor 00354/107/12/052/13 tanggal 19 November 2013 akan tetapi dijawab oleh Tergugat dengan surat keputusan yang menolak memberikan pengurangan ketetapan pajak atas STP a quo;

Tergugat terbukti tidak cermat dalam memproses permohonan pembatalan STP yang diajukan oleh Penggugat, karena Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 21 Juli 2014 adalah tentang

Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, dengan format sebagaimana diatur dalam Lampiran IV huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 a quo;

Seharusnya Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Wajak, dengan format sebagaimana diatur dalam Lampiran IV huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

bahwa oleh karenanya menurut Majelis, Surat Keputusan Tergugat tanggal 23 Juni 2014 Nomor KEP-

1448/WPJ,07/2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, adalah cacat hukum sehingga harus dibatalkan;

bahwa selanjutnya menurut Majelis, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan gugatan Penggugat untuk membatalkan Surat Keputusan Tergugat tanggal 23 Juni 2014 Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c;

Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali menyatakan keberatan terhadap pendapat Majelis sebagaimana diuraikan di atas, dengan alasan yang dapat Pemohon PK sampaikan sebagai berikut:

ASPEK FORMAL

1. Majelis Hakim memutus sengketa yang bukan wewenangnya;

a. bahwa sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP), menyatakan sebagai berikut;

(6)

"Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;

b. bahwa Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), menyatakan sebagai berikut:

"Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak “;

c. bahwa sesuai Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, menyebutkan:

"Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c undang-undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain:

a. ...;

b. ...;

c. ...;

d. ...;

e. ...;

f. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;

g. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan h. ...;

d. bahwa berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2011 diatur bahwa keputusan yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP adalah keputusan selain surat keputusan pengurangan dan pembatalan ketetapan pajak;

e. bahwa ketetapan pajak sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 22 ayat (1) PP 74 Tahun 2011 adalah meliputi Surat Tagihan Pajak;

f. bahwa sehingga ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP merupakan kewenangan absolut yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak untuk mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar;

g. bahwa terhadap pernyataan Termohon PK (semula Penggugat) yang menyatakan:

bahwa Tergugat menggunakan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 untuk menyatakan bahwa ketentuan formal gugatan tidak terpenuhi oleh Penggugat, sedangkan Peraturan Pemerintah tersebut secara hierarkis berada di bawah Undang-Undang KUP, dengan demikian, sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dikutip di bawah ini, Peraturan Pemerintah tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang;

disampaikan hal-hal sebagai berikut:

bahwa Pasal 48 UU KUP mengatur:

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;

bahwa Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP mengatur:

Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak;

bahwa kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 mengenai keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang dapat diajukan gugatan dengan ketentuan sebagai berikut:

Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain:

a. Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;

b. Surat Keputusan Pembetulan;

c. Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan;

d. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;

e. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;

f. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;

g. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan

h. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;

(7)

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat ketentuan yang saling bertentangan antara Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP dengan Pasal 37 Peraturan

Pemerintah Nomor 74;

III. bahwa dengan demikian kewenangan untuk menerima atau menolak permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar adalah kewenangan absolut yang sepenuhnya diberikan undang-undang kepada Direktur Jenderal Pajak, khususnya dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP, dilakukan melalui proses penelitian dan menggunakan Standart Operating Prosedure yang telah diatur tata caranya, dimana pelaksanaan teknis tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keungan Nomor 8/PMK.03/2013 tanggal 2 Januari 2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak;

IV. bahwa namun atas sengketa gugatan ini, Majelis Hakim menyimpulkan sebagai berikut:

bahwa selanjutnya menurut Majelis, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan gugatan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) untuk membatalkan Surat Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggal 23 Juni 2014 Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c;

V. bahwa sebagai informasi dan bahan pertimbangan kepada Majelis Hakim Mahkamah Agung, pendapat tersebut di atas juga samadengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang lain sebagai berikut:

Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.28158/PP/M.IX/99/2010 tanggal 21 Desember 2010;

Dalam amar pertimbangan pada halaman 19 alinea ke-4 Putusan Pengadilan Pajak Nomor

Put.28158/PP/M.IX/99/2010 tanggal 21 Desember 2010 menyangkut sengketa antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan PT. DF Indonesia Logistik yang menyatakan sebagai berikut:

“bahwa sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Majelis Hakim tidak berwenang membatalkan Surat Tagihan Pajak a quo. Sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf b KUP wewenang untuk pembatalan yang dimaksud berada pada Direktur Jenderal Pajak;”

Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37034/PP/M.XVI/99/2012 tanggal 6 Maret 2012;

Dalam amar pertimbangan pada halaman 31 angka 8 Putusan Pengadilan Pajak Nomor

Put.37034/PP/M.XVI/99/2012 tanggal 6 Maret 2012 menyangkut sengketa antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan BUT GH Indonesia Inc. Ltd. yang menyatakan sebagai berikut:

“bahwa menurut pendapat Majelis, wewenang untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi sebagaimana dimaksud oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sesuai ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berada pada Direktur Jenderal Pajak;”

Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.37035/PP/M.XVI/99/2012 tanggal 6 Maret 2012 Dalam amar pertimbangan pada halaman 31 angka 8 Putusan Pengadilan Pajak Nomor

Put.37035/PP/M.XVI/99/2012 tanggal 6 Maret 2012 menyangkut sengketa antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan BUT GH Indonesia Inc. Ltd. yang menyatakan sebagai berikut:

“bahwa menurut pendapat Majelis, wewenang untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi sebagaimana dimaksud oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) sesuai ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berada pada Direktur Jenderal Pajak;”

Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.38409/PP/M.XII/99/2012 tanggal 30 Mei 2012

Dalam amar pertimbangan pada halaman 19 alinea ke-2 dan 3 Putusan Pengadilan Pajak Nomor

Put.38409/PP/M.XII/99/2012 tanggal 30 Mei 2012 menyangkut sengketa antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan PT Jateng Sinar Agung Sentosa yang menyatakan sebagai berikut:

“bahwa Majelis berpendapat berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diketahui bahwa wewenang untuk memberikan

pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar adalah kewenangan Direktur Jenderal Pajak;

bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 36 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, diketahui bahwa Pasal 36 ini merupakan ranah kebaikan hati (asas clemency) dari Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) yang harus dilaksanakan dengan berlandaskan unsur keadilan;”

Dalam amar pertimbangan pada halaman 20 alinea ke-1 dan 2 Putusan Pengadilan Pajak Nomor

Put.38409/PP/M.XII/99/2012 tanggal 30 Mei 2012 menyangkut sengketa antara Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan PT ADF yang menyatakan sebagai berikut:

“bahwa ketentuan perpajakan yang ada telah jelas mengatur proses penyelesaian pengajuan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sepenuhnya merupakan wewenang Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) sehingga tidak dapat dilimpahkan ke pihak lain;

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa wewenang untuk mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar merupakan wewenang Pemohon Peninjauan Kembali (semula

(8)

Tergugat) sehingga pemeriksaan gugatan yang disampaikan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) hanya sebatas pemenuhan ketentuan formal;”

VI. bahwa sehingga berdasarkan uraian di atas, nyata-nyata Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam putusannya telah melampaui kewenangannya, karena telah membatalkan Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014 yang merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak, sehingga putusan Majelis telah bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan Pasal 23 ayat (2) serta Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP, Peraturan Pemerintah Nomor 74 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.03/2013;

2. Formal penerbitan Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan STP yang Tidak Benar a. bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menyatakan:

bahwa dengan merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013, surat keputusan yang seharusnya diterbitkan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) atas permohonan pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) adalah ’’Surat

Keputusan tentang 'Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C karena Permohonan Wajib Pajak" bukan "Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak

Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, karena permohonan yang diajukan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) adalah Pembatalan bukan Pengurangan;

b. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak mengatur:

Pasal 17

2. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak dengan jumlah sanksi administrasi yang tidak benar.

3. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak yang seharusnya tidak diterbitkan;

c. bahwa dari fakta yang ada, alasan yang diuraikan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dalam Surat Permohonan Nomor 004/XII/HI/TAX-2010/2013 adalah menyangkut tentang materi, bukan prosedur penerbitan STP PPN Nomor 00354/107/12/052/13 tanggal 19 November 2013;

bahwa oleh karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan sengketa atas materi, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) mengkategorikannya sebagai proses pengurangan atas STP yang tidak benar;

bahwa dalam hal Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan sengketa atas prosedur penerbitan STP, maka barulah keputusan yang diterbitkan menggunakan kategori pembatalan atas STP yang tidak benar;

d. bahwa berdasarkan hasil penelitian Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) melalui Laporan Penelitian Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas Surat Tagihan Pajak Nomor Lap- 1606/WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014 diketahui bahwa berdasarkan fakta dan ketentuan perpajakan yang berlaku, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) telah tepat mengenakan sanksi administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP karena Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak dengan tidak mengisi secara lengkap, jelas dan benar;

e. bahwa dari hasil penelitian terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena

Permohonan Wajib Pajak, diketahui:

pada amar “Menimbang” dinyatakan bahwa surat keputusan diterbitkan berdasarkan surat Wajib Pajak atas nama PT KLM Indonesia Nomor 004/XII/HI/TAX-2010/2013 yang diterima oleh KPP PMA Satu berdasarkan LPAD Nomor PEM:01000303\052\jan\2014 tanggal 9 Januari 2014;

pada amar “Memutuskan” dinyatakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat): Menolak permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak Wajib Pajak dalam surat Nomor 004/XII/HI/TAX-2010/2013;

f. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa substansi dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 merupakan jawaban atas permohonan yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) dan nyata-nyata tidak bias/tidak dapat diartikan lain;

bahwa sehingga penerbitan surat keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;

(9)

g. bahwa namun atas pokok sengketa banding ini Majelis berpendapat sebagai berikut:

Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) mengajukan permohonan pembatalan STP Nomor 00354/107/12/052/13 tanggal 19 November 2013 akan tetapi dijawab oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) dengan surat keputusan yang menolak memberikan pengurangan ketetapan pajak atas STP a quo;

Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) terbukti tidak cermat dalam memproses permohonan pembatalan STP yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat), karena Surat Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 21 Juli 2014 adalah tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, dengan format sebagaimana diatur dalam Lampiran IV huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013 a quo;

Seharusnya Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menerbitkan Surat Keputusan Tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Wajak, dengan format sebagaimana diatur dalam Lampiran IV huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

bahwa oleh karenanya menurut Majelis, Surat Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tanggal 23 Juni 2014 Nomor KEP-1448/WPJ,07/2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c karena Permohonan Wajib Pajak, adalah cacat hukum sehingga harus dibatalkan;

h. bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) tidak sependapat dengan pendapat Majelis tersebut di atas berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

bahwa suatu keputusan dinyatakan cacat hukum dalam hal tidak memenuhi syarat formal dan material sebagai berikut:

Syarat Materiil:

1. harus dibuat oleh aparat berwenang;

2. dalam proses pembuatannya tidak mengalami kekurangan yuridis;

3. memiliki tujuan yang sama dengan tujuan peraturan yang mendasarinya;

Syarat Formil:

1. bentuk peraturan harus sama dengan bentuk peraturan yang mendasarinya;

2. prosedur pembuatan harus sama dengan prosedur yang diminta oleh peraturan yang mendasarinya;

3. semua peraturan khusus yang terdapat dalam peraturan dasar harus terwujud;

bahwa berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 telah memenuhi syarat formil dan materiil sebagai suatu produk hukum yang sah;

i. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka putusan Majelis Hakim atas sengketa formal penerbitan Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan STP yang Tidak Benar nyata-nyata telah bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku;

ASPEK MATERI

1. bahwa atas pokok sengketa materi telah dilakukan pembahasan dalam persidangan;

2. bahwa ketentuan perpajakan mengatur sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Pasal 31 ayat (1) Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak;

Pasal 31 ayat (3)

Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

Pasal 78

Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;

Pasal 84 ayat (1)

Putusan Pengadilan Pajak harus memuat pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;

(10)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;

Pasal 14 ayat (1)

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;

d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak;

f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak;

Pasal 14 ayat (4)

Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, masing-masing dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

Pasal 13 ayat (5)

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Pasal 13 ayat (9)

Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material;

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara

Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak;

Pasal 17

1. Surat Tagihan Pajak yang dapat dikurangkan atau dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:

a. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak;

dan

b. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a

2. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dikurangkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak dengan jumlah sanksi administrasi yang tidak benar.

3. Surat Tagihan Pajak yang tidak benar yang dapat dibatalkan berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Surat Tagihan Pajak yang seharusnya tidak

diterbitkan;

Pasal 18 ayat (6)

Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak

yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;

Pasal 4 ayat (1)

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

(11)

penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, danpotongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;

Pasal 5 ayat (1)

Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 5 ayat (2)

Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;

Pasal 15 ayat (1) huruf a

Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-13/PJ./2010 tentang Bentuk Ukuran, Prosedur

Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;

Pasal 5

1. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk

menandatanganinya.

2. Dalam hal diperlukan, Pengusaha Kena Pajak dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.

3. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat 1) merupakan Faktur Pajak cacat;

Pasal 9 ayat (1)

Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak dan mata uang yang digunakan;

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-151/PJ/2010 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ./2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ./2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keteranga, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;

Angka 5

Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar karena:

a. pengisian Kode Transaksi pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan;

b. pengisian Kode Cabang pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan;

atau

c. pengisian Nomor Urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan;

dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

3. bahwa berdasarkan data,fakta dan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

(12)

a. bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) menerbitkan STP PPN Nomor 00354/107/12/052/13 tanggal 19 November 2013 sebesar Rp667.383.432,00 karena Termohon

Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak yang tidak berurutan nomor seri dan tanggal Faktur Pajak-nya, sehingga merupakan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas dan benar;

b. bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) karena merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 juncto PER-13/PJ/2010, penerbitan dan penomoran Faktur Pajak yang

Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) lakukan telah sesuai dengan ketentuan sehingga tidak termasuk dalam kategori Faktur Pajak cacat;

c. bahwa yang menjadi pokok sengketa materi dalam gugatan ini adalah pengenaan sanksi administrasi denda Pasal 14 ayat (4) KUP dimana menurut Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat), Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak dengan tidak mengisi secara lengkap, jelas dan benar karena faktur pajak diisi tidak urut nomor seri dan tanggal faktur pajaknya, sedangkan Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) berpendapat penerbitan dan penomoran faktur pajak yang Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) lakukan telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga tidak termasuk dalam kategori Faktur Pajak Cacat;

d. bahwa atas sengketa materi gugatan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (5) huruf f UU PPN diatur bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;

bahwa berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010 diatur bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;

bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010 diatur bahwa Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas dan benar sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4;

bahwa selanjutnya diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 65/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010 bahwa Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dan tanggal Faktur Pajak harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak dan mata uang yang digunakan;

bahwa berdasarkan Pasal 15 ayat (1) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 tanggal 24 Maret diatur bahwa Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP Tahun 1983 dan perubahannya dalam hal menerbitkan Faktur Pajak yang tidak memuat keterangan dan/atau tidak mengisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3);

bahwa lebih lanjut diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-151/PJ/2010 tanggal 31 Desember 2010 sebagai berikut:

butir 3

PKP yang menerbitkan Faktur Pajak dengan nomor urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) PER-13/PJ/2010 dapat

menerbitkan Faktur Pajak Pengganti ...;

butir 5c

Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar karena:

pengisian Nomor Urut pada Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak tidak sesuai dengan ketentuan;

dikenai sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4) UU KUP;

bahwa berdasarkan data dan fakta yang ada diketahui bahwa Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) menerbitkan Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar karena terbukti tidak berurutan antara Nomor Seri dengan tanggal Faktur Pajak, sehingga pengenaan sanksi administrasi Denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp667.383.432,00 atas pengisian Faktur Pajak yang tidak diisi secara benar dan lengkap, telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana tersebut di atas;

bahwa dengan demikian putusan Majelis yang berkesimpulan membatalkan Keputusan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor KEP-1448WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014,

(13)

adalah tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan serta ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan Pengadilan Pajak yang berlaku;

Bahwa sesuai ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka dalam membuat putusan, Majelis Hakim harus mendasarkan putusannya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang bersangkutan. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebutdi atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak

berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa gugatan di Pengadilan Pajak nyata- nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan, sehingga putusan Majelis Hakim a quo tidak memenuhi ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor

Put.59501/PP/M.XB/99/2015 Tanggal 11 Februari 2015 terkait sengketa a quo harus dibatalkan;

Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.59501/PP/M.XB/99/2015 Tanggal 11 Februari 2015 yang menyatakan:

membatalkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014 tanggal 23 Juni 2014 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak Atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C, atas nama, PT KLM Indonesia, NPWP

0X.0XX.XXX.X-0XX.000, beralamat di FG Industrial Park Plot 6J-2 LB, Cikarang Selatan, Bekasi XXXX0, adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan membatalkan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014, tanggal 23 Juni 2014, tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak (STP) berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C, atas nama Penggugat, NPWP: 0X.0XX.XXX.X-0XX.000, adalah sudah tepat dan benar, dengan pertimbangan:

a. Bahwa alasan-alasan permohonan Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Penerbitan Surat Pemohon

Peninjauan Kembali (semula Tergugat) Nomor KEP-1448/WPJ.07/2014, tanggal 23 Juni 2014, tentang Pengurangan Ketetapan Pajak atas Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf C atas nama Termohon Peninjauan Kembali (semula Penggugat) yang dibatalkan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Penggugat telah memenuhi prosedur hukum atas gugatan, dan oleh karenanya koreksi Tergugat (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c dan Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) juncto Lampiran IV huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;

b. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Direktur Jenderal Pajak tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

(14)

MENGADILI,

Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 05 Desember 2016, oleh H.

XYZ, S.H., M.H., Hakim Agung Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr.

H. M. FFF, S.H., M.S., dan Dr. GGG, S.H., C.N., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh HHH, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

Anggota Majelis : ttd/

Dr. H. M. FFF, S.H., M.S., ttd/

Dr. GGG, S.H., C.N.,

Biaya – biaya :

1. M e t e r a i……….. Rp 6.000,00 2. R e d a k s i……….. Rp 5.000,00 3. Administrasi ………..…. Rp 2.489.000,00 Jumlah ………. Rp 2.500.000,00

Ketua Majelis:

ttd/

H. XYZ, S.H., M.H.,

Panitera Pengganti ttd/

HHH, S.H., M.H.,

Untuk salinan Mahkamah Agung RI

atas nama Panitera, Panitera Muda Tata Usaha Negara,

H. RTY, S.H.

NIP XXXX0XXX XXXX0X X 00X

Referensi

Dokumen terkait

Memutuskan : Menolak gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP- 00141/NKEB/WPJ.06/2017 tanggal 23 Januari 2017, tentang Pembatalan Ketetapan Pajak

Bahwa selanjutnya, berdasarkan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Pengadilan Pajak, pengajuan Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung Republik Indonesia,

bahwa Keputusan Terbanding Nomor : KEP-1446/WPJ.19/2013 tanggal 23 Oktober 2013 sebesar Rp2.069.668.760 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Bahwa pokok sengketa banding adalah koreksi Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) atas Pajak Masukan sebesar Rp171.497.554,00 yang digunakan untuk menghasilkan Tandan

Bahwa terkait perbedaan pendapat antara Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali yaitu apakah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak

Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi objek dalam gugatan ini adalah Keputusan Tergugat Nomor : KEP-05008/NKEB/WPJ.07/2016 tanggal 18 Agustus 2016 tentang Pengurangan Ketetapan Pajak

Bahwa apabila menurut Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) persediaan akhir 2007 telah disampaikan dalam SPT Masa PPN 2008, dan atas SKP/pemeriksaan tahun pajak

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menolak permohonan banding Pemohon Banding terhadap